Anda di halaman 1dari 14

BAHASA INDONESIA

“BUDAYA INDONESIA: TARI SAMAN”

Disusun untuk memenuhi penugasan kelompok mata kuliah Bahasa Indonesia Kelas A

DISUSUN OLEH:

Ardina Nihayah 13040223120003


Nitasya Artanti Aurellia 13040223120006
Insyirah Nisrina Arief 13040223120012
Azzahra Shafadena 13040223120021
Karen Nathania 13040223120034

DOSEN PENGAMPU:
Yuniardi Fadilah, S.S., M.A.

UNIVERSITAS DIPONEGORO
FAKULTAS ILMU BUDAYA
PROGRAM STUDI ANTROPOLOGI SOSIAL
2023
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki berbagai macam suku, budaya, ras,
agama, dan kesenian. Namun, seiring berjalannya waktu kebudayaan tersebut kian memudar.
Dalam aspeknya sendiri kebudayaan secara umum ialah hasil kegiadan dan penciptaan dengan
menggunakan akal budi yang dapat menciptakan hasil seperti pemikiran kepercayaan, adat
istiadat, dan juga kesenian yang dapat menciptakan suatu identitas.

Dalam kebudayaan sendiri terdapat berbagai macam kesenian yang ada di Indonesia,
kesenian sendiri adalah bagian dari kebudayaan dan merupakan sarana yang digunakan untuk
mengekspresikan suatu rasa dalam diri manusia seperti keindahan dalam seni ataupun makna
seni itu sendiri. Kesenian memiliki berbagai macam bentuk, seperti seni musik, seni bela diri,
seni rupa, seni teater atau drama, seni sastra, dan seni tari. Salah satu seni yang masih
berkembang di kalangan masyarakat adalah seni tari.

Tari merupakan bentuk seni berupa gerakan yang digunakan untuk mengekspresikan
perasaan dari penarinya. Pertunjukan seni tari umumnya dinilai secara objektif oleh para
penikmatnya yang dilihat dari sudut pandang estetikanya saja. Namun, setiap gerakan yang
ditunjukkan juga memiliki makna-makna tertentu apabila dianalisis secara subjektif. Selain itu,
setiap tarian juga memperhatikan pakaian dan iringan lagu yang digunakan dengan menyelipkan
berbagai makna menarik saat dipelajari. Setiap daerah di Indonesia memiliki beragam jenis
tarian yang mempunyai fungsi, makna, sejarah, dan keunikan berbeda-beda.

Di Indonesia terdapat sekitar 3000 macam kesenian tari yang harus dijaga kelestariannya,
hal ini disebabkan karena tari merupakan salah satu kebudayaan negara Indonesia yang sudah
ada sejak zaman prasejarah. Pada masa itu tarian dilakukan dengan menggunakan gerakan yang
sederhana kemudian seiring berjalannya waktu mulai mengalami perkembangan dan
memunculkan gerakan-gerakan baru yang lebih indah. Setiap tarian di Indonesia memiliki
fungsi-fungsi tersendiri, baik sebagai sarana upacara, hiburan, media pendidikan, dan
pertunjukan untuk menyambut tamu di dalam suatu acara. Salah satu tarian yang masih dikenal
oleh banyak masyarakat di Indonesia adalah Tari Saman.

Tari Saman adalah salah satu hasil kebudayaan dari Suku Gayo Nanggroe Aceh
Darussalam, tepatnya di Aceh Tenggara. Tari ini biasanya ditampilkan pada suatu perayaan
peristiwa adat dan dijadikan sebagai media dakwah atau penyampaian pesan-pesan dari agama
Islam. Tari Saman dipertunjukkan tanpa adanya iringan alat musik dan mengandalkan tepukan
dari tangan penari. Tari ini dilakukan oleh kaum laki-laki dan dibawakan secara berkelompok
minimal tujuh orang atau lebih, namun jumlahnya harus ganjil.

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang dan permasalahan tersebut, penulis melakukan pembatasan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana sejarah dan perkembangan Tari Saman di Indonesia?
2. Apa saja makna yang terkandung dalam Tari Saman?
3. Bagaimana Tata Busana yang digunakan oleh penari dalam Tari Saman?
4. Apa saja ragam gerak dan musik dalam Tari Saman?

1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, dapat dipaparkan tujuan penulisan makalah ini,
sebagai berikut:
1. Mengetahui sejarah dan perkembangan Tari Saman di Indonesia.
2. Mengetahui makna-makna yang terkandung dalam pertunjukan Tari Saman.
3. Mengetahui Tata Busana yang digunakan oleh penari dalam Tari Saman.
4. Mengetahui ragam gerak dan musik dalam Tari Saman.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah dan perkembangan Tari Saman

Tari saman berasal dari Nanggroe Aceh Darussalam, tepatnya Aceh Tenggara, yaitu
Daerah Alam Gayo Lues. Pada awalnya Tari Saman hanya dimainkan oleh Suku Gayo yang
merupakan suku asli Daerah Alam Gayo Lues sehingga Tari Saman termasuk ke dalam kesenian
rakyat tradisional Suku Gayo. Saman sendiri diciptakan oleh seorang Syekh Muhammad
Samman Al-Madani, yang merupakan ulama besar kelahiran Madinah. Ia melakukan tasawuf
bersama murid-muridnya hingga Agama Islam masuk dan diterima dengan baik di Daerah Alam
Gayo Lues.
Syekh Samman menciptakan Tari Saman terinspirasi dari tradisi yang dilakukan oleh
Suku Gayo, yaitu Pok Ane. Tradisi Pok Ane berawal dari sebuah permainan yang kerap
dilakukan oleh Suku Gayo, sehingga menjadi sebuah kesenian rakyat ciri khas Suku Gayo. Pok
Ane menggunakan irama yang berasal dari tepukan kedua tangan dan tepukan ke paha serta
diiringi dengan nyanyian riang. Tujuan awal Syekh Samman menciptakan Tari Saman dalam
suku tersebut adalah sebagai alat untuk mengembangkan ajaran agama Islam tanpa
menghilangkan adat tradisi setempat sehingga ia menyatukan unsur-unsur ketauhidan dengan
kesenian rakyat agar ajaran yang berkembang tidak bersifat memaksa dan tetap menghormati
Suku Gayo. Akibat belum berkembangnya budaya membaca dan menulis dalam berbagai suku di
Aceh pada abad tersebut, Tari Saman hanya disampaikan dari mulut ke mulut atau kènè bekenè
yang artinya konon kata orang menurut istilah Suku Gayo.
Namun, dapat dilihat bahwa eksistensi Tari Saman hingga saat ini masih berkembang dan
populer di kalangan masyarakat Indonesia. Era industri pariwisata yang direncanakan oleh
pemerintah merupakan awal dari perkembangan Tari Saman. Pada saat itu, kesenian tradisional
menjadi kunci pemerintah dalam upaya penambahan devisa negara. Perkembangan yang terjadi
pun diiringi dengan perubahan-perubahan dalam penyajiannya yang mengakibatkan keragaman
bentuk penyajian sehingga nilai estetika yang menyertai pun mengalami perubahan, seperti
bentuk gaya gerak, pola variasi tarian, jumlah penari dalam satu pertunjukan dan busana yang
dikenakan. Selain itu, aspek lain yang menonjol dalam perubahan Tari Saman, yaitu:
1. Iringan musik internal, seperti syair yang berganti bahasa dan nada dalam pengucapan,
sehingga makna dan arti yang tersampaikan berbeda dari bahasa dan nada yang
digunakan oleh penari saman Suku Gayo.
2. Dampak dari perkembangan adanya pariwisata, memunculkan kelompok-kelompok
kesenian atau sanggar-sanggar yang memiliki atau mengembangkan Tari Saman dengan
gaya gerak masing-masing, sehingga menghilangkan keaslian dari Tari Saman itu sendiri.

2.2 Makna yang terkandung dalam Tari Saman

Setiap tarian mengandung makna yang berbeda beda. Yang dimulai dari tiap tiap gerakan
awal hingga akhir. Tari Saman sendiri memiliki makna yang di dalamnya terkandung berbagai
nilai, seperti pendidikan, keagamaan, sopan santun, dan kepahlawanan. Hal tersebut
tergambarkan pada gerakan yang ditampilkan, yaitu sebagai berikut:

1. Bentuk gerak yang horizontal merupakan simbol berjamaah. Dengan bentuk tarian yang
dimainkan secara bersama bermakna bahwa masyarakat Gayo adalah masyarakat yang
selalu berada dalam satu kesatuan atau kebersamaan.
2. Peran pengangkat melambangkan bahwa masyarakat Gayo dalam kehidupan keseharian
selalu dipimpin oleh seorang yang dianggap lebih dan mampu memimpin masyarakat.
3. Pengapit adalah salah seorang pembantu penangkat dalam setiap pertunjukan. Ini
bermakna bahwa seorang pemimpin akan selalu dibantu oleh seorang wakil dalam
menjalankan tanggung jawab seorang pemimpin.
4. Penyepit adalah penari pendukung, yang bermakna masyarakat atau pengikut dalam
sebuah pemerintahan.
5. Penumpang adalah penari yang berperan menjaga keutuhan posisi yang merapat antara
para penari. Ini mengandung makna bahwa ia adalah pengayom masyarakat ke arah yang
baik dan benar, seperti pungsi seorang Ulama.
6. Duduk dengan dua bentuk mengarah kepada duduk tahiyyatul awal dan tahiyyatul akhir
dalam shalat.
7. Gerak salam artinya setiap umat muslim diwajibkan untuk selalu memberi salam kepada
sesama muslim ketika bertemu.
8. Gerakan tunduk bermakna penghormatan terhadap sesama manusia.
9. Memukul dada bermakna simbol rasa patriotik atau rasa kepahlawanan yang dimiliki
oleh setiap orang Gayo.
10. Kertek atau ketrip jari bermakna keceriaan.
11. Memakai daun kepies artinya menyebarkan wewangian (kebaikan).
12. Selang seling merupakan simbol kemajemukan sebagai khazanah dan bukan penghalang
dalam mewujudkan sebuah kehidupan yang indah dalam masyarakat.
13. Gerak anguk atau angguk artinya berzikir. Ini bermakna kewajiban seorang hamba untuk
terus selalu berzikir kepadaNya.
14. Girik (kepala berputar) bermakna bahwa dunia selalu berputar. Gerak ini juga
melambangkan bahwa kehidupan ini selalu bergerak dan berubah.
15. Lingang artinya pohon yang dihembus angin, yang bermakna bahwa segala sesuatu benda
atau makhluk yang bergerak di bumi ini, tidak terjadi dengan kesendiriannya.
16. Tengkuk artinya bersujud berserah diri, yang bermakna bahwa manusia adalah makhluk
ciptaan Allah SWT. Oleh karena itu, sepatutnyalah ia bersujud dan berserah diri hanya
kepada Allah semata.
17. Gerak singkih artinya gerak yang menyerupai bentuk “salam” dalam shalat ke kiri dan ke
kanan.
18. Gerak Langak artinya menadah tangan ke atas atau berdoa. dan
19. Tepuk tangan merupakan simbol dari ungkapan senang atau bahagia.

2.3 Tata Busana yang Digunakan Penari dalam Tari Saman

Dalam Tari Saman terdapat busana atau baju pokok yang dipakai pada saat pertunjukan.
Busana tersebut bernama Baju Karawang yang merupakan baju adat khas Suku Gayo. Baju
Karawang tersebut terbagi menjadi 4 bagian, yaitu kepala (bulang teleng atau ikat kepala),
pakaian tengah (baju kantong dan kalung atau dada kupang), pakaian bawah (celana atau seruel
dan sarung atau pawak), dan aksesoris (bunga atau tajuk kepies, sapu tangan dan cincin atau
sensim ketip). Sapu tangan dalam busana Tari Saman dibagi menjadi dua, yaitu pumu yang diikat
pada tangan sebelah kiri dan rongok yang diikat pada bagian leher. Lalu, busana ini dihiasi
dengan motif kerawang dengan beberapa jumlah benang, kecuali kedua sapu tangan. Motif yang
terbuat dari benang tersebut terdiri dari empat warna, yaitu warna kuning, merah, putih, hijau
dengan masing-masing warna memiliki arti dan lambang tertentu sesuai dengan kepercayaan
orang-orang Suku Gayo.
1. Warna kuning melambangkan sebuah keagungan dan berwibawa. Warna kuning dianggap
memiliki nuansa emas yang berkilau dan akan menarik perhatian orang-orang yang
melihatnya.
2. Warna merah melambangkan sebuah rasa keberanian. Berani dalam membela hal-hal
yang menuju pada kebaikan, dan menentang ketidakadilan yang ada dalam nilai-nilai
agama dan adat istiadat serat pemerintahan Aceh.
3. Warna putih melambangkan sebuah kesucian. Warna putih pada hakikatnya dianggap
sebagai warna yang bersih. Warna putih juga berarti sikap keterusterangan akan hal yang
sesuai dan hal yang tidak sesuai tanpa menutupi apapun.
4. Warna hijau melambangkan sebuah kemakmuran. Warna hijau juga menggambarkan
kesetiaan dan kepatuhan rakyat terhadap perintah raja serta sebagai penguat tali
persaudaraan antara sesama rakyat Aceh.

2.4 Ragam Gerak dan Musik dalam Tari Saman


Pola gerak yang dilakukan dengan posisi penari duduk berlutut, berat badan ditumpukan
pada kedua telapak kaki, dan bahu saling merapat diantara penari, menjadi pola gerak yang
utama. Selanjutnya pola ruang menyesuaikan dengan gerak menggunakan level rendah dengan
cara membungkukkan badan ke depan sekitar 45°, miring kebelakang tetap dengan level rendah.
level sedang dilakukan dengan badan pada posisi duduk, sedang level tinggi dilakukan dengan
posisi badan berdiri di atas lutut. Pada unsur gerak tangan dapat dilihat beberapa macam gerak
antara lain adalah sebagai berikut:

1. Gerak tangan bertepuk dalam berbagai posisi seperti horizontal, bolak balik seperti
baling-baling.
2. Gerak kedua tangan berimpit dan searah
3. Gerak ujung jari tengah dan jempol seakan mengambil sesuatu benda ringan seperti
memetik atau menjentik.
Pada unsur gerak badan terlihat antara lain:

1. Singkeh artinya miring ke kiri dan kekanan 39


2. Lingang artinya badan dalam posisi duduk melenggang kekanan, kedepan, ke kiri, juga
ke belakang
3. Tungkuk artinya membungkuk
4. Langak artinya telentang lebih kurang 60 derajat.

Pada unsur gerak kepala terdapat:

1. Angguk atau mengangguk dalam tempo lambat dan cepat secara bergantian
2. Girek ertinya kepala berputar seperti baling-baling.
3. Teleng artinya memiringkan kepala ke arah kiri dan kanan secara bergantian. Teleng
dapat dilakukan dengan cara duduk tegak, menunduk, dan menggelengkan kepala miring
ke atas

Dengan adanya ragam gerak tersebut tentu diperlukannya sebuah musik untuk
membangun atau menambahkan susana agar makna dari musik yang digunakan, karena musik
yang digunakan pun memiliki makna yang pada akhirnya disalurkan ke dalam gerakan tarian.
Uniknya Tari Saman tidak menggunakan musik seperti tarian pada umumnya, pada Tari Saman
irama musik menggunakan gendang yang dipukul oleh seorang laki laki yang biasanya disebut
dengan Syekh. Syekh menyanyikan syair-syair yang nantinya akan ditirukan oleh para penari.

Di bawah ini dicantumkan ada beberapa contoh nyanyian yang sering digunakan oleh
masyarakat Gayo dalam Saman masa kini:

Kadang ta selo lengkio kebermu sawah, iosah ko tenah ku manuk ceeeeem, Iosah ko tenah ku
manuk cicempala, sinting asal nyata.

(Mungkin entah kapan lengkio (nama burung) beritamu sampai, kau berikan pesan kepada
burung ceeem, kau berikan pesan kepada burung cicempala, benar-benar asal nyata)

I bur si atas uyem beriring, i karang tebing gurili atu

(di gunung yang tinggi pinus beriring, di karang yang tebing ditimpa batu)
Pepalisen benatang noang i atasni karang kunul berjunté

(Sangat celaka binatang kambing hutan, di atas karang duduk berjuntai)

Pepalisen manuk kaling pines, bumi si lues i karang menasé.

(Sangat celaka burung layang-layang, bumi begitu luas di karang bersarang)

Erah jernang so basa-berbasa.

(Burung erah (sejenis pipit berwarna hijau, kuning dan merah) jantan itu berkata-kata)

Nong nge méh senang nateku

(Aku sudah puas senang hatiku)

Ku uduk kutiro maaf, ku arap kutiro tabi

(Ke belakang saya minta maaf, ke depan saya minta permisi)

Kemuning dewal péh gipenah (gere penah) berbunge

(Kemuning yang di luar kampung itu pun tidak pernah berbunga)

Kepala minah enti sie-sie, terah renye ume barik kusi-kusi

(Seandainya pindah jangan sia-sia, cari terus sawah biar ke mana-mana)

Birahpati laut ijo bayang-bayang, birahpati belang genépo émpala

(Merpati laut (Takengon) hijau bayang-bayang, merpati belang (Blangkejeren) ganepo empala
(istilah jenis warna yang indah tahun 60-an)

Kemang bunge kemang gereke nungeren sayang, kemang bunge layu gereke sayang atemu

(Kembang bunga kembang tidakkah mengatakan sayang, kembang bunga layu tidakkah sayang
hatimu)

Kedidi waih gerak pesimen, guncangni beden gere berede


(Kedidi sungai (burung yang sering hidup di pasir)gerak bukan main, goncangan badan tidak
henti-henti)

Kepiesé sara ikot amat orot kuen kiri Kepiesé roa ranting tangkuh nuling kami rai

(Kepiesnya (nama jenis tajuk) satu ikat pegang erat kanan dan kiri Kepiesnya dua ranting selesai
memotong padi kami ambil)

Pané dih ko menomang mulingan ujungni semé,

pané dih ko menuling remaming ujungni tangké

(pandai sekali kamu menanam padi bergoyang pucuk semai, pandai sekali kamu memotong padi
bergelantungan ujungtangkai)

Si sakit nge jeger, kekétah uaké

(Yang sakit telah sembuh kekétah (jenis tumbuhan) obatnya)

Malé mangas péh belomu kecut, gere kujamut ues bang atemu

(Akan makan sirih pun sirihmu layu, (jika) tidak saya terima mungkin sedih hatimu)

Malé mangas péh gere mubelo, kusa kutiro gere ramah aku

(Akan makan sirih pun tidak ada sirih, kepada siapa saya minta tidak ada saya kenal)

Nge reduk matani séntér, nge mupenér matani lo

(sudah redup mata senter, sudah bersinar matahari)

Seger cicok padih nomang, seger gerjang padih nutu

(sekali tusuk saja menanam padi, sekali tekan saja menumbuk padi)

Ceciwit meneloman berhul, atu kul ensantir ku sangé


(ceciwit (jenis burung yang kecil) mengulum berhul (jenis kayu yang buahnya besar), batu besar
tersandar di gelagah)

I kampung Porang ara buah seri, malé kami mai ken tudung ku toa

(di kampung Porang ada buah seri, akan kami bawa untuk tudung ke hilir)

Atas kul dih suyenni nersah, tikik we salah pangan ané-ané

(tinggi besar sekali tiang menasah, hanya sedikit salah dimakan anai-anai)

Au-au pané dih berkepies, kalingpines pané dih bercemara

(burung layang yang agak besar pandai sekali memakai kepies/tajuk, burung layang-layang yang
kecil pandai sekali memakai cemara)

Séalaho-séalaho, remak peger mayo koro

(sealaho-sealaho, rusak pagar masuk kerbau)

Mampat i kuen manis i kiri, sensim jejari kén tene mata

(pantas di kanan manis di kiri, cincin yang di jari untuk tanda mata)

Ninget kén budi giara ilen, mutamah mien karuni atéku

(teringat budi masih belum ada, bertambah lagi kekacauan pikiranku)

Nangisi kuah enti ku koro gempus, nagisi usi enti ku koro kurus

(menginginkan susu jangan kepada kebau mandul, menginginkan daging jangan kepada kerbau
kurus)

I tanoh si rata imo berketibung, i pucukni ramung imo berjunjani

(di tanah yang datar siamang bermain air, di pucuk rambung siamang berayunan)

Ku kuyu alus dengan sawahan salamku, ungeren aku tengah denem mukalé
(kepada angin halus dik sampaikan salamku, katakan aku sedang ridu berat)

Awin gereke die muselpak, jangko gereke die muleno, beluh gereke die berulak, jarak gereke die
mudemu

(tarik cabang tidakkah nanti patah, jangkau tidakkah nanti melengkung, pergi tidakkah nanti
pulang, jauh tidakkah nanti bertemu)

Berbalingen uten bersidingen bur ike lanyut umur mudemu we kite


BAB III
KESIMPULAN

Melestarikan suatu kebudayaan merupakan salah satu kewajiban sebagai warga negara.
Dalam suatu kebudayaan terdapat kesenian yang dapat menjadi identitas suatu daerah. Salah
satunya adalah kesenian tari, yaitu Tari Saman. Tari yang berasal dari Aceh ini sudah dilakukan
secara turun-temurun dan dikenal dari berbagai kalangan. Tari ini biasanya dibawakan saat
perayaan tertentu dan dilakukan oleh kaum laki-laki yang berjumlah 7 orang atau lebih, namun
jumlahnya harus ganjil.
Tari Saman berbeda dengan tari tradisional pada umumnya karena tari ini menggunakan
iringan musik internal yang berupa tepukan tangan dan ucapan syair dari para penari sehingga
tarian ini membutuhkan tenaga yang lebih. Walaupun posisi penari hanya duduk dan berlutut,
Tari Saman memiliki gerakan yang beragam sehingga membutuhkan konsentrasi saat
menampilkannya. Busana yang dikenakan dalam Tari Saman merupakan baju adat Suku Gayo
yang di setiap bagiannya memiliki ciri khas dan makna. Dengan adanya kebudayaan Tari Saman,
masyarakat Indonesia dapat mengetahui salah satu kebudayaan dari daerah Aceh. Selain itu,
masyarakat juga dapat melihat betapa beragamnya kebudayaan Indonesia yang terbentang dari
Sabang hingga Merauke.
DAFTAR PUSTAKA

Bahry, Rajab, dkk. 2014. SAMAN, Kesenian dari Tanah Gayo. Jakarta: Pusat Penelitian dan
Pengembangan Kebudayaan Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan, 15-17.

Ekawati, Ery. 2014. Tari Saman: PERKEMBANGANNYA PADA MASYARAKAT


MULTIKULTURAL DI JAKARTA. Jakarta, 16-17.

Heniwaty, Yusnizar. 2015. Tari Saman Pada Masyarakat Aceh Identitas dan Aktualisasi, 45-47.

Kompas.com. (2022, 8 September). Tari Saman: Sejarah, Keunikan, Gerakan, dan Maknanya.
Diakses pada 12 November 2023 dari
https://www.kompas.com/skola/read/2022/09/08/150000769/tari-saman-sejarah-keunikan-geraka
n-dan-maknanya

Tirto.id. (2022, 23 Juni). Pengertian Kebudayaan, Arti, Wujud, dan Unsur-unsurnya. Diakses
pada 12 November 2023 dari
https://tirto.id/pengertian-kebudayaan-arti-wujud-dan-unsur-unsurnya-gbkE

Web.archive.org. (2000, 1 Maret). Indonesia Tourism General Theatre. Diakses pada 12


November 2023 dari
https://web.archive.org/web/20101124083455/http://indonesia-tourism.com/general/theatre.html

Anda mungkin juga menyukai