Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pandeglang merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Banten yang

mempunyai beberapa kesenian tradisional antara lain: zikir saman, padindangan,

pencak silat, beluk, debus, terbang gede, dan Rampak Bedug. Jenis-jenis kesenian

ini merupakan contoh dari sekian banyak kesenian tradisional yang diciptakan dan

mengalami proses pewarisan secara turun temurun.

Kehidupan kesenian tradisional secara turun temurun tidak terlepas dari

pengaruh masyarakat sebagai pendukungnya yang ikut mencipta, memelihara, dan

mengembangkan kreativitas pada kebudayaan itu sendiri. Hal tersebut senada

dengan pendapat Kayam dalam Husen (2011:2) sebagai berikut:

….Kesenian tidak akan pernah lepas dari masyarakat. Sebagai salah satu
bagian yang penting dari kebudayaan, kesenian adalah ungkapan
kreativitas dari kebudayaan itu sendiri. Masyarakat yang menyangga
kebudayaan dan demikian juga kesenian, mencipta, memberi peluang
untuk bergerak, memelihara, menularkan, mengembangkan untuk
kemudian menciptakan kebudayaan baru lagi.

Pendapat tersebut menjelaskan bahwa kesenian tumbuh dan hidup dari

masyarakat itu sendiri. Terciptanya kesenian tradisional pada masyarakat

pedesaan khususnya di Kabupaten Pandeglang, karena mereka memiliki waktu

untuk mengobati kejenuhan dari kegiatan rutinitas. Kesenian yang tumbuh

khususnya di Kabupaten pandeglang merupakan hasil karya masyarakatnya, yang

1
berinteraksi dengan alam dan situasi sosialnya. Terkait dengan pendapat tersebut,

Jaeni menyatakan bahwa:

….Komunikasi sosial mengisyaratkan kepada kita bahwa komunikasi itu


penting untuk membangun konsep diri, akulturasi diri, untuk kelangsungan
hidup, untuk mempertahankan kebahagiaan, terhindar dari tekanan dan
ketegangan, dan membentuk hubungan dengan orang lain (Jaeni, 2014:9).

Keanekaragaman budaya dapat melahirkan berbagai bentuk kesenian

tradisional. Kesenian tradisional merupakan produk estetis simbolik masyarakat

yang berakar pada pengalaman kultur dan religius, sehingga mengandung norma-

norma dan nilai yang perlu dilestarikan. Oleh karena itu, kesenian tradisional

adalah kekhasan kebudayaan nasional sebagai modal berharga pembeda eksistensi

sebuah bangsa. Dengan demikian, kebudayaan menunjukkan identitas, integritas

seseorang atau suatu bangsa. Dalam kebudayaanlah tertuang segala kekayaan

serta mutu hidup suatu bangsa (Soerjono,1978:9).

Salah satu kebudayaan yang terdapat di Sanggar Seni Kembangtanjung

Kecamatan Karangtanjung Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten adalah

Rampak Bedug. Media utama yang digunakan berupa bedug dan alat pemukulnya.

bedug Pandeglang terbuat dari batang pohon kelapa yang panjangnya berukuran

1,5 meter. Batang tersebut selanjutnya diberi lubang pada bagian tengahnya

berdiameter 0,5 meter dengan ketebalan kulit batang kelapa 5 cm.

Sejarah dan perkembangan ngadu bedug dimulai pada tahun 1950-an

(wawancara, Budi: 2013). Budi adalah seorang pelaku kesenian Rampak Bedug,

sejak berumur 6 tahun. Dari sejak kecil Budi ikut kelompok kesenian Rampak

Bedug Kadomas Pandeglang Banten, menurut Budi Pada waktu itu, di Kecamatan

Pandeglang pada khususnya, sudah biasa diadakan pertandingan ngadu bedug

2
antarkampung. Seni Rampak Bedug mulai ramai dipertandingkan pada tahun

1955-1960. Kemudian seni ini menyebar ke daerah-daerah sekitarnya, malah

hingga ke Kabupaten Serang.

Pada sekitar tahun 1960-1970 Ilen menciptakan suatu tarian kreatif dalam

seni ngadu bedug dan sekaligus mengubah istilah dari adu bedug menjadi

Rampak Bedug. Kata rampak memiliki arti serempak, jadi Rampak Bedug adalah

bedug yang ditabuh secara serempak. Penamaan ini diilhami juga dengan

munculnya istilah Rampak Kendang di Bandung. Ilen dalam mengembangkan

Rampak Bedug diwadahi dengan mendirikan sanggar Harum Sari dan bekerja

sama dengan Burhata (almarhum), Juju, dan Rahmat. Sanggar ini terletak di

Kelurahan Juhut Kecamatan Pandeglang. Kesenian Rampak Bedug versi Harum

Sari menyebar ke kampung-kampung, kelurahan-kelurahan serta kecamatan-

kecamatan sekitar. Bahkan pada akhir tahun 2002, Rampak Bedug menyebar juga

ke kecamatan-kecamatan Serang, Pamaraian, dan Walantaka Kabupaten Serang.

Kampung Karang Tanjung, Kelurahan Cigadung, dan Kecamatan Karang

Tanjung merupakan basis penelitian Rampak Bedug. Kampung ini terletak di

sebelah utara Kampung Juhut sebagai penyebar kesenian ini. Masyarakatnya aktif

dalam ngamumule kesenian tradisional seperti Rampak Bedug. Di kampung ini,

didirikan kelompok seni Rampak Bedug tahun 2011 oleh Pudin dengan nama

sanggar Karang Tanjung. Pendirian sanggar ini bertujuan untuk melestarikan

kesenian dan kebudayaan Banten.

Sebagaimana sudah dijelaskan bahwa “Rampak Bedug” dapat dikatakan

sebagai pengembangan dari seni ngadu bedug, ngadulag, atau ngabedug. Bila

3
ngabedug dapat dimainkan oleh siapa saja, maka “Rampak Bedug” hanya bisa

dimainkan oleh para pemain yang harus melakukan proses latihan. Rampak Bedug

bukan hanya dimainkan di bulan Ramadhan, tetapi dimainkan juga secara

profesional pada acara-acara hajatan (hitanan, pernikahan) dan hari-hari

peringatan kedaerahan bahkan nasional. Rampak Bedug merupakan pengiring

Takbiran, Ruwatan, Marhabaan, Shalawatan (Shalawat Badar), dan lagu-lagu

bernuansa religi lainnya.

Pada masa kemunculannya Rampak Bedug tidak seperti sekarang ini,

tetapi merupakan pengembangan dari seni ngadu bedug antarkampung, saling

mengadu kekuatan tabuhan bedug dari malam sampai pagi hari. Setiap kampung

yang terlibat ngadu bedug, biasanya memiliki bedug tidak kurang dari 10 buah.

Oleh karena itu, ngadu bedug melibatkan banyak para pemuda untuk

memainkannya. Namun, dampak dari adanya ngadu bedug ini sering terjadi

pertikaian karena saling mengejek. Untuk mengantisipasi hal tersebut pemerintah

akhirnya mewadahi kegiatan ini secara resmi yang diadakan di alun-alun kota

Pandeglang. Waktu pelaksanaannya yaitu setiap bulan Ramadhan.

Pada masa lalu pemain Rampak Bedug semuanya laki-laki, tetapi sekarang

melibatkan laki-laki dan perempuan. Perihal tersebut salah satunya disebabkan

bahwa seni Rampak Bedug mempertunjukkan tarian-tarian yang terlihat indah jika

ditampilkan oleh perempuan (selain tentunya laki-laki). Jumlah pemain sekitar 10

orang yang terdiri atas laki-laki 5 orang dan perempuan 5 orang. Adapun fungsi

masing-masing pemain adalah pemain laki-laki sebagai penabuh bedug dan

4
kendang sedangkan pemain perempuan hanya sebagai penabuh bedug. Selain itu,

baik pemain laki-laki maupun perempuan merangkap juga sebagai penari.

Gambar 1
Bentuk kesenian Rampak Bedug di alun-alun Pandeglang Banten
(Dokumentasi: Balai Seni Ciwasiat)
2012

Kesenian Rampak Bedug yang terdapat di Sanggar Seni

Kembangtanjung Kecamatan Karangtanjung Kabupaten Pandeglang Provinsi

Banten menarik untuk diteliti karena memiliki potensi yang berbeda dengan

sanggar lain. Potensi ini terletak pada ciri khas bentuk pertunjukan seperti pola

tabuh, pola tarian, busana, dan jumlah pelaku. Selain memainkan kesenian

Rampak Bedug Sanggar Seni Kembangtanjung Kecamatan Karangtanjung

Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten ini, juga mampu memproduksi bedug

sendiri yang disebut tilingtit yang bentuknya menyerupai dog-dog lojor. Sanggar

ini pernah menerima pesanan bedug yang jumlahnya mencapai 600 buah bedug,

yang dipesan oleh seluruh sekolah baik tingkat SMP-SMA Negeri se-Provinsi

Banten. Sanggar Kembangtanjung ini dipercaya memenuhi pesanan alat kesenian

Rampak Bedug dikarenakan sanggar ini lebih unggul dalam pembuatan bedug,

5
bedug-bedug yang dihasilkan dari Sanggar Seni Kembangtanjung lebih baik dari

segi kualitas suara, nyaman digunakan. Untuk menyelesaikan 1 buah bedug

umumnya menghabiskan waktu yang cukup lama, yaitu 3 sampai 4 hari, tetapi

Sanggar Seni Kembangtanjung Kecamatan Karangtanjung Kabupaten

Pandeglang Provinsi Banten ini bisa menyelesaikan lebih cepat dibandingkan

pengrajin yang lain, yaitu dengan jangka waktu 1 hari satu buah bedug sudah

dapat diselesaikan oleh satu orang. Oleh karena itu, masyarakat Banten sering

kali mengandalkan kampung ini dalam mengisi acara-acara hiburan dan

pemesanan Bedug. Hal inilah yang melatarbelakangi untuk mengangkat kesenian

tersebut sebagai objek penelitian.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan paparan latar belakang, maka memunculkan ketertarikan pada

kesenian Rampak Bedug di Sanggar Seni Kembangtanjung Kecamatan

Karangtanjung Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten untuk terus dikaji lebih

dalam melalui sebuah penelitian. Ketertarikan ini terletak pada persoalan wujud,

isi, dan penampilannya yang memiliki ciri khas tersendiri. Oleh karena itu, fokus

penelitian ini akan mengkaji mengenai fungsi dan maknanya. Pengkajian fungsi

dan makna diharapkan dapat mengkaji fungsi kesenian Rampak Bedug,

sedangkan pengkajian secara makna untuk mengetahui makna kesenian Rampak

Bedug di Sanggar Seni Kembangtanjung Kecamatan Karangtanjung Kabupaten

Pandeglang Provinsi Banten. Dengan demikian pertanyaan penelitian ini

mencakup dua permasalahan yaitu:

6
1. Bagaimana fungsi kesenian Rampak Bedug Sanggar Seni

Kembangtanjung di Kecamatan Karangtanjung Kabupaten Pandeglang

Provinsi Banten.

2. Bagaimana makna kesenian Rampak Bedug Sanggar Seni

Kembangtanjung di Kecamatan Karangtanjung Kabupaten Pandeglang

Provinsi Banten.

C. Tujuan Penelitian

Umumnya keberadaan seni tradisi tidak selamanya populer dan lestari di

masyarakatnya. Demikian pula dengan eksistensi kesenian Rampak Bedug yang

sekarang ini belum seluruh masyarakat mengetahui kesenian ini. Berharap

kesenian ini lebih dikenal lagi dan bisa menjadi ciri khas kesenian masyarakat

Pandeglang, maka tujuan penelitian ini sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui fungsi kesenian Rampak Bedug Kecamatan Karang

Tanjung Kabupaten Pandeglang di Provinsi Banten.

2. Untuk mengetahui makna kesenian Rampak Bedug di Kecamatan Karang

Tanjung Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan referensi untuk

menambah wawasan dan pengetahuan tentang fungsi dan makna kesenian

Rampak Bedug untuk dijadikan rujukan bagi penelitian selanjutnya dan dapat

7
meningkatkan pemahaman mengenai kesenian Rampak Bedug sehingga dapat

dijadikan sebagai salah satu kekayaan dalam bentuk kesenian.

1. Manfaat secara keilmuan yaitu:

a) Memberikan sumbangan bagi ilmu pengetahuan di bidang seni

khususnya seni musik.

b) Sebagai pengembangan ilmu-ilmu seni seperti etnomusikologi dan

pengkajian budaya, yang bertitik tolak dari hasil-hasil penelitian

lapangan sesuai dengan perkembangan zaman.

c) Sebagai bahan referensi kajian ilmiah antarseni tradisi.

2. Manfaat secara praktis yaitu:

a) Menjadi sumber ide pengembangan kreativitas penciptaan seni

terhadap pelaku seni dalam mengembangkan seni tradisional.

b) Memberikan manfaat bagi keseniannya itu sendiri semakin dikenal

sebagai kesenian masyarakat Pandeglang yaitu kesenian Rampak

Bedug.

c) Sebagai ajang pelestarian kesenian Rampak Bedug di Kecamatan

Karangtanjung Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten.

d) Sebagai bahan evaluasi masukan agar pemerintah lebih memperhatikan

keberadaan dan pertumbuhan grup-grup kesenian di Sanggar Seni

Kembangtanjung Kecamatan Karangtanjung Kabupaten Pandeglang

Provinsi Banten

8
E. Tinjauan Pustaka

Dalam penelitian ini penulis mencari dan mengumpulkan berbagai sumber

yang terkait dengan topik penelitian yang dilakukan. Ada berbagai referensi

dalam penelitian kesenian Rampak Bedug adalah:

1. “Kesenian Rampak Bedug grup Taruna Sari di Kampung Jambu

Kecamatan Karangtanjung Kabupaten pandeglang” (2015) oleh Prayoga

STSI Bandung. Penelitian ini berupa skripsi yang ditulis dari segi tinjauan

musikologis pada pola tabuh Rampak Bedug. Isinya membahas tentang

riwayat terbentuknya kesenian Rampak Bedug, perkembangan kesenian

Rampak Bedug, dan pola tabuhnya.

2. Penelitian ini mengkaji mengenai “Perkembangan Seni Tradisi Rampak

Bedug di Kabupaten Pandeglang” (2011) oleh Iqbal Badar Husen, UPI

Bandung. Tulisan ini membahas tinjauan sosial budaya pada kesenian

Rampak Bedug, yang di dalamnya membahas mengenai latar belakang dan

perkembangannya pada tahun 1970 sampai 2000. Tulisan ini memberikan

kontribusi dalam mengkaji kesenian Rampak Bedug yang ada di

Kabupaten Pandeglang secara kesejarahan.

3. “Pengelolaan Pembelajaran Tari Rampak Bedug di Balai Seni Ciwasiat

Kabupaten Pandeglang Banten” (2013) Nanik Amelia, UPI Bandung.

Tulisan ini membahas tentang pembelajaran tari Rampak Bedug di Balai

Seni Ciwasiat Kabupaten Pandeglang Banten dan segi pengelolannya.

4. “Bentuk Penyajian Kesenian Rampak Bedug Di Sanggar Pamanah Rasa

Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten” (2014) oleh Ririn Kuswandari,

9
Universitas Negeri Yogyakarta. Penelitian ini bertujuan untuk

mendeskripsikan bentuk penyajian Kesenian Rampak Bedug di Sanggar

Pamanah Rasa Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten. Penelitian ini

merupakan penelitian kualitatif. Subjek penelitian adalah tokoh Kesenian

Rampak Bedug, pemimpin sanggar, penata tari, penata musik, pemain

musik, penari, dan orang-orang yang mengetahui Kesenian Rampak

Bedug. Teknik pengumpulan data menggunakan metode observasi,

wawancara, dan dokumentasi.

Penelitian tentang Rampak Bedug memang sudah dilakukan tetapi masih

setingkat skripsi berupa deskripsi. Adapun penelitian yang akan dilakukan pada

prinsipnya sama mengenai Rampak Bedug. Perbedaannya terletak pada basis

penelitian dan kajian yang difokuskan pada fungsi dan makna kesenian Rampak

Bedug. Dengan demikian, penelitian yang akan dilakukan ini berbeda dengan

yang lain sehingga dapat dikatakan orisinal.

F. Landasan Teori

Dasar Analisis kesenian Rampak Bedug yaitu tentang kajian fungsi dan

makna. Untuk memecahkan masalah yang diajukan, maka diperlukan landasan

teori. Pertama mengenai teori fungsi yang dianggap ada kesinambungan dengan

penelitian ini adalah:

Teori Alan P. Merriam (1964:219-226) bahwa fungsi musik itu ada 10,

yaitu:

1. The Function of Emotional Ekspression (Fungsi pengungkapan emosi)

10
2. The Function of Aesthetic Enjoyment (Fungsi penghayatan estetis)

3. The Function of Entertainment (Fungsi Hiburan)

4. The Function of Communication (Fungsi Komunikasi)

5. The Function of Symbolic Representation (Fungsi penggambaran simbol)

6. The Function of Phsycal Response (Fungsi reaksi jasmani)

7. The Function of Enforcing conformity to Social Norms (Fungsi

penyelenggara kesesuaian terhadap norma-norma sosial)

8. The Funcrion of Validation of Social Institutions and Religious Rituals

(Fungsi pengesahan lembaga sosial dan upacara keagamaan)

9. The Function of Contribution of the Continuity and Stability of

Culture (Fungsi kontribusi terhadap kesinambungan dan stabilitas

kebudayaan)

10. The Function of The Integration of Society (Fungsi pemersatu

masyarakat).

Teori tersebut akan digunakan sebagai landasan berpikir dalam menjawab

permasalahan mengenai hubungan fungsi kesenian Rampak Bedug dengan

masyarakatnya. Untuk mengetahui fungsi kesenian ini tentunya akan berkaitan

dengan makna penyajiannya.

Kedua, mengkaji mengenai makna diperlukan landasan teori sebagai

pemandu dalam menganalisis kesenian Rampak Bedug Pandeglang. Teori yang

dianggap tepat adalah hasil pemikiran Roland Barthes. Menurut Roland Barthes

semiotika atau dalam istilah Barthes semiologi pada dasarnya mempelajari

kemanusiaan (humanity) dan memakai sesuatu hal (things). Memakai berarti

11
bahwa objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi system

struktur dari tanda (Barthes, 1988:179). Barthes mengembangkan semiotika

menjadi dua tingkatan pertandaan, yaitu tingkat denotasi dan konotasi. Denotasi

adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan petanda pada

realitas, menghasilkan makna eksplisit, langsung, dan pasti. Adapun konotasi

adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan petanda yang

di dalamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak langsung, dan tidak

pasti. Teori semiotika Roland Barthes dijadikan sebagai kerangka berfikir untuk

mengkaji makna yang terkandung dalam seni pertunjukan Rampak Bedug.

G. Metode Penelitian

Metode penelitian ini menggunakan deskriptif kualitatif, karena metode ini

dapat membantu untuk mendapatkan informasi yang akurat mengenai data di

lapangan dan mempermudah mengolah kembali data yang telah diperoleh

sehingga data yang dihasilkan dapat dipaparkan secara objektif. Menurut Best

(1982:19) bahwa metode deskriptif adalah metode penelitian yang berusaha

menggambarkan dan menginterpretasi objek sesuai dengan apa adanya. Penelitian

ini digunakan untuk membuat gambaran secara objektif dan berbagai data berupa

tulisan maupun pelaku yang diamati. Pendekatan kualitatif menekankan pada

penalaran, definisi suatu situasi tertentu (dalam konteks tertentu), dan lebih

banyak meneliti yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Pendekatan

kualitatif lebih mementíngkan pada proses dibandingkan dengan hasil akhir. Oleh

12
karena itu, urutan-urutan kegiatan dapat berubah-ubah bergantung pada kondisi

dan banyak gejala-gejala yang ditentukan.

Tujuan penelitian kualitatif biasanya berkaitan dengan hal-hal yang

bersifat praktis. Menurut Sugiyono (2008:296) bahwa: “Penelitian kualitatif

dituntut mampu mengorganisasikan semua teori yang dibaca. Landasan teori yang

dituliskan dalam proposal penelitian lebih berfungsi untuk menunjukkan seberapa

jauh peneliti memahami permasalahan yang diteliti walaupun permasalahan

tersebut masih bersifat sementara. Peneliti kualitatif justru dituntut untuk

melakukan grounded research, teori grounded didefinisikan sebagai cara-cara

pemahaman yang dikembangkan melalui data, bukan melalui kajian terlebih

dahulu. Oleh karena itu, teori grounded ini disebut pula sebagai teori induktif.

Teori grounded diciptakan oleh Glaser dan Strauss dalam Deni (Kutha Ratna,

2010:77) melalui bukunya yang berjudul The Discovery of Grounded Theory

(1967). Dicitakannya teori grounded bertujuan, disamping untuk mengantisipasi

kelemahan-kelemahan teori formal, juga untuk melegitimasi metode kualitatif

yang sepanjang tahun 1960-an tidak mendapat perhatian, menjembatani

kesenjangan antara penelitian teoritis dan empiris, menolak dominaasi teori-teori

structural fungsional seerti yang dikemukakan oleh Parson, Merton, dan Blau.

Dalam penggunaannya, sebagaimana dikemukakan oleh Kutha Ratna

(2010:821), secara praktis teori grounded dilakukan dengan beberava cara,

diantaranya catatan data lapangan yang pada dasarnya belu lengkap, catatan

sekaligus dengan deskripsi yang lebih rinci, deskripsi dengan analisis, deskripsi

dengan verifikasi beserta temuan konsep, dan temun teori grounded itu sendiri.

13
Sementara itu, Strauss dan Cobin (dalam Kutha Ratna, 2010:81) menyatakan

bahwa langkah-langkah yang harus dilakukan dalam menggunakan teori

grounded, yaitu menghubungkan data dengan teori, menyusun perbandingan

konmstan, mempertanyakan persoalan teoritis, melakukan pengkodean teoritis,

dan mengembangkan teori (Deni Hermawan, 2014:40).

Adapun teknik pengumpulan data lapangan dilakukan sebagai berikut:

1. Teknik Pengumpulan Data

a. Observasi

Nasution menyatakan bahwa “observasi adalah alat pengumpul data yang

dilakukan secara sistematis bukan observasi yang sambil-sambilan atau

secara kebetulan saja” (2012:106). Adapun tujuan observasi untuk

mengetahui kebenaran observasinya, memperoleh informasi tentang

kelakuan manusia seperti dalam kenyataan, memperoleh gambaran yang

lebih jelas tentang kehidupan sosial, yang sukar diperoleh dengan metode

lain, dapat berfungsi sebagai eksplorasi. Pendapat dari Sanafiah Faisal

mengklasifikasikan observasi dibagi menjadi observasi berpartisipasi

(partisicipant observation), observasi yang terang-terangan dan tersamar

(overt observation dan covert observation) dan observasi tak terstruktur

(unstructured observation)” (Sugiyono, 2011: 226). Selanjutnya Spradely

dalam Susan Stainback (1998) membagi observasi berparisipasi menjadi

empat, yaitu:

….Observasi di bagi menjadi empat yaitu (1) passive participation


yaitu peneliti datang di tempat kegiatan orang yang diamati, tetapi
tidak ikut serta terlibat dalam kegiatan tersebut, (2) moderate
participation yaitu peneliti menjadi orang luar dan dalam, sehingga

14
ada keseimbangan, dan peneliti mengumpulkan data ikut observasi
partisipatif dalam beberpa kegiatan, tetapi tidak semuanya, (3)
active participation yaitu peneliti melakukan apa yang dilakukan
narasumber, tetapi belum sepenuhnya lengkap, dan (4) complete
participation yaitu peneliti dalam mengumpukan data sudah terlibat
sepenuhnya terhadap yang dilakukan sumber data, sehingga suasana
terkesan natural, peneliti tidak terlihat melakukan penelitian”
(Sugiyono, 2011: 226).

Penelitian ini menggunakan observasi berpartisipasi (partisicipant

observation). Dalam observasi berpartisipasi (partisicipant observation)

peneliti terlibat dalam kegiatan sehari-hari dengan orang yang diamati atau

yang digunakan sebagai sumber data penelitian. Tujuan dari observasi

berpartisipasi (partisicipant observation) adalah untuk memperoleh data

secara lengkap dan mendalam dengan mengetahui pada tingkat makna dari

setiap perilaku yang nampak. Proses kegiatan ini ditekankan pada

ketelitian dan kejelian. Peran serta peneliti yang dituntut harus lebih aktif,

sebab informasi yang diperoleh tidak hanya untuk dicatat saja, tetapi

peneliti menggunakan alat untuk membantu proses penyusunan laporan.

b. Wawancara

Esterberg mendefinisikan bahwa “wawancara adalah pertemuan dua orang

untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat

dikontruksikan makna dalam suatu topik tertentu” (dalam Sugiyono,

2011:231). Adapun wawancara menurut Nasution adalah “bentuk

komunikasi verbal yang bertujuan untuk memperoleh informasi”

(2012:113). Wawancara dilakukan untuk mengetahui informasi kesenian

Rampak Bedug kepada narasumber. Teknik wawancara yang dilakukan di

lapangan menggunakan teknik wawancara terstruktur dan tidak terstruktur.

15
Wawancara terstruktur adalah wawancara yang terdiri atas suatu

pertanyaan yang telah dirancang dan daftar pertanyaan telah disusun

sebelum melakukan wawancara. Adapun wawancara tidak terstruktur

adalah wawancara yang tidak disusun suatu daftar pertanyaan sebelum

melakukan wawancara. Berdasarkan penjelasan di atas, maka peneliti

menggabungkan teknik wawancara terstruktur dan tidak terstrukur, agar

mendapatkan informasi yang maksimal untuk diolah dalam penulisan.

Wawancara yang dilakukan kepada responden yang berkaitan yaitu

pimpinan sanggar yang memberikan materi tentang sejarah sanggar dan

kegiatan yang dilakukan di sanggar, pelatih sanggar yang terdiri atas

penata tari dan penata musik yang memberikan materi tentang aspek

bentuk pertunjukan pada Kesenian Rampak Bedug, generasi penerus yang

terdiri atas penari dan pemain musik Kesenian Rampak Bedug di Sanggar

Seni Kembangtanjung Kecamatan Karangtanjung Kabupaten Pandeglang

Provinsi Banten, dan tokoh-tokoh Kesenian Rampak Bedug mengenai asal

mula Kesenian Rampak Bedug.

c. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.

Dokumentasi dapat berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya

monumental. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya berupa catatan

harian, sejarah kehidupan, dan biografi. Adapun dokumen yang berbentuk

gambar, misalnya foto, vidio, dan sketsa. Dokumentasi yaitu

16
pengumpulan, pemilihan, pengolahan, dan penyimpanan di bidang

pengetahuan. Data dari dokumen-dokumen yang ada dan mengabadikan

secara audio dan visual adalah teknik pengumpulan data peneliti.

Dokumentasi audio peneliti menggunakan alat rekam berupa camera

video, sedangkan dokumentasi visual berupa foto kegiatan Rampak Bedug

di Sanggar Seni Kembangtanjung Kecamatan Karangtanjung Kabupaten

Pandeglang Provinsi Banten. Dokumentasi dapat berupa foto-foto selama

proses kegiatan dan pelaksanaan pentas Kesenian Rampak Bedug di

Sanggar Seni Kembangtanjung Kecamatan Karangtanjung Kabupaten

Pandeglang Provinsi Banten.

d. Studi literatur dengan cara membaca jumal dan buku-buku sumber yang

digunakan sebagai referensi penelitian.

2. Instrumen penelitian

Instrumen penelitian yang dilakukan dalam penelitian kualitatif yaitu

peneliti itu sendiri. Hal ini senada dengan pendapat Nasution (1988)

menyatakan bahwa:

….Dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan lain daripada


menjadikan manusia sebagai instrumen penelitian utama.
Alasannya ialah bahwa, segala sesuatunya belum mempunyai
bentuk yang pasti. Masalah, fokus penelitian, prosedur penelitian
hipotesis yang digunakan, bahkan hasil yang diharapkan, itu
semuanya tidak dapat ditentukan secara pasti dan jelas sebelumnya.
Segala sesuatu masih perlu dikembangkan sepanjang penelitian itu.
Dalam keadaaan yang serba tidak pasti dan tidak jelas itu, tidak ada
pilihan lain dan hanya peneliti itu sendiri sebagai alat satu-satunya
yang dapat mencapainya” (dalam Sugiyono, 2011:223).

17
Berdasarkan pernyataan tersebut penelitian ini dilakukan oleh

peneliti seperangkat pengetahuan mengenai Kesenian Rampak Bedug di

Sanggar Seni Kembangtanjung Kecamatan Karangtanjung Kabupaten

Pandeglang Provinsi Banten. Alat bantu yang digunakan berupa alat tulis,

kamera, video Rampak Bedug. Adapun dokumentasi berupa foto-foto

Kesenian Rampak Bedug dan beberapa pertanyaan yang digunakan untuk

menggali informasi dari narasumber.

3. Analisis Data

Analisis data menurut Bogdan menyatakan bahwa sebagai berikut.

….Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara


sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan
lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami,
dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain. Analisis
data dilakukan dengan mengorganisasikan data, menjabarkannya
ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola,
memilih mana yang penting, dan akan dipelajari, dan membuat
kesimpulan yang dapat diceritakan kepada orang lain” (dalam
Sugiyono, 2011:244).

Data yang diperoleh pada penelitian ini menggunakan analisis deskritif

kualitatif. Langkah-langkah yang ditempuh meliputi reduksi data dan

deskripsi data. Penyeleksian data dilakukan sebelum analisis data, data yang

dicatat selanjutnya diklasifikasikan. Reduksi data dilakukan dengan cara

membuang data yang tidak relevan. Data yang berupa uraian panjang dan

terperinci direduksi atau dirangkum. Hal ini dimaksudkan untuk dapat

memilah-milah hal yang pokok sehingga diperoleh data yang relevan.

Penyajian data dalam penelitian ini berupa uraian mengenai hal-hal yang

18
didapat melalui metode observasi, wawancara, dan dokumentasi. Data yang

didapat secara tertulis, pengamatan langsung, dan hasil wawancara. Setelah

dianalisis kemudian ditarik kesimpulan yang benar-benar di harapakan.

Adapun perincianya melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi akan

dianalisis dengan tahap-tahap sebagai berikut.

a. Reduksi Data

Reduksi data diperoleh dari hasil wawancara atau hasil pencatatan, kriteria

pemilihan sesuai yang objek kajian tentang Kesenian Rampak Bedug.

Selain itu, reduksi data dilakukan dengan memilah-milah dari data yang

diperoleh untuk mencocok data yang sesuai dan tidak sesuai dengan

melakukan analisis data dan reduksi. Adapun pada salah satu hal reduksi

data mengenai sejarah Kesenian Rampak Bedug, maka peneliti

pengambilan data dengan metode wawancara. Hasil wawancara yang

dilakukan tidak langsung percaya, sehingga peneliti melakukan

wawancara dengan dua narasumber lain yang mengetahui sejarah

Kesenian Rampak Bedug. Setelah itu, data dipilih dengan yang

diharapkan.

b. Penyajian Data

Hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi di lapangan, peneliti

melakukan reduksi dengan melakukan tahapan secara lanjut secara

deskritip, dengan data yang diperoleh secara keseluruhan mengenai

Rampak Bedug di Kampung Karang Tanjung Kabupaten Pandeglang

19
Provinsi Banten. Penyajian data yang dilakukan oleh peneliti dengan

mengolah data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara, dan

dokumentasi, kemudian peneliti melakukan pembagian sesuai topik

pembahasan.

c. Kesimpulan

Setelah semua data yang dipilih dan diolah sedemikian rupa sehingga

memberikan sebuah hasil penelitian dan menarik kesimpulan agar ada

kebermaknaan data yang telah diperoleh secara khusus untuk ditarik

kesimpulan. Kesimpulan disesuaikan tiap pembahasan yaitu pada sejarah,

bentuk penyajian Kesenian Rampak Bedug di Sanggar Pamnah Rasa, dan

7 elemen pertunjukan yaitu, gerak, desain latai, musik, tata rias, tata

busana, tempat pertunjukan, dan properti.

d. Triangulasi

Triangulasi adalah teknik pengumpulan data yang memanfaatkan sesuatu

yang lain di luar data untuk mengecek sebagai pembanding data tersebut

(dalam Sugiyono, 2011:241). Dalam teknik triangulasi pengumpulan data

merupakan penggabungan dari berbagai teknik pengumpulan data dan

sumber data yang telah ada. Untuk memperkuat hasil kajian, penelitian ini

menggunakan triangulasi sumber. Triangulasi sumber berati

membandingkan dan mengecek informasi yang diperoleh dengan

narasumber satu dengan narasumber yang lain mengenai penelitian ini.

Peneliti menggunakan triangulasi pada saat di lapangan dengan

menggabungkan hasil observasi, wawancara dan dokumentasi. Jika pada

20
penelitian ditemukan perbedaan pendapat peneliti melakukan diskusi lebih

lanjut dan memastikan mana yang dianggap benar, kemudian informasi

disusun oleh peneliti untuk memantabkan data yang diperoleh berupa

deskriptif. Maka peneliti menggunakan teknik review informan untuk

mendiskusikan seluruh data atau dari narasumber.

H. Sistemmatika Penulisan

LEMBAR

PENGESAHAN

ABSTRAK

ABSTRACT

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBARDAFTAR TABEL

DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN

DAFTAR LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

B. Perumusan Masalah

C. Tujuan Penelitian

D. Manfaat Penelitian

E. Tinjauan Pustaka

F. Landasan Teori

G. Metode Penelitian

H. Sistematika Penulisan
21
BAB II SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT PANDEGLANG

A. Gambaran Sekilas tentang Provinsi Banten

B. Mata Pencaharian Masyarakat

C. Potensi Pariwisata

D. Potensi Kesenian

1. Jenis Kesenian

2. Sanggar Seni

BAB III KESENIAN RAMPAK BEDUG

A. Pertumbuhan Kesenian Rampak Bedug

B. Produksi Bedug

C. Tokoh-Tokoh Kesenian Rampak Bedug

D. Bentuk Penyajian Kesenian Rampak Bedug

BAB IV KAJIAN KESENIAN RAMPAK BEDUG

A. Kajian Fungsi Kesenian Rampak Bedug

1. The Function of Emotional Ekspression (Fungsi Pengungkapan

Emosi);

2. The Function of Aesthetic Enjoyment (Fungsi Penghayatan Estetis);

3. The Function of Entertainment (Fungsi Hiburan);

4. The Function of Communication (Fungsi Komunikasi);

5. The Function of Enforcing Conformity to Social Norms

(Fungsi Penyelenggara kesesuaian terhadap Norma-Norma

Sosial);

6. The Function of Symbolic Representation (Fungsi Representasi

Simbol);

22
7. The Function of Validation of Social Institutions and Religious

Rituals (Fungsi Pengesahan Lembaga Sosial dan Upacara

Keagamaan);

8. The Function of The Integration of Society (Fungsi Pemersatu)

B. KAJIAN MAKNA KESENIAN RAMPAK BEDUG

1. Makna Religius

2. Makna dari lagu tabuhan Rampak Bedug

3. Makna Sosial

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN

B. SARAN

DAFTAR PUSTAKA

GLOSARIUM

LAMPIRAN-LAMPIRAN

RIWAYAT HIDUP

23

Anda mungkin juga menyukai