Anda di halaman 1dari 9

Pulau Jawa

Provinsi Jawa Barat

Peta Kota Bogor


Suku Sunda (Urang Sunda,  adalah kelompok etnis yang berasal dari bagian barat
pulau Jawa, Indonesia, dengan istilah Tatar Pasundan yang mencakup wilayah administrasi
provinsi Jawa Barat, Banten, Jakarta, dan wilayah barat Jawa Tengah (Banyumasan). Orang
Sunda tersebar diberbagai wilayah Indonesia, dengan provinsi Banten dan Jawa Barat sebagai
wilayah utamanya. Jati diri yang mempersatukan orang Sunda adalah bahasa dan budayanya.
Orang Sunda dikenal memiliki sifat optimistis, ramah, sopan, riang dan
bersahaja. Orang Portugis mencatat dalam Suma Oriental bahwa orang sunda bersifat jujur
dan pemberani. Orang Sunda juga adalah suku bangsa pertama yang melakukan hubungan
diplomatik secara sejajar dengan bangsa lain. Sang Hyang Surawisesa atau Raja Samian
adalah raja pertama di Nusantara yang melakukan hubungan diplomatik dengan bangsa lain
pada abad ke-15 dengan orang Portugis di Malaka. Hasil dari diplomasinya dituangkan
dalam Prasasti Perjanjian Sunda-Portugal. Beberapa tokoh Sunda juga menjabat Menteri dan
pernah menjadi Wakil Presiden pada kabinet RI. Di samping prestasi dalam bidang politik
(khususnya pada awal masa kemerdekaan Indonesia) dan ekonomi, prestasi yang cukup
membanggakan adalah pada bidang budaya yaitu banyaknya penyanyi, musisi, aktor dan
aktris dari etnis Sunda yang memiliki prestasi di tingkat nasional, maupun internasional.
Etimologi
Menurut Rouffaer (1905: 16) menyatakan bahwa kata Sunda berasal dari akar kata
sund atau kata suddha dalam bahasa Sansekerta yang mempunyai pengertian bersinar, terang,
berkilau, putih (Williams, 1872: 1128, Eringa, 1949: 289). Dalam bahasa Jawa Kuno (Kawi)
dan bahasa Bali pun terdapat kata Sunda, dengan pengertian: bersih, suci, murni, tak
tercela/bernoda, air, tumpukan, pangkat, waspada (Anandakusuma, 1986: 185-186;
Mardiwarsito, 1990: 569-570; Winter, 1928: 219).
Orang Sunda meyakini bahwa memiliki etos atau karakter Kasundaan, sebagai jalan
menuju keutamaan hidup. Karakter orang Sunda yang dimaksud
adalah cageur (sehat), bageur (baik), bener (benar), singer (mawas diri), wanter (berani)
dan pinter (cerdas). Karakter ini telah dijalankan oleh masyarakat Sunda sejak
zaman Kerajaan Salakanagara, Kerajaan Tarumanagara, Kerajaan Sunda-Galuh, Kerajaan
Pajajaran hingga sekarang.
Nama Sunda mulai digunakan oleh raja Purnawarman pada tahun 397 untuk
menyebut ibu kota Kerajaan Tarumanagara yang didirikannya. Untuk mengembalikan pamor
Tarumanagara yang semakin menurun, pada tahun 670, Tarusbawa, penguasa Tarumanagara
yang ke-13, mengganti nama Tarumanagara menjadi Kerajaan Sunda. Kemudian peristiwa ini
dijadikan alasan oleh Kerajaan Galuh untuk memisahkan negaranya dari kekuasaan
Tarusbawa. Dalam posisi lemah dan ingin menghindarkan perang saudara, Tarusbawa
menerima tuntutan raja Galuh. Akhirnya kawasan Tarumanagara dipecah menjadi dua
kerajaan, yaitu Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh dengan Sungai Citarum sebagai
batasnya.
Pandangan Hidup
Selain agama yang dijadikan pandangan hidup, orang Sunda juga mempunyai
pandangan hidup yang diwariskan oleh nenek moyangnya. Pandangan hidup tersebut tidak
bertentangan dengan agama yang dianutnya karena secara tersurat dan tersirat dikandung
juga dalam ajaran agamanya, khususnya ajaran agama Islam. Pandangan hidup orang Sunda
yang diwariskan dari nenek moyangnya dapat diamati pada ungkapan tradisional sebagai
berikut:
"Hana nguni hana mangke, tan hana nguni tan hana mangke, aya ma beuheula aya
tu ayeuna, hanteu ma beuheula hanteu tu ayeuna. Hana tunggak hana watang, tan hana
tunggak tan hana watang. Hana ma tunggulna aya tu catangna."Artinya: Ada dahulu ada
sekarang, bila tak ada dahulu tak akan ada sekarang, karena ada masa silam maka ada masa
kini, bila tak ada masa silam takan ada masa kini. Ada tunggak tentu ada batang, bila tak ada
tunggak tak akan ada batang, bila ada tunggulnya tentu ada batangnya.
Ungkapan tradisional tersebut tidak jauh dengan amanat Bung Karno dalam pidato
HUT Proklamasi 1996: “Janganlah melihat ke masa depan dengan mata buta! Masa yang
lampau adalah berguna sekali untuk menjadi kaca bengala daripada masa yang akan datang.”
Bahasa
Dalam percakapan sehari-hari, etnis Sunda banyak menggunakan bahasa Sunda.
Namun kini telah banyak masyarakat Sunda terutama yang tinggal di perkotaan tidak lagi
menggunakan bahasa Sunda dalam bertutur kata.[4] Seperti yang terjadi di pusat-pusat
keramaian kota Bandung, Bogor, dan Tangerang, dimana banyak masyarakat yang tidak lagi
menggunakan bahasa Sunda.
Ada beberapa dialek dalam bahasa Sunda, para pakar bahasa biasanya membedakan
enam dialek berbeda. Dialek-dialek ini adalah:

 Dialek Barat (Bahasa Sunda Banten)


 Dialek Utara
 Dialek Selatan (Priangan)
 Dialek Tengah Timur
 Dialek Timur Laut (Bahasa Sunda Cirebon)
 Dialek Tenggara
Dialek Barat dipertuturkan di daerah Banten. Dialek Utara mencakup daerah Sunda utara
termasuk kota Bogor dan beberapa daerah Pantura. Lalu dialek Selatan adalah dialek
Priangan yang mencakup kota Bandung dan sekitarnya. Sementara itu dialek Tengah Timur
adalah dialek di Kabupaten Majalengka dan Indramayu. Dialek Timur Laut adalah dialek di
sekitar Cirebon dan Kuningan, juga di beberapa kecamatan di Kabupaten Brebes dan Tegal,
Jawa Tengah. Dan akhirnya dialek Tenggara adalah dialek sekitar Ciamis, juga di beberapa
kecamatan di Kabupaten Cilacap dan Banyumas, Jawa Tengah.

Gambar aksara sunda


Kesenian
1. Seni Tari
Seni tari utama dalam Suku Sunda adalah tari jaipongan, tari merak, dan tari topeng.
Tanah Sunda (Pasundan) dikenal memiliki aneka budaya yang unik dan
menarik, Jaipongan adalah salah satu seni budaya yang terkenal dari daerah ini. Jaipongan
atau Tari Jaipong sebetulnya merupakan tarian yang sudah modern karena merupakan
modifikasi atau pengembangan dari tari tradisional khas Sunda yaitu Ketuk Tilu. Tari Jaipong
ini dibawakan dengan iringan musik yang khas pula, yaitu degung. Musik ini merupakan
kumpulan beragam alat musik seperti gendang, go'ong atau gong, saron, kacapi, suling,
angklung. dsb. Degung bisa diibaratkan 'Orkestra' dalam musik Eropa/Amerika. Ciri khas
dari Tari Jaipong ini adalah musiknya yang menghentak, dimana alat musik kendang
terdengar paling menonjol selama mengiringi tarian. Tarian ini biasanya dibawakan oleh
seorang, berpasangan atau berkelompok. Sebagai tarian yang menarik, Jaipong sering
dipentaskan pada acara-acara hiburan, selamatan atau pesta pernikahan.
Tari Jaipong
2. Seni Teater
Tanah Pasundan terkenal dengan kesenian wayang golek. Wayang Golek adalah
pementasan sandiwara boneka yang terbuat dari kayu dan dimainkan oleh seorang sutradara
merangkap pengisi suara yang disebut Dalang. Seorang Dalang memiliki keahlian dalam
menirukan berbagai suara manusia. Seperti halnya Jaipong, pementasan Wayang Golek
diiringi musik Degung lengkap dengan Sindennya. Wayang Golek biasanya dipentaskan pada
acara hiburan, pesta pernikahan atau acara lainnya. Waktu pementasannya pun unik, yaitu
pada malam hari (biasanya semalam suntuk) dimulai sekitar pukul 20.00 – 21.00 hingga
pukul 04.00 pagi. Cerita yang dibawakan berkisar pada pergulatan antara kebaikan dan
kejahatan (tokoh baik melawan tokoh jahat). Cerita wayang yang populer saat ini banyak
diilhami oleh budaya Hindu dari India, seperti Ramayana atau Perang Baratayudha. Tokoh-
tokoh dalam cerita mengambil nama-nama dari tanah India. Dalam Wayang Golek, ada
‘tokoh’ yang sangat dinantikan pementasannya yaitu kelompok yang dinamakan Purnakawan,
seperti Cepot, Dawala, dan Gareng. Tokoh-tokoh ini digemari karena mereka merupakan
tokoh yang selalu memerankan peran lucu (seperti pelawak) dan sering memancing gelak
tawa penonton. Seorang Dalang yang pintar akan memainkan tokoh tersebut dengan variasi
yang sangat menarik.

Wayang Golek
3. Seni Musik
Selain seni tari, tanah Sunda juga terkenal dengan seni suaranya. Dalam memainkan
degung biasanya ada seorang penyanyi yang membawakan lagu-lagu Sunda dengan nada dan
alunan yang khas. Penyanyi ini biasanya seorang wanita yang dinamakan sinden. Tidak
sembarangan orang dapat menyanyikan lagu yang dibawakan sinden karena nada dan
ritmenya cukup sulit untuk ditiru dan dipelajari. Di bawah ini merupakan beberapa lagu dari
daerah Sunda:

 Bubuy Bulan
 Es Lilin
 Manuk Dadali
 Tokecang
 Mojang Priangan
Selain itu, ada alat musik khas Sunda di antaranya adalah:

 Angklung
 Calung
 Degung
 Kacapi
 Karinding
 Suling

Alat musik angklung


Rumah Adat Sunda
Secara tradisional rumah orang Sunda berbentuk panggung dengan ketinggian 0,5 m –
0,8 m atau 1 meter di atas permukaan tanah. Pada rumah-rumah yang sudah tua usianya,
tinggi kolong ada yang mencapai 1,8 meter. Kolong ini sendiri umumnya digunakan untuk
tempat mengikat binatang-binatang peliharaan seperti sapi, kuda, atau untuk menyimpan alat-
alat pertanian seperti cangkul, bajak, garu dan sebagainya. Untuk naik ke rumah disediakan
tangga yang disebut Golodog yang terbuat dari kayu atau bambu, yang biasanya terdiri tidak
lebih dari tiga anak tangga. Golodog berfungsi juga untuk membersihkan kaki sebelum naik
ke dalam rumah.
Rumah adat Sunda sebenarnya memiliki nama yang berbeda-beda bergantung pada
bentuk atap dan pintu rumahnya. Secara tradisional ada atap yang bernama suhunan
Jolopong, Tagong Anjing, Badak Heuay, Perahu Kemureb, Jubleg Nangkub, Capit Gunting,
dan Buka Pongpok. Dari kesemuanya itu, Jolopong adalah bentuk yang paling sederhana dan
banyak dijumpai di daerah-daerah cagar budaya atau di desa-desa.
Jolopong memiliki dua bidang atap yang dipisahkan oleh jalur suhunan di tengah
bangunan rumah. Batang suhunan sama panjangnya dan sejajar dengan kedua sisi bawah
bidang atap yang sebelah menyebelah, sedangkan lainnya lebih pendek dibanding dengan
suhunan dan memotong tegak lurus di kedua ujung suhunan itu.
Interior yang dimiliki Jolopong pun sangat efisien. Ruang Jolopong terdiri atas ruang
depan yang disebut emper atau tepas; ruangan tengah disebut tengah imah atau patengahan;
ruangan samping disebut pangkeng (kamar); dan ruangan belakang yang terdiri atas dapur
yang disebut pawon dan tempat menyimpan beras yang disebut padaringan. Ruangan yang
disebut emper berfungsi untuk menerima tamu. Dulu, ruangan ini dibiarkan kosong tanpa
perkakas atau perabot rumah tangga seperti meja, kursi, ataupun bale-bale tempat duduk. Jika
tamu datang barulah yang empunya rumah menggelarkan tikar untuk duduk tamu. Seiring
waktu, kini sudah disediakan meja dan kursi bahkan peralatan lainnya. Ruang balandongan
berfungsi untuk menambah kesejukan bagi penghuni rumah. Untuk ruang tidur, digunakan
Pangkeng. Ruangan sejenis pangkeng ialah jobong atau gudang yang digunakan untuk
menyimpan barang atau alat-alat rumah tangga. Ruangan tengah digunakan sebagai tempat
berkumpulnya keluarga dan sering digunakan untuk melaksanakan upacara atau selamatan
dan ruang belakang (dapur) digunakan untuk memasak.
Ditilik dari segi filosofis, rumah tradisional milik masyarakat Jawa Barat ini memiliki
pemahaman yang sangat mengagumkan. Secara umum, nama suhunan rumah adat orang
Sunda ditujukan untuk menghormati alam sekelilingnya. Hampir di setiap bangunan rumah
adat Sunda sangat jarang ditemukan paku besi maupun alat bangunan modern lainnya. Untuk
penguat antar tiang digunakan paseuk (dari bambu) atau tali dari ijuk ataupun sabut kelapa,
sedangkan bagian atap sebagai penutup rumah menggunakan ijuk, daun kelapa, atau daun
rumia, karena rumah adat Sunda sangat jarang menggunakan genting. Hal menarik lainnya
adalah mengenai material yang digunakan oleh rumah itu sendiri. Pemakaian material bilik
yang tipis dan lantai panggung dari papan kayu atau palupuh tentu tidak mungkin dipakai
untuk tempat perlindungan di komunitas dengan peradaban barbar. Rumah untuk komunitas
orang Sunda bukan sebagai benteng perlindungan dari musuh manusia, tetapi semata dari
alam berupa hujan, angin, terik matahari dan binatang.
Rumah Adat Sunda

Pakaian Adat Sunda

Jas atau kebaya beludru hitam dengan sulam benang emas adalah ciri khas baju adat
Sunda yang dipakai oleh kaum bangsawan. Pakaian yang dikenakan oleh kaum bangsawan
laki-laki Sunda terdiri dari jas berbahan beludru dan celana panjang bahan beludru warna
hitam yang dihiasi sulam benang emas. Kain dodot motif rereng parang rusak, sabuk, benten
atau sabuk emas, iket untuk tutup kepala, dan selop hitam sebagai alas kaki. Sementara
pakaian yang dikenakan oleh kaum bangsawan perempuan yakni berupa kebaya beludru
warna hitam yang dihiasi dengan sulam benang emas, kain kebat motif rereng, serta alas kaki
berupa selop beludru yang dihiasi dengan manik-manik atau sulam emas. Sebagai pelengkap
ditambahkan pula penggunaan perhiasan dari emas yang bertahta berlian yaitu berupa
giwang, gelang keroncong, cincin, kalung, peniti rantai, bros dan tusuk konde.

Anda mungkin juga menyukai