Anda di halaman 1dari 2

TUGAS TUTORIAL KE-2

Kode /Mata Kuliah : ISIP4211/PENGANTAR ANTROPOLOGI


Nama Mahasiswa : DIMAS PAKSI BAGUS PERMADI
NIM : 044323305

Assalamu’alaikum Wr.Wb
Yth, Tutor/Dosen Bapak Y. Argo Twikromo
Mohon izin memberikan tanggapan pada tugas ini

NYADRAN UNSUR KEBUDAYAAN SISTEM RELIGI MASYARAKATJAWA

Setiap menjelang Ramadan, tepatnya pada bulan Sya’ban, masyarakat saya Desa
Rogoselo Kecamatan Doro, Provinsi Jawa Tengah, selalu melakukan tradisi Nyadran. Budaya
yang telah dijaga selama ratusan tahun ini, dilakukan dengan bersih-bersih makam para
orang tua atau leluhur, membuat dan membagikan makanan tradisional, serta berdoa atau
selamatan bersama di sekitar area makam.
Dalam kalender Jawa, Bulan Ramadan disebut dengan Bulan Ruwah, sehingga
Nyadran juga dikenal sebagai acara Ruwah. Dirangkum dari berbagai sumber, tradisi ini
adalah hasil akulturasi budaya Jawa dengan Islam. Kata Nyadran berasal dari kata 'Sraddha'
yang bermakna keyakinan.
Nyadran menjadi bagian penting bagi masyarakat Jawa. Sebab, para pewaris tradisi
ini menjadikan Nyadran sebagai momentum untuk menghormati para leluhur dan ungkapan
syukur kepada Sang Pencipta. Biasanya, Nyadran diadakan satu bulan sebelum dimulainya
puasa, atau pada 15, 20, dan 23 Ruwah.
Masing-masing daerah punya ciri khas masing-masing dalam tradisi ini. Masyarakat di
beberapa daerah membersihkan makam sambil membawa bungkusan berisi makanan hasil
bumi yang disebut sadranan. Secara tradisi, sadranan akan ditinggalkan di area pemakaman.
Tak jarang, masyarakat juga meninggalkan uang untuk biaya pengelolaan makam.
Salah satu yang khas dan pasti ada di setiap Nyadran, adalah acara makan bersama
atau kenduri. Prosesi ini menjadi salah satu yang ditunggu oleh warga. Setiap keluarga
membawa masakan hasil bumi. Masyarakat membaur menikmati makanan, yang
dihidangkan di atas daun pisang.
Masyarakat yang melakukan tradisi Nyadran percaya, membersihkan makam adalah
simbol dari pembersihan diri menjelang Bulan Suci. Bukan hanya hubungan manusia dengan
Sang Pencipta, Nyadran dilakukan sebagai bentuk bakti kepada para pendahulu dan leluhur.
Kerukunan serta hangatnya persaudaraan sangat terasa setiap kali tradisi Nyadran
berlangsung.
Nyadran yang telah dijaga selama ratusan tahun, mengajarkan untuk mengenang
dan mengenal para leluhur, silsilah keluarga, serta memetik ajaran baik dari para pendahulu.
Seperti pepatah Jawa kuno yang mengatakan "Mikul dhuwur mendem jero" yang kurang
lebih memiliki makna “ajaran-ajaran yang baik kita junjung tinggi, yang dianggap kurang
baik kita tanam-dalam".

Mohon ma’af, apabila keliru dan masih banyak kekurangan, siap menerima pencerahan dan
bimbingannya.

Wassalamua’alaikum Wr. Wb.

Sumber :
1. BMP_ISIP4210

Anda mungkin juga menyukai