Anda di halaman 1dari 10

NILAI GOTONG ROYONG DALAM KUDA RENGGONG DI KP.

CIKAJANG KEC. JATINANGOR KAB. SUMEDANG

M. Nizan Solahudin
2013074
Email: nizansolehudin220@gmail.com
SEKOLAH PASCASARJANA
PRODI PEDAGOGIK
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2021

ABSTRAK
Kuda renggong merupakan kesenian khas Jawa Barat tepatnya berasal dari
Dusun Cikurubuk Kecamatan Buahdua Kabupaten Sumedang. Artikel ini
bertujuan untuk mendeskripsikan nilai gotong royong yang terkandung dalam
kesenian kuda renggong. Metode kajian yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu
kajian literatur dan obervasi mengenai kesenian kuda renggong. Hasil dari kajian
ini berupa nilai gotong royong yang dapat dijadikan metode pembelajaran, agar
siswa mampu hidup secara gotong royong di sekolah. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa seni kuda renggong dapat dijadikan sebagai upaya mengembangkan nilai
gotong royong di sekolah dasar.

Kata Kunci: Gotong Royong, Nilai, Kuda Renggong.


DASAR PEMIKIRAN

Sumedang merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Barat.


Sumedang berasal dari kata yaitu Insun yang berarti saya, dan Medal yang berarti
lahir. Kabupaten Sumedang secara geografis merupakan wilayah yang strategis,
karena jarak ke pusat kota Bandung yang menjadi ibu kota Provinsi relatif
pendek, sekitar 45 km, dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Bandung.
Maka, sebagian fungsi kota Bandung ditampung di wilayah Kabupaten Sumedang
seperti pendidikan, industri, dan pertanian (Kompasiana, 2009).
Namun , sumedang tidak hanya mengenai itu saja. Terdapat kesenian di
Kabupaten Sumedang yang menarik ialah kesenian kuda renggong yang biasa
disebut kuda igel atau kuda menari. Kuda renggong merupakan senu pertunjukan
rakyat berbentuk seni helaran (pawai, karnaval), seiring berjalannya waktu kuda
renggong banyak dipakai dalam acara khiatanan dan acara tradisional lainnya
yang biasanya menampilkan 1-4 ekor kuda. Dahulu biasa disebut kuda igel karena
bisa ngigel (menari) mengikuti irama musik ini tumbuh dan berkembang
dikalangan masyarakat Desa Cikurubuk, Kecamatan Buahdua, Kabupaten
Sumedang (Kurnia, 2003).
Kuda renggong tersebut merupakan kesenian yang mempertunjukan
kemahiran atau keahlian kuda dalam melakukan atraksi dan menari mengikuti
irama musik. (Kurnia, 2003). Mengatakan kata “Renggong” di dalam kesenian
merupakan metatesis dari kata ronggeng yaitu kamonesan (Bahasa Sunda untuk
“keterampilan”) cara berjalan kuda yang telah dilatih untuk menari mengikuti
irama musik terutama kendang. Dalam melakukan pertunjukan kuda renggong
tentunya tidak sembarang kuda dapat dipakai karena dalam melakukan seni kuda
renggong, dibutuhkan kuda yang sudah benar-benar terlatih dan dalam kondisi
yang sehat. Akan tetapi dalam pertunjukan kuda renggong tidak hanya berbicara
mengenai seni atraksi dan menari, hal yang lebih substansial terdapat nilai-nilai
positif yang sangat perlu diterapkan kepada setiap masyarakat. (Gustianingrum &
Affandi, 2016). Nilai-nilai luhur yang terdapat yaitu, nilai gotong royong, nilai
teatrikal, nilai universal, nilai estetika, nilai kekompakan.
Maka kuda renggong merupakan hasil dari kebudayaan manusia yang dapat
dilestarikan, dan dikembangkan sebagai salah satu upaya menuju kemajuan
sebuah masyarakat. Tetapi secara khas mampu menunjukan bahwa manifestasi
estetik dan refleksi nilai-nilai yang bersifat sosial dalam kehidupannya. Hal ini
dapat meningkatkan penghayatan terhadap nilai-nilai luhur budaya bangsa, nilai-
nilai tersebut berguna untuk kepribadian atau karakter warga negara. (Gunawan,
2017). Mengatakan kesenian dan kebudayaan dua sisi mata uang yang tidak
terpisahkan. Oleh karena itu kesenian dapat menjadi wadah untuk
mempertahankan budaya Indonesia, kita harus dapat mempertahankan identitas
budaya sebagai salah satu hal yang harus dipertahankan dan dilestarikan dalam
kehidupan
TINJAUAN KONSEPTUAL “SENI KUDA RENGGONG”
A. Asal-usul Kuda Renggong
Kuda renggong merupakan kesenian tradisional khas Kabupaten
Sumedang yang berawal dari sebuah Desa bernama Desa Cikurubuk Kecamatan
Buahdua Kabupaten Sumedang sekitar tahun 1880-an. Ada seorang anak laki-laki
bernama sipan yang mempunyai kebiasaan mengamati tingkah laku kuda-kuda
miliknya yang bernama si Cengek dan si Dengklek. Dari pengamatan yang
dilakukannya, ia menyimpulkan bahwa kuda juga dapat dilatih untuk mengikuti
gerakan-gerakan yang dinginkan oleh manusia (Halimah, 2008). Melihat
keberhasilan Sipan melatih kuda-kudanya “ngarenggong” membuat Pangeran Aria
Surya Atmadja yang pada waktu itu menjabat sebagai Bupati Sumedang,
menginginkan kuda-kuda miliknya dilatih oleh Sipan. Hasil dari melatih kuda
milik Pangeran Aria Surya Atmadja inilah Sipan dikenal sebagai pencipta
kesenian kuda renggong.
Pemain Kuda Renggong umumnya adalah laki-laki dewasa yang
tergabung dalam sebuah kelompok terdiri atas: seorang pemimpin kelompok
(pelatuk), beberapa orang pemain waditra, dan satu atau dua orang pemain silat.
(Gunawan, 2017) Pemain yang tergabung dalam kesenian Kuda Renggong pada
umumnya laki-laki dewasa terdiri dari:
1. Seorang pemimpin kelompok (pelatuk).
2. Beberapa orang pemain waditra.
3. Satu atau dua orang pemain silat.
Pemain dalam seni kuda renggong merupakan orang-orang yang memliki
kemampuan serta keterampilan khusus dalam menari maupun memainkan
waditra. Keterampilan khusus tersebut perlu dimiliki setiap pemain, karena pada
setiap pertunjukkan Kuda Renggong diperlukan suatu tim yang solid agar tarian
dan musik dapat dimainkan secara selaras oleh para pemain waditra. Makna
simbolis dari pertunjukkan Kuda Renggong diantaranya adalah makna spiritual.
Spirit yang dimunculkan merupakan rangkaian upacara inisiasi (pendewasaan)
dari seorang anak laki¬laki yang disunat. Selanjutnya makna interaksi antar
mahkluk Tuhan. Kesadaran para pelatih Kuda Renggong dalam memperlakukan
kudanya, tidak semata-mata seperti layaknya pada binatang peliharaan, tetapi
memiliki kecenderungan memanjakan bahkan memposisikan kuda sebagai
mahkluk Tuhan yang dimanjakan. Makna universal, sejak jaman manusia
mengenal binatang Kuda, telah menjadi bagian dalam hidup manusia di berbagai
bangsa dan berbagai tempat di dunia (Ruswandi, 2017).
Tempat dan peralatan dalam pertunjukan kuda renggong banyak
ditampilkan dalam acara khitanan, menyambut tamu agung, pelantikan kepala
desa, perayaan hari kemerdekaan, dan lain sebagainya. (Halimah, 2008) Dalam
melakukan pertunjukan kuda renggong terdapat peralatan yang harus dipakai.
Adapun peralatannya antara lain: (1) satu sampai empat ekor kuda yang sudah
terlatih beserta dengan perlengkapannya seperti: tempat untuk duduk penunggang
kuda, pijakan kaki untuk bagi penunggang kuda, sabuk yang dikaitkan ke perut
kuda. (2) Seperangkat waditra yang terdiri dari kendang besar, terompet, bajidor,
kecrek, dan genjringan, dan (3) Busana pemain kuda renggong.
Keterampilan khusus dalam kuda renggong perlu dimiliki oleh setiap
pemain karena pertunjukan kuda renggong bersifat kolektif yang memerlukan
gotong royong dan keterampilan setiap pemain agar kuda yang menjadi kekhasan
ini dapat melakukan atraksi sesuai yang diinginkan (Kemendikbud, 2014). Pada
perkembangannya kesenian Kuda Renggong bukan hanya menyebar di daerah
Kabupaten Sumedang, akan tetapi juga di Kabupaten-kabupaten lain di Jawa
Barat. Seperti Kabupaten Bandung, Kabupaten Majalengka, Kabupaten
Kuningan, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Ciamis, Kabupaten Tasikmalaya.
Sehingga kesenian Kuda Renggong banyak dikenal di seluruh Jawa Barat, bahkan
tidak menuntut kemungkinan di luar Jawa.
B. Bentuk Pertunjukan Kuda Renggong
Kuda Renggong memiliki dua kategori bentuk pertunjukan, yaitu
pertunjukan Kuda Renggong di Desa dan di Festival. Pertunjukan Kuda
Renggong di Festival berbeda dengan pertunjukan Kuda Renggong di desa.
Pertujukan di Festival Kuda Renggong setiap tahunnya mengalami peningkatan
baik dari jumlah peserta, media pertunjukan, aksesoris, musik, dan lain
sebagainya (Tata, dkk., 2019). Peserta dalam pertunjukan Festival Kuda
Renggong yaitu rombongan perwakilan dari masing-masing desa atau Kecamatan.
Sebelum Festival berlangsung peserta berkumpul dititik awal keberangkatan yaitu
di jalan raya depan kantor Bupati, kemudian dimulai satu persatu mengelilingi
rute yang telah ditentukan oleh panitia. Sementara juri ditempatkan diberbagai
titik jalan yang dilewati rombongan peserta Festival Kuda Renggong.
Pertunjukkan Kuda Renggong di desa biasanya dilaksanakan dalam acara
syukuran upacara anak sunatan atau hajatan. Pertunjukkannya dilakukan secara
arak-arakan yang diiringi oleh musik Kendang Penca atau dangdut. Pada awalnya
musik pengiring kuda renggong hanya diiringi dengan musik reak, musik kendang
penca dan musik tanjidor (Ruswandi, 2017). Seiring dengan perkembangan
zaman, Kuda Renggong mengalami berbagai perubahan dimulai dari segi musik,
gerakan tari, tata rias dan busana.
C. Proses Kegiatan Pertunjukan Kuda Renggong
Runtutan kegiatan pertunjukan awalnya dilakukan dengan
mempersembahkan sesajen kepada roh leluhur supaya kegiatan berjalan dengan
lancar, kemudian dilanjutkan dengan diiringi musik lagu Kidung dan kembang
Gadung serta kuda kosong tanpa ditunggangi. Karena pada saat itu menurut
kepercayaan bahwa kuda merupakan tunggangan para karuhun, baru setelah ritual
selesai dilanjutkan dengan acara pertunjukan hiburan (Ruswandi, 2017). Proses
kegiatan pertunjukkan dimulai dari proses arak-arakkan, sawer dan dilanjutkan
dengan antraksi kuda silat. Pertunjukan ini dilaksanakan setelah anak sunat
diberikan doa, kemudian dirias dengan mengenakan pakaian seperti tokoh wayang
atau pakaian pangeran khas Sunda dengan mengenakan bendo. Lalu, anak sunat
diarak mengelilingi desa dengan menunggangi kuda yang diiringi musik. Kuda
Renggong tersebut berjalan sambil menari serta dikelilingi oleh anak-anak,
remaja, bahkan orang tua. Setelah berkeliling, rombongan Kuda Renggong
kembali ke rumah anak sunat untuk melakukan atraksi yang dipandu oleh sang
pelatih kuda. Atraksi tersebut dilakukan oleh kuda dengan menghimpit leher
manusia, menginjak badan, hingga gerakkan jumpalitan sang penari meski hanya
beralaskan aspal atau tanah.
Pertunjukkan Kuda Renggong tidak hanya ditampilkan pada saat acara
sunatan ataupun hajatan saja, tetapi ditunjukkan pada saat-saat tertentu seperti
dalam upacara peringatan hari besar, penerimaan tamu kehormatan atau dalam
kegiatan festival. Pada kegaitan pertunjukan Festival Kuda Renggong hanya
dilaksanakan prosesi arak-arakan mengelilingi jalan yang telah ditentukan oleh
panitia. Sedangkan proses kegiatan pertunjukkan Kuda Renggong pada saat
penerimaan tamu atau acara resmi pemerintahan, disesuaikan dengan kebutuhan,
situasi dan kondisi pada saat itu.
NILAI DALAM PERTUNJUKAN “KUDA RENGGONG”
A. Gotong Royong Sebagai Nilai Utama
Dalam pertunjukan kuda renggong secara umum terkandung nilai-nilai
kearifan yang sangat penting bagi berkembangan manusia untuk kehidupannya.
Dalam kesenian kuda renggong terlihat dari adanya kebersamaan dalam
melestarikan warisan kebudayaan para pendahulunya. Tercermin dalam suatu
pementasan yang dapat berjalan secara lancar, sehingga menghasilkan pementasan
yang baik. Dalam pementasan, dimana semua penguasaan gerakan dari berbagai
bagian menjadi solid dan kompak, karena fokus dan ketekunan para pemain dalam
pementasan yang dilakukan. Sehingga kesenian kuda renggong ini rasa sosial
yang ditampilkan oleh masyarakat sangat terasa, dengan saling peduli dan
membantu dalam proses pelaksanaan kesenian kuda renggong ini (Gustianingrum
dan Afandi, 2016).
B. Estetika Sebagai Nilai Pendukung
Pada saat tertentu dikala kuda renggong bergerak ke atas berdiri lalu
dibawahnya juru latih bermain silat, kemudian menari dan bersilat bersama. Kuda
renggong terlihat teatrikal karena posisi kuda yang lebih nampak dan berwibawa
dan mempesona. Atraksi ini merupakan sajian yang langka, karena tidak semua
kuda bisa melakukannya. Dalam kesenian kuda renggong memang terdapat
keindahan yang diperlihatkan melalui pakaian yang dipakai oleh kuda renggong
yang meriah termasuk juga anak yang menungganginya (Gustianingrum dan
Afandi, 2016).
C. Pengembangan Nilai “Gotong Royong” di Pesantren Al-Falah Kp.
Cikajang Kec. Jatinangor Kab. Sumedang
a. Nilai Pedagogik
Dalam seni kuda rengong terdapat muatan pendidikan yang sangat eksplisit
untuk dicermati, muatan-muatan pendidikan dalam seni kuda renggong
sangat relevan untuk diimplementasikan dalam proses pendidikan. Mulai
dari spiritual, mencintai sesama makhluk, kerjasama, ketekunan, dan peduli
antar masyarakat sosial. Ini semua merupakan bagian dari nilai-nilai yang
senantiasa terkandung dalam pendidikan dan pembelajaran sehari-hari.
Sehingga kearifan-kearifan dari seni renggong ini menunjukan bahwa
bangsa Indonesia dan masyarakatnya mempunyai budi pekerti dan attitude
yang sangat baik.
b. Nilai Kreativitas
Dalam seni kuda renggong, selain termuat muatan pendidikan yang bersifat
praktis. Terdapat juga muatan yang bersifat kreatif, ini semua tercermin
dalam pentas yang dilaksanakan dalam kegiatan seni kuda renggong mulai
dari pakaian kuda, pakaian, anak yang menunggangi, dan rombongan seni
kuda renggong. Ini semua merupakan hal yang sangat relevan untuk
pendidikan, karena kreativitas dalam pendidikan sangat diperlukan untuk
mengembangkan siswa dalam proses kehidupannya dimasa yang akan
datang. Sehingga pendidikan akan menghasilkan manusia-manusia yang
mempunyai ide-ide kreatif dan futuristik dalam membangun peradaban
dimasa yang akan datang, dan membawa harum bangsa Indonesia atas
kreatifitas yang dihasilkannya.

Perkembangan Penelitian
Periodisasi
No Aspek
2011-2014 2015-2018 2019-2020
Objek/Masalah/ Makna Pesan Memaknai Peranan
Judul Penelitian Non Verbal Nilai Kesenian Kesenian Kuda
Pada Kesenian Kuda Renggong
Kuda Renggong Sebagai
Renggong di dalam Upaya Kearifan Lokal
Paguyuban Melestarikan dalam
Saluyu Budaya di Pengembangan
(Kecamatan Daerah Budaya
Cileunyi- Kabupaten Kewarganegara
Bandung) Sumedang an
Pendekatan/Metode/ Metode Metode Pendekatan
Teknik Penelitian Kualitatif Kualitatif kualitatif
Pendekatan dengan dengan metode
Deskriptif Pendekatan deskriptif.
Kualitatif Studi Kasus Teknik
Teknik Teknik pengumpulan
Pengumpulan Pengumpulan data melalui
Data data Observasi, wawancara,
Observasi, Wawancara, observasi,
Wawancara, dan dokumentasi,
Dokumentasi Dokumentasi studi literatur,
catatan
lapangan.
Hasil Guna Makna Hasil dari Kesenian Kuda
Penelitian kesenian kuda penelitian ini Renggong
renggong mengembangka memiliki nilai
bukan hanya n budaya yang
pertunjukannya tradisional terkandung
saja, akan yang terdapat dalam bentuk
tetapi di kabupaten dan
didalamnya sumedang. Dan pertunjukan
banyak makna yang lebih serta berbagai
kehidupan penting komponen
untuk terdapat nilai- keseniannya
kehidupan nilai kearifan yaitu nilai
manusia. lokal dari hasil kerjasama, nilai
penelitian kuda persatuan dan
renggong ini. solidaritas.
SIMPULAN DAN IMPLIKASI

GLOSARIUM
DAFTAR PUSTAKA

Buku
Kemendikbud, (2014). Penetapan Warisan Budaya Takbenda Indonesia.
DIREKTORAT JENDERAL KEBUDAYAAN. Direktorat
Internalisasi Nilai dan Diplomasi Budaya.
Jurnal
Gunawan, G. (2017). Kesenian Kuda Renggong Sebagai Kearifan Lokal
Masyarakat Jawa Barat dalam Upaya Mempertahankan Kebudayaan
Nasional: Studi Deskriptif Di Desa Cikurubuk Kabupaten
Sumedang. (Doctoral dissertation, (Universitas Pendidikan Indonesia).
Gumiwang, R. (2017). Kesenian Kuda Renggong dalam Foto Story Ringkang
Gumiwang 106020008 (Doctoral dissertation, Seni Musik).
Gustianingrum, P. W., & Affandi, I. (2016). Memaknai Nilai Kesenian Kuda
Renggong dalam Upaya Melestarikan Budaya Daerah di Kabupten
Sumedang. Journal of Urban Society's Arts, 3(1), 27-35.
Irfan, M. (2016). Crowdfunding Sebagai Pemaknaan Energi Gotong Royong
Terbarukan. Share: Social Work Journal, 6(1).
Juniar, Putri Eka. (2020). Peranan Kesenian Kuda Renggong Sebagai Kearifan
Lokal dalam Pengembangan Budaya Kewarganegaraan (Civil Culture).
(Skripsi). FPIPS. Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung
Kurnia, G. (2003). Deskripsi Kesenian Jawa Barat. Kerjasama Dinas Kebudayaan
& Pariwisata, Jawa Barat [dengan] Pusat Dinamika Pembangunan, Unpad.
Ruswandi.M. (2017). Perkembangan Fungsi dan Pertunjukan Tradisi Kuda
Renggong di Sumedang Utara. Pantun Jurnal Ilmiah Seni Budaya. Vol 2
No.2
Setiadi, E. M., & Kolip, U. (2011). Pengantar sosiologi: pemahaman fakta dan
gejala permasalahaan sosial: teori, applikasi dan pemecahannya.
Kencana.
Tata, dkk. (2019). Pemberdayaan Pemerintah dalam Pelestarian Lokal Desa
Cibitung Kecamatan Buah Dua Kabupaten Sumedang. Konferensi
Nasional Ilmu. Adminstrasi STIA LAN Bandung.
https://uun-halimah.blogspot.com/2008/12/kuda-renggong-kesenian-
tradisional.html/ diunduh pada hari Sabtu, 27 Maret 2021.
http://sosbud.kompasiana.com/2009/12/12/sumedang/ diunduh pada sabtu 27
Maret 2021.
Masyarakat sebagai makhluk sosial tidak akan terlepas dari nilai-nilai yang
menjadi tolak ukur pelaksanaan sebuah kegiatan dalam kelompok masyarakat,
melalui aturan yang disepakati bersama sesuai dengan kondisi lingkungan
setempat. (Setiadi dan Kolip, 2011). Mengatakan nilai adalah gagasan tentang
apakah pengalaman itu berarti atau tidak, nilai pada hakikatnya mengarahkan
perilaku dan pertimbangan seseorang, tetapi ia tidak menghakimi sebuah perilaku
tertentu salah atau benar, nilai merupakan hal yang terpenting dalam kebudayaan.
Masyarakat yang hidup bersama dalam proses kehidupan, banyak dipengaruhi
oleh nilai dan rasa solidaritas, sebab nilai merupakan dasar untuk menyatukan
sebuah kelompok dalam kehidupan bermasyarakat. Nilai gotong royong yang
terdapat dalam kehidupan masyarakat tercermin dalam beberapa kegiatan seperti
kesenian, disana dapat terlihat keterlibatan kelompok masyarakat dalam
persiapan, pelaksanaan, sampai kegiatan akhir. (Irfan, 2016). Seperti diketahui
bahwa gotong royong sebagai bentuk integrasi, banyak dipengaruhi oleh rasa
kebersamaan antar warga komunitas yang dilakukan secara sukarela tanpa adanya
jaminan berupa upah atau pembayaran dalam bentuk lainnya.

Anda mungkin juga menyukai