PENDAHULUAN
1
2
hubungan ritual (Sekarningsih dan Hany, 2006). Tari Tradisional ini dapat dipahami
sebagai sebuah tata cara yang berlaku disebuah lingkungan etnik tertentu yang
bersifat turun temurun. Tari tradisional memiliki maksud dan makna dari tarian itu
sendiri seperti suku Rejang yang memiliki Tari Kejai.
Tari Kejai adalah satu-satunya tarian adat suku Rejang, tari Kejai merupakan
tarian sakral yang tidak boleh digelar dan diadakan sembarang tempat dan
kesempatan. Tari Kejai hanya ditampilkan pada acara pesta Kenduri Agung dan
hanya dipertunjukan didalam balai atau degung, tidak dipertontonkan ditempat
terbuka, para penari kejai adalah bujang gadis yang berlaianan marga (Hasan, 2015).
Tari Kejai seperti yang telah dikemukakan pada bahasan Sambai Andak diciptakan
berkisar abad IV – V M Disaat gencar-gencarnya pengaruh Hindu masuk ke wilayah
Nusantara. Didalam tari Kejai terdapat tiga unsur yang tidak bisa terlepas satu dengan
lainnya. Unsur pertama adalah gerak tari dari 5,7 atau 9 penari laki-laki dan 5,7 atau 9
perempuan jumlahnya haruslah ganjil. Penari yang menjadi salah satu bagian penting
3
dalam tarian ini, dimana dimainkan oleh sekelompok orang yang membentuk dua
baris berbanjar. Mitosnya penari pria Kejai diharuskan perjaka dan untuk wanita
diharuskan juga yang masih suci, jika tidak dipercaya kulintang yang digunakan
sebagai pengiring tari tersebut akan pecah (Adjalon dkk, 2010).
Pada sebuah tarian bahwasanya tari Kejai ini tidak lepas kaitannya dengan
musik sebagai pengiring tari. Irama musik sebagai iringan tarian yang menjadi unsur
kedua dalam tari Kejai. Berdasarkan sejarah perkembangan tari Kejai ini telah ada di
daerah Rejang sebelum kedatangan para Biku, ketika itu tari ini diiringi dengan alat-
alat instrumen terbuat dari bambu yaitu bilah-bilah bambu sebagai kulintang dan krilu
(suling bambu). Sejak kedatangan para Biku tersebut alat-alat instrumen ini diganti
dengan logam dan ditambah dengan bende gong kecil kecupu gunung, gong besar
genutur umbah laut, redap merembak cetung. Tidak hanya itu dalam tarian ini
terdapat pula sesaji, yang merupakan unsur ketiga pada tari Kejai ini, banyak sesaji
yang harus dipersiapkan dalam pelaksanaan tari Kajei ini (Hasan, 2015). Sesaji yang
ada pada tarian Kejai ini merupakan sebagian besar hasil dari kekayaan bumi. Selain
itu sebagai pelengkap tarian Pakaian yang digunakan pada saat pelaksanaan tari Kejai
adalah pakaian tradisional adat suku Rejang yang disertai dengan aksesoris-aksesoris
sebagai pelengkap demi menjaga keindahan tarian.
Tarian ini tersebut merupakan suatu kebudayaan masyarakat suku Rejang yang
mempunyai makna yang terkandung didalamnya sehingga mejadikan landasan
berfikir dan bertindak untuk pembentukan karakter manusia dibumi ini, sehingga
suatu kebudayaan mempengaruhi pola pikir, sikap, dan tindakan serta karakter
manusia. Kebudayaaan yang ada dimasyarakat lebih dikenal dengan budaya lokal.
Kebudayaan merupakan komplikasi dalam keseluruhan yang meliputi pengetahuan,
kepercayaan, keseniaan, moral, hukum, adat istiadat serta lain-lain kenyataan dan
kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan manusia sebagai anggota masyarakat (Soekanto,
2007). Setiap daerah selalu mempunyai budaya, dapat berupa adat istiadat kesenian
yang membedakan dengan daerah lain yang menjadi budaya lokal, yang didalamnya
mempunyai nilai kearifan lokal sebagai identitas diri atau ciri khas dari daerah
4
tersebut. Nilai kearifan lokal yang ada didalamnya juga akan dijadikan landasan
berpikir dan bertindak bagi kaum masyarakat suatu daerah, terutama bagi masyarakat
yang menjunjung tinggi tradisi daerah. Begitu pentingnya kebudayaan ini membuat
kebudayaan harus tetap dilestarikan dan dijaga keberadaannya.
Masyarakat Suku Rejang berusaha melestarikan tari Kejai ini sebagai aset
kebudayaan mereka (Ekorusyono, 2013). Karena tarian tersebut merupakan tarian
yang menurut mereka adalah warisan budaya leluhur mereka dalam bentuk kesenian
yang berupa gerak dan dikombinasikan dengan musik serta gerakan tari tersebut
diangkat dari cerita legenda Putri Krikam Manis dan Bujang Tunggal pada zaman
dahulu, oleh karena itu perlu adanya pelestarian budaya semacam tari Kejai ini serta
perlunya pembelajaran tarian ini kepada generasi muda yang ada di suku Rejang dan
pembukaan rumah kesenian seperti sanggar, agar tarian ini mampu tetap eksis di era
modern saat ini. Misalnya saja sanggar Ratau Agung yang terdapat di Desa Tunggang
Kecamatan Lebong Utara Kabupaten Lebong.
Berdasarkan pra-penelitian yang dilakukan oleh peneliti, Sanggar Ratau
Agung dipimpin langsung oleh Datuk Haludin S. salah satu guru Sekolah Dasar 22
Negeri Kabupaten Lebong. Sanggar ini biasa menampilkan tarian satu kali dalam
seminggu tergantung pada tawaran yang datang. Sanggar ini biasa digunakan
kabupaten Lebong dalam acara-acara penting, seperti penyambutan, peresmian,
pernikahan, dan lain-lain. Sanggar ini dapat menampilkan tarian sesuai dengan
permintaan. Sanggar Ratau Agung memiliki banyak anggota yang mendominasi
yakni kaula muda dari Siswa SD, SMP, SMA, hingga mahasiswa bahkan terdapat
anak didik sanggar yang telah lulus masih sering kali ikut tampil. Sanggar ini juga
merupakan sanggar paling aktif sekabupaten Lebong dan yang sering diikut sertakan
dalam acara-acara kabupaten Lebong. Menurut Datuk Haludin S. selaku pemilik
sanggar menyatakan bahwa:
“Saat ini Tari Kejai jarang digunakan karena tarian ini merupakan
tarian adat yang sakral dan dulunya tak disembarang tempat dapat
ditampilkan. Sekarang ini Tari Kejai hanya ditampilkan pada saat
5
Tari tradisional umunya memiliki nilai historis yang tinggi, pedoman yang luas
dan berpijak pada adaptasi adat istiadat lingkungan tempat bertumbuhnya. Dimana
dalam setiap tarian daerah memiliki makna yang terkandung yang diungkapkan
melalui simbol-simbol dalam tarian tersebut, simbol-simbol ini dapat diartikan
sebagai makna, maksud atau fungsi tertentu yang terdapat dalam suatu bentuk yang
memerlukan interpretasi untuk mengungkapkannya sebagai media komunikasi.
Makna yang dimaksud disini adalah makna unsur bahasa baik dalam kata, ataupun
kalimat. Banyak hal yang tidak terbaca didunia ini karena selalu ada sesuatu yang
tidak bisa diungkapkan secara langsung. Oleh karena itu tarian merupakan salah satu
cara untuk membahasakan sesuatu yang tidak bisa diungkapkan dengan mudah.
Tari Kejai memiliki makna pesan yang terbilang tidak banyak diketahui oleh
masyarakat umum maupun masyarakat suku Rejang sendiri. Hal ini tidak menutup
kemungkinan tarian daerah suku Rejang ini akan disalahartikan oleh masyarakat
umum padahal tari tradisional ini sudah mendapat perhatian masyarakat umum
bahkan sudah ada yang mengkreasikan tarian ini, padahal tarian ini menurut
masyarakat suku Rejang sendiri merupakan tarian yang sakral yang diyakini
mengandung nilai-nilai mistik. Melalui penelitian yang mendalam tentang kandungan
makna melalui proses simbolik diharapkan peneliti mampu memahami dan dapat
mengetahui apa saja simbol yang terdapat dalam tari Kejai berikut dengan makna
pesan yang disampaikan. sehingga peneliti lebih mengerti tentang suatu makna dalam
bentuk tarian tersebut yang memiliki nilai guna sangat tinggi. Nilai yang dimaksud
merupakan suatu yang sangat penting atau berharga yang diungkapkan melalui syair,
6
irama musik, dan gerak tari yang mengandung unsur kebudayaan adat istiadat suku
Rejang.
Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik mengangkat judul yaitu
“Makna Simbolik Tari Kejai Pada Suku Rejang di Kabupaten Lebong” penelitian ini
berfokus pada makna pesan yang terdapat pada tari Kejai.
7
1) Secara Teoritis
Kegunaan penelitian ini secara teoritis yakni diharakan penelitian ini
dapat menambah dan memberikan masukan dalam rangka pelaksanaan
akademik bidang ilmu komunikasi budaya terhadap makna komunikasi
yang terdapat pada tari Kejai masyarakat suku Rejang, serta dapat
digunakan sebagai bahan penelitian lebih lanjut yang berhubungan
dengan penelitian.
2) Secara Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman dan wawasan
bagi penulis serta bagi masyarakat mengenai makna Tari Kejei tersebut.
Sehingga nantinya tidak akan ada lagi kesalahan dalam memakanai tari
Kejei yang berasal dari suku Rejang ini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
8
9
10
makna simol dan makna pesan serta teknik penumpulan data yang nantinya dapat
peneliti terapkan dalam mengamati tari Kejai suku Rejang.
2.2 Simbol
Secara etimologi, simbol berasal dari kata Yunani “Symballein” yang berarti
melemparkan bersama suatu (benda, perbuatan) dikaitkan dengan ide (Sobur, 2009).
Simbol adalah kata-kata yang arbitrer dan tanda-tanda nonverbal tidak mempunyai
hubungan alami dengan hal-hal yang mereka sebutkan; makna-makna mereka
dipelajari dalam budaya tertentu (Griffin, 2012). Suatu simbol tidak memiliki arti
yang tetap pada satu hal mutlak melainkan dapat memiliki makna lain yang bersifat
konvensional dalam suatu budaya.
Banyak yang selalu mengartikan simbol sama dengan tanda. Sebetulnya, tanda
berkaitan langsung dengan objek, sedangkan simbol memerlukan proses pemaknaan
yang lebih intensif setelah dihubungkan dengan objek. Dengan kata lain, simbol lebih
substansif daripada tanda. Dalam konsep Pierce, simbol merupakan salah satu
kategori tanda (sign), sehingga simbol diartikan sebagai tanda yang mengacu pada
objek tertentu diluar tanda itu sendiri.
Sobur menyatakan bahwa dalam bahasa komunikasi, simbol seringkali
diistilahkan sebagai lambang. Hal ini tidak menutup kemungkinan pemakaian istilah
simbol atau lambang secara bersamaan atau bergantian, karena makna simbol dan
lambang dalam konteks komunikasi adalah sama. Lambang atau simbol digunakan
untuk menunjukan sesuatu lainnya, berdasarkan kesepakatan sekelompok orang.
Lambang meliputi kata-kata (pesan verbal), prilaku non verbal, dan objek yang
maknanya disepakati bersama. Simbol dapat berbentuk kata-kata, gerakan tangan,
gambar, atau objek yang memuat makna khusus dan yang hanya dapat dipahami oleh
anggota kelompok yang berada didalam sebuah kultur.
Pada konsep Peirce, simbol atau lambang merupakan salah satu kategori dari
tanda (sign). Sebuah simbol merupakan sebuah tanda yang mewakili suatu objek
11
berdasarkan pesetujuan dalam konteks tertentu (Danesi, 2004). Pada dasarnya simbol
dapat dibedakan menjadi tiga yaitu (Sobur, 2013) :
1. Simbol-simbol universal, berkaitan dengan arketipos, misalnya tidur sebagai
lambang kematian.
2. Simbol kultural yang dilatarbelakangi oleh suatu kebudayaan tertentu, misalnya
keris dalam budaya Jawa.
3. Simbol individual yang biasanya dapat ditafsirkan dalam konteks keseluruhan
karya seorang pengarang.
Menurut Bleke dan Haroldsen:
Simbol merupakan suatu unit yang paling mendasar dalam komunikasi.
Sama Seperti yang dinyatakan Mulyana bahwa Simbol atau lambang
adalah suatu yang digunakan untuk menunjukan sesuatu yang lainnya
berdasarkan kesepakatan sekelompok orang (Mulyana, 2007).
Namun tidak semua orang yang dapat memahami makna dari sebuah lambang
atau simbol komunikasi dalam berinteraksi, sebab simbol atau lambang itu sendiri
ialah semacam isyarat yang hanya dapat dipahami dengan suatu kemampuan. Dengan
demikian, makna yang terkandung oleh suatu simbol atau lambang, bukan terletak
pada simbol itu sendiri. Layaknya suatu kata bahwa manusia yang memberi makna
pada kata-kata, tergantung dari mereka memaknainya, manusialah yang memiliki
makna-makna itu.
Sehubungan dengan penafsiran, simbol dalam proses komunikasi akan
berkaitan dengan pemaknaan. Keduanya tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Tidakan simbolis bermaksud untuk menyederhanakan sesuatu yang mempunyai
makna, yang mana sesuatu yang mempunyai makna adalah apa yang diungkapkanya
semata-mata berdasar atas kesepakatan bersama dan budaya yang menggunakannya.
Dengan kata lain, simbol bersifat arbiter.
Sebagai mahluk simbolik, manusia bepikir, berperasaan dan bersikap dalam
ungkapan–ungkapan simbolik. Dalam konteks kebudayaan tertentu, setiap orang
memaknai simbolik tanpa banyak berpikir, dengan spontan disebar dalam
12
hubungannya dengan orang lain, dan makna serta maksudnya langsung dapat
ditangkap.
Lambang atau simbol yang ditimbulkan oleh manusia dapat dibedakan atas
simbol yang bersifat verbal dan non verbal. Dalam rangka menjalin komunikasi yang
berdasarkan pada keseragaman makna, manusia dalam hubungan interaksi sosial
selalu berupaya menocok apa yang ada dalam pikirannya dengan apa yang sedang
terjadi pada lingkungan, artinya manusia dalam proses komunkasi bukan sekedar
penerima lambang atau simbol-simbol yang dilihat, didengar, atau yang dirabanya
secara pasif, melainkan individu secara aktif mencoba mengadakan interprestasi
terhadap lambang atau simbol tersebut.
Bentuk-bentuk komunikasi yang terjadi pada Tari Kejai disebut sebagai simbol.
Simbol dapat dinyatakan dalam bentuk lisan atau tertulis (verbal) maupun melalui
isyarat-isyarat tertentu (Cangara, 2014). Hampir semua aktivitas dalam proses
komunikasi disampaikan dalam bentuk simbol, semua aktivitas hampir semua
pernyataan manusia baik yang ditujukan untuk kepentingan dirinya, maupun untuk
kepentingan orang lain dinyatakan dalam bentuk simbol.
2.3 Makna
Makna umunya dikenal sebagai suatu hal yang tinggal dalam pesan dan pikiran
(Donsbach, 2008). Menurut Blumer, makna adalah sebuah kondisi yang muncul
sebagai hasil dari interaksi anggota grup dan bukan sebuah fitur intrinsik antar
manusia dan makna mengijinkan manusia untuk menghasilkan beberapa fakta yang
membentuk dunia panca indra. Fakta-fakta ini berhubungan dengan bagaimana
manusia membentuk makna.
Tubbs dan Moss (1994) menyatakan komunikasi adalah proses pembentukan
makna diantara dua orang atau lebih. Judy C. Pearson dan paul E. Nelson mengatakan
bahwa komunikasi adalah proses memahami dan berbagi makna. Brown
mendefinisikan makna sebagai kecenderungan (disposisi) total untuk menggunakan
13
atau bereaksi terhadap suatu bentuk bahasa. Terdapat banyak komponen makna yang
dibangkitkan suatu kata atau kalimat (Sobur, 2013).
Para ahli mencoba untuk membicarakan konsep makna dalam lingkup yang
lebih besar yaitu dengan membedakan antara makna denotatif dan makna konotatif.
Makna denotatif merupakan makna yang biasa kita temukan dalam kamus, bersifat
umum atau universal. Makna denotatif adalah makna yang sebenarnya, yang dapat
digunakan untuk menyampaikan hal-hal faktual. Makna denotatif pada dasarnya
meliputi hal-hal yang ditunjuk oleh kata-kata. Makna denotatif ini tidak mengalami
penambahan-penambahan makna, karena itulah makna denotatif lebih bersifat publik.
Sedangkan makna konotatif merupakan makna denotatif yang ditambah dengan segal
gambaran, ingatan, dan perasaan yang ditimbulkan suatu kata, dan makna konotatif
merupakan makna-makna kultural yang melekat pada sebuah terminologi
(Kriyantono, 2006). Sumardjo & Saini (1994) mengatakan bahwa makna konotatif
sebuah kata dipengaruhi dan ditentukan oleh dua lingkungan, yaitu lingkungan
tekstual dan lingkungan budaya (Sobur, 2009).
Makna tersebut pada hakikatnya merupakan makna-makna yang menunjukan
realitas sosial dikontruksi melalui simbol dan prilaku dari para anggotanya. Simbol
dan prilaku ini merupakan sesuatu yang bermakna. Pemahaman akan melahirkan
pemahaman atas rutinitas sehari-hari didalam praktik-praktik subjek penelitian.
14
Pengetahuan Kebudayaan ini lebih dari suatu kumpulan simbol, baik istilah-
istilah rakyat maupun jenis-jenis simbol yang lain. Semua simbol baik kata-kata yang
terucapkan, objek atau artefak kebudayaan maupun upacara atau ritual adat,
merupakan bagianbagian dari suatu sistem simbol, dimana simbol merupakan objek
atau peristiwa apapun yang merujuk pada sesuatu. Simbol-simbol budaya ini menjadi
media sekaligus menjadi pesan komunikasi itu sendiri, dan menjadi representasi
realitas sosial. Media terutama dalam bentuk-bentuk simbolis, berperan sebagai
pembawa maupun pelaksana makna atau pesan yang akan dikomunikasikan. Namun
perlu dipahami bahwa simbol-simbol komunikasi tersebut adalah kontekstual dalam
suatu masyarakat dan kebudayaannya. Oleh karenya, dalam setiap kebudayaan
berbeda terdapat sistem-sistem kebudayaan dan pengetahuan yang berbeda-beda pula
untuk mewakili semua itu.
15
Tarian bukan hanya satu bentuk kesenian melainkan juga suatu bentuk
komunikasi kinestetik yang memicu respon dari orang yang menyaksikan. Namun,
tarian merupakan komunikasi simbolik dalam bentuk kesenian.
Menurut Langer, gerakan-gerakan indah dalam tarian tidak memiliki
tujuan yang spesifik melainkan untuk memancing naluri manusia akan
keindahan dan keagungan dimana keduanya merupakan sesuatu yang
universal. Tarian sendiri memiliki lima fungsi Utama dalam kehidupan
manusia (Danesi, 2004) :
1. Sebagai bentuk dari komunikasi , untuk mengekspresikan emosi,
perasaan, atau ide-ide, atau menyampaikan suatu cerita.
2. Sebagai bagian dari sebuah ritual yang menjalankan fungsi-fungsi
komunal atau masyarakat.
3. Sebagai bentuk rekreasi atau sebagai pengalaman yang
menyenangkan bagi yang melakukannya.
4. Memegang peranan penting dalam fungsi-fungsi sosial. Setiap
masyarakat pada umumnya memiliki karakteristik tarian tersendiri
yang berperan dalam kesempatan-kesempatan formal (misalnya
upacara adat) maupun pertemuan-pertemuan informal.
5. Tarian sering digunakan sebagai cara untuk menarik perhatian
pasangan, khususnya bagi orang-orang muda, dalam masa
berpacaran.
16
Tarian sebagai bagian dari kebudayaan merupakan salah satu sarana bagi
manusia dalam menyampaikan pesan dalam bentuk nonverbal. Tari merupakan
bentuk visual kompleks yang berkomunikasi melalui gerakan dalam ruang dan waktu,
biasa berhubungan dengan musik dan puisi. Tari-tarian menyampaikan makna-makna
yang diterima sebagai suatu kesepakatan kultural dalam bentuk konteks sosial.
Melalui tarian dapat menyampaikan makna-makna yang diterima sebagai suatu
kesepakatan kultural dalam suatu konteks sosial. Melalui tari-tarian kita dapat melihat
perwujudan kecil dari sebuah struktur mendalam atau filosofi mendasar dari sebuah
masyarakat. Sulit untuk memahami maupun menyampaikan pesan dalam suatu tarian
secara lintas budaya tanpa memahami tradisi dari tarian itu sendiri dalam suatu
kebudayaan (Donsbach, 2008).
17
18
sesuatu yang akan dilakukan bagi dirinya sendiri. Semuanya ini merupakan
kemampuan yang tumbuh pada kepribadian seorang individu yang memberikan
sejumlah kebebasan terhadap manusia dalam sosialnya.
Menurut Herbert Blumer, teori interaksi simbolik menitik beratkan pada
tiga prinsip utama komunikasi yaitu meaning, language, dan thought.
1. Meaning
Berdasarkan teori interaksi simbolis, meaning atau makna tidak
inheren ke dalam obyek namun berkembang melalui proses
interaksi sosial antar manusia karena itu makna berada dalam
konteks hubungan baik keluarga maupun masyarakat. Makna
dibentuk dan dimodifikasi melalui proses interpretatif yang
dilakukan oleh manusia.
2. Language
Sebagai manusia, kita memiliki kemampuan untuk menamakan
sesuatu. Bahasa merupakan sumber makna yang berkembang
secara luas melalui interaksi sosial antara satu dengan yang lainnya
dan bahasa disebut juga sebagai alat atau instrumen. Terkait dengan
bahasa, Mead menyatakan bahwa dalam kehidupan sosial dan
komunikasi antar manusia hanya mungkin dapat terjadi jika kita
memahami dan menggunakan sebuah bahasa yang sama.
3. Thought
Thought atau pemikiran berimplikasi pada interpretasi yang kita
berikan terhadap simbol. Dasar dari pemikiran adalah bahasa yaitu
suatu proses mental mengkonversi makna, nama, dan simbol.
Pemikiran termasuk imaginasi yang memiliki kekuatan untuk
menyediakan gagasan walaupun tentang sesuatu yang tidak
diketahui berdasarkan pengetahuan yang diketahui. Misalnya
adalah berpikir.
Pada fenomena makna simbolisasi tari Kejai Suku Rejang, hubungan antara
teori ini adalah bahwa peroses interaksi antar masyarakat dilakukan dengan
menggunakan simbol-simbol. Simbol-simbol itu berupa budaya, tradisi, tanda-tanda
dan sebagainya. Masyarakat suku rejang menggunakan simbol-simbol tersebut dalam
kesenian yang terbentuk dalam sebuah tari sakral.
19
20
BAB III
METODE PENELITIAN
21
22
informasi dan data yang sesuai dengan permasalahan penelitian. Penelitian ini
menggunakan teknik purposive sampling dalam menentukan informan penelitian.
Purposive sampling merupakan teknik dengan cara menyeleksi orang-orang atau
dasar kriteria tertentu yang dibuat oleh peneliti (Kriyantono, 2007). Dengan teknik
purposive sampling peneliti dapat menseleksi informan yang benar-bener dapat
berkontribusi pada penelitian ini. Sample yang diambil akan diseleksi berdasarkan
kreteria-kreteria tertentu yang dibuat oleh peneliti untuk menyesuaikan dengan tujuan
penelitian. Adapun informan yang dipilih karena mereka dianggap mampu
memberikan informsi mengenai tari Kejai suku Rejang. Berdasarkan hal tersebut
dalam penelitian ini informan dibagi menjadi :
1. Informan Pokok
Informan pokok adalah mereka yang terlibat langsung dalam interaksi sosial
yang diteliti dan memahami tentang suku Rejang terkhusus tari Kejai. Dalam
penelitian ini informan pokok yang peneliti tetapkan adalah Jaspin merupakan
seorang menyambei yang biasa terlibat langsung pada pelaksanaan tari Kejai.
Dan juga Nurbaya yakni mantan penari sanggar pinang belapis, dan Efendi
mantan pemusik sanggar pinang belapis. Penari dan pemusik dijadikan
informan dikarenakan penari dan pemusik merupakan salah satu komponen inti
dari pelaksanaan tari Kejai, dimana keduanya dapat memberikan informasi serta
penjelasan mengenai tari Kejai.
2. Informan Kunci
Informan kunci adalah mereka yang mengetahui dan memiliki berbagai
informasi penting yang diperlukan dalam penelitian. Pada penelitian ini,
peneliti menetapkan Datuk Haludin S yang merupakan pimpinan sanggar ratau
agung yang juga merupakan tokoh adat suku Rejang. Dimana Datuk Haludin S
ini beliau dipercaya oleh BMA untuk menuliskan buku tentang tari Kejai suku
Rejang dan Badrus Zaman yakni ketua BMA kabupaten Lebong, sebagai
informan kunci pada penelitian ini. Adapun kriteria yang ditentukan oleh
peneliti adalah orang yang banyak mengetahui tentang kebudayaan suku Rejang
23
terkhusus tari Kejai, selain itu juga memiliki banyak pengalaman tentang hal
yang behubungan dengan masalah adat dan kebudayaan. Ketiganya ditetapkan
sebagai informan kunci karena dipercaya dapat memberikan informasi
mengenai tari Kejai suku Rejang.
24
2. Wawancara
Wawancara dapat dilakukan dalam bentuk yang bervariasi. Wawancara paling
umum dilakukan adalah wawancara individual yang dilakukan bertatap muka
langsung antara pewawancara dan yang diwawancarai (Kuntjara 2006). Wawancara
dilakukan bertujuan untuk mengungkapkan makna yang terkandung dalam tari Kejai
suku Rejang khususnya di kabupaten Lebong. Metode wawancara dilakukan dengan
cara mewawancarai nara sumber yang dinilai mampu memberikan penjelasan
mengenai Tari Kejai. Wawancara ini bersifat bebas terpimpin, dalam arti
pewawancara diberi kebebasan untuk mengembangkan pertanyaan tetapi dengan
berpedoman pada daftar pertanyaan yang telah disiapkan. Narasumber yang dipilih
meliputi Tokoh masyarakat suku Rejang yang memang dipercayai mengetahui
tentang seluk beluk suku Rejang. Dimana mereka dijadikan narasumber karena dinilai
tahu banyak mengenai kebudayaan suku Rejang khususnya tari Kejai dan bersedia
untuk diwawancarai.
3. Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang telah berlalu, dapat berupa tulisan,
gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Teknik pengumpulan data
dengan observasi dimaksudkan untuk memperjelas paparan data penelitian. Dokumen
ini pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian
kualitatif (Sugiyono 2013). Dalam penelitian ini peneliti dokumen yang digunakan
peneliti berupa foto ataupun video, serta data-data mengenai peneitian. Hasil
penelitian dari dokumentsi tari Kejai ini dapat dijadikan sebagai penunjang
kelengkapan data.
3.3.2 Data Sekunder
Data sekunder, adalah data yang diperoleh dari teknik pengumpulan data yang
menunjang data primer. Dalam penelitian ini diperoleh dari hasil observasi yang
dilakukan oleh penulis serta dari studi pustaka (Arikunto, 2010). Dapat dikatakan
data sekunder ini bisa berasal dari dokumen-dokumen, buku-buku teori
diperpustakaan, jurnal, buku gambaran umum profil provinsi Bengkulu, maupun
25
buku yang berhubungan dengan Tari Kejai suku Rejang untuk mengkaji makna dai
tarian tersebut.
3.4 Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari dan mengatur secara sistematis transkrip,
catatan lapangan dan bahan-bahan lainnya yang ditemukan di lapangan. Teknik
analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif (Moleong,
2007). Menurut miles dan Huberman, kegiatan analisis terdiri dari tiga alur kegiatan
yang terjadi secara bersamaan, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan
kesimpulan/verivikasi.
1. Reduksi Data (Data Reduction)
Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstraksian, dan transformasi data kasar yang muncul dari
catatan-catatan tertulis di lapangan. Kegiatan reduksi data berlangsung terus-menerus,
terutama selama proyek yang berorientasi kualitatif berlangsung atau selama
pengumpulan data. Selama pengumpulan data berlangsung, terjadi tahapan reduksi,
yaitu membuat ringkasan, mengkode, menelusuri tema, membuat gugus-gugus,
membuat partisi, dan menulis memo. Reduksi ini bertujuan untuk menajamkan,
menggolongkan dan mengarahkan data yang telah diproleh sehingga perorganisasian
interpretasi dapat ditarik.
Penelitian ini setelah peneliti dapat mengumpulkan data yang ada baik data
primer maupun data skunder, peneliti memfokuskan pada data-data yang dianggap
penting, dan berkaitan dengan fokus penelitian yang peneliti teliti yaitu tantang
makna simbol dan makna pesan tari Kejai suku Rejang.
2. Penyajian Data (Data Display)
Pada penelitian kualitatif, penyajian data yang diproleh dengan teknik
wawancara dan dokumentasi ditampilkn dalam bentuk uraian singkat, bagan, dan
hubungan antar kategori. Penyajian data yang lebih baik merupakan suatu cara yang
lebih utama bagi analisis kualitas yang valid. Dengan menyajikan data maka akan
26
27
BAB IV
28
29
Masyarakat suku Rejang menyebut mereka dengan istilah “Tun Jang” yang
berarti orang rejang. Taneak Jang atau tanah Rejang pula merupakan gelar bagi
tempat tinggal mereka. Suku Rejang juga memiliki bahasa mereka sendiri yakni yang
dikenal sebagai Bahasa Rejang. Disetiap wilayah pengucapan Bahasa Rejang ini
memiliki dialeg yang berbeda-beda disetiap daerahnya, Meskipun memiliki suku
yang sama. Selain itu suku Rejang juga memiliki ciri khas yaitu mempunyai warisan
aksara tulisannya sendiri yang dinamakan dengan huruf “Ka Ga Nga” yang menurut
pakar linguistic barat merupakan tulisan yang memiliki keterkaitan dengan tulisan
hieoroglif Mesir Purba. Oleh karena itulah tulisan “Ka Ga Nga” menjadi suatu ciri
khas suku Rejang dan menjadi kebanggaan bagi masyarakat Suku Rejang hingga saat
ini.
Mengenai asal usul suku Rejang sebenarnya suku Rejang ini masih belum ada
yang dapat memperjelaskannya secara tuntas. Ketika zaman keagungan suku Rejang
di wilayah Tanaek Jang pernah dikatakan satu kerajaan yang megah yang bernama
Kerajaan Kutei Rukam dengan pemerintah agungnya adalah Raja Bikau Bermano.
Legenda mengenai keagungan Kerajaan Kutei Rukam ini menghiasi cerita sastra
rakyat suku Rejang sehingga saat ini yakni dimana Raja Bikau Bermano berjaya
mengalahkan ular tedung berkepala tujuh yang dulu berada di wilayah Kabupaten
Lebong. Kerajaan Kutei Rukam ini memiliki kepimpinan suku Rejang yang hebat-
hebat. Kehebatan Raja-raja suku Rejang banyak diceritakan di dalam hikayat-hikayat
Pagaruyung di Minangkabau. Karena terjadinya perang Empat Petulai yang
merupakan suatu perkara yang memiliki keterkaitan orang besar dari Pagaruyung
yang terjadi di wilayah Lebong pada waktu dahulu, kerana memperebutkan seorang
putri. Kerajaan kecil seperti Kerajaan Sungai Lemau dibawah pemerintahan Datuk
Bagindo Maharaja Sakti dari Kerajaan Pagaruyung, Sumatera Barat banyak
memainkan peranan, oleh karena itu suku Rejang dengan Orang Minang ada yang
mengatakan memiliki keterkaitan.
Sejak zaman dahulu suku Rejang telah memiliki adat istiadat kepercayaannya
sendiri. Kareana sebagian besar suku Rejang masih mempertahankan dan menjaga
kebudayaan yang mereka miliki. Dengan demikian, Suku Rejang tetap utuh
31
melestarikan beberapa adat dan tradisi nenek moyang mereka sehingga ada yang
menggelar mereka sebagai Muslim-Animisme kerana walaupun sudah rata-ratanya
memeluk agama Islam tetapi tetap kuat berpegang kepada kepercayaan nenek
moyang mereka sejak ribuan tahun dahulu.
Suku Rejang memiliki adat istiadat yang hingga saat ini masih dijunjung
tinggi meskipun nilai-nilai yang terkandung didalamnya mengalami pergeseran akibat
perkembangan zaman. Suku Rejang ini juga memiliki kesenian tarian dan alat musik
ciri khas suku Rejang. salah satu tarian adat suku Rejang yakni tari Kejai dan alat
musiknya seperti Kulintang, Redap, dan Gong.
4.3 Kebudayaan
Pengertian kebudyaan sebagai hasil dari budi dan karya manusia maka
kebudayaan mencakup sistem pengetahuan. Teknologi, kepercayaan, kesenian,
hukum, moral, sistem mata pencaharian hidup serta adat kebiasaan atau tradisi
upacara yang diturunkan secara turun temurun dari setiap generasi di kelompok
masyarakat. Dalam hal ini kebudayaan mengandung norma-norma serta nilai-nilai
dalam kehidupan yang berlaku dalam tata pergaulan pada masyarakat.
Kebudayaan sangat berkaitan erat dengan manusia, dan memiliki tiga wujud
yaitu wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan-gagasan, nilai-
nilai, norma-norma, serta peraturan, wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks
32
aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam bermasyarakat dan wujud
kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. Wujud pertama merupakan
wujud ideal dari kebudayaan yang bersifat abstrak, tidak dapat dilihat atau diamati
kerena wujud itu tersimpan di dalam kepala manusia atau alam pikiran manusia.
Wujud kedua disebut sebagai sistem sosial masyarakat yang berupa aktivitas-aktivitas
manusia yang berinteraksi, berhubungan serta bergaul antara manusia yang satu
dengan yang lainnya. Sedangkan wujud ke tiga disebut kebudayaan fisik yang berupa
aktivitas, perbuatan dan karya dari manusia dalam bermasyarakat. Tiga wujud
kebudayaan diatas saling berkaitan. Wujud kebudayaan pertama dan kedua
merupakan hasil dari akal budi manusia, sedangkan wujud ketiga merupakan hasil
karya manusia. Dengan adanya keterkaitan antara kebudayaan yang satu dengan yang
lainnya maka dari itu menumbuhkan unsur-unsur universal dalam kebudayaan
(Koentjaraningrat. 2009). Unsur-unsur universal tersebut antara lain sistem religi dan
upacara keagamaan, sistem dan organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan,
bahasa, kesenian, mata pencaharian hidup serta sistem teknologi dan peralatan.
Pada dasarnya Setiap kebudayaan dalam suatu masyarakat memiliki nilai-nilai
yang berguna sebagai tuntunan masyarakat dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
Disinilah kebudayaan menjadi penting untuk tetap di lestarikan. Kesadaran dari
masyarakat sendiri juga sangat mempengaruhi kebudayaan yang berlangsung, jika
masyarakatnya sadar akan budaya yang ada maka kebudayaan yang ada akan tetap
lestari.
4.4 Tari Tradisional
Istilah tradisi dalam kamus besar bahasa Indonesia edisi ke empat adalah adat
kebiasaan yang diturunkan dari nenek moyang yang dijalankan oleh masyarakat,
sedangkan tradisional artinya sikap, cara berfikir dan bertindak selalu berpegang pada
norma dan adat kebiasaan. Tari tradisional menurut Munasiah yaitu:
“Tari tradisional adalah tarian yang tumbuh dan berkembang dalam suatu
wilayah atau suatu komunitas, sehingga kemudian menciptakan suatu identitas
budaya dari masyarakat bersangkutan. Tetapi, di mana pun suatu tari tradisi
hidup, tarian tersebut bisa dikenali dari ciricirinya yang khas, dan diakui berasal
dari suatu wilayah asalnya. Ciri-ciri tersebut meliputi unsur gerak, tata rias dan
busana, spirit, serta musik iringannya.” (Sumaryono, Endo Suanda, 2006).
33
Tari, baik tari yang berasal dari perkembangan budaya primitif, perkembangan
tari trasional yang berkembang dilingkungan istana yang disebut tari klasik,
perlembagaan dilingkungan pedesaan yang sering disebut tarian rakyat, maupun tari
yang berkembang dimasyarakat perkotaan yang sering mendapat predikat tarian
modern atau kreasi baru, sesungguhnya kehadirannya tak akan lepas dari masyarakat
pendukungnya, sehingga kajian terhadap tari akan lebih menarik apabila didekati
dengan multidisiplin atau interdisiplin yang bersifat penelitian kualitatif.
Tari tradisi adalah sebuah tata cara yang berlaku disebuah lingkungan etnik
tertentu yang bersifat turun–temurun. Tari tradisi diartikan sebagai sebuah tata cara
menari atau menyelenggarakan tarian yang dilakukan oleh sebuah komunitas etnik
secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Karena aspek
berkelanjutan tersebut, maka terciptalah konveksi berikutnya diyakini sebagai tata
aturan yang bersifat mengikat (baku).
Tari tradisional adalah suatu tarian yang menggabungkan semua gerakan yang
mengandung makna tertentu. Pada tari tradisional mengandalkan ketepatan musik,
keluwesan gerak, kekompakan gerakan, dan pengaturan komposisi. Pada gerak tari
tradisional, biasanya pada setiap tarian mempunyai gerakan yang sama dan gerak
tradisional tidak bisa diubah seperti tari modern. Tari tradisional klasik mempunyai
ciri-ciri yang telah mengalami pengolahan dan penggarapan gerak secara
berkembang, yaitu keindahan yang di salurkan melaluim pola-pola gerak yang telah
ditentukan. gerakan itu melampaui kebutuhan minimal yang diperlukan oleh
konteksnya, dan ukuran-ukuran. Keindahannya yang telah terbukti melampaui batas-
batas daerah. Jenis-jenis tari berdasarkan fungsinya. Berdasarkan fungsinya, tari di
bagi menjadi tiga jenis, yaitu tari upacara, tari pergaulan atau hiburan, dan tari
pertunjukkan. Berdasarkan pengertian bahwa tari tradisional adalah tari yang
berkembang di daerah tertentu yang berpijak dan berpedoman luas pada adaptasi
kebiasaan turun-temurun dan dianut oleh masyarakat pemilik tari tersebut. Salah satu
tarian tradisional yang saat ini masih dibudayakan pada kebudayaan suku Rejang
yakni Tari Kejai.
34
35
36
Berdasarkan tabel diatas dapat kita lihat bahwa informan yang telah ditetapakan
oleh peneliti merupakan orang-orang yang memiliki informasi mengenai tari Kejai,
bahkan orang-orang yang teribat langsung dalam pelaksanaan tari Kejai. Selain itu
mereka juga mengetahui makna pesan yang ingin disampaikan yang terdapat dalam
tari Kejai tersebut.
37
Gerak Sembah
Penari berbentuk dua baris berbanjar terpisah antara laki-laki dan perempuan
dengan dibatasi penoi.
38
Hal ini menyimbolkan bahwa adanya batasan antara laki-laki dan perempuan
yang belum menikah sehingga harus dijaga batasan tersebut. Sebelum penari masuk
ke Balai Kejai, di Balai Kejai tersebut sudah terdapat seorang menyambei dimana
menyambei merupakan orang yang bersyair atau menyampaikan kalimat-kalimat
nasehat dengan nada suara yang berirama sesuai dengan acara yang dilaksanakan.
Alat musik gong dibunyikan sebagai tanda bahwa para penari dipersilahkan masuk ke
Balai Kejai.
Setelah para penari masuk kebalai Kejai maka seseorang mulai menyambei,
berikut ini isi menyambei yang digunakan:
Eeeeeeei..........
Andak bujang pat puluak sukau
Andak gadis nu.... belas tangen
Andak bujang pat puluak sukau indau
Andak gadis nu.... belas tangen denam
Eeeeeeeeei...
Andak sipet detemauan ukum
Ukum benea detali luus
Ukum benea tetiting tekelis dawat alus
Eeeeeeei
Api melupokan taai andak
Taai elang taai melayang
Taai elang buliak temirau
Eeeeeeeeei
Lamun Tai se taai, taii ini bile lan.....
39
40
41
42
Berdasarkan hal tersebut gerakan meletik jiay ini memiliki keterkaitan dengan
gerak bederap. Dimana gerak meletik jiay ini memiliki makna yakni meskipun
keputusan diambil oleh laki-laki akan tetapi perempuan dan laki-laki harus lah saling
bertukar fikiran untuk mengambil suatu keputusan.
Gerak Matiak Dayung
Gerak Matiak Dayung dilakukan dengan mengubah dan meletakkan tangan
kebawah dengan posisi lurus mengembang ke belakang, selendang yang digunakan
penari perempuan dikembangkan dengan menyelipkan sudut kiri dan kanan
selendang ke sela-sela jari. Gerakan ini dilakukan dengan posisi penari bergerak
mengelilingi Penoi atau sesaji, dan kemudian berbalik arah kembali keposisi barisan
laki-laki dan perempuan seperti awal. Gerakan ini menyimbolkan bahwa semuanya
yang terjadi diatur oleh Allah SWT, tanda berserah diri kepada Tuhan.
Nurbaya Menyatakan:
“Gerak matiak dayung ini seperti burung elang terbang jadi sama seperti
itu, penari perempuan ini kan pakai selendang, nah selendang ini
dibentang kebelakang tangannya dikembangkan dan lurus kebelakang.
43
Artinya serah diri orang Rejang ini kepada Tuhan, karena semuanya itu
diatur Allah, apalagi jodoh yang Tuhan pertemukan itu sudah kehendak-
Nya”
(Hasil wawancara tanggal 11 April 2019)
Seperti yang dinyatakan Datuk Jaspin :
“Setelah itu gerak matiak dayung, gerak matiak dayung ini wujud dari
keikhlasan masyarakat suku Rejang dalam melakukan suatu hal.
Masyarakat suku Rejang mempercayai kalau segala sesuatunya sudah
merupakan jalan yang diberikan Allah SWT, jadi apapun yang terjadi
kita harus berserah kepada Tuhan. Percaya pada Allah bahwa segala
sesuatu akan Allah tujukan jalannya.”
(Hasil wawancara tanggal 15 April 2019)
44
Nurbaya Menyatakan :
“Gerak ke lima gerakkan sembah akhir sebenarnya sama seperti gerak
sembah yang diawal tadi. Tapi bedanya posisi akhir yang menghadap
kearah depan, gerakan ini artinya ingin berpamitan dan mengakhiri tari
Kejai, semacam ucapan terima kasih karena sudah melihat tarian Kejai
tadi.”
(Hasil wawancara tanggal 11 April 2019)
Hal senada juga dikatakan oleh Datuk Jaspin :
“Gerak sembah akhir ini sebelum mengakhiri dengan gerakan
mendayung gerak ini dilakukan sebagai tanda berpamitan untuk
mengakhiri tari Kejai. sebenarnya sama saja dengan gerak sembah yang
diawal tadi, seperti kita datang kerumah orang datang dengan salam
pulang dengan berpamitan.”
(Hasil wawancara tanggal 15 April 2019)
Datuk Haludin juga mengatakan bahwa :
“Gerak sembah akhir artinya kita berpamitan, untuk mengakhiri tarian
Kejai yang ditampilkan. Geraknya sama saja dengan gerak sembah
pertama tadi.”
45
Dalam hal ini Gerakan sembah akhir ini memiliki makna simbol bahwa penari
akan mengakhiri tarian Kejai. Dengan penari melakukan gerakan ketiga dengan
menghadap kedepan yakni bermakna menyampaikan rasa terima kasih kepada
seluruh hadirin yang sudah hadir dan menyaksikan tari Kejai.
Gerak Mendayung
Gerak Mendayung ini hampir sama dengan gerakan matiak dayung hanya saja
gerakan ini dilakukan dengan langkah berbalik secara berpasangan meninggalkan
panggung. Gerak ini merupakan gerak penanda bahwa berakhirnya tarian Kejai
setelah melakukan sembah terakhir.
Nurbaya Menyatakan :
“Gerakkan ini sama saja dengan gerak matiak dayung tetapi bedanya
langkah kakinya, jadi seperti mendayung. Gerak mendayung ini artinya
tarian kejai berakhir.”
(Hasil wawancara tanggal 11 April 2019)
46
47
dan tidak bolah ditambah dengan alat musik lainnya. Jika salah satu dari ketiga alat
musik ini tidak ada maka tari kejai tidak boleh ditampilkan, karena dipercaya
penampilan tarian Kejai yang sakral tidak akan berjalan sempurna jika salah satu alat
musik tersebut tidak digunakan.
Sebelum alat musik pengiring tarian dimainkan terdapat ritual yang dinamai
dengan Temuun Gong. Dimana dalam ritual ini merupakan kegiatan melumuri gong,
kolintang, dan redap dengan air yang terdapat bunga rampai lainnya. Semua orang
yang hadir duduk berkumpul didalam sebuah balai mengelilingi dukun atau piawang
membaca do’a kenduri dengan membakar kemanyan. Membakar kemenyan tersebut
merupakan simbol momohon izin atau berpamitan kepada arwah-arwah leuhur
bahwasanya akan diadakan perayaan dengan tari Kejai, dan memohon dibimbing
serta ditamengi dari perbuatan jahat, baik dari makhluk halus maupun makhluk kasar
yaitu perbuatan orang-orang yang salah jalan, seperti mengirimi permayo, teluh atau
santet. Kemudian piawang atau dukun tadi memohon kepada Allah agar meridhoi dan
melancarkan jalan acara kegiatan tersebut.
Efendi menjelaskan bahwa:
“Ritual Temuun Gong ini ritual meminta izin kepada leluhur untuk
melaksanakan tari Kejai supaya tarian ini dapat terlaksana dengan lancar
tanpa suatu hambatan. Ritual ini dilakukan dengan cara mengasapkan
alat musik tadi kemudian sembari membaca doa kenduri yang isinya
mohon izin kepada leluhur.”
(Hasil wawancara tanggal 11 April 2019)
Hal ini juga dipertegas oleh Bapak Badruz Zaman yaitu ketua BMA
Kabupaten Lebong beliau mengatakan bahwa:
“Jadi sebelum kita menurunkan alat musik tari Kejai ini ada ritual yang
harus dilaksanakan namanya mbuiak gung kecitang, caranya disini alat-
alat musik tari Kejai tu, dibersihkan tetapi dengan air yang sudah
disiapkan dengan rendaman bunga-bunga. Jadihal ini tanda
penghormatan kita pada eluhur nenek moyang kita”.
(Hasil wawancara tanggal 04 April 2019)
48
Setelah melakukan ritual ini maka alat musik pengiring tari Kejai barulah boleh
digunakan. Alat musik ini dimainkan oleh tiga orang pemusik, yang mana tidak
terdapat kreteria khusus untuk menentukan pemain musik pengiring tari kejai ini.
Meskipun tidak memiliki kreteria khusus dalam penetapan pemain musik tari
Kejai, pemusik tetaplah harus terampil dalam memainkan alat musik tersebut. Selain
itu pemusik haruslah memahami irama musik yang dimainkan sehingga dapat
49
menghasilkan kolaborasi antara musik dan tarian yang indah. Dimana masing-masing
pemusik akan berfokus memainkan satu alat musik pengiring tersebut.
Redap merupakan alat musik khas tradisional Bengkulu yang terbuat dari kulit
rusa tunggal dan batang kayu rotan. Redap dimainkan dengan cara dipukul pada
bagian permukaannya. Alat musik tradisional ini tidak hanya digunakan untuk
mengiringi tari Kejai saja tetapi biasa digunakan pada saat menggiringi acara-acara
daerah. Pada saat meniringi tari Kejai alat musik Redap ini berirama ulok butau
debuak.
50
Alat musik kolintang juga digunakan pada saat mengiringi tari Kejai, alat musik
ini dimainkan dengan berirama siaman punjung tebu. kolintang tersusun atas logam-
logam yang dimainkan dengan cara dipukul menggunakan alat pemukul yang terbuat
kusus. Biasanya alat musik ini ditampilkan masyarakat pada saat upacara adat dan
juga pertunjukan seni tradisional
Alat musik lainnya yaitu Gong. Gong merupakan alat musik pukul yang terbuat
dari leburan logam dengan permukaan yang bundar. Alat musik gong ini digantung
pada sebuah bingkai. Gong memiliki suara rendah, yang dimainkan dengan cara
ditabuh dengan menggunakan pemukul kayu yang ujungnya dibalut dengan karet atau
kain. Getaran yang dihasilkan dari pukulan kayu tanpa kain akan berbeda dengan
yang dilapisi kain. Alat musik ini digunakan saat mengiringi tari Kejai dengan
dinamai nada tagar bilai baik.
51
52
3. Makna Sesaji
Didalam ritual adat ataupun acara yang berbau tradisional sering kita temui
sesaji atau persembahan pada nenek moyang pada upacara-upacara adat. Dalam
pelaksanaan tari Kejai terdapat pula sesaji yang disebut dengan penoi yang artinya
gudang tempat menaruh sesaji.
Penoi merupakan lambang kutai dalam masyarakat adat Rejang. Penoi ini
memiliki simbol atau makna yang melambangkan kesejahteraan dan kemakmuran
masyarakat. Penoi ini berisi berbagai bahan-bahan hasil pertanian, perkebunan dan
bahan-bahan lainnya. Adapun berikut ini isi dari Penoi adalah sebagai berikut:
53
54
Isi dari sesaji ini haruslah dilengkapi ketika ingin menampilkan tari Kejai
karena masyarakat suku Rejang percaya jika isi dari penoi ini tidak dipenuhi secara
lengkap maka akan terjadi mala petaka pada kegiatan yang dilaksanakan tersebut.
55
“Artinya sesaji yang ditaruh itu rasa berterima kasih pada roh leluhur
nenek moyang kita karna sudah menjaga kemakmuran taneak jang”.
(Hasil wawancara tanggal 11 April 2019)
Datuk Efendi juga mengatakan:
“Isi penoi ini kan berbagai macam dimana juga ada hasil-hasil panen
hasil perkebunan nah artinya ini taneak jang berada dalam kemakmuran.
Jadi di gunakanlah penoi ini setiap kali tari Kejai wujud terimakasih pada
Tuhan melalui nenek moyang kita atas kemakmuran yang sudah
diberikan ini”.
(Hasil wawancara tanggal 11 April 2019)
Bapak Jaspin menjelaskan bahwa:
“Dengan adanya sesaji ini masyarakat Rejang mempercayai sesaji ini
merupakan suatu ungkapan terimakasih kepada Tuhan melalui roh
leluhur karena telah menjaga kemakmuran yang diberikan Tuhan.”
56
penampilan. Sebenarnya pada zaman duhulu para penari tari Kejai hanya
menggunakan pakaian yang bebas pantas dikarnakan pada zaman dahulu belum
adanya baju atau costum seragam yang dapat digunakan seperti sekarang ini seiring
dengan perkembangan zaman serta hadirnya biku di tanah Rejang maka tari kejai
mulai menggunakan pakaian khusus.
Perlengkapan yang digunakan pada penampilan tari Kejai ini sangatlah
sederhana dan indah. Pada tari Kejai terdapat penari laki-laki dan penari perempuan
oleh karna itu tentu saja pakaian yang digunakan berbeda antara penari laki-laki dan
perempuan.
Penari Lelaki
57
bijaksana, agar kelak dapat menjadi seorang pemimpin terutama rumah tangga yang
bijaksana.
2. Celana Dasar Warna Hitam
Celana dasar hitam pada penari laki-laki bermakna bahwa para penari yang
terpilih untuk menampilkan tari Kejai ini merupakan laki-laki yang sudah remaja,
dimana laki-laki yang sudah remaja ini sudah bisa memilih mana yang baik untuk
mereka.
3. Kain Songket
58
Kain songket ini digunakan pada penari laki-laki dengen dilipat setengah lutut
saja. Masyarakat suku Rejang percaya kain songket yang digunakan penari laki-laki
ini selain memperindah penampilan penari laki-laki sehingga para penari yang tampil
terlihat seperti laki-laki yang sopan dan gagah, selain itu juga dipercayai sebagai
penawar atau penang malapetaka, dimana kain songket ini jika digunakan oleh penari
laki-laki maka penari akan terhindar dari bahaya, gangguan roh jahat dan para penari
dipercaya selalu dalam lindungan Tuhan.Campur atau Cabur.
4. Campur atau Cabur
Campur atau cabur merupakan topi adat yang digunakan para penari laki-laki.
Campur atau cabur ini menyimbolkan kebesaran dan keagungan kaum laki-laki. Yang
mana maknanya laki-laki suku Rejang merupakan sosok pemimpin, yang mampi
bersikap bijaksana dalam mengambil keputusan. Hal tersebut menjelaskan bahwa
masyarakat rejang menganut paham patriarki dimana kepemimpinan diyakini dan
didominasi oleh laki-laki.
59
5. Selempang
Penari Perempuan
1. Baju Kurung
60
Baju ini digunakan penari perempuan ini merupakan baju kurung berwarna
merah yang melambangkan kecerian. Karena masyarakat suku Rejang percaya bahwa
kecerian dapat membangkitkan semangat dan energi positif. Baju tari Kejai yang
digunakan oleh penari perempuan ini memiliki motif manik-manik berwarna emas
yang berbenuk seperti pucuk bambu muda disetiap bagian kiri dan kanan ujung baju.
Motif ini menunjukan makanan khas suku Rejang yakni Lemea, yang terbuat dari
rebung atau pokok batang bambu muda yang dipermentasikan terlebih dahulu. Hal ini
juga memiliki makna agar selalu mendapatkan keberuntungan dalam kehidupan.
2. Kain Songket
61
Kain Songket ini digunakan sebagai rok pada penari perempuan, kain ini juga
memiliki makna yang sama seperti yang digunakan pada penari laki-laki, yakni
sebagai penolak bala. Digunakan oleh penari perempuan agar terhindar dari segala
macam bala karena masyarakat suku Rejang memperayai bahwa Tuhan Yang Maha
Kuasa selalu melindungi mereka.
3. Selendang Songket
Selendang ini digunakan pada bagian belakang penari perempuan, jika penari
laki-laki menggunakan selempang. Penari perempuan menggunakan selendang
62
songket ini, pada gerakan matiak dayung selendang songket ini dikembangkan dan
diselipkan pada jari-jari tangan. Selendang ini digunakan pada tarian melambangkan
seperti elang terbang.
63
ini digunakan harus berjumlah ganjil. Hiasan yang khas ini mempercantik penari
perempuan.
64
Singal ini merupakan penutup kepala bagian depan penari perempuan. Singal
ini boleh digunakan boleh juga tidak pada saat penari perempuan menampilkan tari
Kejai.
65
66
5.2 Pembahasan
5.2.1 Pembahasan Makna Tari Kejai Dengan Menggunakan Pendekatan
Teori Interaksi Simbolik
Biasanya simbol bisa berbentuk dalam gambar,gerak tubuh, bunyi, warna, dan
masih banyak lagi. Dengan kemampuannya simbolisasi ini dikarnakan manusia
memiliki akal pemikiran untuk mengartikan suatu simbol-simbol tersebut. Dengan
hal tersebutlah yang mengistimewakan manusia dengan makhluk ciptaan tuhan
lainnya karena manusia memiliki akal dan pikiran untuk mengartikan suatu simbol
tersebut.
Tari Kejai merupakan salah satu tari yang menjadi kebanggan bagi
masyarakat suku Rejang yang ada di Kabupaten Lebong Provinsi Bengkulu. Tari ini
sesuai dengan namanya yaitu tari Kejai yang merupakan tari sakral daerah suku
Rejang, kejai yang berarti Perayaan besar atau pesta besar yang didalamnya terdapat
gerak, musik, dan sesaji sebagai unsur seninya. Tari Kejai ini sendiri tidak dapat
ditampilkan di sembarang tepat, hanya saja tari Kejai ini dapat ditampilkan pada
acara besar seperti upacara pernikahan, penobatan, penyambutan tamu agung serta
panen raya.
Aktifitas yang berhubungan dengan seni seperti halnya tari juga tidak terlepas
akan kebutuhan simbol yang didalamnya mengandung suatu makna dan penggunaan-
67
Pertama, makna gerak dalam tari Kejai setiap gerak yang ada memiliki
makna tersendiri. Pada gerakan tari kejai terdapat lima gerak didalamnya yaitu gerak
sembah awal, gerak matiak dayung, gerak meltik jiay, gerak sembah akhir, dan gerak
mendayung. Dari kelima gerak tersebut terdapat makna tersendiri seperti makna pada
gerak pertama yakni gerak sembah yang memiliki makna penghormatan terhadap
hadirin, tamu agung serta sesama penari. Kedua, kerak meletik jiay. Gerakan ini
marupakan suatu gerak yang bermaksud sebuah perkenalan antara penari laki-laki
dan penari perempuan yang memiliki arti makna bahwa mereka sudah menerima
dalam memperkenalkan diri menjadi teman baru. Ktiga, Gerak matiak dayung yang
bermakna masyarakat Rejang percaya bahwa segala sesuatu sudah diatur oleh Allah
yang memiliki kausa, dan mereka menyerahkan segala sesuatunya kepada Allah
SWT. Keempat, gerak sembah akhir memiliki makna penghormatan yang sama
halnya seperti gerak sembah awal. Kelima, gerak mendayung yang memiliki makna
perpisahan, dimana gerakan ini menyimbolkan berakhirnya tarian Kejai yang
dilaksanakan. Dapat disimpulkan bahwa gerakan didalam tari Kejai terdapat makna
simbolik pada komunikasi nonverbal, didalamnya yang setiap maknyanya
mengandung arti tentang kehidupan masyarakat suku Rejang.
68
Kedua, simbol musik pada tari Kejai. Pada dasarnya musik pengiring pada
tari Kejai ini tidak memiliki makna khusus tetapi irama musik pengiring yang
dimainkan bersimbol bak suara ombak musim kemarau yang berarti irama musik
yang dimainkan berbunyi sama dari awal irama mengiring tarian hingga akhir tarian.
Ketiga, makna simbol sesaji pada tarian Kejai ini terdapat sesaji yang harus
dipenuhi atau dilengkapi dalam menampilkan tarian kejai. Dimana sesaji yang
terdapat pada tari Kejai ini merupakan hasil bumi, sesaji tersebut berupa hasil bumi
yang masing-masing sesaji memiliki makna tertentu, maka dapat disimpulkan bahwa
kehidupan manusia tersebut tidak lepas dari hasil bumi yang selalu dibutuhkan dan
digunakan oleh manusia terkhusus suku Rejang.
Pada pembahasan makna simbolik tari Kejai suku Rejang, teori yang
digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teori interaksi simbolik
yang dipopulerkan oleh Harbert Blumer, dimana Blumer menyimpulkan bahwa
interaksi simbolik merupakan kehidupan yang bermasyarakat terbentuk melalui
proses interaksi dan komunikasi antara individu antar kelompok dengan
menggunakan simbol-simbol yang dipahami maknanya melalui proses beajar. Terkait
hal ini teori Harbert Blumer membagi tiga pemahaman yakni Meaning, Language,
tought.
69
ombak laut dimusim kemarau yang berarti setiap bunyi nada tarian kejai ini berbunyi
sama tidak banyak aransemen yang dimainkan. Dan pada pemaknaan sesaji dimana
sesaji ini memiliki makna wujud dari kemakmuran masyarakat suku Rejang. Maka
dari itu bagaimana khalayak atau masyakat memaknai tari Kejai yang mereka lihat,
Baik pada pemaknaan gerak, musik, dan sesaji. Sesuai dengan bagaimana khalayak
memaknai hal tersebut. Tetapi tari Kejai memiliki makna mutlak yang tidak dapat
diubah meskipun dipengaruhi oleh perubahan zaman. Walaupun sebagaian dari
khalayak memaknai hal tersebut dengan pendapat mereka sendiri.
Kedua, Language atau Bahasa adalah sumber makna yang berkembang secara
luas melalui interaksi sosial antara satu dengan yang lainnya dan bahasa disebut juga
sebagai alat atau instrumen. Terkait dengan bahasa, Mead menyatakan bahwa dalam
kehidupan sosial dan komunikasi antar manusia hanya mungkin dapat terjadi jika kita
memahami dan menggunakan sebuah bahasa yang sama. dalam hal ini dapat kita lihat
bahwa tari Kejai merupakan suatu alat yang digunakan masyarakat suku Rejang
untuk menyampaikan suatu pesan dalam bentuk gerak, musik, maupun sesaji yang
terdapat pada tari Kejai, yang dipahami secara komunikasi nonverbal atau melalui
pemaknaan.
70
Sehingga makna yang ingin disampaikan melalui tari Kejai ini dapat dimengerti
melalui interaksi simbolik yang digunakan.
Berdasarkan hasil dari penelitian ini terdapat beberapa macam simbol yang
peneliti tarik terkait simbolik yang terdapat pada tari Kejai ini.
71
tari Kejai ini merupakan salah satu tarian khas suku Rejang, dimana suku Rejang ini
merupakan suku tertua yang berada di provinsi Bengkulu. Dalam Tarian Kejai ini
makna yang terkadung dimana makna yang terkandung didalamnya memiliki nilai-
nilai moral yang tinggi, dan karna tarian ini merupakan tarian yang sakral dapat
mampu menarik minat masyarakat maupun wisatawan yang menyaksikannya. Hal ini
dikarenakan tarian ini tidak akan ditemui pada tarian lain. Hanya saja untuk
megembangkannya di kabupaten Lebong sendiri masih mengalami kendala. Namun
sayangnya terian ini di kabupaten Lebong sendiri terbilang jarang ditampilkan, hanya
pada acra tertentu saja tarian ini dilaksanakan, padahal salah satu cara untuk
membuka peluang bagi masyarakat luar untuk mengenal dan memahami tarian Kejai
ini dapat dikembangkan sehingga nilai-nilai moral yang ingin disampaikan dapat
dimengerti dengan adanya pelaksanaan tersebut mellui interaksi simbolik yang
terjadi.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan makna simbolik yang terkandung pada tari Kejai maka pada bab
ini dapat disajikan tentang beberapa kesimpulan :
1. Makna yang terkandung pada unsur gerak tari Kejai terdapat lima jenis gerak
yang dimana setiap jenis gerak tersebut memiliki makna tersendiri, pertama
yakni gerak sembah yang memiliki makna penghormatan terhadap hadirin,
tamu agung serta sesama penari. Kedua, kerak meletik jiay. Gerakan ini
marupakan suatu gerak yang bermaksud sebuah perkenalan antara penari laki-
laki dan penari perempuan yang memiliki arti makna bahwa mereka sudah
menerima dalam memperkenalkan diri menjadi teman baru. Ketiga, Gerak
matiak dayung yang bermakna masyarakat Rejang percaya bahwa segala
sesuatu sudah diatur oleh Allah yang memiliki kuasa, dan mereka
menyerahkan segala sesuatunya kepada Allah SWT. Keempat, gerak sembah
akhir memiliki makna penghormatan yang sama halnya seperti gerak sembah
awal. Kelima, gerak mendayung yang memiliki makna perpisahan, dimana
gerakan ini menyimbolkan berakhirnya tarian Kejai yang dilaksanakan. Dapat
disimpulkan bahwa gerakan didalam tari Kejai terdapat makna simbolik pada
komunikasi nonverbal, yang mana pada setiap maknyanya mengandung arti
tentang kehidupan masyarakat suku Rejang.
2. Simbol musik pada tari Kejai ini pada dasarnya musik pengiring pada tari
Kejai ini tidak memiliki makna khusus tetapi irama musik pengiring yang
dimainkan bersimbol seperti suara ombak laut dimusim kemarau yang berarti
irama musik yang dimainkan berbunyi sama dari awal irama mengiring tarian
hingga akhir tarian.
72
73
3. Makna simbol sesaji pada tarian Kejai ini terdapat sesaji yang harus dipenuhi
atau dilengkapi dalam menampilkan tarian kejai. Dimana sesaji yang terdapat
pada tari Kejai ini merupakan hasil bumi, sesaji tersebut berupa hasil
pertanian dan lainnya yang masing-masing sesaji memiliki makna tertentu,
maka dapat disimpulkan bahwa kehidupan manusia tersebut tidak lepas dari
hasil bumi yang selalu dibutuhkan dan digunakan oleh manusia terkhusus
suku Rejang.
6.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka saran yang dapat penulis berikan
yakni sebagai berikut:
Adjalon dkk. 2010. Seni Kejei dalam Perkawinan Adat Masyarakat Rejang. Solo:
Yuma Pustaka
Danesi, Marcel. 2004. Pesan, Tanda, dan Makna: Buku teks dasar semiotika dan
komunikasi. Yogyakarta: Jalasutra
Griffin, EM. 2012. A First Look At Comunication Theory. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya
L. Tubbs, Stewart & Sylvia Moss, 1994. Human Communication. Jakarta: Salemba
Humanika
Sekarningsih, Frahma, Rohayani, dan Hany. 2006. Pendidikan Seni Tari dan Drama.
Bandung: UPI PRESS.
Ricard West dan Lynn H.Tuner. 2008. Teori Komunikasi. Jakarta: Salemba
Humanika
Zulman Hasan. 2015. Anok kutai rejang. Lebong: Pemerintahan Kabupaten Lebong
SUMBER LAIN
SUMBER INTERNET
https://web.facebook.com/photo.php?fbid=2024157917600243&set=pb.10000018164
0478.-2207520000.1552965790.&type=3&theater
https://www.youtube.com/watch?v=oFNPMabbIOU&t=234s
L
A
M
P
I
R
A
N
PEDOMAN WAWANCARA
Identitas Informan :
Nama :
Umur :
Pendidikan :
Alamat :