Naskah Diterima:29 Januari 2019 Naskah Direvisi:16 Juni 2019 Naskah Disetujui: 28 Juni 2019
DOI: 10.30959/patanjala.v11i2.485
Abstrak
Tari Gending Sriwijaya adalah tari tradisional yang mengandung unsur budaya
Palembang di setiap bagiannya. Setelah memicu kontroversi kontemporer yang menganjurkan
penghapusan tari Gending Sriwijaya, tulisan ini hadir sebagai ungkapan kritis menolak konsepsi
tersebut. Pentingnya warisan budaya dalam konteks kebudayaan haruslah disajikan sebagai
acuan edukasi sebab kehadirannya merupakan bentuk historical value. Tujuan penulisan ini
adalah kajian tari Gending Sriwijaya berfokus pada tafsir gerak yang diperagakan oleh penari
melalui metode penelitian fenomenologi, guna mencari nilai moralitas yang terkandung dalam
gerak tari dan mencari refleksi historis civil society dalam orientasi nilai. Hasil pembahasan: 1)
Historisitas tari Gending Sriwijaya; 2) Tafsir gerak tari Gending Sriwijaya dalam kajian nilai
moralitas; 3) Nilai refleksi historis civil society. Tari Gending Sriwijaya sebaiknya menjadi
orientasi logis dalam pengejawantahan tari sebagai refleksi nilai historis, sebab kebutuhannya
menyokong adab generasi mendatang yang berkontribusi terhadap kesuksesan visi civil society.
Kata kunci: Tari Gending Sriwijaya , Moralitas, Civil Society
Abstract
Gending Sriwijaya dance is a traditional dance that contains elements of Palembang
culture in every part of it. After triggering a contemporary controversy that advocated the
abolition of the Gending Sriwijaya dance, this paper came as a critical expression of rejecting the
claim. The importance of cultural heritage must be presented as an educational reference because
its presence is a form of historical value. The purpose of this writing is the study of Gending
Sriwijaya dance which focuses on interpretations of motion that are exhibited by dancers through
phenomenology research methods, in order to find the moral values contained in dance
movements and seek historical reflection of civil society. Results of discussion: 1) The historicity of
the Gending Sriwijaya dance; 2) The moral values contained in the motions of the Gending
Sriwijaya dance; 3) Historical reflection values of civil society. Gending Sriwijaya dance should
be a logical orientation in the embodiment of dance as a reflection of historical value because its
usefulness as a support for future generations of who will contribute to the success of vision of
civil society.
Keywords: Gending Sriwijaya Dance, Morality, Civil Society.
A. PENDAHULUAN karya agung dalam orientasi nilai, salah
Kelahiran civil society merupakan satunya adalah tari Gending Sriwijaya.
kehadiran pemikiran dalam kontruksi Tari Gending Sriwijaya adalah tarian
kebudayaan, dan kebutuhan bagi historical tradisional yang mengandung unsur
value local wisdom. Palembang memiliki budaya Palembang di setiap aspeknya, baik
ragam budaya yang menyimpan berbagai secara peragaan maupun tinjauan historis.
330 Patanjala Vol. 11 No. 2 Juni 2019: 329 - 344
akar ide ini kembali ke masa lalu (yunani 2012). Makna dan implikasi konsep civil
kuno) melalui sejarah peradaban Barat society telah banyak diperdebatkan.
(Eropa dan Amerika). Kemudian istilah Sebagai kerangka analitis untuk
civil society di populerkan oleh pemikir menafsirkandunia sosial, gagasan bahwa
Skotlandia, Adam Ferguson (1723-1816), civil society harus dipahami sebagai bentuk
dalam sebuah karya klasik "An Essay of apresiasi hubungan timbal balik yang
Civil Society" (1767), kemudian konsep kompleks antara negara dan masyarakat
civil society dikembangkan sebagai analisis (Chambers dan Kopstein, 2001).
modern oleh pemikir modern seperti John Alumni Universitas Gadjah Mada,
Locke, Rousseau, Hegel, Marx dan M. Dawam Rahardjo, memberikan definisi
Tocqueville yang memiliki misi revolusi bahwa, civil society secara harfiah
untuk menemukan kebangunan rohani di merupakan terjemahan dari civilis societas
Zaman Kontemporer Eropa Timur dan yang sudah ada sebelum Masehi. Istilah ini
Barat. mula-mula dicetuskan oleh Cicero (106-43
Bersamaan dengan Gellner, Jean SM), seorang orator dan pujangga Roma
L. Cohen dan Andreo Arato (1992) juga yang waktu itu berfokus pada gejala
menelusuri akar-akar civil society yang budaya masyarakat. Civil society
muncul sejak jaman dahulu (Al Qurtuby, disebutnya sebagai sebuah masyarakat
2018). Mereka mengungkapkan bahwa politik (political society) yang beradab dan
persepsi awal tentang civil society berawal memiliki kode hukum sebagai dasar
dari Aristoteles ketika ilmuan terkemuka pengaturan hidup (Rahardjo, 2000).
ini memasukkan istilah politike koinonia Adanya hukum yang mengatur pergaulan
dalam bahasa Latin societas civilis yang antara individu menandai keberadaan suatu
berarti masyarakat politik/komunitas jenis masyarakat yang tinggal di kota.
politik (political society/community) yang Seperti yang dikutip Rahardjo, Cicero
merujuk pada polis. Istilah politike dalam filsafat politiknya memahami civil
koinonia dari Aristoteles ini dipergunakan society identik dengan negara, maka kini
untuk mneggambarkan suatu masyarakat dipahami sebagai kemandirian aktivitas
politik dan etis dimana warga negara warga masyarakat yang berhadapan
didalamnya berkedudukan sama di depan dengan negara. Civil society, lanjut Cicero,
hukum (Walzer, 1995). adalah suatu komunitas politik yang
Civil society, didalamnya terdapat beradab seperti yang dicontohkan oleh
beberapa jaringan sosial kelompok, masyarakat kota yang memiliki kode
komunitas budaya, jaringan religius, dan hukum sendiri. Konsep kewargaan
ikatan-ikatan emosional yang berinteraksi (civility) dan budaya kota (urbanity), maka
dalam suatu negara (Anheier, Glasius dan kota dipahami bukan sekedar konsentrasi
Kaldor, 2001). Definisi civil society penduduk, melainkan juga sebagai pusat
modern telah menjadi komponen yang peradaban dan kebudayaan (Suroto, 2015).
akrab dari untaian utama teori liberal dan Paparan civil society merupakan
demokrasi kontemporer. Selain sifat definisi secara umum, dalam tulisan ini
deskriptif, terminologi civil society mencoba ditelisik konsepsi masyarakat
membawa konsekuensi aspirasi dan terdahulu (Sriwijaya), yang di gambarkan
implikasi etis dan politik. dalam ragam gerak tari Gending
Bahkan ada anggapan pencapaian Sriwijaya. Maka proses panjang dapat
civil society yang mandiri adalah prasyarat diartikan sebagai pengalaman untuk
yang diperlukan untuk demokrasi yang menemukan kenyataan yang terjadi dalam
sehat, dan kesenjangan sosial atau kehidupan manusia saat itu. Sehingga
degradasi yang relatif sering disebut nilai-nilai ini dapat diserap oleh
sebagai penyebab dan efek dari berbagai masyarakat tanpa mempertanyakan
penyakit sosial politik kontemporer empirisme dalam literasi sejarah..
merupakan gagalnya civil society (Ray,
Tari Gending Sriwijaya«(Yoan Mareta, Sariyatun, Leo Agung Sutimin) 339
Sejalan dengan Geertz (2000), merupakan leluhur yang mengedepankan
yang menyatakan bahwa seni ini toleransi.
merupakan upaya untuk mengekspresikan Toleransi dalam keberagaman
pandangan tentang sifat realitas yang budaya dan religi digambarkan dari
bersifat permanen dan pada saat yang sama beberapa gerak tari Gending Sriwijaya.
menciptakan kondisi yang sesuai dengan Membuktikan masyarakat terdahulu
realitas itu. Dalam hal ini, kesimpulannya menekankan toleransi dalam zona
adalah bahwa tarian menjadi nyata melalui kebudayaan dan religi demi terwujudnya
penyajiannya. Hal ini berarti bahwa cita-cita civil society yang harmonis dan
replikasi nilai hanya terjadi ketika media adil. Masyarakat yang adil tersebut terdiri
yang memiliki nilai ini harus terlebih dari dua jenis, yaitu toleran dan tidak
dahulu disajikan kepada publik. Setelah toleran, adil dalam definisi ini cenderung
diperlihatkan, akan ada proses review, mentolerir yang tidak toleran. Kata
dalam hal adaptasi masing-masing individu toleransi dalam kebudayaan dipahami
tentu akan berbeda. Untuk pertanyaan untuk memungkinkan atau mengizinkan,
tentang interpretasi nilai seni tidak dapat atau untuk mengakui dan menghormati
dibandingkan antara satu orang dengan keyakinan dan praktik orang lain tanpa
yang lainnya. mempersoalkannya. Toleransi menurut
Mereka akan mencatat nilai-nilai Weiner, da Cunha, Quintana dan Wu,
ini sesuai dengan pandangan dan (2011) antara lain melibatkan tiga elemen:
pemahaman mereka sendiri. Konsepsi 1) Permitting Or Allowing;
tersebut mencakup beberapa kode-kode 2) A Conduct Or Point Of View One
moralitas sosial yang digunakan Disagrees With;
masyarakat sebagai kode-kode moral 3) While Respecting The Person In
terdahulu, sehingga refleksi historis dalam The Process.
tema diatas sangatlah relevan ketika fokus Tiga kategori ini sering
kajian mengarah kepada nilai warisan digabungkan oleh para intelektual. Jika
budaya masyarakat civil pada masa seseorang menolak ide atau perilaku orang
kerajaan Sriwijaya. Adapun beberapa nilai lain, ia secara otomatis dituduh intoleran.
atau kode-kode moralitas sosial tersebut Toleransi adalah kebajikan yang sangat
antara lain: dibutuhkan di Indonesia yang
multikultural. Tetapi kita harus menyadari
a. Nilai Toleransi bahwa ada perbedaan antara toleransi dan
Terlepas darimana asal masyarakat toleran. Toleransi berada dalam jalur yang
yang tinggal di bumi Nusantara yang besar ramah terhadap seorang individu dan tidak
ini, fakta kulturalnya berinteraksi dengan memberinya izin untuk melakukan
religiusitas yang berbeda. Ketika kesalahan, sedangkan toleran juga tidak
kebanyakan orang berpikir tentang budaya, mengharuskan untuk mentolerir
pemikiran pertama mereka melibatkan ras kesalahannya. Perbedaan itu sangat
atau etnis. Akan tetapi, budaya jauh mendasar untuk memahami kajian
melampaui itu. Faktanya, kita semua toleransi (Del Águila, 2005).
adalah anggota berbagai kelompok budaya
dan identitas budaya kita berkembang b. Nilai Kemanusiaan
berdasarkan pengaruh religius (Hapsoro, Gerak tari Gending Sriwijaya
2016). Sekarang pengembangan identitas memberikan gambaran pada masyarakat
budaya adalah proses yang berkelanjutan bahwa leluhur bangsa selalu
yang menjadi misi negara. Hal itu mengedepankan kemanusiaan (Sartono,
mencoba digambarkan dalam ragam gerak 2000). Simbol-simbol nama ragam gerak
tari yang menyambut seluruh tokoh tari terilhami dari berbagai simbol alam
masyarakat yang datang, memberikan yang menyatakan diri sebagai bentuk
imajinasi sejarah bahwa leluhur terdahulu kemanusiaan, bunga kecubung, bunga
340 Patanjala Vol. 11 No. 2 Juni 2019: 329 - 344
penelitian relevan terkait tari Gending Prostitution Bylaw of Bantul" dalam Al-
Sriwijaya sebaiknya menjadi orientasi -DPL¶DK -RXUQDO RI ,VODPLF 6WXGLHV Vol.
logis dalam pengejawantahan tari sebagai 51 No. 1. 2012.
refleksi nilai historis, sebab kebutuhannya Forst, R. "Civil society" dalam A Companion to
menyokong adab generasi mendatang yang Contemporary Political Philosophy.
berkontribusi terhadap kesuksesan visi 2008.
civil society. Fukuyama, F. "Social Capital, Civil Society and
Development" dalam Third World
DAFTAR SUMBER Quarterly Vol 22 No. 1. 2001. Hlm. 7-
1. Jurnal, Makalah, Laporan 20.
Penelitian, Skripsi dan Tesis
Hapsoro, L.P. "Identitas Moral: Rekonstruksi
Abbas, S., & Jalaluddin, M. "Ethics and Identitas Keindonesiaan pada Era
Morality in Islam and Hinduism" dalam Globalisasi Budaya" dalam Makara
INSANCITA: Journal of Islamic Studies Jurnal Vol. 20 No. 2. 2016.
in Indonesia and Southeast Asia Vol. 1 Hardiansyah, A. "Teori Pengetahuan Edmund
No. 1. Februari 2016. Hlm. 37-42. Husserl" dalam Jurnal Substantia Vol. 15
Ahimsa-Putra, H. S. 2016. "Fenomenologi No. 2. 2013.
Agama: Pendekatan Fenomenologi Hera, T. "Makna Gerak Tari Gending Sriwijaya
Untuk Memahami Agama" dalam Jurnal di Sanggar Dinda Bestari Kota
Penelitian Sosial Keagamaan: Walisongo Palembang" dalam Jurnal Sitakara Vol.
Vol. 20 No. 2. November 2016. Hlm. 2 No. 2. September 2016. Hlm. 60-68.
271- 304.
Holden III, William, R. 2004. Received October
Al Qurtuby, S. "The Paradox of Civil Society" 29, 2004. Bulletin of Honuriku
dalam Asian Journal of Social Science University.
Vol. 46 No. 1-2. Januari 2018. Hlm. 5-
34. Idi, A. dan Sahrodi J. "Moralitas Sosial dan
Peranan Pendidikan Agama" dalam
Andriani, S. D. "Dampak Pelaksanaan Sistem
Intizar Vol. 23 No. 1. 2017. Hlm. 1-16.
Pemerintahan Feodalisme Terhadap
Pembentukan Sistem Stratifikasi Sosial Kaeksi, M. H. 2016. Koreografi Tari Nyai
(Shinokosho) Pada Zaman Edo" dalam Brintik Garapan Yoyok Bambang
Humaniora. Oktober 2011. Priyambodo. Skripsi.
Asih, I. D. "Fenomenologi Husserl: Sebuah /DLO - ×GDQ :LGDG 5 %HODMDU 7DUL 7UDGLVLRQDO
&DUD .HPEDOL .H )HQRPHQD´ GDODP dalam Upaya Meletarikan Tarian Asli
Jurnal Keperawatan Indonesia Vol. 9 Indonesia" dalam Jurnal Inovasi dan
No. 2. September 2005. Hlm. 75-80. Kewirausahaan Vol. 4 No. 2. Mei 2015.
Hlm. 102-104.
Chambers, S. dan Kopstein, J. "Bad civil
Society" dalam Political Theory Vol. 29 Lubchenko, J. "The Sustainable Biosphere
No. 6. Desember 2001. Hlm. 837-865. Initiative: An ecological Research
Agenda" dalam Ecology. 1991. Hlm.
Del Águila, R. "Tolerance" dalam European
371-412.
Political Science. 2005.
Lyotard, J.-F., & Rodrigues, A. A
Ecological Society of America. 2001. Aims.
fenomenologia. O Saber Da Filosofia.
Ecology 82: inside front cover. Google
2008.
Scholar.
Mareta, Y. 2018. "Pengejawantahan Tari
Emberton, R., Wenning, R. J. dan Treweek, J.
Gending Sriwijaya: Sociocultural dalam
"Ecology" dalam Methods of
Prespektif Nilai" (dalam proses
Environmental and Social Impact
publikasi)
Assessment. 2017.
Maulana, A. M. R. "Feminisme sebagai
Fauzi, M. L. "Religious Symbolism and
Diskursus Pandangan Hidup" dalam
Democracy Encountered: A Case of
Kalimah Vol. 11 No. 2. 2014. Hlm. 271-
Tari Gending Sriwijaya«(Yoan Mareta, Sariyatun, Leo Agung Sutimin) 343
286. Bangli" dalam Jurnal Ngayah Vol. 2 No.
2. 2011. Hlm. 22±34.
Mayrita, H. "Analisis Pemaknaan Tari Gending
Sriwijaya sebagai Unsur Kebudayaan Suroto. 2015. "Konsep Masyarakat Madani Di
Masyarakat Sumatera Selatan Melalui Indonesia Dalam Masa Postmodern
Kajian Semiotika" dalam Prosiding (Sebuah Analitis Kritis)" dalam Jurnal
Seminar Nasional Pariwisata Hijau dan Pendidikan Kewarganegaraan Vol. 5
Pengembangan Ekonomi 2012. No. 9. Mei 2015. Hlm. 664-671.
Nindito, S. "Fenomenologi Alfred 6FKXW]× Weiner, H. L., da Cunha, A. P., Quintana, F., &
Studi tentang Konstruksi Makna dan Wu, H. 2011. Oral tolerance.
Realitas dalam Ilmu Sosial" dalam Jurnal Immunological Reviews.
Ilmu Komunikasi Vol. 2 No. 1. 2005.
Windu Viatra, A., & Triyanto, S. "Seni
Othman Mohd Yatim dan Zainal Abidin Kerajinan Songket Kampoeng Tenun di
Borhan, Mohammad Nazzri Ahmad, M. Indralaya" dalam Jurnal Ekspresi Seni
A. A. S. "Estetika dan Keindahan Vol. 16 No. 2. November 2014. Hlm.
Songket Melayu" dalam Jurnal 168-183
Pengajian Melayu. 2006.
2. Buku
Rahardjo, D. 2000. Masyarakat Madani. Islam
Dan Pemberdayaan Civil Society Di Anheier, H., Glasius, M. dan Kaldor, M. 2001.
Indonesia. Introducing Global Civil Society.
Ray, L. 2012. "Civil Society and the Public Chapter 1 in Global Civil Society 2001.
Sphere" dalam The Wiley-Blackwell Oxford University Press.
Companion to Political Sociology. Asmawi, Izi. 1990-1991.
Ruastiti, N. M. "Membongkar Makna Deskripsi Tari Gending Sriwijaya.
Pertunjukan Tari Sang Hyang Dedari Di Departemen Pendidikan dan
Puri Saren Agung Ubud, Bali Pada Era Kebudayaan Kantor Wilayah Propinsi
Global" dalam Mudra, 32(1). 2017. Hlm. Sumatera Selatan.
162±171. Dunlap, R E dan Mertig AG. 1992.
Sartono, 2000. Tari Tanggai Versi Elly Rudy American Environmentalism: The U.S.
Sebagai Tari Penyambutan Tamu di Environmental Movement, 1970±1990.
Kotamadya Palembang Sumatera Washington (DC): Taylor and Francis.
Selatan: Analisis Koreografis dan Durkheim, E. 1991.
Fungsi. Skripsi S1. Padang: Universitas Sosiologi dan Filsafat. Jakarta: Erlangga.
Negeri Padang.
Geertz, C. 1992.
Scott, P. M. "Humanity" dalam Systematic Tafsir Kebudayaan. Yogyakarta:
Theology and Climate Change: Kanisius.
Ecumenical Perspectives. 2014.
__________. 2000.
Shanie, A., Totok S. "Busana Aesan Gede dan Negara Teater. Yogyakarta: Yayasan
Ragam Hiasnya sebagai Ekspresi Nilai- Bentang Budaya.
Nilai Budaya Masyarakat Palembang"
dalam Catharsis Vol. 6 No. 1. Agustus Karim, M. 2015.
2017. Hlm. 49-56. Menyelisik Sastra Melayu.Yogyakarta:
Histokultura.
Shenton, J. "Materialist Feminism and the
Politics of Discourse" dalam Radical Kemendikbud. 2017.
Philosophy. 1994. Sejarah Tari Gending Sriwijaya di Kota
Palembang Sumatera Selatan.
Siregar, L. "Antropologi dan Konsep
Kebudayaan" dalam Jurnal Antropology Koentjaraningrat. 2007.
Papua Vol. 1 No. 1. Agustus 2002. Manusia dan Kebudayaan Di Indonesia.
Jakarta: Djambatan.
Sudana, I. W. "Pelestarian Kesenian
Tradisional: Pembinaan Tari Baris Gede Leonard R., dkk. 2014.
di Pesraman Gurukula, Kabupaten Warisan Budaya Tak Benda di Provinsi
344 Patanjala Vol. 11 No. 2 Juni 2019: 329 - 344
Bengkulu dan Sumatera Selatan. Padang:
Balai Pelestarian Nilai Budaya Padang.
Lintani, Vebri A. dkk. 2012.
Tari Gending Sriwijaya. Palembang:
Dewan Kesenian Palembang.
Sartono, dkk. 2007.
Seputar Tari Gending Sriwijaya.
Palembang: Dewan Kesenian Palembang.
__________. 2007.
Direktori Kesenian Sumatera Selatan.
Palembang: Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Sumatera Selatan.
Sedyawati, Edi, et al. 1986.
Pengetahuan Elementer Tari dan
Beberapa Masalah Tari. Jakarta.