Anda di halaman 1dari 8

Makalah

Kesenian Kuda Renggong


Disusun untuk memenuhi salah satu tugas
bahasa indonesia

Oleh:
sri utami
Kelas:VII-F
SMPN 2 TANJUNGKERTA
Kata Pengantar
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ilmiah tentang kesenian kuda renggong.

Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi
dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki makalah ilmiah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya
untuk masyarakan ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
BAB I
Pendahuluan
A.LATAR BELAKANG
Masyarakat Indonesia merupakan suatu masyarakat majemuk yang memiliki
keanekaragaman di dalam berbagai aspek kehidupan. Bukti nyata adanya
kemajemukan di dalam masyarakat kita terlihat dalam beragamnya kebudayaan di
Indonesia. Tidak dapat kita pungkiri bahwa kebudayaan merupakan hasil cipta, rasa,
karsa manusia yang menjadi sumber kekayaan bagi bangsa Indonesia.

Melihat realita bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang plural maka akan terlihat
pula adanya berbagai suku bangsa di Indonesia. Tiap suku bangsa inilah yang
kemudian mempunyai ciri khas kebudayaan yang berbeda-beda. Daerah Sumedang
merupakan salah satu daerah yang berada di suku Sunda. Sebagai salah satu daerah di
Indonesia, Sumedang memiliki kharakteristik yang membedakannya dengan daerah
lain. Keunikan kharakteristik daerah Sumedang ini tercermin dari kebudayaan dan
kesenian yang mereka miliki baik dari segi agama, mata pencaharian, kesenian dan lain
sebagainya.

Seiring dengan kemajuan jaman, tradisi dan kebudayaan daerah yang pada awalnya
dipegang teguh, di pelihara dan dijaga keberadaannya oleh setiap daerah, kini sudah
hampir punah. Pada umumnya masyarakat merasa gengsi dan malu apabila masih
mempertahankan dan menggunakan budaya lokal atau budaya daerah. Kebanyakan
masyarakat memilih untuk menampilkan dan menggunakan kesenian dan budaya
modern daripada budaya yang berasal dari daerahnya sendiri yang sesungguhnya
justru budaya daerah atau budaya lokalah yang sangat sesuai dengan kepribadian
bangsanya.

Mereka lebih memilih dan berpindah ke budaya asing yang belum tetntu sesuai dengan
keperibadian bangsa bahkan masyarakat lebih merasa bangga terhadap budaya asing
daripada budaya yang berasal dari daerahnya sendiri.

Tanpa mereka sadari bahwa budaya daerah merupakan faktor utama terbentuknya
kebudayaan nasional dan kebudayaan daerah yang mereka miliki merupakan sebuah
kekayaan bangsa yang sangat bernilai tinggi dan perlu dijaga kelestarian dan
keberadaanya oleh setiap individu di masyarakat. Pada umumnya mereka tidak
menyadari bahwa sesungguhnya kebudayaan merupakan jati diri bangsa yang
mencerminkan segala aspek kehidupan yang berada didalalmnya.

BAB II
Pembahasan
Sumedang adalah salah satu daerah yang berada di Jawa Barat yang penuh dengan
kebudayaan dan tradisi yang masih melekat. Selain terkenal dengan kota “Tahu” di
setiap daerah di Sumedang juga memiliki budayanya masing-masing, budaya itulah
yang menjadi karakteristik daerah itu. Sehingga Sumedang merupakan “Puseur Budaya
Sunda. Salah satu budaya atau tradisi yang berkembang pesat adalah Kuda Renggong.

A. PENGERTIAN KUDA RENGGONG


Kuda Renggong merupakan salah satu seni pertunjukan rakyat yang berasal
dari Sumedang. Kata “renggong” di dalam kesenian ini merupakan metatesis dari kata
ronggeng yaitu kamonesan (bahasa Sunda untuk “ketrampilan”) cara berjalan kuda yang
telah dilatih untuk menari mengikuti irama musik terutama kendang, yang biasanya
dipakai sebagai media tunggangan dalam arak-arakan anak sunat.

B. SEJARAH KUDA RENGGONG


Berdasarkan cuplikan sejarah lahirnya kesenian Kuda Renggong di Kab. Sumedang,
kesenian tradisional itu mulai muncul sekira tahun 1910. Awalnya, Kanjeng Pangeran
Aria Suriaatmaja (1882-1919) pada masa pemerintahan berusaha untuk memajukan
bidang peternakan. Pangeran Suriaatmaja sengaja mendatangkan bibit kuda yang
dianggap unggul dari pulau Sumba dan Sumbawa. Kuda-kuda tersebut selain
digunakan sebagai alat transportasi bangsawan, pada masa tersebut kuda juga sering
difungsikan sebagai alat hiburan pacuan kuda.

Sementara kesenian kuda renggong menurut cuplikan sejarahnya, berawal dari


prakarsa seorang abdi dalem bernama Sipan yang biasa mengurus kuda titipan dari
para pamong praja saat itu. Sipan yang kelahiran tahun 1870 adalah anak dari Bidin,
yang tinggal di Dusun Cikurubuk, Desa Cikurubuk Kec. Buahdua Sumedang.
Sejak kecil, Sipan yang kemudian banyak mendapat titipan kuda dari pamong praja,
senang mengamati gerak-gerik dan tingkah laku kuda. Dari hasil pengamatannya, Sipan
menyimpulkan, kuda bisa dilatih mengikuti gerakan yang diinginkan manusia. Ketika
Sipan berusia sekira 40 tahun, ia mulai mencoba melatih kuda gerakan tari
(ngarenggong).

Hal itu diawalinya, ketika suatu hari di tahun 1910 ia memandikan sejumlah kuda titipan
pamong praja di suatu tempat pemandian. Sipan saat itu, melihat, seekor kuda di
antaranya, bergoyang dengan gerakan melintang. Sipan mengiringinya dengan musik
dogdog dan angklung. Eh gerakan kuda yang ngigel tadi semakin menjadi-jadi.

Dari pengamatan dan pelatihan-pelatihan kuda menari tersebut, Sipan menyimpulkan


kuda bisa dilatih melakukan sejumlah gerakan tari. Masing-masing gerakan diberi
nama, semacam Adean, yaitu gerakan lari kuda melintang atau gerakan kuda lari ke
pingggir. Lalu torolong, yaitu gerakan lari kuda dengan langkah kaki pendek-pendek,
namun gerakannya cepat. Gerakan Derap/jorog adalah gerakan langkah kaki kuda jalan
biasa, artinya lari dengan gerakan cepat. Sedangkan congklang adalah gerakan lari
cepat dengan kaki sama-sama ke arah depan, dan gerakan anjing minggat, yaitu
gerakan kaki kuda setengah berlari.

Dengan dukungan Kanjeng Pangeran Aria Suriaatmaja, Sipan resmi melatih kuda
dengan gerakan-gerakan tadi. Saat itulah menjadi awal lahirnya kesenian kuda
renggong. Setelah Sipan meninggal dunia di usia 69 tahun (1939), keahliannya melatih
kuda menari diturunkan kepada putranya bernama Sukria.

Selanjutnya, keahlian melatih kuda tersebut, secara turun temurun terus berlanjut dan
berkembang hingga ke generasi-generasi pelatih kuda saat ini. Dengan berbagai
tambahan kreasi hingga akhirnya lahir dan berkembangnya kuda silat.

C. BENTUK KESENIAN
Sebagai seni pertunjukan rakyat yang berbentuk seni helaran (pawai, karnaval), Kuda
Renggong telah berkembang dilihat dari pilihan bentuk kudanya yang tegap dan kuat,
asesoris kuda dan perlengkapan musik pengiring, para penari, dll., dan semakin hari
semakin semarak dengan pelbagai kreasi para senimannya. Hal ini tercatat dalam setiap
festival Kuda Renggong yang diadakan setiap tahunnya. Akhirnya Kuda Renggong
menjadi seni pertunjukan khas Kabupaten Sumedang. Kuda Renggong kini telah
menjadi komoditi pariwisata yang dikenal secara nasional dan internasional.

Dalam pertunjukannya, Kuda Renggong memiliki dua kategori bentuk pertunjukan,


antara lain meliputi pertunjukan Kuda Renggong di desa dan pada festival.
1. Pertunjukan di pemukiman
Pertunjukan Kuda Renggong dilaksanakan setelah anak sunat selesai diupacarai dan
diberi doa, lalu dengan berpakaian wayang tokoh Gatotkaca, dinaikan ke atas kuda
Renggong lalu diarak meninggalkan rumahnya berkeliling, mengelilingi desa.

Musik pengiring dengan penuh semangat mengiringi sambung menyambung dengan


tembang-tembang yang dipilih, antara lain Kaleked, Mojang Geulis, Rayak-rayak, Ole-ole
Bandung, Kembang Beureum, Kembang Gadung, Jisamsu, dll. Sepanjang jalan Kuda
Renggong bergerak menari dikelilingi oleh sejumlah orang yang terdiri dari anak-anak,
juga remaja desa, bahkan orang-orang tua mengikuti irama musik yang semakin lama
semakin meriah. Panas dan terik matahari seakan-akan tak menyurutkan mereka untuk
terus bergerak menari dan bersorak sorai memeriahkan anak sunat. Kadangkala
diselingi dengan ekspose Kuda Renggong menari, semakin terampil Kuda Renggong
tersebut penonton semakin bersorak dan bertepuk tangan. Seringkali juga para
penonton yang akan kaul dipersilahkan ikut menari.

Setelah berkeliling desa, rombongan Kuda Renggong kembali ke rumah anak sunat,
biasanya dengan lagu Pileuleuyan(perpisahan). Lagu tersebut dapat dilantunkan dalam
bentuk instrumentalia atau dinyanyikan. Ketika anak sunat selesai diturunkan dari Kuda
Renggong, biasanya dilanjutkan dengan acara saweran (menaburkan uang logam dan
beras putih) yang menjadi acara yang ditunggu-tunggu, terutama oleh anak-anak desa.

2. Pertunjukan festival
Pertunjukan Kuda Renggong di Festival Kuda Renggong berbeda dengan pertunjukan
keliling yang biasa dilakukan di desa-desa. Pertunjukan Kuda Renggong di festival Kuda
Renggong, setiap tahunnya menunjukan peningkatan, baik jumlah peserta dari
berbagai desa, juga peningkatan media pertunjukannya, asesorisnya, musiknya, dll.
Sebagai catatan pengamatan, pertunjukan Kuda Renggong dalam sebuah festival
biasanya para peserta lengkap dengan rombongannya masing-masing yang mewakili
desa atau kecamatan se-Kabupaten Sumedang dikumpulkan di area awal
keberangkatan, biasanya di jalan raya depan kantor Bupati, kemudian dilepas satu
persatu mengelilingi rute jalan yang telah ditentukan panitia (Diparda Sumedang).
Sementara pengamat yang bertindak sebagai Juri disiapkan menilai pada titik-titik jalan
tertentu yang akan dilalui rombongan Kuda Renggong.

Dari beberapa pertunjukan yang ditampilkan nampak upaya kreasi masing-masing


rombongan, yang paling menonjol adalah adanya penambahan jumlah Kuda Renggong
(rata-rata dua bahkan empat), pakaian anak sunat tidak lagi hanya tokoh Wayang
Gatotkaca, tetapi dilengkapi dengan anak putri yang berpakaian seperti
putri Cinderella dalam dongeng-dongeng Barat. Penambahan asesoris Kuda, dengan
berbagai warna dan payet-payet yang meriah keemasan, payung-payung kebesaran,
tarian para pengiring yang ditata, musik pengiring yang berbeda-beda, tidak
lagi Kendang Penca, tetapi Bajidoran, Tanjidor, Dangdutan, dll. Demikian juga dengan
lagu-lagunya, selain yang biasa mereka bawakan di desanya masing-masing, sering
ditambahkan dengan lagu-lagu dangdutan yang sedang popular, seperti Goyang
Dombret, Pemuda Idaman, Mimpi Buruk, dll. Setelah berkeliling kembali ke titik
keberangkatan.

D. PERKEMBANGAN
Dari dua bentuk pertunjukan Kuda Renggong, jelas muncul musik pengiring yang
berbeda. Musik pengiring Kuda Renggong di desa-desa, biasanya cukup sederhana,
karena umumnya keterbatasan kemampuan untuk memiliki alat-alat musik (waditra)
yang baik. Umumnya terdiri dari kendang, bedug, goong, terompet, genjring
kemprang, ketuk, dan kecrek. Ditambah dengan pembawa alat-alat suara (speakrer toa,
ampli sederhana, mike sederhana). Sementara musik pengiring Kuda Renggong di
dalam festival, biasanya berlomba lebih “canggih” dengan penambahan peralatan musik
terompet Brass, keyboard organ, simbal, drum, tamtam, dll. Juga di dalam alat-alat
suaranya.

E. MAKNA
Makna yang secara simbolis berdasarkan beberapa keterangan yang berhasil dihimpun,
diantaranya:

v Makna spiritual: semangat yang dimunculkan adalah merupakan rangkaian upacara


inisiasi (pendewasaan) dari seorang anak laki-laki yang disunat. Kekuatan Kuda
Renggong yang tampil akan membekas di sanubari anak sunat, juga pemakaian kostum
tokoh wayang Gatotkaca yang dikenal sebagai figur pahlawan;

v Makna interaksi antar mahluk Tuhan: kesadaan para pelatih Kuda Renggong dalam
memperlakukan kudanya, tidak semata-mata seperti layaknya pada binatang
peliharaan, tetapi memiliki kecenderungan memanjakan bahkan memposisikan kuda
sebagai mahluk Tuhan yang dimanjakan, baik dari pemilihan, makanannya,
perawatannya, pakaiannya, dan lain-lain;

v Makna teatrikal: pada saat-saat tertentu di kala Kuda Renggong bergerak ke atas
seperti berdiri lalu di bawahnya juru latih bermain silat, kemudian menari dan bersilat
bersama. Nampak teatrikal karena posisi kuda yang lebih tampak berwibawa dan
mempesona. Atraksi ini merupakan sajian yang langka, karena tidak semua Kuda
Renggong, mampu melakukannya;

v Makna universal: sejak zaman manusia mengenal binatang kuda, telah menjadi
bagian dalam hidup manusia di pelbagai bangsa di pelbagai tempat di dunia. Bahkan
kuda banyak dijadikan simbol-simbol, kekuatan dan kejantanan, kepahlawanan,
kewibawaan dan lain-lain.

BAB III
Penutup
A. KESIMPULAN
Yang menciptakan seni kuda renggong yaitu Sipan, dari desa Cikurubuk, Kecamatan
Buahdua, Kabupaten Sumedang. Pada awalnya secara tidak disengaja, yaitu sekitar
tahun 1910-an. Daya tarik yang terdapat dalam atraksi seni kuda renggong, antara lain
keterampilan gerak Sang Kuda melakukan gerakan gerakan kaki, kepala dan badan
mengikuti irama musik yang mengiringinya. Hewan yang pandai menari, bergoyang,
dan bersilat telah menjadi bagian dari upacara penyambutan tamu kehormatan, mulai
dari bupati, gubernur sampai mentri dan pejabat lainnya.

Hal itulah yang membuat Kuda Renggong berkembang pesat bukan hanya di
Kabupaten Sumedang tetapi berkembang ke luar Kota Sumedang, sekarang Kuda
Renggong sudah dikenal oleh masyarakat Indonesia.

B. SARAN

Kuda Renggong merupakan ciri khas budaya Sumedang, agar Kuda Renggong tidak
diakui oleh daerah lain dan punah seiring majunya jaman, maka kita sebagai generasi
muda harus berusaha menjaga dan melestarikan budaya nenek moyang kita yang
memiliki sejarah dan makna yang tersirat di dalamnya.

Anda mungkin juga menyukai