Anda di halaman 1dari 10

ARTIKEL ILMIAH

ANALISA KEBUDAYAAN LOKAL


ANALISIS KEBUDAYAAN MEGENGAN : Tradisi Masyarakat dalam Menyambut Ramadhan di
Dusun Bakalan Desa Pagak Kecamatan Beji Kabupaten Pasuruan
Oleh:
Vita Dwi Purwanti
NIM. 18381012189
MAHASISWA PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN TARBIYAH IAIN MADURA
2018

ABSTRAK
Tradisi dan budaya jawa tidak hanya memberikan warna bagi melimpahnya adat budaya di
indnesia, namun juga memberikan warna tersendiri dalam kehidupan beragama. Praktik-praktik
keagamaan masyarakat jawa masih kental akan tradisidan budaya. Masyarakat jawa yang mayoritas
beragama islam hingga sekarang masih banyak yang melestarikan tradisi dan budayanya. Masyarakat
Jawa sangat terkenal dengan berbagai bentuk budayanya, hingga masyarakat Jawa sampai saat ini masih
mengembangkan kebudayaanya sebagai bentuk kebiasaan. Dalam islam terdapat bulan-bulan suci yaitu
bulan Muharram (suro), Shafar (sapar), Rabiul awal (mulud), Rabiul akhir (ba’da mud), Jumadil awal,
Jumadil akhir, Rajab (rejeb), Sya’ban (ruwah), Ramadhan (poso), Dzulqa’dah (selo), Dzulhijjah (besar).
Tradisi selamatan juga dapat meningkatkan kekeluargaan tiap anggota satu dengan anggota yang lainya.
Kekeluargaan disini mengandung banyak manfaat bagi masyarakat. Perilaku seperti itu dapat di lihat pada
kebanyakan masyarakat di Pasuruan khususnya di Dusun Bakalan Desa Pagak Kecamatan Beji. Mereka
melakukan sebuah tradisi megengan yang biasanya menggunakan sistem selamatan.
Megengan diartikan orang jawa ngempet atau menahan dan yang berarti sebenarnya mengingat
bahwa sebentar lagi bulan puasa akan tiba. Megengan juga dimanfaatkan untuk mendoakan sesepuh ahli
kubur yang telah mendahului. Megengan juga diwarnai dengan tradisi ungkapan rasa syukur (syukuran)
dengan membagi-bagi makanan. Megengan dilakukan setiap bulan ramadhan dating. Dalam
pelaksaaannya megengan ini menggunakan amalan-amalan syariah islam sesuai dengan Al-Quran dan
sunnah. Megengan dimaksudkan untuk mengharapkan ridho Allah SWT, karena menyambut bulan suci
ramadhan harapannya dari memberi shodaqoh adalah agar nanti kelak ketika sudah tiba masa manusia itu
mati, mereka mempunyai catatan amal kebaikan dibulan sya’ban. Kemudian dilancarkan dalam
melaksanakanibadah puasa selama satu bulan penuh, baik untuk diri sendiri, juga seluruh umat islam.
Sehingga tidak menjadi halangan bagi masyarakat jawa yang beragama islam untuk melaksanakan tradisi
ini. Megengan juga merupakan hasil pemikiran dari masyarakat yang terus berkembang mengikuti zaman.
Seiring berjalanya waktu tradisi megengan sendiri sudah mulai sedikit ditinggalkan dan mengalami
perubahan. Perubahan itu disebabkan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, kemajuan teknologi dan
pengaruh dari luar (asing). Pada pelaksanaannya, seorang warga yang akan
melaksanakan megengan dengan mengundang tetangga-tetangga sekitar pada waktu yang telah
ditentukan. Setelah para undangan datang, kemudian ritualnya membaca surat Al-Fatihah, Al-Ikhlas, Al-
Falaq dan Al-Nas, lalu dilanjutkan ayat Kursi dan doa yang dipimpin oleh sesepuh warga setempat.
Biasanya sebelum membaca Al-Fatihah, tokoh yang memimpin ritual tradisi ini menyampaikan
pembukaan (muqaddimah  atau ngajatna dalam bahasa Jawa) yang mengantarkan atas hajat yang akan
dilaksanakan.

KATA KUNCI : Tradisi, Megengan


LATAR BELAKANG
Masyarakat Jawa sangat terkenal dengan berbagai bentuk budayanya, hingga masyarakat Jawa
sampai saat ini masih mengembangkan kebudayaanya sebagai bentuk kebiasaan. Budaya merupakan hasil
pemikiran manusia yang dikembangkan sehingga terwujud sebuah karya yang di jadikan milik manusia
dengan belajar (Koentjaraningrat,2009:144)1. Dalam islam terdapat bulan-bulan suci yaitu bulan
Muharram (suro), Shafar (sapar), Rabiul awal (mulud), Rabiul akhir (ba’da mud), Jumadil awal, Jumadil
akhir, Rajab (rejeb), Sya’ban (ruwah), Ramadhan (poso), Dzulqa’dah (selo), Dzulhijjah (besar). Pada
bulan tersebut khususnya umat islam di Jawa melakukan banyak ritual atau perayaan untuk memperingati
dan dalam bulan tersebut mempunyai arti penting sehingga harus di peringati. Tahap untuk memperingati
dan mengadakan selamatan harus dilalui dan dipersiapkan secara matang. Mulai dari pemilihan hari dan
tanggal pelaksanaan juga harus memenuhi syarat atau ketentuan yang ada.
Menurut Muhamad Tawab (2014:32), wujud akulturasi antara nilai-nilai islam dan budaya Jawa,
ormas-ormas dan kaum puritan cenderung memusuhi masyarakat muslim jawa bahkan berusaha mengikis
dan mencabut tradisi dari tengah-tengah mereka2. Tradisi selamatan juga dapat meningkatkan
kekeluargaan tiap anggota satu dengan anggota yang lainya. Kekeluargaan disini mengandung banyak
manfaat bagi masyarakat. Melalui peringatan atau perayaan itu keterkaitan atau identitas sebagai muslim
di ekspresikan melalui simbol-simbol tertentu. Perilaku seperti itu dapat di lihat pada kebanyakan
masyarakat di Pasuruan khususnya di Dusun Bakalan Desa Pagak Kecamatan Beji. Mereka melakukan
sebuah tradisi megengan yang biasanya menggunakan sistem selamatan. Seiring berjalanya waktu tradisi
megengan sendiri sudah mulai sedikit ditinggalkan dan mengalami perubahan. Perubahan itu disebabkan
dengan perkembangan ilmu pengetahuan, kemajuan tegnologi dan pengaruh dari luar(asing). Megengan
sebagai sebuah perayaan dan rasa antusias dalam menyambut bulan yang penuh barokah, bulan yang di
tunggu-tunggu dan bulan yang di dalamnya terdapat malam “lailatul qodar” yaitu satu malam yang lebih
baik dari pada seribu bulan. Berdasarkan uraian di atas dan mengingat keistimewaan bulan Ramadhan
inilah,tradisimegengan menjadi menarik untuk diteliti. Dalam penelitian ini penulis menggunakan judul:
“ANALISIS KEBUDAYAAN MEGENGAN : Tradisi Masyarakat dalam Menyambut Ramadhan di
Dusun Bakalan Desa Pagak Kecamatan Beji Kabupaten Pasuruan".
TUJUAN
a. Untuk Mengetahui Sejarah Kebudayaan Megengan
b. Untuk Mengetahui Objek Kebudayaan Megengan
c. Untuk Mengetahui Waktu Pelaksanaan Kebudayaan Megengan
d. Untuk Mengetahui Target Ketercapaian Pelaksanaan Kebudayaan Megengan

1
Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta :PT Rineka Cipta. 300 Halaman 144.
2
Tawab Muhammad, 2014. Pemikiran K.H.Muhammad Sholikhin tentang tradisi selamatan.yogyakarta.
e. Untuk Mengetahui Analisa Kebudayaan Megengan
f. Untuk Mengetahui Perubahan Kebudayaan Megengan

PEMBAHASAN
a. Sejarah Kebudayaan Megengan
Megengan berasal dari kata megeng yang artinya “menahan”, dari susunan katanya, kata
megeng menjadi kata megengan, dengan ditambahkan akhiran “-an” mengandung arti suatu
proses yang dilakukan terus-menerus. Jika dikaitkan dengan konteks ramadhan, kata megeng
selaras dengan kata shaum yakni puasa, yang secara istilah juga berarti menahan diri dari
makan,minum, dan bersetubuh sejak terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari 3. Tradisi ini
merupakan suatu peringatan bahwa sebentar lagi akan memasuki bulan ramadhan, bulan dimana
umat islam diwajibkan berpuasa, yaitu menahan untuk tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang
dapat menggugurkan ibadah puasa itu sendiri. Sehubungan dengan tradisi megengan ada yang
sangat khas dalam tradisi ini adalah kue apem. Kue apem ini sebenarnya adalah ungkapan
permintaan maaf secara tidak langsung kepada para tetangga.
Tradisi ini diperkenalkan oleh Sunan Kalijaga pada saat penyebaran agama Islam di Jawa,
terutama Jawa Timur. Sunan Kalijaga ingin menganjurkan budaya meminta maaf atas segala
kesalahan yang mungkin pernah dilakukan, namun hal ini bukan perkara yang mudah untuk
dilakukan karena adat/budaya jawa untuk meminta maaf adalah sesuatu yang bernilai tinggi
karena menyangkut harga diri. Maka Sunan Kalijaga mengajarkannya dengan cara membuat kue
yang berbahan dasar dari beras ketan putih, dicampur dengan santan, gula dan garam. Setelah kue
matang maka Sunan Kalijaga mengajak masyarakat sekitar untuk berkumpul dan mengajarkan arti
dari kue itu kepada masyarakat. Kue tersebut kemudian diberi nama kue apem. Selain sebagai
symbol kebersamaan, kue apem juga dipercaya penduduk sekitar sebagai tolak bala. Menurut
legenda lain, kue ape mini dibawa Ki Ageng Gridig yang merupakan keturunan Prabu Brwijaya
kembali dari perjalanannya dari tanah suci. Ia membawa oleh-oleh 3 buah makanan dari sana.
Namun karena terlalu sedikit, kue apem ini dibuat ulang oleh istrinya. Setelah jadi, kue-kue ini
kemudian disebarkan kepada penduduk setempat. Pada penduduk yang berebutan
mendapatkannya Ki Ageng Gribig meneriakkan kata “yaqowiyu” yang artinya “Tuhan berilah
kekuatan”4.
Makanan ini kemudian dikenal oleh masyarakat sebagai kue apem, yakni berasal dari
saudaran bahasa arab “affan” yang bermakna ampunan. Tujuannya adalah agar masyarakat juga
terdorong selalu memohon amounan kepada sang pencipta. Lambat laun kebiasaan ‘membagi-
bagikan’ kue ape mini berlanjut pada acara-acara selamatan menjelang ramadhan.

3
Amin syukur, pengantar studi islam, (semarang:pustaka nuun,2010), hlm. 115.
4
Industry kue apem. Diakses dari situs Agro jawa tengah pada 25 November 2018.
b. Objek Kebudayaan Megengan
Dalam setiap tradisi tentu saja setiap masyarakat mempunyai pandangan yang berbeda-
beda. Bahwa orang Jawa melahirkan tradisi dalam berkomunikasi ataupun berbahasa yang
bertingkat-tingkat, tradisi dalam kesenian, tradisi dalam tata krama, maupun tradisi dalam
selamatan-selamatan itu semua sebagai perwujudan menghargai tradisi, dan itu masih sangat di
pegang oleh masyarakat Desa Pagak. Sedangkan dalam Megengan sendiri masyarakat Desa Pagak
menganggapnya sebagai tradisi yang sangat penting karena itu berhubungan dengan bulan suci,
yang dimaksud dalam bulan suci adalah bulan Ramadhan. Masyarakat Desa Pagak beranggapan
bahwa Megengan wajib dilaksanakan karena itu salah satu pendekatan diri mereka kepada Allah
SWT, kepada sesepuh yang sudah meninggal, dan penyambutan serta penghormatan akan
datangnya Bulan Suci Ramadhan.
c. Waktu Pelaksanaan Kebudayaan Megengan
Dalam pelaksanaan Selamatan Megengan ada beberapa tata caranya dan tidak
sembarangan. Langkah pertama sebelum sore diadakan selamatan Megengan masyarakat harus
berziaroh ke makam sesepuh atau saudara-saudara yang sudah meninggal, tujuanya untuk
mendoakan arwah mereka dan meminta restu kepada mereka agar yang berpuasa di beri
kelancaran karena masyarakat menganggap bahwa mereka lah yang saat ini dengan yang maha
kuasa. Langkah kedua adalah ketika hampir mendekati acara selamatan penyusunan tikar, dan
mengumpulkan masyarakat atau mengundang masyarakat (laki-laki) untuk hadir melaksanakan
selamatan Megengan. Langkah ke tiga, setelah masyarakat sudah berkumpul sesajen-sesajen
seperti kembang gading puteh disiapkan untuk dihajadkan atau didoakan terlebih dahulu. Yang ke
empat adalah memasangkan Pisang Raja dan kue apem disamping kembang gading puteh yang
akan dihajadkan terlebih dahulu. Pisang Raja sangat dikenal sebagai salah satu hidangan wajib
dalam selamatan Megengan karena Pisang Raja disimbolkan sebagai Raja Fajar, yang dimaksud
Raja Fajar adalah kita masyarakat melaksanakan puasa sampai terbenamnya sang fajar 5. Yang
kelima, setelah Pisang Raja, Apem dan kembang gading puteh dihajadkan atau didoakan
selanjutnya adalah mengulurkan makanan-makanan lain seperti ingkung, sambel goreng, nasi, dan
sebagainya keperluan untuk selamatan kemudian setelah siap dan dihidangkan semua baru mulai
dihajadkan atau di doakan lagi. Yang ke enam, adalah setelah selesai dihajadkan makanan-
makanan atau hidangan tersebut dibagikan kepada masyarakat dan peserta yang sudah menghadiri
acara selamatan megengan tersebut. Setelah selasai dibagikan orang tua yang bertugas sebagai
pembaca doa membacakan doa penutup dan memberi salam.
d. Target Ketercapaian Pelaksanaan Kebudayaan Megengan
Untuk meningkatkan minat masyarakat untuk melestarikan tradisi jawa yang turun
temurun ini tidaklah susah, semua hanya saling mengingatkan dan menjaga, memberi pengalaman
5
Aibak, Kutbuddin, Fiqih Tradisi: Menyibak Keragaman dalam Keberagamaan,Yogyakarta: Teras, 2012.
dan pendangan kepada anak-anak muda tentang pentingnya tradisi nenek moyang, saling
berkomunikasi, saling berkumpul dengan warga lain dan selalu mengadakan kegiatan tradisi-
tradisi jika memang sudah pada saatnya. Dalam tradisi selamatan megengan ada beberapa manfaat
yang dapat kita ambil yaitu, kita dapat mendoakan arwah leluhur yang sudah meninggal secara
bersama-sama karena telah mengundang warga lainnya, bisa saling bersodaqoh dengan memasak
bersama-sama dan memberikan nasi takiran/berkat sebagai ucapan terimakasih karena sudah
berkenan hadir dan menjadi tetangga yang baik selama ini, selamatan megengan juga sebagai
perwujudan saling memaafkan, tradisi ininjuga mempererat tali silaturahmi dengan tetangga
sekitar, dan juga melestarikan kebudayaan local maupun islami yang diciptakan oleh wali songo.
Masyarakat mengharapkan agara tradisi megengan ini tetap dilestarikan.
e. Analisa Kebudayaan Megengan
1. Segi Agama
Megengan dalam perspektif islam adalah sebuah kebudayaan yang berasal dari agama
hindu kemudian dimasukkan unsur islam dan mengganti unsur-unsur yang mendekati syirik.
Jadi bukan islam yang dimasukki oleh unsur budaya dan tradisi akan tetapi islam bertindak
sebagai pelaku yang memasuki suatu kemudian berdiam didalamnya, mengganti unsur yang
mendekati syirik kemudia digantinya dengan unsur yang sesuai ajaran islam. Didalam
megengan banyak sekali pesan yang menunjukkan syariat islam dan memberi kemanfaatan
dalam menanamkan nilai islam pada diri masyarakat. Contohnya Pertama adalah ketika ziarah
kubur dengan tujuan untuk mendoakan orang yang sudah meninggal dan mengingatkan
dirinya sendiri bahwa keesokan harinmeninggal dan mengingatkan dirinya sendiri bahwa
keesokan harinya ia akan mati juga. Allah SWT yang maha mengetahui saat kapan manusia
akan dijemput kembali kepada-Nya. Kedua adalah bersedekah, memiliki makna setiap
manusia haruslah banyak-banyak bersedekah, terutama dibulan suci ramadhan. Dan yang
ketiga adalah membaca tahlil atau wirid, maksudnya adalah dibulan suci ramadhan juga
manusia dianjurkan untuk banyak-banyak berdoa. Karena pada saat itulah pintu ampunan dari
Allah SWT dibuka selebar-lebarnya6.
2. Segi Sosial
Megengan merupakan bukti kerukunan warga masyarakat yang ada dalam menjalin
kerukunan dan kerjasama dalam bermasyarakat ketika menyambut datangnya bulan suci
ramadhan. Di desa saya, kebiasaan warga saat megengan adalah melakukan kegiatan bersih-
bersih pesarean/makam bagi yang laki-laki, bersih-bersih masjid/mushallah
sertamembersihkan seluruh desa secara bersama-sama. Pada kegiatan ini para bapak akan
saling mengucapkan maaf-maafan dan ucapan gembira menyambut datangnya bulan
ramadhan. Demikian dengan apa yang dilakukan oleh kaum ibu-ibu, dan hawa. Mereka akan
6
Muhammad solikhin.ritual dan tradisi islam jawa.hlm.19
memasak masakan yang enak, kue, dan hidangan lainnya kemudian dikirimkan sebagai bentuk
sedekah ke tetangga, saudara.
3. Segi hukum
Katakanlah: “Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka
bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya adalah lebih baik dari apa yang mereka
kumpulkan”. Ayat ini jelas-jelas menyuruh kita umat islam untuk bergembira dengan adanya
rahmat Allah SWT. Sementara hadirnya Ramadhan Al-Mubarok adalah jelas-jelas merupakan
karunia dan rahmat Allah SWT yang sepatutnya kita sambut dengan penuh kegembiraan lahir
bathin.
4. Segi Adat-Istiadat
Dalam ushul fiqih terdapat sebuah kaidah asasi al-‘adat muhakkamat (adat dapat
dihukumkan) atau al-‘adat syari’at muhakkamat (adat merupakan syariat yang dihukumkan).
Kaidah tersebut kurang lebih bermakana bahwa adat (tradisi) merupakan variabel sosial yang
mempunyai otoritas hukum (hukum Islam). Adat bisa mempengaruhi materi hukum , secara
proporsional. Hukum Islam tidak memposisikan adat sebagai faktor eksternal non-implikatif,
namun sebaliknya, memberikan ruang akomodasi bagi adat. Kenyataan sedemikian inilah
antara lain yang menyebabkan hukum Islam bersifat fleksibel.
Sebuah diktum yang amat terkenal menerangkan tentang salah satu prinsip Islam:
Muhafazhat ‘ala al-qadim al-shalih wa akhdz ‘ala al-jadid al-ashlah (Memelihara hal lama
yang baik dan mengambil hal baru yang lebih baik). Artinya, kedatangan Islam tidaklah untuk
memberangus adat yang baik yang berlaku pada suatu masyarakat. Islam memandang adat
yang baik sebagai suatu bentuk kreasi manusia dalam konteks lingkungannya (fisik dan
nonfisik). Karena itu, Islam bersifat acceptable pada berbagai bentuk masyarakat yang ada di
dunia ini kapanpun juga. Atas dasar ini, Islam memang pantas menjadi agama universal dan
berlaku selamanya.
Dalam perkembangan adat (akibat interaksi antar adat yang berbeda), Islam mengajarkan
untuk menjaga adat lama yang baik, sebagai suatu orisinalitas yang akan mewarnai kehidupan.
Apabila terdapat suatu adat baru (yang baik) maka hendaknya sebisa mungkin diterima untuk
didampingkan dengan adat yang lama (yang juga baik), sehingga akan memperkaya khazanah
budaya masyarakat tersebut. Namun apabila adat baru (yang baik) itu mesti menggantikan
sesuatu yang lama, maka yang baru tersebut baru boleh diterima apabila telah diyakini lebih
baik daripada yang lama. Dengan sikap sedemikian, manusia akan selalu menjadi lebih baik
dari waktu ke waktu.
Menurut hemat saya,tradisi-tradisi lokal yang baik (‘Adatun Shohihah) seperti budaya
megengan dan lainnya yang tidak bertentangan bahkan selaras dengan nafas dan jiwa syari’at
maka sepatutnyalah diberikan apresiasi dalam rangka mengamalkan Islam rohmatan lil
‘alamin.
f. Perubahan Kebudayaan Megengan
Kebudayan jawa merupakan sebuah kebudayaan yang sanagat menarik, adanya perubahan
jaman seolah tidak menghapus kebudayaan tersebut dari masyarakat. Membicarakan kebudayaan
tidak lepas dari bagaimana masyarakat menjaga serta mempertahankan kebudayaan tersebut.
Tetapi adanya perubahan kebudayaan dilakukan untuk memenuhi semua kebutuhan rakyatnya.
Perubahan akan terus terjadi biasanya mencakup unsur-unsur budaya yang ada. Terjadinya
perubahan kebudayaan tentunya disebabkan karena ada faktor yang mendorong terjadinya
perubahan tersebut. Faktor yang mempengaruhi perubahan kebudayaan meliputi faktor internal
dan eksternal. Diantaranya ada beberapa bentuk perubahan yang terjadi yaitu: megengan yang
sekarang lebih mengarah ke prosesi tahlilan; pada zaman dulu masyarakat mengunjungi rumah,
sekarang dikumpulkan menjadi satu di mushola atau masjid7.

KESIMPULAN
 Megengan berasal dari kata megeng yang artinya “menahan”, dari susunan katanya, kata megeng
menjadi kata megengan, dengan ditambahkan akhiran “-an” mengandung arti suatu proses yang
dilakukan terus-menerus. Jika dikaitkan dengan konteks ramadhan, kata megeng selaras dengan
kata shaum yakni puasa, yang secara istilah juga berarti menahan diri dari makan,minum, dan
bersetubuh sejak terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari8. Tradisi ini merupakan suatu
peringatan bahwa sebentar lagi akan memasuki bulan ramadhan, bulan dimana umat islam
diwajibkan berpuasa, yaitu menahan untuk tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat
menggugurkan ibadah puasa itu sendiri. Sehubungan dengan tradisi megengan  ada yang sangat
khas dalam tradisi ini adalah kue apem. Kue apem ini sebenarnya adalah ungkapan permintaan
maaf secara tidak langsung kepada para tetangga.
 Dalam setiap tradisi tentu saja setiap masyarakat mempunyai pandangan yang berbeda-beda.
Bahwa orang Jawa melahirkan tradisi dalam berkomunikasi ataupun berbahasa yang bertingkat-
tingkat, tradisi dalam kesenian, tradisi dalam tata krama, maupun tradisi dalam selamatan-
selamatan itu semua sebagai perwujudan menghargai tradisi, dan itu masih sangat di pegang oleh
masyarakat Desa Pagak. Sedangkan dalam Megengan sendiri masyarakat Desa Pagak
menganggapnya sebagai tradisi yang sangat penting karena itu berhubungan dengan bulan suci,
7
Adhan.tradisi megengan.2017
8
Amin syukur, pengantar studi islam, (semarang:pustaka nuun,2010), hlm. 115.
yang dimaksud dalam bulan suci adalah bulan Ramadhan. Masyarakat Desa Pagak beranggapan
bahwa Megengan wajib dilaksanakan karena itu salah satu pendekatan diri mereka kepada Allah
SWT, kepada sesepuh yang sudah meninggal, dan penyambutan serta penghormatan akan
datangnya Bulan Suci Ramadhan
 Sehubungan dengan tradisi megengan ada yang sangat khas dalam tradisi ini adalah kue apem.
Kue apem ini sebenarnya adalah ungkapan permintaan maaf secara tidak langsung kepada para
tetangga. Tradisi ini diperkenalkan oleh Sunan Kalijaga pada saat penyebaran agama Islam di
Jawa, terutama Jawa Timur. Sunan Kalijaga ingin menganjurkan budaya meminta maaf atas
segala kesalahan yang mungkin pernah dilakukan, namun hal ini bukan perkara yang mudah untuk
dilakukan karena adat/budaya jawa untuk meminta maaf adalah sesuatu yang bernilai tinggi
karena menyangkut harga diri. Maka Sunan Kalijaga mengajarkannya dengan cara membuat kue
yang berbahan dasar dari beras ketan putih, dicampur dengan santan, gula dan garam. Setelah kue
matang maka Sunan Kalijaga mengajak masyarakat sekitar untuk berkumpul dan mengajarkan arti
dari kue itu kepada masyarakat. Kue tersebut kemudian diberi nama kue apem.
 Megengan dalam perspektif islam adalah sebuah kebudayaan yang berasal dari agama hindu
kemudian dimasukkan unsur islam dan mengganti unsur-unsur yang mendekati syirik. Jadi bukan
islam yang dimasukki oleh unsur budaya dan tradisi akan tetapi islam bertindak sebagai pelaku
yang memasuki suatu kemudian berdiam didalamnya, mengganti unsur yang mendekati syirik
kemudia digantinya dengan unsur yang sesuai ajaran islam. Didalam megengan banyak sekali
pesan yang menunjukkan syariat islam dan memberi kemanfaatan dalam menanamkan nilai islam
pada diri masyarakat.
 Perubahan kebudayaan dilakukan untuk memenuhi semua kebutuhan rakyatnya. Perubahan akan
terus terjadi biasanya mencakup unsur-unsur budaya yang ada. Terjadinya perubahan kebudayaan
tentunya disebabkan karena ada faktor yang mendorong terjadinya perubahan tersebut. Faktor
yang mempengaruhi perubahan kebudayaan meliputi faktor internal dan eksternal.
DAFTAR PUSTAKA
Industry Kue Apem. Diakses Dari Situs Agro Jawa Tengah Pada 25 November 2018.
Koentjaraningrat, 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta :PT Rineka Cipta. 300 Halaman 144.
Kutbuddin Aibak, , Fiqih, 2012 Tradisi: Menyibak Keragaman Dalam Keberagamaan,Yogyakarta:Teras.
Syukur Amin, 2010, Pengantar Studi Islam, Semarang:Pustaka Nuun, Hlm. 115.
Tawab Muhammad, 2014. Pemikiran K.H.Muhammad Sholikhin Tentang Tradisi Selamatan.Yogyakarta.
LAMPIRAN
Takiran/Makanan/Berkat Kue Apem
Tradisi Megengan

Anda mungkin juga menyukai