Anda di halaman 1dari 16

MATERI PKN

TENTANG SEJARAH KEBUDAYAAN ACEH

Disusun Oleh :

 Muhammad Wahyu Pratama (ketua)


 Andi Mufly Zia Ulhaq
 Hariqalwanti
 Sumarni

Kelas VII. 1 JUJUR

MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI 1 KOLAKA


TAHUN PELAJARAN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah yang maha kuasa sehingga penulisan kliping
sejarah kebudayaan  Aceh dapat selesai. Kliping ini dapat dijadikan sebagai sarana
maupun sumber belajar. Kliping ini terdiri dari beberapa keberagaman di Aceh
yaitu,tarian, Cerita Rakyat, Bahasa, Lagu daerah, Pakaian adat pernikahan, Upacara
adat, rumah adat, dan kuliner atau makanan, cemilan. Sekiranya keliping yang
mengenai keberagaman di Aceh ini dapat berguna bagi pengetahuan tentang
kebudayaan yang ada di Indonesia yakni Provinsi Aceh, dan mengenai keberagaman
yang ada di Indonesia. Demikianlah keliping mengenai keberagaman yang kami
buat ini, sekiranya dapat berguna bagi kami sebagai syarat tugas PKN. Jika ada
kesalahan penulisan mohon di maafkan.

Penulis
SEJARAH KEBUDAYAAN ACEH
1. Tarian

Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam

a) Tari Saman

Tari Saman yang merupakan tarian tradisional Aceh ini memang sudah
dikenal seluruh dunia. Pada 24 November 2011, tarian tersebut resmi ditetapkan
dalam Daftar Representatif Budaya Tak Benda Warisan Manusia oleh UNESCO
di Bali. Tari saman merupakan salah satu tarian tradisional Aceh berasal dari
suku Gayo yang dibawakan oleh Syekh Saman, seorang penyebar agama Islam di
Aceh. Penari tari saman akan mengenakan pakaian khusus berwarna-warni.

Selama tari saman dipentaskan, penari akan membentuk format pola lantai
yang khas. Dalam melakukan tarian, penari harus berbaris membentuk garis lurus
ke samping. Makna dari tarian ini adalah manusia merupakan makhluk sosial
sehingga membutuhkan manusia lain. Pola duduk dengan kaki yang bertumpu
seperti duduk di antara dua sujud juga melambangkan umat Islam yang sedang
membentuk syaff ketika sedang melakukan sholat.

b) Tari Seudati

Tarian tradisional Aceh ini memiliki suatu keunikan, yaitu dibawakan tanpa
iringan alat musik apa pun. Sebagai pengiring, ada lantunan syair dari aneuk syahi.
Tari Seudati berasal dari bahasa Arab 'Syahadat', yang artinya bersaksi atau
pengakuan terhadap tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad utusan Allah
dalam Islam. Ada juga yang mengatakan bahwa Seudati berasal dari kata 'Seurasi'
yang berarti harmonis atau kompak. Berdasarkan sejarahnya, tarian ini mengisahkan
berbagai macam masalah yang terjadi agar masyarakat Aceh tahu cara
menyelesaikannya bersama-sama.
Awalnya, tarian Seudati dikenal sebagai tarian pesisir yang
disebut Ratoh atau Ratoih. Artinya, menceritakan untuk mengawali permainan atau
diperagakan untuk bersuka ria saat musim panen atau malam bulan purnama. Saat
pentas, penari Seudati memakai baju berwarna putih dipadu dengan celana panjang.
Sedangkan aksesorisnya terdiri dari kain songket di pinggang hingga paha. Penari
juga dilengkapi rencong di bagian pinggang dan Tangkulok (ikat kepala) berwarna
merah yang menjadi ciri khas tari Seudati.

c) Tari Tarek Pukat

Tari Tarek Pukat terinspirasi dari tradisi menarek pukat atau menarik jala


yang dilakukan masyarakat Aceh, khususnya di daerah pesisir. Tarian tradisional
Aceh ini menggambarkan tentang aktivitas para nelayan Aceh saat menangkap ikan
di laut. Umumnya, tari Tarek Pukat ditampilkan dalam berbagai acara, seperti:
Upacara penyambutan Acara adat Acara budaya Dalam pertunjukannya, penari
menggunakan busana tradisional serta dihias dengan hiasan dan tata rias yang
membuatnya terlihat cantik.

Dengan diiringi kelompok pengiring, penari menari dengan gerakannya yang


khas dan menggunakan tali sebagai atributnya. Kostum yang digunakan para penari
dalam pertunjukan tari ini biasanya merupakan busana tradisional. Para penari
biasanya menggunakan pakaian seperti baju lengan panjang, celana panjang, dan
kerudung pada bagian kepala.
Selain itu penari juga menggunakan kain songket dan sabuk pada bagian pinggang
serta hiasan kerudung sebagai pemanisnya.

d) Tari Likok Pulo

Tari Likok Pulo diciptakan sekitar tahun 1849 oleh seorang pedagang sekaligus
ulama asal Arab bernama Syeh Ahmad Badron. Secara bahasa, tarian tradisional
Aceh ini berasal dari 2 kata yakni ‘likok’ yang bermakna ‘gerak tari’ dan ‘pulo’ yang
berarti ‘pulau’. Pulau yang dimaksudkan adalah sebuah pulau kecil yang terdapat di
ujung pelosok utara pulau Sumatra yang kerap disebut sebagai Pulau Beras (Breuh).
Secara historis, tari tersebut biasanya digelar sesudah menanam padi atau masa
menjelang panen tiba. Tarian ini juga disertai dengan pemukulan rapa'i atau alat
musik untuk mengatur gerakan tari. Para penari juga dilengkapi dengan properti
bambu (Boh Likok).
e) Tari Laweut

Tari Laweut berasal dari kata selawat, yaitu berupa sanjungan yang ditujukan
kepada junjungan Nabi Muhammad SAW. Syair-syair yang mengiringi tarian ini
memang banyak berselawat atas Nabi. Fungsi utama tarian ini, yaitu sebagai
media dakwah yang memberikan pengetahuan tentang agama Islam. Tari Laweut ini
diiringi dengan suara yang berasal dari badan penari itu sendiri, seperti: Tepukan
dada

Norma dan sopan santun jari Tepukan tangan Hentakan kaki Vokal syahi yang
menyanyikan syair Syair-syair tersebut mengandung pesan-pesan tersendiri mengenai
keimanan, pembangunan, kemasyarakatan, dan lain-lain.
f) Tari Ratoh Duek

Tari Ratoh Duek merupakan tari tradisional dari Provinsi Aceh.


Kata ratoh berasal dari Bahasa Arab rateeb, yang artinya kegiatan berdoa atau
berdzikir. Tarian tradisional Aceh ini menggambarkan semangat dan kebersamaan
masyarakat Aceh. Harmoni antara syair dan tepukan berirama para penari
mengungkapkan kekompakkan masyarakat Aceh dalam kegiatan sehari-hari. Tari
Ratoh Duek tidak mengenakan properti tari apa pun. Kostum yang digunakan adalah
baju khas Aceh yang telah dimodifikasi, yaitu pakaian polos yang dipadukan dengan
kain songket Aceh, serta hiasan kepala dan ikat pinggang.
g) Tari Guel

Tarian tradisional Aceh ini merupakan salah satu tarian tradisional yang
berasal dari budaya masyarakat Gayo di Aceh. Tari Guel memiliki gerakan yang
sangat khas dan penuh makna, bahkan terkesan bernuansa mistis. Tarian ini awalnya
lebih difungsikan sebagai tarian upacara adat tertentu di kalangan masyarakat Gayo,
baik secara ritual adat maupun perayaan adat.

Bagi masyarakat Gayo, tarian ini bukan sekadar tarian biasa. Tetapi, memiliki
nilai dan filosofi kebudayaan mereka. Setiap gerakan tarian mengandungan pesan dan
nilai-nilai di dalamnya. Gerakan Tari Guel ini sangat unik dan gerakan disesuaikan
dengan suara musik pengiring. Menariknya, gerakan penari pria dan wanita
cenderung berbeda. Gerakan penari pria lebih mendominasi.
h) Tari Rapai Geleng

Tarian Rapai Geleng berasal dari daerah Manggeng di Aceh Barat Daya.
Tarian tradisional Aceh ini bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai moral untuk
masyarakat. Syair yang digunakan merupakan lagu-lagu keagamaan.

Nama geleng sendiri diambil dari gerakan penarinya yang menggeleng-


gelengkan kepala ke kanan dan kiri dengan berirama dan sangat kompak. Sedangkan
kata rapai diambil dari nama alat musik yang menyerupai gendang yang dimainkan
oleh penari. Saat ini alat musik rapai lebih dikenal dengan nama rebana.
i) Tari Didong

Tari Didong merupakan sebuah kesenian rakyat Gayo perpaduan unsur tari,
vokal, dan sastra. Pada sejarahnya, tarian ini dipakai sebagai sarana hiburan bagi
tentara Jepang yang menduduki tanah Gayo.

Hal ini merupakan ide bagi masyarakat Gayo untuk menyebarkan didong yang
syairnya tidak hanya terpaku kepada hal-hal religius dan adat-istiadat. Namun, juga
permasalahan sosial yang bernada protes terhadap kekuasaan penjajah Jepang.
Dulunya seragam penari Didong dibedakan melalui warna dan mempunyai arti yang
berbeda-beda, seperti:

 Warna Kuning berarti “Raja”


 Warna hitam “Rakyat”
 Warna merah “ Petuah ”
 Warna putih “Imam”
j) Tari Bines

Tari Bines bermula dari kesenian tradisi yang disebut “piasan” yang
dikemudian hari dijadikan salah satu sarana dakwah Islam. Sebagai kesenian yang
lahir dalam kehidupan masyarakat tradisional, awalnya tari ini bersifat sakral dan
hanya ditampilkan dalam upacara adat saja.

Dahulu perempuan di Gayo Lues tidak diizinkan menarikan tari Saman karena
sifatnya terlampau keras, kencang disertai dengan gerakan memukul-mukul dada.
Oleh karena itu para leluhur menciptakan jenis tarian lain yang dianggap layak untuk
ditarikan oleh para perempuan. Hal yang menarik lainnya adalah najuk atau
pemberian uang kertas yang dijepit menggunakan lidi dan diselipkan di sempol atau
sanggul para penari. Tradisi tradisional Aceh ini adalah bentuk penghargaan atau
apresiasi penonton kepada penari Bines.
2. Cerita Rakyat
3. Bahasa Daerah

4. Lagu Daerah
5. Pakaian Adat Pernikahan
6. Upacara Adat
7. Rumah Adat
8. Kuliner

Anda mungkin juga menyukai