Anda di halaman 1dari 82

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bengkulu merupakan salah satu provinsi yang terletak di Pulau Sumatra. Kota
Bengkulu secara geografis terletak di pantai barat Sumatera, menempati wilayah
seluas 14.452 Ha dengan ketinggian 10 s.d 50 m diatas permukaan laut. Dengan
posisi seratus dua derajat bujur timur dan tiga derajat lintang selatan. Perjalanan
sejarah provinsi Bengkulu mempunyai daya tarik bagi bangsa-bangsa lain yang dapat
mendorong pelestarian kebudayaan serta kegiatan pariwisata. Sama seperti halnya di
provinsi lain Bengkulu memiliki ciri khas kebudayaan, tradisi, dan kesenian yang
berbeda-beda dengan dipengaruhi kebudayaan Suku Melayu, Suku Rejang , Suku
Serawai, Suku Enggano dan Suku Lembak (Profil Provinsi Bengkulu Republik
Indonesia, 2013).
Suku Rejang adalah suku tertua yang mendiami sebagian besar wilayah
Provinsi Bengkulu dan sedikit di Provinsi Sumatera Selatan (Ekorusyono, 2013). Di
Provinsi Bengkulu suku Rejang ini terbesar di lima Kabupaten, yaitu: Kabupaten
Lebong, Kabupaten Rejang Lebong, Kabupaten Kepahiang, Kabupaten Bengkulu
Utara, dan Kabupaten Bengkulu Tengah. Sementara yang di Provinsi Sumatera
Selatan ada daerah kecamatan di Kabupaten Musi Rawas dan sembilan Marga di
Kabupaten Lintang Empat Lawang. Asal usul suku Rejang ini berasal dari Kabupaten
Lebong. Yang mana menurut cerita orang-orang tua ataupun yang ditulis oleh orang
Inggris seperti Jhon Marsden dan DR JW Van Royen menyebutkan bahwa suku
Rejang berasal dari daerah Lebong, mereka menyebut dirinya dengan Tun Jang
(berarti orang Rejang).
Tak jauh berbeda dengan suku lain suku Rejang mempunyai berbagai kesenian
yang mereka balut dengan prosesi untuk memuliakan adat istiadatnya, salah satunya
Tari Tradisional. Tari Tradisional adalah tari yang telah mengalami satuan perjalanan
hidup yang cukup lama dan memiliki nilai-nilai masa lampau yang mempunyai


 

 

hubungan ritual (Sekarningsih dan Hany, 2006). Tari Tradisional ini dapat dipahami
sebagai sebuah tata cara yang berlaku disebuah lingkungan etnik tertentu yang
bersifat turun temurun. Tari tradisional memiliki maksud dan makna dari tarian itu
sendiri seperti suku Rejang yang memiliki Tari Kejai.

Gambar 1.1 Penampilan Tari Kejai


Sumber :
https://web.facebook.com/photo.php?fbid=2024157917600243&set=pb.10000018164
0478.-2207520000.1552965790.&type=3&theater

Tari Kejai adalah satu-satunya tarian adat suku Rejang, tari Kejai merupakan
tarian sakral yang tidak boleh digelar dan diadakan sembarang tempat dan
kesempatan. Tari Kejai hanya ditampilkan pada acara pesta Kenduri Agung dan
hanya dipertunjukan didalam balai atau degung, tidak dipertontonkan ditempat
terbuka, para penari kejai adalah bujang gadis yang berlaianan marga (Hasan, 2015).
Tari Kejai seperti yang telah dikemukakan pada bahasan Sambai Andak diciptakan
berkisar abad IV – V M Disaat gencar-gencarnya pengaruh Hindu masuk ke wilayah
Nusantara. Didalam tari Kejai terdapat tiga unsur yang tidak bisa terlepas satu dengan
lainnya. Unsur pertama adalah gerak tari dari 5,7 atau 9 penari laki-laki dan 5,7 atau 9
perempuan jumlahnya haruslah ganjil. Penari yang menjadi salah satu bagian penting

 
 

 

dalam tarian ini, dimana dimainkan oleh sekelompok orang yang membentuk dua
baris berbanjar. Mitosnya penari pria Kejai diharuskan perjaka dan untuk wanita
diharuskan juga yang masih suci, jika tidak dipercaya kulintang yang digunakan
sebagai pengiring tari tersebut akan pecah (Adjalon dkk, 2010).
Pada sebuah tarian bahwasanya tari Kejai ini tidak lepas kaitannya dengan
musik sebagai pengiring tari. Irama musik sebagai iringan tarian yang menjadi unsur
kedua dalam tari Kejai. Berdasarkan sejarah perkembangan tari Kejai ini telah ada di
daerah Rejang sebelum kedatangan para Biku, ketika itu tari ini diiringi dengan alat-
alat instrumen terbuat dari bambu yaitu bilah-bilah bambu sebagai kulintang dan krilu
(suling bambu). Sejak kedatangan para Biku tersebut alat-alat instrumen ini diganti
dengan logam dan ditambah dengan bende gong kecil kecupu gunung, gong besar
genutur umbah laut, redap merembak cetung. Tidak hanya itu dalam tarian ini
terdapat pula sesaji, yang merupakan unsur ketiga pada tari Kejai ini, banyak sesaji
yang harus dipersiapkan dalam pelaksanaan tari Kajei ini (Hasan, 2015). Sesaji yang
ada pada tarian Kejai ini merupakan sebagian besar hasil dari kekayaan bumi. Selain
itu sebagai pelengkap tarian Pakaian yang digunakan pada saat pelaksanaan tari Kejai
adalah pakaian tradisional adat suku Rejang yang disertai dengan aksesoris-aksesoris
sebagai pelengkap demi menjaga keindahan tarian.
Tarian ini tersebut merupakan suatu kebudayaan masyarakat suku Rejang yang
mempunyai makna yang terkandung didalamnya sehingga mejadikan landasan
berfikir dan bertindak untuk pembentukan karakter manusia dibumi ini, sehingga
suatu kebudayaan mempengaruhi pola pikir, sikap, dan tindakan serta karakter
manusia. Kebudayaaan yang ada dimasyarakat lebih dikenal dengan budaya lokal.
Kebudayaan merupakan komplikasi dalam keseluruhan yang meliputi pengetahuan,
kepercayaan, keseniaan, moral, hukum, adat istiadat serta lain-lain kenyataan dan
kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan manusia sebagai anggota masyarakat (Soekanto,
2007). Setiap daerah selalu mempunyai budaya, dapat berupa adat istiadat kesenian
yang membedakan dengan daerah lain yang menjadi budaya lokal, yang didalamnya
mempunyai nilai kearifan lokal sebagai identitas diri atau ciri khas dari daerah

 
 

 

tersebut. Nilai kearifan lokal yang ada didalamnya juga akan dijadikan landasan
berpikir dan bertindak bagi kaum masyarakat suatu daerah, terutama bagi masyarakat
yang menjunjung tinggi tradisi daerah. Begitu pentingnya kebudayaan ini membuat
kebudayaan harus tetap dilestarikan dan dijaga keberadaannya.
Masyarakat Suku Rejang berusaha melestarikan tari Kejai ini sebagai aset
kebudayaan mereka (Ekorusyono, 2013). Karena tarian tersebut merupakan tarian
yang menurut mereka adalah warisan budaya leluhur mereka dalam bentuk kesenian
yang berupa gerak dan dikombinasikan dengan musik serta gerakan tari tersebut
diangkat dari cerita legenda Putri Krikam Manis dan Bujang Tunggal pada zaman
dahulu, oleh karena itu perlu adanya pelestarian budaya semacam tari Kejai ini serta
perlunya pembelajaran tarian ini kepada generasi muda yang ada di suku Rejang dan
pembukaan rumah kesenian seperti sanggar, agar tarian ini mampu tetap eksis di era
modern saat ini. Misalnya saja sanggar Ratau Agung yang terdapat di Desa Tunggang
Kecamatan Lebong Utara Kabupaten Lebong.
Berdasarkan pra-penelitian yang dilakukan oleh peneliti, Sanggar Ratau
Agung dipimpin langsung oleh Datuk Haludin S. salah satu guru Sekolah Dasar 22
Negeri Kabupaten Lebong. Sanggar ini biasa menampilkan tarian satu kali dalam
seminggu tergantung pada tawaran yang datang. Sanggar ini biasa digunakan
kabupaten Lebong dalam acara-acara penting, seperti penyambutan, peresmian,
pernikahan, dan lain-lain. Sanggar ini dapat menampilkan tarian sesuai dengan
permintaan. Sanggar Ratau Agung memiliki banyak anggota yang mendominasi
yakni kaula muda dari Siswa SD, SMP, SMA, hingga mahasiswa bahkan terdapat
anak didik sanggar yang telah lulus masih sering kali ikut tampil. Sanggar ini juga
merupakan sanggar paling aktif sekabupaten Lebong dan yang sering diikut sertakan
dalam acara-acara kabupaten Lebong. Menurut Datuk Haludin S. selaku pemilik
sanggar menyatakan bahwa:

“Saat ini Tari Kejai jarang digunakan karena tarian ini merupakan
tarian adat yang sakral dan dulunya tak disembarang tempat dapat
ditampilkan. Sekarang ini Tari Kejai hanya ditampilkan pada saat

 
 

 

sanggar menerima job seperti pernikahan keluarga pejabat. Karna


menampilkan Tari Kejai ini membutuhkan biaya yang banyak.
Sanggar Ratau Agung ini menjadi salah satu jembatan bagi generasi
muda untuk melestarikan kebudayaan daerah dan mempertahankan
tradisi dan budaya leluhur masyarakat Suku Rejang. Dimana dalam
tarian tersebut terdapat nilai, makna, simbol, serta filosofi.”
(Pra-penelitian, 03 Desember 2018)

Tari tradisional umunya memiliki nilai historis yang tinggi, pedoman yang luas
dan berpijak pada adaptasi adat istiadat lingkungan tempat bertumbuhnya. Dimana
dalam setiap tarian daerah memiliki makna yang terkandung yang diungkapkan
melalui simbol-simbol dalam tarian tersebut, simbol-simbol ini dapat diartikan
sebagai makna, maksud atau fungsi tertentu yang terdapat dalam suatu bentuk yang
memerlukan interpretasi untuk mengungkapkannya sebagai media komunikasi.
Makna yang dimaksud disini adalah makna unsur bahasa baik dalam kata, ataupun
kalimat. Banyak hal yang tidak terbaca didunia ini karena selalu ada sesuatu yang
tidak bisa diungkapkan secara langsung. Oleh karena itu tarian merupakan salah satu
cara untuk membahasakan sesuatu yang tidak bisa diungkapkan dengan mudah.
Tari Kejai memiliki makna pesan yang terbilang tidak banyak diketahui oleh
masyarakat umum maupun masyarakat suku Rejang sendiri. Hal ini tidak menutup
kemungkinan tarian daerah suku Rejang ini akan disalahartikan oleh masyarakat
umum padahal tari tradisional ini sudah mendapat perhatian masyarakat umum
bahkan sudah ada yang mengkreasikan tarian ini, padahal tarian ini menurut
masyarakat suku Rejang sendiri merupakan tarian yang sakral yang diyakini
mengandung nilai-nilai mistik. Melalui penelitian yang mendalam tentang kandungan
makna melalui proses simbolik diharapkan peneliti mampu memahami dan dapat
mengetahui apa saja simbol yang terdapat dalam tari Kejai berikut dengan makna
pesan yang disampaikan. sehingga peneliti lebih mengerti tentang suatu makna dalam
bentuk tarian tersebut yang memiliki nilai guna sangat tinggi. Nilai yang dimaksud
merupakan suatu yang sangat penting atau berharga yang diungkapkan melalui syair,

 
 

 

irama musik, dan gerak tari yang mengandung unsur kebudayaan adat istiadat suku
Rejang.
Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik mengangkat judul yaitu
“Makna Simbolik Tari Kejai Pada Suku Rejang di Kabupaten Lebong” penelitian ini
berfokus pada makna pesan yang terdapat pada tari Kejai.

1.2 Rumusan Masalah


Bedasarkan latar belakang diatas rumusan masalah yang ditetapkan dalam
penelitian ini adalah “Bagaimana makna simbolik Tari Kejai pada suku Rejang di
Kabupaten Lebong?”

1.3 Batasan Masalah


Pada skripsi ini penulis membatasi pada ruang lingkup penelitian sebagai
berikut: Pemaknaan akan difokuskan pada makna simbol dari gerak tari Kejei, makna
musik pengiring pada tari Kejai, serta sesaji yang digunakan pada pelaksanaan tari
Kejai.

1.4 Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan dari penelitian ini yakni:
untuk mengetahui makna pesan komunikasi yang terdapat pada tarian Kejai yang
merupakan tarian khas suku Rejang. Sehingga tidak hanya masyarakat suku Rejang
bahkan masyarakat umum dapat mengetahui makna yang terkandung dan tidak
menyalahartikan makna dari tari Kejai.
1. Untuk mengetahui makna pesan simbolik pada gerak tari Kejai
2. Untuk mengetahui makna dari musik sebagai pengiring tarian Kejai
3. Untuk mengetahui makna simbol sesaji yang digunakan pada pelaksnaan tari
Kejei

 
 

 

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai


berikut:

1) Secara Teoritis
Kegunaan penelitian ini secara teoritis yakni diharakan penelitian ini
dapat menambah dan memberikan masukan dalam rangka pelaksanaan
akademik bidang ilmu komunikasi budaya terhadap makna komunikasi
yang terdapat pada tari Kejai masyarakat suku Rejang, serta dapat
digunakan sebagai bahan penelitian lebih lanjut yang berhubungan
dengan penelitian.
2) Secara Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman dan wawasan
bagi penulis serta bagi masyarakat mengenai makna Tari Kejei tersebut.
Sehingga nantinya tidak akan ada lagi kesalahan dalam memakanai tari
Kejei yang berasal dari suku Rejang ini.

 
 
 
 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu


Penelitian yang dilakukan oleh Novri Suharsono (2017), mahasiswa Ilmu
Komunikasi FISIP Universitas Bengkulu yang berjudul “Pemaknaan Pesan Pada Seni
Pertunjukan Mainangan di kecamatan Kaur Selatan Bengkulu”. Penelitian ini
menggunakan teori Interaksi Simbolik dengan menggunakan penelitian kualitatif
untuk mengetahui makna pesan yang terdapat pada rangkaian seni pertunjukan
Mainangan. Penelitian ini berfokus pada simbol-simbol komunikasi pada seni
pertunjukan mainangan yang terdapat di kecamatan Kaur Selatan, Kabupaten Kaur.
Dimana bermula dari Interpretasi masyarakat Kaur Selatan, terhadap simbol-simbol
kemudian maknanya disepakati secara bersama-sama dan pada akhirnya
menghasilkan simbolik pada pementasan kesenian mainangan tersebut.
Terdapat pula penelitian terdahulu yang relavan. Pada jurnal Yulius Bastian,
mahasiswa Universitas Kristen Petra Surabaya (2013) yang berjudul “Makna
Simbolik Salam Tiga Jari Pada Band Heavy Metal dan Pada Para Penggemarnya di
Surabaya”. Dimana penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna apa saja yang
ada didalam pelaku musik Heavy Metal dan juga para penggemar dari masing-masing
band tersebut di Surabaya. Dengan menggunakan teori interaksi simbolik pada
penelitian ini dapat disimpulkan bahwa makna simbol salam tiga jari adalah identitas
dalam bentuk persahabatan komunitas Heavy Metal itu sendiri. Mereka mengartikan
sebagai simbol kebesaran musik metal, simbol persaudaraan, persahabatan, simbol
untuk mengapresiasikan seru-seruan, senang, simbol untuk kelomok tertentu yang
individunya menyukai hal yang sama, simbol untuk bersosialisasi, simbol kebebasan,
tidak terkait dari norma-norma yang ada. Simbol salam tiga jari ini dimaknai
sedemikian rupa karena pengalaman-pengalaman melihat teman-teman pelaku dan
penggemar dari musik ini mempunyai kekopakan dan kerjasama yang tinggi



 

Penelitian terdahulu selanjutnya yang dilakukan oleh Muhammad Amrullah


(2015), mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Hasanuddin, dengan judul
penelitian “Representasi Makna Simbolik dalam Ritual Perahu Tradisional Sandeq
Suku Mandar di Sulawesi Barat”. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Untuk
mengkategorikan tahapan-tahapan dalam prosesi ritual yang ada pada perahu
tradisional sandeq, (2) Untuk Menganlisis Pesan yang terkandung dalam prosesi
ritual yang ada pada perahu tradisional sandeq, (3) Untuk menganalisis makna
budaya suku Mandar yang terkandung dalam prosesi ritual yang ada pada perahu
tradisional sandeq. Tipe penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif,
dengan teori yang digunakan yakni Teori Interaksi Simbolik. Hasil dari penelitian ini
menunjukan bahwa ritual yang mengiringi pembuatan perahu tradisional sandeq
dilihat dalam tiga tahapan utama yaitu pada awal pembuatan perahu, dalam proses
pembuatan perahu dan pada awal peluncuran perahu ke laut. Makna yang terkandung
dalam peaksanaan ritual adalah merupakan pengharapan agar senantiasa diberi
keselamatan oleh Allah SWT dalam menggunakan perahu. Selain itu ritual juga
bermaksud untuk memohon rezeki yang melimpah dari proses melaut nantinya. Nilai
religiusitas masyarakat mandar terlihat jelas dari setiap tahapan ritual yang dilakukan,
dengan menggunakan mantra-mantra dan do’a sebgai pesan nonverbal dalam ritual
pembuatan perahu sandeq dipusatkan pada penggunaan usul atau sistem pengetahuan
masyarakat setempat yang dilakkan dengan tindakan maupun benda-benda simbolik
untuk menunjukan harapan atau keinginan.
Berdasarkan penelitian terdahulu tersebut terdapat kesamaan dengan penelitian
yang akan peneliti lakukan, dengan sama-sama menggunakan teori interksi simbolik
sebagai pisau analisis serta mendeskripsikan mengenai makna simbolik. Akan tetapi
terdapat pula perbedaan yang terletak pada objek penelitian, dan latar belakang
masalah yang diangkat. Yang mana pemaparan penelitian tersebut semata-mata
menegaskan bahwa penelitian yang dilakukan berbeda dengan penelitian terdahulu.
Dengan ketiga penelitian ini, peneliti dapat memliki panduan untuk mengamati

 
 
10 
 

makna simol dan makna pesan serta teknik penumpulan data yang nantinya dapat
peneliti terapkan dalam mengamati tari Kejai suku Rejang.

2.2 Simbol
Secara etimologi, simbol berasal dari kata Yunani “Symballein” yang berarti
melemparkan bersama suatu (benda, perbuatan) dikaitkan dengan ide (Sobur, 2009).
Simbol adalah kata-kata yang arbitrer dan tanda-tanda nonverbal tidak mempunyai
hubungan alami dengan hal-hal yang mereka sebutkan; makna-makna mereka
dipelajari dalam budaya tertentu (Griffin, 2012). Suatu simbol tidak memiliki arti
yang tetap pada satu hal mutlak melainkan dapat memiliki makna lain yang bersifat
konvensional dalam suatu budaya.
Banyak yang selalu mengartikan simbol sama dengan tanda. Sebetulnya, tanda
berkaitan langsung dengan objek, sedangkan simbol memerlukan proses pemaknaan
yang lebih intensif setelah dihubungkan dengan objek. Dengan kata lain, simbol lebih
substansif daripada tanda. Dalam konsep Pierce, simbol merupakan salah satu
kategori tanda (sign), sehingga simbol diartikan sebagai tanda yang mengacu pada
objek tertentu diluar tanda itu sendiri.
Sobur menyatakan bahwa dalam bahasa komunikasi, simbol seringkali
diistilahkan sebagai lambang. Hal ini tidak menutup kemungkinan pemakaian istilah
simbol atau lambang secara bersamaan atau bergantian, karena makna simbol dan
lambang dalam konteks komunikasi adalah sama. Lambang atau simbol digunakan
untuk menunjukan sesuatu lainnya, berdasarkan kesepakatan sekelompok orang.
Lambang meliputi kata-kata (pesan verbal), prilaku non verbal, dan objek yang
maknanya disepakati bersama. Simbol dapat berbentuk kata-kata, gerakan tangan,
gambar, atau objek yang memuat makna khusus dan yang hanya dapat dipahami oleh
anggota kelompok yang berada didalam sebuah kultur.
Pada konsep Peirce, simbol atau lambang merupakan salah satu kategori dari
tanda (sign). Sebuah simbol merupakan sebuah tanda yang mewakili suatu objek

 
 
11 
 

berdasarkan pesetujuan dalam konteks tertentu (Danesi, 2004). Pada dasarnya simbol
dapat dibedakan menjadi tiga yaitu (Sobur, 2013) :
1. Simbol-simbol universal, berkaitan dengan arketipos, misalnya tidur sebagai
lambang kematian.
2. Simbol kultural yang dilatarbelakangi oleh suatu kebudayaan tertentu, misalnya
keris dalam budaya Jawa.
3. Simbol individual yang biasanya dapat ditafsirkan dalam konteks keseluruhan
karya seorang pengarang.
Menurut Bleke dan Haroldsen:
Simbol merupakan suatu unit yang paling mendasar dalam komunikasi.
Sama Seperti yang dinyatakan Mulyana bahwa Simbol atau lambang
adalah suatu yang digunakan untuk menunjukan sesuatu yang lainnya
berdasarkan kesepakatan sekelompok orang (Mulyana, 2007).

Namun tidak semua orang yang dapat memahami makna dari sebuah lambang
atau simbol komunikasi dalam berinteraksi, sebab simbol atau lambang itu sendiri
ialah semacam isyarat yang hanya dapat dipahami dengan suatu kemampuan. Dengan
demikian, makna yang terkandung oleh suatu simbol atau lambang, bukan terletak
pada simbol itu sendiri. Layaknya suatu kata bahwa manusia yang memberi makna
pada kata-kata, tergantung dari mereka memaknainya, manusialah yang memiliki
makna-makna itu.
Sehubungan dengan penafsiran, simbol dalam proses komunikasi akan
berkaitan dengan pemaknaan. Keduanya tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Tidakan simbolis bermaksud untuk menyederhanakan sesuatu yang mempunyai
makna, yang mana sesuatu yang mempunyai makna adalah apa yang diungkapkanya
semata-mata berdasar atas kesepakatan bersama dan budaya yang menggunakannya.
Dengan kata lain, simbol bersifat arbiter.
Sebagai mahluk simbolik, manusia bepikir, berperasaan dan bersikap dalam
ungkapan–ungkapan simbolik. Dalam konteks kebudayaan tertentu, setiap orang
memaknai simbolik tanpa banyak berpikir, dengan spontan disebar dalam

 
 
12 
 

hubungannya dengan orang lain, dan makna serta maksudnya langsung dapat
ditangkap.
Lambang atau simbol yang ditimbulkan oleh manusia dapat dibedakan atas
simbol yang bersifat verbal dan non verbal. Dalam rangka menjalin komunikasi yang
berdasarkan pada keseragaman makna, manusia dalam hubungan interaksi sosial
selalu berupaya menocok apa yang ada dalam pikirannya dengan apa yang sedang
terjadi pada lingkungan, artinya manusia dalam proses komunkasi bukan sekedar
penerima lambang atau simbol-simbol yang dilihat, didengar, atau yang dirabanya
secara pasif, melainkan individu secara aktif mencoba mengadakan interprestasi
terhadap lambang atau simbol tersebut.
Bentuk-bentuk komunikasi yang terjadi pada Tari Kejai disebut sebagai simbol.
Simbol dapat dinyatakan dalam bentuk lisan atau tertulis (verbal) maupun melalui
isyarat-isyarat tertentu (Cangara, 2014). Hampir semua aktivitas dalam proses
komunikasi disampaikan dalam bentuk simbol, semua aktivitas hampir semua
pernyataan manusia baik yang ditujukan untuk kepentingan dirinya, maupun untuk
kepentingan orang lain dinyatakan dalam bentuk simbol.

2.3 Makna
Makna umunya dikenal sebagai suatu hal yang tinggal dalam pesan dan pikiran
(Donsbach, 2008). Menurut Blumer, makna adalah sebuah kondisi yang muncul
sebagai hasil dari interaksi anggota grup dan bukan sebuah fitur intrinsik antar
manusia dan makna mengijinkan manusia untuk menghasilkan beberapa fakta yang
membentuk dunia panca indra. Fakta-fakta ini berhubungan dengan bagaimana
manusia membentuk makna.
Tubbs dan Moss (1994) menyatakan komunikasi adalah proses pembentukan
makna diantara dua orang atau lebih. Judy C. Pearson dan paul E. Nelson mengatakan
bahwa komunikasi adalah proses memahami dan berbagi makna. Brown
mendefinisikan makna sebagai kecenderungan (disposisi) total untuk menggunakan

 
 
13 
 

atau bereaksi terhadap suatu bentuk bahasa. Terdapat banyak komponen makna yang
dibangkitkan suatu kata atau kalimat (Sobur, 2013).
Para ahli mencoba untuk membicarakan konsep makna dalam lingkup yang
lebih besar yaitu dengan membedakan antara makna denotatif dan makna konotatif.
Makna denotatif merupakan makna yang biasa kita temukan dalam kamus, bersifat
umum atau universal. Makna denotatif adalah makna yang sebenarnya, yang dapat
digunakan untuk menyampaikan hal-hal faktual. Makna denotatif pada dasarnya
meliputi hal-hal yang ditunjuk oleh kata-kata. Makna denotatif ini tidak mengalami
penambahan-penambahan makna, karena itulah makna denotatif lebih bersifat publik.
Sedangkan makna konotatif merupakan makna denotatif yang ditambah dengan segal
gambaran, ingatan, dan perasaan yang ditimbulkan suatu kata, dan makna konotatif
merupakan makna-makna kultural yang melekat pada sebuah terminologi
(Kriyantono, 2006). Sumardjo & Saini (1994) mengatakan bahwa makna konotatif
sebuah kata dipengaruhi dan ditentukan oleh dua lingkungan, yaitu lingkungan
tekstual dan lingkungan budaya (Sobur, 2009).
Makna tersebut pada hakikatnya merupakan makna-makna yang menunjukan
realitas sosial dikontruksi melalui simbol dan prilaku dari para anggotanya. Simbol
dan prilaku ini merupakan sesuatu yang bermakna. Pemahaman akan melahirkan
pemahaman atas rutinitas sehari-hari didalam praktik-praktik subjek penelitian.

2.4 Komunikasi dan Kebudayaan sebagai Suatu Proses Simbolik.


Dalam pengertian antropologi, budaya tidak ada perbedaan arti antara budaya
dan kebudayaan. Kata budaya sendiri berasal dari bahasa sanskerta yakni budhayah,
yaitu bentuk jamak kata buddhi yang berarti budi atau akal. Kebudayaan diartikan
sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi atau akal. Ada banyak definisi mengenai
budaya atau kebudayaan. E.B. Taylor menyebut bahwa:
“Budaya sebagai suatu keseluruhan kompleks yang meliputi
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, keilmuan, hokum, adat
istiadat, dan kemampuan yang lain, serta kebiasaan yang didapat oleh
oleh manusia sebagai anggota masyarakat.”

 
 
14 
 

Kebudayaan merupakan sekumpulan gagasan-gagasan, simbol-simbol, dan


nilai-nilai sebagai hasil karya dari tindakan manusia. Sehingga tidak berlebih rasanya
jika manusia disebut sebagai makhluk dengan simbol-simbol. Manusia berfikir,
berperasaan dan bersikap dengan ungkapan-ungkapan yang simbolis. Kebudayaan
adalah sebuah pola dari makna-makna yang tertuang dalam simbol-simbol yang
diwariskan melalui sejarah. Kebudayaan adalah sebuah sistem dari konsep-konsep
yang diwariskan dan diungkapkan dalam bentuk-bentuk simbolik melalui mana
manusia berkomunikasi, mengekalkan dan memperkembangkan pengetahuan tentang
kehidupan ini dan bersikap terhadap kehidupan ini.

Pengetahuan Kebudayaan ini lebih dari suatu kumpulan simbol, baik istilah-
istilah rakyat maupun jenis-jenis simbol yang lain. Semua simbol baik kata-kata yang
terucapkan, objek atau artefak kebudayaan maupun upacara atau ritual adat,
merupakan bagianbagian dari suatu sistem simbol, dimana simbol merupakan objek
atau peristiwa apapun yang merujuk pada sesuatu. Simbol-simbol budaya ini menjadi
media sekaligus menjadi pesan komunikasi itu sendiri, dan menjadi representasi
realitas sosial. Media terutama dalam bentuk-bentuk simbolis, berperan sebagai
pembawa maupun pelaksana makna atau pesan yang akan dikomunikasikan. Namun
perlu dipahami bahwa simbol-simbol komunikasi tersebut adalah kontekstual dalam
suatu masyarakat dan kebudayaannya. Oleh karenya, dalam setiap kebudayaan
berbeda terdapat sistem-sistem kebudayaan dan pengetahuan yang berbeda-beda pula
untuk mewakili semua itu.

2.5 Tarian sebagai Simbol Komunikasi


Manusia adalah makhluk budaya yang tidak dapat dilepaskan dari kebudayaaan.
Gagasan-gagasan, simbol-simbol, dan nilai-nilai yang dihasilkan dari tindakan
manusian merupakan bagian dari kebudayaan (Sobur, 2013). Semua yang dilakukan
dan dipahami manusia dalam kehidupannya diperoleh dari kebudayaan. Kebudayaan
merupakan sebuah pola dari makna-makna yang tertuang dalam simbol-simbol yang
diwariskan melalui sejarah. Kebudayaan adalah sebuah sistem dari konsep-konsep

 
 
15 
 

yang diwariskan dan diungkapkan dalam bentuk-bentuk simbolik melalui dimana


manusia berkomunikasi, mengekalkan dan mengembangkan pengetahuan tentang
kehidupan ini dan bersikap terhadap kehidupan ini (Sobur, 2013). Berdasarkan unsur
kebudayaan dan wujudnya, tarian dapat dikatakan sebagai wujud kebudayaan fisik
dari unsur kesenian (Koentjaraningrat, 2009).
Tarian merupakan suatu aktivitas yang tidak terpisahkan dari kehidupan
manusia. Tarian adalah sebuah upaya untuk melibatkan keseluruhan tubuh untuk
mencari arti terhadap hidup (Danesi, 2004). Seorang sejarawan tari bernama Jack
Anderson mengatakan bahwa
“Dance is movement that has been organized so that it is rewarding to
behold; dance communicates because it prompts responses within us.
Dance is not simply a visual art, it is kinesthetic as well; it appeals to
our inherent sense of motion” (Smyth, 1984).

Tarian bukan hanya satu bentuk kesenian melainkan juga suatu bentuk
komunikasi kinestetik yang memicu respon dari orang yang menyaksikan. Namun,
tarian merupakan komunikasi simbolik dalam bentuk kesenian.
Menurut Langer, gerakan-gerakan indah dalam tarian tidak memiliki
tujuan yang spesifik melainkan untuk memancing naluri manusia akan
keindahan dan keagungan dimana keduanya merupakan sesuatu yang
universal. Tarian sendiri memiliki lima fungsi Utama dalam kehidupan
manusia (Danesi, 2004) :
1. Sebagai bentuk dari komunikasi , untuk mengekspresikan emosi,
perasaan, atau ide-ide, atau menyampaikan suatu cerita.
2. Sebagai bagian dari sebuah ritual yang menjalankan fungsi-fungsi
komunal atau masyarakat.
3. Sebagai bentuk rekreasi atau sebagai pengalaman yang
menyenangkan bagi yang melakukannya.
4. Memegang peranan penting dalam fungsi-fungsi sosial. Setiap
masyarakat pada umumnya memiliki karakteristik tarian tersendiri
yang berperan dalam kesempatan-kesempatan formal (misalnya
upacara adat) maupun pertemuan-pertemuan informal.
5. Tarian sering digunakan sebagai cara untuk menarik perhatian
pasangan, khususnya bagi orang-orang muda, dalam masa
berpacaran.

 
 
16 
 

Tarian merupakan salah satu bentuk kebudayaan sekaligus bagian dari


komunikasi nonverbal yang didalamnya terdapat simbol-simbol. Di dalam simbol
tersebutlah terkandung makna-makna, baik yang mudah dimengerti maupun makna
simbolis yang memerlukan kesadaran manusia untuk menafsirkannya. Maka dalam
hal ini dapat kita simpulkan kebudayaan terdiri atas simbol-simbol pembawa makna.

Tarian sebagai bagian dari kebudayaan merupakan salah satu sarana bagi
manusia dalam menyampaikan pesan dalam bentuk nonverbal. Tari merupakan
bentuk visual kompleks yang berkomunikasi melalui gerakan dalam ruang dan waktu,
biasa berhubungan dengan musik dan puisi. Tari-tarian menyampaikan makna-makna
yang diterima sebagai suatu kesepakatan kultural dalam bentuk konteks sosial.
Melalui tarian dapat menyampaikan makna-makna yang diterima sebagai suatu
kesepakatan kultural dalam suatu konteks sosial. Melalui tari-tarian kita dapat melihat
perwujudan kecil dari sebuah struktur mendalam atau filosofi mendasar dari sebuah
masyarakat. Sulit untuk memahami maupun menyampaikan pesan dalam suatu tarian
secara lintas budaya tanpa memahami tradisi dari tarian itu sendiri dalam suatu
kebudayaan (Donsbach, 2008).

2.6 Landasan Teori


Pada Penelitian ini teori yang digunakan adalah Teori Interaksi Simbolik. Teori
Interaksionisme Simbolik salah satunya dipopulerkan oleh Herbert Blumer. Blumer
pertama kali mengemukakan istilah Interaksionisme Simbolik pada tahun 1937 dan
menulis esai penting dalam perkembangannya. Interaksi simbolik adalah cara berfikir
mengenai pikiran, pribadi, dan masyarakat, cara ini telah memberikan kontribusi
besar terhadap tradisi sosial udaya pada teori komunikasi (Litlejhon, 2008). Interaksi
simbol berfokus kepada bagaimana manusia membentuk makna dan struktur dalam
masyarakat melalui percakapan.
Blumer menyebut istilah interaksi simbolik sebagai

 
 
17 
 

“a Somewhat barbaric neologism that I coined in an offhand way..., the


term somehow caught on” (sebuah kata baru yang aku peroleh tanpa
pemikiran..., istilah yang terjadi begitu saja (Sobur, 2013).

Interaksionisme simbolik Blumer merujuk pada suatu karakter interaksi khusus


yang berlangsung antar-manusia. Blumer memasukan teori yang memusatkan pada
faktor sosial-struktural dan sosial kultural.
Selanjutnya Blumer mengemukakan interaksi simbolik berdasarkan
kepada tiga premis (Sobur, 2013) :
a. Human atc toward people or things on the basis of the meanings they
assign to those people of things. Manusia bertindak terhadap sesuatu
berdasarkan makna-makna yang ada pada sesuatu itu bagi mereka.
b. Meaning arises out of the social interaction thet people have with
each other. Makna itu diperoleh dari hasil interaksi sosial yang
dilakukan dengan orang lain. Makna bukan muncul atau melekat pada
suatu objek secara alamiah. Makna tidak bisa muncul dari sananya.
Makna berasal dari hasil proses negosiasi melalui penggunaan bahasa
(language) dalam perspektif interaksionalisme simbolik.
c. An individual’s interpretation of symbols is modified by his or her
own thought process. Makna-makna tersebut disempurnakan disaat
proses interaksi sosial sedang berlangsung.
Pada tataran konsep komunikasi, maka secara sederhana dapat dilihat bahwa
komunikasi hakikatnya adalah suatu proses interaksi simbolik antara pelaku
komunikasi. Terjadi pertukaran pesan (yang pada dasarnya terdiri dari simbolisasi-
simbolisasi tertentu) kepada pihak lain yang diajak berkomunikasi tersebut.
Pertukaran pesan ini tidak hanya dilihat dalam rangka transmisi pesan tetapi juga
dilihat pertukaran cara pikir, dan lebih dari itu demi tercapainya suatu proses
pemaknaan.
Blumer menyatakan bahwa Interaksionisme simbolik menunjukan pada sifat
khas dari interaksi antar manusia artinya manusia saling menterjemahkan dan saling
mendefinisikan tindakanya. Blumer memperinci kepribadian manusia bahwa tiap-tiap
individu dapat marah, berbicara, dan teguh mempertahankan dan mendukung
keteguhan hatinya, menata tujuan-tujuannya membuat kompromi serta merencanakan

 
 
18 
 

sesuatu yang akan dilakukan bagi dirinya sendiri. Semuanya ini merupakan
kemampuan yang tumbuh pada kepribadian seorang individu yang memberikan
sejumlah kebebasan terhadap manusia dalam sosialnya.
Menurut Herbert Blumer, teori interaksi simbolik menitik beratkan pada
tiga prinsip utama komunikasi yaitu meaning, language, dan thought.
1. Meaning
Berdasarkan teori interaksi simbolis, meaning atau makna tidak
inheren ke dalam obyek namun berkembang melalui proses
interaksi sosial antar manusia karena itu makna berada dalam
konteks hubungan baik keluarga maupun masyarakat. Makna
dibentuk dan dimodifikasi melalui proses interpretatif yang
dilakukan oleh manusia.
2. Language
Sebagai manusia, kita memiliki kemampuan untuk menamakan
sesuatu. Bahasa merupakan sumber makna yang berkembang
secara luas melalui interaksi sosial antara satu dengan yang lainnya
dan bahasa disebut juga sebagai alat atau instrumen. Terkait dengan
bahasa, Mead menyatakan bahwa dalam kehidupan sosial dan
komunikasi antar manusia hanya mungkin dapat terjadi jika kita
memahami dan menggunakan sebuah bahasa yang sama.
3. Thought
Thought atau pemikiran berimplikasi pada interpretasi yang kita
berikan terhadap simbol. Dasar dari pemikiran adalah bahasa yaitu
suatu proses mental mengkonversi makna, nama, dan simbol.
Pemikiran termasuk imaginasi yang memiliki kekuatan untuk
menyediakan gagasan walaupun tentang sesuatu yang tidak
diketahui berdasarkan pengetahuan yang diketahui. Misalnya
adalah berpikir.

Pada fenomena makna simbolisasi tari Kejai Suku Rejang, hubungan antara
teori ini adalah bahwa peroses interaksi antar masyarakat dilakukan dengan
menggunakan simbol-simbol. Simbol-simbol itu berupa budaya, tradisi, tanda-tanda
dan sebagainya. Masyarakat suku rejang menggunakan simbol-simbol tersebut dalam
kesenian yang terbentuk dalam sebuah tari sakral.

 
 
19 
 

2.7 Kerangka Pemikiran


Kerangka pemikiran dalam suatu penelitian perlu dikemukakan apabila
penelitian tersebut berkenan atau berkaitan dengan variabel atau focus penelitian.
Maksud dari kerangka peikiran sendiri adalah supaya terbentuknys suatu alur
penelitian yang jelas dan dapat diterima secara akal (Sugiyono, 2008). Manfaat dari
kerangka pemikiran ini adalah memberikan arah bagi proses peneliti dan
terbentuknya persepsi yang sama antara peneliti dan orang yang membaca hasil
penelitian ini terhadap alur-alur berfikir penelii dalam rangka membentuk hipotesis
riset secara logis.
Teori digunkan untuk memperjelas suatu rumusan masalah yang akan diteliti
dan untuk mencapai sesuatu pengetahuan yang sistematis serta membentu atau
membimbing peneliti dalam penelitiannya. Setiap penelitian ini memerlukan
kejelasan titik tolak atau landasan berfikir dalam memecahkan masalahnya. Untuk itu
perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang
menggambarkan dari sudut mana masalah penelitian akan dilihat.
Berdasarkan hal tersebut, peneliti mencari dan menggunakan teori yang relavan
sebagai pokok pikiran dalam rangka pemecah rumusan masalah yang akan diteliti.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan teori Interaksi Simbolik. Dengan teori ini
peneliti mencoba memaknai simbol yang terdapat pada tari Kejai suku Rejang.
Kerangka pemikiran ini akan mendeskripsikan konsep rancangan pemikiran
peneliti dalam penelitian ini. Adapun gambar kerangka berfikir peneliti sebagai
berikut :

 
 
20 
 

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Bagan 2.1 Model Kerangka Pemikiran 


Sumber : Peneliti, 2019

 
 
 
 

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tipe Penelitian


Pada Penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif. Pada
umumnya penelitian kualitatif dirancang untuk memberikan pengalaman senyatanya
dan menangkap makna sebagaimana yang tercipta di lapangan penelitian melalui
interaksi langsung antara peneliti dan yang diteliti (Pendit, 2003). Dengan
menggunakan metode penelitian kualitatif ini bermaksud untuk memahami, mencari
makna, dan menjelaskan suatu fenomena dengan sedalamnya.
Tipe penelitian pada penelitian ini menggunakan jenis penelitian etnografi,
dimana etnografi disini mencoba mengkaji bentuk, fungsi bahasa yang tersedia dalam
budaya yang selanjutnya digunakan untuk berkomunikasi oleh individu didalamnya,
serta melihat bagaimana bentuk dan fungsi bahasa tersebut menjadi bagian dari
kehidupan sebuah masyarakat (Moleong, 2007).
Penelitian ini menjelaskan tentang makna simbolik yang terdapat pada tari
Kejai suku Rejang. Maka penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif
dengan tipe penelitian etnografi yang akan menghasilkan data deskriptif berupa kata-
kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan prilaku yang diamati. Pada penelitian
ini, peneliti akan menguraikan makna simbolik yakni makna gerak tarian, makna
musik pengiring tari, dan makna sesaji pada tari Kejai. Secara konseptual penelitian
kualitatif dalam penelitian ini mengguakan teori Interaksi Simbolik yang di
kemukkan oleh Herbert Blumer. Teori interaksi simbolik ini digunakan untuk
menganalisis makna dari simbol yang terdapat pada tari Kejai dengan asumsi dasar
pada teori tersebut.

3.2 Informan Penelitian


Informan penelitian adalah orang yang memahami informasi mengenai subjek
penelitian, baik pelaku maupun bukan. Informan digunakan untuk mendapatkan

21 
 
22 
 

informasi dan data yang sesuai dengan permasalahan penelitian. Penelitian ini
menggunakan teknik purposive sampling dalam menentukan informan penelitian.
Purposive sampling merupakan teknik dengan cara menyeleksi orang-orang atau
dasar kriteria tertentu yang dibuat oleh peneliti (Kriyantono, 2007). Dengan teknik
purposive sampling peneliti dapat menseleksi informan yang benar-bener dapat
berkontribusi pada penelitian ini. Sample yang diambil akan diseleksi berdasarkan
kreteria-kreteria tertentu yang dibuat oleh peneliti untuk menyesuaikan dengan tujuan
penelitian. Adapun informan yang dipilih karena mereka dianggap mampu
memberikan informsi mengenai tari Kejai suku Rejang. Berdasarkan hal tersebut
dalam penelitian ini informan dibagi menjadi :
1. Informan Pokok
Informan pokok adalah mereka yang terlibat langsung dalam interaksi sosial
yang diteliti dan memahami tentang suku Rejang terkhusus tari Kejai. Dalam
penelitian ini informan pokok yang peneliti tetapkan adalah Jaspin merupakan
seorang menyambei yang biasa terlibat langsung pada pelaksanaan tari Kejai.
Dan juga Nurbaya yakni mantan penari sanggar pinang belapis, dan Efendi
mantan pemusik sanggar pinang belapis. Penari dan pemusik dijadikan
informan dikarenakan penari dan pemusik merupakan salah satu komponen inti
dari pelaksanaan tari Kejai, dimana keduanya dapat memberikan informasi serta
penjelasan mengenai tari Kejai.
2. Informan Kunci
Informan kunci adalah mereka yang mengetahui dan memiliki berbagai
informasi penting yang diperlukan dalam penelitian. Pada penelitian ini,
peneliti menetapkan Datuk Haludin S yang merupakan pimpinan sanggar ratau
agung yang juga merupakan tokoh adat suku Rejang. Dimana Datuk Haludin S
ini beliau dipercaya oleh BMA untuk menuliskan buku tentang tari Kejai suku
Rejang dan Badrus Zaman yakni ketua BMA kabupaten Lebong, sebagai
informan kunci pada penelitian ini. Adapun kriteria yang ditentukan oleh
peneliti adalah orang yang banyak mengetahui tentang kebudayaan suku Rejang

 
23 
 

terkhusus tari Kejai, selain itu juga memiliki banyak pengalaman tentang hal
yang behubungan dengan masalah adat dan kebudayaan. Ketiganya ditetapkan
sebagai informan kunci karena dipercaya dapat memberikan informasi
mengenai tari Kejai suku Rejang.

3.3 Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam
penelitian karena tujuan utama dari penelitian ini adalah menghasilkan atau
mendapatkan data (Sugiyono, 2013). Untuk mendapatkan data yang akurat, ada
beberapa tehnik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini:
3.3.1 Data Primer
Data Primer adalah data yang diproleh secara langsung dari sumber ahli (tidak
menggunakan perantara), data primer secara khusus dikumpulkan oleh peneliti untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti. Adapun pada penelitian ini data primer
diperoleh langsung dari beberapa teknik pengumpulan data yang dilakukan :
1. Observasi
Pada Penelitian ini peneliti memilih teknik observasi, karena sebgai teknik
pengumpulan data observasi mempunyai ciri yang spesifik yaitu tidak terbatas pada
orang, tetapi juga objek-objek alam yang lain. Observasi merupakan suatu proses
kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses bologis dan psikologis,
dua diantaranya yang terpenting adalah proses-proses pengamata dan ingatan
(Sugiyono, 2013). Dalam penelitian ini peneliti memusatkan perhatian terhadap hal-
hal yang berhubungan dengan objek yang diteliti, dengan cara terjun langsung dan
mengamati tentang tari Kejai pada masyarakat suku Rejang di kabupaten lebong. Ikut
terjun langsung kedalam hal-hal yang masih bisa dilakukan oleh peneliti, dan
mengamati secara mendetail tentang hal lain yang memerlukan penelitian lebih
mendalam.

 
24 
 

2. Wawancara
Wawancara dapat dilakukan dalam bentuk yang bervariasi. Wawancara paling
umum dilakukan adalah wawancara individual yang dilakukan bertatap muka
langsung antara pewawancara dan yang diwawancarai (Kuntjara 2006). Wawancara
dilakukan bertujuan untuk mengungkapkan makna yang terkandung dalam tari Kejai
suku Rejang khususnya di kabupaten Lebong. Metode wawancara dilakukan dengan
cara mewawancarai nara sumber yang dinilai mampu memberikan penjelasan
mengenai Tari Kejai. Wawancara ini bersifat bebas terpimpin, dalam arti
pewawancara diberi kebebasan untuk mengembangkan pertanyaan tetapi dengan
berpedoman pada daftar pertanyaan yang telah disiapkan. Narasumber yang dipilih
meliputi Tokoh masyarakat suku Rejang yang memang dipercayai mengetahui
tentang seluk beluk suku Rejang. Dimana mereka dijadikan narasumber karena dinilai
tahu banyak mengenai kebudayaan suku Rejang khususnya tari Kejai dan bersedia
untuk diwawancarai.
3. Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang telah berlalu, dapat berupa tulisan,
gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Teknik pengumpulan data
dengan observasi dimaksudkan untuk memperjelas paparan data penelitian. Dokumen
ini pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian
kualitatif (Sugiyono 2013). Dalam penelitian ini peneliti dokumen yang digunakan
peneliti berupa foto ataupun video, serta data-data mengenai peneitian. Hasil
penelitian dari dokumentsi tari Kejai ini dapat dijadikan sebagai penunjang
kelengkapan data.
3.3.2 Data Sekunder
Data sekunder, adalah data yang diperoleh dari teknik pengumpulan data yang
menunjang data primer. Dalam penelitian ini diperoleh dari hasil observasi yang
dilakukan oleh penulis serta dari studi pustaka (Arikunto, 2010). Dapat dikatakan
data sekunder ini bisa berasal dari dokumen-dokumen, buku-buku teori
diperpustakaan, jurnal, buku gambaran umum profil provinsi Bengkulu, maupun

 
25 
 

buku yang berhubungan dengan Tari Kejai suku Rejang untuk mengkaji makna dai
tarian tersebut.
3.4 Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari dan mengatur secara sistematis transkrip,
catatan lapangan dan bahan-bahan lainnya yang ditemukan di lapangan. Teknik
analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif (Moleong,
2007). Menurut miles dan Huberman, kegiatan analisis terdiri dari tiga alur kegiatan
yang terjadi secara bersamaan, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan
kesimpulan/verivikasi.
1. Reduksi Data (Data Reduction)
Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstraksian, dan transformasi data kasar yang muncul dari
catatan-catatan tertulis di lapangan. Kegiatan reduksi data berlangsung terus-menerus,
terutama selama proyek yang berorientasi kualitatif berlangsung atau selama
pengumpulan data. Selama pengumpulan data berlangsung, terjadi tahapan reduksi,
yaitu membuat ringkasan, mengkode, menelusuri tema, membuat gugus-gugus,
membuat partisi, dan menulis memo. Reduksi ini bertujuan untuk menajamkan,
menggolongkan dan mengarahkan data yang telah diproleh sehingga perorganisasian
interpretasi dapat ditarik.
Penelitian ini setelah peneliti dapat mengumpulkan data yang ada baik data
primer maupun data skunder, peneliti memfokuskan pada data-data yang dianggap
penting, dan berkaitan dengan fokus penelitian yang peneliti teliti yaitu tantang
makna simbol dan makna pesan tari Kejai suku Rejang.
2. Penyajian Data (Data Display)
Pada penelitian kualitatif, penyajian data yang diproleh dengan teknik
wawancara dan dokumentasi ditampilkn dalam bentuk uraian singkat, bagan, dan
hubungan antar kategori. Penyajian data yang lebih baik merupakan suatu cara yang
lebih  utama bagi analisis kualitas yang valid.  Dengan menyajikan data maka akan

 
26 
 

memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan selanjutnya


berdasarkan apa yang sudah dipahami.
3. Penarikan Kesimpulan (Verification)
Pada dasarnya penarikan kesimpulan ini digunakan untuk menjawab rumusan
masalah pada penelitian. Kesimpulan dalam data kualitatif merupakan temuan baru
atau pengembangan pada temuan sebelumnya. Berdasarkan pada proses kesimpulan
dan verifikasi dapat berupa deskripsi atau gambaran megenai suatu objek yang masih
belum pasti pemaknaannya.
Penelitian ini peneliti berupaya mencari arti benda-benda, mencatat keteraturan,
pola-pola, penjelasan, konfigurasi-konfigurasi dan alur sebab akibat serta proposisi.
Kesimpulan diverifikasi selama penelitian berlangsung dan makna-makna yang
muncul dari data yang mengandung kebenaran, kekokohan dan kecocokan yang
merupakan validitasnya sehingga akan diperoleh kesimpulan yang jelas kebenarannya
dan kegunaannya.

3.5 Uji Keabsahan Data


Untuk memproleh keabsahan data dan kebenaran data yang dikumpulkan dan
dianalisis sejak awal penelitian akan menentukan kebenaran dan ketepatan hasil
penelitian sesuai dengan masalah dan fokus penelitian. Agar penelitian yang
dilakukan membawa hasil yang tepat dan benar sesuai dengan konteks dan latar
bedaya yang sesungguhnya. Maka cara yang digunakan dalam penelitian ini untuk uji
keabsahan data yakni Triangulasi.
Pada penelitian ini triangulasi dapat diartikan sebagai teknik pengumpulan data
yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber
data yang telah ada. Tringulasi juga sekaligus menguji kredibilitas data yang
dihasilkan selama melakukan penelitian. Tujuan utama dari tringulasi bukan hanya
untuk mencari kebenaran tentang suatu fenomena, namun lebih kepada peningkatan
pemahaman peneliti terhadap apa yang telah ditemukan (Sugiyono, 2013). Dengan

 
27 
 

demikian peneliti melakukan pemeriksaan keabsahan data melalui trangulasi sumber


dan teknik.
1. Tringulasi Sumber
Tringulasi sumber digunakan untuk menguji kredibilitas data yang telah
diperoleh melalui beberapa sumber (Sugiyono, 2013). Data dari beberapa sumber
tersebut peneliti akan melakukan perbandingan dan pengecekan ulang terhadap tingat
kredibilitas informasi yang di peroleh dari beberapa sumber tersebut. Hal ini
dilakukan dengan tujuan untuk mengevaluasi terhadap data yang diberikan dari
beberapa sumber dan membantu peneliti untuk menyeleksi data yang valid. Dalam
hal ini pengumpulan data dan penyajian data diperoleh dari penari dan pemusik yang
pernah teribat langsung dalam pelaksanaan tari kejai dan yang menjadi informan
kunci dalam penelitian ini.
2. Tringulasi Teknik
Tringulasi teknik digunakan untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan
cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda, sehingga
dengan adanya tringulasi teknik ini dapat ditemukan suatu hasil. Pada penelitian ini
data yang peneliti peroleh dari beberapa informan dengan teknik wawancara lalu akan
dicek kembali dengan teknik observasi dan dokumentasi. Hal ini bertujuan untuk
mengidentifikasi kredibilitas data yang disampaikan oleh informan pada teknik
wawancara.

 
 
 

BAB IV

DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN

4.1 Deskripsi Kabupaten Lebong

Gambar 4.1 Peta Kabupaten Lebong


Sumber: Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Lebong, 2019

Kabupaten Lebong adalah salah satu kabupaten yang terletak di Provinsi


Bengkulu. Kabupaten ini merupakan daerah daratan rendah atau biasa dikenal dengan
lembah dimana wilayahnya dikelilingi oleh bukit-bukit yang diantaranya bukit
barisan. Luas wilayah kabupaten ini kurang Lebih 1.665,28 km² atau 166.528 ha.
Ibukota dari Kabupaten Lebong adalah Tubei, berjarak sekitar 120 km dari ibukota
Provinsi Bengkulu yaiu Kota Madya Bengkulu. Kaupaten Lebong ini terletak
disebelah Utara Provinsi Bengkulu atau diantara garis 02º65’ sampai dengan 03º60’
Lintang Selatan 101º sampai dengan 102º Bujur Timur pada peta bumi, dan
berbatasan dengan wilayah bagian utara yitu Provinsi Jambi, bagian selatan
berbatasan dengan Kabupaten Rejang Lebong, Bagian timur dengan Provinsi Sumatra
Selatan, dan bagian barat berbatasan dengan Bengkulu Utara. Secara administratif

28 
29 
 

membawahi 12 kecamatan yakni terdiri dari Kecamatan Lebong Atas, Kecamatan


Lebong Utara, Kecamatan Pelabai, Kecamatan Lebong Tengah, Kecamatan Lebong
Selatan, Kecamatan Rimbo Pengadang, Kecamatan Topos, Kecamatan Beringin
Kuning, Kecamatan Lebong Sakti, Kecamatan Pelabai, Kecamatan Amen,
Kecamatan Uram Jaya, Kecamatan Pinang Belapis. Jumlah Penduduk di Kabupaten
Lebong ini berjumlah 112.900 Penduduk
Suku Rejang merupakan suku mayoritas penduduk Kabupaten Lebong, slain itu
terdapat pula suku Sunda, Jawa, dan Minang yang merupakan penduduk pendatang
bahkan terdapat juga suku lainnya namun jumlahnya sedikit. Keharmonisan hidup
antar suku di Kabupaten Lebong sudah terjalin dan terjaga sepanjang waktu hingga
kehidupan bermasyarakat berjalan aman dan tertib. Penduduk Kabupaten Lebong
mayoritas merupakan agama Islam namun terdapat pula penganut agama lain. Namun
kerukunan umat beragama saling menghormati dan saling menghargai meskipun
berbeda agama. Bahasa yang digunakan masyarakat Kabupaten Lebongpada
umumnya Bahasa Rejang dalam keseharian masyarakat, namun ada juga yang
menggunakan Bahasa Indonesia atau bahasa suku lainnya. Dalam hal ini masyarakat
Kabupaten Lebong memiliki tradisi dan adat istiadat kesenian salah satunya yakni
seni tari yang biasanya ditampilkan pada acara-acara tertentu saja, tari Kejai
misalnya. Tarian tersebut merupakan salah satu tarian adat suku Rajang.
4.2 Suku Rejang
Suku rejang adalah suku tertua yang mendiami sebagian besar wilayah Provinsi
Bangkulu tidak hanya itu menurut antropologi, suku Rejang juga merupakan salah
satu suku yang ada di Pulau Sumatra. Menurut para ahli sejarah semua orang rejang
yang terbesar itu berasal dari Pinang Belapis, Renah Skalawi yang kini disebut
Lebong. Orang-orang suku Rejang kini mendiami sebagian besar wilayah Provinsi
Bengkulu, yaitu masyarakat yang tinggal dan mendiami Kabupaten Lebong,
Kabupaten Rejang Lebong, Kabupaten Kepahiang, Kabupaten Bengkulu Tengah,
Kabupaten Bengkulu Utara, dan masyarakat yang tinggal dan mendiami daerah
Tebing Tinggi Kabupaten Empat lawang, dan di daerah Hulu sungai Rawas
Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan.
30 
 

Masyarakat suku Rejang menyebut mereka dengan istilah “Tun Jang” yang
berarti orang rejang. Taneak Jang atau tanah Rejang pula merupakan gelar bagi
tempat tinggal mereka. Suku Rejang juga memiliki bahasa mereka sendiri yakni yang
dikenal sebagai Bahasa Rejang. Disetiap wilayah pengucapan Bahasa Rejang ini
memiliki dialeg yang berbeda-beda disetiap daerahnya, Meskipun memiliki suku
yang sama. Selain itu suku Rejang juga memiliki ciri khas yaitu mempunyai warisan
aksara tulisannya sendiri yang dinamakan dengan huruf “Ka Ga Nga” yang menurut
pakar linguistic barat merupakan tulisan yang memiliki keterkaitan dengan tulisan
hieoroglif Mesir Purba. Oleh karena itulah tulisan “Ka Ga Nga” menjadi suatu ciri
khas suku Rejang dan menjadi kebanggaan bagi masyarakat Suku Rejang hingga saat
ini.
Mengenai asal usul suku Rejang sebenarnya suku Rejang ini masih belum ada
yang dapat memperjelaskannya secara tuntas.  Ketika zaman keagungan suku Rejang
di wilayah Tanaek Jang pernah dikatakan satu kerajaan yang megah yang bernama
Kerajaan Kutei Rukam dengan pemerintah agungnya adalah Raja Bikau Bermano.
Legenda mengenai keagungan Kerajaan Kutei Rukam ini menghiasi cerita sastra
rakyat suku Rejang sehingga saat ini yakni dimana Raja Bikau Bermano berjaya
mengalahkan ular tedung berkepala tujuh yang dulu berada di wilayah Kabupaten
Lebong. Kerajaan Kutei Rukam ini memiliki kepimpinan suku Rejang yang hebat-
hebat. Kehebatan Raja-raja suku Rejang banyak diceritakan di dalam hikayat-hikayat
Pagaruyung di Minangkabau. Karena terjadinya perang Empat Petulai yang
merupakan suatu perkara yang memiliki keterkaitan orang besar dari Pagaruyung
yang terjadi di wilayah Lebong pada waktu dahulu, kerana memperebutkan seorang
putri. Kerajaan kecil seperti Kerajaan Sungai Lemau dibawah pemerintahan Datuk
Bagindo Maharaja Sakti dari Kerajaan Pagaruyung, Sumatera Barat banyak
memainkan peranan, oleh karena itu suku Rejang dengan Orang Minang ada yang
mengatakan memiliki keterkaitan.
Sejak zaman dahulu suku Rejang telah memiliki adat istiadat kepercayaannya
sendiri. Kareana sebagian besar suku Rejang masih mempertahankan dan menjaga
kebudayaan yang mereka miliki. Dengan demikian, Suku Rejang tetap utuh
31 
 

melestarikan beberapa adat dan tradisi nenek moyang mereka sehingga ada yang
menggelar mereka sebagai Muslim-Animisme kerana walaupun sudah rata-ratanya
memeluk agama Islam tetapi tetap kuat berpegang kepada kepercayaan nenek
moyang mereka sejak ribuan tahun dahulu.

Suku Rejang memiliki adat istiadat yang hingga saat ini masih dijunjung
tinggi meskipun nilai-nilai yang terkandung didalamnya mengalami pergeseran akibat
perkembangan zaman. Suku Rejang ini juga memiliki kesenian tarian dan alat musik
ciri khas suku Rejang. salah satu tarian adat suku Rejang yakni tari Kejai dan alat
musiknya seperti Kulintang, Redap, dan Gong. 

4.3 Kebudayaan

Kebudayaan berkembang dan dibakukan dalam tradisi sosial suatu masyarakat.


Kebudyaan dalam masyarakat digunakan sebagai pedoman atau acuan masyarakat
dalam bertingkah laku pada kehidupan kesehariannya. Kebudyaan dalam masyarakat
digunakan sebagai pedoman atau acuan masyarakat dalam bertingkah laku pada
kehidupan kesehariannya. Pengertian kebudayaan menurut Soerjono Poespowardojo
bahwa:

“Kebudayaan adalah keseluruhan proses dan hasil perkembangan


manusia yang disalurkan dari generasi ke generasi untuk kehidupan
manusiawi yang lebih baik (Koentjaraningrat, 2009). “

Pengertian kebudyaan sebagai hasil dari budi dan karya manusia maka
kebudayaan mencakup sistem pengetahuan. Teknologi, kepercayaan, kesenian,
hukum, moral, sistem mata pencaharian hidup serta adat kebiasaan atau tradisi
upacara yang diturunkan secara turun temurun dari setiap generasi di kelompok
masyarakat. Dalam hal ini kebudayaan mengandung norma-norma serta nilai-nilai
dalam kehidupan yang berlaku dalam tata pergaulan pada masyarakat.

Kebudayaan sangat berkaitan erat dengan manusia, dan memiliki tiga wujud
yaitu wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan-gagasan, nilai-
nilai, norma-norma, serta peraturan, wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks
32 
 

aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam bermasyarakat dan wujud
kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. Wujud pertama merupakan
wujud ideal dari kebudayaan yang bersifat abstrak, tidak dapat dilihat atau diamati
kerena wujud itu tersimpan di dalam kepala manusia atau alam pikiran manusia.
Wujud kedua disebut sebagai sistem sosial masyarakat yang berupa aktivitas-aktivitas
manusia yang berinteraksi, berhubungan serta bergaul antara manusia yang satu
dengan yang lainnya. Sedangkan wujud ke tiga disebut kebudayaan fisik yang berupa
aktivitas, perbuatan dan karya dari manusia dalam bermasyarakat. Tiga wujud
kebudayaan diatas saling berkaitan. Wujud kebudayaan pertama dan kedua
merupakan hasil dari akal budi manusia, sedangkan wujud ketiga merupakan hasil
karya manusia. Dengan adanya keterkaitan antara kebudayaan yang satu dengan yang
lainnya maka dari itu menumbuhkan unsur-unsur universal dalam kebudayaan
(Koentjaraningrat. 2009). Unsur-unsur universal tersebut antara lain sistem religi dan
upacara keagamaan, sistem dan organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan,
bahasa, kesenian, mata pencaharian hidup serta sistem teknologi dan peralatan.
Pada dasarnya Setiap kebudayaan dalam suatu masyarakat memiliki nilai-nilai
yang berguna sebagai tuntunan masyarakat dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
Disinilah kebudayaan menjadi penting untuk tetap di lestarikan. Kesadaran dari
masyarakat sendiri juga sangat mempengaruhi kebudayaan yang berlangsung, jika
masyarakatnya sadar akan budaya yang ada maka kebudayaan yang ada akan tetap
lestari.
4.4 Tari Tradisional
Istilah tradisi dalam kamus besar bahasa Indonesia edisi ke empat adalah adat
kebiasaan yang diturunkan dari nenek moyang yang dijalankan oleh masyarakat,
sedangkan tradisional artinya sikap, cara berfikir dan bertindak selalu berpegang pada
norma dan adat kebiasaan. Tari tradisional menurut Munasiah yaitu:
“Tari tradisional adalah tarian yang tumbuh dan berkembang dalam suatu
wilayah atau suatu komunitas, sehingga kemudian menciptakan suatu identitas
budaya dari masyarakat bersangkutan. Tetapi, di mana pun suatu tari tradisi
hidup, tarian tersebut bisa dikenali dari ciricirinya yang khas, dan diakui berasal
dari suatu wilayah asalnya. Ciri-ciri tersebut meliputi unsur gerak, tata rias dan
busana, spirit, serta musik iringannya.” (Sumaryono, Endo Suanda, 2006).
33 
 

Tari, baik tari yang berasal dari perkembangan budaya primitif, perkembangan
tari trasional yang berkembang dilingkungan istana yang disebut tari klasik,
perlembagaan dilingkungan pedesaan yang sering disebut tarian rakyat, maupun tari
yang berkembang dimasyarakat perkotaan yang sering mendapat predikat tarian
modern atau kreasi baru, sesungguhnya kehadirannya tak akan lepas dari masyarakat
pendukungnya, sehingga kajian terhadap tari akan lebih menarik apabila didekati
dengan multidisiplin atau interdisiplin yang bersifat penelitian kualitatif.

Tari tradisi adalah sebuah tata cara yang berlaku disebuah lingkungan etnik
tertentu yang bersifat turun–temurun. Tari tradisi diartikan sebagai sebuah tata cara
menari atau menyelenggarakan tarian yang dilakukan oleh sebuah komunitas etnik
secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Karena aspek
berkelanjutan tersebut, maka terciptalah konveksi berikutnya diyakini sebagai tata
aturan yang bersifat mengikat (baku).

Tari tradisional adalah suatu tarian yang menggabungkan semua gerakan yang
mengandung makna tertentu. Pada tari tradisional mengandalkan ketepatan musik,
keluwesan gerak, kekompakan gerakan, dan pengaturan komposisi. Pada gerak tari
tradisional, biasanya pada setiap tarian mempunyai gerakan yang sama dan gerak
tradisional tidak bisa diubah seperti tari modern. Tari tradisional klasik mempunyai
ciri-ciri yang telah mengalami pengolahan dan penggarapan gerak secara
berkembang, yaitu keindahan yang di salurkan melaluim pola-pola gerak yang telah
ditentukan. gerakan itu melampaui kebutuhan minimal yang diperlukan oleh
konteksnya, dan ukuran-ukuran. Keindahannya yang telah terbukti melampaui batas-
batas daerah. Jenis-jenis tari berdasarkan fungsinya. Berdasarkan fungsinya, tari di
bagi menjadi tiga jenis, yaitu tari upacara, tari pergaulan atau hiburan, dan tari
pertunjukkan. Berdasarkan pengertian bahwa tari tradisional adalah tari yang
berkembang di daerah tertentu yang berpijak dan berpedoman luas pada adaptasi
kebiasaan turun-temurun dan dianut oleh masyarakat pemilik tari tersebut. Salah satu
tarian tradisional yang saat ini masih dibudayakan pada kebudayaan suku Rejang
yakni Tari Kejai.
34 
 

4.4.1 Tari Kejai


Tari kejai adalah satu-satunya tari adat suku Rejang, tari Kejai merupakan tari
sakral yang tidak boleh digelar dan diadakan disembarangan tempat dan kesempatan.
Tari Kejai hanya ditampilkan untuk acara pesta kenduri agun dan hanya dipertujukan
di dalam balai atau gedung, tidak dipertontonkan ditempat terbuka. Penari tari Kejai
adalah bujang gadis yang berlainan marga. Alat musik pengiring adalah alat musik
tradisional Rejang seperti gong, Kulintang, redap dan disertai sambei dan serambeak.
Ditengah-tengah balai atau panggung dibuat penoi dan sukung. Penoi adalah lambang
kutai, yaitu lambang kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat Rejang, sedangkan
sukung adalah sebagai tanda batas antara penari pria dan penari wanita, apabila penari
melewati sukung mereka harus melakukan gerakan matiak dayung. Pada kebanyakan
tari sakral pada umumnya tari Kejai suku Rejang juga memiliki sesaji yang tidak
dapat dipisahkan karena mejadi suatu kesatuan yang wajib untuk dipatuhi pada saat
pelaksanaan tari Kejai berlangsung. (Hasan, 2015)
Pada tari Kejai penari terdiri dari 3, 5, atau 7 pasang bujang dan gadis yang
berlaianan marga. Orang yang sudah menikah tidak diperbolehkan, bakal sematen
dan bakal ngenyan diperbolehkan asal belum melaksanakan akad nikah. Tari Kejai
ditarikan berpasang-pasangan membentuk lingkaran sesuai jarum jam. Gerakan
dalam tarian hanya terdapat enam gerakan yang memiliki makna khusus. Busana
yang dikenakan dalam penyajian tari Kejai ini yaitu pakaian adat masyarakat suku
Rejang, dengan riasan cantik sebagai pemanisnya. Tari dikategorikan sebagai tari
ritual apabila memenuhi syarat kriteria khusus, yang diantaranya sebagai berikut:
waktu terpilih, tempat terpilih dan adanya sesaji dalam penyajiannya, baik sebelum
maupun pada saat tari ini dipertujukan, begitu pula dengan tari Kejai. (Hasan, 2015).
Tari Kejai memiliki peran tersendiri bagi masyarakat Suku Rejang dengan segala
persyaratan yang mengikatnya. Masyarakat suku Rejang sangat meyakini bahwa tari
Kejai merupakan tarian suci, yang memiliki makna setiap geraknya, arti setiap
lantunan irama musik pengiringnya.
BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian


Hasil penelitian ini menjelaskan dan memaparkan tentang karakteristik dari
informan yang bersedia dijadikan sebagai subjek pada penelitian ini yang dilakukan
secara wawancara mendalam terhadap beberapa informan. Penentuan informan
ditentukan dengan teknik purposive sampling. Teknik penungmulan data yang
digunakan pada penelitian ini yaitu dengan cara observasi, wawancara mendalam dan
dokumentasi. Dimana hasil penelitian ini berkaitan langsung pada rumusan masalah
yang telah dibuat dibab 1 pada penelitian ini.
5.1.1 Profil Informan Penelitian
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti. Peneliti berhasil
mendapakan data dari 5 informan yang memenuhi kreteria yakni informan terdiri
dari Ketua badan musyawara adat kabupaten Lebong, tokoh adat, anggota penasihat
badan musyawarah adat kabupaten Lebong, mantan penari dan pemusik tari Kejai,
berikut ini dapat dilihat dari tabel agar dapat memperjelas karakteristik dari masing-
masing informan pada penelitian ini yakni bebagai berikut.

Tabel 5.1 Profil Informan

No. Nama Jenis Kelamin Keterangan


Merupakan ketua Badan Musyawarah
Adat kabupaten Lebong. Selain beliau
1. Badrus Zaman Laki-Laki keturunan suku Rejang asli, beliau
juga memahami kebudayaan suku
Rejang.
Haludin .S atau dikenal dengan Datuk
Krilu, yang merupakan seorang guru
Kaganga (Aksara Tulisan Rejang) di
2. Haludin .S Laki-laki SD 22 Lebong. Beliau merupakan
tokoh adat yang dikenal di kabupaten
Lebong. Selain itu juga Beliau juga
merupakan pendiri sanggar seni

35 
36 
 

Ratau Agung. Dimana, pernah


mendapatkan reward pada tahun
2008 atas kiprahnya dalam
mengembangkan kesenian. Beliau
memahami Sejarah-sejarah suku
Rejang termasuk tentang tari Kejai.
Bapak Jaspin merupakan Imam di
Desa Tunggang kabupaten Lebong
yang juga pernah menjabat sebagai
Kepala Desa. Beliau merupakan
Anggota BMA yang menduduki
3. Jaspin Laki-Laki jabatan sebagai Penasihat BMA.
Selain itu beliau sering kali menjadi
penyampai Megendo (penyampaian
nasihat secara bersyair) dalam
upacara-upacara adat atau
penyambutan tamu Agung.
Nenek Nurbaya atau sering dipanggil
dengan Nek Bayet, adalah pemilik
sanggar Pinang Belapis serta pelatih
4. Nurbaya Perempuan
Tari dengan Latar Belakang Keluarga
seniman tradisi. Beliau sendiri mulai
belajar tari Kejai dari tahun 1956.
Datuk Efendi, pengurus sanggar
Pinang Belapis yang merupakan
suami dari Nenek Nurbaya, beliau
merupakan pelatih musik. Dimana
5. Efendi Laki-Laki beliau sering juga menari tari kejai
dan memainkan usik pengiringnya.
Dari kecil beliau sudah belajar alat
musik terutama alat musik yang
digunakan pada tari Kejai

Berdasarkan tabel diatas dapat kita lihat bahwa informan yang telah ditetapakan
oleh peneliti merupakan orang-orang yang memiliki informasi mengenai tari Kejai,
bahkan orang-orang yang teribat langsung dalam pelaksanaan tari Kejai. Selain itu
mereka juga mengetahui makna pesan yang ingin disampaikan yang terdapat dalam
tari Kejai tersebut.

 
 
37 
 

Saat wawancara berlangsung, peneliti melakukan wawancara di kediaman


informan tersebut. Dalam proses pengumpulan data tersebut peneliti menggunakan
catatan kecil, serta menggunakan alat bantu seperti rekaman suara handpone dan
camera sebagai alat untuk mendokumentasikan pada saat wawancara berlangsung.
Wawancara dilakukan dan dikondisikan dalam suasana nonformal untuk
mempermudah peneliti memproleh informasi.

5.1.2 Makna Simbolik Pada Tari Kejai


Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan maka peneliti
memperoleh data tentang makna dari simbol yang terdapat pada tari Kejai. Dimana
tarian ini merupakan salah satu bentuk kebudayaan sekaligus bagian dari komunikasi
nonverbal yang mengandung makna pesan pada setiap unsur yang ada didalamnya.
Makna pada tari Kejai itu sendiri terbagi menjadi tiga bentuk makna, antara lain:
1. Makna Simbol Pada Gerak Tari Kejai
Tari Kejai merupakan tarian sakral suku Rejang, didalam tarian ini terdapat
unsur gerak yang mana berfungsi sebagai media untuk mengkomunikasikan maksud-
maksud tertentu. Dalam tarian Kejai masing-masing gerak dinamai berdasarkan pola
geraknya. Tari Kejai ini hanya memiliki lima gerakan saja yang dianggap monoton.
Karena gerak asli tari Kejai ini dianggap biasa saja sehingga pada saat penampilan
tari Kejai yang ditampilkan sudah banyak ditambah atau dikreasikan hingga menjadi
lebih menarik. Adapun gerakan pada tari kejai yakni sebagai berikut:

 Gerak Sembah

Penari berbentuk dua baris berbanjar terpisah antara laki-laki dan perempuan
dengan dibatasi penoi.

Menurut Nenek Nurbaya menyatakan:


“Menari tari Kejai ini laki-laki dan perempuan ini dipisah jadi 2 baris,
barisan laki-laki dan perempuan ini tidak boleh di campur. Posisi antara
laki-laki dan perempuan ini tadi dipisahkan ada maknanya artinya itu ada
perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang belum menikah, dilarang

 
 
38 
 

berdekatan. Karna mereka bujang dan gadis berlainan marga diibaratkan


bukan Mukhrimnya.”
(Hasil wawancara tanggal 11 April 2019)

Hal ini menyimbolkan bahwa adanya batasan antara laki-laki dan perempuan
yang belum menikah sehingga harus dijaga batasan tersebut. Sebelum penari masuk
ke Balai Kejai, di Balai Kejai tersebut sudah terdapat seorang menyambei dimana
menyambei merupakan orang yang bersyair atau menyampaikan kalimat-kalimat
nasehat dengan nada suara yang berirama sesuai dengan acara yang dilaksanakan.
Alat musik gong dibunyikan sebagai tanda bahwa para penari dipersilahkan masuk ke
Balai Kejai.

Setelah para penari masuk kebalai Kejai maka seseorang mulai menyambei,
berikut ini isi menyambei yang digunakan:
Eeeeeeei..........
Andak bujang pat puluak sukau
Andak gadis nu.... belas tangen
Andak bujang pat puluak sukau indau
Andak gadis nu.... belas tangen denam
Eeeeeeeeei...
Andak sipet detemauan ukum
Ukum benea detali luus
Ukum benea tetiting tekelis dawat alus
Eeeeeeei
Api melupokan taai andak
Taai elang taai melayang
Taai elang buliak temirau
Eeeeeeeeei
Lamun Tai se taai, taii ini bile lan.....

 
 
39 
 

Menyambai tersebut menjelaskan bagaimana tarian Kejai, Menyambei ini


merupakan wujud kebudayaan dari suku Rejang. Menyambei tidak hanya dilakukan
pada saat Tari Kejai saja namun pada acara-acara lain pun boleh digunakan. Tidak
semua isi menyambei ini sama karena isi dari menyambei yang disyairkan tergantung
pada acara yang dilakasanakan.
Setelah seseorang melakukan menyambei, Kemudian para penari melakukan
gerak sembah. Gerakan ini dilakukan dengan duduk, tangan diletakkan diatas
pangkuan dengan telapak tangan berbentuk huruf A kemudian mengangkat tangan
telapak tangan dimainkan hingga menggenggam dipundak sebelah kanan. Kemudian
tangan didorong kedepan sejajar dengan dada lalu jari dilentikkan diarahkan
kepundak kiri kemudian dikembalikan lagi kearah kanan. Gerakan ini dilakukan
sebanyak tiga kali, setelah itu penari berdiri melanjutkan gerakan selanjutnya.

Gambar 5.1 Gerak Sembah


(Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=oFNPMabbIOU)

Nurbaya menyatakan bahwa:


“Setelah menyambei tadi, para penari mulai menari, mulainya dari
gerak sembah yang mana artinya adalah penghormatan”

(Hasil wawancara tanggal 11 April 2019)

 
 
40 
 

Sama halnya seperti yang dikatakan oleh Datuk Haludin:

“Pertama dilakukanlah gerak sembah, gerak sembah ini gerak yang


melambangkan penghormatan kepada pare tetamu, pada para
penonton dan sesama penari jadi dilakukan tiga kali secara
berulang.”

(Hasil wawancara tanggal 22 April 2019)

Datuk Jaspin juga mengatakan bahwa:

“Gerak ke satu setelah menyambei adalah gerak sembah, gerak


sembah ini adalah gerak tanda penghormatan. Jadi gerak ini
dilakukan tiga kali penghormatan. Penghormatan untuk tamu agung,
untuk yang menonton, dan untuk sesama penari yang sama sekali
belum mengenal satu sama lain”.

(Hasil wawancara tanggal 15 April 2019)


Gerakan sembah merupakan simbol dari penghormatan dimana memiliki
makna yang bermaksud memberi salam. Gerakan dilakukan tiga kali pengulangan
yang mana sembah pertama dilakukan untuk memberi hormat pada tamu agung,
kedua memberi salam atau penghormatan kepada para hadirin yang menyaksikan,
gerak ketiga dilakukan penari saling berhadapan antara laki-laki dan perempuan
dengan maksud memberi salam pada sesama penari.

 Gerak Meletik jiay


Setelah melakukan gerak sembah para penari berdiri secara perlahan, Pada
gerakan ini penari laki-laki dan perampuan bergerak mengelilingi Penoi hingga
bertukar tempat barisan. Penari perempuan meletakkan tangan sejajar didepan dada,
posisi telapak tangan didepan dengan jarak diantara kedua tangan tidak terlalu
meluas. Sedangkan penari laki-laki meletakkan tangan disamping kiri dan kanan
kepala dengan posisi telapak tangan yang sama.

 
 
41 
 

Gambar 5.2 Gerak Meletik Jiay


(Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=oFNPMabbIOU)

Nurbaya menyatakan bahwa:


“Gerakan ketiga meletik jiay, tangan laki laki dan perempuan menghadap
kedepan. Tangan perempuan diletak di depan dada yang laki-lakinya di
samping kiri dan kanan dibuka lebar kalau yang perempuan tadi selebar
dada aja. Gerakan ini artinya perempuan dan laki-laki itu saling bertukar
fikiran.”

(Hasil wawancara tanggal 11 April 2019)

Hal senada juga dinyatakan oleh Datuk Jaspin:


“jadi setelah gerak bederap tadi dilakukanlah gerak meletik jiay artinya
ini laki-laki dan perempuan mesti sama-sama membicarakan apa yang
ingin diputuskan walaupun yang mengambil keputusan ini tetap
pemimpinnya laki-laki tadi.”
(Hasil wawancara tanggal 15 April 2019)

Datuk Haludin juga Menyatakan bahwa:


“Nah.. kalau gerak meletik jiay ini berkaitan dengan gerak bederap tadi
walaupun keputusan diambil oleh laki-laki seperti arti gerak bederap tadi,
gerak yang ini berarti bahwa leki-laki dan perempuan tetap harus saling
bermusyawarah jadi kalau ada apa-apa dibicarakan sama-sama saling
bertukar fikiran lah bahasanya.”
(Hasil wawancara tanggal 22 April 2019)

 
 
42 
 

Berdasarkan hal tersebut gerakan meletik jiay ini memiliki keterkaitan dengan
gerak bederap. Dimana gerak meletik jiay ini memiliki makna yakni meskipun
keputusan diambil oleh laki-laki akan tetapi perempuan dan laki-laki harus lah saling
bertukar fikiran untuk mengambil suatu keputusan.
 Gerak Matiak Dayung
Gerak Matiak Dayung dilakukan dengan mengubah dan meletakkan tangan
kebawah dengan posisi lurus mengembang ke belakang, selendang yang digunakan
penari perempuan dikembangkan dengan menyelipkan sudut kiri dan kanan
selendang ke sela-sela jari. Gerakan ini dilakukan dengan posisi penari bergerak
mengelilingi Penoi atau sesaji, dan kemudian berbalik arah kembali keposisi barisan
laki-laki dan perempuan seperti awal. Gerakan ini menyimbolkan bahwa semuanya
yang terjadi diatur oleh Allah SWT, tanda berserah diri kepada Tuhan.

Gambar 5.3 Gerak Matiak Dayung


(Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=oFNPMabbIOU)

Nurbaya Menyatakan:
“Gerak matiak dayung ini seperti burung elang terbang jadi sama seperti
itu, penari perempuan ini kan pakai selendang, nah selendang ini
dibentang kebelakang tangannya dikembangkan dan lurus kebelakang.

 
 
43 
 

Artinya serah diri orang Rejang ini kepada Tuhan, karena semuanya itu
diatur Allah, apalagi jodoh yang Tuhan pertemukan itu sudah kehendak-
Nya”
(Hasil wawancara tanggal 11 April 2019)
Seperti yang dinyatakan Datuk Jaspin :
“Setelah itu gerak matiak dayung, gerak matiak dayung ini wujud dari
keikhlasan masyarakat suku Rejang dalam melakukan suatu hal.
Masyarakat suku Rejang mempercayai kalau segala sesuatunya sudah
merupakan jalan yang diberikan Allah SWT, jadi apapun yang terjadi
kita harus berserah kepada Tuhan. Percaya pada Allah bahwa segala
sesuatu akan Allah tujukan jalannya.”
(Hasil wawancara tanggal 15 April 2019)

Hal ini juga dikatakan oleh Datuk Haludin:


“Gerak matiak dayung, juga punya makna kalau kami suku Rejang ini
mempercayai bahwa segala sesuatu itu kami serahkan pada Tuhan,
karena Tuhan yang memiliki kuasa atas dunia semua yang terjadi itu
karena Tuhan yang mengaturnya.
(Hasil wawancara tanggal 22 April 2019)
Berdasarkan hal diatas gerakan ini memiliki simbol yang bermkna bahwa
masyarakat Rejang patuh pada sang pencipta percaya bahwa Tuhan semesta alam
memiliki kuasa untuk mengatur segala yang didunia.
 Gerak Sembah Akhir
Gerak sembah akhir ini, gerakan yang lakukan sama dengan gerakan sembah
pada bagian awal. Gerak sembah akhir ini juga dilakukan sebanyak tiga kali dengan
posisi yang berbeda. Sembah dilakukan secara berhadapan anatara penari laki-laki
dan perempuan kemudian sembah terakhir dilakukan menghadap kedepan.

 
 
44 
 

Gambar 5.4 Gerak Sembah Akhir


(Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=oFNPMabbIOU)

Nurbaya Menyatakan :
“Gerak ke lima gerakkan sembah akhir sebenarnya sama seperti gerak
sembah yang diawal tadi. Tapi bedanya posisi akhir yang menghadap
kearah depan, gerakan ini artinya ingin berpamitan dan mengakhiri tari
Kejai, semacam ucapan terima kasih karena sudah melihat tarian Kejai
tadi.”
(Hasil wawancara tanggal 11 April 2019)
Hal senada juga dikatakan oleh Datuk Jaspin :
“Gerak sembah akhir ini sebelum mengakhiri dengan gerakan
mendayung gerak ini dilakukan sebagai tanda berpamitan untuk
mengakhiri tari Kejai. sebenarnya sama saja dengan gerak sembah yang
diawal tadi, seperti kita datang kerumah orang datang dengan salam
pulang dengan berpamitan.”
(Hasil wawancara tanggal 15 April 2019)
Datuk Haludin juga mengatakan bahwa :
“Gerak sembah akhir artinya kita berpamitan, untuk mengakhiri tarian
Kejai yang ditampilkan. Geraknya sama saja dengan gerak sembah
pertama tadi.”

 
 
45 
 

(Hasil wawancara tanggal 22 April 2019)

Dalam hal ini Gerakan sembah akhir ini memiliki makna simbol bahwa penari
akan mengakhiri tarian Kejai. Dengan penari melakukan gerakan ketiga dengan
menghadap kedepan yakni bermakna menyampaikan rasa terima kasih kepada
seluruh hadirin yang sudah hadir dan menyaksikan tari Kejai.
 Gerak Mendayung
Gerak Mendayung ini hampir sama dengan gerakan matiak dayung hanya saja
gerakan ini dilakukan dengan langkah berbalik secara berpasangan meninggalkan
panggung. Gerak ini merupakan gerak penanda bahwa berakhirnya tarian Kejai
setelah melakukan sembah terakhir.

Gerak 5.5 Gerak Mendayung


(Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=oFNPMabbIOU)

Nurbaya Menyatakan :
“Gerakkan ini sama saja dengan gerak matiak dayung tetapi bedanya
langkah kakinya, jadi seperti mendayung. Gerak mendayung ini artinya
tarian kejai berakhir.”
(Hasil wawancara tanggal 11 April 2019)

 
 
46 
 

Hal serupa juga dinyatakan oleh Datuk Jaspin :


“Gerak terakhir gerak mendayung, nah gerak inilah gerak akhir yang
menandakan bahwa berakhirlah tarian Kejai ini. Jadi setelah berparmitan
tadi, barulah para penari ini meninggalkan panggung Kejai”
(Hasil wawancara tanggal 15 April 2019)
Datuk haludin juga mengatakan :
Sesudah melakukan gerak sembah, kemudian penari menari dengan
gerakan mendayung gerakkan terahir. Gerak mendayung ini sama saja
sebenarnya dengan gerak matiak dayung yang membedakan itu langkah
kakinya saja seperti mendayung. Artinya gerakan ini merupakan tanda
kalau tarian kejai yang ditampilkan berakhir.”
(Hasil wawancara tanggal 22 April 2019)

Berdasarkan hal tersebut gerakan mendayung ini merupakan sebagai simbol


berakhirnya tari Kejai yang dilaksanakan. Dimana gerak mendayung mengandung
makna perpisahan. Karna disetiap pertemuan terdapat perpisahan yang akan dialami.
Berdasarkan hasil wawancara diatas dengan beberapa informan pada penelitian
ini, maka setiap gerak pada tari Kejai memiliki arti yang berbeda-beda setiap
geraknya, dimana gerak tari Kejai tersebut mengandung makna kebaikan didalamnya
yang mencerminkan masyarakat suku Rejang maka dari gerakan pada tari Kejai
tersebut mendapatkan hasil gerak yang indah dengan makna yang terkandung pada
setiap geraknya dan ditambakan setiap gerak tersebut memiliki unsur seni yang
ditampilkan. Dalam hal ini setiap geraknya mengandung arti serta makna tersendiri,
maka dari itu di era saat ini pentingnya bagi generasi muda untuk mengetahui dan
mempelajari makna dari tari Kejai, hal ini dikarenakan tari Kejai merupakan salah
satu warisan kebudayaan yang memiliki ciri khas daerah tersendiri pada masyarakat
Suku Rejang yang harus dilestarikan dan dijaga serta harus dipertahankan ditengah
terpaan kebudayaan yang hadir diera saat ini, seperti halnya budaya barat.
2. Musik Pengiring Tarian
Pada tari Kejai terdapat tiga alat musik yang digunakan yakni gong kulintang
dan redap. Dimana ketiga alat musik ini harus ada pada saat tari Kejai ditampilkan

 
 
47 
 

dan tidak bolah ditambah dengan alat musik lainnya. Jika salah satu dari ketiga alat
musik ini tidak ada maka tari kejai tidak boleh ditampilkan, karena dipercaya
penampilan tarian Kejai yang sakral tidak akan berjalan sempurna jika salah satu alat
musik tersebut tidak digunakan.
Sebelum alat musik pengiring tarian dimainkan terdapat ritual yang dinamai
dengan Temuun Gong. Dimana dalam ritual ini merupakan kegiatan melumuri gong,
kolintang, dan redap dengan air yang terdapat bunga rampai lainnya. Semua orang
yang hadir duduk berkumpul didalam sebuah balai mengelilingi dukun atau piawang
membaca do’a kenduri dengan membakar kemanyan. Membakar kemenyan tersebut
merupakan simbol momohon izin atau berpamitan kepada arwah-arwah leuhur
bahwasanya akan diadakan perayaan dengan tari Kejai, dan memohon dibimbing
serta ditamengi dari perbuatan jahat, baik dari makhluk halus maupun makhluk kasar
yaitu perbuatan orang-orang yang salah jalan, seperti mengirimi permayo, teluh atau
santet. Kemudian piawang atau dukun tadi memohon kepada Allah agar meridhoi dan
melancarkan jalan acara kegiatan tersebut.
Efendi menjelaskan bahwa:
“Ritual Temuun Gong ini ritual meminta izin kepada leluhur untuk
melaksanakan tari Kejai supaya tarian ini dapat terlaksana dengan lancar
tanpa suatu hambatan. Ritual ini dilakukan dengan cara mengasapkan
alat musik tadi kemudian sembari membaca doa kenduri yang isinya
mohon izin kepada leluhur.”
(Hasil wawancara tanggal 11 April 2019)
Hal ini juga dipertegas oleh Bapak Badruz Zaman yaitu ketua BMA
Kabupaten Lebong beliau mengatakan bahwa:

“Jadi sebelum kita menurunkan alat musik tari Kejai ini ada ritual yang
harus dilaksanakan namanya mbuiak gung kecitang, caranya disini alat-
alat musik tari Kejai tu, dibersihkan tetapi dengan air yang sudah
disiapkan dengan rendaman bunga-bunga. Jadihal ini tanda
penghormatan kita pada eluhur nenek moyang kita”.
(Hasil wawancara tanggal 04 April 2019)

 
 
48 
 

Setelah melakukan ritual ini maka alat musik pengiring tari Kejai barulah boleh
digunakan. Alat musik ini dimainkan oleh tiga orang pemusik, yang mana tidak
terdapat kreteria khusus untuk menentukan pemain musik pengiring tari kejai ini.

Bapak Ketua BMA Badrus Zaman juga menyatan:


“Lain dengan penari tadi, kalau penarikan harus bujang gadis, nah kalau
peusik tidak ada kreteria khususnya.”
(Hasil wawancara tanggal 04 April 2019)

Efendi Juga menyatakan:


“Kalau syarat untuk menentukan pemain musik ini, tidak ada syarat
khususnya. Tidak seperti penari yang harus bujang gadis yang berlainan
marga. Tapi kalau pemusik tidak ada. Siapa saja boleh.”
(Hasil wawancara tanggal 11 April 2019)
Hal yang sama juga dinyatakan oleh Datuk Jaspin:
“Kalau pemain musik tidak ada syarat-syaratnya yang penting isa
mainkan alat musik itu saja.”
(Hasil wawancara tanggal 15 April 2019)
Seperti yang dinyatakan Datuk Haludin bahwa:

“Memainkan alat musik kalo untuk pemusiknya tidak ada syarat


ataupun kayak ritual khusus yang harus dipenuhi. Siapa saja boleh
memainkan musik tari Kejai asalkan bisa pasih memainkan alat musik
tersebut. Kalau untuk penentuan usia pemain musik tidak ada, bahkan
sudah menikah atau belum juga tidak masalah, bahkan perempuan juga
boleh memainkan alat musik ini.”
(Hasil wawancara tanggal 22 April 2019)

Meskipun tidak memiliki kreteria khusus dalam penetapan pemain musik tari
Kejai, pemusik tetaplah harus terampil dalam memainkan alat musik tersebut. Selain
itu pemusik haruslah memahami irama musik yang dimainkan sehingga dapat

 
 
49 
 

menghasilkan kolaborasi antara musik dan tarian yang indah. Dimana masing-masing
pemusik akan berfokus memainkan satu alat musik pengiring tersebut.

Gambar 5. 6 Alat Musik Redap


(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Redap merupakan alat musik khas tradisional Bengkulu yang terbuat dari kulit
rusa tunggal dan batang kayu rotan. Redap dimainkan dengan cara dipukul pada
bagian permukaannya. Alat musik tradisional ini tidak hanya digunakan untuk
mengiringi tari Kejai saja tetapi biasa digunakan pada saat menggiringi acara-acara
daerah. Pada saat meniringi tari Kejai alat musik Redap ini berirama ulok butau
debuak.

Gambar 5.7 Alat Musik Kulintang


(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

 
 
50 
 

Alat musik kolintang juga digunakan pada saat mengiringi tari Kejai, alat musik
ini dimainkan dengan berirama siaman punjung tebu. kolintang tersusun atas logam-
logam yang dimainkan dengan cara dipukul menggunakan alat pemukul yang terbuat
kusus. Biasanya alat musik ini ditampilkan masyarakat pada saat upacara adat dan
juga pertunjukan seni tradisional

Gambar 5.8 Alat Musik Gong


(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Alat musik lainnya yaitu Gong. Gong merupakan alat musik pukul yang terbuat
dari leburan logam dengan permukaan yang bundar. Alat musik gong ini digantung
pada sebuah bingkai. Gong memiliki suara rendah, yang dimainkan dengan cara
ditabuh dengan menggunakan pemukul kayu yang ujungnya dibalut dengan karet atau
kain. Getaran yang dihasilkan dari pukulan kayu tanpa kain akan berbeda dengan
yang dilapisi kain. Alat musik ini digunakan saat mengiringi tari Kejai dengan
dinamai nada tagar bilai baik.

 
 
51 
 

Datuk Haludin menyatakan bahwa:


“Sebenarnya tidak terdapat makna khusus dalam musik iringan tarian ini
tapi memang setiap irama alat musiknya tadikan ada namanya. Akan
tetapi iringan musik pengiring tarian ini berirama seperti bunyi ombak
musim kemarau yang mana berarti merupakan simbol yang bermakna
bahwa masyarakat rejang harus memahami kondisi lingkungan dengan
apa adanya dan dalam melakukan suatu hal lakukanlah dengan
bersungguh.”

(Hasil wawancara tanggal 22 April 2019)


Hal senada juga dinyatakan oleh Jaspin bahwa:
“Kalau kita dengar Bunyi irama musik tari kejai ini, irama musiknya
yang digunakan seperti bunyi ombak laut. Dan irama musik yang
dimainkan berbunyi berulang-ulang, dengan nada turun naik turun naik
persis bunyi ombak laut. Irama ini menjelaskan orang-orang Rejang ini
hidup dengan kondisi apa adanya tidak suka bermewah-mewahan, dan
bersungguh-sungguh dalam menjalankan sesuatu.”

(Hasil wawancara tanggal 15 April 2019)


Datuk Efendi Juga mengatakan:
“Makna khusus musiknya ini tidak ada sebab guru kami dulu tidak ada
mengajarkan. Tapi yang datuk ingat kalau lantunan iramanya ini seperti
ombak laut, nah.. turn naik turun naik. nadanyakan itu-itu saja yang
dimainkan.”

(Hasil wawancara tanggal 15 April 2019)

Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwasanya tidak terdapat makna


ksususnya. Akan tetapi setiap iringan Alat musik tersebut irama yang berbunyi seperti
suara ombak pada musim kemarau. Irama ini dimainkan dengan berbunyi naik
turunnya nada musik pengiring, dibunyikan dengan keras dan pelan mengikuti
gerakkan tarian. Alat musik dimainkan dengan lebih keras dan ada kalanya menjadi
pelan guna sebagai kode atau tanda untuk melakukan pergantian gerakan sehingga
dapat dipahami oleh penari. Iringan musik ini seperti bunyi ombak laut yang
memiliki simbol bahwa iringan irama musik berbunyi sama hingga akhir tarian.

 
 
52 
 

3. Makna Sesaji
Didalam ritual adat ataupun acara yang berbau tradisional sering kita temui
sesaji atau persembahan pada nenek moyang pada upacara-upacara adat. Dalam
pelaksanaan tari Kejai terdapat pula sesaji yang disebut dengan penoi yang artinya
gudang tempat menaruh sesaji.

Gambar 5.9 Penoi atau sesaji dalam tari Kejai


(Sumber: https://m.faceook.com/stry_fbid=15362074047691&id=1039393079)

Penoi merupakan lambang kutai dalam masyarakat adat Rejang. Penoi ini
memiliki simbol atau makna yang melambangkan kesejahteraan dan kemakmuran
masyarakat. Penoi ini berisi berbagai bahan-bahan hasil pertanian, perkebunan dan
bahan-bahan lainnya. Adapun berikut ini isi dari Penoi adalah sebagai berikut:

Tabel 5.2 Makna simbol pada sesaji

No. Simbol Makna


Melambangkan bahwa masyarakat
suku Rejang berpegang teguh pada
1. Kitab Al- Qur’an
agamanya yang mayoritas beragama
islam.

 
 
53 
 

Menyimbolkan bahwa masyarakat


2. Tombak suku Rejang itu kuat dan bersatu
tidak dapat dicerai-beraikan
Memilki makna bahwa masyarakat
Rejang percaya bahwa mereka
3. Payung Agung
dilinduni oleh Tuhan Yang Maha
Esa.
Suatu lambang kehormatan kepada
Bokoa Iben atau bakul
4. orang lain, raja-raja, nenek moyang
sirih
suku Rejang, maupun kepala daerah
Simbol ini bermakna suatu kejayaan
Padi dan batangnya masyarakat Rejang dengan bersifat
5.
(sejempal) hidup hemat, tidak boros agar dapat
terus dalam kejayaan
Simbol ini melambangkan wujud
pertemanan, maknanya masyarakat
Buah jagung dengan
6. Rejang hidup bermasyarakat dengan
bongkolnya
keramahan sehingga mewujudkan
kehidupan yang rukun dan damai
Makna dari pisang mas ini yakni
Pisang mas masak dengan lamabang bahwasannya masyarakat
7.
tandannya suku Rejang suka berbagi kepada
sesama
Simbol ini bermakna kekompakan
pada masyarakat suku Rejang,
8. Buah kelapa dan kulitnya dimana masyarakat suku rejang
memiliki sifat toleransi dan saling
menolong antar sesama.
Melambangkan Tanea Jang
memiliki lingkungan yang aman.
9. Daun sendingin Masyarakatnya bersifat saling
menyenangkan. Dan tidak saling
membenci
Melambangkan bahwa masyarakat
Rejang selalu dalam keadaan baik-
10. Daun Setawar baik saja. Karna masyarakat suku
Rejang selalu bersyukut terhadapa
apa yang di berikan Allah SWT
Simbol dari daun puding merah ini
yakni dimana masyarakat Rejang
11. Daun puding merah
memiliki sifat yang salng
menghargai tidak memandang tua

 
 
54 
 

atau mudanya usia. Yang tua lebih


dihormati dan yang muda di sayangi.
Begitu pula dengan cara berbahasa
mereka saling menjaga kesopanan.
Melambangkan bahwa msyarakat
Daun beringin beserta
12. suku Rejang selalu mengharapkan
tangkainya
perlindungan dari Allah SWT
Simbol dari daun jelei ini merupakan
13. Daun Jelei dan batangnya lambang kerukunan hidup
masyarakat suku Rejang
Bermakna penangkal atau pagar
supaya selalu dihindari dari orang
14. Batang tebu merah
yang bermaksud untuk mengganggu
atau mengacaukan acara.
Simbol ini melambangkan bahwa
masyarakat Suku Rejang memiliki
15. Buah pinang setandan
sifat kekeluargaan walaupun tidak
terdapat hubungan sedarah.
Simbol ini bermakna bahwa
16. Buah Kundur
asyarakat suku rejang
Melambangkan bahwa Masyarakat
17. Cangkir bambu
rejang memiliki sifat yang sabar
Baju, selendang, Semua peralatan tersebut dipercaya
berunang atau bakul, masyarakat suku Rejang sebagai
pisau, parang, pedang, lambang bahwa masyarakat Rejang
parutan, penyaring, hidup berkecukupan karna betuk
kukuran, arang, rasa sukur masyarakat rejan terhadap
18.
kemenyan, dan rempah- apa tang telah Tuhan berikan, selagi
repah isi dapur seperti kita selalu giat dan berusaha.
(beras, gula, kopi, teh,
garam, cabe, kunyit,
serai)

Isi dari sesaji ini haruslah dilengkapi ketika ingin menampilkan tari Kejai
karena masyarakat suku Rejang percaya jika isi dari penoi ini tidak dipenuhi secara
lengkap maka akan terjadi mala petaka pada kegiatan yang dilaksanakan tersebut.

 
 
55 
 

Nenek Nurbaya mengatakan:

“Artinya sesaji yang ditaruh itu rasa berterima kasih pada roh leluhur
nenek moyang kita karna sudah menjaga kemakmuran taneak jang”.
(Hasil wawancara tanggal 11 April 2019)
Datuk Efendi juga mengatakan:

“Isi penoi ini kan berbagai macam dimana juga ada hasil-hasil panen
hasil perkebunan nah artinya ini taneak jang berada dalam kemakmuran.
Jadi di gunakanlah penoi ini setiap kali tari Kejai wujud terimakasih pada
Tuhan melalui nenek moyang kita atas kemakmuran yang sudah
diberikan ini”.
(Hasil wawancara tanggal 11 April 2019)
Bapak Jaspin menjelaskan bahwa:
“Dengan adanya sesaji ini masyarakat Rejang mempercayai sesaji ini
merupakan suatu ungkapan terimakasih kepada Tuhan melalui roh
leluhur karena telah menjaga kemakmuran yang diberikan Tuhan.”

(Hasil wawancara tanggal 15 April 2019)


Hal serupa juga dinyatakan oleh datuk Haludin S:
“Sesaji ini dipercaya masyarakat kami sebagai lambang kutai atau
lambang kemakmuran, karna ini adalah wujud atau seperti ucapan
terimakasih yang diberikan Allah dengan dilindungi oleh para leluhur
suku Rejang karena sudah memberikan kemakmuran dengan hasil bumi
yang melimpah.”
(Hasil Wawancara Tanggal 22 April 2019)
Berdasarkan hal tersebut masyarakat suku Rejang percaya bahwa kemakmuran
yang diberkan pada Tuhan tersebut mereka sajikan dalam bentuk Penoi sebagai
ungkapan terima kasih dan bersyukur masyarakat suku Rejang.

4. Simbol pada Pakaian Penari


Penampilan sebuah tarian tidak terlepas dari Pakaian atau Kostum yang
digunakan oleh penari demi menambah daya tarik atau keindahan keseluruhan

 
 
56 
 

penampilan. Sebenarnya pada zaman duhulu para penari tari Kejai hanya
menggunakan pakaian yang bebas pantas dikarnakan pada zaman dahulu belum
adanya baju atau costum seragam yang dapat digunakan seperti sekarang ini seiring
dengan perkembangan zaman serta hadirnya biku di tanah Rejang maka tari kejai
mulai menggunakan pakaian khusus.
Perlengkapan yang digunakan pada penampilan tari Kejai ini sangatlah
sederhana dan indah. Pada tari Kejai terdapat penari laki-laki dan penari perempuan
oleh karna itu tentu saja pakaian yang digunakan berbeda antara penari laki-laki dan
perempuan.

Penari Lelaki

1. Jas Warna Hitam

Gambar 5.10 Baju jas penari laki-laki


(Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Pada penari laki-laki baju yang digunakan yakni baju jas warna hitam, jas hitam
melambangkan kebijaksanaan. Maknanya laki-laki harus memiliki sifat yang

 
 
57 
 

bijaksana, agar kelak dapat menjadi seorang pemimpin terutama rumah tangga yang
bijaksana.
2. Celana Dasar Warna Hitam

Gambar 5.11 Celana Dasar Hitam


(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Celana dasar hitam pada penari laki-laki bermakna bahwa para penari yang
terpilih untuk menampilkan tari Kejai ini merupakan laki-laki yang sudah remaja,
dimana laki-laki yang sudah remaja ini sudah bisa memilih mana yang baik untuk
mereka.
3. Kain Songket

Gambar 5.12 Kain songket penari laki-laki


(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

 
 
58 
 

Kain songket ini digunakan pada penari laki-laki dengen dilipat setengah lutut
saja. Masyarakat suku Rejang percaya kain songket yang digunakan penari laki-laki
ini selain memperindah penampilan penari laki-laki sehingga para penari yang tampil
terlihat seperti laki-laki yang sopan dan gagah, selain itu juga dipercayai sebagai
penawar atau penang malapetaka, dimana kain songket ini jika digunakan oleh penari
laki-laki maka penari akan terhindar dari bahaya, gangguan roh jahat dan para penari
dipercaya selalu dalam lindungan Tuhan.Campur atau Cabur.
4. Campur atau Cabur

Gambar 5.13 Cabur atau Campur


(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Campur atau cabur merupakan topi adat yang digunakan para penari laki-laki.
Campur atau cabur ini menyimbolkan kebesaran dan keagungan kaum laki-laki. Yang
mana maknanya laki-laki suku Rejang merupakan sosok pemimpin, yang mampi
bersikap bijaksana dalam mengambil keputusan. Hal tersebut menjelaskan bahwa
masyarakat rejang menganut paham patriarki dimana kepemimpinan diyakini dan
didominasi oleh laki-laki.

 
 
59 
 

5. Selempang

Gambar 5.14 Selempang


(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Selempang ini memiliki makna keberhasilan, masyarakat suku Rejang percaya


bahwa keberhasilan akan diperoleh jika setiap orang ingin berusaha bersungguh-
sungguh, sesuai dengan apa yang ingin ia capai.

Penari Perempuan

1. Baju Kurung

Gambar 5.15 Baju Kurung Penari Perempuan


(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

 
 
60 
 

Baju ini digunakan penari perempuan ini merupakan baju kurung berwarna
merah yang melambangkan kecerian. Karena masyarakat suku Rejang percaya bahwa
kecerian dapat membangkitkan semangat dan energi positif. Baju tari Kejai yang
digunakan oleh penari perempuan ini memiliki motif manik-manik berwarna emas
yang berbenuk seperti pucuk bambu muda disetiap bagian kiri dan kanan ujung baju.
Motif ini menunjukan makanan khas suku Rejang yakni Lemea, yang terbuat dari
rebung atau pokok batang bambu muda yang dipermentasikan terlebih dahulu. Hal ini
juga memiliki makna agar selalu mendapatkan keberuntungan dalam kehidupan.
2. Kain Songket

Gambar 5.16 Rok songket atau kain songket penari perempuan


(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

 
 
61 
 

Kain Songket ini digunakan sebagai rok pada penari perempuan, kain ini juga
memiliki makna yang sama seperti yang digunakan pada penari laki-laki, yakni
sebagai penolak bala. Digunakan oleh penari perempuan agar terhindar dari segala
macam bala karena masyarakat suku Rejang memperayai bahwa Tuhan Yang Maha
Kuasa selalu melindungi mereka.

3. Selendang Songket

Gambar 5.17 Selendang songket penari perempuan


(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Selendang ini digunakan pada bagian belakang penari perempuan, jika penari
laki-laki menggunakan selempang. Penari perempuan menggunakan selendang

 
 
62 
 

songket ini, pada gerakan matiak dayung selendang songket ini dikembangkan dan
diselipkan pada jari-jari tangan. Selendang ini digunakan pada tarian melambangkan
seperti elang terbang.

4. Aksesoris yang meliputi (Sunting, Gelang, Kalung, Singal, Lida-Lida, Pending,


Burung-burung)
Dalam tari Kejai penari perempuan menggunakan beberapa aksesoris ketika
menampilkan tari kejai. Aksesoris ini selain guna untuk memeperindah penampilan
penari perempuan, aksesoris ini juga mengandung arti makna yakni bahwa keindahan
perempuan harus dijaga keelokan diri mereka. Terdapat beberapa jenis aksesoris yang
digunakan penari perempuan yakni sebagai berikut:

Gambar 5.18 Sunting


(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Sunting merupakan perhiasan yang digunakan oleh penari perempuan yang di


tusukkan dikepala berwarna keemasan. Sunting yang digunakan penari perempuan ini
haruslah berjumlah ganjil, namun tidak diketahui alasan yang tepat mengapa sunting

 
 
63 
 

ini digunakan harus berjumlah ganjil. Hiasan yang khas ini mempercantik penari
perempuan.

Gambar 5.19 Lida-lida


(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Lida-lida atau istilah pada zaman sekarang disebut dengan burung-burung.


Lida-lida ini sama dengan sunting hanya saja berbeda bentuknya dan letak lida-lida
pun digunakan pada bagian kiri dan kanan kepala. Lida-lida ini merupakan bentuk
variasi dari sisi penari agar terlihat lebih indah dan anggun.

Gambar 5.20 Singal


(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

 
 
64 
 

Singal ini merupakan penutup kepala bagian depan penari perempuan. Singal
ini boleh digunakan boleh juga tidak pada saat penari perempuan menampilkan tari
Kejai.

Gambar 5.21 Kalung


(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Kalung ini digunakan penari perempuan sebagai penghias untuk keindahan si


penari. Kalung ini berwarna keamasan buah kalung tersebut terbuat dari logam dan
terdapat seperti mutiara-mutiara yang berwarna keemasan.

Gambar 5.22 Gelang


(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

 
 
65 
 

Gelang yang digunakan penari perempuan ini juga berwarna kuning


keemasan bernuansa kuno, berbentuk bulat untuk memperindah hiasan penari
perempuan pada tari Kejai.

Hal senada juga di katakan oleh Nurbaya:

“Penampilan penari perempuan juga diberi aksesoris agar dilihat lebih


indah. Aksesoris penari perempuan ini memiliki arti yaitu penjagaan
keindahan perempuan. Yang mana peempuan tetap harus menjaga
kecantikannya. Aksesoris yang digunakan itu kalung, gelang sunting
yang harus ganjil, lida-lida dua dikiri dan kanan, singal, dan teratai untuk
dibahu.”
(Hasil wawancara tanggal 11 April 2019)
Seperti yang dinyatakan Bapak Jaspin bahwa:

“Ada juga aksesoris yang dipakai penari perempuan, sebenarnya tidak


ada makna khusus dari setiap aksesoris hanya saja dari keseluruhannya
aksesoris ini melambankan penjagaan pada kaum perempuan”
(Hasil wawancara tanggal 15 April 2019)
Hal serupa juga dinyatakan oleh Bapak Ketua BMA:

“Aksesori yang digunakan penari perempuan ini seperti gelang, kalung,


sunting, lida-lida, teratai dan satu lagi singal. Singal ini ada yang
menggunakan disaat tampil ada juga yang tidak. Karna aksesoris ini tidak
bersifat wajib. Aksesoris ini artinya bahwa perempuan tetap menjaga
kecantikannya”
(Hasil wawancara tanggal 04 April 2019)
Berdasarkan hal tersebut aksesoris ini melambangkan penjagaan. Dimana
perempuan suku rejang dituntut untuk menjaga keindahan diri. Beberapa aksesesoris
ini tidak bersifat wajib digunakan penari perempuan ketika menampilkan tari Kejai,
akan tetapi tetap saja para penari akan menjaga dan mempercantik diri agar terlihat
lei menarik disaat menampilkan tari Kejai.

 
 
66 
 

5.2 Pembahasan
5.2.1 Pembahasan Makna Tari Kejai Dengan Menggunakan Pendekatan
Teori Interaksi Simbolik

Manusia dikenal memiliki beragam cara untuk menyampaikan maksud dan


pesannya kepada orang lain, maka dari itu adanya keterikatan simbol dalam kegiatan
atau aktifitas manusia dalam bentuk apapun. hal tersebut memang tidak dpat
dipisahkan, dikarnakan simbol merupakan bagian yang tidak dapat terpisah dari
manusia. Simbol itu sendiri bukanlah sebuah petunjuk yang tidak ada hubungannya
dengan manusia, karena simbol tidak selalu tertuju pada suatu realitas atau keadaan
yang melibatkan interaksi manusia. Jadi segala sesuatu yang ada di sekeliling
manusia dapat berpotensi terdapatnya suatu simbol yang memiliki makna tersendiri.

Biasanya simbol bisa berbentuk dalam gambar,gerak tubuh, bunyi, warna, dan
masih banyak lagi. Dengan kemampuannya simbolisasi ini dikarnakan manusia
memiliki akal pemikiran untuk mengartikan suatu simbol-simbol tersebut. Dengan
hal tersebutlah yang mengistimewakan manusia dengan makhluk ciptaan tuhan
lainnya karena manusia memiliki akal dan pikiran untuk mengartikan suatu simbol
tersebut.

Tari Kejai merupakan salah satu tari yang menjadi kebanggan bagi
masyarakat suku Rejang yang ada di Kabupaten Lebong Provinsi Bengkulu. Tari ini
sesuai dengan namanya yaitu tari Kejai yang merupakan tari sakral daerah suku
Rejang, kejai yang berarti Perayaan besar atau pesta besar yang didalamnya terdapat
gerak, musik, dan sesaji sebagai unsur seninya. Tari Kejai ini sendiri tidak dapat
ditampilkan di sembarang tepat, hanya saja tari Kejai ini dapat ditampilkan pada
acara besar seperti upacara pernikahan, penobatan, penyambutan tamu agung serta
panen raya.

Aktifitas yang berhubungan dengan seni seperti halnya tari juga tidak terlepas
akan kebutuhan simbol yang didalamnya mengandung suatu makna dan penggunaan-

 
 
67 
 

penggunaan simbol. Tetapi simbol-simbol tersebut jarang diketahui maknanya oleh


sebagian masyarakat sama halnya juga dengan tari Kejai ini, yang pada dasrnya setiap
gerak, musik, dan sesaji pada simbol-simbolnya mengandung suatu makna tersendiri.
Berdasarkan hasil penelitian dan wawancara mendalam dengan beberapa informan
dalam penelitian, maka simbol dari tari Kejai diketahui bahwa simbol yang ada pada
tari tersebut berupa komunikasi nonverbal yang mengandung suatu pesan-pesan
tersendiri dari simbol pada tarian kejai tersebut. Tiga bentuk makna pada tarian Kejai
yang berupa gerak, musik, dan sesaji, sebenarnya ada yang memiliki makna tersendiri
dan ada pula yang tidak memiliki makna hanya saja untuk memperindah unsur seni
didalamnya. Selain itu semuaanya merupakan bentuk perwujudan dan pelengkap dari
tari Kejai.

Pertama, makna gerak dalam tari Kejai setiap gerak yang ada memiliki
makna tersendiri. Pada gerakan tari kejai terdapat lima gerak didalamnya yaitu gerak
sembah awal, gerak matiak dayung, gerak meltik jiay, gerak sembah akhir, dan gerak
mendayung. Dari kelima gerak tersebut terdapat makna tersendiri seperti makna pada
gerak pertama yakni gerak sembah yang memiliki makna penghormatan terhadap
hadirin, tamu agung serta sesama penari. Kedua, kerak meletik jiay. Gerakan ini
marupakan suatu gerak yang bermaksud sebuah perkenalan antara penari laki-laki
dan penari perempuan yang memiliki arti makna bahwa mereka sudah menerima
dalam memperkenalkan diri menjadi teman baru. Ktiga, Gerak matiak dayung yang
bermakna masyarakat Rejang percaya bahwa segala sesuatu sudah diatur oleh Allah
yang memiliki kausa, dan mereka menyerahkan segala sesuatunya kepada Allah
SWT. Keempat, gerak sembah akhir memiliki makna penghormatan yang sama
halnya seperti gerak sembah awal. Kelima, gerak mendayung yang memiliki makna
perpisahan, dimana gerakan ini menyimbolkan berakhirnya tarian Kejai yang
dilaksanakan. Dapat disimpulkan bahwa gerakan didalam tari Kejai terdapat makna
simbolik pada komunikasi nonverbal, didalamnya yang setiap maknyanya
mengandung arti tentang kehidupan masyarakat suku Rejang.

 
 
68 
 

Kedua, simbol musik pada tari Kejai. Pada dasarnya musik pengiring pada
tari Kejai ini tidak memiliki makna khusus tetapi irama musik pengiring yang
dimainkan bersimbol bak suara ombak musim kemarau yang berarti irama musik
yang dimainkan berbunyi sama dari awal irama mengiring tarian hingga akhir tarian.

Ketiga, makna simbol sesaji pada tarian Kejai ini terdapat sesaji yang harus
dipenuhi atau dilengkapi dalam menampilkan tarian kejai. Dimana sesaji yang
terdapat pada tari Kejai ini merupakan hasil bumi, sesaji tersebut berupa hasil bumi
yang masing-masing sesaji memiliki makna tertentu, maka dapat disimpulkan bahwa
kehidupan manusia tersebut tidak lepas dari hasil bumi yang selalu dibutuhkan dan
digunakan oleh manusia terkhusus suku Rejang.

Pada pembahasan makna simbolik tari Kejai suku Rejang, teori yang
digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teori interaksi simbolik
yang dipopulerkan oleh Harbert Blumer, dimana Blumer menyimpulkan bahwa
interaksi simbolik merupakan kehidupan yang bermasyarakat terbentuk melalui
proses interaksi dan komunikasi antara individu antar kelompok dengan
menggunakan simbol-simbol yang dipahami maknanya melalui proses beajar. Terkait
hal ini teori Harbert Blumer membagi tiga pemahaman yakni Meaning, Language,
tought.

Pertama, meaning atau makna maksudnya  manusia bertindak atau bersikap


terhadap manusia yang lainnya pada dasarnya dilandasi atas pemaknaan yang mereka
kenakan kepada pihak lain tersebut. Makna dibentuk dan dimodifikasi melalui proses
interpretatif yang dilakukan oleh manusia. Sebagai manusia, kita memiliki
kemampuan untuk menamakan sesuatu. Terkait hal tersebut makna simbolik pada
meaning atau makna tidak interen dapat dilihat dari ketiga unsur makna yang ditarik
pada penelitian ini yang meliputi makna gerak, yang dimana tari Kejai ini memiliki 5
gerakan pada setiap gerakannya terdapat makna tertentu yang ingin disampaikan oleh
khalayak. Kemudian simbol musik dimana musik taian Kejai ini melambang seperti

 
 
69 
 

ombak laut dimusim kemarau yang berarti setiap bunyi nada tarian kejai ini berbunyi
sama tidak banyak aransemen yang dimainkan. Dan pada pemaknaan sesaji dimana
sesaji ini memiliki makna wujud dari kemakmuran masyarakat suku Rejang. Maka
dari itu bagaimana khalayak atau masyakat memaknai tari Kejai yang mereka lihat,
Baik pada pemaknaan gerak, musik, dan sesaji. Sesuai dengan bagaimana khalayak
memaknai hal tersebut. Tetapi tari Kejai memiliki makna mutlak yang tidak dapat
diubah meskipun dipengaruhi oleh perubahan zaman. Walaupun sebagaian dari
khalayak memaknai hal tersebut dengan pendapat mereka sendiri.

Kedua, Language atau Bahasa adalah sumber makna yang berkembang secara
luas melalui interaksi sosial antara satu dengan yang lainnya dan bahasa disebut juga
sebagai alat atau instrumen. Terkait dengan bahasa, Mead menyatakan bahwa dalam
kehidupan sosial dan komunikasi antar manusia hanya mungkin dapat terjadi jika kita
memahami dan menggunakan sebuah bahasa yang sama. dalam hal ini dapat kita lihat
bahwa tari Kejai merupakan suatu alat yang digunakan masyarakat suku Rejang
untuk menyampaikan suatu pesan dalam bentuk gerak, musik, maupun sesaji yang
terdapat pada tari Kejai, yang dipahami secara komunikasi nonverbal atau melalui
pemaknaan.

Ketiga, Thought atau pemikiran berimplikasi pada interpretasi yang kita


berikan terhadap simbol. Dasar dari pemikiran adalah bahasa yaitu suatu proses
mental mengkonversi makna, nama, dan simbol. Pemikiran termasuk imaginasi yang
memiliki kekuatan untuk menyediakan gagasan walaupun tentang sesuatu yang tidak
diketahui berdasarkan pengetahuan yang diketahui. Misalnya adalah berpikir. Terkait
hal ini setiap simbol memiliki makna, yang dimana makna tersebut ingin disampaikan
kepada komunikan atau khalayak, sehingga komunikan dapat berfikir maksud dari
tarian Kejai yang dilihat. Maka makna ini akan ditafsirkan oleh individu yang
menyaksikan pelaksanaan tari Kejai ini, bagaimana cara khalayak menanggapi suatu
simbol yang terdapat dari tari Kejai berdasarkan pengetahuan yang mereka ketahui.

 
 
70 
 

Sehingga makna yang ingin disampaikan melalui tari Kejai ini dapat dimengerti
melalui interaksi simbolik yang digunakan.

Berdasarkan hasil dari penelitian ini terdapat beberapa macam simbol yang
peneliti tarik terkait simbolik yang terdapat pada tari Kejai ini.

1. Simbol kognitif yang membentuk pada aspek ilmu pengetahuan sama


halnya pada rangkaian tari kejai yang dimana simbol-simbol tersebut
memberikan pengetahuan kepada masyarakat Kabupaten Lebong
mengenai nilai-ilai kehidupan melalui simbol sesaji yang digunakan pada
proses tari Kejai sebagai perwujudan pengetahuan bahwa masyarakat suku
Rejang berada dalam kemakmuran melimpah sumber daya alam, seperti
simbol sesaji yang berupa hasil bumi merupakan ilmu pengetahuan untuk
mencapai kehidupan yang baik.
2. Simbol Konstitutif yang berbentuk sebagai kepercayaan-kepercayaan.
Terkait hal tersebut seperti pada rangkaian ritual Temuun gong bahwa
adanya ritual tersebut adalah bentuk kepercayaan masyarakat roh leluhur
sebagai simbol permohoman izin.
3. Simbol penilaian moral yang membentuk aturan atau nilai. Hal ini juga
terdapat pada tari Kejai yang dimana, simbol-simbol dari proses tari Kejai
mengajarkan pesan moral yang harus dipatuhi. Pesan sosial berupa
berbuat baik.
4. Simbol pengungkapan perasaan seperti pada gerakan-gerakan tari Kejai
mengandung simbol pengungkapan perasaan seperti ungkapan rasa syukur
terhadap Tuhan YME.

Berdasarkan hal diatas pentingnya pelestarian suatu kebudayan juga harus


tetap dijaga. Suatu kebudayaan daerah terkhusus dalam seni tari ini tidak hanya
sebagai pertujukan khas daerah saja melainkan terdapat makna yang sangat penting
didalamnya yang dimaksudkan untuk dapat dimengerti oleh khalayak. Pada dasarnya

 
 
71 
 

tari Kejai ini merupakan salah satu tarian khas suku Rejang, dimana suku Rejang ini
merupakan suku tertua yang berada di provinsi Bengkulu. Dalam Tarian Kejai ini
makna yang terkadung dimana makna yang terkandung didalamnya memiliki nilai-
nilai moral yang tinggi, dan karna tarian ini merupakan tarian yang sakral dapat
mampu menarik minat masyarakat maupun wisatawan yang menyaksikannya. Hal ini
dikarenakan tarian ini tidak akan ditemui pada tarian lain. Hanya saja untuk
megembangkannya di kabupaten Lebong sendiri masih mengalami kendala. Namun
sayangnya terian ini di kabupaten Lebong sendiri terbilang jarang ditampilkan, hanya
pada acra tertentu saja tarian ini dilaksanakan, padahal salah satu cara untuk
membuka peluang bagi masyarakat luar untuk mengenal dan memahami tarian Kejai
ini dapat dikembangkan sehingga nilai-nilai moral yang ingin disampaikan dapat
dimengerti dengan adanya pelaksanaan tersebut mellui interaksi simbolik yang
terjadi.

Dalam hal kebudayaan interaksi simbolik yang terjadi dalam pelaksanaan


tarian Kejai hal ini dapat menggambarkan bagaimana kehidupan dan kebudayaag
yang dimiliki suku Rejang. oleh karena itu peran pemerintah daerah sangat penting
dalam mendorong pelestarian kebudayaan ini. Pentingnya pelestarian kebudayaan
yang dimiliki suku Rejang ini terkususnya tari Kejai pada kabupaten Lebong tidak
terlepas dari peran masyarakat dan generasi muda untuk meningkatkan pelestarian
dan pengenalan terhadap tari Kejai ini agar tarian ini tetap dapat eksis walaupun
diterpa dengan moderenisasi pada era perkembangan zaman yang akan mendatang.

 
 
 
 

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan makna simbolik yang terkandung pada tari Kejai maka pada bab
ini dapat disajikan tentang beberapa kesimpulan :

1. Makna yang terkandung pada unsur gerak tari Kejai terdapat lima jenis gerak
yang dimana setiap jenis gerak tersebut memiliki makna tersendiri, pertama
yakni gerak sembah yang memiliki makna penghormatan terhadap hadirin,
tamu agung serta sesama penari. Kedua, kerak meletik jiay. Gerakan ini
marupakan suatu gerak yang bermaksud sebuah perkenalan antara penari laki-
laki dan penari perempuan yang memiliki arti makna bahwa mereka sudah
menerima dalam memperkenalkan diri menjadi teman baru. Ketiga, Gerak
matiak dayung yang bermakna masyarakat Rejang percaya bahwa segala
sesuatu sudah diatur oleh Allah yang memiliki kuasa, dan mereka
menyerahkan segala sesuatunya kepada Allah SWT. Keempat, gerak sembah
akhir memiliki makna penghormatan yang sama halnya seperti gerak sembah
awal. Kelima, gerak mendayung yang memiliki makna perpisahan, dimana
gerakan ini menyimbolkan berakhirnya tarian Kejai yang dilaksanakan. Dapat
disimpulkan bahwa gerakan didalam tari Kejai terdapat makna simbolik pada
komunikasi nonverbal, yang mana pada setiap maknyanya mengandung arti
tentang kehidupan masyarakat suku Rejang.
2. Simbol musik pada tari Kejai ini pada dasarnya musik pengiring pada tari
Kejai ini tidak memiliki makna khusus tetapi irama musik pengiring yang
dimainkan bersimbol seperti suara ombak laut dimusim kemarau yang berarti
irama musik yang dimainkan berbunyi sama dari awal irama mengiring tarian
hingga akhir tarian.

72 
73 

3. Makna simbol sesaji pada tarian Kejai ini terdapat sesaji yang harus dipenuhi
atau dilengkapi dalam menampilkan tarian kejai. Dimana sesaji yang terdapat
pada tari Kejai ini merupakan hasil bumi, sesaji tersebut berupa hasil
pertanian dan lainnya yang masing-masing sesaji memiliki makna tertentu,
maka dapat disimpulkan bahwa kehidupan manusia tersebut tidak lepas dari
hasil bumi yang selalu dibutuhkan dan digunakan oleh manusia terkhusus
suku Rejang.

6.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka saran yang dapat penulis berikan
yakni sebagai berikut:

1. Pemerintah dan warga masyarakat suku Rejang Kabupaten Lebong


diharapkan dapat terus melestarikan kebudayaan yang ada salah satunya tari
Kejai dengan cara melakukan sosialisasi atau pelatihan kepada pembina
sanggar yang ada di kabupten Lebong dan para penari serta memperkenalkan
tarian kebudayaan daerah pada dunia pendidikan dari tingkat SD sampai
SMA. Selain itu hendaknya pada saat perayaan besar untuk selalu dapat
menampilkan pelaksanaan tari Kejai agar tarian ini dapat dikenal lagi oleh
masyarakat, terkhusus masyarakat etnis suku Rejang jangan sampai tidak
memahami kebudayaan sendiri.
2. Hendaknya pada sanggar seni yang terdapat di Kabupaten Lebong dapat
memberikan pemahaman makna kepada penari terhadap simbol-simbol yang
terdapat pada tari Kejai.
3. Bagi para generasi muda untuk dapat mencintai dan melestarikan budaya di
Kabupaten Lebong dan mengembangkan berbagai keterampilan di bidang seni
khususnya seni tari.
DAFTAR PUSTAKA

Adjalon dkk. 2010. Seni Kejei dalam Perkawinan Adat Masyarakat Rejang. Solo:
Yuma Pustaka

Arikunto, S. 2010. Prosedur penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. (Edisi Revisi).


Jakarta : Rineka Cipta

Cangara, Hafied. 2010. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Rajawali Pers

Danesi, Marcel. 2004. Pesan, Tanda, dan Makna: Buku teks dasar semiotika dan
komunikasi. Yogyakarta: Jalasutra

Deddy Mulyana, 2007. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya

Donsbach, Wolfgang (Editor). 2008. Ensiklopedia internasional komunikasi. Jakarta:


Salemba Humanika

Ekorusyono. 2013. Kebudayaan Rejang. Yogyakarta: Buku Litera

Griffin, EM. 2012. A First Look At Comunication Theory. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya

Kriyantono, Rachmat. 2006. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana


Prenada Media Group

Kuntjara, Esther. 2006. Penelitian Keudayaan, Sebuah Panduan Praktis. Yogyakarta:


Graha Ilmu

L. Tubbs, Stewart & Sylvia Moss, 1994. Human Communication. Jakarta: Salemba
Humanika

Littlejohn, Stephen. 2008. Theories of Human Communication. Jakarta: Salemba


Humanika
M. Mahyuzar. 2010. Atlas Tematik Kabupaten Lebong Provinsi Bengkulu. Semarang:
Aneka Ilmu

Meleong, Lexy J, Dr. Metodelogi Penelitian Kualitatif. 2007. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya.
Pendit, Putu Laxman. 2003. Penelitian Ilmu Perpustakaan dan Informasi: Suatu
Pengantar Diskusi Epistemologi dan Metodologi. Jakarta: JIP-FSUI.

Sekarningsih, Frahma, Rohayani, dan Hany. 2006. Pendidikan Seni Tari dan Drama.
Bandung: UPI PRESS.

Sihabudin, Ahmad. 2013. Komunikasi Antarbudaya: Satu Perspektif Multidimensi.


Terbitan Kedua. Jakarta: Bumi Aksara.

Smyth, Mary. 1984. Kinesthetic Communication in Dance. Dance Research Journal.


Vol. 16, No. 2: 19-22.

Soekanto, Soerjono. 2007. Sosiologi suatu Pengantar. Jakarta: P.T.Raja Grafindo.

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta

. 2013. Metode Penelitian Kombinasi. Bandung: Alfabeta.

Alex Sobur. 2009. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

. 2013. Semiotika Komunikasi, Terbitan ke-5. Bandung: PT. Remaja


Rosdakarya

Ricard West dan Lynn H.Tuner. 2008. Teori Komunikasi. Jakarta: Salemba
Humanika
Zulman Hasan. 2015. Anok kutai rejang. Lebong: Pemerintahan Kabupaten Lebong

SUMBER LAIN

Novri, Suharsono. Pemaknaan Pesan Pada Seni Pertunjukan Mainang di kecamatan


kaur selatan Bengkulu . Skripsi. Universitas Bengkulu. 2017
Muhammad, Amrullah. Representasi Makna Simbolik dalam Ritual Perahu
Tradisional Sandeq Suku Mandar di Sulawesi Barat. Skripsi. Universitas
Hasanudin. 2015
Yulius, Bastian. Makna Simbolik Salam Tiga Jari Pada Band Heavy Metal dan Pada
Para Penggemarnya di Surabaya. Jurnal. Universitas Kristen Petra Surabaya.
2013
Lepak Hukum Adat Jang. 2012. Tim BMA Rejang Lebong: Pemerintah Kabupaten
Rejang lebong
Discover Bengkulu “The Land Of Raflesia”. 2013. Pemerintahan Provinsi Bengkulu
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata.
Profil Perkembangan Kependudukan. 2018. Pemerintahan Kabupaten Lebong Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil
Data Agregat Kependudukan Kabupaten Lebong Provinsi Bengkulu Semester II.
2019. Pemerintahan Kabupaten Lebong Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil

SUMBER INTERNET

https://web.facebook.com/photo.php?fbid=2024157917600243&set=pb.10000018164
0478.-2207520000.1552965790.&type=3&theater

https://www.youtube.com/watch?v=oFNPMabbIOU&t=234s
L
A
M
P
I
R
A
N
PEDOMAN WAWANCARA

Identitas Informan :

Nama :

Umur :

Pendidikan :

Alamat :

1. Dari mana asal-usul tari Kejai?


2. Unsur apa saja yang terdapat pada tari Kejai?
3. Apakah terdapat ketentuan dalam menentukan penari dan pemusik tari Kejai?
Mengapa demikian?
4. Apa saja gerak yang terdapat pada tari Kejai dan apa makna yang terkandung
dalam setiap gerak tersebut?
5. Alat musik apa saja yang terdapat pada tari Kejai dan bagaimana irama musik
pengiring tarian ini? Apa makna musik pengiring tari Kejai ini?
6. Gerak apa saja yang terdapat pada tari Kejai ini? dan Apa makna dari setiap
geraknya?
7. Dalam tari Kejai ini apa saja sesaji yang harus ada pada saat pelaksanaan tari
Kejai? Apa makna dari sesaji tersebut? Mengapa sesaji tersebut harus ada pada
pelaksanaan tari Kejai
8. Bagaimana Pakaian yang digunakan oleh penari? Apakah terdapat makna
didalamnya?

Ket: Pertanyaan akan dikembangkan di lapangan sesuai dengan situasi dalam


penelitian dan jawaban dari informan.
DOKUMENTASI PROSES WAWANCARA

Anda mungkin juga menyukai