Disusun oleh :
Mata Kuliah
Tari Tradisi Lisan
Dosen Pengampu
Humaira Anwar, MA
PERKEMBANGAN DIDONG
Kesenian khas masyarakat Gayo ini melintasi batas tempatnya berasal. Pertunjukan
didong pernah diadakan di Banda Aceh, Medan, Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta.
Pada 1970, masyarakat Gayo Jakarta mengundang Kabinet Mude dan Winar Bujang, dua
kelompok yang paling dikenal di Gayo waktu itu, untuk menggelar pertunjukan di Jakarta.
Tampil bersama mereka artis Ecek Umang dan Abdullah Rauf (Aman Dahlan) dari Kabinet
Mude dan Bantacut dari Winar Bujang, juga Muhammad Basyir Lakkiki dari kelompok
Lakkiki.
Kehadiran artis didong di Jakarta ini selain menghibur orang Gayo di Ibu Kota, juga
berperan dalam mengenalkan bentuk kesenian tradisional dari Aceh ini kepada masyarakat
yang lebih luas. Selain itu, gema pertunjukan artis-artis terkenal ini pun bergaung di Gayo
sendiri, memberi kehormatan baru bagi didong yang hingga saat itu kurang dihargai.
Lima tahun kemudian, tahun 1975, masyarakat Gayo di Jakarta kembali
menyelenggarakan pertunjukan didong, tepatnya di Teater Taman Ismail Marzuki. Mereka
mendatangkan Ecek Bahim (Syeh Ibrahim) dan Banta dari Kabinet Baru, serta Daman dan
Dewantara. Ikut juga ceh Sahak dari Lakkiki, Ishak Ali dan Saleh dari Terunajaya. Sampai
saat ini, didong masih digemari. Masyarakat Gayo sangat menikmati saat berdidong.
Lestarinya kesenian ini tentu menjadi kabar yang sangat baik mengingat didong bukan
pertunjukan semata, tapi berperan juga dalam meneruskan dan mengangkat nilai-nilai
kehidupan masyarakat Gayo pada generasi penerus. Kesenian ini juga menjadi sarana
masyarakat Gayo untuk menyuarakan protes atau kritiknya terhadap permasalahan sosial.