KELAS : X.8
NO ABSEN : 17
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
BAB II ISI
A. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Seni pertunjukan pada dasarnya adalah hasil karya kolektif yang memiliki
fungsi penting dalam berbagai aspek kehidupan manusia, baik sosial maupun
spiritual. Seni pertunjukan yang ditampilkan dalam upacara adat mempunyai
fungsi sosial yang amat sangat penting karena dapat memberikan dorongan
solidaritas pada masyarakat dalam rangka mempersatukannya (Sedyawati,
1981:55).
Tarian ini sering juga disebut tari Legong Keraton. Hal ini dikarenakan
Legong Keraton hidup dan berkembang di lingkungan istana. Tari Legong
Keraton adalah salah satu tari klasik yang dipercaya sebagai sumber inspirasi
munculnya tari kreasi baru di Bali. Desa Sukawati, Kabupaten Gianyar, Provinsi
Bali merupakan tempat awal diciptakannya tari Legong. Tari Legong berasal dari
desa Sukawati yaitu di Puri Paang Sukawati. Setelah itu tari Legong Keraton
berkembang ke berbagai pelosok desa di Bali seperti di Puri Agung desa Saba
yang sekarang di Puri Taman Saba, di Peliatan, di Bedulu, di Benoh Denpasar,
dan lain sebagainya (Kesuma, 2011).
Saat ini, Desa Sukawati lebih terkenal dengan pasar seninya, daripada
kesenian tari Legong. Padahal tari Legong Keraton ini berasal dari Desa
Sukawati yang mungkin hanya menjadi romantisme masa lalu. Terlihat bahwa
masyarakat Sukawati generasi masa kini terasa tak memiliki ikatan batin lagi
dengan masterpiece tari Bali ini (Suartaya, 2011). Maka dari itu, alasan penulis
memilih topik ini karena tarian ini harus lebih dikembangkan dan dilestarikan
supaya kesenian ini tidak hilang di tengah perkembangan zaman yang ada.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
Kata legong berasal dari kata “leg” yang berarti gerak tari yang luwes atau
lemah gemulai, sementara “gong” berarti gamelan. Kata “leg” dan “gong”
digabung menjadi Legong yang mengandung arti gerakan yang diikat, terutama
ketepatan gerakan oleh gamelan Bali yang mengiringinya (ngigelin gendhing).
Tari Legong mulai dikenalkan kepada turis sekitar tahun 1927 di Bali Hotel yang
merupakan hotel tertua di Bali diperkirakan menjadi tempat pentas tari Legong
pertama kali. Meskipun diluar itu sudah banyak turis yang datang sendiri ke
tempat pertunjukan Legong. Menurut Wayan Dibia, seni pertunjukan di Bali
adalah bagian dari tradisi lisan yang tidak memiliki dokumentasi secara
permanen, tidak ada cukup bukti yang menyebutkan darimana dan kemana
bergeraknya Legong. Legong makin dikenal pada tahun 1931, sejak tarian ini
diperkenalkan ke dunia Internasional.
Menurut cerita, Legong diciptakan sebagai hasil impian yang datang dari
raja yang berkuasa, I Dewa Agung Madé Karna, yang termasyhur karena
kekuatan spiritualnya. Suatu hari, ketika ia sedang bersemedi atau melakukan
meditasi di Pura Yogan Agung di Desa Ketewel, dekat Sukawati, I Dewa Agung
Madé Karna bermimpi melihat gadis-gadis kayangan yang menari di surga.
Tariannya menyerupai tarian para gadis dalam pertunjukan tari Sang Hyang
Dedari dalam keaadaan kerasukan, tetapi pakaiannya tidak hanya putih
melainkan lebih berwarna-warni. Sedangkan hiasan kepalanya juga berwarna
keemasan, tidak sesederhana tari Sang Hyang Dedari. Ketika terbangun dari
mimpi, I Dewa Agung Madé Karna memanggil kepala Desa Ketewel dan
memintanya untuk membuat beberapa topeng untuk menciptakan tarian baru
yang menyerupai tarian yang ia lihat dalam mimpi. Sembilan topeng sakral
dipahat dan diwarnai oleh seniman desa itu, topeng-topeng itu menggambarkan
sembilan bidadari kayangan dalam mitologi Hindu. Dua gadis penari Sang Hyang
yang masih muda diambil untuk menari dengan topeng dan diajari bentuk tarian
baru. Topeng-topeng itu masih tersimpan di Pura Yogan Agung, tempat dimana
setiap enam bulan sekali tarian tua itu dipertunjukkan. Koreografi tarian yang
terlihat dalam Sang Hyang Legong, begitulah tarian baru itu disebut, sangat
sederhana tetapi bentuknya terdiri dari semua gerakan dasar yang ditemukan
dalam tarian klasik Legong. Sang Hyang Legong termasuk tarian wali dan
dipertunjukkan di areal jeroan pura. Beberapa waktu kemudian, sebuah
kelompok tari yang disutradarai I Gusti Ngurah Jelantik (anggota keluarga
Jelantik dari Blahbatuh) menciptakan tarian baru dengan gaya yang mirip Sang
Hyang Legong. Dalam bentuk tarian baru yang kemudian disebut Nandir itu,
penarinya para remaja laki-laki dan tidak menggunakan topeng. Tari Nandir
suatu kali disaksikan Raja Gianyar dan ia sangat terkesan, sehingga ia memesan
sepasang seniman dari Sukawati untuk membuat koreografi tarian yang mirip
Nandir dengan penari remaja putri di istana. Hasil dari koreografi pesanan itu
menjadi dasar tari Legong yang diketahui sampai sekarang. Sayangnya tari
Nandir itu sendiri sudah punah. Tari Nandir lebih klasik daripada Legong dan
dikisahkan dengan sangat indah. Tari Nandir yang tua itu menghilang bersamaan
dengan meninggalnya I Wayan Rindi dari Denpasar pada tahun 1976. Pak Rindi
semasa mudanya merupakan penari yang dilatih untuk menjadi penari Nandir di
Blahbatuh dan dikenal luas selama bertahun-tahun sebagai guru Legong. (I
Madé Bandem, 2004:98).
Para pencipta tari Legong menggabungkan elemen wali dan bebali untuk
mengembangkan bentuk tarian baru. Struktur koreografi dan musiknya berasal
dari dramatari Gambuh, sedangkan jenis-jenis gerakannya bisa ditemukan dalam
tradisi tari Sang Hyang Dedari. Dalam Legong, bagian tari pembukaan murni
yang memperkenalkan tokoh penting dalam genre bebali (igel ngugal) diperluas
dan dikembangkan. Elemen naratifnya, meskipun masih muncul dalam bentuk
pokok, tetapi tidak dipertegas lagi. Sehingga hasilnya sangat sesuai menuju
suatu komposisi tari murni.
Pengawit adalah bagian awal dari dari sebuah iringan tari sebagai
pembuka sebelum penari memasuki panggung. Pada bagian inilah penari
menarikan ide utama dari tari tersebut. Dalam pengawit, ada tiga penari kecil
yang diperkenalkan. Salah satu penari itu mengenakan pakaian yang sangat
berbeda dari dua penari yang lain dan muncul terlebih dahulu. Penari itu disebut
condong atau abdi wanita. Ia menari cukup panjang dengan dua kipas yang akan
ia persembahkan kepada tuan-tuan putrinya ketika mereka muncul. Ia menari
selama 10 menit dalam tarian tunggal yang rumit dan sulit, ia menjelajah ke
seluruh panggung dan mendemonstrasikan seluruh jenis-jenis gerakan gaya
Legong yang indah. Ia menyambut tuan-tuan putrinya yang kecil dengan sopan,
duduk di hadapan tuan putrinya, kemudian memberikan kipas sebelum pergi.
Kemudian penari biasanya keluar pada bagian pepeson. Lalu bagian pengawak
dimulai. Bagian ini sangat elegan dan lebih lambat daripada bagian pengawit.
Bagian pengawak adalah bagian inti dari suatu iringan tabuh. Dalam pertunjukan
klasik yang lengkap, tarian ini bisa dilakukan selama 20 menit. Dua penari
bergerak dalam keseragaman dengan pola-pola koreografi yang simetris dan
dalam koordinasi yang ketat dengan suara gendang dan simbal. Selanjutnya
tempo iringan dinaikkan pada bagian pengecet, yang menandakan sebuah tarian
akan selesai. Bagian pengecet dimulai ketika gamelan menggandakan
temponya. Sang penari saling berhadapan dan menari dengan semangat tetapi
singkat. Mereka saling menatap, melirik-lirikan matanya dengan cepat dan
menggoyangkan kepalanya dari sisi ke sisi lain. Kipas mereka digerakkan secara
aktif, hampir membentuk sebuah desain di udara. Temponya berakselerasi,
semakin lama semakin cepat dan tiba-tiba berhenti. Pada akhir iringan, yaitu
bagian pekaad, tarian telah selesai dan penari meninggalkan panggung.
Ciri khas tari Bali terletak pada kostum-kostum yang berwarna cerah
sehingga terlihat hidup. Walaupun demikian, setiap tari Bali memiliki kostum yang
bermacam-macam seperti pada kostum tari Legong. Legong pada umumnya
menggunakan kostum berdasarkan tema, cerita atau lakon yang dibawakan
penari.
Kostum yang biasanya digunakan penari Legong, yaitu : kain prada, baju
prada, stagen prada, lamak, tutup dada, badong bundar, gelang kana, ampok-
ampok, gelungan dan properti kipas. Kostum tari Legong pada umumnya tidak
banyak berubah, perbedaan ciri khas yang menonjol setiap tarian Legong
terletak pada warna kostum. Untuk tari Legong Keraton saat ini menggunakan
warna merah muda untuk penari condong dan warna hijau untuk penari legong.
A. KESIMPULAN