Anda di halaman 1dari 13

Nama : Suci Lestari

NIM : 19016054
Prodi : Pendidikan Bahasa Indonesia
Mata kuliah : Filsafat Alam Minangkabau
Dosen : Zulfikarni, S.Pd, M.Pd.
Jadwal : Kamis, 07.00-08.40
Tugas Pertemuan Minggu ke 15
Seni dan Upacara Minangkabau

A. Seni di Minangkabau
1. Seni Pertunjukan
Seni pertunjukan tradisional merupakan bagian dari budaya lokal yang memuat
beragam unsur kearifan budaya lokal. Di dalamnya terhimpun ilmu pengetahuan, baik
nilai-nilai ajaran moral, religi, pendidikan, maupun unsur-unsur yang bersifat
kebendaan sebagai sebuah warisan kebudayaan (Prayogi & Endang Danial, 2016: 63).
Dilihat dari sudut pandang estetika dan etika, seni tradisi turut menjadi alat
pengucapan komunikasi emosi estetis antarmanusia terkait dengan pengalaman dan
perasaan yang memiliki nilai seni untuk keselarasan hubungan sosial berlandaskan
keyakinan bersama (Murniati, 2015:26; Sedyawati, 2006:124). Berikut beberapa seni
pertunjukan yang ada di Minangkabau:
a. Randai
Esten (dalam Sedyawati, 1983) menjelaskan randai adalah salah satu
bentuk seni pertunjukan tradisional masyarakat Minangkabau yang sering
dipertunjukkan dalam acara profan seperti pesta panen, pesta perkawinan,
pesta perhelatan penghulu, serta acara serupa lainnya. Randai memiliki unsur-
unsur struktur yang esensial, yaitu: tarian atau improvisasi yang berfungsi
sebagai pemenggal adegan selanjutnya yang disebut galombangatau
gelombang, dendang yang berfungsi untuk menyampaikan cerita, disebut
gurindam, cerita sebagai rangkaian tubuh peristiwa yang dilakonkan.
Dari segi fungsi, randai berfungsi sebagai (a) alat pendidikan
moral bagi masyarakat; (b) alat untuk membina dan mengembangkan rasa
solidaritas antarmasyarakat pemiliknya, (c) wadah produktif untuk
menciptakan kesegaran kondisi mentalitas anggota masyarakat, dan (d)
wadah untuk mengungkapkan problema perasaan.

b. Salawat Dulang
Salawat dulang adalah salah satu kese-nian tradisional bernuansa islami,
yang hidup dan berkembang dalam masyarakat Minangkabau di Provinsi
Sumatera Barat. Kesenian salawat dulang disajikan dalam bentuk vokal,
syairnya dilantunkan dengan bahasa Minangkabau. Penyajian salawatdulang
dilaksanakandengan cara bernyanyi sambil memukuldulang. Bunyi dari
pukulan dulang berfung-si sebagai instrumen pengiring nyanyian salawat
dulang, sekaligus sebagai pengatur tempo yang dinamik. Adapun teks (syair)
selawat dulang berisikan ajaran agama Islam yang mengandung nilai-nilai
ketauhidan terhadap Allah Swt. dan Nabi Muhammad saw sebagaimana yang
tertera dalam Alquran dan hadis Nabi.
Kesenian salawat dulang sering dipertunjukkan untuk hiburan, me-
meriahkan berbagai kegiatan masyarakat, seperti dalam rangka peringatan
Maulid Nabi Muhammad saw., Isra Mikraj, Idulfi t ri, Iduladha, tahun baru
Hijriah, khataman Alquran, dan sebagainya.

c. Bakaba
Bakaba merupakan pertunjukan atau pementasan dari suatu kaba. Kaba
adalah sastra pelipur lara yang berisi kisah-kisah yang bersifat menghibur dan
memberi nasihat. Pada dasarnya, karya sastra Minang yang berbentuk prosa
bisa disebut kaba. Dalam proses penyampainnya, tradisi lisan asal Minang ini
disampaikan oleh 2 orang tukang kaba. Satu orang tukang kaba yang
menyampaikan atau mendendangkan kaba. Orang pertama ini bisa jadi
merupakan pencipta kaba, bisa juga tidak. Sedang orang kedua adalah pencipta
kaba, yakni orang yang menyampaiakan kaba secara tertulis.
Bakaba dapat disampaikan dengan berbagai cara, tiap daerah di
Minangkabau memilki ciridan keunikannya masing-maisng dalam menggelar
petunjukan  bakaba.  Ada macam nama-nama bakaba berdasarkan jenis musik
pengiringnya, daerah pberkembangnya dan nama kabanya. Contohnya
Sijabang yakni petunjukan bakaba yang diiringi kecapi. Ada juga Basimalin
berasal dari daerah Payakumbuh.
2. Seni Bela Diri
Silek atau silat (bahasa Indonesia) adalah seni beladiri yang dimiliki oleh
masyarakat Minangkabau, Sumatera Barat, Indonesia yang diwariskan secara turun
temurun dari generasi ke generasi. Masyarakat Minangkabau memiliki tabiat suka
merantau semenjak beratus-ratus tahun yang lampau. Untuk merantau tentu saja
mereka harus memiliki bekal yang cukup dalam menjaga diri dari hal-hal terburuk
selama di perjalanan atau di rantau, misalnya diserang atau dirampok orang.
Disamping sebagai bekal untuk merantau, silek penting untuk pertahanan nagari
terhadap ancaman dari luar. Jadi secara fungsinya silat dapat dibedakan menjadi dua
yakni sebagai; panjago diri (pembelaan diri dari serangan musuh), dan parik paga
dalam nagari (sistim pertahanan negeri).
Beberapa contoh silat-silat yang ada di Minangkabau yaitu Silek Usaliatau Silek
Tuo (penamaan berdasarkan ketuaan/keawalan), Silek Harimau, Silek Kuciang, Silek
Buayo, Silek Alang Babega (penamaan berdasarkan sumber inspirasi dan pola
gerakan), Silek Kumango, Silek Lintau, Silek Paninjauan, Silek Pauah (penamaan
berdasarkan namanagariasal pengembang/ pengembangan). Pada saat ini penamaan-
penamaan aliran silekbanyak ditemui, sehingga gerakan-gerakan silek sudah
dikembangkan, diperbarui dan tidak murni lagi.

3. Seni Tari
Tari merupakan suatu media ekspresi ataupun sebagai sarana komunikasi seorang
seniman yang ingin ditampilkan kepada penonton maupun penikmatnya. Melalui
tarian dapat menunjukan suatu jati diri dari daerah itu tersendiri. Setiap gerakan yang
ditampilkan memiliki makna dan filosofi yang kuat, sehingga dapat membuat
penikmatnya peka terhadap sesuatu yang ada dan yang terjadi di sekitarnya. Pada
dasarnya, suatu tarian yang ditampilkan memiliki makna dan filosofi . Berikut
beberapa jenis tari yang terdapat di Minangkabau:
a. Tari Piring
Tarian ini awalnya diciptakan sebagai ucapan terima kasih karena hasil
panen yang melimpah. Ritual dilakukan dengan membawa sesajen, akan tetapi
saat Islam masuk ritual ini dijadikan sebuah tarian untuk menghibur saja.
Gerakan Tari Piring bersifat dinamis dan memiliki ciri khas yaitu penarinya
membawa satu piring di setiap telapak tangan sambil diayunkan. Tarian ini
diiringi dengan alat musik seperti sarunai, bansi, talempong, dan saluang.
Makna dari piring merupakan lambang dari kemakmuran dan kesejahteraan
bagi masyarakat Minangkabau. Sampai saat ini Tari Piring masih sering
ditampilkan pada acara kebesaran atau acara adat tertentu seperti pesta rakyat
baralek (merupakan pernikahan adat khas minangkabau) dan batagak penghulu
(penaikan penghulu). Tidak hanya itu, bahwa Tari Piring juga memiliki sebuah
harapan agar pengantin selalu diberikan kelimpahan rezeki.

b. Tari Payuang
Tari Payung merupakan tari tradisional dari Minangkabau, Sumatera
Barat. Penari dari tarian ini berjumlah 4 sampai 8 orang penari secara
berpasang-pasangan. Tari Payung melambangkan simbol kasih sayang.
Menurut kepercayaan masyarakat, payung merupakan wujud perlindungan dari
hujan dan juga panasnya matahari.
Sehingga arti dari tarian ini ialah sepasang kekasih yang sedang membina
rumah tangga. Biasanya gerakan dari penari laki-laki seolah-olah sedang
melindungi kepala dari si penari wanita. Sedangkan kain selendang dari penari
wanita merupakan sebuah ikatan cinta suci yang sedang terjalin. Untuk
Gerakan tari ini sudah diubah sesuai dengan kemajuan zaman. Namun, masih
terdapat gerakan yang tidak dirubah atau sesuai dengan peninggalan dari nenek
moyang kita.
c. Tari Indang
Tarian ini ditarikan 7 orang pria, akan tetapi seiring berkembangnya
zaman, tarian Indang juga dilakukan oleh wanita. Tarian ini diciptakan untuk
menyebar dakwah Islam oleh Syekh Burhanudin. Tetapi saat ini hanya
diadakan jika ada seminar budaya atau untuk hiburan saja. Makna yang ada di
dalam Tari Indang mengajarkan kepada Anda untuk bisa kerja sama dengan
orang lain. Dan lagu pengiring berjudul Dindin Badindin memiliki arti untuk
mengajak orang-orang saling bertegur sapa.

d. Tari Pasambahan
Tari Pasambahan Minang bertujuan guna menyambut tamu istimewa
sebagai ucapan selamat datang. Selain itu juga sebagai ungkapan hormat
kepada tamu yang sudah diundang. Gerakan dari Tari Pasambahan Minang
meliputi gerakan silat, berserak serta membungkuk. Seiring berkembangnya
zaman, tarian ini selalu ada dalam pementasan seni dan bersifat untuk hiburan
saja. Tarian ini dapat ditarikan oleh pria maupun wanita. Alat musik yang
dipakai untuk mengiringi tarian ini antara lain telempong, bansi, serunai,
gandang tambui, dan tassa. Sedangkan kostum yang dipakai dipilih dari warna-
warna seperti hitam, merah, dan hijau.

e. Tari Galombang
Tarian ini dilakukan oleh laki-laki Minangkabau dalam upacara
penyambutan tamu istimewa seperti ketua adat, guru silat, serta penganten.
Tarian ini biasanya dilakukan oleh puluhan orang laki-laki. Beberapa istilah
dari Tari Gelombong yaitu: Gagalombang (menarikan galombang), galombang
manyongsong (satu arah menghadap tamu), galombang duo baleh (Tari yang
dilakukan 12 orang) dan galombang balawanan (posisi hadap dua arah, dari
pihak tuan rumah dan dari pihak tetamu)
Tarian ini diawali dengan silat yakni dari variasi gerakan silat membentuk
wujud gelombang laut. Kemudian dengan memanfaatkan ruang, ritme musik,
dan tenaga, maka terciptalah gerakan tari gelombang. Paling sempurna adalah
pada saat semua penari bergerak bersamaan berdiri tinggi lalu merendah, dan
bergerak maju mundur secara perlahan seperti gelombang air laut.

4. Seni Musik dan Alat Musik


a. Seni Musik
Musik Daerah Sumatra Barat Nuansa Minangkabau yang ada di dalam
setiap musik Sumatera Barat yang dicampur dengan jenis musik apapun saat
ini pasti akan terlihat dari setiap karya lagu yang beredar di masyarakat. Hal
ini karena musik Minang bisa diracik dengan aliran musik jenis apapun
sehingga enak didengar dan bisa diterima oleh masyarakat. Musik
Minangkabau berupa instrumentalia dan lagu-lagu dari daerah ini pada
umumnya bersifat melankolis. Hal ini berkaitan erat dengan struktur
masyarakatnya yang memiliki rasa persaudaraan, hubungan kekeluargaan dan
kecintaan akan kampung halaman yang tinggi ditunjang dengan kebiasaan
pergi merantau.

b. Seni Alat Musik


1) Alat Musik Saluang
Saluang adalah alat musik tradisional khas Minangkabau,
Sumatera Barat. Yang mana alat musik tiup ini terbuat dari bambu tipis
atau talang. Orang Minangkabau percaya bahwa bahan yang paling
bagus untuk dibuat saluang berasal dari talang untuk jemuran kain atau
talang yang ditemukan hanyut di sungai. Alat ini termasuk dari
golongan alat musik suling, tapi lebih sederhana pembuatannya, cukup
dengan melubangi talang dengan empat lubang
2) Alat Musik Talempong
Talempong adalah sebuah alat musik pukul tradisional khas suku
Minangkabau. Bentuknya hampir sama dengan instrumen bonang
dalam perangkat gamelan. Talempong dapat terbuat dari kuningan,
namun ada pula yang terbuat dari kayu dan batu. Saat ini talempong
dari jenis kuningan lebih banyak digunakan.
3) Alat Musik Bansi
Bansi atau Suling Minang dengan 7 lubang (seperti rekorder),
berbentuk pendek, dan dapat memainkan lagu- lagu tradisional maupun
modern karena memiliki nada standar (diatonik). Ukuran Bansi adalah
sekitar 33,5 – 36 cm dengan garis tengah antara 2,5—3 cm. Bansi juga
terbuat dari talang (bambu tipis) atau sariak (sejenis bambu kecil yang
tipis). Alat musik ini agak sulit memainkan, selain panjang yang
susah terjangkau jari, juga cara meniupnya susah.
4) Alat Musik Rabab
Rabab adalah alat musik gesek tradisional khas Minangkabau
yang terbuat dari tempurung kelapa. Dengan rabab ini dapat tersalurkan
bakat musik seseorang. Biasanya dalam rabab ini dikisahkan berbagai
cerita nagari atau dikenal dengan istilah Kaba. Cara memainkannya
tidak jauh berbeda dengan biola, hanya saja bentuk alat musik ini
masih berbentuk khas tradisional meskipun suara yang dihasilkan juga
merdu.
5) Alat Musik Pupuik
Pupuik adalah instrumen unik dari tanduk kerbau yang hanya
memiliki satu nada, dan dulunya digunakan dalam konteks sosial
sebagai alat untuk mengumpulkan atau memberi isyarat pada warga.
6) Alat Musik Serunai
Serunai biasanya dimainkan dalam acara-acara adat Minang seperti
Perkawinan, Penghulu ( Batagak Pangulu) dan sebagainya. Juga
dimainkan bebas, baik perorangan pada saat panen padi atau saat
bekerja di ladang. Juga mengiringi Pencak Silat Minang. Serunai bisa
dimainkan Solo atau sendirian atau digabung dengan alat musik lain
seperti Talempong, Gendang dan sebagainya.
B. Upacara Tradisional Minangkabau
1. Upacara Kelahiran
Upaca Kelahiranmerupakan upacara yang dilakukan pasca lahirnya seorang anak.
Upacara ini biasanya melibatkan kelompok kecil, seperti kaum, dan suku, atau
tetangga, tidak melibatkan masyarakat satu nagari. Dari sekian banyak rangkaian
upacara adat kelahiran, ada beberapa yang paling menonjol dan sering dilakukan oleh
masyarakat Minangkabau, antara lain: 1) Turun Mandi, 2) Aqiqah 3) Manjapuik Anak
dan Maata Anak.
a. Turun Mandi
Turun mandi adalah upacara adat Minangkabau dalam rangka  mensyukuri
anugrah Allah atas kelahirian seorang bayi dalam sebuah keluarga
Minangkabau. Bentuk upacara yang diselenggarakan setelah anak berusia 40
hari ini adalah memandikan bayi di sungai dengan prosesi khusus. Ini adalah
momen pertama seorang banyi dibawa keluar rumah setelah kelahirannya
untuk diperlihatkan ke masyarakat ramai. Upacara Turun Mandi untuk anak
laki-laki biasanya dilakukan pada hari genap usia bayi, sedangkan untuk anak
perempuan diselenggarakan pada hari ganjil usia bayi.
Upacara ini pada umumnya diselenggarakan pada pagi hari menjelang
siang. Bako membawa kain balapak sebagai pembalut bayi, dan kaluang
maniak-maniak untuk dipasangkan ke bayi, serta peralatan mandi lainnya
untuk digunakan pada saat memandikan bayi. Pada saat bako memandikan
bayi, ia menghanyutkan tampang kelapa yang sudah bertunas untuk diambil
oleh ibu si bayi yang membawa tanguak. Bibit kelapa tersebut kemudian
dibawa pulang dan ditanam ditempat yang telah ditentukan sebelumnya.
Keluarga ibu si bayi biasanya membawa batiah bareh untuk dibagikan kepada
masyarakat (khususnya anak-anak) yang menghadiri upacara Turun Mandi
tersebut.

b. Akikah
Aqiqah biasanya diselenggarakan pada saat anak berusia 7 hari, atau 14
hari atau 21, atau 40 hari; namun ada juga yang melakukan aqiqah sebelum
anak menikah. Upacara aqiqah dimulai dengan pemberitahuan kepada
masyarakat (tetangga, kerabat dekat dan jauh) bahwa sebuah keluarga ingin
melangsungkan aqiqah anaknya. Satu hari sebelum acara dilaksanakan
dilakukan penyembelihan 1 ekor kambing untuk anak perempuan dan 2 ekor
kambing  untuk anak laki-laki; kambing tidak boleh cacat atau sakit dan telah
berusia 3 tahun.
Pada upacara aqiqah dilangsukan prosesi pemotongan rambut bayi
(minimal 7 helai) dan pemberian nama untuk si bayi. Upaca yang dipimpin
oleh pemuka agama (Ulama) ini dilanjutkan dengan makan bersama dan
diakhiri dengan pembacaan do’a aqiqah sebagai pemohonan kepada Allah
S.W.T agar anak menjadi anak sehat, shaleh/shalehah, mudah rezekinya, dan
berbakti kepada orang tua, agama, dan bangsa.

c. Manjapuik Anak/Maata Anak


Tradisi ini memiliki nilai silaturahmim (jalinan kasih sayang), khsusnya
dengan antara bako si bayi dengan anak pisanganya. Pada saat anak telah
berusia 3 bulan, bako datang menjemput dan membawa bayi ke rumahnya.
Biasanya dengan membawa kain balapak sebagai selimut bayi dan manik-
manik dijadikan kalung bayi, sebagi ungkapan kasih sayang bako terhadap
anak pisanganya. Bayi diinapkan di rumah bako 3 (tiga) hari untuk
diperkenalkan dan didekatkan dengan keluarga bapak, khsusnya saudara-
saudara perempuan bapak si bayi. Setelah tiga hari menginap di rumah bako,
bayi diantarkan kembali oleh bako-nya ke rumah ibu sibayi.
2. Upacara Pernikahan
Menurut A.A Navis, pelaksanaan perkawinan menurut AdatMinangkabau ada 3(tiga)
macam acara pokok yang samadan dilaksanakan pada semua wilayah Minangkabau
walaupun dalam pelaksanaannyaterdapat perbedaan,yaitu:
a. Manjapuik marapulai (menjemput marapulai) merupakan acara yang
palingpokok yang harus dilaksanakan menurut hukumadat minangkabau,
karenaapabila hal ini tidak diiakukan menurut adat perkawinan itu belum sah.
b. Basandiang (bersanding) di rumah anak daro kedua pengantin
didudukanbersanding dipelaminan untuk disaksikan oleh para tamu yang
hadirhanyalah sebagai formalitas saja karena bukanlah merupakan upacara
pokok.
c. Manjalang (menjelang)artinya adalah berkunjung merupakan acara puncak
dirumah marapulai. Disetiap nagari acara manjalang berbeda-
bedapelaksanaanya. Para kerabat marapulai berkumpul menanti kedatangan
anakdaro. Waktu berangkat dari rumah anak daro, kedua pengantin
berjalanbersisian diapit samandan dengan pakaian mereka yang terbagus,
diiringikerabat perempuan anak daro, dan dibelakangnya perempuan
yangmenjunjung jamba (makanan) dikepalanya. Seperangkat pemain
musikmengikuti merekadari belakang.

3. Upacara Batagak Kudo-Kudo


Minangkabau terkenal dengan ragam budayanya yang unik. Salah satunya yaitu
bentuk rumah gadangnya yang beratap runcing seperti tanduk kerbau. Ternyata untuk
memasang atap rumah atau masjid, ada upacara khususnya. Upacara tersebut
dinamakan Batagak Kudo-kudo. Untuk melaksanakan upacara batagak kudo-kudo ini
ada beberapa persyaratan yang harus diikuti, persyaratan tersebut meliputi harus
membawa pisang lidi satu tandan, carano atau tempat sirih, dua buah kelapa bertunas,
daun kelapa muda yang dijalin, payung, serta menggunakan baju adat. Dan masing-
masing persyaratan tersebut memiliki simbol atau arti.  Misalnya pisang lidi satu
tandan, ini dimaksudkan sebagai simbol persatuan, diharapkan penghuni bangunan
nantinya akan tetap bersatu dan kompak. Untuk baju adat sendiri, diharapkan
penghuni bangunan memahami adat istiadat. Dalam pelaksanaan upacara adat ini
memiliki urutan dan itu dan itu tidak boleh terlewatkan.  Urutan upacara batagak
kudo-kudo meliputi musyawarah, mengundang, malam mambungkui, penyambutan
tamu, laporan pembangunan, batagak kudo-kudo dan makan bajamba.
4. Upacara Batagak Pangulu
Batagak penghulu adalah pengangkatan seorang pimpinan adat dalam suatu kaum
bagi masyarakat Minangkabau. Untuk mengangkat seseorang menjadi pimpinan adat
harus memiliki persyaratan tertentu, karena ia mempunyai tanggung jawab serta
kewajipan-kewajipan yang harus dijalankannya sebagai pimpinan adat. Hak dan
kewajiban seorang pimpinan terhadap anak kemanakan di dalam kaumnya tidak
berbeda dari tugas pimpinan formal terhadap semua anggota dalam suatu organisasi.
Oleh karena itu seorang pimpinan formal dalammasyarakat Minangkabau tidak dapat
lepas dari budaya yang berlaku di Minangkabau.
Upacara batagak pengulu adalah upacara adat kebesaran dengan segala
kelengkapannya. (Terbentang tirai langit-langi terkembang si payung kuning, berkibar
marawa besar), tirai langit langit adalah hiasan langit-langit atau siling dari rumah
gadang yang biasanya tirai dipasang apabila dilaksanakan upacara adat, khususnya
pada upacara adat kebesaran. Payung kuningadalah lambang raja-raja dan marawa
adalah lambang Minangkabau yang biasanya dipasang atau dipakai ketika berlansung
upacara adat. Dalam upacara adat juga dibunyikan tabuah (beduk) untuk memberi tahu
kepada khalayak ramai bahwa sedang berlansung upacara adat batagak penghulu
(Berbunyi tabuh larangan, mayahut tabuh yang banyak, tabuh jumat menyudahi).
Dalam upacara batagak penghulu semua yang hadir memakai pakaian adat sesuai
dengan statusnya dalam adat dan terjadi sambah menyambah yang memakai pepatah
petitih (memakai hereang dengan gendeang, himbau yang biasa disahuti, adat yang
sama dipakaikan). Yang paling penting sebagai syarat utama dalam upacara batagak
penghulu adalah memotong seekor kerbau (Darah sama dikacau, tanduk sama
ditanam, daging sama dimakan, adat diisi lembaga dituang). Darah sama dikacau
adalah sebagai lambang bahwa upacara adat batagak penghulu dilakasanakan atas
musyawarah dan mufakat. Tanduak sama ditanam adalah lambang menanam hal-hal
yang buruk dan berbisa. Daging sama dimakan adalah lambang keputusan bersama
yang dinikmati secara bersama. Adat diisi lembaga dituangadalah sebagai lambang
bahwa untuk melaksanakan batagak penghulu memenuhi berbagai persyaratan yang
digariskan di dalam adat.
d. Tolak bala
Tolak bala adalah upacara menjauhkan bencana, kecelakaan dan
kesengsaraan. Bala berarti bencana, kecelakaan dan kesengsaraan yang
menimpa suatu masyarakat kampung atau nagari. Karena itu bala harus
dijauhkan dari kehidupan sehari-hari. Apabila ada musibah yang menimpa
tanaman-tanaman seperti padi diserang hama tikus. Tikus mengganas dan
memusnahkan semua tanaman. Di Minangkabau, salah satu menjauhkan bala
ini dengan melaksanakan upacara tolak bala. Menolak bala tidak dilakukan
dengan menghalau, meracun atau membunuh semua tikus yang mengganas,
tetapi dengan berdoa, memohon petunjuk dan minta bantuan Tuhan Yang
Maha Kuasa (Sjafniran, 2006:216-217).
REFERENSI

A.A Navis. 1984. Alam Takambang Jadi Guru, Adat dan Kebudayaan Minangkabau. Jakarta:
PT Grafiti Pers.

Bahardur, I. (2018). Kearifan Lokal Budaya Minangkabau dalam Seni Pertunjukan Tradisional
Randai. Jentera: Jurnal Kajian Sastra, 7(2), 145-160.

Balai Pelestarian Nilai Budaya Kalimantan Barat. 2020. Upacara Batagak Kudo-Kudo , (online),
(https://www.pustaka-bpnbkalbar.org/pustaka/upacara-batagak-kudo-kudo, diakses 27
Mei 2021).

Fitri, Amalian. 2015. Seni Musik Sumatera Barat, (online),


(https://www.slideshare.net/fitriamalian/seni-musik-sumatra-barat , diakses 27 Mei
2021).

Marthala, A. E. (2014). Penghulu dan Filosofi Pakaian Kebesaran: Konsep Kepemimpinan


Tradisional Minangkabau.

Syafniati, S., Firdaus, F., & Amran, A. (2019). Perkembangan Pertunjukan Salawat Dulang di
Minangkabau. Panggung, 29(2).

Tuanku Bajangguk. 2019. Tata Upacara Adat Minangkabau: Upacara Kelahiran, (online),


(https://nagarikamang.wordpress.com/2019/05/17/27-tata-upacara-adat-minangkabau-
upacara-kelahiran/ , diakses 27 Mei 2021)

Zulrahmi, Z. (2018). Motif Pelaksanaan Tradisi Tulak Bala di Nagari Sungai Nyalo Mudiak Aia
Kec. Koto XI Tarusan Kab. Pesisir Selatan (Doctoral dissertation, STKIP PGRI
Sumatera Barat).

Anda mungkin juga menyukai