Anda di halaman 1dari 225

Editorial

Student Journal of Business and Management adalah jurnal ilmiah untuk mempublikasikan
tulisan mahasisswa dari hasil penelitian mereka. Jurnal ini dimaksudkan untuk melatih
mahasiswa dalam menulis artikel ilmiah layak dipublikasikan. Pandangan, pikiran, pendapat
dan informasi yang diberikan para penulis dalam tulisan mereka tidak mewakili dan/atau
mencerminkan pandangan atau dukungan dari the Student Journal of Business and
Management. Dalam arti, struktur dan isi tulisan tanggung jawab penulis. Selanjutnya, semoga
informasi yang diberikan jurnal ini bermanfaat untuk pengembangan keilmuan, perumasan
kebijakan dan referensi ilmiah yang relevan.

Artikel direview oleh reviewer yang berkompeten dalam bidang keahliannya. Untuk itu, terima
kasih.

Dipublikasikan dua kali dalam setahun.


STUDENT JURNAL OF BUSINESS AND MANAGEMENT
Volume 3, Number 5, Agustus 2020
ISSN: XXXX-XXXX

Pengaruh Motivasi, Disiplin dan Kemampuan Karyawan terhadap Komitmen 926 - 944
Organisasi pada P.T. Telkom Akses Bengkulu
Faisal Eddy Saputra, Slamet Widodo, Paulus Sulluk Kananlua

Pemanfaatan Media Sosial Instagram Dalam Memasarkan Produk Kuliner 945 - 967
Secara Digital Pada Pelaku Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah Di Provinsi
Bengkulu
Febby Perwiro Utomo, Lizar Alfansi, Sularsih Anggarawati

Pengaruh Pelayanan dengan Menggunakan Sistem Manajemen Informasi Objek 968 - 990
Pajak Pajak Bumi dan Bangunan terhadap Tingkat Kepuasan dan Kepatuhan
Wajib Pajak pada Badan Keuangan Daerah Kabupaten Bengkulu Tengah
Febriansyah, Kamaludin, Paulus S. Kananlua

Pengaruh Online Consumer Reviews terhadap Keputusan Pembelian Produk 991 - 1014
Fashion pada Platform Online Marketplace C2C
Febriarti Hasan, Syaiful Anwar, Nasution

Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Nasabah Bank Bengkulu 1015 - 1031
Cabang Pembantu Sukaraja
Fenny Vabelita, Meiliani, Sularsih Anggarawati

Pegaruh Knowledge Sharing dan Trust terhadap Kinerja Karyawan P.T. Daria 1032 - 1047
Dharma Pratama Kabupaten Mukomuko
Hendra Gunawan, Syaiful Anwar, Paulus S. Kananlua

Core Self-Evaluations dan Kinerja: Peran Mediator Pemberdayaan Psikologis 1048 - 1070
Hendra Novianzah, Meiliani, Paulus S. Kananlua

The Effect of Self Efficacy, Self Esteem and Ability on Performance with Locus 1071 - 1107
of Control as Moderating Variables at The Officers of Health Center in The
Seluma Regency
Heri Nofian, Slamet Widodo, Pranigrum

Penerapan Budaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja untuk Pencegahan 1108 - 1133
Kecelakaan Kerja dan Penyakit Akibat Kerja di P.T. Cakrawala Dinamika
Energi Kecamatan Pinang Raya Kabupaten Bengkulu Utara
Herni Rianti, Slamet Widodo, Trisna Murni

Analisis Pemulihan Pelayanan Terhadap Perilaku Wajib Pajak Setelah 1134 - 1146
Pemberian Pelayanan Pajak dengan Kepuasan Wajib Pajak sebagai Variabel
Intervening (Studi pada Samsat Provinsi Bengkulu)
Hery Tri Nuryanto, Muhartini Salim, Sularsih Anggarawati
Pengaruh Motivasi, Disiplin dan Kemampuan Karyawan terhadap Komitmen
Organisasi pada P.T. Telkom Akses Bengkulu

Faisal Eddy Saputra1), Slamet Widodo2), Paulus Sulluk Kananlua3)


Mahasiswa PS Magister Manajemen, Universitas Bengkulu1)
Dosen PS Magister Manajemen, Universitas Bengkulu2)

Abstract. The purpose of the study was to examine the effect of motivation, discipline and work
ability on organizational commitment. This type of research is quantitative approach. Data
collection by distributing questionnaires to all employees of P.T. Telkom Access Bengkulu, many
132 people. The questionnaire ware distributed by the author, in November 2019 and only 109
questionnaires could be processed. Data analysis uses multiple linear regression models and
hypothesis testing. The results showed that simultaneous and partial testing, motivation, discipline
and work ability significant effect on employee organizational commitment. That is, the higher the
motivation, discipline and work ability, the higher the organizational commitment. The results of
this study have implications for increasing employee commitment, companies need to foster active
participation of employees in determining the direction of company policy activities. Thus
employees feel valued and contribute to the progress of the organization. Then, conduct an
evaluation of employee discipline instruments, for example providing sanctions and rewards for
work discipline. Thus, employees will believe the work rules are applied consistently and will make
them have the desire to remain in the organization. Furthermore, improving work skills, especially
from the dimensions of intellectual ability Intellectual abilities play a greater role in complicated
jobs that demand high standards from employees

Keywords: Work Motivation, Work Discipline, Work Ability, Organizational Commitment

Pendahuluan
Keberhasilan suatu organisasi atau perusahaan dipengaruhi oleh komitmen organisasi yang
dimiliki seorang karyawan untuk melakukan tugas sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
kepada mereka. Komitmen organisasi merupakan loyalitas yang dimiliki karyawan terhadap
organisasi atau perusahaan yang tercermin dari keterlibatan karyawan yang tinggi untuk mencapai
tujuan organisasi. Loyalitas karyawan tercermin melalui kesetiaan dan kemauan karyawan untuk
selalu berusaha menjadi bagian dari organisasi serta berkeinginan yang kuat untuk bertahan dalam
organisasi. Komitmen pada setiap karyawan sangat penting karena dengan adanya komitmen,
karyawan dapat menjadi lebih bertanggung jawab terhadap pekerjaannya.
Salah satu faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi adalah kemampuan kerja
karyawan (Li & Kim, 2019). Kemampuan kerja dapat berhubungan dengan pengetahuan, bakat,
minat dan pengalaman agar dapat menyelesaikan tugas-tugas yang sesuai dengan pekerjaan yang
didudukinya. Begitu juga di P.T. Telkom Akses Bengkulu, pihak manajemen harus dapat
mengembangkan kemampuan setiap karyawannya agar sesuai dengan kebutuhan perusahaan,
karena kemampuan menunjukkan potensi seorang karyawan dalam melakukan pekerjaannya.

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 926


Terkait dengan kemampuan, P.T. Telkom Akses Bengkulu telah membuat Master Plan Human
Capital yang kemudian terus diperbarui setiap tahun. Pembaharuan master plan dimaksudkan
supaya rencana yang disusun bisa disesuaikan dengan dinamika bisnis perusahaan. Jadi, Telkom
menyusun master plan selaras dengan strategi bisnis yang diterapkan sebelumnya.
Ada beberapa strategi pengembangan kompetensi yang sering dilakukan oleh P.T. Telkom
Akses Bengkulu, terutama pada hal yang terkait dengan kemampuan karyawan, yakni:
1. DNA Strategy, adalah pelatihan yang dilakukan guna menggali lebih banyak informasi
terkait dengan berbagai macam produk yang ditawarkan Telkom Group, yang meliputi
konten, aplikasi, network dan device.
2. Accelerate Strategy, adalah pelatihan yang fokus pada akuisisi dan penetrasi, dan dalam
banyak hal terkait dengan peningkatan proses bisnis.
3. Empower Strategy, yakni jenis pengembangan kompetensi yang berhubungan dengan
peningkatan penjualan, pemberdayaan manusia, serta saluran pengiriman.
4. Lateral strategy, yakni jenis pelatihan yang mengarah kepada community marketing dan
many to many marketing.
Selain keempat hal di atas, P.T. Telkom Akses Bengkulu juga menyelenggarakan program
guna mengembangkan kepemimpinan di masa depan. Program-program tersebut disesuaikan
dengan tingkat jabatan karyawan, dan meliputi Kepemimpinan Tingkat Senior, Kepemimpinan
Tingkat Menengah dan Kepemimpinan Tingkat Dasar. Apabila karyawan mendapatkan
kesempatan untuk mengembangkan bakat yang dimiliki, serta menggunakannya secara tepat akan
berpengaruh pada perkembangan perusahaan. Selain itu dengan kemampuan yang memadai akan
dapat membantu karyawan dalam melaksanakan pekerjaan sekarang dan pekerjaan yang akan
datang.
Bang et al. (2016) berpendapat bahwa motivasi mendorong individu untuk meningkatkan
kinerja mereka dan berkontribusi pada tingkat komitmen mereka. Ini mengarah pada pertanyaan
bagaimana kemudian memastikan bahwa motivasi individu berada pada puncaknya di dalam
organisasi atau tempat kerja (Robescu & Alina, 2017). Cong dan Van (2017) menjelaskan bahwa
karyawan merasa puas jika kebutuhan dasarnya terpenuhi sebelum kebutuhan yang lebih tinggi
terpenuhi.
Setiap perusahaan dalam meningkatkan motivasi kinerja karyawannya ditempuh dengan
cara yang tidak mudah, dibutuhkan ketepatan konsep, ketajaman analisis aspek kemanusiaan yang
ada serta adanya kerjasama yang berkesinambungan antara perusahaan dengan karyawan. Salah
satu dampak dari individu yang memiliki motivasi rendah yaitu merasa bahwa pekerjaan itu tidak
menarik dan membosankan. Robescu dan Alina (2017) mengatakan bahwa ciri dari karyawan yang

927 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


tidak termotivasi seperti komitmen organisasi rendah dan selalu menunggu perintah atasan atau
suka mangkir. Seseorang yang mempunyai motivasi kerja rendah akan bermalas-malasan dan tidak
bersemangat dalam bekerja.
Organisasi juga harus menegakkan disiplin pekerja untuk meningkatkan komitmen
organisasi (Al-Madi et al., 2017), karena karyawan yang disiplin menunjukkan komitmen terhadap
perusahaan, itu dapat dilihat dari tingkat kerajinan mereka untuk melaksanakan tanggung jawabnya
sebagai karyawan di perusahaan. Hilangnya disiplin akan berpengaruh terhadap efisiensi kerja dan
efektivitas tugas pekerjaan. Dengan adanya kedisiplinan diharapkan pekerjaan akan dilakukan
seefektif mungkin. Bilamana kedisiplinan tidak dapat ditegakkan maka kemungkinan tujuan yang
telah ditetapkan tidak dapat dicapai secara efektif dan efisien (Nitisemito, 2012).
Luthans (2006) mengatakan bahwa indikator komitmen tidak lagi sekedar berbentuk
kesediaan karyawan menetap di perusahaan itu dalam jangka waktu lama. Namun lebih penting dari
itu, mereka mau memberikan yang terbaik kepada perusahaan, bahkan bersedia mengerjakan
sesuatu melampaui batas yang diwajibkan perusahaan. Ini tentu saja hanya bisa terjadi jika
karyawan merasa senang dan terpuaskan di perusahaan yang bersangkutan. Karyawan memiliki
komitmen yang tinggi, selain terhindar dari kemangkiran, perilaku membolos, maupun pindah kerja
ke perusahaan lain, karyawan tersebut juga bersedia untuk mengerahkan usaha yang cukup atas
nama organisasi, dan keinginan yang pasti untuk menjaga keanggotaan organisasi (Mowday et al.,
2019). Selain itu karyawan juga sikap menyukai organisasi dan bersedia untuk mengusahakan
tingkat upaya yang tinggi bagi kepentingan organisasi demi pencapaian tujuan (Steers, 2005).
Hanya saja, kenyataan yang terjadi tidak semua karyawan di P.T. Telkom Akses Bengkulu
berkomitmen terhadap organisasi, data dari Bagian HCM P.T. Telkom Akses Bengkulu:
1. Sebanyak 5 orang (karyawan kontrak), 3 dari bagian Provisioning dan 2 dari bagian
Maintenance mengundurkan diri.
2. Sebanyak 12 karyawan melakukan pelanggaran atas peraturan perusahaan.
3. Sebanyak 8,6 % (data bulan Februari 2019) terlambat masuk kerja.
Para peneliti telah melakukan pengujian empiris bahwa motivasi, disiplin kerja dan
kemampuan karyawan signifikan terhadap komitmen organisasi dan berdasarkan fenomena yang
telah diuraikan sebelumnya menjadi ketertarikan penulis untuk membuktikan signifikansi tersebut.

Tinjauan Pustaka
Komitmen Organisasi
Definisikan komitmen organisasional dengan mengacu pada pendapat-pendapat Meyer dan
Allen dalam (Suharto & Suyanto, 2019) dimana komitmen organisasional didefinisikannya sebagai
sebuah keadaan psikologi yang mengkarakteristikkan hubungan karyawan dengan organisasi atau

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 928


implikasinya yang mempengaruhi apakah karyawan akan tetap bertahan dalam organisasi atau
tidak, yang teridentifikasi dalam tiga komponen yaitu: komitmen afektif komitmen kontinu dan
komitmen normatif.
Komitmen pada organisasi tersebut juga membahas kedekatan karyawan terhadap organisasi
dimana mereka berada dan sekaligus komitmen merefleksikan kekuatan keterlibatan dan kesetiaan
karyawan pada organisasi. Keterlibatan dan kesetiaan ini sangat dipengaruhi oleh seberapa besar
pekerjaan yang dibebankan pada karyawan sesuai dengan harapan mereka (Chen et al., 2018)
Definisi lainnya dikemukakan oleh Robbins dan Judge (2013) yaitu keterlibatan pekerjaan
yang tinggi berarti memihak pada pekerjaan tertentu, sementara komitmen organisasional yang
tinggi berarti memihak organisasi yang merekrut individu tersebut. Pernyataan tersebut juga
diperkuat oleh apa yang dikemukakan oleh Lapointe dan Vandenberghe (2018) yang menyatakan
bahwa komitmen organisasional merupakan tingkat dimana individu memihak dan ingin secara
kontinu berpartisipasi aktif dalam organisasi, yang tercermin melalui karakteristik-karakteristik
sebagai berikut: (1) Adanya keyakinan yang kuat dan penerimaan atas nilai dan tujuan organisasi,
(2) Kesediaan untuk mengusahakan yang terbaik bagi organisasi, dan (3) Adanya keinginan yang
pasti untuk bertahan dalam organisasi. Komitmen organisasional ialah kedekatan karyawan dengan
organisasi dimana mereka berada, ada juga yang menyatakan komitmen adalah keterlibatan &
kesetiaan karyawan terhadap organisasi (Al-Madi et al., 2017)

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komitmen Organisasi


Beberapa literatur menunjukkan bagaimana komitmen afektif dipelajari dalam wujud
karakteristik pribadi atau apa yang dikontribusikan oleh karyawan pada organisasi. Pengalaman
kerja yang baik dan didukung oleh sejarah kerja yang baik di perusahaan yang lama bisa saja masih
ikut terbawa ke organisasi yang baru tempat seseorang bekerja. Selain itu, pengalaman kerja di
organisasi yang sudah terjalin baik dan memberikan kenyamanan psikologis, membuat seseorang
terbiasa dengan apa yang akan membuat komitmennya terhadap organisasi semakin tinggi.
Karakteristik personal yang terdiri dari usia, masa kerja, tingkat pendidikan, jenis kelamin,
suku bangsa dan kepribadian berkorelasi dengan komitmen organisasi (Abdullah & Rashid, 2017).
Kemudian Allen & Meyer dalam (Al-Madi et al., 2017) menemukan adanya hubungan yang positif
antara usia karyawan dan masa kerja mereka bersama organisasi dengan tingkat komitmen mereka.
Masa kerja seseorang yang lama pada suatu organisasi dapat saja membuat tingkat komitmennya
terhadap organisasi semakin tinggi. Studi juga menemukan bahwa sifat karyawan seperti
kepemimpinan dan gaya komunikasi memiliki pengaruh terhadap komitmen organisasi yang
dimilikinya.

929 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


Motivasi Kerja
Robbins (2008) mendefinisikan motivasi sebagai keinginan untuk mengerahkan upaya
tingkat untuk mencapai tujuan organisasi, dikondisikan oleh upaya dan kemampuan untuk
memuaskan. Mereka lebih lanjut menegaskan, bahwa motivasi adalah fungsi dari tiga elemen kunci;
usaha, tujuan dan kebutuhan organisasi. Motivasi sebagai perilaku yang ditujukan pada sasaran,
motivasi berkaitan dengan tingkat usaha yang dilakukan oleh seseorang dalam mengejar suatu
tujuan, motivasi berkaitan erat dengan kepuasan pekerja dan performansi pekerjaan. Sedangkan
Dessler (2008) menyatakan bahwa motivasi merupakan masalah kompleks dalam organisasi karena
kebutuhan dan keinginan dari setiap seseorang atau anggota organisasi adalah unik, baik secara
biologis maupun secara psikologi dan berkembang atas dasar proses belajar yang berbeda pula.
Pimpinan organisasi harus mengetahui apa yang menjadi motivasi para karyawan atau bawahannya,
sebab faktor ini menentukan jalannya organisasi dalam mencapai tujuan yang diinginkan.

Jenis-jenis Motivasi
Motivasi dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik.
Menurut Herzberg (Teck & Waheed, 2019), yang tergolong sebagai faktor motivasi
intrinsik antara lain ialah: (1) Achievement (Prestasi kerja) adalah Keberhasilan seorang karyawan
dalam menyelesaikan tugas, (2) Advancement (pengembangan diri) adalah suatu keinginan
seseorang untuk mengembangkan karier, (3) Work it self (pekerjaan itu sendiri) adalah variasi
pekerjaan dan kontrol atas metode serta langkah-langkah kerja, (4) Recognition (pengakuan) artinya
karyawan memperoleh pengakuan dari koperasi bahwa ia adalah orang, berprestasi baik diberi
penghargaan, dan pujian (dikutip dalam).

Disiplin Kerja
Siswanto (2013) menyatakan bahwa disiplin kerja merupakan suatu sikap menghormati,
menghargai, patuh dan taat terhadap peraturan-peraturan yang berlaku baik yang tertulis maupun
yang tidak tertulis serta sanggup menjalankannya dan tidak mengelak menerima sanksi-sanksi
apabila ia melanggar tugas dan wewenang yang diberikan kepadanya. Sedangkan menurut Siagian
(2010) bahwa disiplin kerja merupakan suatu bentuk pelatihan yang berusaha memperbaiki dan
membentuk pengetahuan, sikap dan perilaku karyawan sehingga para karyawan tersebut secara
sukarela berusaha bekerja secara kooperatif dengan karyawan yang lainnya.
Berdasarkan uraian definisi di atas, menunjukan bahwa disiplin kerja merupakan praktik
secara nyata dari para karyawan terhadap perangkat peraturan yang terdapat dalam suatu organisasi.
Disiplin tidak hanya dalam bentuk ketaatan saja melainkan juga tanggung jawab yang diberikan

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 930


oleh instansi, berdasarkan pada hal tersebut diharapkan efektivitas karyawan akan meningkat dan
bersikap serta bertingkah laku disiplin.

Kemampuan Kerja
Kemampuan kerja dibangun dan didefinisikan pada tahun 1981 di Finlandia dan kemudian
diadopsi di berbagai negara Eropa dan Asia (Sprudza et al., 2014). Latar belakang kemampuan
kerja didasarkan pada konsep tegangan-regangan dan model keseimbangan, di mana sumber daya
manusia sesuai dengan tuntutan pekerjaan dengan cara yang sehat dan aman. Konsep kemampuan
kerja bersifat multidimensi. Ini mencakup kemampuan fisik, mental, dan sosial individu; sumber
daya mereka; tuntutan pekerjaan fisik dan mental mereka yang spesifik; kondisi lingkungan dan
organisasi; dan lingkungan sekitarnya (Ilmarinen et al., 2016; Pransky et al., 2017)
Kemampuan kerja sangat menentukan kinerja karyawan dalam sebuah perusahaan atau
organisasi tersebut. Keberhasilan dan kecakapan pelaksanaan pekerjaan dalam suatu organisasi
sangat bergantung pada kinerja karyawannya. Sehingga kemampuan kerja merupakan hal penting
bagi seorang karyawan untuk dapat menyelesaikan pekerjaan dengan baik. Dalam organisasi atau
perusahaan, kita bisa melihat bahwa dalam penempatan karyawan atau karyawan pada umumnya
semakin tinggi kedudukan seseorang dalam organisasi yang lebih diperlukan adalah kemampuan
intelektual yang tinggi dan bukan kemampuan fisiknya. Mengenai kesanggupan seseorang memang
sangat tergantung pada kondisi fisik dan psikisnya, yang pada akhirnya akan mempengaruhi tingkat
kemampuan dalam melaksanakan pekerjaannya.

Kerangka Analisis
Penelitian ini menjelaskan pengaruh langsung antara motivasi, disiplin dan kemampuan
kerja terhadap komitmen organisasi pada P.T. Telkom Akses Bengkulu. Hal ini sesuai dengan teori
yang dikemukakan Allen & Meyer bahwa motivasi, disiplin dan kemampuan kerja merupakan
faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi. Faktor motivasi dan disiplin kerja termasuk dalam
pengalaman selama berorganisasi, sedangkan faktor kemampuan karyawan termasuk ke dalam
karakteristik individu disposisional bersamaan dengan kepribadian dan nilai yang dimiliki
organisasi.

931 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


Motivasi

Komitmen
Disiplin Kerja
organisasi

Kemampuan
Kerja

Gambar 1. Kerangka Analisis


Sumber: Allen & Meyer dalam (Andersen, 2018)

Hipotesis Penelitian
Penelitian Beukhof et al. (2018) menemukan hubungan yang signifikan antara motivasi dan
komitmen organisasi. Apabila karyawan memiliki motivasi yang tinggi maka mereka akan senang
dan menikmati pekerjaan yang diberikan oleh perusahaan, sehingga karyawan mempunyai loyalitas
dan komitmen terhadap perusahaan dimana karyawan tersebut bekerja. Penelitian Al-Madi et al.
(2017; Abdullah dan Rashid (2017); Cong dan Van (2017) menunjukkan bahwa motivasi kerja
memiliki dampak positif yang signifikan terhadap komitmen organisasi. Secara teori dua variabel
ini berinteraksi satu sama lain, perasaan kemampuan menghadirkan motivasi, keduanya
berhubungan. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang diajukan adalah:
Ha1: Motivasi kerja berpengaruh signifikan terhadap komitmen organisasi
Komitmen organisasi juga dapat mempengaruhi kedisiplinan misalnya ketidakhadiran
karyawan di tempat kerja. Karyawan yang memiliki komitmen tinggi terhadap organisasi akan
menunjukkan sikap negatif terhadap ketidakhadiran. Mereka cenderung akan sering mengusahakan
tidak hadir di tempat kerja. Dari ketiga dimensi komitmen, hanya komitmen afektif yang
berhubungan negatif dengan ketidakhadiran (Dessler, 2008).
Mowday et al. (2019) menyatakan bahwa karyawan yang memiliki komitmen tinggi pada
organisasi akan lebih termotivasi untuk hadir dalam organisasi dan berusaha mencapai tujuan
organisasi. Mathieu dan Zajac (2016) dalam meta analisisnya mengungkap bahwa tingkat disiplin
merupakan salah satu anteseden dari komitmen organisasi.
Penelitian Burton et al. (2016) menemukan pengaruh yang positif antara disiplin dengan
komitmen organisasi. Mereka percaya bahwa komitmen organisasi sebagai kepercayaan dan
penerimaan tenaga kerja terhadap tujuan organisasi dan mempunyai keinginan untuk tetap ada
dalam organisasi tersebut. Berdasarkan uraian ini, maka hipotesis yang diajukan adalah:

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 932


Ha2: Disiplin kerja berpengaruh signifikan terhadap komitmen organisasi
Scooter dalam (Abdullah & Rashid, 2017) menyatakan bahwa pekerja dengan komitmen
yang tinggi akan lebih berorientasi pada kerja. Disebutkan pula bahwa pekerja yang memiliki
komitmen organisasi tinggi akan cenderung senang membantu dan dapat bekerja sama. Menurut
Lotunani (2016) salah satu faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi ialah kemampuan
kerja. Karyawan yang sudah mempunyai kemampuan kerja yang baik, maka perusahaan akan
mempertahankan karyawan untuk tetap bekerja dengan memberikan gaji, tunjangan, dan lain-lain
yang sesuai dengan kemampuannya. Timbal balik yang sesuai antara perusahaan dengan karyawan
yang bekerja, membuat karyawan akan berkomitmen terhadap perusahaan tempat dia bekerja
sekarang (Fadli, 2016).
Karyawan yang berkemampuan kerja tinggi akan menumbuhkan rasa memiliki terhadap
organisasi yang berdampak pada meningkatnya komitmen pada organisasi (Sudja, 2017). Penelitian
yang dilakukan oleh Sudja (2017); Fadli (2016); McGonagle et al. (2015) menunjukkan
kemampuan karyawan berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen organisasi, yang
artinya bahwa karyawan dengan kemampuan kerja yang tinggi akan meningkatkan komitmen
karyawan terhadap organisasi. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang diajukan adalah:
Ha3: Kemampuan kerja berpengaruh signifikan terhadap komitmen organisasi
Ha4: Motivasi, Disiplin dan Kemampuan Karyawan berpengaruh signifikan terhadap
komitmen organisasi.

Pembahasan
Deskripsi Responden
Responden dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan P.T. Telkom Akses Bengkulu yang
jumlah 132 orang. Kuesioner disebarkan sendiri oleh penulis kepada karyawan P.T. Telkom Akses
Bengkulu di bulan November 2019 dan dari kuesioner yang kembali hanya 109 kuesioner yang
dapat diolah. Berikut distribusi tingkat pengembalian kuesioner, disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Tingkat Pengembalian Kuesioner
Keterangan Jumlah Persentase (%)
Kuesioner yang disebarkan 132 100
Kuesioner yang terkumpul 120 90,9
Kuesioner yang dapat diolah 109 90,8
Kuesioner yang tidak dapat diolah 11 9,2
Sumber: Data Hasil Pengisian Kuesioner, 2019
Tabel 1 dapat dijelaskan bahwa dari 132 kuesioner yang disebar, sebanyak 120 kuesioner
(90,9%) dikembalikan. Dari 120 buah kuesioner yang kembali, sebanyak 11 kuesioner (4,1%) tidak
dapat digunakan karena kuesioner tidak seluruhnya diisi oleh responden dan beberapa pertanyaan

933 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


diisi lebih dari satu jawaban. Jadi, dari total kuesioner yang disebarkan, hanya 109 kuesioner
(90,8%) dapat digunakan dan diolah. Adapun demografi dari 109 responden yang berpartisipasi
dalam penelitian ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Demografi Responden
Uraian Frekuensi Persentase
Jenis Kelamin:
 Laki-laki 90 82,6
 Perempuan 19 17,4
Usia:
 < 25 tahun 73 67,0
 25-35 tahun 18 16,5
 36-45 tahun 12 11,0
 > 45 tahun 6 5,5
Tingkat Pendidikan:
 SMA/SMK 84 77,1
 Diploma 3 2,8
 Sarjana 18 16,5
 Pasca sarjana 4 3,7
Masa Kerja:
 < 1 tahun 34 31,2
 1-5 tahun 50 45,9
 6-10 tahun 25 22,9

Total Responden 109 100


Sumber: Data Hasil Pengisian Kuesioner, 2019
Tabel 2 dapat dilihat dari jenis kelamin bahwa responden penelitian ini lebih dominan laki-
laki sebanyak 82,6%. Hal ini dikarenakan karakteristik pekerjaan pada P.T. Telkom Akses
Bengkulu lebih banyak membutuhkan tenaga laki-laki khusus untuk tenaga teknisi. Dilihat dari
tingkat usia, sebagian besar responden berusia kurang dari 25 tahun (67%). Artinya, karyawan P.T.
Telkom Akses Bengkulu tergolong masih usia muda atau dapat dikatakan masih produktif. Dari
tingkat pendidikan, responden dominan berpendidikan SMA sederajat. Tingkat pendidikan SMA ini
kebanyakan pada teknisi atau karyawan di lapangan. Masa kerja dari responden dari Tabel 12
terlihat masih cukup singkat, sebanyak 35,8% karyawan bekerja selama 1-5 tahun. Bahkan, ada
31,2% karyawan yang bekerja kurang dari satu tahun.

Analisis Regresi Linier Berganda


Analisis regresi digunakan untuk mengetahui koefisien regresi arah pengaruh antar variabel.
Perhitungan regresi menggunakan program SPSS versi 19 for windows. Adapun hasil perhitungan
regresi dirangkum seperti pada Tabel 3.

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 934


Tabel 3. Analisis Regresi Linier Berganda
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 1,434 1,102 1,301 0,196
Motivasi kerja 0,193 0,080 0,124 2,414 0,017
Disiplin kerja 1,099 0,074 0,938 14,819 0,000
Kemampuan kerja 0,083 0,038 0,077 2,211 0,029
Sumber: Hasil Penelitian data Diolah, (2019)
Dari Tabel 3 terbentuk persamaan regresi yang diambil dari koefisien standardized beta.
Pemilihan penggunaan koefisien standardized lebih tepat, karena pada penelitian ini data yang
digunakan adalah data persepsi responden menggunakan kuesioner dengan skala likert yang tidak
mungkin bernilai nol pada variabel independen maupun variabel dependen sehingga tidak ada
konstanta karena nilainya telah distandarkan. Persamaan regresi yang terbentuk dari hasil analisis
tersebut di atas adalah sebagai berikut:
Y= 0,124 X1 + 0,938 X2 + 0,077 X3
Berdasarkan persamaan regresi tersebut, dapat dijelaskan nilai koefisien masing-masing
variabel. Koefisien regresi motivasi kerja terhadap komitmen organisasi karyawan pada karyawan
P.T. Telkom Akses Bengkulu sebesar 0,124. Koefisien regresi bernilai positif, antar variabel
memiliki arah pengaruh yang positif. Artinya, semakin tinggi motivasi kerja maka karyawan P.T.
Telkom Akses Bengkulu semakin berkomitmen, sebaliknya semakin rendah motivasi kerja maka
karyawan P.T. Telkom Akses Bengkulu semakin kurang berkomitmen. Koefisien regresi disiplin
kerja terhadap komitmen organisasi karyawan pada karyawan P.T. Telkom Akses Bengkulu sebesar
0,938. Nilai koefisien regresi disiplin kerja bernilai positif dan memiliki arah pengaruh yang positif.
Artinya, semakin tinggi tingkat disiplin kerja maka karyawan P.T. Telkom Akses Bengkulu akan
semakin berkomitmen, sebaliknya semakin rendah disiplin kerja maka karyawan P.T. Telkom
Akses Bengkulu akan semakin berkomitmen.
Koefisien regresi kemampuan kerja terhadap komitmen organisasi karyawan pada karyawan
P.T. Telkom Akses Bengkulu sebesar 0,077. Nilai koefisien regresi kemampuan kerja bernilai
positif dan memiliki arah pengaruh yang positif. Artinya, semakin tinggi kemampuan kerja maka
karyawan akan semakin berkomitmen, sebaliknya semakin rendah kemampuan kerja maka
karyawan akan semakin berkomitmen. Berdasarkan hasil koefisien regresi ketiga variabel
independen maka dapat disimpulkan bahwa variabel disiplin kerja memiliki koefisien yang lebih
tinggi dibandingkan dengan variabel motivasi kerja dan kemampuan kerja dalam pengaruhnya
terhadap komitmen organisasi karyawan P.T. Telkom Akses Bengkulu.

935 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


Selanjutnya dilakukan analisis determinasi untuk mengetahui variasi variabel motivasi kerja,
disiplin kerja dan kemampuan kerja dalam menjelaskan variabel komitmen organisasi, hasil
perhitungannya pada Tabel 4.
Tabel Error! No text of specified style in document..3 Output Hasil Uji R Square
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square
Square Estimate
1 0,688 0,676 0,615 1,153021
Sumber: Hasil penelitian data diolah, (2019)

Berdasarkan analisis koefisien determinasi dari Tabel 4. dapat diketahui bahwa nilai R
Square (R2) sebesar 0,676. Nilai R2 mendekati 1, artinya kemampuan variabel motivasi kerja,
disiplin kerja dan kemampuan kerja memberikan lebih dari sebagian besar informasi yang
dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel komitmen organisasi. Dengan kata lain, sebesar
67,6% komitmen organisasi dapat dijelaskan oleh variabel motivasi kerja, disiplin kerja dan
kemampuan kerja sedangkan sisanya sebesar 32,4% dipengaruhi faktor lain yang tidak dimasukan
dalam model, seperti peran karakteristik pribadi dan pengalaman karyawan (masa kerja).

Uji Hipotesis Simultan (Uji F)


Uji F digunakan untuk mengetahui pengaruh secara simultan variabel motivasi kerja,
disiplin kerja dan kemampuan kerja terhadap komitmen organisasi pada P.T. Telkom Akses
Bengkulu, Tabel 4.18 berikut hasil penguji hipotesis dengan uji F:

Tabel 5. Pengujian Hipotesis Simultan (Uji F)


Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 10202,320 3 3400,773 1452,356 0,000
Residual 245,863 105 2,342
Total 10448,183 108
Sumber: Hasil penelitian data diolah, (2019)
Berdasarkan Tabel 5 diketahui bahwa secara simultan variabel motivasi kerja, disiplin kerja
dan kemampuan kerja berpengaruh terhadap komitmen organisasi pada P.T. Telkom Akses
Bengkulu, dimana nilai signifikansi sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,05. Dengan demikian hipotesis
awal yang menyatakan motivasi kerja, disiplin kerja dan kemampuan kerja berpengaruh signifikan
terhadap komitmen organisasi pada P.T. Telkom Akses Bengkulu adalah Diterima. Artinya,
semakin karyawan termotivasi, disiplin dan mampu dalam bekerja maka komitmen mereka terhadap
organisasi akan semakin tinggi. Sebaliknya, motivasi, disiplin dan kemampuan kerja yang rendah
maka komitmen organisasi juga akan rendah.

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 936


Uji Hipotesis Parsial (Uji t)
Uji t digunakan untuk mengetahui apakah variabel motivasi kerja, disiplin kerja dan
kemampuan kerja secara parsial terhadap variabel komitmen organisasi pada P.T. Telkom Akses
Bengkulu. Derajat signifikansi yang digunakan adalah 0,05. Apabila nilai signifikan lebih kecil dari
0,05 maka hipotesis diterima, yang menyatakan bahwa suatu variabel independen berpengaruh
positif terhadap variabel dependen.
Pengujian hipotesis pada penelitian merujuk pada rangkuman hasil di Tabel diatas.
Berdasarkan Tabel diatas diketahui bahwa variabel motivasi kerja berpengaruh signifikan terhadap
komitmen organisasi pada P.T. Telkom Akses Bengkulu dengan signifikansi sebesar 0,017 lebih
kecil dari 0,05. Artinya hipotesis pertama yang menyatakan motivasi kerja berpengaruh signifikan
terhadap komitmen organisasi pada P.T. Telkom Akses Bengkulu dapat diterima. Hasil ini
memiliki makna bahwa semakin tinggi motivasi kerja maka karyawan P.T. Telkom Akses Bengkulu
semakin berkomitmen, sebaliknya semakin rendah motivasi kerja maka karyawan P.T. Telkom
Akses Bengkulu semakin kurang berkomitmen.
Tabel diatas diketahui bahwa variabel disiplin kerja berpengaruh signifikan terhadap
komitmen organisasi karyawan P.T. Telkom Akses Bengkulu dengan nilai signifikansi sebesar
0,000 lebih kecil dari 0,05. Artinya hipotesis alternatif kedua yang menyatakan adanya pengaruh
disiplin kerja terhadap komitmen organisasi karyawan P.T. Telkom Akses Bengkulu dapat
diterima. Hasil ini memiliki makna bahwa semakin tinggi tingkat disiplin kerja maka karyawan
P.T. Telkom Akses Bengkulu semakin berkomitmen, sebaliknya semakin rendah motivasi kerja
maka karyawan P.T. Telkom Akses Bengkulu semakin kurang berkomitmen.
Tabel tersebut diketahui bahwa variabel kemampuan kerja berpengaruh signifikan terhadap
komitmen organisasi karyawan P.T. Telkom Akses Bengkulu dengan nilai signifikansi sebesar
0,029 lebih kecil dari 0,05. Artinya hipotesis alternatif ketiga yang menyatakan adanya pengaruh
kemampuan kerja terhadap komitmen organisasi karyawan P.T. Telkom Akses Bengkulu dapat
diterima. Hasil ini memiliki makna bahwa semakin tinggi kemampuan kerja maka karyawan P.T.
Telkom Akses Bengkulu akan semakin berkomitmen, sebaliknya semakin rendah kemampuan kerja
maka karyawan P.T. Telkom Akses Bengkulu akan semakin berkomitmen.

Pengaruh Motivasi Kerja terhadap Komitmen Organisasi


Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa motivasi kerja berpengaruh signifikan terhadap
komitmen organisasi karyawan P.T. Telkom Akses Bengkulu. Artinya, semakin tinggi motivasi
kerja maka karyawan P.T. Telkom Akses Bengkulu semakin berkomitmen, sebaliknya semakin

937 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


rendah motivasi kerja maka karyawan P.T. Telkom Akses Bengkulu komitmen organisasi akan
semakin rendah.
Motivasi karyawan P.T. Telkom Akses Bengkulu termasuk ke dalam termotivasi. Dimensi
tertinggi adalah dimensi motivasi berafiliasi, artinya kebutuhan karyawan untuk berafiliasi di P.T.
Telkom Akses Bengkulu dapat terpenuhi. Misalnya, adanya suasana kooperatif dalam bekerja sama
dengan rekan kerja. Karyawan dengan afiliasi yang tinggi lebih suka menyeragamkan diri, daripada
mempunyai kebutuhan berafiliasi yang rendah, baik dari kesamaan pendidikan, kesamaan status dan
kesamaan kelompok kerja.
Salah satu faktor penting yang mempengaruhi komitmen organisasi dilihat dari lingkungan
kerja karyawan seperti rekan kerja (Ismail & Abiddin, 2017). Adanya rekan kerja menjadi penting
bagi karyawan dalam bersosialisasi dan bagaimana karyawan dapat melakukan pekerjaannya
dengan baik. Kualitas hubungan yang terjalin antar karyawan menjadi penting dalam menumbuhkan
komitmen dalam diri karyawan sehingga karyawan dapat memiliki kinerja yang baik dan memilih
untuk bertahan di dalam suatu organisasi.
P.T. Telkom Akses Bengkulu perlu meningkatkan motivasi pada dimensi motivasi berkuasa.
Temuan penelitian bahwa dimensi ini memiliki nilai paling rendah diantara dimensi motivasi
lainnya. Perusahaan harus membuka ruang bagi karyawan untuk dapat aktif dalam menentukan arah
kegiatan dari P.T. Telkom Akses Bengkulu dimana pun berada. Hal ini sesuai dengan pendapat
(Robbins & Judge, 2013) bahwa motivasi merupakan hasil interaksi antara individu dan situasinya,
sehingga manusia mempunyai inovasi berbeda antara satu dengan yang lain.
Motivasi kerja karyawan yang tinggi dalam bekerja menunjukkan komitmen karyawan
terhadap perusahaan. Semakin karyawan termotivasi dalam bekerja maka akan memunculkan rasa
keterikatan dengan perusahaan. Ketika karyawan telah memiliki rasa keterikatan yang kuat terhadap
perusahaan, maka karyawan akan lebih memilih untuk tetap bertahan di perusahaan dari pada harus
keluar dan beradaptasi kembali dengan lingkungan kerja yang baru (Amstrong, 2013).

Pengaruh Disiplin Kerja terhadap Komitmen Organisasi


Disiplin kerja berpengaruh signifikan terhadap komitmen organisasi karyawan P.T. Telkom
Akses Bengkulu. Artinya, semakin tinggi disiplin kerja maka komitmen organisasi juga akan
semakin tinggi, sebaliknya semakin rendah disiplin kerja karyawan maka komitmen terhadap
organisasi akan semakin rendah. Hasil ini mendukung penelitian Burton et al. (2016) bahwa disiplin
berpengaruh positif terhadap komitmen organisasi. Karyawan yang memiliki komitmen tinggi
terhadap organisasi akan menunjukkan sikap negatif terhadap disiplin. Mereka cenderung akan
sering mengusahakan tidak tidak disiplin tempat kerja. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 938


kedisiplinan sebagai prediktor komitmen, karyawan yang terlihat disiplin berarti menunjukkan
komitmennya terhadap organisasi.
P.T. Telkom Akses Bengkulu memiliki aturan kedisiplinan karyawan, hal ini dapat
diketahui dengan adanya peraturan mengenai etika kerja karyawan dan etika usaha. Setiap tahun,
Telkom juga mengirimkan materi sosialisasi kepada karyawan tentang pemahaman GCG, etika
bisnis, pakta integritas, fraud, manajemen risiko, pengendalian internal (“SOA”), whistleblowing,
pelarangan gratifikasi, tata kelola TI, menjaga keamanan informasi dan hal-hal lainnya yang
terintegrasi terkait dengan praktik tata kelola perusahaan.
Riset Cong dan Van (2017) mengungkap bahwa komitmen organisasi dapat dipengaruhi
oleh kedisiplinan, misalnya ketidakhadiran karyawan di tempat kerja. Karyawan yang memiliki
komitmen rendah terhadap organisasi akan menunjukkan sikap disiplin negatif terhadap komitmen.
Mereka cenderung akan sering mangkir atau mengusahakan tidak hadir di tempat kerja. Masih
adanya pelanggaran terhadap disiplin kerja oleh beberapa karyawan P.T. Telkom Akses Bengkulu
menunjukkan bahwa mereka memiliki komitmen organisasi yang rendah.
Perusahaan harus dapat meningkatkan kedisiplinan karyawan untuk tetap menjaga
komitmen mereka atas organisasi. Mowday et al. (2019) menyatakan bahwa karyawan yang
memiliki komitmen tinggi pada organisasi akan lebih disiplin dan berusaha mematuhi norma
organisasi. Tidak jauh berbeda dengan pendapat Mathieu dan Zajac (2016) dalam meta analisisnya,
bahwa tingkat disiplin merupakan salah satu anteseden dari komitmen organisasi. Karyawan relatif
disiplin akan lebih berkomitmen terhadap organisasi lebih mungkin untuk mendapatkan kepuasan
yang lebih besar. Rivai (2017) menemukan pengaruh yang positif antara disiplin dengan komitmen
organisasi. Mereka percaya bahwa komitmen organisasi sebagai kepercayaan dan penerimaan
tenaga kerja terhadap tujuan organisasi dan mempunyai keinginan untuk tetap ada dalam organisasi
tersebut.

Pengaruh Kemampuan Kerja terhadap Komitmen Organisasi


Kemampuan kerja berpengaruh signifikan terhadap komitmen organisasi karyawan P.T.
Telkom Akses Bengkulu. Hasil ini dapat diinterpretasikan bahwa semakin baik kemampuan kerja
karyawan maka tinggi komitmen organisasi karyawan P.T. Telkom Akses Bengkulu, sebaliknya
semakin rendah kemampuan kerja karyawan maka komitmen organisasi akan semakin rendah. Hal
ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Fadli (2016); Lotunani (2016); Sriekaningsih
(2015) yang menemukan bahwa kemampuan berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen
organisasi. Berbeda dengan penelitian Sudja (2017) dengan hasil pengaruh kemampuan terhadap
komitmen adalah tidak signifikan.

939 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


Sudja (2017) mengatakan bahwa kemampuan intelektual dan kemampuan fisik secara
bersama-sama berpengaruh terhadap komitmen organisasi. Tidak terdapat perbedaan pengaruh
kemampuan intelektual dan kemampuan fisik antara pegawai di setiap bidang. Karyawan yang
berkemampuan kerja tinggi akan menumbuhkan rasa memiliki terhadap organisasi yang berdampak
pada meningkatnya komitmen pada organisasi. Begitu juga dengan McGonagle et al. (2015) bahwa
kemampuan karyawan berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen organisasi, yang
artinya bahwa karyawan dengan kemampuan kerja yang tinggi akan meningkatkan komitmen
karyawan terhadap organisasi. Karyawan yang berkemampuan kerja tinggi akan menumbuhkan rasa
memiliki terhadap organisasi yang berdampak pada meningkatnya komitmen pada organisasi.
Peningkatan kemampuan kerja merupakan usaha yang sulit, memerlukan kerjasama antara
manajemen, karyawan dan perusahaan. Menurut Olajide et al. (2016), salah satu cara terbaik untuk
meningkatkan kemampuan kerja adalah dengan menghubungkan kompensasi dan penghargaan
dengan pertumbuhan dan perkembangan karyawan. Apabila semua hasil diperkuat dan dihargai,
karyawan akan ikhlas melakukan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya secara berulang.
Pendekatan ini meningkatkan kinerja, keterlibatan dan perkembangan karyawan. Dengan
pendekatan yang dilakukan secara berkesinambungan maka karyawan mempunyai keinginan untuk
tetap ada dalam P.T. Telkom Akses Bengkulu.

Pengaruh Motivasi, Disiplin dan Kemampuan Kerja terhadap Komitmen Organisasi


Secara simultan motivasi, disiplin dan kemampuan kerja berpengaruh terhadap komitmen
organisasi. Artinya semakin karyawan termotivasi, disiplin dan mampu dalam bekerja maka
komitmen mereka terhadap organisasi akan semakin tinggi. Sebaliknya, motivasi, disiplin dan
kemampuan kerja yang rendah maka komitmen organisasi juga akan rendah.
Menurut Mcshane dan Glinow dalam (Emmons, 2017) dalam bukunya yang berjudul
Organizational Behavior mengatakan bahwa komitmen afektif dan normatif akan tinggi apabila
organisasi memenuhi kewajibannya kepada karyawan dan mematuhi nilai-nilai kemanusiaan,
seperti keadilan, kesopanan, pengampunan, dan integritas moral, karena organisasi yang
mendukung kesejahteraan karyawan cenderung menumbuhkan loyalitas karyawan yang lebih tinggi
sebagai imbalannya.
Manajemen P.T. Telkom Akses Bengkulu harus memperhatikan ketiga faktor (motivasi,
disiplin dan kemampuan kerja) yang mempengaruhi komitmen organisasi. Sebagaimana pendapat
Bang et al. (2016) bahwa motivasi akan mendorong individu untuk meningkatkan kinerja mereka
dan berkontribusi pada tingkat komitmen mereka, sedangkan Robescu dan Alina (2017)
mengatakan bahwa ciri dari karyawan yang tidak termotivasi seperti komitmen organisasi rendah

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 940


dan selalu menunggu perintah atasan atau suka mangkir. Karyawan yang mempunyai motivasi kerja
rendah akan bermalas-malasan dan tidak bersemangat dalam bekerja.
Disiplin kerja dapat meningkatkan komitmen organisasi, sebagaimana pernyataan Al-Madi
et al. (2017) bahwa karyawan yang disiplin menunjukkan komitmen terhadap perusahaan, itu dapat
dilihat dari tingkat kerajinan mereka untuk melaksanakan tanggung jawabnya sebagai karyawan di
perusahaan. Hilangnya disiplin akan berpengaruh terhadap efisiensi kerja dan efektivitas tugas
pekerjaan. Dengan adanya kedisiplinan diharapkan pekerjaan akan dilakukan seefektif mungkin.
Bilamana kedisiplinan tidak dapat ditegakkan maka kemungkinan tujuan yang telah ditetapkan
tidak dapat dicapai secara efektif dan efisien.
Indikator komitmen tidak lagi sekedar berbentuk kesediaan karyawan menetap di
perusahaan itu dalam jangka waktu lama. Namun lebih penting dari itu, mereka mau memberikan
yang terbaik kepada perusahaan, bahkan bersedia mengerjakan sesuatu melampaui batas yang
diwajibkan perusahaan. Ini tentu saja hanya bisa terjadi jika karyawan merasa senang dan
terpuaskan di perusahaan yang bersangkutan. Karyawan memiliki komitmen yang tinggi, selain
terhindar dari kemangkiran, perilaku membolos, maupun pindah kerja ke perusahaan lain, karyawan
tersebut juga bersedia untuk mengerahkan usaha yang cukup atas nama organisasi, dan keinginan
yang pasti untuk menjaga keanggotaan organisasi (Mowday et al., 2019).

Implikasi Penelitian
Motivasi kerja, disiplin kerja dan kemampuan kerja berpengaruh signifikan terhadap
komitmen organisasi karyawan P.T. Telkom Akses Bengkulu. Dengan demikian hasil penelitian ini
berimplikasi sebagai berikut:
1. Motivasi berpengaruh signifikan terhadap komitmen organisasi, atas dasar temuan ini,
perusahaan perlu menumbuhkan partisipasi aktif karyawan dalam menentukan arah kegiatan
kebijakan perusahaan. Dengan demikian karyawan merasa dihargai dan ikut andil dalam
kemajuan organisasi.
2. Disiplin kerja berpengaruh signifikan terhadap komitmen organisasi, atas dasar temuan ini,
maka perlu dilakukan evaluasi terhadap instrumen kedisiplinan karyawan, misalnya
memberikan sanksi dan penghargaan terhadap disiplin kerja. Dengan demikian, karyawan akan
percaya aturan kerja diterapkan dengan konsisten dan akan membuat mereka mempunyai
keinginan untuk tetap ada dalam organisasi.
3. Kemampuan kerja berpengaruh signifikan terhadap komitmen organisasi, atas dasar temuan ini,
maka perusahaan perlu meningkatkan kemampuan kerja terutama dari dimensi kemampuan

941 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


intelektual (dimensi terendah). Kemampuan intelektual memainkan peran yang lebih besar
dalam pekerjaan-pekerjaan rumit yang menuntut standar tinggi dari karyawan.

Penutup
Hasil penelitian yang telah di bahas pada bab sebelumnya dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Motivasi kerja berpengaruh signifikan terhadap komitmen organisasi karyawan P.T. Telkom
Akses Bengkulu. Artinya, semakin tinggi motivasi kerja maka karyawan P.T. Telkom Akses
Bengkulu semakin berkomitmen, sebaliknya semakin rendah motivasi kerja maka karyawan
P.T. Telkom Akses Bengkulu semakin kurang berkomitmen.
2. Disiplin kerja berpengaruh signifikan terhadap komitmen organisasi karyawan P.T. Telkom
Akses Bengkulu. Artinya, semakin tinggi tingkat disiplin kerja maka karyawan P.T. Telkom
Akses Bengkulu semakin berkomitmen, sebaliknya semakin rendah motivasi kerja maka
karyawan P.T. Telkom Akses Bengkulu semakin kurang berkomitmen.
3. Kemampuan kerja berpengaruh signifikan terhadap komitmen organisasi karyawan P.T. Telkom
Akses Bengkulu. Artinya, semakin tinggi kemampuan kerja maka karyawan P.T. Telkom Akses
Bengkulu akan semakin berkomitmen, sebaliknya semakin rendah kemampuan kerja maka
karyawan P.T. Telkom Akses Bengkulu akan semakin berkomitmen.
4. Motivasi, disiplin dan kemampuan kerja berpengaruh signifikan terhadap komitmen organisasi
karyawan P.T. Telkom Akses Bengkulu. Artinya, semakin tinggi motivasi kerja maka karyawan
P.T. Telkom Akses Bengkulu semakin berkomitmen, sebaliknya semakin rendah motivasi kerja
maka karyawan P.T. Telkom Akses Bengkulu semakin kurang berkomitmen. Artinya semakin
karyawan termotivasi, disiplin dan mampu dalam bekerja maka komitmen mereka terhadap
organisasi akan semakin tinggi. Sebaliknya, motivasi, disiplin dan kemampuan kerja yang
rendah maka komitmen organisasi juga akan rendah.

Saran yang dapat diberikan dari hasil adalah meningkatkan komitmen organisasi dengan
cara:
1. Membuka ruang bagi karyawan untuk dapat aktif dalam menentukan arah kegiatan dari P.T.
Telkom Akses Bengkulu, misalnya dengan membuat group Whatsapp yang khusus di dalamnya
terdapat unsur top manajemen, dengan demikian karyawan dapat memberikan saran terhadap
arah kebijakan bahkan dapat mengkritik pimpinan.
2. Evaluasi terhadap instrumen kedisiplinan karyawan, misalnya memberikan sanksi dan
penghargaan terhadap disiplin kerja pegawai. Dengan demikian, karyawan akan percaya bahwa

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 942


adanya penerimaan tenaga kerja terhadap tujuan organisasi akan membuat mereka mempunyai
keinginan untuk tetap ada dalam organisasi.
Meningkatkan kemampuan kerja terutama kemampuan intelektual, dengan cara mengadakan
pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan karyawan serta evaluasi terhadap pelatihan yang telah
dilakukan.

Referensi

Abdullah, I. & Rashid, Y. (2017). Effect of personality on organizational commitment and


employees' performance: Empirical evidence from banking sector of Pakistan. World Applied
Sciences Journal, 27(1), 140-147.
Al-Madi, F., Assal, H., Shrafat, F. & Zeglat, D., (2017). The Impact of Employee Motivation on
Organizational Commitment. Journal of Business Management, 9(15), 134-145.
Amstrong, 2013. The art of HRD: Strategic human resource management a guide to action
manajemen sumber daya manusia stratejik panduan praktis untuk bertindak. Jakarta:
Gramedia Pustaka.
Andersen, J. (2018). Managers’ motivation profiles: Measurement and application. SAGE Journals,
8(2), 255-270.
Bang, H., Ross, S. & Reio, T.G. (2016). From motivation to organizational commitment of
volunteers in non-profit sport organizations; The role of job satisfaction. Journal of
Management Development, 32(1), 96-112.
Beukhof, G., Jong, M. J. D. & Nijhof, W. J. (2018). Employee commitment in changing
organization: An exploration. Journal of European Industrial Training, 22(6), 243-248.
Burton, J.P., Lee, T.W. & Holtom, B.C. (2016). The influence of motivation to attend, ability to
attend, and organizational commitment on different types of absence behaviors. Journal of
Managerial Issues, 20(2), 181-197.
Chen, Y., Zhou, X. & Klyver, K. (2018). Collective efficacy: Linking paternalistic leadership to
organizational commitment. Journal of Business Ethics, 2(2), 1-17.
Cong, N.N. & Van, D.N., (2017). Effects of motivation and job satisfaction on employees
performance at petrovietnam nghe an Construction Joints Stock Corporation (PVNC).
International Journal of Business and Social Science, 4(6), 212-217.
Dessler, G. (2008). Manajemen sumber daya manusia. Jakarta: Erlangga.
Emmons, R. A. (2017). Motives and life goals. In S. Briggs, R. Hogan, & J.A. Johnson (Eds..
Handbook of personality psychology, 485-512.
Fadli, U., 2016. Pengaruh kompetensi karyawan terhadap komitmen kerja pada P.T. PLN (Persero)
Rayon Rengasdengklok. Jurnal Manajemen, 9(2), 577-589.
Ismail, N. & Abiddin, N.Z. (2017). Tinjauan faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen pekerja
terhadap organisasi. Jurnal Dinamika Sosial Ekonomi, 6(1).
Lapointe, E. & Vandenberghe, C. (2018). Examination of the relationships between servant
leadership, organizational commitment, and voice and antisocial behaviors. Journal of
Business Ethics, 109(14), 301-307.
Li, J. & Kim, J.-H., 2019. A cross-level analysis of management commitment and work ability
among senior casino dealers in Macau. International Journal of Contemporary Hospitality
Management.

943 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


Lotunani, A. (2016). The effect of competence on commitment, performance and satisfaction with
reward as a moderating variable (A Study on designing work plans in kendari city
government, Southeast Sulawesi). International Journal of Business and Management
Invention, 3(2), 18-25.
Mathieu, J.E. & Zajac, D.M. (2016). A review and meta-analysis of the antecedents, correlates and
consequences of organizational commitment. Psychological Bulletin, 108, 171−194.
McGonagle, A.K., Fisher, G.G., Barnes-Farrell, J.L. & Grosch, J.W. (2015). Individual and work
factors related to perceived work ability and labor force outcomes. Journal of Applied
Psychology, 100(2), 376-98.
Mowday, R.T., Steers, R.M. & Porter, L.W. (2019). The Measurement of Organizational
Commitment. Journal of Vacational Behavior, 14(2), 224-247.
Nitisemito, A.S. (2012). Manajemen personalia. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Olajide, M., Adeleke, A. & Bolanle, S. (2016). Human resources outsource in Nigeria: Exploiting
organization ‘Vital Tools". Journal of Humanities and Social Science, 13(4), 135-140.
Pransky, G. et al. (2017). The association of medical conditions and presenteeism. Journal of
Occupational and Environmental Medicine, 46(6), 538-545.
Rivai, A. (2017). Personnel performance analysis: Leadership, work discipline and organizational
commitment (A study of KODAM transportation unit personnel I / Bukit Barisan). Saudi
Journal of Business and Management Studies, 2(11), 957-966.
Robbins. (2008). Perilaku organisasi, Jilid I dan II. Jakarta: Prenhallindo.
Robbins, S.P. & Judge, T.A. (2013). Organizational behavior. 15th Edition. New Jersey: Pearson
Edication.
Robescu, O. & Alina, (2017). The Effects of Motivation on Employees Performance in
Organizations. Valahian Journal of Economic Studies, 7(21), 49-56.
Siagian, P. (2010). Manajemen sumber daya manusia. Jakarta: Bumi Aksara.
Siswanto, B. (2013). Manajemen tenaga kerja Indonesia pendekatan administratif dan operasional.
Jakarta: Bumi Aksara.
Sprudza, D. et al. (2014). Work Ability and stress factors of latvian office workers. s.l.:Medical
Basic Sciences.
Sriekaningsih, A. (2015). The effect of competence and motivation and cultural organization
towards organizational commitment and performance on state university lecturers in East
Kalimantan Indonesia. European Journal of Business and Management, 7(17), 208-219.
Steers, R.M. (2005). Efektivitas organisasi. Jakarta: Erlangga.
Sudja, I.N. (2017). Pengaruh kompetensi, kepemimpinan diri, sistem penghargaan, lingkungan
kerja, terhadap komitmen pada profesi dan profesionalisme Guru SMA Negeri di Bali, DIE.
Jurnal Ilmu Ekonomi & Manajemen, 9(2), 94 – 102.
Suharto & Suyanto, H. N. (2019). The impact of organizational commitment on job performance.
International Journal of Economics and Business Administration, 7(2), 189-206.
Teck, H. T. & Waheed, A., 2019. Herzberg's Motivation-Hygiene Theory and Job Satisfaction in
The Malaysian Retail Sector: The Mediating Effect of Love of Money. Asian Academy of
Management Journal, 16(1), 73 – 94.
Yumarni, E., Zaitul. & Kamela, I. (2016). Pengaruh Stres Kerja dan Disiplin Kerja terhadap
Komitmen Organisasi di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Kepulauan
Mentawai dengan Kepuasan Kerja sebagai Variabel Intervening. Padang, Program
Pascasarjana Universitas Bung Hatta.

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 944


Pemanfaatan Media Sosial Instagram Dalam Memasarkan Produk Kuliner
Secara Digital Pada Pelaku Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah Di Provinsi
Bengkulu

Febby Perwiro Utomo1), Lizar Alfansi2), Sularsih Anggarawati3)


Mahasiswa PS Magister Manajemen, Universitas Bengkulu1)
Dosen PS Magister Manajemen, Universitas Bengkulu2)

Abstract. The purpose of this research is to find out and analyze the effect of convenience,
perceived benefits, and intention to use Instagram social media as a marketing tool for Culinary
MSMEs in Bengkulu Province (TAM Model). This research was conducted by surveying as many
culinary MSMEs as possible with the sampling technique used in this study was non-probability
sampling with a snowball sampling approach. Then analyze the data obtained in the form of
quantitative and qualitative analysis consisting of validation, reabilitation and hypothesis testing to
see the direct, indirect and total effects of each research variable. Hypothesis test results partially
produce that perceived ease of use and perceived usefulness have a positive and significant
influence on behavioural intention to use. Behavioural intention to use a positive and significant
effect on actual system usage. For the perceived usefulness have a positive and significant impact
on actual system usage. As for perceived ease of use, although it has a positive effect, it is not
significant either directly or indirectly on the actual system usage of Instagram. In addition to direct
and indirect effects, the moderating effect of the behavioural intention to use variable results in
actual system usage. The results variable behavioural intention to use has a full moderating effect
on the perceive ease of use, whereas for the perceived usefulness variable the behavioural intention
to use has a partial moderating effect.

Keywords: TAM, Perceived Ease Of Use, Perceive Usefulness, Behavioural Intention To Use,
Actual System Use, Moderating Effect, Instagram

Pendahuluan
Keberadaan dan peran serta UMKM dalam perekonomian, merupakan salah satu kunci
keberhasilan bangsa Indonesia mampu untuk menghadapi berbagai krisis yang menimpa bangsa
Indonesia pada tahun 2007/2008, pada saat usaha besar melemah bahkan gulung tikar, disatu sisi
UMKM mampu untuk bertahan bahkan memberikan kontribusi yang cukup tinggi disaat krisis
global terjadi.
Pada era globalisasi saat ini, seluruh dunia telah membawa perubahan di berbagai bidang
kehidupan, termasuk perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang memiliki peranan
penting dalam sebuah pembangunan. Sebagai makhluk sosial bahwa setiap manusia sangat
memerlukan informasi sebagai salah satu pemenuhan kebutuhan hidupnya. Saat ini, teknologi
informasi telah membawa perubahan pada perilaku hidup masyarakat dan memajukan kebudayaan
manusia secara menyeluruh. Perkembangan teknologi informasi telah membuat seluruh dunia

945 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


menyebabkan perubahan secara sosial dengan cepat. Salah satu bidang yang paling mempengaruhi
perkembangan teknologi adalah bidang ekonomi
Berdasarkan hal tersebut banyaknya pelaku usaha yang mengikuti era globalisasi dengan
melakukan pengembangan usahanya dengan cara memasarkan usahanya di media sosial. Media
sosial sebagai salah satu media online yang semula sebagai salah satu penyedia informasi dalam
bentuk feedback informasi atau berita tentunya memiliki keterkaitan langsung dengan aktivitas
manusia. Dengan cepatnya ekonomi digital masuk ke seluruh dunia membuat ekonomi digital
memiliki fungsi yang penting dalam perkembangan teknologi diseluruh wilayah seperti mudahnya
mendorong perkembangan, mendorong inovasi, dan mendorong daya saing ekonomi untuk
mendirikan kewirausahaan dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Salah satunya ialah
platform aplikasi Instagram.
Semakin banyaknya strategi pasar yang terbuka dan kompetitif, penguasaan pasar adalah
salah satu syarat untuk meningkatkan daya saing dalam pasar. Terlebih dengan semakin banyaknya
masyarakat yang memanfaatkan internet dan semakin mudah serta murahnya koneksi internet.
Internet merupakan salah satu faktor agar UMKM bisa terus berjalan dan berkembang dalam
memajukan daya saing dalam pasar. Berdasarkan penguraian latar belakang di atas, peneliti merasa
tertarik melakukan penelitian dengan judul “Pemanfaatan Media Sosial Instagram Dalam
Memasarkan Produk Kuliner Secara Digital Pada Pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah di
Provinsi Bengkulu”.

Permasalahan
Teknologi informasi yang telah diciptakan tidak langsung membuat orang- orang dapat
menerimanya. Terdapat beberapa penyebab yang membuat orang menerima atau menolak
menggunakan teknologi informasi. Di antara banyak variabel yang dapat mempengaruhi
penggunaan dari sistem. Penelitian sebelumnya menunjukkan terdapat dua faktor penentu yang
sangat penting. Pertama, orang cenderung menggunakan atau tidak menggunakan aplikasi
dipengaruhi dari sejauh mana mereka percaya hal tersebut akan membantu mereka dalam
melakukan pekerjaan dengan lebih baik, ini menjadi variabel pertama persepsi pemanfaatan
(perceived of usefulness). Kedua, jika pengguna percaya bahwa aplikasi tersebut bermanfaat, maka
mungkin pada saat yang sama pengguna juga percaya bahwa sistem akan sulit digunakan dan
manfaat kinerja pengguna sebanding dengan upaya menggunakan aplikasi. Hal tersebut
menunjukkan bahwa disamping manfaatnya, penggunaan teori juga dipengaruhi oleh persepsi
kemudahaan penggunaan (perceived ease of use) (Davis, 1989).
Salah satu model yang banyak digunakan sebagai dasar penelitian mengenai pengadopsian
teknologi oleh pengguna akhir (end user) termasuk dalam pemanfaatan media sosial adalah

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 946


technology acceptance model (Davis, 1986). Banyaknya penelitian yang menggunakan technology
acceptance model (TAM) sebagai model dasar dikarenakan kesederhanaan dan kemampuan dalam
menjelaskan hubungan sebab akibat.
Tujuan utama TAM adalah memberikan kerangka dasar untuk mencari tahu pengaruh faktor
eksternal terhadap kepercayaan, sikap, dan tujuan pengguna (Davis, 1989). TAM mengangap
bahwa dua keyakinan individual, yakni persepsi manfaat (perceived usefulness) dan persepsi
kemudahan pengguna (perceived ease of use) sebagai faktor utama perilaku dalam penggunaan
aplikasi atau media online (Pavlou, 2003).
Berdasarkan pada teori TAM, kriteria penerimaan pengguna dapat dimodifikasi agar
memenuhi kebutuhan dari persepsi memasarkan produk secara online menggunakan media sosial
khususnya Instagram. Oleh karena itu, sesuai dengan latar belakang yang telah dijabarkan diatas,
maka penulis ingin mengangkat beberapa permasalahan, yaitu:
 Apakah persepsi kemudahan penggunaan (perceived ease of use) berpengaruh terhadap niat
untuk menggunakan (behavioral intention to use) media sosial Instagram?
 Apakah persepsi pemanfaatan (perceived usefulness) berpengaruh terhadap niat untuk
menggunakan (behavioral intention to use) media sosial Instagram?
 Apakah niat untuk menggunakan (behavioral intention to use) berpengaruh terhadap
penggunaan teknologi sesungguhnya (actual system usage) media sosial Instagram?
 Apakah persepsi kemudahan penggunaan (perceived ease of use) berpengaruh terhadap
penggunaan teknologi sesungguhnya (actual system usage) media sosial Instagram?
 Apakah persepsi pemanfaatan (perceived usefulness) berpengaruh terhadap penggunaan
teknologi sesungguhnya (actual system usage) media sosial Instagram?
 Bagaimana pengaruh niat untuk menggunakan (behavioral intention to use) sebagai mediasi
antara persepsi kemudahan penggunaan (perceived ease of use) dan penggunaan teknologi
sesungguhnya (actual system usage) media sosial Instagram?
 Bagaimana pengaruh niat untuk menggunakan (behavioral intention to use) sebagai mediasi
antara persepsi pemanfaatan (perceived usefulness) terhadap penggunaan teknologi
sesungguhnya (actual system usage) media sosial Instagram?

Tinjauan Pustaka
Landasan Teori
Landasan teori yang akan disampaikan pada bab ini merupakan pendukung pembuatan
laporan yang berisi teori-teori yang berhubungan dengan penelitian. Diantaranya terdapat definisi
variabel dan beberapa hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan Adopsi Penggunaan

947 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


Teknologi (TAM) dan korelasinya dengan penggunaan media online dalam proses bisnis. Adapun
variable yang akan dibahas ialah Actual Usage System (ASU) dan Behaviour Intention To Use
(BITU) sebagai variable dependen (Y1 dan X3) serta Perceived Ease Of Used (PEOU) dan Perceived
Usefullnes (PU) sebagai variable independen (X1 dan X2). Variable-variable tersebut merupakan
landasan dari penelitian TAM terkait pemanfaatan media sosial Instagram dalam kegiatan
pemasaran produk oleh UMKM Kuliner di Provinsi Bengkulu.

Pengaruh Media Sosial


Adanya media sosial ini merupakan salah satu pengaruh untuk mengaplikasikan strategi
yang telah dirancang menjadi nyata dan terwujud sesuai dengan harapan. Dengan demikian promosi
pemasarannya juga beralih drastis dari media cetak ke media online (media sosial). Hal inilah yang
menjadi peluang terbesar dari periklanan di media online untuk mendukung praktik e-commerce itu
sendiri.

Saluran Distribusi Elektronis


Saluran distribusi terdiri dari berbagai badan/ lembaga yang saling tergantung dan saling
berhubungan yang berfungsi sebagai suatu sistem/ jaringan, yang bersama-sama berusaha
menghasilkan dan mendistribusikan sebuah produk kepada konsumen. Menurut Zeithaml dkk
(2009) dalam Alfansi (2012) menyebutkan enam manfaat yang ditawarkan oleh saluran distribusi
elektronis antara lain sebagai berikut:
 Penyampaian jasa yang baku secara konsisten: saluran distribusi elektronis memungkinkan
penyedia jasa memberikan jasa yang baku (standardized services) yang sangat sulit dicapai jika
saluran distribusi yang digunakan bersifat personal dan bergantung pada interaksi manusia.
 Biaya rendah: saluran distribusi merupakan media saluran yang lebih efisien dibandingkan
dengan saluran distribusi yang melibatkan interaksi manusia. Penyedia jasa dapat memangkas
saluran distribusi personal yang melibatkan banyak tenaga kerja. Selain itu dengan saluran
distribusi elektronis, konsumen dapat memilih jasa dengan harga terendah.
 Kenyamanan konsumen: dengan distribusi elektronis konsumen dapat mengakses jasa
perusahaan kapan dan di mana saja mereka mengingikannya. Dengan saluran elektronis,
terminology business hours menjadi tidak ada lagi.
 Distribusi yang lebih luas; saluran elektronis memungkinkan penyedia jasa berinteraksi
dengan konsumen dan perantara yang lebih luas. Selain itu, biaya mempromosikan produk
lebih rendah secara elektronis dibandingkan dengan biaya mempromosikan produk secara
konvensional.

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 948


 Layanan yang sesuai dengan keinginan konsumen (customized services): penyedia jasa
dapat menyediakan produk jasa sesuai dengan kebutuhan individual konsumen.
 Umpan balik konsumen yang cepat: konsumen dapat dengan cepat memberikan opini
mereka tentang jasa perusahaan yang mereka gunakan. Umpan balik yang cepat ini dapat
dimanfaatkan oleh perusahaan untuk mendesain ulang jasa dan menyesuaikannya dengan
kebutuhan konsumen. Perusahaan bahkan dapat mendesain jasa sesuai dengan keinginan
konsumen secara individual.

Manfaat Media Sosial Terhadap Pengembangan Usaha


Media sosial merupakat alat digital marketing yang sangat efektif dan terukur. Media sosial
dalam berbisnis dapat bermanfaat untuk perusahaan dalam hal meningkatkan hubungan baru,
memberikan pemikiran untuk pemimpin, merespon konsumen, meningkatkan search engine
rankings, mendorong dan menambah ekspos media, mengimplementasikan promosi dan kontes,
serta mempengaruhi penjualan (relationship marketing). Hal terbesar dalam media sosial adalah
perusahaan mampu melakukan hal yang belum pernah dilakukan, lebih efisien pada level
selanjutnya.
Alfansi (2012) menyebutkan bahwa fokus pemasaran kini telah berubah dari pemasaran
berbasis transaksi menjadi pemasaran berbasis hubungan. Dalam hal ini apabila UMKM Kuliner di
Provinsi Bengkulu ingin membangun hubungan jangka panjang dengan pelanggan maka harus
melakukan pendekatan holistic kepada konsumen mereka.

Technology Acceptance Model (TAM)


Model penerimaan teknologi yang dikembangkan oleh Davis (1989) merupakan salah satu
model yang paling banyak digunakan dalam penelitian TI. Model TAM sebenarnya diadopsi dari
model The Theory of Reasoned Action (TRA), dengan satu premis bahwa reaksi dan persepsi
seseorang terhadap sesuatu hal, akan menentukan sikap dan perilaku orang tersebut. Teori ini
membuat model perilaku seseorang sebagai suatu fungsi dari tujuan perilaku.
Tujuan perilaku ditentukan oleh sikap atas perilaku tersebut, dengan demikian dapat
dipahami bahwa reaksi dan persepsi pengguna teknologi informasi akan mempengaruhi sikapnya
dalam penerimaan penggunaan teknologi informasi. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
adalah manfaat yang dirasakan (perceived usefulness) dan kemudahan penggunaan yang dirasakan
(perceived ease of use) dari teknologi informasi sebagai suatu tindakan yang beralasan dalam
konteks penggunaa teknologi informasi, sehingga alasan seseorang dalam melihat manfaat dan

949 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


kemudahan penggunaan teknologi informasi menjadikan tindakan orang tersebut dapat menerima
penggunaan teknologi informasi.
Chin and Todd (1995) membagi dua faktor pada variabel kemanfaatan yaitu: (1)
kemanfaatan dan (2) efektifitas dengan masing-masing dimensinya sendiri. Selain itu penelitian
yang dilakukan oleh Venkatesh et al. (1996) juga memodifikasi model TAM dengan menambah
variabel eksternal sebagai faktor yang mempengaruhi persepsi akan kegunaan teknologi (Perceived
Usefulness-PU) dan persepsi akan kemudahan (Perceived Ease of Use-PEOU) dalam
menggunakan teknologi, variabel prilaku keinginan (Behavioral Intention To Use-BITU) untuk
menggunakan serta penggunaan teknologi yang sebenarnya (Actual System Usage-ASU) (Chuttur,
2009).

Kemudahan Penggunaan yang Dirasakan (Perceived Ease of Use-PEOU)


Kemudahan Penggunaan yang Dirasakan merupakan kondisi dimana sejauh mana
seseorang percaya bahwa menggunakan suatu teknologi akan bebas dari usaha. Dengan kata lain,
kemudahan penggunaan yang dirasakan merupakan suatu kepercayaan (belief) tentang proses
pengambilan keputusan. Jika seorang merasa percaya bahwa teknologi informasi mudah digunakan
maka ia akan menggunakannya. Sebaliknya, jika seseorang merasa percaya bahwa teknologi
informasi tidak mudah digunakan maka dia tidak akan menggunakannya.
Davis (1989) mendefinisikan kemudahan penggunaan (ease of use) sebagai suatu tingkatan
dimana seseorang percaya bahwa teknologi informasi dapat dengan mudah dipahami. Sistem yang
lebih sering digunakan menunjukkan bahwa sistem tersebut lebih dikenal, lebih mudah
dioperasikan dan lebih mudah digunakan oleh penggunanya.

Manfaat yang Dirasakan (Perceived Usefulness-PU)


Manfaat yang dirasakan didefinisikan sebagai kondisi dimana sejauh mana seseorang
percaya bahwa menggunakan teknologi akan meningkatkan kinerja pekerjaan. Manfaat yang
dirasakan merupakan suatu kepercayaan (beliefs) tentang proses pengambilan keputusan. Jika
seseorang merasa percaya bahwa teknologi informasi berguna maka dia akan menggunakannya.
Sebaliknya, jika seseorang merasa percaya bahwa teknologi informasi kurang berguna maka dia
tidak akan menggunakannya.
Davis (1989); mendefinisikan kemanfaatan sebagai suatu tingkatan dimana seseorang
percaya bahwa penggunaan suatu subyek tertentu akan dapat meningkatkan prestasi kerja orang
tersebut. Berdasarkan definisi tersebut dapat diartikan bahwa kemanfaatan dari penggunaan
komputer dapat meningkatkan kinerja, prestasi kerja orang yang menggunakannya. Chin dan Todd

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 950


(1995) memberikan beberapa dimensi tentang kemanfaatan teknologi informasi. Menurut Chin dan
Todd (1995) kemanfaatan dapat dibagi kedalam dua kategori, yaitu (1) Kemanfaatan dengan
estimasi satu faktor, dan (2) kemanfaatan dengan estimasi dua faktor (kemanfaatan dan efektifitas)

Niat Perilaku Menggunakan (Behavioral Intention to Use-BITU)


Perilaku minat menggunakan teknologi adalah kecenderungan perilaku untuk tetap
menggunakan suatu teknologi. Tingkat penggunaan sebuah teknologi informasi pada seseorang
dapat diprediksi dari sikap perhatiannya terhadap teknologi tersebut, misalnya keinginan
menambah peripheral pendukung, motivasi untuk tetap menggunakan, serta keinginan untuk
memotivasi pengguna lain. Sikap perhatian untuk menggunakan adalah prediksi yang baik untuk
mengetahui penggunaan teknologi sesungguhnya (Davis, 1989).
Seseorang akan melakukan suatu perilaku (behavior) jika mempunyai keinginan atau minat
(behavioral intention). Minat dapat mengindikasikan bahwa dilakukannya suatu perilaku di masa
depan dan akanmengulangnya di kemudian hari (Aditya & Wardhana, 2016:27)

Penggunaan Teknologi Sesungguhnya (Actual System Usage-ASU)


Penggunaan teknologi sesungguhnya adalah kondisi nyata penggunaan sistem.
Dikonsepkan dalam bentuk pengukuran terhadap frekuensi dan durasi waktu penggunaan teknologi.
Seseorang akan puas menggunakan sistem jika mereka meyakini bahwa sistem tersebut mudah
untuk digunakan dan meningkatkan produktifitas mereka, yang tercermin dari kondisi nyata
penggunaan (Davis, 1989). Bentuk pengukuran penggunaan senyatanya (actual system usage)
merupakan frekuensi dan durasi waktu penggunaan terhadap media sosial dalam hal ini ialah
Instagram. Penggunaan teknologi sesungguhnya (actual technology use), diukur dengan jumlah
waktu yang digunakan untuk berinteraksi dengan teknologi dan frekuensi penggunaan teknologi
tersebut.

Kerangka Penelitian
Kerangka penelitian dalam penelitian ini disusun berdasarkan path diagram aplikasi Lisrel
8.8. Untuk variabel penelitian seperti dapat dilihat pada gambar 1, terdiri dari 2 jenis varibel yaitu
varibel laten endogen (warna kuning) dan eksogen (warna hijau). Dalam analisis jalur variabel
independen dan dependen tidak tepat lagi digunakan karena variabel yang semula dependen bisa
berubah peranannya menjadi variabel independen. Penentuan besarnya suatu variabel terhadap
variabel lainnya baik pengaruh langsung (PL) atau pengaruh tak langsung (PTL) dapat dilihat
menggunakan koefisien jalur (path coefficients). Pada variabel laten endogen yang berwarna kuning

951 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


yaitu variabel laten BITU dan ASU terlihat mempunyai anak panah yang menuju ke arah variabel
tersebut sedangkan pada variable laten eksogen yaitu variabel laten PEOU dan PU tidak ada anak
panah yang menuju ke arahnya (hanya melepaskan anak panah).

Gambar 1. Kerangka Peneltian Model Penerimaan Teknologi


(Technology Acceptance Model-TAM)

Pengembangan Hipotesis
Hipotesis merupakan suatu jawaban sementara terhadap rumusan masalah pada penelitian,
oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam bentuk pertanyaan. Yang dapat
dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan masih belum relevan, belum dibuktikan
dengan bukti-bukti yang nyata. Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis
terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang empiris (Sugiyono, 2010: 93). Hipotesis
yang masih diduga dalam penelitian ini adalah:
 Terdapat Pengaruh Langsung Persepsi Kemudahan Dan Persepsi Manfaat Terhadap Niat
Perilaku Untuk Menggunakan Media Sosial Instagram
H1 : Persepsi manfaat yang dirasakan (PU) mempunyai pengaruh positif terhadap niat
perilaku untuk menggunakan media sosial (BITU)
H2 : Persepsi kemudahan penggunaan yang dirasakan (PEOU) mempunyai pengaruh positif
terhadap niat perilaku menggunakan media sosial (BITU)
 Terdapat Pengaruh Langsung Niat Perilaku Untuk Menggunakan Terhadap Penggunaan
Sesungguhnya Media Sosial Instagram

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 952


H3 : Niat perilaku menggunakan media sosial (BITU) mempunyai pengaruh positif terhadap
penggunaan sesungguhnya media sosial (ASU)
 Terdapat Pengaruh Langsung Dari Persepsi Kemudahan dan Persepsi Manfaat Terhadap
Penggunaan Sesungguhnya
H4 : Persepsi kemudahan penggunaan yang dirasakan (PEOU) mempunyai pengaruh langsung
positif terhadap penggunaan sesungguhnya media sosial Instagram (ASU).
H5 : Persepsi manfaat yang dirasakan (PU) mempunyai pengaruh positif terhadap penggunaan
sesungguhnya media sosial Instagram (ASU).
 Terdapat Pengaruh Tak Langsung Pada Persepsi Kemudahan Dan Persepsi Manfaat Terhadap
Penggunaan Sesungguhnya Dengan Mediasi Niat Perilaku Untuk Menggunakan
H6 : Pengaruh tak langsung persepsi kemudahan (PEOU) terhadap penggunaan sesungguhnya
(ASU) yang dimediasi oleh niat perilaku untuk menggunakan (BITU) memiliki pengaruh
positif.
H7 : Pengaruh tak langsung persepsi manfaat (PU) terhadap penggunaan sesungguhnya (ASU)
yang dimediasi oleh niat perilaku untuk menggunakan (BITU) memiliki pengaruh positif.

Pembahasan
Variabel Manfaat Yang Dirasakan (Perceived Usefullnes-PU)
Tabel 1 berikut ini merangkum hasil respon responden atas indikator pada variabel manfaat
yang dirasakan. Dalam hal ini jumlah indikator yang digunakan adalah sebanyak 6 item. Dari hasil
pengolahan data diperoleh secara rata-rata total respon responden atas variabel ini adalah 4,35
dengan kategori sanagat bermanfaat. Hal ini menandakan bahwa pelaku UMKM Kuliner di Provinsi
Bengkulu menyampaikan bahwa manfaat dengam menggunakan media sosial Instagram sebagai
sarana pemasaran telah meningkatkan produktivitas, menjadikan kinerja lebih baik, serta
meningkatkan efektivitas dalam berbisnis .

Tabel 1. Respon Responden Terhadap Variabel Perceived Usefullnes


Skor Total Rata-
No Indikator Penelitian Kriteria
STS TS R S SS Skor rata
Produktivitas bisnis saya
meningkat setelah Sangat
1 2 3 4 69 61 601 4, 32
menggunakan media sosial Bermafaat
Instagram
Menggunakan media sosial
Instagram membuat kinerja Sangat
2 1 2 12 75 49 586 4, 22
saya menjadi lebih Penting Penting
dalam berbisnis

953 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


No Indikator Penelitian Skor Total Rata- Kriteria
Efektivitas bisnis saya Skor rata
meningkat setelah Sangat
3 2 2 9 78 48 585 4, 21
menggunakan media sosial Bermafaat
Instagram
Media sosial Instagram
Sangat
4 memudahkan saya melakukan 2 0 5 56 76 621 4, 47
Bermafaat
pemasaran
Media sosial Instagram
memudahkan saya untuk
5 2 0 13 81 43 580 4, 17 Bermanfaat
mengetahui informasi seputar
konsumen
Media sosial Instagram Sangat
6 1 0 4 71 63 612 4, 40
bermanfaat untuk bisnis saya Bermafaat
Sangat
Rata-rata 4, 30
Bermafaat
Sumber: Hasil Kuesioner Penelitian, 2020

Pernyataan hasil survey pada tabel 1 membuktikan indikator yang memiliki nilai skor
terbesar adalah indikator yang menyatakan bahwa media sosial Instagram memudahkan pelaku
UMKM kuliner untuk melakukan pemasaran dengan nilai skor rata-rata 4,47. Hal ini menjelaskan
bahwa dengan menggunakan aplikasi Instagram, arus distribusi yang mencakup arus informasi dan
promosi serta negosiasi ke pembeli menjadi lebih mudah. Sedangkan untuk nilai skor terendah ada
pada indikator memudahkan pelaku UMKM untuk mengetahui informasi seputar konsumen yaitu
dengan skor 4, 17. Walaupun masih dalam kategori bermanfaat namun hal ini menunjukkan pelaku
UMKM merasa bahwa manfaat yang diberikan media sosial Instagram dalam berinteraksi dengan
konsumen tidak melebihi manfaat Instagram dalam meningkatkan produktifitas dan kinerja bisnis
mereka.

Variabel Persepsi Kemudahan Penggunaan (Perceived Ease Of Use-PEOU)


Data statistik variabel PEOU dapat dilihat pada tabel 2. Sama dengan variabel PU, tabel 2
juga menyampaikan hasil penilaian skor dari 6 indikator. Pada variabel persepsi kemudahan
penggunaan (Perceived Ease Of Use) nilai skor tertinggi ada pada indikator “Media Sosial
Instagram Mudah Dioperasikan” yang menunjukkan skor rata-rata sebesar 4,41. Dan nilai terendah
ada pada indikator “Media Sosial Intagram Fleksibel Digunakan” sebesar 4,30. Hal ini menandakan
bahwa media sosial Instagram merupakan aplikasi yang sangat user friendly sehingga pelaku
UMKM kuliner yang mengunakan tidak memiliki kendala dalam mengoperasikannya. Namun dari
sisi fleksibilitas aplikasi Instagram ini memang dirancang untuk beroperasi pada sistem
Android/IOS yang berada pada smartphone, sehingga akan terjadi kesulitan untuk penggunaan
apabila memilih menggunakan media komunikasi lain seperti PC atau Laptop. Selain itu spesifikasi
dan pembaharuan aplikasi yang diperlukan untuk pengoperasian smartphone memerlukan update

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 954


secara rutin sehingga apabila lupa melakukan pembaharuan, kendala dalam peroperasian akan
muncul sehingga menyebabkan tingkat fleksibilitas Instagram menjadi lebih rendah.
Tabel 2. Respon Responden Terhadap Variabel Perceived Ease Of Use
Skor Total Rata-
No Indikator Penelitian Kriteria
STS TS R S SS Skor rata

Menurut saya media sosial Sangat


1 2 0 5 72 60 605 4, 35
Instagram mudah dipelajari Mudah
Menurut saya media sosial
Sangat
2 Instagram mudah 2 0 7 64 66 609 4, 38
Mudah
dimengerti
Menurut saya media sosial
Sangat
3 Instagram mudah 2 0 4 66 67 613 4, 41
Mudah
dioperasikan
Menurut saya media sosial
Sangat
4 Instagram fleksibel 2 0 9 71 57 598 4, 30
Mudah
digunakan
Menurut saya media sosial Sangat
5 2 1 7 69 60 601 4, 32
Instagram mudah diingat Mudah
Saya percaya media sosial
Instagram mudah digunakan Sangat
6 2 1 8 65 63 603 4, 34
untuk memasarkan produk Mudah
kuliner saya
Sangat
Rata-rata 4, 35
Mudah
Sumber: Hasil Kuesioner Penelitian, 2020

Variabel Niat Untuk Tetap Mengunakan (Behavioural Intention To Use-BITU)


Variabel Behavioural Intention To Use terdiri dari 5 indikator dengan hasil skoring dapat
dilihat pada tabel 3 dengan nilai indikator tertinggi yaitu indikator “akan meningkatkan promosi
produk kuliner melalui media sosial Instagram kedepannya” dengan nilai rata-rata skor 4,42 dan
nilai terendah pada indikator “akan selalu menggunakan media sosial Intagram untuk berinteraksi
dengan pelanggan” dengan nilai rata-rata skor 4,04.
Tabel 3. Respon Responden Terhadap Variabel Behavioural Intention To Use
Skor Total Rata-
No Indikator Penelitian Kriteria
STS TS R S SS Skor rata
Saya akan meningkatkan
promosi produk kuliner Sangat
1 2 0 9 55 73 614 4, 42
melalui media sosial Ingin
Instagram kedepannya
Saya akan selalu
menggunakan media sosial Sangat
2 2 0 8 73 56 598 4, 30
Instagram untuk menjual Ingin
produk kuliner saya
Saya akan meminta
karyawan/rekan bisnis saya
untuk selalu menggunakan Sangat
3 2 0 11 74 52 591 4, 25
media sosial Instagram dalam Ingin
pemasaran produk kuliner
kami

955 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


No Indikator Penelitian Skor Total Rata- Kriteria
Skor rata
Saya akan selalu
menggunakan media sosial
4 3 5 15 77 39 561 4, 04 Ingin
Instagram untuk berinteraksi
dengan pelanggan saya
Saya akan melanjutkan
mengggunakan media sosial Sangat
5 2 0 11 72 54 593 4, 27
Instagram untuk Ingin
mengembangkan bisnis saya
Sangat
Rata-rata 4, 25
Ingin
Sumber: Hasil Kuesioner Penelitian, 2020

Hal ini menunjukkan bahwa pelaku UMKM kuliner di Provinsi Bengkulu menggunakan
Instagram sebagai salah satu media untuk melakukan promosi produknya. Dengan secara rutin
memberikan informasi terkini terkait ketersediaan produknya diharapkan nantinya dapat
meningkatkan aliran arus produk ke konsumen. Sedangkan untuk interaksi dengan pelanggan bisa
dikatakan bahwa interaksi yang dilakukan pada aplikasi ini bersifat pribadi (private account),
sehingga konsumen bisa memilih untuk memberikan respon atau tidak sama sekali pada setiap
postingan yang dibuat oleh pelaku UMKM kuliner.

Variabel Penggunaan Sesungguhnya (Actual System Usage-ASU)


Untuk variabel penelitian selanjutnya yaitu varible penggunaan sesunguhnya dapat dilihat
pada tabel 4. Dari 3 nilai respon dari indikator variabel yang sudah diberikan oleh responden
terdapat keyakinan bahwa dengan selalu menggunakan media sosial Instagram penjualan produk
mereka akan semakin meningkat yang tercermin dari nilai rata-rata responden sebesar 4,30.
Sedangkan dengan 2 indikator variable lainnya maasih dalam kategori sering digunakan sehingga
untuk keseluruhan pada variabel ini dapat dikategorikan sering digunakan dengan nilai rata-rata
4,06.

Tabel 4. Respon Responden Terhadap Variabel Actual System Usage


Skor Total Rata-
No Indikator Penelitian Kriteria
STS TS R S SS Skor rata
Saya setiap hari membuka
Instagram untuk Sering
1 2 2 22 55 58 582 4, 19
mempromosikan produk Digunakan
kuliner saya
Saya setiap hari menerima
pesanan produk kuliner Sering
2 4 11 33 66 25 514 3, 70
melalui media sosial Digunakan
Instagram

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 956


Saya yakin bahwa dengan
selalu menggunakan media
Selalu
3 sosial Instagram penjualan 2 0 9 71 57 598 4, 30
Digunakan
produk saya akan semakin
meningkat
Sering
Rata-rata 4, 06
Digunakan
Sumber: Hasil Kuesioner Penelitian, 2020

Hasil Analisis Statistik


Hasil uji kesesuaian pada model penelitian ini dilakukan dua tahap yaitu perhitungan awal
dan perhitungan re-estimated model penelitian menggunakan software Lisrel 8.8 dengan metode
modification indices suggest (MIS). Berikut ini akan disajikan perbandingan Goodness of Fit
Statistics data awal dengan data yang telah dimodifikasi seperti yang yang dapat dilihat pada tabel
5:

Tabel 5. Perbandingan Goodness Of Fit Statistics


Hasil Hasil
No. Statistik Kriteria "fit" Perhitungan Perhitungan
Awal Setelah MIS
Minimum fit function
1 p > 0.05 p = 0, 00 p = 0, 00
chi-square (X2)
2 RMSEA < 0.08 0, 109 0, 077
Root Mean Square
3 < 0, 10 0, 0359 0, 031
Residual (RMSR)
Standardized RMR < 0, 10 0, 061 0, 052
4 GFI > 0.90 0, 762 0, 840
5 AGFI 0, 80 < AGFI < 0, 9 0, 695 0, 770
6 NFI > 0.90 0, 948 0, 970
7 NNFI > 0.90 0, 960 0, 980
8 CFI > 0.90 0, 966 0, 980
9 IFI > 0.90 0, 966 0, 980
10 RFI > 0.90 0, 940 0, 960

0: tidak fit, semakin


11 PNFI 0, 082 0, 750
besar semakin fit
Sumber: Data Ouput Lisrel 8.8, 2020

Suatu model penelitian merupakan ringkasan teori yang sering dinyatakan dalam formulasi
matematika. Dalam setiap model penelitian, digambarkan hubungan pokok antara variabel-variabel
yang menjadi perhatian. Suatu model dinyatakan ‘baik’ bila mampu menjelaskan fenomena yang
sesungguhnya dengan tingkat kesalahan yang kecil. Berdasarkan hasil tabel diatas dapat dilihat

957 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


bahwa model yang sudah dilakukan re-estimated memliki nilai yang lebih baik dibandingkan
dengan nilai pada model penelitian awal.
Nilai “p” adalah probabilitas untuk memperoleh penyimpangan (deviasi) besar sebagaimana
ditunjukkan oleh Chi-square. Nilai “p” yang lebih kecil dari 0,05 menunjukkan bahwa data empiris
yang diperoleh memiliki perbedaan dengan teori yang telah dibangun berdasarkan Structural
Equation Modeling, sebaliknya jika nilai “p” lebih besar dari 0,05 menunjukkan bahwa data empiris
yang diperoleh identik dengan teori yang telah dibangun berdasarkan Structural Equation Modeling.
Untuk model penelitian ini bisa dikatakan belum fit apabila hanya dilihat pada nilai “p” semata.
Oleh karenanya diperlukan nilai-nilai lain yang dapat memperkuat nilai konstruk dari model
penelitian yang telah disusun. Salah satunya adalah RMSEA serta beberapa kriteria lainnya yg akan
dijelaskan selanjutnya.
Nilai RMSEA awal adalah 0,109 pada kategori yang sudah ditentukan, nilai ini termasuk
dalam kategori tidak fit, namun setelah dilakukan modifikasi diperoleh nilai RMSEA menjadi 0,077
sehingga model penelitian dapat dikategorikan sebagai good fit. Model modifikasi MSI ini fit
karena memiliki nilai NFI 0,97. NNFI digunakan untuk mengatasi permasalahan kompleksitas
model dalam perhitungan NFI. Nilai NNFI pada model modifikasi MSI ini adalah 0,98 sehingga
model dinilai fit. Suatu model dikatakan baik apabila memiliki nilai CFI, IFI, dan RFI yang
mendekati 1 dan 0,9 merupakan batasan model dikatakan fit. Model pada modifikasi MSI ini
dianggap fit karena memiliki nilai CFI = 0,98 ; IFI = 0,98 ; & RFI = 0.96.
RMSR merupakan rata-rata residual antara matriks kovarians/korelasi yang teramati dengan
hasil estimasi. Nilai RMSR sebesar 0,031 pada modifikasi MSI ini menunjukkan bahwa model fit.
GFI menunjukkan tingkat ketepatan suatu model dalam menghasilkan matriks kovarians yang
teramati. Model dianggap fit jika nilai GFI ≥ 0,9. Pada model awal nilai GFI-nya adalah 0,762
sehingga model tidaklah fit, sedangkan setelah modifikasi MSI ini, nilai GFI-nya naik menjadi 0,84
sehingga walau model tidaklah fit namun dapat dikategorikan sebagai marginal fit dikarenakan
nilainya yg mendekati 0,9.
Pada molde awal nilai AGFI-nya adalah sebesar 0,695 sehingga dapat dikatakan model
tersebut kurang fit. Setelah dilakukan MSI diperoleh kenaikan nilai AGFI menjadi 0,77 sehingga
dapat diketegorikan sebagai marginal fit dikarenakan nilainya mendekati 0,8.

Persamaan Struktural Model


Setelah menentukan tingkat kesesuaian model penelitian, selanjutnya berdasarkan hasil
ouput software lisrel 8.8, dapat diambil persamaan struktutural model sebagai berikut:

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 958


Structural Equations 1

BITU = 0.30*PEOU + 0.60*PU, Errorvar.= 0.24 , R² = 0.76

(0.12) (0.13) (0.050)

t-value = 2.50 4.63 4.75

Sumber: Output Lisrel 8.8, 2020


Gambar 2. Persamaan Struktural 1

Structural Equations 2

ASU = 0.54*BITU + 0.030*PEOU + 0.37*PU, Errorvar.= 0.19 , R² = 0.81

(0.12) (0.098) (0.13) (0.095)

t-value = 4.58 0.31 2.78 2.04

Sumber: Output Lisrel 8.8, 2020

Gambar 3. Persamaan Struktural 2

Berdasarkan hasil persamaan struktural pada gambar 2 dan 3 dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1. Pada persamaan struktural 1 dapat dilihat bahwa pengaruh Perceive Usefulness (PU) terhadap
Behavioural Intention To Use (BITU) lebih besar dibandingkan pengaruh Perceived Ease Of
Use (PEOU) terhadap Behavioural Intention To Use (BITU) (60% vs 30%). Namun keduanya
memiliki pengaruh yang signfikan. Itu artinya semakin besar manfaat dan kemudahan yang
dirasakan oleh pelaku UMKM Kuliner di Provinsi Bengkulu, maka semakin besar niat perilaku
untuk senantiasa menggunakan media sosial Instagram dalam memasarkan produknya.
2. Pada persamaan struktural 2 dapat dijelaskan bahwa Actual System Usage (ASU) sangat
dipengaruh oleh Behavioural Intention To Use (BITU) dan Perceived Usefulness (PU) dengan
tingkat pengaruh sebesar 54% dan 37% dan keduanya signifikan, namun tidak demikian dengan
Perceived Ease Of Use (PEOU) hanya berpengaruh sebesar 3% dan tidak signifikan. Artinya
Penggunaan Media Sosial Instagram oleh pelaku UMKM Kuliner di Provinsi Bengkulu sehari-
harinya dipengaruhi oleh niat pengguna dan manfaat yang dirasakan, namun faktor kemudahan
penggunaan tidak menjadikan tingkat penggunaan media sosial Instagram semakin sering
digunakan untuk melakukan kegiatan pemasaran produk kuliner mereka.

959 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


Pengaruh Langsung, Tak Langsung, Dan Total
Berdasarkan hasil output Lisrel yang digunakan sebagai alat analisis jalur, selain persamaan
struktural tersebut diperoleh juga koefisien pengaruh langsung dan tak langsung dari masing-
masing variabel yang terdapat dalam model penelitian. Pengaruh langsung dan tak langsung dapat
dilihat pada gambar 4. dan 5.

Sumber: Output Lisrel 8.8, 2020

Gambar 4. Pengaruh Langsung (PL) Variabel PEOU & PU terhadap BITU &
ASU

Pada bagian BETA dapat diketahui pengaruh langsung antar variabel laten endogen.
Diketahui variabel-variabel laten endogen adalah BITU dan ASU. Berdasarkan bagian BETA,
diketahui pengaruh langsung variabel laten BITU terhadap variabel laten ASU sebesar 0,54.
Pada bagian GAMMA dapat diketahui pengaruh langsung variabel laten eksogen terhadap
variabel laten endogen. Diketahui variabel-variabel laten endogen adalah BITU dan ASU,
sedangkan variabel laten eksogen adalah PEOU dan PU. Berdasarkan bagian GAMMA, diketahui
pengaruh langsung variabel laten PEOU terhadap variabel laten BITU sebesar 0,30, sedangkan
pengaruh langsung variabel PEOU pelayanan terhadap variabel laten ASU sebesar 0,03. Untuk
pengaruh langsung variabel laten PU terhadap BITU sebesar 0,60, sedangkan pengaruh langsung
variabel laten PU terhadap ASU sebesar 0,37.

Sumber: Output Lisrel 8.8, 2020

Gambar 5. Pengaruh Tak Langsung (PTL) Variabel PEOU & PU terhadap ASU

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 960


Sumber: Output Lisrel 8.8, 2020

Gambar 6. Pengaruh Total (PTO) Variabel Laten Eksogen dan Endogen

Pada gambar 4 dapat dilihat bahwa pengaruh langsung (PL) pada masing-masing variabel
PEOU dan PU terhadap BITU sama nilainya seperti Persamaan Struktural 1 yaitu 0,30
(PEOU~>BITU) dan 0,60 (PU~>BITU). Untuk nilai pengaruh langsung dari PEOU~>ASU
diperoleh koefisien pengaruh langsung (PL) sebesar 0,03 dan nilai t-value sebesar 0,31 (tidak
signifikan <1,98), sedangkan pengaruh langsung (PL) dari PU~>ASU diperoleh koefisien pengaruh
langsung sebesar 0,37 dan nilai t-value sebesar 2,78 (signifikan >1,98).
Untuk pengaruh langsung (PL) variabel BITU ~> ASU dapat dilihat pada gambar 5 yaitu
sebesar 0,54 dan pengaruhnya signifikan dengan t-value sebesar 4.58. Nilai ini sama dengan hasil
yang diperlihatkan pada persamaan struktural 2 pada gambar 5. Sedangkan untuk pengaruh tak
langsung (PTL) dari varibel PEOU ~>ASU yaitu sebesar 0,16 dan signifikan dengan t-value
sebesar 2,13 dan untuk pengaruh tak langsung (PTL) dari variabel PU ~>ASU yaitu sebesar 0,32
dan pengaruhnya signifikan dengan t-value sebesar 3, 53.
Untuk pengaruh total antara variabel eksogen dan endogen pada gambar 6 merupakan
jumlah pengaruh total (PTO) PEOU ~>ASU yaitu sebesar 0,19 namun tidak signifikan dengan t-
value sebesar 1,62 dan untuk pengaruh total (PTO) dari variabel PU ~>ASU yaitu sebesar 0,69 dan
pengaruhnya signifikan dengan t-value sebesar 5,18.
Adanya perubahan nilai signifikansi pada pengaruh tak langsung dari variabel PEOU
terhadap variabel ASU menunjukkan bahwa pengaruh variabel BITU terhadap variabel PEOU
bersifat full moderating (signifikansi meningkatkan t-value dari 0,31 menjadi 2,13) walaupun
pengaruh total nilai signifikasinya belum memenuhi kriteria minimal di 1,98. Sedangkan pada
variabel PU terhadap variabel ASU karena memiliki kondisi yang signifikan pada pengaruh
langsung (PL) maupun tak langsung (PTL) maka pengaruh variabel BITU terhadap PU bersifat
partial moderating. Partial moderating juga menunjukkan bahwa tetap ada peningkatan kontribusi
dari variabel PU terhadap ASU, yang semula koefisien pengaruhnya sebesar 0,37 menjadi 0,69.

961 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


Pengujian Hipotesis
Pengujian Hipotesis dilakukan dengan cara melalukan pengujian besar hubungan langsung
dan tidak langsung dari variabel laten PEOU, PU dan BITU terhadap ASU dalam pemanfaatan
media sosial Instagram oleh pelaku UMKM Kuliner di Provinsi Bengkulu dilakukan untuk
mengetahui apakah diagram jalur hubungan antar variabel pada struktur model teoritis memiliki
hubungan yang signifikan. Penilaian koefisien hubungan didasarkan pada besar nilai Standardized
Factor Loading (SLF), sedangkan pengujian signifikansi didasarkan pada nilai t-value yang
dihasilkan pada lintasan (jalur) yang menghubungkan variabel-variabel tersebut. Nilai estimasi dari
jalur hubungan antar variabel ini dapat dilihat dari printed output structural model pada Lisrel
seperti berikut:

Sumber: Path Diagram Lisrel 8.8, 2020


Gambar 7. Model SEM-2 dengan Estimasi Standardized Solution

Sumber: Pat Diagram Lisrel 8.8, 2020


Gambar 8. Model SEM-2 dengan Estimasi T-value
Gambar 7 dan 8 di atas menunjukkan hasil analisis Lisrel terhadap struktur model teoritis
yang menggambarkan diagram jalur hubungan antara variabel PEOU, PU dan BITU terhadap ASU
dalam pemanfaatan media sosial Instagram oleh pelaku UMKM Kuliner di Provinsi Bengkulu.
Besar koefisien hubungan antar variabel ditunjukkan oleh nilai estimasi Standardized Factor

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 962


Loading (SLF) pada lintasan yang menghubungkan variabel-variabel tersebut. Lintasan atau jalur
hubungan antar variabel dikatakan memiliki hubungan yang signifikan jika memenuhi nilai t-value
(dengan tingkat kepercayaan 95%, error 5%) ≥ 1,98. Pada output Lisrel sendiri, jalur lintasan
dikatakan signifikan jika nilai pada lintasan tersebut berwarna hitam dan dinyatakan tidak signifikan
jika nilai pada lintasan jalur berwarna merah. Penjelasan hasil uji struktur model teoritis jalur
hubungan antara variabel PEOU, PU, BITU dan ASU akan disajikan pada Tabel 4.4

Tabel 6 Pengujian Hubungan Antara PEOU, PU dan BITU terhadap ASU Berdasarkan Output
Structural Model dari Lisrel

Estimasi
No Jalur T-Value Keterangan
(SLF)
1 PEOU BITU 0, 30 2, 50 signifikan

2 PEOU ASU 0, 03 0, 31 tidak signifikan

3 PU BITU 0, 60 4, 63 signifikan

4 PU ASU 0, 37 2, 78 signifikan

5 BITU ASU 0, 54 4, 58 signifikan

6 PEOU BITU ASU 0, 19 1, 62 tidak signifikan

7 PU BITU ASU 0, 69 5, 18 signifikan

Dari Tabel di atas dapat dilihat bahwa dari terdapat 5 hubungan antar variabel yang signifikan dan 2
yang tidak signifikan. Maka hasil uji hipotesis pada penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. H1: Persepsi Kemudahan Penggunaan Yang Dirasakan (PEOU) Mempunyai Pengaruh Positif
terhadap Niat Perilaku Menggunakan Media Sosial (BITU) terbukti dengan koefisien relasi
sebesar 0,30 (30%) dan signifikan nilainya yaitu 2,50 (t-value > 1,98);
H1: Diterima
2. H2: Persepsi Manfaat Yang Dirasakan (PU) Mempunyai Pengaruh Positif terhadap Niat Perilaku
Menggunakan Media Sosial (BITU) terbukti dengan koefisien relasi sebesar 0,60 (60%) dan
signfikan nilainya yaitu 4,63 (t-value > 1,98);
H2: Diterima
3. H3: Niat Perilaku Menggunakan Media Sosial (BITU) Mempunyai Pengaruh Positif terhadap
Penggunaan Sesungguhnya Media Sosial (ASU) terbukti dengan korelasi sebesar 0,54 (54%)
dan signifikan nilainya yaitu 4,58 (t-value > 1,98);
H3: Diterima

963 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


4. H4: Persepsi Kemudahan Penggunaan Yang Dirasakan (PEOU) Mempunyai Pengaruh Positif
terhadap Penggunaan Sesungguhnya Media Sosial (ASU) memiliki koefisien relasi sebesar
0,03 (3%) namun tidak signifikan karena t-value nilainya -0,30 (absolute), (t-value < 1,98);
H4: Ditolak
5. H5: Persepsi Manfaat Yang Dirasakan (PU) Mempunyai Pengaruh Positif terhadap Penggunaan
Sesungguhnya Media Sosial (ASU) terbukti dengan koefisien relasi sebesar 0,37 (37%) dan
signifikan nilainya yaitu 2,78 (t-value > 1,98);
H5: Diterima
6. H6: Pengaruh mediasi varibel Niat Perilaku Menggunakan Media Sosial (BITU) terhadap
Persepsi Kemudahan Penggunaan Yang Dirasakan (PEOU) Dan Penggunaan Sesungguhnya
Media Sosial (ASU) terbukti memiliki pengaruh positif dengan koefisien relasi pada
pengaruh tak langsung (PTL) sebesar 0,16 (16%) dan nilai pengaruh total sebesar 0,19
(19%). Namun tidak signifikan dikarenakan nilai t-value pada pengaruh total (PTO) adalah
sebesar 1,62 (t-value <1,98). Meskipun nilai t-value pada pengaruh tak langsung (PTL)
signifikan dengan nilai t-value sebesar 2,13;
H6: Ditolak
7. H7: Pengaruh mediasi variabel Niat Perilaku Menggunakan Media Sosial (BITU) terhadap
Persepsi Manfaat Yang Dirasakan (PU) Dan Penggunaan Sesungguhnya Media Sosial
(ASU) memiliki pengaruh positif terbukti dengan koefisien relasi pada pengaruh tak
langsung sebesar 0,32 (32%) dan nilai pengaruh total sebesar 0,69 (69%). Serta signifikan
nilainya pada pengaruh tak langsung (PTL) t-value sebesar 3,53 dan pada pengaruh total
(PTO) t-value sebesar 5,18.
H7: Diterima

Implikasi Strategis
Implikasi dari penelitian terkait pemanfaatan media sosial Instagram untuk memasarkan
produk digital oleh UMKM di Provinsi Bengkulu berdasarkan kuesioner penelitian yang disebarkan
menggunakan metode snowball mengindikasikan bahwa model terapan teknologi yang terjadi pada
media sosial Instagram masih dalam proses berkembang, hal ini dapat dilihat dari sebaran
responden yang mengisi kuesioner online sebagian besar masih terpusat di Ibu Kota Provinsi, yaitu
Kota Bengkulu. Aplikasi media sosial seperti Instagram yang pada awalnya hanya berfungsi
sebagai media pertemanan dan posting foto ke sesama teman atau kerabat dekat, saat ini telah
beralih fungsi sebagai lahan pemasaran yang Penting bagi pelaku UMKM.

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 964


Bagi pelaku UMKM hal ini menunjukkan bahwa kemudahan penggunaan dan manfaat yang
dirasakan dengan adanya media sosial Intagram ini diyakini mampu untuk dapat meningkatkan
penjualan dan juga mempertahankan keberadaan bisnis mereka (komunikasi dengan konsumen).
Pemilihan media sosial Instagram sebagai aplikasi yang akan terus digunakan juga merupakan
gambaran dari dari pelaku UMKM yang memiliki keyakinan bahwa aplikasi ini layak untuk
digunakan setiap hari sebagai media pemasaran. Dan ada harapan dari pelaku UMKM bahwa
dengan terus menggunakan sarana pemasaran digital melalui media sosial Instagram ini produk
mereka akan semakin dikenal luas tidak hanya terbatas pada daerah di mana para pelaku UMKM ini
berdomisili saja namun diharapakan dapat menyentuh pasar global.
Berdasarkan hasil penelitian untuk meningkatkan aliran distribusi jasa dan produk dalam
pemanfaatan media sosial Instagram maka dapat dipaparkan beberapa strategi diantaranya:
1. Relationship marketing dimaksudkan untuk menjaga kedekatan hubungan dengan pelanggan
yang ada pada akun Instagram dengan selalu mengadakan kontak secara langsung atau tidak
langsung untuk memberikan informasi terkait produk kuliner. Salah satu cara untuk
meningkatkan relationship maerketing adalah dengan membuka akun (open account) Instagram
sehingga bisa memanfaatkan fasilitas tambahan pada Instagram for bussiness seperti fasilitas
insight dan promote.
2. Membership (Follower) marketing memberikan pelayanan ekstra bagi pelanggan yang
mengikuti akun Instagram, seperti: memberikan hadiah (gift away) untuk bagi pelaggan dengan
like dan share terbanyak, bagi pembelian banyak atau beberapa kali dalam jangka waktu
tertentu diberikan extra produk, diskon harga khusus pemesanan via Instagram dan
menyediakan fasilitas delivery order gratis bagi pelanggan setia.
3. Frequency marketing yaitu menerima tanggapan dan kecepatan respon pelayanan yang Penting
dalam menghadapi komplain pelanggan Penting itu dalam bentuk komentar pada postingan
maupun via Direct Mesagge (DM).
4. Melakukan program promosi yang bersifat fixed cost kepada pelanggan baru sehingga mereka
akan tertarik untuk terus-menerus membeli produk yang ditawarkan.

Penutup
Berdasarkan hasil penelitian dan pengolahan data penelitian tentang Analisis Pemanfaatan
Media Sosial Instagram Dalam Memasarkan Produk Kuliner Secara Digital oleh Pelaku UMKM di
Provinsi Bengkulu, maka dapat ditarik kesimpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Variabel Perceived Ease Of Use memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap Behavioral
Intention To Use. Hal ini berarti dengan karakteristik media sosial Intagram membuat pelaku

965 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


UMKM merasakan kemudahan dalam menggunakan fitur-fitur yang ada untuk mempromosikan
produk kulinernya. Sehingga kemudahan penggunaan tersebut mempengaruhi pelaku UMKM di
Provinsi Bengkulu untuk tetap menggunakan media sosial Intagram dalam memasarkan produk
kulinernya.
2. Variabel Perceived Usefulness memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap Behavioral
intention to use. Hal ini berarti manfaat media sosial seperti kesempatan untuk meningkatkan
pendapatan dan keuntungan, kemampuan untuk memperluas jangkauan, kemampuan untuk tetap
menerima pesanan tanpa harus bergantung dengan jarak dan waktu mempengaruhi pelaku
UMKM kuliner di Provinsi Bengkulu untuk tetap menggunakan media sosial dalam memasarkan
produknya.
3. Variabel Behavioral intention to use memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap
Variabel Actual Usage System. Hal ini berarti niat untuk terus menggunakan media sosial
Instagram oleh pelaku UMKM Kuliner di Provinsi Bengkulu memiliki pengaruh yang erat untuk
selalu menggunakan aplikasi Intagram untuk memasarkan produknya. Pelaku UMKM cenderung
untuk menggunakan media sosial Instagram untuk dapat menarik minat konsumen sehingga
memiliki keinginan untuk melakukan pembelian produk kuliner yang dipromosikan pada
postingan di akun media sosial Instagramnya.
4. Pengaruh langsung Variabel Perceived Ease Of Use Dan Variabel Perceived Usefulness terhadap
Variabel Actual Usage System (Y) memiliki pengaruh yang positif, hasil pengolahan data
penelitian menunjukkan bahwa pengaruh langsung variabel Perceived Usefulness lebih besar
daripada pengaruh langsung Variabel Perceived Ease Of Use artinya manfaat penggunaan media
sosial Instagram memilik pengaruh yang lebih besar dibandingkan kemudahan penggunaan
dalam penggunaan sesungguhnya media sosial Instagram.
5. Pengaruh tak langsung variabel Perceived Ease Of Use dan variabel Perceived Usefulness
terhadap Variabel Actual Usage System dengan varibel mediasi Behavioral intention to use
memiliki pengaruh yang positif. hal ini menunjukkan bahwa pengaruh tak lagsung dari variabel
laten independen eksogenus terhadap variabel dependen endogenus menerima moderasi yang
nilainya positif. Dengan demikian varibel Behavioral intention to use dalam model penelitian ini
terbukti berperan sebagai moderating variabel.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, pembahasan dan kesimpulan yang telah
diperoleh, maka saran yang dapat diberikan sebagai berikut:
1. Bagi pelaku UMKM khususnya yang menjual produk kuliner apabila belum menggunakan
media sosial Instagram disarankan untuk menggunakan aplikasi ini karena dengan pengunaan
media sosial Instagram tidak hanya dapat meningkatan pendapatan namun juga dapat

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 966


mengurangi kebutuhan dan biaya yang berkaitan dengan tempat, waktu dan jarak sehingga dapat
dengan mudah membangun komunikasi terhadap konsumen terkait produk yang dipromosikan
sehingga pemilik usaha bisa menilai sejauh mana produk mereka dapat dinikmati.
2. Bagi Pemerintah di Provinsi Bengkulu agar dapat melakukan pelatihan pembuatan dan
penggunaan media sosial Instagram bagi para pelaku UMKM tidak hanya di Ibu Kota Provinsi
namun dapat menyentuh kabupaten-kabupaten lainnya sehingga diharapkan pelaku UMKM
mampu lebih mengembangkan usahanya dengan menggunakan media sosial Instagram
3. Bagi Penelitian selanjutnya agar dapat melakukan penelitian dengan pendekatan dan
pengembangan teori TAM dengan mengkombinasikan teori-teori dari berbagai ilmu pengetahuan
lainnya dan juga dapat membandingkan penerapan TAM pada media sosial lainnya.

Referensi
Aditya, R. & Wardhana, A. (2016). Pengaruh perceived usefulness dan perceived ease of use
terhadap behavioral intention dengan pendekatan technology acceptance model TAM pada
pengguna instant messaging line di indonesia. Jurnal Siasat Bisnis, 20(1), 24-32.
Alfansi, L. (2012). Pemasaran jasa finansial. (Edisi 2). Jakarta: Salemba.
Chin, W.W. & Todd, P.A. (1995). On the use, usefulness, and ease of use of structural equation
modeling in mis research. A Note of Caution, 19(2), 237-246
Chuttur, M. (2009). Overview of the technology acceptance model: Origins, development, and
future directions. Sprouts: Working papers on Information System, 9-37. USA: Indiana
University.
Davis, F.D. (1986). Technology acceptance model for empirically testing new end-user
information systems: Theory and results. Ph.D. dissertation, Massachusetts Institute of
Technology.
Davis, F.D. (1989). Perceived usefulness, perceived ease of use, and user acceptance of
information technology. MIS Quarterfly, 13(3), 319-340.
Pavlou, P.A. (2003). Consumer acceptance of electronic commerce: Intergrating trust and risk in
the technology acceptance model. International Journal of electric commerce, 7(3), 101-34.
Sugiyono. (2010). Metode penelitian bisnis pendekatan kuantitatif, kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Venkatesh, V., Morris, M.G., Davis, G.B. & Davis, F.D. (2003). User acceptance of information
technology: Toward a unified view. 27(3), 425-478.

967 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


Pengaruh Pelayanan dengan Menggunakan Sistem Manajemen Informasi
Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan terhadap Tingkat Kepuasan dan
Kepatuhan Wajib Pajak pada Badan Keuangan Daerah Kabupaten Bengkulu
Tengah

Febriansyah1), Kamaludin2), Paulus S. Kananlua3)


Mahasiswa PS Magister Manajemen, Universitas Bengkulu1)
Dosen PS Magister Manajemen, Universitas Bengkulu2),3)

Abstract. The purpose of this research is to find (1) effect of services using the tax object
information management system of land and building tax on taxpayer satisfaction, (2) effect of
services using the tax object information management system of land and building tax on taxpayer
obedience, and (3) effect of satisfaction to taxpayer obedience. This research ware conducted with a
quantitative approach, respondents are 100 taxpayers in Central Bengkulu Regency. Data collection
using questionnaire with google form and distributed online through social media, while data
analysis using a simple linear regression model. The results showed the service using the tax object
information management system of land and building tax positive effect on taxpayers satisfaction.
That means, the more quality of tax services using the tax object information management system
of land and building tax, the taxpayers will be more satisfied. Services using the tax object
information management system of land and building tax positive effect on taxpayer obedience. This
means, the more quality the tax service, the more taxpayer obedience. Taxpayer satisfaction positive
effect on taxpayer obedience. This means, the higher of taxpayers satisfaction, the more taxpayer
obedience. The research findings will have implications for service, satisfaction and compliance.
Therefore, adequate tools in mass printing, for example in the form of printers that are in accordance
with the standards of the Director General of Taxes, must be improved. Additional applications that
can map the position of taxpayers, must be held and improving the quality of human resources to
support the tax information system that continues to grow, is a must.

Keywords: Taxpayer Satisfaction, Taxpayer Obedience

Pendahuluan
Pajak merupakan salah satu sumber pembiayaan pembangunan nasional negara dalam rangka
peningkatan kesejahteraan masyarakat meski masih banyak orang pribadi atau badan meyakini bahwa
pajak merupakan suatu beban yang berat dan harus dihindarkan oleh banyak orang pribadi maupun
badan. Banyaknya yang beranggapan pajak harus dihindarkan karena masih banyak yang kurang
memahami dan mengetahui manfaat dari pajak. Berkaitan dengan hal tersebut pentingnya
pengelolaan pajak dan sosialisasi mengenai pajak yang menjadi prioritas bagi pemerintah. Banyak
pajak yang dilakukan pemerintah pusat untuk pendapatan negara tetapi masih sedikit pula pendapatan
bagi daerah. Oleh sebab itu, pada tahun 2009 kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah bahwa
adanya pengalihan pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) dan
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang sebelumnya merupakan pendapatan
bagi pajak pusat dialihkan ke pajak daerah (www.pajak.go.id).

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 968


Kebijakan untuk PBB-P2 yang berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah salah satu kebijakan pemerintah yang merupakan tanggungjawab
bagi pajak daerah supaya dapat dikelola oleh daerah lebih baik lagi. Pemerintah memberikan
keputusan ini supaya pemerintah daerah dapat berkembang dan mengawasi pemasukan dan
pengeluaran terhadap pajak, memberikan kewenangan dalam menentukan tarif pajak daerah pada
akhirnya menambah sumber PAD yang berasal dari pajak daerah.
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) merupakan salah satu jenis
pajak yang objeknya bumi dan bangunan dan wajib pajaknya orang atau badan yang memiliki,
menguasai atau mengambil manfaat atas bumi dan bangunan. Oleh karena itu, jumlah objek dan wajib
pajak PBB-P2 sangat banyak dan tersebar di seluruh wilayah. Wewenang penagihan telah diserahkan
kepada pemerintah daerah dalam hal ini aparatur desa/kelurahan untuk melaksanakan penagihan
PBB-P2 (Aprianty & Lambey, 2016).
Pemerintah dalam hal ini Menteri Keuangan dan Dirjen Pajak melakukan kebijakan dengan
menerapkan sistem administrasi perpajakan modern PBB-P2 yaitu dengan menggunakan Sistem
Manajemen Informasi Objek Pajak (SISMIOP). Tujuan SISMIOP berdasarkan Keputusan Direktorat
Jenderal Pajak No. KEP- 533/PJ/2000 adalah untuk membangun atau memelihara basis data (melalui
pendaftaran, penyelesaian data, dan penilaian) menggunakan komputer yang berfungsi untuk
membuat basis data yang akurat dan terkini dengan mengintegrasikan semua kegiatan administrasi
PBB di satu tempat, sehingga implementasinya dapat memiliki lebih banyak kesesuaian, lebih
sederhana, lebih cepat, dan lebih efisien. Oleh karena itu, diharapkan dapat membuat pengenaan
pajak lebih adil dan setara, meningkatkan potensi realisasi atau ketentuan utama, meningkatkan
kepatuhan administrasi, meningkatkan pendapatan PBB, dan memberikan layanan yang lebih baik
kepada wajib pajak. Penting untuk memiliki pemeliharaan basis data yang baik untuk menjaga
akurasi data subjek dan objek pajak sehingga relevan, tepat waktu, akuntabel, dan terbaru (Sekarsari
et al., 2017).
Aplikasi SISMIOP diharapkan dapat mengintegrasikan secara menyeluruh aspek-aspek tersebut di
atas, karena pengelolaan PBB merupakan suatu sistem pengenaan pajak yang ruwet dan kompleks,
dengan banyaknya komponen berbeda serta memiliki fungsi dan tugas yang berbeda pula, masing-
masing dengan kepentingan dan sasaran operasionalnya sendiri-sendiri seperti: melayani semua
kebutuhan organisasi secara cepat, tepat dan akurat serta handal. Mulai dari data tersebut dimasukkan
diolah, sampai dihasilkan keluaran serta monitoring terhadap hasil keluaran tersebut, baik itu SPPT
yang dikeluarkan terhadap pembayaran PBB nya maupun tunggakan yang masih harus ditagih. Akan
tetapi sasaran keseluruhan pengelolaan PBB adalah meminimalkan biaya operasional untuk
meningkatkan penerimaan PBB.

969 | olume 3 | Number 5 | Agustus 2020


Berbeda pada PBB yang dilakukan secara manual maka akan terasa lambatnya proses
produksi alat administrasi penagihannya. Di samping itu, pengelolaan administrasi PBB secara
manual terdapat banyak kemungkinan adanya data dan informasi yang telah dikumpulkan sering tidak
siap saji pada saat yang diperlukan, penyebabnya bisa karena adanya sistem penyimpanan yang belum
sistematis, akurasi data yang tidak memadai, data yang tidak mutakhir, keterlambatan penyampaian
SPPT, sulit untuk melakukan pengawasan pembayaran PBB serta lambatnya pelayanan terhadap
berbagai kebutuhan wajib pajak yang pada akhirnya menimbulkan konflik PBB.
Kabupaten Bengkulu Tengah sebagai objek penelitian telah menerapkan SISMIOP. Berikut
disajikan data target dan realisasi PBB-P2 Kabupaten Bengkulu Tengah pada tahun 2014-2018.

Tabel 1. Data Target dan Realisasi PBB-P2 Kabupaten Bengkulu Tengah


Tahun 2014-2018

Tahun Objek Target (Rp) Realisasi (Rp) Persentase


Pajak (%)
2014 36.706 1.500.000.000 1.552.295.220 101,5
2015 37.322 1.600.000.000 1.753.015.000 109,6
2016 38.245 1.700.000.000 2.222.460.000 130,7
2017 38.095 1.900.000.000 2.170.063.000 114,2
2018 40.173 2.100.000.000 2.178.023.000 103,7
Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Kab Bengkulu Tengah, 2019

Tabel 1 dapat dilihat persentase realisasi penerimaan PBB-P2 Kabupaten Bengkulu Tengah
pada tahun 2014 sebesar 101,5%, tahun 2015 sebesar 109,6% dan tahun 2016 meningkat signifikan
menjadi 130,7%. Namun, pada tahun 2017 terjadi penurunan realisasi penerimaan dari tahun
sebelumnya menjadi 114,2% dan penurunan signifikan terjadi pada tahun 2018 sebesar 103,7%.
Pelayanan pajak bumi dan bangunan dengan menggunakan SISMIOP diharapkan dapat
meningkatkan kepuasan dan kepatuhan wajib pajak.
Fenomena pelayanan PBB di Kabupaten Bengkulu Tengah bahwa pertama, sifat wajib pajak
yang ingin membayar pajak serendah mungkin dan jika mungkin wajib pajak ingin menghindari
pembayaran pajak. Kedua, wajib pajak merasa bahwa NJOP yang ditentukan tidak akurat karena
wajib pajak masih menemukan kesalahan dalam penilaian fiskal atau informasi terbatas mengenai
penentuan pajak yang telah menciptakan persepsi kepada para wajib pajak yang nilai propertinya
lebih rendah daripada NJOP yang ditentukan. Adanya permasalahan ini tentu dapat mengurangi
kepuasan dan kepatuhan wajib pajak di Kabupaten Bengkulu Tengah. Sebagaimana dinyatakan
Aggelidis dan Chatzoglou (2012) bahwa kepuasan pengguna adalah salah satu penentu paling penting
dari keberhasilan suatu sistem informasi Oleh karena itu, orientasi terhadap kebutuhan dan harapan
pengguna adalah bagian wajib dari pengembangan sistem dan evaluasi kepuasan pengguna adalah

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 970


fase wajib setelah penerapan sistem informasi. Banyak peneliti telah mengakui kepuasan pengguna
sebagai penentu penting keberhasilan layanan sistem informasi dan telah mengembangkan berbagai
teori dan model untuk menguji dan membuktikan ini. Di antara mereka, model DeLone dan McLean
(2003) sangat terkenal dan menggabungkan kualitas informasi, kualitas sistem, penggunaan sistem,
dan kepuasan pengguna.
Permatasari dan Fajriana (2010) mendapatkan bahwa pelayanan dengan menggunakan
SISMIOP pajak bumi dan bangunan (PBB-P2) signifikan terhadap tingkat kepuasan wajib pajak.
Kadadia et al., (2016) menemukan bahwa penerapan SISMIOP merupakan sarana untuk
meningkatkan pelayanan kepada wajib pajak, dengan adanya SIMIOP yang terintegrasi dengan
sistem komputer dapat mempermudah dan mempercepat proses permohonan yang diajukan wajib
pajak. Dengan adanya SIMIOP data objek pajak dapat diperbaharui sehingga data menjadi up to date
dan akurat.
Sistem manajemen informasi objek pajak (SISMIOP) sebagai administrasi perpajakan
modern diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Frankfurt (2011) menyatakan bahwa
kepatuhan wajib pajak adalah kegiatan sukarela, dan sejauh mana sistem pajak bekerja dipengaruhi
oleh pengetahuan wajib pajak bahwa tanggung jawab moral dan hukum mereka untuk membayar
pajak mereka. Mayoritas individu mematuhi undang-undang perpajakan, namun kesenjangan pajak
telah meningkat secara signifikan dari waktu ke waktu bagi wajib pajak orang pribadi. Oleh karena
itu, masalah ketidakpatuhan menjadi masalah utama dalam perpajakan.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk malukakn pengujian pelayanan
dengan menggunakan SISMIOP PBB-P2 serta ingin mengetahui apakah: Pelayanan dengan
menggunakan SISMIOP PBB-P2 berpengaruh terhadap tingkat kepuasan wajib pajak, kepatuhan
wajib pajak dan Apakah tingkat kepuasan wajib pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak.

Tinjauan Pustaka
Theory of Planned Behavior (TPB)
TPB adalah perpanjangan dari TRA. Teori ini diperkenalkan oleh Ajzen (1991). Seperti yang
juga dikemukakan oleh TRA, variabel fokus dalam TPB adalah niat orang tersebut untuk melakukan
perilaku tertentu. Niat menunjukkan keinginan untuk mencoba dan mewakili berapa banyak upaya
yang orang bersedia lakukan dalam melakukan perilaku. Mirip dengan TRA, TPB juga berpendapat
bahwa sikap terhadap perilaku dan norma subyektif sebagai penentu niat. TPB menambahkan faktor
kontrol perilaku yang dirasakan sebagai penentu niat perilaku. Ajzen (1991) mendefinisikan kontrol
perilaku yang dipersepsikan sebagai persepsi orang tentang kemudahan atau kesulitan melakukan
perilaku yang menarik (Bandura, 1977). TPB menyatakan bahwa perilaku seseorang dipengaruhi oleh

971 | olume 3 | Number 5 | Agustus 2020


kepercayaan dirinya pada kemampuan mereka untuk melakukan itu (yaitu, dengan kontrol perilaku
yang dirasakan). Selain itu, TPB mempertimbangkan variabel self-efficacy atau kontrol perilaku yang
dirasakan dalam kerangka kerja yang lebih umum dari hubungan antara variabel lain, keyakinan,
sikap, niat, dan perilaku.
Ajzen (1991) berpendapat bahwa meskipun kontrol perilaku yang dirasakan adalah titik kunci
dalam TPB, itu hanya dapat dicapai jika perilaku berada di bawah kontrol kehendak atau ketika
individu memiliki kebebasan untuk memilih apakah akan melakukan perilaku atau tidak. Bahkan,
kinerja sebagian besar perilaku melibatkan beberapa elemen faktor non-motivasi, sehingga “kontrol
perilaku yang dirasakan” dan “kontrol aktual” tidak sama.

Gambar 1. Theory of Planned Behavior

TPB telah banyak digunakan untuk menyelidiki perilaku di banyak bidang. TPB telah
digunakan oleh para peneliti salam perilaku adopsi teknologi informasi, seperti Mathieson (1991), de
Guinea dan Markus (2009), Bulguru et al., (2010), serta Lee dan Rao (2012). TPB juga telah diuraikan
dan diperpanjang oleh Taylor dan Todd (1995b) dan Pavlou dan Fygenson (2006). Bobek dan
Hatfield (2003); Hanno dan Violette (1996) memanfaatkan teori Planned Behavior untuk
menjelaskan kepatuhan wajib pajak dengan temuan bahwa sikap terhadap ketidakpatuhan pajak
berpengaruh secara signifikan terhadap niat ketidakpatuhan pajak. Sehingga dalam penelitian ini, teori
Planned Behavior relevan untuk menjelaskan perilaku wajib pajak dalam memenuhi kewajiban
pajaknya.

IS/Educational Technology Success Models


Ukuran keberhasilan IS tidak sepenuhnya jelas atau tidak didefinisikan dengan pasti karena
konsep sukses IS yang kompleks, saling tergantung dan multi- dimensi yang dapat dinilai pada
berbagai tingkatan. Untuk menjawab pertanyaan ini DeLone dan McLean (1992) secara
komprehensif mengkaji penelitian berbagai ukuran keberhasilan IS, mengidentifikasi enam kategori

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 972


variabel kesuksesan IS serta mengusulkan model awal ukuran keberhasilan IS. Tinjauan
komprehensif DeLone dan McLean (1992) tentang berbagai ukuran keberhasilan IS diakhiri dengan
model keterkaitan antara enam kategori variabel keberhasilan IS: kualitas sistem, kualitas informasi,
penggunaan SI, kepuasan pengguna, dampak individu dan dampak organisasi. Model ini membuat
dua kontribusi penting untuk memahami kesuksesan IS. Pertama, ini menyediakan skema untuk
mengategorikan banyak langkah-langkah keberhasilan IS yang telah digunakan dalam literatur;
kedua, ini menyarankan model saling ketergantungan temporal dan kausal antara kategori (McGill et
al., 2003; Seddon, 1997).
Setelah publikasi model sukses IS DeLone dan McLean (1992), para peneliti mulai
mengusulkan modifikasi (mis. McGill et al., 2003; Rai et al., 2002; Seddon, 1997). Sebagai contoh,
Seddon (1997) mengemukakan bahwa dimasukkannya penjelasan proses dan kausal dalam model
DeLone dan McLean (1992) mengarah pada begitu banyak makna yang berpotensi membingungkan
sehingga nilai model berkurang. Seddon (1997) mengidentifikasi tiga model berbeda yang berbaur
dalam model DeLone dan McLean (1992), masing-masing mencerminkan interpretasi yang berbeda
dari penggunaan IS. Model pertama adalah model proses keberhasilan IS yang menggambarkan
urutan peristiwa yang
berkaitan dengan IS; model kedua adalah representasi dari perilaku yang bermanifestasi sebagai hasil
dari kesuksesan IS; dan yang ketiga adalah model varian keberhasilan IS.
DeLone dan McLean (2003) setuju dengan premis Seddon bahwa kombinasi variasi dan
penjelasan proses kesuksesan IS dalam satu model dapat membingungkan, tetapi berpendapat bahwa
Seddon merumuskan kembali model mereka menjadi dua model varians parsial (yaitu model sukses
IS dan model perilaku parsial) penggunaan IS terlalu merumitkan model keberhasilan dan
mengalahkan maksud model asli, sehingga DeLone dan McLean (2003) menyajikan model
keberhasilan IS yang diperbarui dengan: pertama, menggunakan penggunaan sistem atau sebagai
alternatif "niat untuk menggunakan" sebagai ukuran penting keberhasilan IS untuk mengadaptasi
model mereka ke konteks penggunaan baik secara sukarela maupun non-sukarela; kedua,
menambahkan ukuran kualitas layanan sebagai dimensi baru dari model keberhasilan IS; dan ketiga,
mengelompokkan semua ukuran dampak ke dalam satu dampak atau kategori manfaat yang disebut
“manfaat bersih”.
Model kesuksesan IS DeLone dan McLean (2003) menekankan bahwa kesuksesan IS adalah
konstruksi multidimensi dan interdependen, sehingga diperlukan untuk meneliti hubungan timbal
balik antara variabel-variabel keberhasilan IS. Selain itu, DeLone dan McLean (2003) menyarankan
bahwa model keberhasilan IS mereka yang diperbarui dapat disesuaikan dengan tantangan
pengukuran dunia internet baru. Studi ini mencoba mengembangkan model untuk menilai

973 | olume 3 | Number 5 | Agustus 2020


keberhasilan sistem informasi pajak bumi dan bangunan berdasarkan model DeLone dan McLean
(2003), yaitu kualitas sistem, kualitas informasi dan kualitas pelayanan.

Pajak
Pajak adalah kontribusi wajib terhadap pendapatan negara yang dipungut oleh pemerintah atas
pendapatan wajib pajak dan keuntungan bisnis atau nilai tambah untuk biaya beberapa barang, jasa,
dan transaksi. Berdasarkan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat
1, pajak didefinisikan sebagai kontribusi wajib bagi negara yang dibayarkan oleh perorangan atau
badan hukum yang dapat ditegakkan berdasarkan Undang-Undang, tanpa mendapatkan manfaat
langsung dan digunakan oleh Negara untuk keuntungan dan kesejahteraan maksimum rakyat.
Menurut Rochmat Soemitro, pajak adalah iuran orang-orang ke kas negara di bawah hukum (yang
dapat ditegakkan) tanpa mendapatkan layanan timbal balik yang dapat ditunjukkan secara langsung
dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi ini kemudian dikoreksi sebagai: Pajak
adalah transisi kekayaan dari rakyat ke kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya
digunakan untuk tabungan publik yang menjadi sumber utama untuk membiayai investasi publik.
Menurut Edwin R.A Seligmen dalam Essays in Taxation, pajak adalah kontribusi wajib dari orang
tersebut, kepada pemerintah untuk membiayai pengeluaran yang terjadi untuk kepentingan bersama
semua, tanpa merujuk pada manfaat khusus yang diberikan.
Definisi lain yang diberikan oleh Ray M. Sommerfeld, M. Herschel Anderson, & Horace R
Brock, menurut mereka pajak adalah transfer sumber daya dari sektor swasta ke sektor pemerintah,
yang bukan merupakan hasil dari pelanggaran hukum, tetapi harus dilakukan. Berdasarkan ketentuan
sebelumnya, tanpa memperoleh secara langsung dan proporsional, pemerintah dapat melaksanakan
tugasnya dalam menjalankan pemerintahan. Philip E. Taylor, dalam The Economic of Public Finance,
mendefinisikan pajak sebagai kontribusi wajib dari orang tersebut, kepada pemerintah untuk
membiayai pengeluaran yang terjadi untuk kepentingan bersama semua orang, dengan sedikit
referensi untuk manfaat khusus yang diberikan. Pajak didefinisikan oleh Hugh Dalton, sebagai
kontribusi wajib yang diberlakukan oleh otoritas publik, terlepas dari jumlah tepat layanan yang
diberikan kepada pembayar pajak sebagai imbalan, dan tidak dikenakan sebagai penalti atas
pelanggaran hukum apa pun.
Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa ada lima unsur utama pajak sebagai berikut:
1. Iuran masyarakat kepada negara;
2. Di bawah Undang-Undang (yang dapat ditegakkan) dalam arti bahwa meskipun Negara
memiliki hak untuk memungut pajak, tetapi implementasinya harus mendapatkan persetujuan
rakyat melalui undang-undang; Tanpa adanya timbal balik (pencapaian) dari Negara yang

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 974


dapat secara langsung ditentukan dalam arti bahwa kinerja yang diberikan oleh Negara kepada
rakyatnya tidak dapat dikaitkan secara langsung dengan jumlah pajak yang dibayarkan;
3. Membiayai biaya pemerintah umum.
4. Pajak berfungsi sebagai sumber keuangan negara (budgetair) tetapi pajak sebenarnya juga
memiliki fungsi yang lebih luas (regulerend) dalam arti bahwa pajak dapat digunakan sebagai
alat untuk mengelola atau menerapkan kebijakan negara di bidang ekonomi dan sosial.
5. Fungsi selanjutnya, pajak digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu yang
berlokasi di luar bidang keuangan, seperti untuk mengundang investasi modal dari dalam
negeri atau luar negeri. Pemerintah daerah dapat menyediakan beberapa kemudahan fasilitas
pajak kepada para investor. Kemudahan atau fasilitas pajak karenanya akan memberikan daya
tarik bagi investor untuk menanamkan modalnya di bidang ini (Zuraida, 2012).

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)


Literatur tentang pajak bumi dan bangunan mencakup dua konsep yang berbeda. Salah
satunya adalah pandangan pajak manfaat, dalam kerangka yang ada analisis manfaat yang
menguntungkan pemilik properti melalui sistem pajak kekayaan. Teori yang mendekati konsep pajak
bumi dan bangunan sebagai pajak atas manfaat dikembangkan oleh Hamilton. Teori lainnya
pandangan pajak baru, yang mengklaim bahwa pajak bumi dan bangunan adalah pajak modal yang
terdiversifikasi, mendistorsi alokasi modal di yurisdiksi lokal. Itu diturunkan oleh
Mieszkowski dan Aaron, dan selanjutnya dielaborasi oleh Zodrow dan Mieszkowski (Fisher,
1996).
Pajak bumi dan bangunan merupakan elemen karakteristik dari sistem kontemporer dari
pendapatan pemerintah daerah. Posisi dan signifikansi fiskalnya berbeda di negara-negara Eropa,
yang dihasilkan dari banyak faktor, misalnya:
1. Perbedaan persepsi tentang ruang lingkup operasional pemerintah daerah (pembatasan tugas
di bidang utilitas publik atau juga dukungan untuk pembangunan sosial dan ekonomi melalui
dampak terhadap lingkungan),
2. Kelompok pajak daerah yang beragam (ada dua model yang mendominasi di mana pajak
daerah yang paling penting adalah pajak bumi dan bangunan atau pajak penghasilan daerah),
3. Sistem perpajakan bumi dan bangunan yang beragam (sistem berdasarkan nilai properti yang
terdaftar di kadaster properti dan sistem di mana area properti berfungsi sebagai basis pajak),
4. Masalah praktis yang berhubungan dengan pajak bumi dan bangunan (basis pajak, manajemen
pajak yang salah).
Pajak bumi dan bangunan mencakup berbagai jenis pungutan, misalnya pajak reguler untuk

975 | olume 3 | Number 5 | Agustus 2020


properti dan pajak transaksi. Yang pertama biasanya mengambil bentuk pembayaran tahunan oleh
pemilik atau pengguna properti. Jumlah yang jatuh tempo tergantung pada ukuran nilai properti yang
diadopsi yang ditetapkan pada saat tertentu dan diperbarui secara berkala. Dan pajak transaksi
dihitung dalam kasus penjualan properti atau transfer kepemilikan dari berbagai jenis. Terlepas dari
fitur umum tertentu, penerapan pajak reguler dan transaksi mengarah ke efek ekonomi dan sosial yang
berbeda (Radvan, 2019).

Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak (SISMIOP)


Sekarsari et al. (2017) menyatakan bahwa SISMIOP adalah suatu sistem yang diuraikan untuk
memproses informasi atau data objek dan subjek PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) dengan
menggunakan komputer mulai dari pengumpulan data (melalui pendaftaran, penyelesaian data, dan
penilaian), ketentuan identifikasi wajib pajak yaitu NOP (Nomor Objek Pajak), pengulangan data,
pemeliharaan basis data, pencetakan keluaran (seperti SPPT, STTS, DHKP, dan lain-lain),
pengawasan pendapatan dan implementasi penagihan pajak, hingga layanan kepada wajib pajak
melalui One Stop Service.

Keberhasilan Sistem Informasi (IS success)


Keberhasilan IS dan determinannya telah dianggap penting untuk bidang IS (Ahmad, et al.,
2013; DeLone & McLean, 1992, 2003; Hategekimana & Trant, 2002; Ruttan, 1996; Willis, 2007).
Para peneliti telah mengukur keberhasilan IS pada tingkat yang berbeda, termasuk tingkat teknis,
tingkat semantik, dan tingkat efektivitas (Carter et al., 2011). Selanjutnya, Carter et al., (2011)
mendefinisikan tingkat teknis sebagai akurasi dan efisiensi sistem yang menghasilkan informasi,
tingkat semantik sebagai keberhasilan informasi dalam menyampaikan makna yang dimaksudkan, dan
tingkat efektivitas sebagai efek dari informasi pada penerima. Dengan mengadaptasi teori
komunikasi, Mason (1978) memberi label tingkat efektivitas sebagai tingkat pengaruh. IS
menciptakan informasi yang dikomunikasikan kepada penerima yang kemudian dipengaruhi oleh
informasi tersebut. Informasi dalam pengertian ini, mengalir melalui serangkaian tahapan dari
produksinya melalui penggunaan atau konsumsinya hingga pengaruhnya terhadap kinerja individu
atau organisasi. Selanjutnya, Mason (1978) mengemukakan bahwa mungkin perlu ada langkah-
langkah keberhasilan yang terpisah untuk masing- masing tingkat informasi.
Berdasarkan studi sebelumnya pada kesuksesan IS, DeLone dan McLean (1992)
mengembangkan model, yang dikenal sebagai DeLone dan McLean IS Success (Model D&M).
Seperti yang digambarkan oleh Gambar 2.2, kualitas sistem dan kualitas informasi secara individual
serta secara bersama-sama mempengaruhi penggunaan dan kepuasan pengguna. Selanjutnya, jumlah

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 976


penggunaan akan mempengaruhi tingkat kepuasan pengguna, serta sebaliknya. Penggunaan dan
kepuasan pengguna adalah anteseden dari dampak individual, yang akhirnya memengaruhi dampak
organisasi.

Gambar 2. D&M IS Success Model, Sumber: DeLone dan McLean (1992)

Model ini telah divalidasi dan diuji oleh ratusan penelitian, kritik dan saran DeLone dan
McLean kemudian memperbarui model pada tahun 2003 untuk mengembangkan model yang lebih
pelit. Model yang diperbarui diilustrasikan pada Gambar 2. Tidak seperti model sebelumnya, dalam
model yang diperbarui, kualitas memiliki tiga dimensi, yaitu kualitas informasi, kualitas sistem, dan
kualitas layanan. Selanjutnya, model yang diperbarui membedakan antara niat ntuk digunakan
sebagai sikap dan digunakan sebagai perilaku. Namun, DeLone dan McLean (2003) mengakui bahwa
banyak peneliti dapat memilih untuk tetap menggunakan, karena hubungan antara sikap dan perilaku
sulit untuk diukur. Seperti juga yang diperdebatkan dalam model sebelumnya, penggunaan dan
kepuasan pengguna saling terkait erat, pengalaman positif dengan penggunaan akan mengarah pada
kepuasan pengguna yang lebih besar dalam arti kausal. Akhirnya, sebagai hasil dari penggunaan dan
kepuasan pengguna ini, keuntungan bersih tertentu akan terjadi.

Gambar 3. Updated D&M IS Success Model. Sumber: DeLone and McLean (2003)

D&M IS Success Model bukan satu-satunya model untuk mengukur kesuksesan IS.
Hategekimana dan Trant (2002), misalnya, mengusulkan respecifikasi yang terkenal dari Model D&M

977 | olume 3 | Number 5 | Agustus 2020


IS. Namun, berdasarkan perbandingan antara Model D&M dan Model Seddon (1997), Model D&M
berdiri dengan cukup baik dan mengungguli Model Seddon. Oleh karena itu, penelitian ini
mengadopsi Model D&M.
Berdasarkan The Update D & M IS Success Model dari DeLone dan McLean (2003), suatu
sistem yang berkualitas dilihat dari tiga aspek yaitu :
1. Kualitas Sistem
Kualitas sistem berarti kualitas dari kombinasi hardware dan software dalam sistem
informasi. Fokusnya adalah performa dari sistem, merujuk pada seberapa baik kemampuan
perangkat keras, perangkat lunak, kebijakan, prosedur dari sistem informasi dapat
menyediakan informasi kebutuhan pengguna.
2. Kualitas Informasi
Kualitas Informasi merujuk pada output dari sistem informasi, menyangkut nilai, manfaat,
relevansi, dan urgensi dari informasi. Suatu informasi yang diinginkan oleh pengguna adalah
data yang dikeluarkan oleh sistem mudah untuk dipahami dan jelas. Bukan hanya diinginkan
oleh pengguna saja melainkan dari wajib pajak, data yang dihasilkan dari sistem berupa data
yang akurat serta informasi yang jelas dan mudah dipahami.
3. Kualitas Pelayanan
Kualitas dukungan yang diterima pengguna sistem dari departemen sistem informasi dan
dukungan personil IT. Kualitas pelayanan dilihat dari cara kerja pengguna yang mampu dan
cepat tangap dalam menangani wajib pajak. Selain itu, pengguna harus memahami sistem
tersebut sehingga proses dalam penyelesaian dapat dilakukan dengan cepat dan tepat waktu.
PBB-P2 termasuk ke dalam kualitas pelayanan karena sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh peneliti bahwa peran pelayanan bukan hanya memberikan pelayanannya
dengan baik saja namun harus dapat menguasai semuanya, khususnya dalam pengelola
SISMIOP PBB-P2

Tingkat Kepuasan Wajib Pajak


Berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor:
KEP/25/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit
Pelayanan Instansi Pemerintah, Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) adalah data dan informasi
tentang tingkat kepuasan masyarakat yang diperoleh dari hasil pengukuran secara kuantitatif dan
kualitatif atas pendapat masyarakat dalam memperoleh pelayanan dari aparatur penyelenggara
pelayanan publik dengan membandingkan antara harapan dan kebutuhannya. Berdasarkan Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 978


(PROPENAS), salah satu kegiatan dalam upaya meningkatkan pelayanan publik adalah menyusun
Indeks Kepuasan Masyarakat sebagai tolak ukur terhadap optimalisasi kinerja pelayanan publik oleh
aparatur pemerintah kepada masyarakat.
Sesuai tujuan penelitian ini, Peneliti mengacu pada peraturan terbaru Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 14 tahun 2017 tentang pedoman penyusunan survei
kepuasan masyarakat unit penyelenggara pelayanan publik sebagai berikut:
1. Persyaratan
Persyaratan adalah syarat yang harus dipenuhi dalam pengurusan suatu jenis pelayanan, baik
persyaratan teknis maupun administratif.
2. Sistem, Mekanisme, dan Prosedur
Prosedur adalah tata cara pelayanan yang dibakukan bagi pemberi dan penerima pelayanan,
termasuk pengaduan.
3. Waktu Penyelesaian
Waktu Penyelesaian adalah jangka waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan seluruh proses
pelayanan dari setiap jenis pelayanan.
4. Biaya/Tarif
Biaya/Tarif adalah ongkos yang dikenakan kepada penerima layanan dalam mengurus
dan/atau memperoleh pelayanan dari penyelenggara yang besarnya ditetapkan berdasarkan
kesepakatan antara penyelenggara dan masyarakat.
5. Produk Spesifikasi Jenis Pelayanan
Produk spesifikasi jenis pelayanan adalah hasil pelayanan yang diberikan dan diterima sesuai
dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Produk pelayanan ini merupakan hasil dari setiap
spesifikasi jenis pelayanan.
6. Kompetensi Pelaksana
Kompetensi Pelaksana adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh pelaksana meliputi
pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan pengalaman.
7. Perilaku Pelaksana
Perilaku Pelaksana adalah sikap petugas dalam memberikan pelayanan.
8. Penanganan Pengaduan, Saran dan Masukan
Penanganan pengaduan, saran dan masukan, adalah tata cara pelaksanaan penanganan
pengaduan dan tindak lanjut.
9. Sarana dan prasarana
Sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat dalam mencapai maksud dan
tujuan. Prasarana adalah segala sesuatu yang merupakan penunjang utama terselenggaranya

979 | olume 3 | Number 5 | Agustus 2020


suatu proses (usaha, pembangunan, proyek, sarana). digunakan untuk benda yang bergerak
(komputer, mesin) dan prasarana untuk benda yang tidak bergerak (gedung).
Pada unsur keempat (biaya/tarif) menurut peraturan ini dapat diganti dengan bentuk pertanyaan
lain, jika dalam suatu peraturan perundangan biaya tidak dibebankan kepada penerima layanan
(konsumen). Contoh: pembuatan KTP, biaya oleh UU dinyatakan gratis. Sedangkan unsur 6
(Kompetensi Pelaksana) dan unsur 7 (Perilaku Pelaksana), dapat diganti dengan bentuk pertanyaan
lain, jika jenis layanan yang akan disurvei berbasis website.

Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak


Tidak ada definisi standar kepatuhan pajak (Fischer et al., 1992). Dua aspek kepatuhan pajak
adalah kepatuhan administratif dan kepatuhan teknis (Centre for Tax Policy and Administration of the
Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), 2001).
Kepatuhan administratif mencakup kepatuhan terhadap peraturan administrasi pengembalian
pajak dan membayar pajak tepat waktu, sementara kepatuhan teknis berkaitan dengan perhitungan
dan pembayaran pajak berdasarkan persyaratan teknis ketentuan undang-undang perpajakan.
Tiga dimensi kepatuhan pajak mencakup pengarsipan, pelaporan, dan pembayaran
(Kamleitner et al., 2012). Kepatuhan pengajuan mengacu pada pengajuan tepat waktu dari formulir
pengembalian pajak; kepatuhan pelaporan berkaitan dengan pelaporan pendapatan dan kewajiban
pajak yang akurat; dan terakhir, kepatuhan pembayaran dikaitkan dengan pembayaran tepat waktu
dari semua kewajiban pajak. Semua dalam semua, kepatuhan pajak dapat dianggap sebagai sejauh
mana wajib pajak mematuhi undang-undang perpajakan (James & Alley, 2004). James dan Alley
lebih lanjut menyatakan bahwa kepatuhan mengacu pada perilaku sukarela. Oleh karena itu, mereka
mendefinisikan kepatuhan pajak sebagai tingkat kepatuhan terhadap undang-undang dan administrasi
pajak tanpa penerapan kegiatan penegakan hukum apa pun.
Didefinisikan secara luas ketidakpatuhan pajak merupakan penghindaran pajak dan
penggelapan pajak (James & Alley, 2004). Kriteria berbeda mereka terletak pada legalitasnya.
Penghindaran pajak melibatkan meminimalkan atau menghilangkan kewajiban pajak dalam ruang
lingkup hukum. Di sisi lain, penggelapan pajak melibatkan upaya untuk meminimalkan atau
sepenuhnya menghilangkan kewajiban pajak dengan cara ilegal (Singh, 2005) dengan melanggar
undang-undang perpajakan.
Penghindaran pajak adalah legal, penggelapan pajak tidak. Meskipun demikian, keduanya
melibatkan manipulasi cara untuk mengurangi kewajiban pajak, tetapi penghindaran pajak
menggunakan tindakan hukum sedangkan penggelapan pajak menggunakan tindakan ilegal.
Penghindaran pajak biasanya dilakukan dengan analisis yang cerdas dan pilihan alternatif dengan

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 980


dampak pajak yang lebih sedikit dan dengan memanfaatkan kesalahan dan celah dalam undang-
undang perpajakan yang ada (Singh, 2005). Ini melibatkan penggunaan efektif dari kebijakan fiskal
yang sah dan kekurangan teknis dan ambiguitas dalam undang- undang perpajakan, yang
menghasilkan penghapusan kewajiban pajak secara permanen atau penundaannya (Singh, 2001).
Skema penghindaran pajak yang umum mencakup berbagai strategi perencanaan pajak seperti
memanfaatkan berbagai pengurangan dan pembebasan pajak, mengelola pengeluaran modal untuk
mendapatkan tunjangan modal maksimum, menyusun transaksi sehingga tanda terima pendapatan
muncul sebagai modal, pengaturan harga transfer, belanja perjanjian pajak, dan pengalihan
pendapatan dari perusahaan yang merugi dalam kelompok perusahaan (Singh, 2001). Sebaliknya,
penggelapan pajak ditandai dengan tipu daya dan pikiran yang disengaja bertujuan membayar pajak
lebih sedikit daripada yang seharusnya secara hukum melalui tindakan yang melanggar hukum.
Penghindaran pajak termasuk kegagalan untuk mengungkapkan pendapatan atau tidak melaporkan
pengembalian pajak (Merks, 2006); kegagalan untuk mengajukan pengembalian tepat waktu
(McBarnet, 1992) atau pengajuan yang tidak patut dengan sengaja; mengurangi pajak secara ilegal
dengan pendapatan yang tidak dilaporkan atau pengurangan yang dilaporkan berlebihan (Kirchler et
al., 2001) dengan membuat deklarasi palsu atau menggunakan faktur palsu (Merks, 2006); membuat
klaim palsu atas tunjangan dan kegagalan membayar pajak pada tanggal jatuh tempo (Wallschutzky,
1985).
Kirchler et al., (2001) memunculkan ide bahwa iklim pajak dalam suatu sistem komunitas dapat
berubah melalui suatu kontinum dengan ujung terendah dan tertinggi dari iklim sinergis dan antagonis.
Kedua batasan menggambarkan sifat hubungan antara pihak berwenang dan pembayar pajak. Pola
hubungan itu sendiri terbentuk melalui kebijakan yang dikeluarkan oleh otoritas dan tanggapan
pembayar pajak. Akhirnya, sifat hubungan ini menciptakan berbagai bentuk kepatuhan pajak, yaitu
kepatuhan sukarela atau kepatuhan yang dipaksakan (Kirchler et al., 2006).
Iklim sinergis menggambarkan bahwa otoritas pajak mengelola sistem pajak juga atau
memberikan layanan kepada publik, dan menjadi bagian integral dari masyarakat. Hubungan antara
pihak berwenang dan publik digambarkan sebagai “layanan dan klien” (Kirchler et al., 2006). Pihak
berwenang bertujuan untuk mengklarifikasi prosedur perpajakan dan mendukung wajib pajak dengan
memperlakukan wajib pajak dengan hormat. Dalam tipe iklim ini, jarak sosial antara otoritas dan
wajib pajak sangat pendek, dalam bentuk otoritas dan wajib pajak saling mempercayai. Oleh karena
itu, individu tidak lagi mempertimbangkan untuk menghindari pajak, lebih bersemangat untuk
berkontribusi kepada negara, dan kepatuhan pajak sukarela dapat dikembangkan juga. Akhirnya,
kepatuhan pajak didasarkan pada kepercayaan tinggi wajib pajak kepada otoritas. Dengan kata lain
disebut kepercayaan pada otoritas.

981 | olume 3 | Number 5 | Agustus 2020


Sebaliknya, hubungan antara pihak berwenang dan pembayar pajak dalam iklim antagonis
digambarkan sebagai “polisi dan perampok” (Kirchler et al., 2006). Pihak berwenang bertindak
sebagai polisi, dan menganggap pembayar pajak sebagai perampok yang selalu berusaha menghindari
pajak kapan pun dan di mana pun mereka berada. Dalam situasi ini, wajib pajak merasa bahwa pihak
berwenang terus menekan mereka untuk mematuhi aturan pajak. Jarak sosial antara otoritas dan
pembayar pajak menjadi lebar, dan masing-masing bagian tidak memiliki pemikiran positif satu sama
lain. Konsekuensi langsung adalah wajib pajak menjadi sangat rasional untuk mempertimbangkan
biaya dan manfaat dari setiap keputusan tentang kepatuhan pajak, sehingga kepatuhan mereka
ditegakkan secara alami. Kepatuhan pajak hanya dibangun oleh kekuatan otoritas.
Kirchler et al. (2006) telah menegaskan bahwa kepatuhan yang tinggi dapat dihasilkan pada kedua
iklim pajak, baik secara sinergis atau antagonis. Namun, mereka memiliki motivasi yang berbeda.
Kepatuhan sukarela dimotivasi oleh rasa komitmen, sementara kepatuhan yang dipaksakan didorong
oleh motivasi perlawanan (Martin, 2019) .pembayar pajak dengan komitmen tinggi (pembayar
pajak berkomitmen) merasakan kewajiban moral untuk berkontribusi kepada masyarakat melalui
pembayaran pajak mereka. Sementara pembayar pajak penantang (tahan pembayar pajak) tidak
percaya pada otoritas, atau selalu meragukan niat otoritas untuk membidik, mereka bahkan
mengundang orang lain untuk berpartisipasi dalam kelompok pembayar pajak terhadap otoritas.
Rahayu (2010) menyatakan bahwa kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan secara
sukarela merupakan tulang punggung sistem self assestment system, dimana wajib pajak
bertanggungjawab menetapkan sendiri kewajiban perpajakan dan kemudian secara akurat dan tepat
waktu membayar dan melaporkan pajaknya tersebut. Menurut Gunadi (2013) pengertian kepatuhan
wajib pajak adalah wajib pajak mempunyai kesediaan untuk memenuhi kewajiban perpajakannya
sesuai dengan aturan yang berlaku tanpa perlu diadakan pemeriksaan, investigasi seksama, peringatan
ataupun ancaman dan penerapan sanksi baik hukum maupun administrasi.
Sebaliknya, hubungan antara pihak berwenang dan pembayar pajak dalam iklim antagonis
digambarkan sebagai polisi dan perampok (Kirchler et al., 2006). Pihak berwenang bertindak sebagai
polisi, dan menganggap pembayar pajak sebagai perampok yang selalu berusaha menghindari pajak
kapan pun dan di mana pun mereka berada. Dalam situasi ini, wajib pajak merasa bahwa pihak
berwenang terus menekan mereka untuk mematuhi aturan pajak. Jarak sosial antara otoritas dan
pembayar pajak menjadi lebar, dan masing-masing bagian tidak memiliki pemikiran positif satu sama
lain. Konsekuensi langsung adalah wajib pajak menjadi sangat rasional untuk mempertimbangkan
biaya dan manfaat dari setiap keputusan tentang kepatuhan pajak, sehingga kepatuhan mereka
ditegakkan secara alami. Kepatuhan pajak hanya dibangun oleh kekuatan otoritas
Menurut Nasucha (2010) kepatuhan wajib pajak dapat diidentifikasi dari (1) Kepatuhan wajib

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 982


pajak dalam mendaftarkan diri, (2) Kepatuhan untuk melaporkan kembali surat pemberitahuan, (3)
Kepatuhan dalam penghitungan dan pembayaran pajak terutang, (4) Kepatuhan dalam pembayaran
tunggakan. Nasucha (2010) dan Rahayu (2010) menjelaskan teori psikologi dalam kepatuhan wajib
pajak, yaitu rasa bersalah dan rasa malu, persepsi wajib pajak atas kewajaran dan keadilan beban pajak
yang mereka tanggung, dan pengaruh kepuasan terhadap pelayanan pemerintah. Kemudian merujuk
pada kriteria wajib pajak patuh menurut Keputusan Menteri Keuangan No. 544/KMK.04/2000 tentang
kriteria kepatuhan wajib pajak menjelaskan bahwa :
1. Tepat waktu dalam menyampaikan SPT untuk semua jenis pajak dalam tahun terakhir.
2. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali memperoleh izin
untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak.
3. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan
dalam jangka waktu 10 tahun terakhir.
4. Dalam 2 tahun terakhir menyelenggarakan pembukuan dan dalam hal terhadap wajib pajak
pernah dilakukan pemeriksaan, koreksi pada pemeriksaan yang terakhir untuk masing-
masing jenis pajak yang terutang paling banyak 5%.
5. Wajib pajak yang laporan keuangannya untuk 2 tahun terakhir diaudit oleh akuntan publik
dengan pendapat wajar tanpa pengecualian, atau pendapat dengan pengecualian sepanjang
tidak mempengaruhi laba rugi fiskal.
Kepatuhan wajib pajak pada prinsipnya menurut Rahayu (2010) adalah tindakan wajib pajak
dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
dan peraturan pelaksanaan perpajakan yang berlaku dalam suatu Negara. Predikat wajib pajak patuh
menurut Rahayu (2010) dalam arti disiplin dan taat, tidak sama dengan wajib pajak yang berpredikat
pembayar pajak dalam jumlah besar, tidak ada hubungan antara kepatuhan dengan jumlah nominal
setoran pajak yang dibayarkan pada kas Negara. Karena, pembayar pajak terbesar sekalipun belum
tentu memenuhi kriteria sebagai wajib pajak patuh, meskipun memberikan kontribusi besar pada
negara, jika masih memiliki tunggakan maupun keterlambatan penyetoran pajak maka tidak dapat
diberi predikat wajib pajak patuh.
Kepatuhan wajib pajak pada prinsipnya menurut Rahayu (2010) adalah tindakan wajib pajak
dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
dan peraturan pelaksanaan perpajakan yang berlaku dalam suatu Negara. Predikat wajib pajak patuh
menurut Rahayu (2010) dalam arti disiplin dan taat, tidak sama dengan wajib pajak yang berpredikat
pembayar pajak dalam jumlah besar, tidak ada hubungan antara kepatuhan dengan jumlah nominal
setoran pajak yang dibayarkan pada kas Negara. Karena, pembayar pajak terbesar sekalipun belum
tentu memenuhi kriteria sebagai wajib pajak patuh, meskipun memberikan kontribusi besar pada

983 | olume 3 | Number 5 | Agustus 2020


negara, jika masih memiliki tunggakan maupun keterlambatan penyetoran pajak maka tidak dapat
diberi predikat wajib pajak patuh.

Kerangka Analisis
Tingkat
Kepuasan
Pelayanan Wajib Pajak
H1
SISMIOP H3
PBB-P2

Tingkat
H2 Kepatuhan
Wajib Pajak

Gambar 4. Kerangka Analisis

Gambar 4. dapat dijelaskan pengaruh pelayanan pajak dengan menggunakan SISMIOP PBB-
P2 terhadap kepuasan wajib pajak, kemudian pengaruh pelayanan pajak dengan menggunakan
SISMIOP PBB-P2 terhadap kepatuhan wajib pajak. Terakhir pengaruh kepuasan wajib pajak
terhadap kepatuhan wajib pajak. Kerangka analisis ini didasarkan pada studi empiris yang dilakukan
oleh Satriyo (2009); Lado dan Budiantara (2018); Yunanto (2015);Tresno (2012) dan Asy’ari (2015).
Mereka membuktikan pengaruh signifikan pelayanan pajak dengan kepatuhan dan kepuasan.

Pengujian Hipotesis
Penerimaan pajak dalam struktur penerimaan negara memiliki peranan yang strategis dan
merupakan komponen terbesar sena amber utama penerimaan dalam negeri untuk menopang
pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional. Pajak Bumi dan Bangunan
merupakan pajak tidak langsung yang dipungut oleh pemerintah Pusat. Hasil penerimaan PBB
diarahkan untuk kepentingan masyarakat di daerah yang bersangkutan dengan letak obyek pajak.
Oleh sebab itu, untuk meningkatkan kepatuhan dan kepuasan wajib pajak, pemerintah selalu berupaya
mengoptimalkan pelayanan sehingga diharapkan dapat meningkatkan kesadaran dan keinginan
masyarakat untuk tertib sebagai wajib pajak, salah satunya dengan pelayanan SISMIOP PBB-P2.
Pemerintah melaksanakan reformasi perpajakan ini sebenarnya adalah untuk meningkatkan tax ratio.
Selain untuk meningkatkan tax ratio, tujuan sistem aplikasi pelayanan pajak adalah memberikan
pelayanan yang lebih baik, nyaman, ramah, mudah, efisien, tidak berbelit-belit, sehingga wajib pajak
merasa puas dan dapat tertib dalam membayar pajak (Satriyo, 2009).

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 984


Lado dan Budiantara (2018) membuktikan pengaruh yang signifikan penerapan sistem
informasi pajak terhadap kepatuhan wajib pajak. Penelitian lainnya dengan hasil yang berbeda, yaitu
penelitian yang dilakukan oleh Yunanto (2015), menyimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan
antara kepatuhan penyampaian SPT Tahunan PPh WPOP di KPP Pratama Sleman sebelum dan
sesudah penerapan e-filling melalui website DJP. Tresno (2012) menemukan pengaruh yang
signifikan antara penerapan sistem informasi pajak terhadap tingkat kepatuhan dan kepuasan wajib
pajak. Penelitian Fajriana (2018) membuktikan pengaruh pelayanan dengan menggunakan sistem
manajemen informasi objek pajak (SISMIOP) pajak bumi dan bangunan (PBB-P2) terhadap tingkat
kepuasan wajib pajak di Kota Palembang. Begitu pula dengan penelitian Asy’ari (2015) bahwa
aplikasi sistem manajemen informasi objek pajak (SISMIOP) berpengaruh signifikan terhadap tingkat
kualitas pelayanan pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (PBB-P2). Berdasarkan tujuan
dari reformasi dan modernisasi sistem perpajakan serta beberapa hasil riset terdahulu, maka hipotesis
yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
H1 : Pelayanan dengan Menggunakan SISMIOP Berpengaruh Positif terhadap Tingkat
Kepuasan Wajib Pajak.

H2 : Pelayanan dengan Menggunakan SISMIOP Berpengaruh Positif terhadap Tingkat


Kepatuhan Wajib Pajak.

H3 : Tingkat Kepuasan Wajib Pajak Berpengaruh Positif terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib
Pajak.

Metode Analisis
Analisis Regresi Linier Sederhana
Alat analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis yang telah dirumuskan dalam
penelitian ini adalah analisis regresi linier sederhana dengan bantuan Software SPSS (Statistical
Package For Social Science). Analisis regresi sederhana dilakukan untuk mengetahui pengaruh tiap
variabel independen secara parsial terhadap variabel dependen (Ghozali, 2016). Sugiyono (2014)
menyatakan bahwa analisis regresi sederhana adalah pola pengaruh variabel independen terhadap
variabel dependen. Model persamaan regresi dalam penelitian ini adalah.

TK1 = a + b SISMIOP + e ............................................................................................. (1)

TK2 = a + b SISMIOP + e ............................................................................................. (2)

TK2 = a + b TK1 + e ...................................................................................................... (3)

985 | olume 3 | Number 5 | Agustus 2020


Uji Determinasi Berganda (R2)
Koefisien determinasi menunjukkan suatu proporsi dari varian yang dapat diterangkan oleh

persamaan regresi terhadap varian totalnya. Nilai R2 akan berkisar 0 sampai 1. Nilai R2 = 1
menunjukkan bahwa 100% total variasi diterangkan oleh varian persamaan regresi atau variabel

bebas menerangkan variabel terikat sebesar 100%, sebaliknya apabila R2 = 0 menunjukkan bahwa
tidak ada total varian yang diterangkan oleh variabel bebas dari persamaan regresi.

Hasil Penelitian dan Pembahasan


Analisis Regresi Linier Sederhana
Pelayanan SISMIOP PBB-P2 dan Tingkat Kepuasan
Ringkasan hasil dari perhitungan regresi pengaruh pelayanan pajak menggunakan SISMIOP
PBB-P2 terhadap tingkat kepuasan wajib pajak dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Ringkasan Output Regresi Linier Sederhana (Hipotesis 1)


Standardized t Sig.
Model Coefficients
Pelayanan SISMIOB PBB-P2 0,494 29,655 0,000
R Square 0,900
Adjusted R Square 0,899
Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa nilai koefisien regresi variabel pelayanan pajak
menggunakan SISMIOP PBB-P2 terhadap tingkat kepuasan wajib pajak sebesar 0,949. Nilai ini
memiliki arah pengaruh positif, artinya semakin berkualitas pelayanan pajak menggunakan SISMIOP
PBB-P2 maka wajib pajak akan semakin puas. Sebaliknya, semakin rendah kualitas pelayanan pajak
menggunakan SISMIOP PBB-P2 maka wajib pajak akan semakin kurang puas. Signifikansi
pelayanan pajak menggunakan SISMIOP PBB-P2 pada Tabel 4. sebesar 0,000 lebih rendah jika
dibandingkan dengan alpha sebesar 0,05. Dapat disimpulkan bahwa pelayanan pajak menggunakan
SISMIOP PBB-P2 berpengaruh terhadap tingkat kepuasan wajib pajak. Dengan demikian hipotesis
awal (H1) yang menyatakan Pelayanan dengan Menggunakan SISMIOP Berpengaruh Positif
terhadap Tingkat Kepuasan Wajib Pajak dapat Diterima.
Berdasarkan hasil perhitungan koefisien determinasi pada Tabel 4. nilai Adjusted R Square
sebesar 0,899 atau 89,9 persen. Maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan variabel pelayanan
SISMIOB PBB-P2 dalam menjelaskan variasi variabel tingkat kepuasan wajib pajak adalah sebesar
89,9 persen sedangkan sisanya 10,1 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar model penelitian ini.

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 986


Pelayanan SISMIOP PBB-P2 dan Kepatuhan
Ringkasan hasil dari perhitungan regresi pengaruh pelayanan pajak menggunakan SISMIOP
PBB-P2 terhadap kepatuhan wajib pajak dapat dilihat pada Tabel di bawah ini.
Tabel 3. Ringkasan Output Regresi Linier Sederhana (Hipotesis 2)
Model Standardized t Sig.
Coefficients
Pelayanan SISMIOB PBB-P2 0,744 11,016 0,000
R Square 0,553
Adjusted R Square 0,549

Berdasarkan Tabel 3 diketahui didapat nilai koefisien regresi variabel pelayanan pajak
menggunakan SISMIOP PBB-P2 terhadap kepuasan wajib pajak sebesar 0,744. Nilai ini memiliki
arah pengaruh positif, artinya bahwa semakin berkualitas pelayanan pajak menggunakan SISMIOP
PBB-P2 maka wajib pajak akan semakin patuh. Sebaliknya, semakin rendah kualitas pelayanan pajak
menggunakan SISMIOP PBB-P2 maka wajib pajak akan semakin tidak patuh.
Nilai signifikansi pelayanan pajak menggunakan SISMIOP PBB-P2 pada Tabel 4. sebesar
0,000 lebih rendah jika dibandingkan dengan alpha sebesar 0,05. Dapat disimpulkan bahwa pelayanan
pajak menggunakan SISMIOP PBB-P2 berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Dengan
demikian hipotesis awal (H2) yang menyatakan Pelayanan dengan Menggunakan SISMIOP
Berpengaruh Positif terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak dapat Diterima. Hasil ini memiliki
makna bahwa semakin berkualitas pelayanan pajak menggunakan SISMIOP PBB- P2 maka wajib
pajak akan semakin patuh. Sebaliknya, semakin rendah kualitas pelayanan pajak menggunakan
SISMIOP PBB-P2 maka wajib pajak akan semakin tidak patuh.
Berdasarkan hasil perhitungan koefisien determinasi pada Tabel 4, nilai Adjusted R Square
sebesar 0,549 atau 54,9 persen. Maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan variabel pelayanan
SISMIOB PBB-P2 dalam Berdasarkan Tabel 4diketahui didapat nilai koefisien regresi variabel
tingkat kepuasan terhadap kepatuhan wajib pajak sebesar 0,776. Nilai ini memiliki arah pengaruh
yang positif, artinya bahwa semakin tinggi tingkat kepuasan maka wajib pajak akan semakin patuh.
Sebaliknya, semakin rendah tingkat kepuasan wajib pajak maka wajib pajak akan semakin tidak
patuh. Nilai signifikansi tingkat kepuasan wajib pajak pada Tabel 4 sebesar 0,000 lebih rendah jika
dibandingkan dengan alpha sebesar 0,05. Dapat disimpulkan bahwa tingkat kepuasan berpengaruh
terhadap kepatuhan wajib pajak. Dengan demikian hipotesis awal (H3) yang menyatakan Tingkat
Kepuasan Wajib Pajak Berpengaruh Positif terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak dapat
Diterima. Hasil ini memiliki makna bahwa semakin tinggi tingkat kepuasan maka wajib pajak akan
semakin patuh. Sebaliknya, semakin rendah tingkat kepuasan wajib pajak maka wajib pajak akan
semakin tidak patuh.

987 | olume 3 | Number 5 | Agustus 2020


Berdasarkan hasil perhitungan koefisien determinasi pada Tabel 4. nilai Adjusted R Square
sebesar 0,598 atau 59,8 persen. Maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan variabel tingkat
kepuasan wajib pajak dalam menjelaskan variasi variabel tingkat kepatuhan wajib pajak adalah
sebesar 59,8 persen sedangkan sisanya 40,2 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar model
penelitian ini.

Implikasi Strategis
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa pelayanan pajak menggunakan SISMIOP
berpengaruh terhadap kepuasan dan kepatuhan. Oleh sebab itu, penelitian ini berimplikasi secara
teoretis terhadap teori kesuksesan information system De Lone dan Mc Lean dan teori Planned
Behavior Ajzen. Hasil ini membuktikan teori DeLone dan Mc Lean bahwa pelayanan dengan sistem
signifikan terhadap kepuasan dan teori Planned Behavior Ajzen bahwa sikap terhadap kepatuhan
pajak berpengaruh secara signifikan terhadap niat untuk patuh.
Implikasi praktis dari hasil penelitian ini bahwa pelayanan pajak dengan menggunakan
SISMIOP berpengaruh signifikan terhadap kepuasan wajib pajak. Oleh sebab itu, perlu petugas yang
berkompeten dan berpengalaman dalam mengelola PBB, tidak hanya kompeten secara teknis, tetapi
juga perilaku layanan perlu ditingkatkan. Petugas perlu dilakukan pelatihan softskill untuk
meningkatkan layanan yang exellent. Tidak seperti selama ini, hanya pelatihan hardskill saja.
Pelayanan pajak dengan menggunakan SISMIOP berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib
pajak. Oleh sebab itu, layanan Bidang PBB dan BPTHB pada BKD Bengkulu Tengah memperhatikan
kelengkapan ruang seperti kursi, meja, pendingin ruangan dan sebagainya. Kemudian harus ada SOP
petugas layanan yang mengatur perilaku layanan mereka, baik ucapan, gerakan dan lainnya.
Kepuasan wajib pajak berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak. Oleh sebab
itu, Bidang PBB dan BPHTB Bengkulu Tengah juga harus melakukan layanan yang cepat terhadap
permintaan atau permohonan wajib pajak mengenai keberatan, balik nama, pemecahan objek pajak,
dan pembatalan SPPT sehingga dengan demikian wajib pajak akan merasa puas dan akan selalu patuh
untuk membayar pajak PBB.

Penutup
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, hasil penelitian ini dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Pelayanan dengan menggunakan SISMIOP berpengaruh positif terhadap tingkat kepuasan
wajib pajak. Artinya, semakin berkualitas pelayanan pajak menggunakan SISMIOP PBB-P2

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 988


maka wajib pajak akan semakin puas. Sebaliknya, semakin rendah kualitas pelayanan pajak
menggunakan SISMIOP PBB-P2 maka wajib pajak akan semakin kurang puas.
2. Pelayanan dengan menggunakan SISMIOP berpengaruh positif terhadap Tingkat Kepatuhan
Wajib Pajak. Artinya, semakin berkualitas pelayanan pajak menggunakan SISMIOP PBB-P2
maka wajib pajak akan semakin patuh. Sebaliknya, semakin rendah berkualitas pelayanan pajak
menggunakan SISMIOP PBB-P2 maka wajib pajak akan semakin tidak patuh.
3. Tingkat kepuasan wajib pajak berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak.
Artinya, semakin tinggi tingkat kepuasan maka wajib pajak akan semakin patuh. Sebaliknya,
semakin rendah tingkat kepuasan wajib pajak maka wajib pajak akan semakin tidak patuh.

Saran
Beberapa saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. BKD Kabupaten Bengkulu tengah dapat meningkatkan kompetensi softskill petugas pajak
PBB, misalnya pelatihan softskill untuk meningkatkan layanan yang exellent. Tidak seperti
selama ini, hanya pelatihan hardskill saja.
2. Bidang PBB dan BPTHB di BKD Bengkulu Tengah untuk selalu memperhatikan
kelengkapan ruang seperti kursi, meja, pendingin ruangan dan sebagainya. Kemudian
membuat SOP bagi petugas layanan yang mengatur perilaku layanan mereka.
3. Bidang PBB dan BPHTB Bengkulu Tengah juga harus melakukan layanan yang cepat
terhadap permintaan atau permohonan wajib pajak mengenai keberatan, balik nama,
pemecahan objek pajak, dan pembatalan SPPT sehingga dengan demikian wajib pajak akan
merasa puas dan akan selalu patuh untuk membayar pajak.

Referensi
Aggelidis, V.P. & Chatzoglou, P.D. (2012). Hospital information systems: Measuring end user computing
satisfaction (EUCS). Journal of Biomedical Informatics, 45, 566-579.
Ahmad, N., Amer, N.T., Qutaifan, F. & Alhilali, A. (2013). Technology adoption model and a road map to
successful implementation of ITIL. Journal of Enterprise Information Management, 26(5), 553-576.
Bandura, A. (1977). Self-efficacy: Toward a unifying theory of behavioral change. Psychological Review,
84(2),191-215.
Bulguru, B., Cavusoglu, H. & Benbasat, I. (2010). Information security policy compliance: An empirical study
of rationality-based beliefs and information security awareness. MIS Quarterly, 34(3), 523-548.
Carter, L., Shaupp, L.C., Hobbs, J. & Campbell, R. (2011). The role of security and trust in the adoption of
online tax filing. Transforming Government: People, Process and Policy, 5(4), 303-318.
Fischer, C.M., Wartick, M. & Mark, M.M. (1992). Detection probability and taxpayer compliance: A review
of the literature. Journal of Accounting Literature, 32(1), 42-57.
Ghozali, I. (2016). Aplikasi analisis multivariate dengan program SPSS (2nd penyunt). Semarang: Badan
Penerbit Universitas Diponegoro.
McBarnet, D. (1992). Legitimate rackets: Tax evasion, tax avoidance, and the boundaries of legality. Critical
Criminology, 3(2), 56-74.
Kadadia, A.M., Sondakh, J.J. & Runtu, T. (2016). Penerapan sistem manajemen informasi obyek pajak

989 | olume 3 | Number 5 | Agustus 2020


(sismiop) sebagai sarana peningkatan pelayanan dan penerimaan pajak bumi dan bangunan di
Kabupaten Buol. Jurnal Riset Akuntansi Going Concern, 11(3), 31-40.
Kamleitner, B., Korunka, C. & Kirchler, E. (2012). Tax compliance of small business owners: A review.
International Journal of Entrepreneurial Behaviour & amp; Research, 18(3), 330-351.
Kirchler, E., Maciejovsky, B. & Schneider, F. (2001). Everyday representations of tax avoidance, tax evasion,
and tax flight: Do legal differences matter?. Humboldt-University of Berlin Department of Economics
Discussion Paper.
Kirchler, E., Niemirowski, A. & Wearing, A. (2006). Shared subjective views, intent to cooperate and tax
compliance: Similarities between Australian taxpayers and tax officers. Journal of Economic
Psychology, 27(4), 502-517.
Lado, Y.O. & Budiantara, M. (2018). Pengaruh penerapan sistem e-filling terhadap kepatuhan WPOP PNS
dengan pemahaman internet sebagai variabel pemoderasi pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan
DIY. Jurnal Riset Akuntansi Mercu Buana, 4(1), 59-84.
Lee, J.K. & Rao, H.R. (2012). Service source and channel choice in G2C service environments: A model
comparison the anti/counter-terrorism domain. Information System Journal, 22(4), 313-341.
Martin, I.W. (2019). Land, Power, and Property Tax Limitation" In The Politics of Ruttan, V. W., 1996.
What happened to technology adoption-diffusion research? Sociologia Ruralis, 36(1), 51-73.
Seddon, P.B. (1997). A Respecification and Extension of The DeLone and McLean’s Model of IS Success.
Information System Research, 8(3), 215-317.
McGill, T., Hobbs, V. & Klobas, J. (2003). User-developed applications and information systems success: A
test of DeLone and McLean’s model. Information Resources Management Journal, 16(1), 24-45.
Merks, P. (2006). Tax evasion, tax avoidance and tax planning. Intertax, 34(5),272-281.
Permatasari, A.V. & Fajriana, I. (2010). Pengaruh pelayanan dengan menggunakan Sistem Manajemen
Informasi Objek Pajak (SISMIOP) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB-P2) terhadap Tingkat
Kepuasan Wajib Pajak (studi pada Dinas Pendapatan Daerah Kota Palembang). STIE MDP,
Palembang.
Pickhardt, M. & Prinz, A. (2014). Behavioral dynamics of tax evasion – A survey. Journal of Economic
Psychology, 40, 1-19.
Radvan, M. (2019). Municipal charges on communal waste: Do they compete with the immovable
property tax?. Journal of Financial Management of Property and Construction.
Rahayu, S.K. (2010). Perpajakan Indonesia : Konsep dan. aspek formal. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Rai, A., Lang, S.S. & Welker, R.B. (2002). Assessing the validity of IS success models: An empirical
test and theoretical analysis. Information Systems Research, 13(1), 50-69.
Sekarsari, I., Nugroho, E. & Ferdiana, R. (2017). Evaluasi Implementasi Sistem Informasi dan Manajemen
Objek Pajak (SISMIOP) pada Badan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Bantul. Jurnal Riset
Daerah, 16(3), 2787- 2814.
Singh, V. (2001). Malaysian taxation administrative and technical aspects. Kuala Lumpur: Longman.
Taylor, S. & Todd, P.A. (1995b). Understanding information technology usage: A test of competing models.
Information System Research, 6(2),144-176.
Wallschutzky, I. (1985). Reforming the Australian income tax system to prevent avoidance and evasion.
Economic Analysis and Policy, 15(2),164-180.
Willis, J.W. (2007). Foundations of qualitative research: Interpretive and critical theory approaches.
Thousand Oaks, CA: SAGE.
Zuraida, I. (2012). Teknik Penyusunan Peraturan Daerah dan Retribusi Daerah. Jakarta: Sinar Grafika.

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 990


Pengaruh Online Consumer Reviews terhadap Keputusan Pembelian Produk
Fashion pada Platform Online Marketplace C2C

Febriarti Hasan1), Syaiful Anwar2), Nasution3)


Mahasiswa PS Magister Manajemen, Universitas Bengkulu1)
Dosen PS Magister Manajemen, Universitas Bengkulu2), 3)

Abstract. The Consumer to Consumer business model has been adapted by several online
marketplace platforms in Indonesia, including Tokopedia, Shopee and Bukalapak as the three
biggest Consumer to Consumer online marketplace platforms. Fashion products are among the most
popular products that has been bought online. This research aimed to know whether online
consumer reviews on those platforms and each five dimensions of it (review quality, review
volume, review valence, review timeliness and source credibility) affect purchasing decision of
fashion product on Consumer to Consumer online marketplace platforms. The sampling method
used in this research is non-probability sampling with purposive sampling technique. The data was
obtained from questionnaires distributed to 180 respondents and also from interviews with 10
respondents of Bengkulu City residents who have experienced buying fashion products on
Tokopedia, Shopee or Bukalapak. The result showed that online consumer reviews and all five
dimensions of it (review quality, review volume, review valence, review timeliness and source
credibility) have positive influence on purchasing decision of fashion product on Consumer to
Consumer online marketplace platforms. Review quality is found to be the most influencing
dimension, while review timeliness is found to be the less influencing dimension. These findings
have practical implications for Consumer to Consumer online marketplace platforms to guide them
to effectively use online consumer reviews to improve user engagement in fashion products online
shopping on their platforms.

Keywords: Online consumer reviews, review quality, review volume, review valence, review
timeliness, source credibility, purchasing decision.

Pendahuluan
Online consumer reviews merupakan review yang bersifat user generated content, yaitu
review yang dibuat oleh konsumen dan berdasarkan pada perspektif konsumen. Menurut Agustina
dan Kurniawan (2018), definisi online consumer reviews adalah informasi yang bersifat evaluasi
terkait berbagai aspek yang ada pada suatu produk. Informasi yang disampaikan dapat
menyimpulkan kualitas produk sesuai pengalaman penggunanya, informasi tersebut dapat berupa
review produk, respon penjual dan bahkan kecepatan pengiriman (Kusumasondjaja et al., 2012).
Konsumen memanfaatkan online consumer reviews untuk mengidentifikasi dan
mengevaluasi produk yang mereka butuhkan (Sutanto dan Aprianingsih, 2016). Online consumer
reviews dimanfaatkan oleh pelanggan e-commerce sebagai basis data bagi pencarian informasi mengenai
produk maupun jasa (Khammash, 2008). Online consumer reviews menjadi bantuan dalam pengambilan
keputusan pembelian, mekanisme umpan balik pelanggan dan sistem rekomendasi sekaligus dalam sebuah
platform e-commerce. Penelitian oleh Khammash (2008) menyimpulkan bahwa online consumer reviews
memang memiliki pengaruh terhadap perilaku pembelian konsumen. Dapat disimpulkan bahwa online

991 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


consumer reviews dapat berguna bagi konsumen lainnya dalam mencari informasi dan dapat mempengaruhi
mereka untuk memutuskan apakah mereka tertarik untuk membeli sebuah produk dari penjual tertentu.
Online consumer reviews dapat ditemukan dengan mudah pada tiga besar platform e-
commerce marketplace Consumer to Consumer (C2C) menurut iPrice (2019) dan APJII (2019),
yaitu Tokopedia, Shopee dan Bukalapak. Pada model e-commerce marketplace C2C, pihak penjual
yang terlibat tidak selalu berbentuk organisasi bisnis yang legal, tetapi juga bisa perorangan
(Agustina dan Kurniawan, 2018). Karakteristik tersebut tentunya meningkatkan risiko pembelian
online pada platform online marketplace C2C. Oleh karena itu, mekanisme online consumer
reviews pada platform online marketplace C2C dapat membantu konsumen untuk mengurangi
persepsi risiko pada belanja online dan membentuk kepercayaan terhadap calon penjual (Tadelis,
2016) yang pada akhirnya dapat membantu konsumen dalam proses pengambilan keputusan
pembelian (Agustina & Kurniawan, 2018; Bae & Lee, 2011a).

Permasalahan
Risiko-risiko pembelian online terutama lebih dirasakan pada pembelian tipe produk
experience goods dibandingkan dengan pembelian search goods (Lee & Shin, 2013). Experience
goods merupakan produk yang kualitasnya sulit untuk dinilai sebelum digunakan secara langsung
meskipun informasi deskripsi, spesifikasi dan gambar produk sudah tersedia, sehingga calon
konsumen hanya dapat mengandalkan word-of-mouth (WOM) dan online consumer reviews selain
informasi tersebut (Ye, Law, Gu & Chen, 2011). Sedangkan search goods adalah produk yang
kualitasnya dapat diperkirakan dengan mudah berdasarkan informasi produk bahkan sebelum
produk tersebut dibeli. Bae dan Lee (2011b) menemukan bahwa online consumer reviews lebih
berpengaruh pada pembelian experience goods dibandingkan pada search goods.
Produk fashion merupakan kategori produk yang paling sering dibeli oleh konsumen di e-
commerce (APJII, 2019; Nielsen, 2018). Wijayanti dan Harti (2017) menemukan bahwa online
consumer reviews memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keputusan pembelian produk fashion
di toko online. Penelitian ini juga ingin mengetahui pengaruh online consumer reviews pada
keputusan pembelian online produk fashion yang termasuk ke dalam kategori experience goods,
yaitu kategori produk yang kualitasnya sulit dinilai sebelum digunakan langsung. Banyaknya
jumlah pengunjung marketplace C2C di Indonesia yang mencapai hingga lebih dari 322 juta
pengujung (iPrice, 2019) membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai keputusan
pembelian produk fashion pada marketplace C2C.
Sesuai dengan latar belakang yang telah dijabarkan di atas, maka penulis ingin mengangkat
permasalahan sebagai berikut:

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 992


1. Apakah online consumer reviews berpengaruh terhadap keputusan pembelian produk fashion
pada platform online marketplace C2C?
2. Apakah kualitas online consumer reviews berpengaruh terhadap keputusan pembelian produk
fashion pada platform online marketplace C2C?
3. Apakah volume review berpengaruh terhadap keputusan pembelian produk fashion pada
platform online marketplace C2C?
4. Apakah review valence berpengaruh terhadap keputusan pembelian produk fashion pada
platform online marketplace C2C?
5. Apakah review timeliness berpengaruh terhadap keputusan pembelian produk fashion pada
platform online marketplace C2C?
6. Apakah kredibilitas sumber review berpengaruh terhadap keputusan pembelian produk fashion
pada platform online marketplace C2C?

Tinjauan Pustaka
Keputusan Pembelian
Keputusan pembelian menurut Kotler dan Keller (2009) adalah keputusan konsumen
mengenai preferensi atas setiap merek yang ada di dalam kumpulan pilihan. Schiffman dan Kanuk
(2010) mendefinisikan keputusan pembelian sebagai seleksi dari dua atau lebih pilihan alternatif.
Dalam bukunya, Kotler dan Keller (2009) mengenalkan model lima tahap untuk proses pembelian
konsumen, yaitu pengenalan masalah atau kebutuhan konsumen, kegiatan pencarian informasi,
evaluasi alternatif, pengambilan keputusan serta perilaku setelah pembelian.

Keputusan Pembelian Online


Keputusan pembelian secara online didahului oleh tahapan pengenalan kebutuhan, pencarian
informasi dan evaluasi alternatif. Keputusan pembelian online dipengaruhi oleh banyak faktor yang
dapat dikelompokkan menjadi faktor internal yaitu psikologi konsumen dan faktor eksternal yang
terdiri dari lingkungan sosial budaya masyarakat, stimuli pemasaran dan sistem kontrol vendor
(Suhari, 2008).
Karakteristik penggunaan internet yang serba cepat membuat informasi sangat mudah
diperoleh. Hal ini turut menyebabkan perubahan terhadap pola perilaku pembelian online. Menurut
Sarwono dan Prihantono (2012), perilaku yang berubah karena pengaruh pembelian online di
antaranya adalah cara memperoleh informasi produk dan jasa, cara melakukan pembelian dari mana
saja, hilangnya tatap muka langsung dengan penjual, cara menawar harga, kemudahan dalam
memperoleh barang yang dibeli serta kemungkinan berkurangnya loyalitas terhadap perusahaan
tertentu.

993 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


Keputusan pembelian dapat diukur dengan beberapa indikator, yaitu kemantapan pada
sebuah produk, kebiasaan dalam membeli produk, memberikan rekomendasi kepada orang lain dan
melakukan pembelian ulang (Kotler, 2000).

E-Commerce
Kotler dan Keller (2009) mendefinisikan e-commerce sebagai transaksi atau fasilitas
penjualan produk dan jasa secara online yang ditawarkan oleh sebuah perusahaan atau situs.
Menurut Turban et al. (2015), e-commerce mencakup proses pembelian, penjualan, transfer atau
pertukaran produk, layanan dan informasi melalui jaringan komputer termasuk internet. E-
commerce mengacu pada pertukaran informasi bisnis menggunakan pertukaran data elektronik,
surat elektronik, electronic bulletin board, transfer dana elektronik dan teknologi berbasis jaringan
lainnya. Informasi elektronik ditransfer dari komputer ke komputer dengan cara otomatis.
Penggolongan e-commerce pada umumnya dilakukan berdasarkan sifat transaksinya.
Menurut Laudon dan Laudon (2008), e-commerce dibedakan menjadi tiga golongan, yaitu Business
to Consumer (B2C) yang melibatkan penjualan produk dan layanan secara eceran kepada pembeli
perorangan, Business to Business (B2B) yang melibatkan penjualan produk dan layanan antar
perusahaan serta Consumer to Consumer (C2C) yang melibatkan konsumen yang menjual secara
langsung ke konsumen lainnya.

Online Marketplace C2C


Pengertian online marketplace menurut Tadelis (2016) adalah sebuah platform yang
menawarkan layanan agar pihak pembeli dan penjual dalam sebuah pasar dapat bertransaksi untuk
menciptakan keuntungan dari aktivitas perdagangan. Pada platform online marketplace, terdapat
banyak toko atau penjual yang berjualan, sedangkan penyedia platform tersebut tidak memiliki
produknya sendiri. Platform online marketplace C2C ini memperoleh keuntungan dengan
memberlakukan layanan penjual premium dan iklan.
Perusahaan yang mengoperasikan sistem disebut sebagai perantara, di mana pelaku pasar
adalah pembeli dan penjual (Farki, et al., 2016). Pihak penjual yang bertransaksi pada online
marketplace tidak selalu berbentuk organisasi bisnis yang legal, tetapi juga bisa perorangan
(Agustina & Kurniawan, 2018). Indikator utama sebuah platform online marketplace yaitu seluruh
transaksi online harus difasilitasi oleh platform yang bersangkutan dan platform tersebut bisa
digunakan oleh penjual individual.

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 994


Di Indonesia, platform yang menerapkan online marketplace C2C adalah Tokopedia,
Bukalapak, Shopee, Jakmall, Tees dan Muslimarket (iPrice, 2019). Belakangan ini, platform seperti
Tokopedia, Shopee dan Bukalapak juga menerapkan model bisnis B2C di dalam platformnya.

Electronic Word-of-Mouth (e-WOM)


Hadirnya internet sebagai bagian dari teknologi informasi telah memunculkan format Word-
of-Mouth yang baru, yaitu electronic Word-of-Mouth. Menurut Hennig-Thurau et al. (2004), e-
WOM adalah bentuk dari pernyataan positif maupun negatif tentang sebuah produk atau jasa yang
dibagikan oleh konsumen kepada konsumen lainnya melalui platform online. Dengan informasi
tersebut, calon konsumen dapat mendapatkan sudut pandang yang lebih jelas tentang sebuah produk
atau jasa (Forman, Ghose & Wiesenfeld, 2008).
Beneke et al. (2015) mengungkapkan bahwa E-WOM memiliki pengaruh yang lebih besar
jika dibandingkan dengan WOM tradisional karena besarnya pertumbuhan pengguna internet dan
tersedianya banyak platform untuk menyebarkan informasi e-WOM. E-WOM juga dinilai lebih
efektif daripada WOM tradisional karena aksesibilitasnya yang lebih besar dan jangkauannya yang
tinggi (Chatterjee, 2001). Penelitian Zhu dan Zhang (2010) mengungkapkan bahwa semakin umum
bagi konsumen untuk mencari review secara online ketika mengumpulkan informasi produk
sebelum membeli.

Online Consumer Reviews


Online consumer reviews adalah ulasan berbentuk teks yang bersifat evaluasi dari seorang
konsumen mengenai berbagai aspek dari sebuah produk (Agustina & Kurniawan, 2018;
Lackermair, 2013). Informasi yang terdapat di dalam online review merupakan informasi yang
berdasar pada pengalaman langsung konsumen sebelumnya sehingga dapat mengurangi risiko
(Yayli & Bayram, 2012) menjadi referensi untuk memahami sebuah produk secara lebih mendalam
dan mengambil keputusan pembelian (Khammash, 2008). Informasi tersebut dapat berupa ulasan
produk, respon penjual dan bahkan kecepatan pengiriman (Kusumasondjaja et al., 2012). Online
consumer reviews bahkan dianggap lebih dapat diandalkan dan dapat dipercaya daripada informasi
yang tercantum dalam iklan produk (Sa’ait, Kanyan & Nazrin, 2016).
Online consumer review merupakan salah satu tipe e-WOM (Almana & Mirza, 2013)
berupa informasi berharga baik positif maupun negatif yang dibentuk dari pengalaman pembeli di
masa lalu (Park & Lee, 2009). Sebagai sumber informasi langsung mengenai barang yang akan
dibeli, review dari konsumen dapat memberikan penilaian yang lebih bersifat akurat dan juga
emosional karena diberikan oleh sesama pelanggan sehingga memiliki nilai keterpercayaan yang

995 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


lebih tinggi (Farki et al., 2016). Karenanya, online consumer review cukup berpengaruh dan
bermanfaat bagi calon pembeli lainnya dalam mengidentifikasi dan mengevaluasi produk. Pada
akhirnya, online consumer review memiliki pengaruh terhadap keputusan pembelian (Devedi,
Sujatha & Pathak, 2017; Sutanto & Aprianingsih, 2016).

Kerangka Analisis
Kerangka analisis dapat diilustrasikan dalam gambar sebagai berikut:

Variabel X H1
Online Consumer Reviews

Kualitas Review H2

Volume Review H3
Variabel Y
Keputusan Pembelian
Review Valence H4

Review Timeliness
H5

Kredibilitas Sumber
Review H6

Gambar 1. Kerangka Analisis

Pengembangan Hipotesis
Berbagai penelitian telah dilakukan berkaitan dengan pengaruh online consumer reviews
terhadap keputusan pembelian. Penelitian-penelitian terdahulu tersebut menjadi dasar dibentuknya
hipotesis penelitian ini.
H1: Online consumer reviews memiliki pengaruh yang positif terhadap keputusan
pembelian.
H2: Kualitas review memiliki pengaruh yang positif terhadap keputusan pembelian.
H3: Volume review memiliki pengaruh yang positif terhadap keputusan pembelian.
H4: Review valence memiliki pengaruh yang positif terhadap keputusan pembelian.
H5: Review timeliness memiliki pengaruh yang positif terhadap keputusan pembelian.
H6: Kredibilitas sumber review memiliki pengaruh yang positif terhadap keputusan
pembelian.

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 996


Hasil dan Pembahasan
Hasil Penelitian
Deskripsi Online Consumer Reviews

Variabel online consumer reviews diukur dengan lima indikator. Masing-masing indikator
diwakili dengan pernyataan-pernyataan yang diukur menggunakan skala Likert 1 sampai dengan 5.
Deskripsi jawaban responden terhadap masing-masing indikator dipaparkan dalam tabel berikut ini.
Tabel 1. Jawaban Responden terhadap Variabel Online Consumer Reviews
No. Dimensi Rata-rata Keterangan
1 Kualitas Review 4,03 Baik
2 Volume Review 4,02 Baik
3 Review Valence 4,26 Sangat Baik
4 Review Timeliness 4,34 Sangat Baik
5 Kredibilitas Sumber Review 3,69 Baik
Rata-rata 4,07 Baik
Sumber: Hasil Penelitian 2020.

Tanggapan responden terhadap variabel online consumer reviews secara keseluruhan sudah
berkategori baik, ini dilihat dari rata-rata keseluruhan sebesar 4,07 (3,41-4,20= Baik). Ini berarti
responden telah mendapat informasi yang berdasarkan pada pengalaman langsung konsumen
sebelumnya sehingga dapat mengurangi risiko, lebih bisa memahami sebuah produk secara lebih
mendalam dan mengambil keputusan pembelian. Informasi tersebut dapat berupa ulasan produk,
respon penjual dan bahkan kecepatan pengiriman.

Deskripsi Kualitas Review


Deskripsi jawaban responden terhadap indikator dimensi kualitas review adalah sebagai
berikut:
Tabel 2. Jawaban Responden terhadap Dimensi Kualitas Review
Skor Tanggapan Responden
Sangat
Sangat Tidak Rata-
No. Pernyataan Setuju Kurang Tidak
Setuju Setuju rata
(4) Setuju (3) Setuju
(5) (2)
(1)
1 Review mengenai produk
fashion yang saya baca
mengandung informasi 63 83 31 3 0 4,14
yang bersifat obyektif
mengenai produk.
2 Review mengenai produk 62 88 28 1 1 4,16

997 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


fashion yang saya baca
dapat dimengerti dengan
mudah.
3 Review mengenai produk
fashion yang saya baca 36 79 53 10 2 3,76
bersifat dapat dipercaya.
4 Informasi dalam review
mengenai produk fashion
41 89 42 5 3 3,89
yang saya baca sudah
cukup jelas.
5 Review mengenai produk
fashion yang saya baca
memiliki alasan yang 46 90 43 1 0 4,01
cukup untuk mendukung
pendapat dalam review.
6 Secara keseluruhan,
review mengenai produk
69 83 26 2 0 4,22
fashion yang saya baca
bermanfaat.
Rata-rata 4,03
Sumber: Hasil Penelitian 2020.

Berdasarkan Tabel 2, rata-rata jawaban responden secara keseluruhan sebesar 4,03 (3,41-
4,20= Berkualitas). Ini menunjukkan bahwa review yang disampaikan memiliki kualitas yang baik
karena memuat obyektivitas dan logika yang masuk akal, harus menyampaikan informasi yang
dapat dimengerti, memadai dan relevan mengenai sebuah produk serta memiliki alasan yang cukup
berdasarkan fakta produk.
Rata-rata jawaban tertinggi responden sebesar 4,22 (4,20-5,00= Sangat Berkualitas) adalah
untuk pernyataan “Secara keseluruhan, review mengenai produk fashion yang saya baca
bermanfaat”, artinya rata-rata jawaban menunjukkan review yang sangat berkualitas. Hal ini
menandakan bahwa review mengenai produk fashion yang dibaca memberikan manfaat bagi
pelanggan karena dapat memberikan informasi yang jelas dalam membantu konsumen dalam
mengevaluasi produk untuk membuat keputusan pembelian.
Berdasarkan hasil tanggapan dan wawancara dengan responden, maka dapat disimpulkan
bahwa kualitas review secara keseluruhan sudah berkategori berkualitas. Ini berarti responden telah
mendapat informasi yang berdasarkan pada pengalaman langsung konsumen sebelumnya sehingga
dapat mengurangi risiko, dan lebih bisa memahami sebuah produk secara lebih mendalam dan
mengambil keputusan pembelian. Informasi dari review sebagian obyektif, dan sebagian lagi
subyektif, tergantung pengalaman konsumen masing-masing yang pernah membeli. Informasi
sudah cukup jelas, mudah dimengerti dan memberikan manfaat bagi responden dalam membuat

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 998


keputusan pembelian produk fashion. Informasi tersebut dapat berupa ulasan produk produk yang
telah ditulis oleh konsumen yang pernah membeli disertai dengan foto dan ulasannya cukup detail.

Deskripsi Volume Review


Deskripsi jawaban responden terhadap indikator dimensi volume review adalah sebagai
berikut:
Tabel 3. Jawaban Responden terhadap Dimensi Volume Review
Skor Tanggapan Responden
Sangat
Sangat Tidak Rata-
No. Pernyataan Setuju Kurang Tidak
Setuju Setuju rata
(4) Setuju (3) Setuju
(5) (2)
(1)
1 Jumlah review yang 84 68 22 4 2 4,27
banyak menandakan
bahwa produk fashion
tersebut merupakan produk
yang populer.
2 Jumlah review yang 54 57 54 10 5 3,81
banyak menandakan
bahwa produk fashion
tersebut memiliki kualitas
yang baik.
3 Jumlah informasi 51 80 45 4 0 3,99
mengenai produk fashion
dalam review yang saya
baca sudah cukup banyak
untuk memenuhi
kebutuhan saya dalam
mencari informasi.
Rata-rata 4,02
Sumber: Hasil Penelitian 2020.

Berdasarkan Tabel 3, tanggapan responden terhadap volume review berkategori tinggi.


Rata-rata jawaban responden secara keseluruhan yaitu sebesar 4,02 (3,41-4,20= Tinggi). Ini
menunjukkan bahwa jumlah review yang banyak menandakan bahwa produk fashion tersebut
merupakan produk yang populer dan berkualitas baik. Selain itu, jumlah informasi mengenai
produk fashion dalam review yang dibaca responden sudah cukup banyak untuk memenuhi
kebutuhan dalam mencari informasi.
Rata-rata jawaban tertinggi responden sebesar 4,27 (4,20-5,00= Sangat Tinggi) untuk
pernyataan “Jumlah review yang banyak menandakan bahwa produk fashion tersebut merupakan
produk yang populer”, artinya rata-rata jawaban menandakan bahwa dalam berbelanja online di

999 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


marketplace responden sangat memperhatikan volume review, di mana semakin banyak jumlah
review menandakan bahwa produk fashion yang ingin dibeli merupakan produk yang populer.
Berdasarkan hasil tanggapan dan wawancara dengan responden, maka dapat disimpulkan
bahwa volume review berkategori tinggi. Ini menunjukkan bahwa jumlah review yang banyak
menandakan produk fashion tersebut merupakan produk yang populer dan berkualitas baik,
sedangkan sebagian yang lain menganggap karena produknya murah. Selain itu, jumlah informasi
mengenai produk fashion dalam review yang dibaca responden sudah cukup banyak untuk
memenuhi kebutuhan dalam mencari informasi. Biasanya responden mencari produk yang sudah
banyak reviewnya.

Deskripsi Review Valence


Deskripsi jawaban responden terhadap indikator dimensi review valence adalah sebagai
berikut:
Tabel 4. Jawaban Responden terhadap Dimensi Review Valence
Skor Tanggapan Responden
Sangat
Sangat Kurang Tidak Rata-
No. Pernyataan Setuju Tidak
Setuju Setuju Setuju rata
(4) Setuju
(5) (3) (2)
(1)
1 Review yang berisi informasi 88 74 14 3 1 4,36
positif membuat saya
mempertimbangkan untuk
membeli produk fashion
tersebut.
2 Review yang berisi informasi 105 57 13 3 2 4,44
negatif menurunkan
ketertarikan saya terhadap
produk fashion tersebut.
3 Banyaknya review yang berisi 113 47 17 1 2 4,49
informasi negatif membuat
saya memilih untuk mencari
produk yang lainnya.
4 Secara umum, para penulis 34 77 59 8 2 3,74
review yang saya baca
merekomendasikan produk
fashion tersebut.
Rata-rata 4,26
Sumber: Hasil Penelitian 2020.

Berdasarkan Tabel 4, tanggapan responden terhadap review valence berkategori sangat


penting. Rata-rata jawaban responden secara keseluruhan sebesar 4,26 (4,20-5,00= Sangat Penting).
Ini menunjukkan bahwa review yang berisi informasi positif membuat responden

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 1000


mempertimbangkan untuk membeli produk fashion tersebut. Sebaliknya, review yang berisi
informasi negatif menurunkan ketertarikan terhadap produk fashion tersebut dan memilih untuk
mencari produk yang lainnya. Secara umum, para penulis review yang dibaca merekomendasikan
produk fashion tersebut.
Rata-rata jawaban tertinggi responden sebesar 4,49 (4,20-5,00= Sangat Penting) adalah untuk
pernyataan “Banyaknya review yang berisi informasi negatif membuat saya memilih untuk mencari produk
yang lainnya”. Ini menandakan bahwa responden sangat berhati-hati dalam membuat keputusan pembelian
ketika banyaknya review yang berisi informasi negatif tentang produk fashion yang diinginkan karena secara
fisik produk tersebut tidak bisa dilihat dan dicek langsung.
Berdasarkan hasil tanggapan dan wawancara dengan responden, maka dapat disimpulkan
bahwa tanggapan responden terhadap review valence berkategori sangat penting. Ini menunjukkan
bahwa review yang berisi informasi positif membuat responden mempertimbangkan untuk membeli
produk fashion tersebut. Sebaliknya, review yang berisi informasi negatif menurunkan ketertarikan
terhadap produk fashion tersebut dan memilih untuk mencari produk yang lainnya. Responden akan
membandingkan jumlah review yang positif dengan yang negatif terhadap produk fashiom tersebut
sebelum mengambil keputusan pembelian. Secara umum, para penulis review yang dibaca
merekomendasikan produk fashion tersebut jika mereka merasa sesuai dengan harapan dan yang
sesuai dengan di gambar pada marketplace tempat mereka membeli.

Deskripsi Review Timeliness


Deskripsi jawaban responden terhadap indikator dimensi review timeliness adalah sebagai
berikut:
Tabel 5. Jawaban Responden terhadap Dimensi Review Timeliness
Skor Tanggapan Responden
Sangat
Sangat Kurang Tidak Rata-
No. Pernyataan Setuju Tidak
Setuju Setuju Setuju rata
(4) Setuju
(5) (3) (2)
(1)
1 Adanya review yang terkini 98 64 16 2 0 4,43
mengenai produk fashion
sangat penting.
2 Review yang terkini 79 73 24 3 1 4,26
mengenai produk fashion
mencerminkan informasi
yang up-to-date mengenai
produk tersebut.
Rata-rata 4,34
Sumber: Hasil Penelitian 2020.

1001 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


Berdasarkan Tabel 5, tanggapan responden terhadap review timeliness berkategori penting.
Rata-rata jawaban responden secara keseluruhan sebesar 4,34 (3,41-4,20= Penting). Ini
menunjukkan bahwa adanya review yang terkini mengenai produk fashion sangat penting dan
mencerminkan informasi yang up-to-date mengenai produk tersebut.
Rata-rata jawaban tertinggi responden sebesar 4,43 (4,20-5,00= Sangat Penting) untuk
pernyataan “Adanya review yang terkini mengenai produk fashion sangat penting”, ini menandakan
bahwa dalam membuat keputusan pembelian, responden sangat memperhatikan review timeliness
terutama review yang terkini mengenai produk fashion menjadi sangat penting.
Berdasarkan hasil tanggapan dan wawancara dengan responden, maka dapat disimpulkan
bahwa review timeliness berkategori penting. Ini menunjukkan bahwa adanya review yang terkini
mengenai produk fashion sangat penting dan responden melihat dan membaca review terkini
terlebih dahulu, kemudian menghubuni penjual pada marketplace tersebut.

Deskripsi Kredibilitas Sumber Review


Deskripsi jawaban responden terhadap indikator dimensi kredibilitas sumber review adalah
sebagai berikut:
Tabel 6. Jawaban Responden terhadap Dimensi Kredibilitas Sumber Review
Skor Tanggapan Responden
Sangat
Sangat Kurang Tidak Rata-
No. Pernyataan Setuju Tidak
Setuju Setuju Setuju rata
(4) Setuju
(5) (3) (2)
(1)
1 Saya percaya bahwa orang 23 83 66 7 1 3,67
yang menulis review
mengenai produk fashion
tersebut adalah orang yang
dapat dipercaya.
2 Saya percaya bahwa orang 23 74 72 9 2 3,59
yang menulis review
mengenai produk fashion
tersebut dapat diandalkan.
3 Saya percaya bahwa orang 30 94 50 3 3 3,81
yang menulis review sudah
memiliki pengalaman dengan
produk fashion tersebut.
Rata-rata 3,69
Sumber: Hasil Penelitian 2020.

Berdasarkan Tabel 6, tanggapan responden terhadap dimensi kredibilitas sumber review


berkategori sangat kredibel. Rata-rata jawaban responden secara keseluruhan sebesar 4,69 (4,20-
5,00= Sangat Kredibel). Ini menunjukkan bahwa responden percaya bahwa orang yang menulis

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 1002


review mengenai produk fashion tersebut adalah orang yang dapat dipercaya, diandalkan dan
memiliki pengalaman dengan produk fashion tersebut.
Rata-rata jawaban tertinggi responden sebesar 3,81 (4,20-5,00= Sangat Kredibel) untuk
pernyataan “Saya percaya bahwa orang yang menulis review sudah memiliki pengalaman dengan
produk fashion tersebut”, ini menandakan bahwa responden percaya bahwa orang yang menulis
review sudah memiliki pengalaman dengan produk fashion tersebut karena sudah pernah membeli
dan menggunakannya.
Berdasarkan hasil tanggapan dan wawancara dengan responden, maka dapat disimpulkan
bahwa tanggapan responden terhadap dimensi kredibilitas sumber review berkategori sangat
kredibel. Ini menunjukkan bahwa responden percaya bahwa orang yang menulis review mengenai
produk fashion tersebut adalah orang yang dapat dipercaya jika tulisannya detail menceritakan
setelah produk fashion yang dibeli online. Orang yang menulis review juga bisa diandalkan dan
memiliki pengalaman dengan produk fashion tersebut, serta menceritakan pengalaman setelah
pembelian dan pemakaian.

Deskripsi Keputusan Pembelian


Deskripsi jawaban responden terhadap indikator dimensi kredibilitas sumber review adalah
sebagai berikut:
Tabel 7. Jawaban Responden terhadap Keputusan Pembelian
Skor Tanggapan Responden
Sangat
Sangat Kurang Tidak Rata-
No. Pernyataan Setuju Tidak
Setuju Setuju Setuju rata
(4) Setuju
(5) (3) (2)
(1)
1 Saya yakin bahwa membeli 33 75 66 5 1 3,74
produk fashion pada
marketplace Tokopedia,
Shopee atau Bukalapak
merupakan keputusan yang
tepat.
2 Saya akan 36 76 62 5 1 3,78
merekomendasikan kepada
orang lain untuk melakukan
pembelian produk fashion
di marketplace Tokopedia,
Shopee atau Bukalapak.
Sumber: Hasil Penelitian 2020.

Berdasarkan Tabel 7, tanggapan responden terhadap variabel keputusan pembelian sudah tinggi,
hal ini dilihat rata-rata jawaban responden secara keseluruhan sebesar 4,83 (3,41-4,20= Tinggi). Ini

1003 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


menunjukkan bahwa responden yakin bahwa membeli produk fashion pada marketplace Tokopedia, Shopee
atau Bukalapak merupakan keputusan yang tepat. Selain itu, responden akan merekomendasikan kepada
orang lain untuk melakukan pembelian produk fashion di marketplace Tokopedia, Shopee atau Bukalapak
serta melakukan pembelian ulang.
Rata-rata jawaban tertinggi responden sebesar 3,81 (3,41-4,20= Tinggi) adalah untuk
pernyataan “Saya akan melakukan pembelian ulang produk fashion di marketplace Tokopedia,
Shopee atau Bukalapak”, artinya rata-rata jawaban tinggi. Ini menandakan bahwa responden akan
melakukan pembelian ulang produk fashion di marketplace Tokopedia, Shopee atau Bukalapak,
karena sudah mendapatkan pengalaman belanja online yang menyenangkan.
Berdasarkan hasil tanggapan dan wawancara dengan responden, maka dapat disimpulkan
bahwa bahwa responden yakin bahwa membeli produk fashion pada marketplace Tokopedia,
Shopee atau Bukalapak merupakan keputusan yang tepat. Hal ini dikarenakan sistem marketplace
sangat mendukung dan memudahkan responden melihat review produk berdasarkan rating, review
dengan foto dan lainnya. Selain itu, responden akan merekomendasikan kepada orang lain untuk
melakukan pembelian produk fashion di marketplace Tokopedia, Shopee atau Bukalapak karena
harganya lebih murah sedangkan barang dan kualitasnya sama. Responden akan melakukan
pembelian ulang disesuaikan dengan kebutuhan.

Hasil Analisis Statistik


Tabel 8. Hasil Analisis Regresi Linier Variabel Online Consumer Reviews terhadap Keputusan
Pembelian
Unstandardized Standardized
t Sig.
Coefficients Coefficients
Model
B Std. Error Beta
1 (Constant) -.356 .947 -.376 .707
Online Consumer .162 .013 .687 12.618 .000
Reviews

Hasil regresi linier pada tabel 8 memberi dukungan terhadap hipotesis yang diajukan yaitu
H1: Online consumer reviews memiliki pengaruh yang positif terhadap keputusan pembelian
online. Artinya online consumer reviews memiliki pengaruh yang positif terhadap keputusan
pembelian online dan hipotesis diterima. Nilai pengaruh online consumer reviews (variabel
independen) terhadap keputusan pembelian online adalah β= 0,687. Hal ini secara fungsional
bermakna apabila variabel online consumer reviews ditingkatkan, maka keputusan pembelian online
akan meningkat. Artinya semakin baik peran online consumer reviews sebagai sumber informasi

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 1004


eksternal yang memuat informasi tambahan mengenai suatu produk, maka memiliki pengaruh
terhadap keputusan konsumen.

Tabel 9. Hasil Analisis Regresi Linier Variabel Online Consumer Reviews terhadap Keputusan
Pembelian
Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
Model B Std. Error Beta
t Sig.
1 (Constant) 2.466 .915 2.696 .008
Kualitas Review .373 .037 .599 9.973 .000

Hasil regresi linier pada Tabel 9 memberi dukungan terhadap hipotesis yang diajukan yaitu
H2: Kualitas review memiliki pengaruh yang positif terhadap keputusan pembelian online. Artinya
kualitas review memiliki pengaruh yang positif terhadap keputusan pembelian online dan hipotesis
diterima. Nilai pengaruh kualitas review (variabel independen) terhadap keputusan pembelian
online adalah β= 0,599. Hal ini secara fungsional bermakna apabila variabel kualitas review
ditingkatkan, maka keputusan pembelian online akan meningkat.

Tabel 10. Hasil Analisis Regresi Linier Dimensi Volume Review terhadap Keputusan Pembelian
Unstandardized Standardized
Model Coefficients Coefficients
B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 4.917 .783 6.278 .000
Volume Review .545 .064 .539 8.530 .000

Hasil regresi linier pada Tabel 10 memberi dukungan terhadap hipotesis yang diajukan yaitu
H3: Volume review memiliki pengaruh yang positif terhadap keputusan pembelian online. Artinya
volume review memiliki pengaruh yang positif terhadap keputusan pembelian online dan hipotesis
diterima. Nilai pengaruh volume review (variabel independen) terhadap keputusan pembelian
online adalah β= 0,539. Hal ini secara fungsional bermakna apabila variabel volume review
ditingkatkan, maka keputusan pembelian online akan meningkat.

Tabel 11. Hasil Analisis Regresi Linier Dimensi Review Valence terhadap Keputusan Pembelian
Unstandardized Standardized
Model Coefficients Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 2.710 1.008 2.687 .008
Review Valence .516 .059 .550 8.791 .000

1005 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


Hasil regresi linier pada Tabel 11 memberi dukungan terhadap hipotesis yang diajukan yaitu
H4: Review valence memiliki pengaruh yang positif terhadap keputusan pembelian online. Artinya
review valence memiliki pengaruh yang positif terhadap keputusan pembelian online dan hipotesis
diterima. Nilai pengaruh review valence (variabel independen) terhadap keputusan pembelian
online adalah β= 0,550. Hal ini secara fungsional bermakna apabila variabel review valence
ditingkatkan, maka keputusan pembelian online akan meningkat.

Tabel 12. Hasil Analisis Regresi Linier Dimensi Review Timeliness terhadap Keputusan Pembelian
Unstandardized Standardized
Model Coefficients Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 4.717 .961 4.908 .000
Review Timeliness .780 .109 .471 7.130 .000

Hasil regresi linier pada Tabel 12 memberi dukungan terhadap hipotesis yang diajukan yaitu
H5: Review timeliness memiliki pengaruh yang positif terhadap keputusan pembelian online.
Artinya review timeliness memiliki pengaruh yang positif terhadap keputusan pembelian online dan
hipotesis diterima. Nilai pengaruh review timeliness (variabel independen) terhadap keputusan
pembelian online adalah β= 0,471. Hal ini secara fungsional bermakna apabila variabel review
timeliness ditingkatkan, maka keputusan pembelian online akan meningkat.

Tabel 13. Hasil Analisis Regresi Linier Dimensi Kredibilitas Sumber Review terhadap Keputusan
Pembelian
Unstandardized Standardized
Model Coefficients Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 5.013 .721 6.948 .000
Kredibilitas Sumber .586 .064 .565 9.144 .000
Review

Hasil regresi linier pada Tabel 13 memberi dukungan terhadap hipotesis yang diajukan yaitu
H6: Kredibilitas sumber review memiliki pengaruh yang positif terhadap keputusan pembelian
online. Artinya kredibilitas sumber review memiliki pengaruh yang positif terhadap keputusan
pembelian online dan hipotesis diterima. Nilai pengaruh kredibilitas sumber review (variabel
independen) terhadap keputusan pembelian online adalah β= 0,565. Hal ini secara fungsional
bermakna apabila variabel kredibilitas sumber review ditingkatkan, maka keputusan pembelian
online akan meningkat.

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 1006


Berdasarkan hasil penelitian, tanggapan responden terhadap variabel online consumer
reviews secara keseluruhan sudah berkategori baik. Ini berarti responden telah mendapat informasi
yang berdasarkan pada pengalaman langsung konsumen sebelumnya sehingga dapat mengurangi
risiko, dan lebih bisa memahami sebuah produk secara lebih mendalam dan mengambil keputusan
pembelian. Informasi tersebut dapat berupa ulasan produk, respon penjual dan bahkan kecepatan
pengiriman. Berdasarkan uji hipotesis maka didapat hasil online consumer reviews berpengaruh
secara positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian online. Artinya semakin baik peran
online consumer reviews sebagai sumber informasi eksternal yang memuat informasi tambahan
mengenai suatu produk, maka memiliki pengaruh terhadap keputusan pembelian yang dilakukan
oleh konsumen.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang menyatakan bahwa online consumer
reviews sebagai sumber informasi langsung mengenai barang yang akan dibeli, review dari
konsumen dapat memberikan penilaian yang lebih bersifat akurat dan juga emosional karena
diberikan oleh sesama pelanggan sehingga memiliki nilai keterpercayaan yang lebih tinggi (Farki et
al., 2016). Karenanya, online consumer review cukup berpengaruh dan bermanfaat bagi calon
pembeli lainnya dalam mengidentifikasi dan mengevaluasi produk. Pada akhirnya, online consumer
review memiliki pengaruh terhadap keputusan pembelian (Devedi, Sujatha & Pathak, 2017; Sutanto
& Aprianingsih, 2016).
Berdasarkan hasil tanggapan dan wawancara dengan responden, maka dapat diketahui
bahwa kualitas review secara keseluruhan sudah berkategori berkualitas. Ini berarti responden telah
mendapat informasi yang berdasarkan pada pengalaman langsung konsumen sebelumnya sehingga
dapat mengurangi risiko, dan lebih bisa memahami sebuah produk secara lebih mendalam dan
mengambil keputusan pembelian. Informasi dari review sebagian obyektif, dan sebagian lagi
subyektif, tergantung pengalaman konsumen masing-masing yang pernah membeli. Informasi
sudah cukup jelas, mudah dimengerti dan memberikan manfaat bagi responden dalam membuat
keputusan pembelian produk fashion. Informasi tersebut dapat berupa ulasan produk yang telah
ditulis oleh konsumen yang pernah membeli disertai dengan foto dan ulasannya cukup detail.
Hasil analisis berupa uji hipotesis didapat hasil kualitas online consumer reviews
berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap variabel keputusan pembelian online. Hasil
penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian oleh Bataineh (2015) bahwa online consumer reviews
yang berisi informasi yang jelas dan berkualitas akan membantu kosumen dalam mengevaluasi
produk. Online consumer reviews yang berkualitas haruslah dapat dimengerti, memadai dan
relevan. Berdasarkan teori perceived quality, semakin detail, lengkap, akurat, faktual dan relevan

1007 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


suatu review terhadap kebutuhan konsumen, maka review tersebut semakin membantu untuk
membuat keputusan pembelian (Park et al., 2007; Schepers, 2015).
Hasil tanggapan dan wawancara dengan responden, maka dapat diketahui bahwa volume
review berkategori tinggi. Ini menunjukkan bahwa jumlah review yang banyak menandakan produk
fashion tersebut merupakan produk yang populer dan berkualitas baik, sedangkan sebgian yang lain
menganggap karena produknya murah. Selain itu, jumlah informasi mengenai produk fashion dalam
review yang dibaca responden sudah cukup banyak untuk memenuhi kebutuhan dalam mencari
informasi. Biasanya responden mencari produk yang sudah banyak reviewnya.
Dimensi volume review berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap variabel
keputusan pembelian online. Artinya dengan adanya peningkatan volume review yang ditampilkan
oleh marketplace, maka konsumen lebih banyak mendapat infomasi tentang suatu produk yang
dijual berkaitan dengan kualitas dan kepopuleran produk tersebut, maka akan meningkatkan
keputusan pembelian online yang dilakukan oleh konsumen.
Hasil penelitian ini sejalan dengan beberapa hasil penelitian oleh Bataineh (2015) dan Park
et al. (2007) bahwa konsumen cenderung melihat volume review suatu produk untuk mengetahui
apakah produk tersebut populer dan bernilai atau tidak. Volume review yang banyak juga
memungkinkan konsumen untuk menemukan informasi yang mereka inginkan dan berguna untuk
membuat keputusan pembelian. Banyaknya review juga mempengaruhi konsumen untuk
memutuskan pembelian mereka dengan alasan bahwa banyak orang lain yang juga membeli produk
tersebut (Park et al., 2007).
Berdasarkan hasil tanggapan dan wawancara dengan responden, diketahui bahwa tanggapan
responden terhadap review valence berkategori sangat penting. Ini menunjukkan bahwa review
yang berisi informasi positif membuat responden mempertimbangkan untuk membeli produk
fashion tersebut. Sebaliknya, review yang berisi informasi negatif menurunkan ketertarikan
terhadap produk fashion tersebut dan memilih untuk mencari produk yang lainnya. Responden akan
membandingkan jumlah review yang positif dengan yang negatif terhadap produk fashiom tersebut
sebelum mengambil keputusan pembelian. Secara umum, para penulis review yang dibaca
merekomendasikan produk fashion tersebut jika mereka merasa sesuai dengan harapan dan yang
sesuai dengan di gambar pada marketplace tempat mereka membeli.
Berdasarkan hasil analisis pengujian hipotesis maka didapat hasil dimensi review valence
berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian online. Artinya dengan
adanya peningkatan review valence yang memuat informasi positif atau negatif mengenai suatu
produk di mana review yang positif menyoroti kelebihan suatu produk, maka akan meningkatkan
keputusan pembelian online yang dilakukan oleh konsumen.

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 1008


Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian oleh Cheung dan Lee (2008) yang
menemukan bahwa online consumer reviews yang negatif dapat merusak kepercayaan emosional
konsumen dan mempengaruhi keputusan pembeliannya. Review valence adalah pernyataan positif
atau negatif mengenai suatu produk. Review yang positif akan menyoroti kelebihan suatu produk,
dan sebaliknya review yang negatif akan mengungkap kekurangan suatu produk (Cheung &
Thadani, 2012).
Hasil tanggapan dan wawancara dengan responden, maka dapat disimpulkan bahwa review
timeliness berkategori sangat penting. Ini menunjukkan bahwa adanya review yang terkini
mengenai produk fashion sangat penting dan responden melihat dan membaca review terkini
terlebih dahulu yang mencerminkan informasi yang up-to-date mengenai produk tersebut,
kemudian menghubungi penjual pada marketplace tersebut.
Dimensi review timeliness berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap keputusan
pembelian online. Artinya dengan adanya peningkatan review timeliness yang memuat informasi
terkini tentang suatu produk fashion yang ingin dibeli, maka akan meningkatkan keputusan
pembelian online yang dilakukan oleh konsumen. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil
penelitian oleh Yayli dan Bayram (2012) yang menyatakan bahwa review timeliness memiliki
pengaruh yang positif terhadap keputusan pembelian. Review timeliness adalah mengenai aktualitas
suatu review, apakah review tersebut merupakan review yang baru dan mengandung informasi
terkini. Review yang dianggap tidak baru akan dianggap out-of-date dan tidak dapat diandalkan
untuk membuat keputusan pembelian (McKinney, Yoon & Zahedi, 2002).
Hasil tanggapan dan wawancara dengan responden, maka dapat diketahui bahwa tanggapan
responden terhadap dimensi kredibilitas sumber review berkategori sangat kredibel. Ini
menunjukkan bahwa responden percaya bahwa orang yang menulis review mengenai produk
fashion tersebut adalah orang yang dapat dipercaya jika tulisannya detail menceritakan setelah
produk fashion yang dibeli online. Orang yang menulis review juga bisa diandalkan dan memiliki
pengalaman dengan produk fashion tersebut, serta menceritakan pengalaman setelah pembelian dan
pemakaian.
Dimensi kredibilitas sumber review berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap
keputusan pembelian online setelah dilakukan analisis uji hipotesis. Artinya baik tingkat kredibilitas
sumber review dan juga terpercaya yang disampaikan oleh konsumen yang pernah memiliki
pengalaman membeli produk di marketplace tersebut, maka akan meningkatkan keputusan
pembelian online. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian oleh Schepers (2015) yang
menyatakan konsumen lebih mempercayai informasi yang dibagikan oleh sesama konsumen
dibandingkan dengan informasi produk yang disediakan oleh produsen atau penjual produk. Meski

1009 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


demikian, kredibilitas sumber review merupakan sesuatu yang sulit diukur karena merupakan
perasaan subyektif dari konsumen.

Implikasi Strategis
Keputusan pembelian secara online didahului oleh tahapan pengenalan kebutuhan,
pencarian informasi dan evaluasi alternatif. Keputusan pembelian online dipengaruhi oleh banyak
faktor yang dapat dikelompokkan menjadi faktor internal yaitu psikologi konsumen dan faktor
eksternal yang terdiri dari lingkungan sosial budaya masyarakat, stimuli pemasaran dan sistem
kontrol vendor (Suhari, 2008).
Keputusan pembelian secara online ini dimulai sejak munculnya tren e-commerce yang
dimulai dari kesuksesan situs web pengecer online Amazon dan situs web lelang eBay di Amerika
Serikat yang didirikan pada tahun 1994 dan 1995. Sedangkan di Indonesia, permulaan e-commerce
ditandai dengan hadirnya situs web Bhinneka dan forum Kaskus khususnya Forum Jual Beli (FJB)
pada tahun 1999 (Bhinneka.com, 2017).
Sejak saat itu, e-commerce di Indonesia telah banyak berkembang dan berevolusi, namun
masih terdapat beberapa hal yang menjadi kendala dalam perkembangannya, salah satunya yaitu
kendala kepercayaan. Dharmaadi dan Supangkat (2014) menyebutkan bahwa sebagian besar
pengguna yang ingin berbelanja kurang mempercayai situs-situs e-commerce. Tetapi konsumen
memiliki kekhawatiran barang yang dibeli tidak sampai, barang tidak sesuai dan tidak bisa
dikembalikan jika tidak sesuai dalam melakukan keputusan pembelian secara online.
Dalam rangka meminimalisir risiko tersebut, calon konsumen dapat membandingkan
informasi produk yang ditampilkan oleh penjual dengan informasi produk berdasarkan pengalaman
konsumen lainnya. Selayaknya WOM tradisional, e-WOM berupa online consumer review juga
dapat menjadi sumber informasi bagi calon konsumen. Proses pengambilan keputusan oleh
konsumen sangat dipengaruhi oleh e-WOM (Goldenberg, Libai & Muller, 2001).
Para penyedia marketplace dan penjual yang tergabung dalam marketplace tersebut sudah
seharusnya menampilkan online consumer reviews harus berkualitas yaitu dapat dimengerti,
memadai dan relevan. Berdasarkan teori perceived quality, semakin detail, lengkap, akurat, faktual
dan relevan suatu review terhadap kebutuhan konsumen, maka review tersebut semakin membantu
untuk membuat keputusan pembelian (Park et al., 2007; Schepers, 2015).
Selain review yang berkualitas, para penyedia marketplace dan penjual perlu menampilkan
semua review dari konsumen yang ada, karena dengan jumlah review yang banyak menandakan
bahwa produk fashion tersebut merupakan produk yang populer. Jumlah review yang banyak juga
menandakan bahwa produk fashion tersebut memiliki kualitas yang baik. Sama halnya dengan yang

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 1010


dijelaskan oleh Bataineh (2015) dan Park et al. (2007), konsumen cenderung melihat jumlah review
suatu produk untuk mengetahui apakah produk tersebut populer dan bernilai atau tidak. Banyaknya
volume review juga memungkinkan konsumen untuk menemukan jenis informasi yang mereka
butuhkan untuk membuat keputusan pembelian. Volume review berpengaruh signifikan terhadap
keputusan pembelian karena volume review yang besar dapat meningkatkan persepsi terhadap
popularitas sebuah produk (Yayli & Bayram, 2012).
Para penyedia marketplace dan penjual perlu secara jujur menampilkan review dari
konsumen yang memuat komentar positif atau negatif mengenai suatu produk yang dijual sehingga
memberikan kesempatan kepada konsumen untuk membandingkan sebelum mengambil keputusan
pembelian. Ini karena review yang positif akan menyoroti kelebihan suatu produk, dan sebaliknya
review yang negatif akan mengungkap kekurangan suatu produk (Cheung & Thadani, 2012).
Online consumer reviews yang terkini perlu ditampilan oleh para penyedia marketplace dan
penjual atau review timeliness karena berkaitan dengan aktualitas suatu review, apakah review
tersebut merupakan review yang baru dan mengandung informasi terkini. Review yang dianggap
tidak baru akan dianggap out-of-date dan tidak dapat diandalkan. Sama halnya dengan yang
dikemukakan oleh McKinney, Yoon dan Zahedi (2002) yang menyatakan review yang dianggap
tidak baru akan dianggap out-of-date dan tidak dapat diandalkan untuk membuat keputusan
pembelian. Jadi, disimpulkan bahwa review timeliness memiliki pengaruh yang positif terhadap
keputusan pembelian (Yayli & Bayram, 2012).
Para penyedia marketplace dan penjual perlu menampilkan counsumer online reviews yang
mengandung unsur kredibilitas karena konsumen lebih mempercayai informasi yang dibagikan oleh
sesama konsumen dibandingkan dengan informasi produk yang disediakan oleh produsen atau
penjual produk. Sebagai faktor yang sangat penting, kredibilitas sumber review seharusnya bersifat
kompeten dan dapat dipercaya (Cheung, Lee & Rabjohn, 2008) agar dapat membantu konsumen
memproses informasi yang diterimanya (Bataineh, 2015).

Penutup
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tentang pengaruh variabel dan dimensi
online consumer reviews terhadap keputusan pembelian dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Hasil penelitian menunjukkan online consumer reviews berpengaruh positif dan signifikan
terhadap keputusan pembelian produk fashion pada platform online marketplace C2C.
2. Berdasarkan penelitian menunjukkan dimensi kualitas review memiliki pengaruh yang positif
dan signifikan terhadap keputusan pembelian.

1011 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


3. Hasil penelitian menunjukkan dimensi volume review memiliki pengaruh yang positif dan
signifikan terhadap keputusan pembelian.
4. Berdasarkan penelitian menunjukkan dimensi review valence memiliki pengaruh yang positif
dan signifikan terhadap keputusan pembelian.
5. Hasil penelitian menunjukkan dimensi review timeliness memiliki pengaruh yang positif dan
signifikan terhadap keputusan pembelian.
6. Hasil penelitian menunjukkan dimensi kredibilitas sumber review memiliki pengaruh yang
positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian.
Saran yang diajukan oleh peneliti berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tentang
pengaruh variabel dan dimensi online consumer reviews terhadap keputusan pembelian adalah
sebagai berikut:
1. Bagi Perusahaan
a. Perusahaan penyedia marketplace dan penjual perlu mendorong konsumen untuk
memberikan review yang mudah dimengerti, memadai, detail, lengkap, akurat, faktual dan
relevan terhadap kebutuhan konsumen lainnya. Konsumen juga perlu didorong untuk
menyertakan foto produk pada reviewnya, misalnya dengan pemberian insentif berupa
cashback atau poin.
b. Perusahaan penyedia marketplace dan penjual perlu secara jujur menampilkan review dari
konsumen baik yang memuat komentar positif maupun komentar negatif mengenai suatu
produk, sehingga dapat memberikan kesempatan kepada konsumen untuk membandingkan
review sebelum mengambil keputusan pembelian. Perusahaan penyedia marketplace juga
dapat memberikan wewenang kepada penjual untuk menyortir review baik berupa tulisan
maupun foto yang tidak relevan dengan produk agar dapat meningkatkan manfaat sistem
online consumer reviews bagi konsumen.
c. Perusahaan penyedia marketplace dan penjual perlu menampilkan review yang terkini (up-
to-date) tentang produk fashion yang dijual.
d. Para penyedia marketplace dan penjual perlu menampilkan online consumer reviews yang
mengandung unsur kredibilitas karena konsumen lebih mempercayai informasi yang
dibagikan oleh sesama konsumen dibandingkan dengan informasi produk yang disediakan
oleh produsen atau penjual produk.
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
a. Penelitian selanjutnya dapat memperbanyak jumlah sampel dan memperluas lingkupnya
untuk mendapatkan hasil yang lebih menyeluruh.

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 1012


b. Penelitian selanjutnya dapat menambah jumlah variabel dapat yang mempengaruhi
keputusan pembelian produk fashion di online marketplace C2C selain online consumer
reviews.
c. Penelitian selanjutnya dapat meneliti online consumer reviews di masing-masing online
marketplace C2C Tokopedia, Shopee dan Bukalapak serta membandingkan sistem online
consumer reviews di antara ketiganya.

Referensi
Agustina, L. & Kurniawan, F. (2018). Sistem reputasi penjual dalam proses pengambilan keputusan
pembelian di platform C2C e-commerce. Jurnal Komunikasi Indonesia, VII9(1), 28-43.
Almana, A.M. & Mirza, A.A. (2013). The impact of electronic word of mouth on consumers’
purchasing decisions. International Journal of Computer Applications, 82(9).
Bae, S. & Lee, T. (2011a). Gender differences in consumers perception of online consumer reviews.
Electronic Commerce Research, 201-214.
Bae, S. & Lee, T. (2011b). Product type and consumers’ perception of online consumer reviews.
Electron Markets, 21:255-266.
Bataineh, A.Q. (2015). The impact of perceived e-wom on purchase intention: the mediating role of
corporate image. International Journal of Marketing Studies, 7(1).
Beneke, J., Mill, J., Naidoo, K. & Wickham, B. (2015). The impact of willingness to engage in
negative electronic word-of-mouth on brand attitude: a study of airline passengers in South
Africa. Journal of Business and Retail Management Research, 9(2), 68-84.
Bhinneka.com. (2017). Sejarah E-Commerce Indonesia: Apa yang Telah dan Akan Terjadi?
Diakses dari
https://www.kompasiana.com/www.bhinneka.com/59b25877085ea65943594dc2/sejarah-e-
commerce-indonesia-apa-yang-telah-dan-akan-terjadi?page=all.
Chatterjee, P. (2001). Online reviews: do consumers use them? NA – Advances in Consumer
Research, 28, 129-133.
Cheung, C.M.K. & Lee, M.K.O. (2008). Online consumer reviews: does negative electronic word-
of-mouth hurt more? Americas Conference on Information Systems 2008 Proceedings. 143.
Cheung, C.M.K., Lee, M.K.O. & Rabjohn, N. (2008). The impact of electronic word-of-mouth.
Internet Research, 18(3), 229-247.
Dharmaadi, I.P.A. & Supangkat, S.H. (2014). Literature review: Sistem reputasi berbasis feedback
rating pada e-commerce. E-Indonesia Initiatives (eII-Forum) 2014.
Devedi, P., Sujatha, P. & Pathak, R. (2017). A study on parameters of online reviews content that
influence consumers buying behavior-an Indian perspective. Journal of Business and Retail
Management Research. 11(4), 1-13.
Farki, A., Baihaqi, I. & Wibawa, B.M. (2016). Pengaruh online customer review dan rating
terhadap kepercayaan dan minat pembelian pada online marketplace di Indonesia. Jurnal
Teknik ITS, 5(2), A614-A619.
Forman, C., Ghose, A. & Wiesenfeld, B. (2008). Examining the relationship between reviews and
sales: the role of reviewer indentity disclosure in electronic markets. Information Systems
Research, 19(3), 291-313.
Goldenberg, J., Libai, B. & Muller, E. (2001). Talk of the network: A complex system look at the
underlying process of word-of-mouth. Marketing Letters 12(3), 211-223.
Hennig-Thurau, T., Gwinner, K.P., Walsh, G. & Gremler, D.D. (2004). Electronic word of mouth
via consumer opinion platforms: What motivates consumers to articulate themselves on the
internet? Journal of Interactive Marketing, 18(1), 38-52.

1013 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


Iprice. Peta E-Commerce di Indonesia. Diakses dari https://iprice.co.id/insights/mapofecommerce/.
Khammash, M. (2008). Electronic Word-of-Mouth: Antecedents of Reading Customer Reviews in
On-line Opinion Platforms: A Quantitative Study from the UK Market. ADIS International
Conference, 77-84.
Kotler, P. (2000). Manajemen pemasaran analisa, perencanaan, implementasi dan kegunaan (Edisi
8). Jakarta: Salemba Empat.
Kotler, P. & Keller, K.L. (2009). Manajemen pemasaran. (Edisi 13). Jakarta: Penerbit Erlangga.
Kusumasondjaja, S., Shanka, T. & Marchegiani, C. (2012). Credibility of online reviews and initial
trust: The roles of reviewer’s indentity and review valence. Journal of Vacation Marketing,
18(3), 185-195.
Laudon, K.C. & Laudon, J.P. (2008). Sistem informasi manajemen: Mengelola perusahaan digital.
(Edisi 10). Jakarta: Salemba Empat.
Lee, E.J. & Shin, S.Y. (2013). When do consumers buy online product reviews? Effects of review
quality, product type and reviewer’s photo. Computers in Human Behavior, 31, 356-366.
McKinney, V.R., Yoon, K. & Zahedi, F.M. (2002). The measurement of web-customer satisfaction:
an expectation and disconfirmation approach. Information Systems Research, 13(3), 296-315.
Park, C. & Lee, T.M. (2009). Information direction, website reputation and ewom effect: a
moderating role of product type. Journal of Business Research, 62(1), 61-67.
Park, D., Lee, J. & Han, I. (2007). The effect of on-line consumer reviews on consumer purchasing
intention: the moderating role of involvement. International Journal of Electronic Commerce,
11(4), 125-148.
Sa’ait, N., Kanyan, A. & Nazrin, M.F. (2016). The effect of E-WOM on customer purchase
intention. International Academic Research Journal of Social Science. 2(1), 73-80.
Sarwono, J. & Prihartono, K. (2012). Perdagangan online: Cara bisnis di internet. Jakarta: Elex
Media Komputindo.
Schepers, M. (2015). The impact of online consumer reviews factors on the Dutch consumer buying
decision. 5th IBA Bachelor Thesis Conference, Enchesde, the Netherlands.
Schiffman, L.G. & Kanuk, L.L. (2010). Consumer behaviour (10th edition). New Jersey: Pearson
Prentice Hall.
Suhari, Y. (2008). Keputusan membeli secara online dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Jurnal Teknologi Informasi DINAMIK, 8(2), 140-146.
Sutanto, M.A. & Aprianingsih, A. (2016). The effect of online consumer review toward purchase
intention: A study in premium cosmetic in Indonesia. Paper disajikan pada International
Conference on Ethics of Business, Economics and Social Science, Bandung: 218–230.
Tadelis, S. (2016). The economics of reputation and feedback systems in e-commerce marketplaces.
IEEE Internet Computing, 20(1), 12-19.
Turban, E., King, D., Lee, J.K., Liang, T.P. & Turban, D.C. (2015). Electronic commerce: A
managerial and social networks perspective (8th edition). Switzerland: Springer International
Publishing.madu
Wijayanti, R.H.H. & Harti. (2017). Pengaruh online consumer reviews dan harga terhadap
keputusan pembelian produk fashion di toko online pada generasi muda surabayar. Jurnal
Pendidikan Tata Niaga, 1(2,) 49-55.
Yayli, A., Bayram, M. (2012). E-WOM: The effects of online consumer reviews on purchasing
decisions. Int. J. Internet Marketing and Advertising, 7(1), 51-64.
Ye, Q., Law, R., Gu, B. & Chen, W. (2011). The influence of user-generated content on traveler
behavior: An empirical investigation on the effects of e-word-of-mouth to hotel online
bookings. Computers in Human Behavior, 27, 634-639.
Zhu, F. & Zhang, X. (2010). Impact of online consumer reviews on sales: the moderating role of
product and consumer characteristics. Journal of Marketing, 74(2), 133-148.

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 1014


Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Nasabah Bank Bengkulu
Cabang Pembantu Sukaraja

Fenny Vabelita1), Meiliani2), Sularsih Anggarawati3)


Mahasiswa PS Magister Manajemen, Universitas Bengkulu1)
Dosen PS Magister Manajemen, Universitas Bengkulu2)

Abstract. The study aimed to examine the service quality and the Bank’s customer satisfaction.
Specifically, it analysed each of the service quality components that is tangibles, reliability,
responsiveness, assurance, and empathy in influencing the customer satisfaction. Employing
accidental sampling, 307 active customers at Bank Bengkulu Sukaraja Sub Branch were used to
being the respondents at the study. A self-administrated survey questionnaire technique was used to
collect data. Data gathered were analyzed using the multiple linear regression analysis. The result
showed that the tangibles, the reliability, the responsiveness, the assurance, and the empathy of the
service quality together influenced positively and significantly the customer satisfaction. Partially,
there was a positive and significant influence of the tangibles on the customer satisfaction; Similarly,
the reliability had a positive and significant influence on the customer satisfaction; The
responsiveness and the empathy, each of them had also a positive and significant influence on the
customer satisfaction. These implied that the combination of the five components of the service
quality played a significant role in achieving a high satisfaction of the bank customers. The
satisfaction of the customers cannot be achieved if the bank only treated one or two components.
It was arguing that applying the five components during the customers’ transactions at the bank
was more effective and efficient in showing the quality of the service. Indirectly, the customers
could feel the satisfaction of the service provided by the bank.

Keyword: Tangible, Reliability, Responsiveness, Assurance, Emphaty, Satisfaction

Pendahuluan
Keberhasilan perusahaan dalam memberikan pelayanan yang berkualitas dapat ditentukan dengan
pendekatan service quality, yang mana service quality dapat diukur dengan membandingkan antara
pelayanan yang diterima pelanggan dengan harapan pelanggan karenanya hal utama dan serius yang
diperhatikan oleh perusahaan adalah kualitas pelayanan dengan melibatkan seluruh sumber daya
perusahan (Putranto, Nurbambang, Rinto. 2019). Peningkatan kualitas merupakan salah satu strategi
pemasaran yang ditekankan pada pemenuhan keinginan pelanggan. Untuk menciptakan layanan
kualitas yang tinggi, sebuah perusahaan/lembaga harus menawarkan layanan yang mampu diterima
atau dirasakan pelanggan sesuai dengan atau melebihi apa yang diharapkan pelanggan. Semakin
tinggi kualitas pelayanan yang dirasakan dibanding harapannya, pelanggan tentu akan semakin puas
(Alfiah, 2019).

1015 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


Permasalahan
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, setiap pegawai Bank Bengkulu Cabang
Pembantu Sukaraja telah dapat melaksanakan standar pelayanan dengan baik, memberikan
pelayanan dengan tulus dan sepenuh hati walaupun dalam melayani terdapat nasabah yang ingin
cepat dilayani tanpa ingin mengantri sehingga membuat pelayanan menjadi terganggu. Selain itu
keterbatasan jumlah pegawai juga menambah kualitas pelayanan yang diberikan belum optimal.
Hal ini tentu saja menyebabkan kesenjangan antara kualitas pelayanan yang diharapkan nasabah
terhadap kepuasan yang diperolehnya.
Berdasarkan hasil observasi dilapangan terlihat fasilitas ruangan tunggu yang dimiliki Bank
Bengkulu Cabang Pembantu Sukaraja belum memadai. Hal ini dikarenakan jumlah kursi didalam
banking hall yang dimiliki belum dapat menampung jumlah kunjungan nasabah. Selain itu, dilihat
dari fasilitas ATM yang disediakan Bank Bengkulu Cabang Pembantu Sukaraja hanya terdapat 1
unit mesin ATM untuk melayani banyak nasabah serta seringnya mati listrik di Kelurahan Sukaraja.
Kondisi ini menyebabkan nasabah harus mengantri dan sering terjadi reload mesin ATM. Selain dari
tampilan fisik gedung, fenomena selanjutnya terkait dengan kehandalan dan respon pegawai Bank
Bengkulu Capem Sukaraja dalam melayani nasabah. Dengan kondisi petugas teller yang hanya 1
orang menyebabkan antrian yang panjang sehingga membuat nasabah yang ingin mendapatkan jasa
pelayanan menjadi kurang puas.
Hasil observasi awal dengan nasabah tabungan Bank Bengkulu Cabang Pembantu Sukaraja
pada tanggal 12 sampai dengan 16 Maret 2019, ketika ditanyakan tentang kualitas pelayanan Bank
Bengkulu Cabang Pembantu Sukaraja masih dirasa kurang memuaskan, terutama bangunan fisik
Kantor Cabang Pembantu Sukaraja dimana bangunan yang ada merupakan alih fungsi bangunan dari
sebuah rumah tinggal sehingga penataan dan tampilan dalam ruang layanan kantor belum tertata
dengan baik, seperti sekat antar ruangan yang dibuat secara sederhana dan keramik dalam ruangan
yang berbeda warna dalam setiap ruangan. Sementara itu, hasil observasi awal terlihat pelayanan
Bank Bengkulu Cabang Pembantu Sukaraja kepada nasabah belum maksimal. Hal ini dikarenakan
Bank Bengkulu Cabang Pembantu Sukaraja hanya memiliki 1 orang petugas teller, 1 orang petugas
customer service yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada nasabah sesuai standar
operasional prosedur yang harus dijalankan dalam memenuhi kebutuhan nasabah akan jasa
pelayanan yang optimal.
Fenomena yang terjadi ini merupakan indikasi bahwa pentingnya kualitas pelayanan dalam
mencapai kepuasan nasabah. Dari latar belakang tersebut, penulis ingin tertarik untuk mengkaji
tentang pengaruh kualitas layanan terhadap kepuasan nasabah Bank Bengkulu Cabang Pembantu
Sukaraja.

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 1016


Tinjauan Pustaka
Pengaruh Kualitas Pelayanan terhadap Kepuasan
Kualitas layanan dalam setiap perusahaan berpengaruh terhadap kepuasan konsumen. Setiap
pelanggan menuntut agar produk atau jasa yang diberikan perusahaan dapat memberi kepuasan yang
besar (Kotler & Amstrong, 2017). Maka dari itu, setiap pelaku usaha terutama dalam bidang jasa
dituntut untuk selalu mengutamakan kualitas layanannya. Penilaian konsumen terhadap hasil
kualitas layanan terdapat dari perbandingan ekspektasi sebelum pelayanan dengan pelayanan aktual
pelanggan. Layanan akan dianggap bagus jika persepsi melebihi harapan itu akan dianggap baik atau
memadai jika hanya setara dengan harapan layanan dan akan dianggap buruk atau kurang jika tidak
sesuai dengan harapan konsumen (Silvestri, Aquilani, & Ruggieri, 2017). Fang, Chiu, dan Wang
(2016) menjelaskan bahwa konsumen akan merasa puas jika mereka dilayani dengan baik oleh
perusahaan, sehingga menimbulkan persepsi yang kuat terhadap layanan yang diberikan perusahan
dan dari situ akan menimbulkan kepercayaan yang tinggi diberikan untuk perusahaan.
Semakin tinggi kualitas pelayanan yang diberikan berbanding lurus dengan semakin
tingginya tingkat kepuasan konsumen. konsumen dapat dikatakan puas saat perasaannya setelah
menerima layanan lebih besar dibandingkan harapan sebelumnya. Jika konsumen menerima hal yang
sebaliknya maka dapat disimpulkan bahwa konsumen tersebut tidak puas. Ukuran kepuasan nasabah
perbankan atas pelayanan yang diberikan tidak hanya ditentukan oleh yang melayani saja, akan tetapi
lebih banyak ditentukan oleh pihak yang dilayani (Kotler & Keller, 2018).

Kualitas Pelayanan
Kualitas adalah jaminan terbaik atas loyalitas konsumen, pertahanan terkuat kami
menghadapi persaingan luar negeri, dan satu-satunya jalan untuk mempertahankan pertumbuhan dan
penghasilan (Kotler dan Keller, 2018). Berdasarkan pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan
bahwa kualitas pelayanan ialah upaya yang dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan
konsumen sesuai dengan keinginan dan harapan konsumen, sehingga dapat membuat konsumen
merasa puas setelah harapannya terpenuhi.

Kepuasan
Kepuasan konsumen merupakan salah satu pendorong utama yang menghubungkan antara
perusahaan dan pelanggan dalam jangka panjang. Jika berbicara tentang kepuasan atau
ketidakpuasan, terdiri dari perasaan senang tertentu atau kecewa yang berasal dari perbandingan
antara kinerja suatu produk dengan keinginan pribadi (Kotler & Amstrong, 2017). Pengukuran
kepuasan konsumen (Tjiptono, 2017) memiliki berapa konsep, yaitu:

1017 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


a. Kepuasan konsumen keseluruhan (overall customer satisfaction). Dalam konsep ini, cara
mengukur kepuasan konsumen yaitu langsung menanyakan kepada konsumen seberapa puas
mereka dengan produk atau jasa suatu perusahaan.
b. Konfirmasi harapan (confirmation of expectations). Kepuasan diukur berdasarkan
kesesuaian/ketidaksesuaian antara harapan konsumen dengan kinerja produk/jasa perusahaan.
c. Kesediaan untuk merekomendasi (willingness to recommend). Kesediaan pelanggan untuk
merekomendasikan produk/jasa kepada teman atau keluarganya.

Kerangka Analisis
Berdasarkan landasan konsep teori yang telah dipaparkan sebelumnya, maka kerangka
konsep penelitian digambarkan, sebagai berikut:

Pengembangan Hipotesis Penelitian


Hipotesis pada penelitian ini didasarkan pada landasan teori dan penelitian terdahulu yang
menjelaskan keterkaitan antar variabel. Konsep dan rumusan hipotesis penelitian ini, sebagai berikut:

Pengaruh Tangibles, Reliability, Responsiveness, Assurance, dan Emphaty


terhadap Kepuasan Nasabah
Tangibles, reliability, responsiveness, assurance, dan emphaty merupakan dimensi dari
kualitas layanan. Kotler dan Keller (2018) menjelaskan bahwa ukuran kepuasan nasabah perbankan
atas pelayanan yang diberikan tidak hanya ditentukan oleh yang melayani saja, tetapi lebih banyak
ditentukan oleh pihak yang dilayani. Sementara itu, hasil penelitian terdahulu yang telah

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 1018


membuktikan pengaruh kualitas layanan terhadap kepuasan nasabah adalah Khaliq (2019), Octavia
(2019), Triastity (2018), dan Hendrison (2020).
Penelitian Kosnan (2019) menemukan bahwa kualitas memiliki hubungan yang sangat erat
dengan kepuasan pelanggan, yaitu kualitas memberikan suatu dorongan kepada pelanggan untuk
menjalani ikatan hubungan yang kuat dengan perusahaan. Dalam jangka panjang ikatan seperti ini
memungkinkan perusahaan untuk memahami dengan saksama harapan pelanggan serta kebutuhan
mereka Dengan demikian, perusahaan dapat meningkatkan kepuasan pelanggan yang pada
gilirannya kepuasan pelanggan dapat menciptakan kesetiaan atau loyalitas pelanggan kepada
perusahaan yang memberikan kualitas memuaskan.
Berdasarkan pemaparan diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
H1 : Tangibles, Reliability, Responsiveness, Assurance, dan Emphaty memiliki pengaruh
yang positif dan signifikan terhadap kepuasan nasabah Bank Bengkulu Cabang
Pembantu Sukaraja.

Pengaruh Tangible terhadap Kepuasan Nasabah


Tangible merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan kepuasan nasabah.
Tangible adalah penampilan fasilitas fisik berupa gedung, peralatan yang digunakan, penampilan
personil/pegawai dan perlengkapan komunikasi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Khaliq (2019)
memberikan bukti bahwa terdapat pengaruh yang signifikan kualitas pelayanan tangible terhadap
kepuasan nasabah. Selain itu, penelitian Triastity (2018) juga menemukan bahwa adanya pengaruh
tangible terhadap kepuasan konsumen. Ini menunjukkan bahwa tangible dapat mempengaruhi
kepuasan. Zakaria (2017) menjelaskan bahwa terdapat pengaruh antara tangible terhadap kepuasan
pelanggan. Dengan demikian, semakin baiknya pengalaman konsumen mengenai tangible dari
penyedia pelayanan akan meningkatkan kepuasannya. Berdasarkan pemaparan diatas, maka
hipotesis dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

H1: Tangible memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kepuasan nasabah
Bank Bengkulu Cabang Pembantu Sukaraja.

Pengaruh Reliability terhadap Kepuasan Nasabah


Reliability merupakan hal yang sangat penting dalam menentukan kepuasan nasabah.
Reliability adalah kemampuan untuk melaksanakan pelayanan yang semestinya secara cepat.
Pelayanan yang cepat dan tepat pada penyelesaian kebutuhan nasabah merupakan faktor yang
menentukan apakah nasabah menjadi puas karena pelayanan yang diperoleh sesuai dengan
harapannya. Oleh karena itu pemberi layanan harus mampu membuat nasabah puas sehingga hasil
kerjanya sesuai dengan standar dan harapan nasabah. Hal ini juga ditegaskan oleh Khaliq (2019)

1019 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


yang menemukan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari kualitas pelayanan reliability
terhadap kepuasan nasabah. Hasil penelitian Triastity (2018) juga menemukan bahwa adanya
pengaruh reliability terhadap kepuasan konsumen. Hal ini menunjukkan bahwa reliability dapat
berpengaruh terhadap kepuasan.
Zakaria (2017) menjelaskan bahwa merupakan kemampuan perusahaan untuk memberikan
pelayanan sesuai dengan apa yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Hubungan kehandalan
dengan kepuasan konsumen yaitu kehandalan yang mempunyai pengaruh positif terhadap kepuasan
konsumen. Semakin baik persepsi konusmen terhadap kehandalan perusahaan maka, kepuasan
konsumen juga akan semakin tinggi dan sebaliknya
Berdasarkan pemaparan diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini dirumuskan sebagai
berikut:
H2: Reliability memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kepuasan nasabah
Bank Bengkulu Cabang Pembantu Sukaraja.

Pengaruh Responsiveness terhadap Kepuasan Nasabah


Responsiveness merupakan faktor yang juga sangat penting terhadap kepuasan nasabah.
Responsiveness adalah keinginan untuk membantu nasabah dan memberikan pelayanan yang cepat
dan seharga. Dalam mencapai kepuasan nasabah, setiap pegawai harus memberikan respon yang
cepat dan sesuai dengan kebutuhan dan harapan nasabah. Hal ini ditegaskan pada penelitian Khaliq
(2019) yang menemukan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari kualitas pelayanan
responsiveness terhadap kepuasan nasabah. Selain itu, hasil penelitian Triastity (2018) juga
menemukan bahwa adanya pengaruh responsiveness terhadap kepuasan konsumen. Hal ini
menunjukkan bahwa responsiveness dapat mempengaruhi kepuasan.
Zakaria (2017) menjelaskan bahwa daya tanggap yang mempunyai pengaruh positif terhadap
kepuasan konsumen. Semakin baik persepsi konsumen terhadap daya tanggap perusahan seperti
kecepatan dan ketepatan petugas pelayanan dalam menjawab permasalahan yang dialami pengguna
jasa, maka kepuasan konsumen juga akan semakin tinggi dan begitu juga sebaliknya. Berdasarkan
pemaparan diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
H3: Responsiveness memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kepuasan
nasabah Bank Bengkulu Cabang Pembantu Sukaraja.

Pengaruh Assurance terhadap Kepuasan Nasabah


Assurance merupakan faktor yang tidak kalah pentingnya dalam menentukan kepuasan
nasabah. Assurance adalah pengetahuan dan keramahan karyawan serta kemampuannya untuk
memberi kesan dapat dipercaya dan penuh keyakinan dalam melayani setiap kebutuhan nasabah.

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 1020


Hal ini juga ditegaskan dalam penelitian yang dilakukan oleh Khaliq (2019) dimana hasil
penelitiannya menemukan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari kualitas pelayanan
assurance terhadap kepuasan nasabah. Hal serupa didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan
oleh Triastity (2018) yang juga menemukan bahwa adanya pengaruh assurance terhadap kepuasan
konsumen. Hal ini menunjukkan bahwa assurance dapat mempengaruhi kepuasan. Zakaria (2017)
mengatakan bahwa aspek assurance dari kualitas layanan memiliki pengaruh terhadap kepuasan
pelanggan. Karena seperti yang diketahui, assurance ialah pengetahuan terhadap produk secara
tepat, kesopansantunan karyawan dalam memberikan pelayanan, kemampuan dalam menanamkan
kepercayaan dan keyakinan pelanggan kepada perusahaan. Hubungan jaminan dengan kepuasan
konsumen yaitu jaminan yang mempunyai pengaruh positif terhadap kepuasan konsumen. Semakin
baik persepsi konsumen terhadap jaminan yang diberikan oleh perusahaan, maka kepuasan
konsumen juga akan semakin tinggi dan sebaliknya.
Berdasarkan pemaparan diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini dirumuskan sebagai
berikut:

H4: Assurance memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kepuasan
nasabah Bank Bengkulu Cabang Pembantu Sukaraja.

Pengaruh Emphaty terhadap Kepuasan Nasabah


Emphaty merupakan faktor yang penting dalam menentukan kepuasan nasabah. Emphaty
adalah keinginan untuk memiliki rasa memperhatikan dan memelihara pada setiap nasabah. Hal ini
harus dimiliki oleh setiap pegawai sebagai bagian dari kehidupannya sehingga dalam melayani
nasabah akan terpancar ketulusan yang akan menciptakan kepuasan nasabah yang dilayani olehnya.
Hal ini ditegaskan oleh penelitian yang dilakukan oleh Khaliq (2019) yang menemukan bahwa
terdapat pengaruh yang signifikan dari kualitas pelayanan empathy terhadap kepuasan nasabah. Hasil
penelitian Triastity (2018) juga menemukan bahwa adanya pengaruh empathy terhadap kepuasan
konsumen. Ini menunjukkan bahwa empathy dapat mempengaruhi kepuasan. Zakaria (2017)
menyatakan bahwa terdapat hubungan antara empathy terhadap kepuasan pelanggan. Keperdulian
serta perhatian individual apabila pelanggan telah merasa puas dengan empati yang diberikan
karyawan. Berdasarkan pemaparan diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini dirumuskan sebagai
berikut:

H5: Empathy memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kepuasan nasabah
Bank Bengkulu Cabang Pembantu Sukaraja.

1021 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


Hasil Penelitian Dan Pembahasan
Respon Responden Atas Variabel Tangibles
Hasil respon responden atas indikator pada variabel tangibles. Dalam hal ini, jumlah
indikator yang digunakan adalah sebanyak 4 item, dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Respons Responden Terhadap Variabel Tangibles
No Tangibles Jawaban Rata-
Total Kriteria
STS TS CS S SS Rata
Penampilan karyawan Bank Bengkulu 2 15 158 129 3 1037 3,37
Cukup Memiliki
1 Cabang Pembantu Sukaraja sopan dan
Kemampuan
menarik!
Bank Bengkulu Cabang Pembantu Sukaraja 16 176 104 11 031 3,35
Cukup Memiliki
2 memiliki ketersediaan ruang tunggu yang
Kemampuan
luas!
2 120 172 9 1097 3,57
Tempat pelayanan Bank Bengkulu Cabang Memiliki
3
Pembantu Sukaraja terasa nyaman! Kemampuan
Peralatan dan perlengkapan yang dimiliki 98 153 56 1186 3,86
Memiliki
4 Bank Bengkulu Cabang Pembantu Sukaraja
Kemampuan
sudah modern!
Memiliki
Rata-Rata Total 3,54
Kemampuan

Berdasarkan Tabel 1 dapat dikemukakan bahwa kualitas pelayanan tangible pada katagori
memiliki kemampuan. Ini menunjukkan bahwa Bank Bengkulu Cabang Pembantu Sukaraja sudah
memberikan pelayanan tangible yang memiliki kemaampuan.

Respon Responden Atas Variabel Reliability


Hasil respon responden atas indikator pada variabel reliability. Dalam hal ini, jumlah
indikator yang digunakan adalah sebanyak 4 item, dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Respons Responden Terhadap Variabel Reliability
No Reliability Jawaban Total Rata- Kriteria
STS TS CS S SS Rata

Standar pelayanan yang diberikan Bank Bengkulu


1 2 11 153 118 23 1070 3,48 Handal
Cabang Pembantu Sukaraja sudah jelas!

Karyawan Bank Bengkulu Cabang Pembantu


2 Sukaraja memiliki kemampuan dalam 4 169 117 17 1068 3,47 Handal
memberikan pelayanan!

Pelayanan yang diberikan Bank Bengkulu Cabang


3 15 179 80 33 1052 3,42 Handal
Pembantu Sukaraja tepat sejak awal!

Karyawan Bank Bengkulu Cabang Pembantu


4 1 170 118 18 1074 3,49 Handal
Sukaraja konsisten dalam pelayanan!

Rata-Rata Total 3,47 Handal

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 1022


Berdasarkan Tabel 2 dapat dikemukakan bahwa kualitas pelayanan reliability pada katagori
handal. Artinya dari segi reliability pelayanan yang diberikan oleh karyawan Bank Bengkulu Cabang
Pembantu Sukaraja berkualitas.

Respon Responden Atas Variabel Responsiveness


Hasil respon responden atas indikator pada variabel responsiveness. Dalam hal ini, jumlah
indikator yang digunakan adalah sebanyak 4 item, dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Respons Responden Terhadap Variabel Responsiveness
No Responsiveness Jawaban Total Rata- Kriteria
STS TS CS S SS Rata

1 Karyawan Bank Bengkulu Cabang Pembantu


Sukaraja selalu memberikan respon terhadap 1 Cukup
3 155 129 19 3,528 3,52
nasabah! Tanggap
2 Karyawan Bank Bengkulu Cabang Pembantu Cukup
Sukaraja memberikan pelayanan yang cermat! 2 203 96 7 3,362 3,36
Tanggap
3 Karyawan Bank Bengkulu Cabang Pembantu
Sukaraja membantu memecahkan masalah Cukup
14 226 60 7 3,195 3,19
dihadapi nasabah! Tanggap

4 Karyawan Bank Bengkulu Cabang Pembantu


Sukaraja memberikan pelayanan yang cepat! 1 189 100 17 3,433 3,43 Tanggap

Cukup
Rata-Rata Total 3,38
Tanggap
Berdasarkan Tabel 3 dapat dikemukakan bahwa kualitas pelayanan responsivenes katagori
cukup tanggap. Hal ini berarti pelayanan pada responsiveness yang diberikan karyawan Bank
Bengkulu Cabang Pembantu Sukaraja cukup tanggap.

Respon Responden Atas Variabel Assurance


Hasil respon responden atas indikator pada variabel assurance. Dalam hal ini, jumlah
indikator yang digunakan adalah sebanyak 4 item, dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Respons Responden Terhadap Variabel Assurance
No Assurance Jawaban Total Rata- Kriteria
STS TS CS S SS Rata
1 Karyawan Bank Bengkulu Cabang Pembantu
Sukaraja memberikan ketepatan biaya 1 1 152 108 45 3,635 3,63 Terjamin
pelayanan!
2 Karyawan Bank Bengkulu Cabang Pembantu
Sukaraja telah memberikan ketepatan waktu Cukup
pelayanan! 20 117 12 98 3,026 3,02
Terjamin

3 Bank Bengkulu Cabang Pembantu Sukaraja


memiliki legalitas pelayanan! 5 136 152 14 3,57 3,57 Terjamin

4 Karyawan Bank Bengkulu Cabang Pembantu


Sukaraja memberikan transaksi yang aman! 2 174 123 3 3,365 3,41 Terjamin

Rata-Rata Total 3,41 Terjamin

1023 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


Berdasarkan Tabel 4 dapat dikemukakan bahwa kualitas pelayanan assurance katagori
terjamin. Pada assurance, ditemukan ketepatan waktu pelayanan yang dirasakan masih kurang. Hal
ini dkarenakan kadangkala pelayanan yang diberikan Bank Bengkulu Cabang Pembantu Sukaraja
belum tepat waktu yang disebebabkan banyaknya nasabah yang harus dilayani oleh karyawan.

Respon Responden Atas Variabel Emphaty


Hasil respon responden atas indikator pada variabel emphaty. Dalam hal ini, jumlah indikator yang
digunakan adalah sebanyak 4 item, dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Respons Responden Terhadap Variabel Emphaty

No Emphaty Jawaban Total Rata- Kriteria


STS TS CS S SS Rata
1 Karyawan Bank Bengkulu Cabang
Cukup
Pembantu Sukaraja memberikan perhatian 1 16 170 101 19 1042 3,39
Perhatian
dalam menghadapi keluhan nasabah!
2 Karyawan Bank Bengkulu Cabang
Cukup
Pembantu Sukaraja memiliki ketulusan 31 192 77 7 981 3,20
Perhatian
dalam memberikan pelayanan!
3 Karyawan Bank Bengkulu Cabang
Pembantu Sukaraja ramah dalam melayani 10 198 98 1 1011 3,29 Cukup
nasabah! Perhatian
4 Karyawan Bank Bengkulu Cabang
Cukup
Pembantu Sukaraja tidak diskriminatif pada 13 183 97 14 1033 3,36
Perhatian
nasabah!
Cukup
Rata-Rata Total 3,31
Perhatian

Berdasarkan Tabel 5 dapat dikemukakan bahwa kualitas pelayanan emphaty katagori cukup
perhatian. Dalam memberikan pelayanan Karyawan Bank Bengkulu Cabang Pembantu Sukaraja
kurang memberikan perhatian dan ketulusan pada kebutuhan nasabah dikarenakan pada saat
melayani kondisi yang ada jumlah nasabah yang menunggu untuk dilayani sangat banyak dan
terkadang mereka ingin dilayani dengan cepat, padahal nomor antrian mereka masih panjang.

Respon Responden Atas Variabel Kualitas Pelayanan Tangible, Reliability, Responsiveness,


dan Assurance serta Empathy
Hasil respon responden kualitas pelayanan pada tangible, reliability, responsiveness, dan
assurance serta empathy. dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Respons Responden Terhadap Kualitas Pelayanan
No Kualitas Pelayanan Rata-Rata Kriteria
1 Tangibles 3,54 Berkemampuan
2 Reliability 3,47 Handal
3 Responsiveness 3,38 Cukup Tanggap
4 Assurance 3,41 Terjamin
5 Emphaty 3,31 Cukup Perhatian
Rata Rata 3,42 Berkualitas

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 1024


Berdasarkan Tabel 6 dapat dikemukakan bahwa kualitas pelayanan Bank Bengkulu Cabang
Pembantu Sukaraja katagori berkualitas. Pada kualitas pelayanan ini terlihat masih adanya pelayanan
yang masih dalam katagori cukup berkualitas, seperti pada dimensi responsiveness, dan empathy.
Oleh karena itu, pada responsiveness dan empathy perlunya upaya yang dilakukan Bank Bengkulu
Cabang Pembantu Sukaraja untuk segera diperbaiki, sehingga walaupun kunjungan nasabah dalam
keadaan ramai, respon karyawan, perhatian, keramahan masih tetap terjaga dengan baik dalam
memberikan pelayanan kepada nasabah.

Respon Responden Atas Kepuasan Dimensi Kepuasan Nasabah Keseluruhan


Hasil respon responden atas indikator pada dimensi kepuasan nasabah keseluruhan. Dalam
hal ini, jumlah indikator yang digunakan adalah sebanyak 2 item, dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Respons Responden Terhadap Dimensi Kepuasan Nasabah Keseluruhan
No Kepuasan Nasabah Jawaban Total Rata- Kriteria
Keseluruhan STS TS CS S SS Rata
1 Seberapa puas anda pada produk yang
ditawarkan Bank Bengkulu Cabang Cukup
1 15 158 130 3 1040 3,38
Pembantu Sukaraja! Terpuaskan

2 Seberapa puas anda pada pelayanan yang


diberikan Bank Bengkulu Cabang Cukup
15 176 105 11 1033 3,36
Pembantu Sukaraja! Terpuaskan

Cukup
Rata-Rata Total 3,37
Terpuaskan

Berdasarkan Tabel 7 dapat dikemukakan bahwa kepuasan nasabah pada dimensi kepuasan
nasabah keseluruhan katagori cukup terpuaskan. Artinya nasabah Bank Bengkulu Cabang Pembantu
Sukaraja sudah cukup terpuaskan dengan pelayanan yang diberikan. Persepsi nasabah pada dimensi
kepuasan pelanggan keseluruhan, masih ada sebagian nasabah yang merasakan bahwa masih ada
yang belum puas dengan produk dan pelayanan yang diberikan oleh Bank Bengkulu Cabang
Pembantu Sukaraja. Hal ini disebabkan pada saat mati lampu dan jaringan mengalami gangguan,
nasabah yang dari lokasi yang jauh tidak dapat mengerti kondisi yang terjadi.

Respon Responden Atas Kepuasan Dimensi Konfirmasi Harapan


Hasil respon responden atas indikator pada dimensi konfirmasi harapan. Dalam hal ini,
jumlah indikator yang digunakan adalah sebanyak 2 item, dapat dilihat pada Tabel 8.

1025 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


Tabel 8. Respons Responden Terhadap Dimensi Konfirmasi Harapan
Jawaban Rata Kriteria
No Konfirmasi Harapan Total
STS TS CS S SS Rata

Saya merasa adanya kesesuaian harapan dari


Sesuai
1 atas produk yang ditawarkan Bank Bengkulu 6 119 173 9 1106 3,60
Harapan
Cabang Pembantu Sukaraja!

Saya merasa adanya kesesuaian harapan dari


Sesuai
2 dari pelayanan yang diberikan Bank Bengkulu 98 152 57 1187 3,86
Harapan
Cabang Pembantu Sukaraja!

Sesuai
Rata-Rata Total 3,73
Harapan

Tabel 8 dapat dikemukakan bahwa kepuasan nasabah pada konfirmasi harapan berada pada
katagori sesuai harapan. Hal ini dikarenakan adanya kesesuaian harapan antara produk dan layanan
yanh diharapkan dengan pelayanan yang diterima. Oleh karena itu, hal ini perlu dipertahankan agar
kepuasan nasabah semakin meningkat.

Respon Responden Atas Kepuasan Dimensi Kesediaan Untuk Merekomendasi


Hasil respon responden atas indikator pada dimensi kesediaan untuk merekomendasi. Dalam
hal ini, jumlah indikator yang digunakan adalah sebanyak 2 item, dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Respons Responden Terhadap Dimensi Kesediaan Untuk Merekomendasi


Jawaban
Rata
No Kesediaan Untuk Merekomendasi Total Kriteria
STS TS CS S SS Rata

Saya merekomendasikan produk


1 Bank Bengkulu Cabang Pembantu 1 11 153 118 24 1074 3,49 Merekomendasikan
Sukaraja kepada teman!
Saya merekomendasikan
pelayanan Bank Bengkulu Cabang
2 3 169 118 17 1070 3,48 Merekomendasikan
Pembantu Sukaraja kepada kepada
keluarga!
Rata-Rata Total 3,48 Merekomendasikan

Berdasarkan Tabel 9 dapat dikemukakan bahwa kepuasan nasabah pada kesediaan untuk
merekomendasi katagori baik. Hal ini disebabkan nasabah merasa puas dikarenakan nasabah
menyampaikan dan merekomendasikan akan produk-produk Bank Bengkulu Cabang Pembantu
Sukaraja dan pelayanan yang diberikan karyawan Bank Bengkulu Cabang Pembantu Sukaraja
kepada teman dan keluarganya.

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 1026


Respon Responden Atas Kepuasan Dimensi Kepuasan Nasabah Keseluruhan, Konfirmasi
Harapan dan Kesediaan untuk Merekomendasi
Hasil respon responden atas kepuasan pada dimensi Kepuasan Nasabah Keseluruhan,
Konfirmasi Harapan dan Kesediaan untuk Merekomendasi. Dalam hal ini, jumlah indikator yang
digunakan adalah sebanyak 4 item, dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Respons Responden Terhadap Variabel Kepuasan
No Kepuasan Rata-Rata Kriteria
1 Kepuasan nasbaah keseluruhan 3,37 Cukup Puas
2 Konfirmasi harapan 3,73 Puas
3 Kesediaan untuk merekomendasi 3,48 Puas
Rata Rata 3,52 Puas
Sumber: Hasil Penelitian 2019, Data Diolah.

Berdasarkan Tabel 10 dapat dikemukakan bahwa kepuasan nasabah Bank Bengkulu Cabang
Pembantu Sukaraja katagori puas. Pada kepuasan nasabah ini dari 3 (tiga) dimensi yang ada
ditemukan satu dimensi yang katagori cukup puas, yaitu kepuasan pelanggan secara keseluruhan.

Hasil Uji Statistik


Analisa Regresi ini dilakukan dengan menggunakan program SPSS 24.00. Malalui analisa
ini akan dikemukakan pengaruh setiap variabel bebas dan variabel terikat. Pada uji regresi linier
berganda menghasilkan nilai koefisien determinasi (R2), Ftest, dan ttest. Hasil pengujian hipotesis
menggunakan uji regresi linier berganda dengan program SPSS 24.00, disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11. Regresi Kualitas Pelayanan
Unstandardized Coefficients Standardized
t Sig.
Coefficients Beta
Model B Std. Error
1 (Constant) 13.018 2.160 6.028 .000
Tangible .154 .078 .107 1.980 .049
Reliablity .265 .069 .211 3.863 .000
Responsivenes .326 .094 .187 3.449 .001
Assurance .247 .083 .168 2.971 .003
Emphaty .139 .080 .101 1.734 .024
a. Dependent Variable: Tingkat Kepuasan
Sumber: Hasil Penelitian 2019, Data Diolah.

Berdasarkan Tabel 12 dapat dirumuskan persamaan regresi sebagai berikut.


Y = 0,107X1 + 0,211X2 + 0,187X3 + 0,168X4 + 0,101X5

Berdasarkan Tabel 11 persamaan regresi yang dihasilkan dari pengolahan data penelitian,
terkait dengan tujuan penelitian dapat ditarik kesimpulan tangible arah pengaruhnya positif sebesar
0,107 terhadap variabel kepuasan nasabah Bank Bengkulu Cabang Pembantu Sukaraja, reliability
arah pengaruhnya positif sebesar 0,211 terhadap kepuasan nasabah Bank Bengkulu Cabang
Pembantu Sukaraja, responsiveness arah pengaruhnya positif sebesar 0,187 terhadap kepuasan

1027 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


nasabah Bank Bengkulu Cabang Pembantu Sukaraja, dan assurance arah pengaruhnya positif
sebesar 0,168 terhadap kepuasan Bank Bengkulu Cabang Pembantu Sukaraja serta emphaty arah
pengaruhnya positif sebesar 0,101 terhadap kepuasan nasabah Bank Bengkulu Cabang Pembantu
Sukaraja. Hasil pengujian ini menunjukkan adanya pengaruh yang positif, artinya apabila variabel
tangible, reliability, responsiveness¸ assurance dan empathy ditingkatkan dan diperbaiki, maka akan
juga berdampak pada meningkatnya kepuasan nasabah nasabah Bank Bengkulu Cabang Pembantu
Sukaraja.
Selanjutnya, untuk menganalisis seberapa besar kemampuan semua variabel bebas dalam
menjelaskan varians dari variabel terikatnya dilihat dari output koefisien determinasi. Hasil analisis
koefisien (adjusted R2) determinasi dapat dilihat dari model summary out put pada analisis regresi.
Lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Hasil Uji Diterminan Variabel Penelitian
Model Summary
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
1 .393a .394 .340 2.16728

a. Predictors: (Constant), Emphaty, Reliablity, Tangible, Responsivenes, Assurance


Sumber: Hasil Penelitian 2019, Data Diolah.

Tabel 12 dapat diketahui bahwa nilai koefisien determinasi (adjusted R2) yang diperoleh
sebesar 0,394. Nilai R2 merupakan nilai koefisien simultan antara variabel prediktor terhadap
variabel dependen. Nilai ini menunjukkan bahwa variabel prediktor atau variabel bebas memiliki
pengaruh sebesar 39,4% terhadap varibel terikat. Pada penelitian ini kualitas pelayanan yang terdiri
dari tangible, reliability, responsiveness¸ assurance, dan empathy memiliki pengaruh terhadap
kepuasan nasabah pada Bank Bengkulu Cabang Pembantu Sukaraja sebesar 39,4%.
Untuk mengetahui apakah variabel bebas memiliki pengaruh secara simultan yaitu antara
variabel tangible, reliability, responsiveness¸ assurance, dan empathy terhadap kepuasan nasabah,
maka dilakukan dengan menggunakan analisa uji F. Hasil pengolahan data yang telah dilakukan
melalui Uji F ini ditanpilkan pada Tabel 13.
Tabel 13. Hasil Analisis Uji F
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 258.239 5 51.648 10.996 b
.000
Residual 1413.833
301 4.697
Total
1672.072 306

a. Dependent Variable: Tingkat Kepuasan


b. Predictors: (Constant), Emphaty, Reliablity, Tangible, Responsivenes, Assurance
Sumber: Hasil Penelitian 2019, Data Diolah.

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 1028


Berdasarkan hasil pengujian hipotesis Uji F pada Tabel 13 dapat dilihat nilai F hitung sebesar
10,996 dan nilai signifikansi sebesar 0,000. Hasil ini memperlihatkan bahwa nilai signifikasi uji
ini jauh lebih kecil dari nilai alpha yang ditetapkan yakni sebesar (0,05). Dengan demikian dapat
dinyatakan bahwa uji F yang dilakukan adalah signifikan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa
variabel tangible, reliability, responsiveness¸ assurance, dan empathy secara simultan atau bersama-
sama berpengaruh terhadap kepuasan nasabah Bank Bengkulu Cabang Pembantu Sukaraja. Nilai
variabel tangible dengan uji t test sebesar 0.049 < 0.05. Artinya secara sendiri-sendiri variabel
tangible berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan nasabah nasabah Bank Bengkulu Cabang
Pembantu Sukaraja, nilai variabel reliability dengan uji t test sebesar 0.000 < 0.05. Artinya secara
sendiri- sendiri variabel reliablity berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan nasabah nasabah
Bank Bengkulu Cabang Pembantu Sukaraja, nilai variabel responsivenes dengan uji t test sebesar
0.001 < 0.05. Artinya secara sendiri-sendiri variabel responsiveness berpengaruh secara signifikan
terhadap kepuasan nasabah nasabah Bank Bengkulu Cabang Pembantu Sukaraja, dan nilai variabel
assurance dengan uji t test sebesar 0.003 < 0.05. Artinya secara sendiri-sendiri variabel assurance
berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan nasabah nasabah Bank Bengkulu Cabang
Pembantu Sukaraja, serta nilai variabel emphaty dengan uji t test sebesar 0.002 < 0.05. Artinya
secara sendiri-sendiri variabel emphaty berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan nasabah
nasabah Bank Bengkulu Cabang Pembantu Sukaraja.

Penutup
Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan.
Adapun beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Kualitas pelayanan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan nasabah Bank
Bengkulu Cabang Pembantu Sukaraja dengan persentase pengaruh sebesar 39,4%.
2. Tangibles berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan nasabah Bank Bengkulu Cabang
Pembantu Sukaraja. Hal ini berarti bahwa jika tangibles semakin tinggi, maka kepuasan nasabah
Bank Bengkulu Cabang Pembantu Sukaraja juga semakin tinggi, sejalan dengan peningkatan
tangibles.
3. Reliability berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan nasabah Bank Bengkulu
Cabang Pembantu Sukaraja. Hal ini berarti bahwa jika reliability semakin tinggi, maka kepuasan
nasabah Bank Bengkulu Cabang Pembantu Sukaraja juga semakin tinggi, sejalan dengan
peningkatan reliability.
4. Responsiveness berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan nasabah Bank Bengkulu
Cabang Pembantu Sukaraja. Hal ini berarti bahwa responsiveness semakin tinggi, maka

1029 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


kepuasan nasabah Bank Bengkulu Cabang Pembantu Sukaraja juga semakin tinggi, sejalan
dengan peningkatan responsiveness.
5. Assurance berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan nasabah Bank Bengkulu
Cabang Pembantu Sukaraja. Hal ini berarti bahwa jika assurance semakin tinggi, maka kepuasan
nasabah Bank Bengkulu Cabang Pembantu Sukaraja juga semakin tinggi, sejalan dengan
peningkatan assurance.
6. Emphaty berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan nasabah Bank Bengkulu Cabang
Pembantu Sukaraja. Hal ini berarti bahwa jika emphaty semakin tinggi, maka kepuasan nasabah
Bank Bengkulu Cabang Pembantu Sukaraja juga semakin tinggi, sejalan dengan peningkatan
emphaty.

Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah:


1. Pada tangibles hendaknya pemimpin Bank Bengkulu Cabang Pembantu Sukaraja perlu lebih
meningkatkan penampilan karyawan dan menyediakan ruang tunggu yang luas yang dirasakan
sebagian nasabah masih kurang, sehingga kemampuan fisik yang dimiliki Bank Bengkulu
Cabang Pembantu Sukaraja semakin meningkat.
2. Pada reliability, pegawai Bank Bengkulu Cabang Pembantu Sukaraja untuk dapat terus dan
mempertahankan standar pelayanan yang sudah jelas, kemampuan dalam memberikan
pelayanan, pelayanan yang tepat sejak awal dan dapat terus menjaga konsistensi pelayanan
yang diberikan nasabah, sehingga reliability yang dimiliki pegawai Bank Bengkulu Cabang
Pembantu Sukaraja dapat semakin handal.
3. Pada responsiveness, hendaknya manajemen Bank Bengkulu untuk dapat meningkatkan respon
yang baik kepada nasabah yang membutuhkan pelayanan dan dapat membantu memecahkan
masalah yang dihadapi nasabah seperti ketika terjadi suspect ATM yang menyebabkan rekening
nasabah terdebet. Selain itu, dalam melayani permasalahan nasabah karyawan untuk dapat lebih
cermat dalam memahmi kebutuhan nasabah.
4. Pada assurance. Bank Bengkulu Cabang Pembantu Sukaraja hendaknya lebih mempertahankan
dan bila perlu lebih meningkatkan lagi assurance, dalam menjaga menjaga keamanan transaksi
nasabah, ketepatan biaya pelayanan, ketepatan waktu pelayanan, sehingga assurance Bank
Bengkulu Cabang Pembantu Sukaraja semakin terjamin.
5. Pada emphaty, perlu lebih meningkatkan perhatian pada keluhan nasabah dan selalu dapat
bersikap ramah dan tidak diskriminatif kepada nasabah meskipun dalam kondisi ramai dalam
pelayanan, sehingga apabila emphaty Bank Bengkulu Cabang Pembantu Sukaraja dapat lebih
ditingkatkan, maka kualitas pelayanan juga akan meningkat.

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 1030


Referensi
Alfiah. (2019). Pengaruh kualitas pelayanan jasa terhadap kepuasan pelanggan pada Toko Emas
Gajah, Batu. Jurnal Aplikasi Manajemen dan Inovasi Bisnis, 1(2), 126-136.
Fang, Y.H., Chiu, C.M., dan Wang. E.T.G. (2016). Understanding customers satisfaction and
repurchase intentions, Internet Research, 2(13), 1-7.
Hendrison. (2020) Pengaruh kualitas pelayanan, lokasi dan citra perusahaan terhadap kepuasan
nasabah pada P.T. Asuransi Reliance Indonesia. Jurnal Magisma, 3(1), 34-42.
Khaliq, R. (2019). Pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan nasabah Bank Syariah Mandiri di
Banjarmasin Kalimantan Selatan. Relevance: Journal of Management and Bussines, 2(1), 177-
188.
Kosnan, W. (2019). Pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan pasien rawat inap di Rumah
Sakit Umum Daerah Kabupaten Merauke. Jurnal Ekonomi, Bisnis dan Akuntansi (JEBA),
21(4), n.p.
Kotler, P., & Armstrong, G. (2017). Principles of marketing. United Kingdom: Pearson.
Kotler, Philip & Keller, Kevin L. (2018). Manajemen pemasaran. ( Edisi Ketiga Belas). Jakarta:
Erlangga.
Octavia, R. (2019). Pengaruh kualitas pelayanan dan kepuasan nasabah terhadap loyalitas Nasabah
P.T. Bank Index Lampung. Jurnal Manajemen Pemasaran, 13(1), 35-39.
Putranto, Rizky R., Nurbambang, R. & Utami, S. (2019). Pengaruh kualitas pelayanan terhadap
kepuasan konsumen (Studi kasus pada jasa Servis Ahass Rizky Motor Prambon Nganjuk).
JIMEK, 2(2), 182-197.
Silvestri, C., Aquilani, B. & Ruggieri, A. (2017). Service quality and customer satisfaction in
thermal tourism. Total Quality Management Journal, 29(1), 55-81.
Tjiptono, Fandy dan Chandra Gregorius. (2017). Service Quality and Satisfaction, Yogyakarta:
Penerbit ANDI.
Triastity, R. (2018). Pengaruh tangible, reliability, responsivenes, assurance dan emphaty terhadap
kepuasan konsumen (Survei konsumen rumah di CV Satria Graha Gedongan, Colomadu,
Karanganyar). Jurnal Ekonomi dan Kewirausahaan, 13(2), 151-157.
Zakaria, A. (2017). Analisis kualitas pelayanan terhadap kepuasan pelanggan P.T Pelabuhan
Indonesia III (Persero) Cabang Banjarmasin. Jurnal Wawasan Manajemen, 5(2), 145-156.

1031 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


Pegaruh Knowledge Sharing dan Trust terhadap Kinerja Karyawan P.T. Daria
Dharma Pratama Kabupaten Mukomuko

Hendra Gunawan1), Syaiful Anwar2), Paulus S. Kananlua3)


Mahasiswa PS Magister Manajemen, Universitas Bengkulu1)
Dosen PS Magister Manajemen, Universitas Bengkulu2),3)

Abstract. The purpose of this research to determine the influence of knowledge sharing and trust
toward employee’s performance at The P.T. Daria Dharma Pratama of Mukomuko. This research is
descriptive research type quantitative which is an examination of the issues in the form of the
current facts of a certain phenomenon using the calculation of statistical figures. The type of the
data being used is the primary data obtained through the distributing questionnaire as data collect.
The respondents of the research is the employees of P.T. Daria Dharma Pratama of Mukomuko as
many as 189 respondents were taken with the technique of proportional random sampling. Methods
of data analysis used the descriptive analysis and multiple linear regression analysis. Based on field
research, obtained as a result that the knowledge sharing and trust a statistically significant effect
toward employees’ performance at the P.T. Daria Dharma Pratama of Mukomuko. The implication
of this research is the increasing knowledge sharing and trust will be increase of employee’s
performance at the P.T. Daria Dharma Pratama of Mukomuko.

Keywords: Knowledge Sharing; Trust; and Performance.

Pendahuluan
Perusahaan sebagai organisasi yang harus terus belajar agar dapat terus hidup, tumbuh dan
berkembang mengikuti perubahan lingkungan. Oleh karenanya, setiap perusahaan harus menjadi
organization learning, yaitu organisasi yang terus memberdayakan sumber daya yang ada di dalam
organisasi untuk terus belajar (Moorhead & Griffin, 2014). Learning organization adalah organisasi
yang anggota organisasinya terus-menerus meningkatkan pengetahuannya untuk menumbuh-
kembangkan penciptaan sesuatu yang baru, organisasi yang memberikan kebebasan untuk
menyampaikan aspirasinya, dan organisasi yang anggotanya secara terus menerus belajar (Robbins,
2015).
Organisasi pembelajar adalah organisasi yang memiliki kemampuan untuk menciptakan,
menginterpretasikan, mentransfer, mempertahankan pengetahuan, dan secara sadar mengubah
perilakunya untuk hal tersebut (Garvin, 2010). Dengan menjadi learning organization (organisasi
pembelajar) maka organisasi akan terus memberdayakan semua sumber daya organisasi dalam
rangka pertumbuhan organisasi (Mahayana, et al., 2008). Untuk itu, kebutuhan untuk mendapatkan
pengetahuan, informasi, data yang handal, riset dan analisisnya serta berorientasi ke depan
merupakan suatu hal yang mutlak bagi perusahaan untuk menjamin kelangsungan hidupnya, karena

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 1032


semakin banyaknya jumlah perusahaan yang berdiri, maka pengetahuan menjadi kunci utama dalam
perusahaan yang menjadi intelektual kapital bagi perusahaan (Robbins, 2015). Pengelolaan terhadap
pengetahuan yang dimiliki perusahaan sangat diperlukan agar dapat melakukan pembelajaran dan
mendukung pekerjaan, menghasilkan nilai baru bagi perusahaan serta meningkatkan produktivitas
kerja atau kinerja.
Pengetahuan menjadi aset yang penting bagi organisasi karena melalui pembelajaran terjadi
peningkatan nilai dari pengetahuan yang dimiliki organisasi tanpa mengurangi pengetahuan yang
dimiliki karyawan (Nawawi, 2012). Setiap individu memiliki pengetahuan tacit dari hasil
pengalamannya. Menurut Robbins (2015) pengetahuan tacit didefinisikan sebagai pengetahuan
yang bersifat pribadi, spesifik pada konteks tertentu, sehingga sulit diformalisasi dan akibatnya ia
tidak mudah dikomunikasikan pada orang. Seseorang tidak akan kehilangan pengetahuan tacit yang
dimilikinya, tetapi justru melipatgandakan nilai dari pengetahuan tersebut, apabila sudah dimiliki,
dapat dimanfaatkan oleh banyak orang, seperti seorang dosen yang mengajarkan suatu pengetahuan
kepada mahasiswanya, dosen tersebut akan semakin mahir dalam bidang yang diajarkan tersebut.
Organisasi yang menerapkan learning organization akan terus meningkatkan pengetahuan tacit
yang ada pada setiap karyawan yang kemudian dikelola menjadi pengetahuan organisasi melalui
knowledge management. Sehingga pengetahuan tacit yang terdapat pada setiap individu dapat
ditransfer dengan mensosialisasikannya pada individu lain. Pengetahuan tacit yang dikelola dengan
baik melalui knowledge management akan berpengaruh pada keberhasilan learning organization.
Studi yang dilakukan oleh Du et al. (2007) di China terdapat hubungan atau pengaruh antara
knowledge sharing dengan kinerja. Pengaruh dari knowledge sharing terhadap kinerja tersebut tidak
dapat dilepaskan dari efek dari faktor lingkungan organisasi dan faktor internal organisasi itu
sendiri. Oleh karena itu, dukungan perusahaan dalam peningkatan dan aktivitas knowledge sharing
menjadi hal yang sangat penting (Robbins, 2015).
Dengan demikian, knowledge sharing adalah faktor terpenting yang mempengaruhi
perkembangan organisasi, kinerja organisasi dan kinerja individu dan mempelajarinya merupakan
hal penting. Selain faktor knowledge sharing, faktor trust juga dapat dijadikan sebagai salah satu
faktor yang dapat mempengaruhi dalam peningkatan kinerja karyawan. Trust dapat memperlancar
hubungan kerjasama karyawan, jika trust sudah di dapat maka akan membawa keuntungan bagi
organisasi untuk meningkatkan hubungan interpersonal antar karyawan. Hal tersebut sejalan dengan
apa yang diungkapkan oleh Colquitt (2007) dimana karyawan akan bekerjasama dengan baik
dengan rekan kerjanya apabila fondasi hubungan mereka adalah rasa saling percaya (trust) yang
didasari oleh tujuan bersama dan pertemanan yang erat dalam jangka waktu yang lama sehingga
nantinya akan berdampak pada kenaikan kinerja.

1033 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


Hasil studi McNeish dan Mann (2010) menunjukkan bahwa kepercayaan di dalam organisasi
dapat mempengaruhi efektifitas dan kinerja organisasi. Semakin tinggi kepercayaan (trust), maka
seluruh komponen organisasi menjalankan tugas-tugasnya dengan penuh tanggungjawab, sehingga
akan mampu mencapai kinerja yang distandarkan organisasi. Dari pemaparan di atas, diketahui
bahwa knowledge sharing dan trust merupakan dua faktor yang mempengaruhi kinerja, yang juga
dapat menilai kinerja pada P.T. Daria Dharma Pratama Kabupaten Mukomuko. Keberhasilan
pencapaian tujuan perusahaan, dapat diukur dari kontribusi dan keberhasilan karyawan menjalankan
tugas-tugas yang telah diberikan. Keberhasilan tersebut dirasakan oleh individu karyawan sendiri
dan juga perusahaan. Jika keberhasilan karyawan diakumulasikan pada kinerja karyawan secara
keseluruhan, maka dapat dikatakan bahwa kinerja perusahaan dapat diukur dan diketahui.
Pengukuran dan penilaian kinerja karyawan secara umum sudah dilakukan di P.T. Daria
Dharma Pratama (DDP) Kabupaten Mukomuko. Rata-rata karyawan sudah cukup mencapai kinerja
yang diharapkan, namun masih belum dikatakan maksimal. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh
Kepala HRD bahwa masih ada beberapa orang karyawan masih belum mencapai kinerja 100%.
Belum maksimalnya kinerja karyawan tersebut adalah tidak dapat menyelesaikan laporan tugas
sehari-hari dengan tepat waktu, seperti laporan pemeriksaan hasil panen dari kebun ke kantor.
Berdasarkan hasil survey awal tersebut, menunjukkan bahwa kinerja yang masih belum
optimal disebabkan karena karyawan P.T. Daria Dharma Pratama Kabupaten Mukomuko kurang
memiliki knowledge sharing dan trust yang memadai pada saat bekerja. Hal ini membuat proses
pencatatan dan pengadministrasian hasil panen harian di dalam perusahaan terhambat.
Keterlambatan atau ketidaktepatan waktu karyawan menyampaikan laporan kerja ini, hal ini karena
belum maksimalnya fasilitas penunjang pekerjaan, dimana untuk karyawan yang kantornya jauh
dari jalan lintas sangat sulit untuk mengakses jaringan internet sehingga sering terhambat dalam
proses pengiriman laporan dan berkoordinasi (Pra Survey, Mei 2020). Walaupun mengalami
keterlambatan, perusahaan percaya bahwa hal tersebut bukan kelalaian karyawan, karena situasi dan
kondisi pekerjaan di lapanga yang membuat demikian, seperti lokasi kebun yang jauh, sarana
komunikasi terbatas dan keterbatasan fasilitas transportasi perusahaan.
Berdasarkan berbagai uraian di atas, peneliti kemudian tertarik untuk meneliti mengenai
knowledge sharing dan trust di P.T. Daria Dharma Pratama Kabupaten Mukomuko serta untuk
mengetahui apakah kegiatan Knowledge sharing dan Trust terlaksana pada karyawan di P.T. Daria
Dharma Pratama Kabupaten Mukomuko.

Permasalahan
Permasalahan yang akan dibahas lebih lanjut pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 1034


1. Apakah knowledge sharing dan trust berpengaruh terhadap kinerja karyawan P.T. Daria
Dharma Pratama Kabupaten Mukomuko?
2. Apakah knowledge sharing berpengaruh terhadap kinerja karyawan P.T. Daria Dharma Pratama
Kabupaten Mukomuko?
3. Apakah trust berpengaruh terhadap kinerja karyawan P.T. Daria Dharma Pratama Kabupaten
Mukomuko?

Tinjauan Pustaka
Kinerja
Hasil yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya juga
disebut dengan kinerja. Manajemen kinerja adalah keseluruhan kegiatan yang dilakukan untuk
meningkatkan kinerja perusahaan atau organisasi, termasuk kinerja masing-masing individu dan
kelompok kerja di perusahaan tersebut. Menurut Sedarmayanti (2011) kinerja merupakan
terjemahan dari performance yang berarti hasil kerja seorang pekerja, sebuah proses manajemen
atau suatu organisasi secara keseluruhan, dimana hasil kerja tersebut harus dapat ditunjukkan
buktinya secara konkrit dan dapat diukur (dibandingkan dengan standar yang telah ditentukan).

Knowledge Sharing
Knowledge Management adalah sebuah koordinasi sitematis dalam sebuah organisasi yang
mengatur sumber daya manusia, teknologi, proses dan struktur organisasi dalam rangka
meningkatkan value melalui penggunaan ulang dan inovasi. Koordinasi ini bisa dicapai melalui
menciptakan, membagi dan mengaplikasikan pengetahuan dengan menggunakan pengalaman dan
tindakan yang telah diambil perusahaan demi kelangsungan pembelajaran organisasi (Dalkir, 2011).
Wiryana (2012) memiliki pandangan lain tentang pengetahuan. Mereka mengelompokkan
knowledge (pengetahuan) menjadi 3 jenis yaitu:

1. Tacit knowledge
2. Pada dasarnya suatu informasi akan menjadi tacit knowledge ketika diproses oleh pikiran
seseorang. Knowledge jenis ini biasanya belum dikodifikasikan atau disusun dalam bentuk
tertulis. Dalam knowledge ini termasuk intuisi, cognitive knowledge. Tacit knowledge seperti
intuisi, dan pandangan biasanya sangat sulit untuk dikodifikasikan. Biasanya pengetahuan ini
terkumpul melalui pengalaman sehari-hari pada pelaksanaan suatu pekerjaan. Pengetahuan
jenis ini akan menjadi explicit knowledge ketika dikomunikasikan kepada pihak lain dengan
format yang tepat (tertulis, grafik dan lain sebagainya).

1035 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


3. Explicit knowledge
Pengetahuan yang telah dikodifikasi atau dieksplisitkan. Jadi biasanya telah direpresentasikan
dalam suatu bentuk yang tertulis dan terstruktur pengetahuan jenis ini jelas lebih mudah
direkam, dikelola dan dimanfaatkan serta ditransfer ke pihak lain.
4. Shared knowledge
Explicit knowledge yang digunakan bersama-sama pada suatu komunitas. Dalam suatu
komunitas, agar terjadi akselerasi dalam wilayah pembahasan pengetahuan itu sendiri, maka
biasanya tacit knowledge akan ditransformasikan menjadi explicit knowledge. Hal ini dapat
dilakukan dengan membuat tulisan, laporan dan lain sebagainya. Memang tidak semua tacit
knowledge dapat diubah menjadi explicit knowledge. Pada tahapan berikutnya agar dapat
dimanfaatkan oleh komunitas, ataupun agar dapat dilakukannya peer-review untuk perbaikan,
pengetahuan itu sendiri akan dicoba ditransformasikan sebagai suatu bentuk shared knowledge
yang dapat digunakan bersama-sama oleh anggota komunitas. Hal ini misal dilakukan melalui
media publikasi.
Knowledge sharing adalah aktivitas mentransfer dan menyebarkan pengetahuan dari satu
orang, kelompok atau organisasi pada pihak lain. Definisi ini mencakup tacit dan explicit
knowledge. Knowledge sharing bisa dibentuk dalam hanya bentuk seperti “sebuah cerita yang
menggambarkan pengalaman serupa dimana metode atau teknik dikembangkan atau digunakan
untuk memecahkan masalah. Jika tidak dapat memberikan solusi langsung, pengetahuan dapat
dibagi dalam kaitannya dengan menghubungi seseorang yang mungkin tahu dan bersedia dan
mampu membantu (Sharrat, 2003).

Trust
Trust didefinisikan sebagai keyakinan seorang karyawan terhadap rekan kerjanya yang
diyakini akan melakukan hal-hal yang positif terhadap dirinya (Evans, 2013). Keyakinan tersebut
tidak muncul secara seketika tetapi melalui proses interaksi dan pengamatan yang dilakukan oleh
karyawan terhadap rekan kerja. Oleh karena itu karyawan menyadari bahwa ada suatu resiko yang
terlibat dalam Trust, karyawan menyadari bahwa apakah akibat yang dihasilkan itu untung atau rugi
tergantung pada apa yang dilakukan rekan kerja, karyawan merasa percaya bahwa rekan kerja akan
berperilaku seolah-olah menghasilkan akibat yang menguntungkan.
Trust merupakan kunci bagi kinerja perusahaan karena Trust memungkinkan kerjasama
yang bersifat sukarela. Trust membantu pengembangan dan pemeliharaan internal diantara berbagai
kelompok dalam perusahaan yang memungkinkan terjalinnya kerjasama yang baik diantara anggota

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 1036


perusahaan. Dalam hubungan dengan pihak luar akan menimbulkan kesediaan konsumen
memberikan umpan balik bagi perusahaan dan terciptanya loyalitas konsumen.

Kerangka Analisis
Berdasarkan latar belakang, tujuan, serta tinjauan pustaka yang telah diuraikan sebelumnya
maka disusunlah suatu kerangka konsep penelitian. Pada kerangka konsep ini terdapat variabel
terikat dan variabel bebas. Kerangka konsep ini berdasarkan konseptualisasi oleh Ivancevich (2011)
tentang pengaruh knowledge sharing dan trust terhadap kinerja karyawan.

Variabel Bebas ( X ) Variabel Terikat (Y )

H1

H2

H3

Gambar 1 Kerangka Analisis


Dari kerangka analisis diatas menjelaskan apakah adanya pengaruh antara X1 berbagi
informasi ( knowledge sharing ) dan X2 kepercayan ( Trust ) terhadap Y kinerja karyawan P.T.
Daria Dharma Pratama Kabupaten Mukomuko.

Hasil dan Pembahasan


Hasil Penelitian
Deskripsi Variabel Knowledge Sharing
Parameter pengukur variabel motivasi terdiri dari 8 item pertanyaan. Pengukuran jawaban
responden menggunakan skala Likert. Jawaban responden terhadap variabel moivasi tersebut
terangkum pada Tabel 1.

Tabel 1. Jawaban Responden terhadap Knowledge Sharing

Frekuensi Jawaban (Orang)


Rata-
Dimensi dan Indikator STS TS CS S SS Ket
rata
(1) (2) (3) (4) (5)
Knowledge Donating
Saya berbagi pengetahuan baru 0 5 0 144 40 4,16 Tinggi

1037 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


dengan rekan kerja saya
Saya berbagi informasi
pekerjaan dengan rekan kerja 0 0 10 144 35 4,13 Tinggi
saya
Saya selalu memberi perhatian Sangat
0 0 5 118 66 4,32
dengan rekan kerja Tinggi
Saya berbagi cerita mengenai Sangat
0 0 0 113 76 4,40
pekerjaan dengan rekan kerja Tinggi
Sangat
Rata-rata Dimensi Knowledge Donating 4.25
Tinggi
Knowledge Collecting
Saya selalu mengumpulan
Sangat
pengetahuan baru mengenai 0 0 5 132 52 4,25
Tinggi
pekerjaan
Saya selalu mengumpul-kan
Sangat
informasi baru tentang 0 0 5 136 48 4,25
Tinggi
pekerjaan
Saya selalu mengembang-kan
0 5 30 120 34 4,23 Tinggi
ide baru dalam bekerja
Saya selalu belajar dari
0 5 0 136 48 3,97 Tinggi
pengalaman orang lain
Rata-rata Dimensi Knowledge Collecting 4.18 Tinggi
Sangat
Nilai Rata-rata Total 4.21
Tinggi
Sumber : Hasil penelitian 2020, data diolah

Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa secara umum menjelaskan bahwa knowledge sharing
karyawan P.T. Daria Dharma Pratama Kabupaten Mukomuko sangat sesuai. Hal ini dibuktikan
dengan nilai rata-rata jawaban responden sebesar 4,21 yang berada pada kriteria jawaban ‘sangat
tinggi’ (4,21-5,00). Hasil ini bermakna bahwa karyawan sudah memiliki pengetahuan pekerjaan
yang sangat memadai. Hal ini tentu saja akan mendorong pencapaian hasil kerja atau kinerja yang
maksimal.

Deskripsi Aspek Pelaksanaan

Parameter pengukur variabel trust terdiri dari 11 item pertanyaan. Pengukuran jawaban
responden menggunakan skala Likert. Jawaban responden terhadap variabel trust tersebut
terangkum pada Tabel 2.

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 1038


Tabel 2. Jawaban Responden terhadap Variabel Trust

Frekuensi Jawaban (Orang)


Rata-
Dimesi dan Indikator STS TS CS S SS Ket
rata
(1) (2) (3) (4) (5)
Affected Based Trust
Saya yakin rekan kerja saya
0 0 0 174 15 4.08 Tinggi
dapat dipercaya
Saya selalu membangun
0 0 5 170 14 4.05 Tinggi
hubungan kerja yang harmonis
Saya berbagi ide dengan rekan
0 0 15 169 5 3.95 Tinggi
kerja saya
Saya selalu berbagi masalah
0 0 9 170 10 4.00 Tinggi
dengan rekan kerja
Saya memiliki kesetia-kawanan
0 10 10 145 24 3.98 Tinggi
yang tinggi
Saya selalu bekerjasama dalam
0 0 15 169 5 3.95 Tinggi
pekerjaan
Rata-rata Dimensi Affected base Trust 4.00 Tinggi
Cognitive Base Trust
Saya percaya dengan informasi
0 0 14 150 25 4.05 Tinggi
yang diberikan rekan kerja saya
Saya yakin rekan kerja saya
0 0 14 165 10 3.98 Tinggi
sumber berbagi informasi
Saya yakin informasi dari rekan
0 0 0 160 29 4.15 Tinggi
kerja berguna bagi saya
Saya percaya atas informasi
0 5 0 149 35 4.13 Tinggi
rekan kerja saya
Saya percaya dengan
0 0 9 170 10 4.00 Tinggi
kompetensi rekan kerja saya
Rata-rata Dimensi Cognitive based Trust 4.06 Tinggi
Nilai Rata-rata 4.03 Tinggi
Sumber : Hasil penelitian 2020, data diolah

Tabel 2 diketahui bahwa secara umum menjelaskan bahwa variabel trust karyawan P.T.
Daria Dharma Pratama Kabupaten Mukomuko telah sesuai dengan standar etika perusahaan. Hal ini
dibuktikan dengan nilai rata-rata jawaban responden sebesar 4,03 yang berada pada kriteria jawaban
‘tinggi’. Hasil ini bermakna bahwa P.T. Daria Dharma Pratama Kabupaten Mukomuko telah
bekerja dengan tingkat kepercayaan yang tinggi. Kepercayaan tersebut meliputi keyakinan
mengenai ketulusan orang lain dan keyakinan terhadap kemampuan dan kompetensi orang lain.

Deskripsi Variabel Kinerja


Parameter pengukur variabel kinerja terdiri dari 21 item pertanyaan. Pengukuran jawaban
responden menggunakan skala Likert. Jawaban responden terhadap variabel kepuasan kerja tersebut
terangkum pada Tabel 3.

1039 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


Tabel 3. Jawaban Responden terhadap Variabel Kinerja

Frekuensi Jawaban (Orang)


Dimensi dan Indikator STS TS CS S SS Rata-rata Ket
(1) (2) (3) (4) (5)
Kualitas Kerja
Saya telah meminimalkan tingkat kesalahan dalam
0 0 5 121 63 4,31 Sangat Baik
bekerja
Saya telah mampu meningkatkan kualitas kerja 0 52 46 56 35 3,39 Baik
aya telah mampu untuk bekerja dengan akurat dan
0 34 47 78 30 3,55 Baik
teliti
Rata-rata Dimensi Kualitas Kerja 3.75 Baik
Kuantitas Kerja
Saya tidak menunda-nunda pekerjaan yang
0 0 0 117 72 4,38 Sangat Baik
diberikan
Saya mampu menyelesaikan tugas sesuai target 0 0 5 111 73 4,36 Sangat Baik
Saya mampu melayani pelanggan sesuai dengan
0 5 0 144 40 4,16 Baik
target
Rata-rata Dimensi Kuantias Kerja 4.30 Sangat Baik
Pengetahuan tentang Pekerjaan
Saya memiliki pengetahuan yang baik atas
0 0 10 144 35 4,13 Sangat Baik
pekerjaan saya
Saya memiliki pengetahuan untuk mengatasi
0 0 5 118 66 4,32 Sangat Baik
masalah pekerjaan
Saya mengetahui metode kerja yang efektif dalam
0 0 0 113 76 4,40 Sangat Baik
menyelesaikan pekerjaan
Rata-rata Dimensi Pengetahuan Tentang Pekerjaan 4.28 Sangat Baik
Kerjasama
Saya dapat bekerjasama dengan tim dalam unit
0 0 5 132 52 4,25 Sangat Baik
kerja saya
Saya dapat bekerjasama dengan unit kerja yang
0 0 5 136 48 4,23 Sangat Baik
lainnya
Saya mendukung rekan kerja dalam teamwork 8 5 22 120 34 3,88 Baik
Saya mendukung rekan kerja dalam memecahkan
0 5 0 136 48 4,20 Baik
masalah
Saya menghindari konflik dengan sesama rekan
0 5 10 135 39 4,10 Baik
kerja
Rata-rata Dimensi Kerjasama 4.13 Baik
Inisiatif
Saya tidak menunggu perintah pimpinan dalam
0 0 0 120 69 4,37 Sangat Baik
mengerjakan pekerjaan
Saya mampu melakukan pekerjaan secara mandiri 0 0 10 144 35 4,13 Baik
Pengetahuan pekerjaan membuat saya memiliki
0 0 5 118 66 4,32 Sangat Baik
inovasi baru
Rata-rata Dimensi Inisiatif 4,27 Sangat Baik
Dapat Diandalkan
Saya memliki sikap yang baik 0 0 0 113 76 4,40 Sangat Baik
Saya mampu berkomunikasi dengan sesama rekan
0 0 5 132 52 4,25 Sangat Baik
kerja
Saya mengutamakan kepentingan pekerjaan
0 0 5 136 48 4,23 Sangat Baik
dibandingkan dengan kepentingan pribadi
Rata-rata Dimensi Dapat Diandalkan 4.29 Sangat Baik
Kualitas Personal
Saya memliki sikap yang baik 8 5 22 120 34 3,88 Baik
Saya mampu berkomunikasi dengan sesama rekan
8 5 22 120 34 3,88 Baik
kerja
Saya mengutamakan kepentingan pekerjaan
0 5 0 136 48 4,20 Baik
dibandingkan dengan kepentingan pribadi
Rata-rata Dimensi Kualitas Personal 3,00 Baik
Nilai Rata-rata Total 4.16 Baik
Sumber : Hasil penelitian 2020, data diolah

Tabel 3 diketahui bahwa secara umum menjelaskan bahwa kinerja karyawan P.T. Daria
Dharma Pratama Kabupaten Mukomuko berada pada kategori baik. Hal ini dibuktikan dengan nilai
rata-rata jawaban responden sebesar 4,16 yang berada pada kategori interval ‘3,41-4,20’. Hasil ini
bermakna bahwa karyawan P.T. Daria Dharma Pratama Kabupaten Mukomuko telah memiliki

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 1040


kinerja yang sesuai dengan standar perusahaan. Kinerja karyawan tersebut meliputi kuantitas kerja,
kualitas kerja, kerjasama dan sebagainya.

Hasil Analisis Regresi


Hasil analisis regresi yang dilakukan terhadap pengaruh motivasi kerja dan trust terhadap kinerja
karyawan. Hasil analisis regresi tersebut dirangkum pada Tabel 4 berikut ini.
Tabel 4. Hasil Analisis Regresi
Nilai Koef Standard
Variabel Koef t-test Sig.
(Standardized) Error
Knowledge Sharing (X1) b1 0,874 0,047 23,372 0,000
Trust (X2) b2 0,146 0,063 3,899 0,000
Determinasi Berganda (R2) 0,978
F-hitung 830,443 0,000
Signifikansi: 0,05 (%)
Sumber: Hasil Penelitian 2020, diolah.

Berdasarkan hasil perhitungan regresi, diperoleh persamaan regresi sebagai berikut:


Y = 0,874X1+ 0,1468X2
Intepretasi persamaan regresi di atas adalah:
1) Nilai koefisien regresi (b1) sebesar 0,874, bermakna bahwa jika knowledge sharing (X1) meningkat,
maka kinerja karyawan akan meningkat.
2) Nilai koefisien regresi (b2) sebesar 0,146 bermakna jika trust karyawan semakin meningkat, maka
kinerja karyawan akan meningkat.
Dari hasil analisis data diperoleh nilai koefisien determinasi berganda (R2) sebesar 0,978, yang
berarti bahwa variasi peningkatan atau penurunan kinerja karyawan P.T. Daria Dharma Pratama Kabupaten
Mukomuko dapat dijelaskan oleh knowledge sharing dan trust sebesar 97,8%. Sedangkan sisanya 2,2%
dipengaruhi oleh faktor lain di luar penelitian. Hasil ini menumberikan makna bahwa variabel independen
(knowledge sharing dan trust) memiliki kemampuan dalam menjelaskan variasi peningkatan atau penurunan
variabel dependent (kinerja). Hal ini menjelaskan bahwa knowledge sharing dan trust yang tinggi akan
meningkatkan kinerja.

Hasil Pengujian Hipotesis


Pengujian hipotesis yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi uji F dan uji t. Penjelasan
mengenai kedua pengujian hipotesis tersebut diuraikan berikut ini.

a) Uji F
Dari hasil analisis data, diperoleh nilai F-hitung sebesar 830,443 dengan nilai signifikansi
sebesar 0,000. Jika nilai probabilitas () 0,000 tersebut dibandingkan dengan nilai alpha 0,05,

1041 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


maka nilai  < α 0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa secara simultan variabel knowledge
sharing dan trust berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan. Dengan demikian,
hipotesis pertama (H1) yang berbunyi “Knowledge sharing dan trust berpengaruh terhadap
kinerja karyawan P.T. Daria Dharma Pratama Kabupaten Mukomuko” diterima.
b) Uji t
Sama halnya dengan pengujian secara simultan, pengujian pengaruh parsial juga dilakukan
dengan cara membandingkan nilai probabilitas () dengan alpha 0,05. Jika nilai  < α 0,05
maka variabel independen secara parsial berpengaruh terhadap variabel dependen. Karena nilai
-value 0,000 < α 0,05 maka disimpulkan bahwa hipotesis kedua (H2) yang berbunyi:
“Knowledge sharing berpengaruh terhadap kinerja karyawan P.T. Daria Dharma Pratama
Kabupaten Mukomuko” diterima.
Selanjutnya, hasil pengujian hipotesis ketiga (H3) diketahui bahwa trust juga berpengaruh
positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Nilai -value 0,000 < α 0,05 maka
disimpulkan bahwa hipotesis ketiga (H3) yang berbunyi: “Trust berpengaruh terhadap kinerja
karyawan P.T. Daria Dharma Pratama Kabupaten Mukomuko” diterima.

Pembahasan
Pengaruh Knowledge Sharing dan Trust terhadap Kinerja
Trust dapat memperlancar hubungan kerjasama karyawan, jika trust sudah di dapat maka akan
membawa keuntungan bagi organisasi untuk meningkatkan hubungan interpersonal antar karyawan.
Hal tersebut sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Colquitt (2007) dimana karyawan akan
bekerjasama dengan baik dengan rekan kerjanya apabila fondasi hubungan mereka adalah rasa
saling percaya (trust) yang didasari oleh tujuan bersama dan pertemanan yang erat dalam jangka
waktu yang lama.
Berdasarkan hasil analisis data diketahui bahwa knowledge sharing dan trust berpengaruh
signifikan terhadap kinerja karyawan. Hasil ini bermakna jika knowledge sharing dan trust semakin
tinggi, maka kinerja karyawan akan semakin meningkat. Dari hasil penelitian di lapangan diketahui
bahwa knowledge sharing dan trust karyawan P.T. Daria Dharma Pratama Kabupaten Mukomuko
berpengaruh terhadap kinerja karyawan yang signifikan tersebut didukung dengan data deskriptif
yang menunjukkan bahwa kedua variabel tersebut (knowledge sharing dan trust) memiliki nilai
rata-rata yang tinggi. Artinya, karyawan P.T. Daria Dharma Pratama Kabupaten Mukomuko telah
memiliki knowledge sharing dan trust yang tinggi sehingga akan mendukung kinerja karyawan
yang bersangkutan.

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 1042


Kegiatan knowledge sharing membawa banyak nilai positif bagi organisasi. Pengetahuan dan
wawasan yang dimiliki karyawan akan semakin bertambah, juga sebagai sarana komunikasi antar
karyawan agar hubungan interpersonal menjadi erat. Keberhasilan sebuah organisasi dalam
melakukan knowledge sharing dipengaruhi oleh adanya kepercayaan karyawan atau trust terhadap
kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki oleh rekan kerjanya.
Pengetahuan di dalam organisasi disebarkan melalui kegiatan berbagi pengetahuan atau sering
disebut dengan knowledge sharing. Pengetahuan dapat dibagi dan ditukar secara lisan melalui
kegiatan tersebut, namun terkadang kurang optimal karena partisipasi karyawan yang tidak
seluruhnya terlibat. Partisipasi karyawan didorong oleh adanya hubungan kerjasama yang
dipengaruhi oleh kepercayaan karyawan atau trust dimana antara karyawan dengan rekan kerjanya
dapat saling percaya atau tidak. Trust membentuk dasar komunikasi yang efektif, ketika trust hadir
dalam sebuah hubungan antar karyawan, hampir setiap hal menjadi lebih mudah untuk dilakukan
karena adanya modal tersebut. Karyawan akan bersikap selektif terhadap pertukaran pengetahuan
dengan rekan kerjanya, ketika karyawan tidak mempercayai rekan kerjanya maka prosesnya tidak
dapat maksimal.
Pengetahuan menjadi aset yang sangat penting bagi organisasi karena melalui kegiatan
tersebut terjadi peningkatan nilai dari pengetahuan yang dimiliki organisasi tanpa mengurangi
pengetahuan yang dimiliki karyawan (Nawawi, 2012). Setiap individu memiliki pengetahuan tacit
dari hasil pengalamannya. Seseorang tidak akan kehilangan pengetahuan tacit yang dimilikinya,
tetapi justru melipatgandakan nilai dari pengetahuan tersebut, apabila sudah dimiliki, dapat
dimanfaatkan oleh banyak orang.

Pengaruh Knowledge Sharing terhadap Kinerja


Knowledge sharing pada awalnya adalah kolaborasi antara kemampuan berbagai elemen
kunci di dalam organisasi. Artinya, keberhasilan organisasi tidak mungkin hanya dicapai oleh
kemampuan satu individu saja, namun melibatkan seluruh komponen yang ada di dalam organisasi.
Hasil terbaik hanya dapat diperoloh melalui kolaborasi antar individu, antar unit, antar fungsi dan
antar disiplin knowledge serta kerjasama yang lebih kreatif antar perspektif dan skill yang berbeda
dalam mengakomulasikan daya saing perusahaan. Kolaborasi yang efektif dapat difasilitasi dan
dihasilkan melalui berjalannya knowledge management (KM) dalam perusahaan.
Berdasarkan hasil analisis data diketahui bahwa knowledge sharing berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kinerja karyawan. Hasil ini bermakna jika knowledge sharing tinggi, maka
kinerja karyawan tersebut akan semakin meningkat. Dari hasil analisis deskriptif diketahui bahwa
secara umum menjelaskan bahwa knowledge sharing P.T. Daria Dharma Pratama Kabupaten

1043 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


Mukomuko baik. Hasil ini bermakna bahwa sharing pengetahuan yang dilakukan oleh karyawan
kepada rekan kerjanya telah mampu mendorong karyawan yang lain untuk mencapai kinerja yang
tinggi. Hal ini tentu saja akan mendorong pencapaian kinerja perusahaan secara umum.
Oleh sebab itu dibutuhkan adanya budaya knowledge sharing antara karyawan sehingga
informasi mengenai perkembangan dari lingkungan luar maupun dari dalam dapat tersebar
menyeluruh ke seluruh bagian dan tingkatan di dalam P.T. Daria Dharma Pratama Kabupaten
Mukomuko, sehingga knowledge yang dimiliki dari setiap karyawan tidak terpendam di dalam diri
masing-masing karyawan. Dengan adanya budaya knowledge sharing seperti ini, P.T. Daria
Dharma Pratama Kabupaten Mukomuko dapat dengan cepat mengetahui perkembangan mengenai
kondisi perekonomian terkini dan dapat beradaptasi terhadap perubahan lingkungan yang dirasa
semakin cepat. Untuk mencapai keberhasilan dari knowledge management di dalam organisasi
dibutuhkan dukungan dari pihak internal yaitu para karyawan yang ada di organisasi.
Selain mengeksploitasi pengetahuan secara maksimal, knowledge sharing juga dapat
membukakan kesempatan untuk mengeksplorasi pengetahuan untuk mendapatkan atau menciptakan
knowledge baru. Pendekatan knowledge sharing dari prespektif inovasi atau knowledge sharing
yang bersifat eksploratif diperkirakan akan menjadi trend knowledge sharing di masa yang akan
datang. Dengan model knowledge sharing seperti ini, maka yang akan terjadi adalah pertukaran
pengetahuan (knowledge exchange) antar individu melalui pembentukan knowledge network yang
berfungsi untuk memastikan mengalirnya knowledge. Knowledge sharing menolong para karyawan
untuk menyelesaikan masalah-masalah yang pelik di dalam pekerjaannya sehari-hari. Manfaat dari
knowledge sharing: (1) Menciptakan kesempatan yang sama bagi anggota organisasi untuk
mengakses pengetahuan dan mempelajarinya (2) Meningkatkan kesempatan belajar atau
mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh dan mempelajari pengetahuan baru (3)
Mempercepat penyelesaian tugas atau masalah, karena penyelesaian tidak lagi dimulai dari titik nol
(4) Menyelesaikan suatu masalah dengan memanfaatkan metode yang sudah terbukti efektif di unit
atau di tempat lain (5) Menyediakan bahan dasar bagi inovasi berupa pengetahuan yang bervariasi
dan multiperspektif.
Hasil penelitian sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Chen et al. (2011) yang
memberikan bukti bahwa knowledge sharing memiliki dampak atau pengaruh positifi terhadap
kinerja karyawan. Dari uraian di atas, dapat dikatakan bahwa knowledge sharing adalah keadaan-
kejiwaan yang mendorong, mengaktifkan atau menggerakkan, mengarahkan, menyalurkan perilaku,
sikap dan tindakan karyawan untuk mencapai tujuan dan pekerjaannya. Jika karyawan memiliki
motivasi kerja yang tinggi dalam mengerjakan tugas dan tanggungjawabnya, maka karyawan akan
menerima kepuasan atas hasil-hasil yang dicapai tersebut.

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 1044


Pengaruh Trust terhadap Kinerja
Trust merupakan keyakinan seorang karyawan terhadap rekan kerjanya yang diyakini akan
melakukan hal-hal yang positif terhadap dirinya (Evans, 2013). merupakan kunci bagi kinerja
organisasional karena trust memungkinkan kerjasama yang bersifat sukarela.
Berdasarkan hasil analisis data diketahui bahwa trust berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kinerja karyawan. Hasil ini bermakna jika trust yang tinggi, akan dapat meningkatkan
kinerja karyawan. Dari hasil analisis deskriptif secara umum menjelaskan bahwa trust karyawan
P.T. Daria Dharma Pratama Kabupaten Mukomuko telah berada pada kategori tinggi. Hasil ini
bermakna bahwa P.T. Daria Dharma Pratama Kabupaten Mukomuko telah memberikan rasa
kepercayaan yang tinggi baik kepada rekan kerja maupun manajemen perusahaan. Bentuk
kepercayaan yang diberikan karyawan adalah kemampuannya dalam menyelesaikan pekerjaan yang
menjadi tanggungjawabnya dengan baik.

Implikasi Hasil Penelitian


Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa knowledge sharing dan trust berpengaruh
positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Berdasarkan hasil tersebut, implikasi hasil
penelitian yang dapat dilakukan adalah:
1) Meningkatkan knowledge sharing karyawan mengenai prosedur dan pembagian tugas yang
jelas. Adanya informasi yang berimbang mengenai prosedur dan pembagian tugas, akan
meningkatkan efektivitas kerja dan kinerja karyawan. Knowledge sharing membawa banyak
nilai positif bagi organisasi. Pengetahuan dan wawasan yang dimiliki karyawan akan semakin
bertambah, juga sebagai sarana komunikasi antar karyawan agar hubungan interpersonal
menjadi erat. Knowledge sharing adalah faktor terpenting yang mempengaruhi perkembangan
organisasi, kinerja organisasi dan kinerja individu dan mempelajarinya merupakan hal penting.
Hasil penting dari knowledge sharing adalah adanya knowledge baru dan inovasi yang akan
meningkatkan kinerja individu, akhirnya meningkatkan kinerja oganiasasi.
2) Menjalin hubungan kerjasama dengan dasar saling percaya (trust). Melalui komunikasi yang
terbuka antar karyawan dan manajemen, sehingga setiap karyawan merasakan diperlakukan
secara adil oleh organisasi. Trust mencakup elemen-elemen yaitu karyawan berada dalam suatu
situasi dimana pilihan untuk mempercayai rekan kerja mungkin akan mendatangkan akibat yang
menguntungkan atau merugikan. Oleh karena itu karyawan menyadari bahwa ada suatu resiko
dari kepercayaan (trust), karyawan menyadari bahwa apakah akibat yang dihasilkan itu untung

1045 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


atau rugi tergantung pada apa yang dilakukan rekan kerja, karyawan merasa percaya bahwa
rekan kerja akan berperilaku seolah-olah menghasilkan akibat yang menguntungkan.
3) Menetapkan standar kinerja karyawan yang mudah dicapai, sehingga karyawan akan mampu
bekerja secara maksimal sesuai dengan tanggungjawabnya.Semakin karyawan memahami apa
yang diharapkan darinya, semakin kuat kemungkinan bahwa orang bersangkutan akan mampu
mengemban tanggung jawab posisi tersebut dengan mulus. Pada akhirnya penilaian kinerja oleh
penyelia akan lebih obyektif dan relevan sekiranya berdasarkan pernyataan apa yang
diharapkan.

Penutup
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Knowledge sharing dan trust berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan P.T. Daria Dharma
Pratama Kabupaten Mukomuko. Artinya, jika knowledge sharing dan trust meningkat, maka
kinerja karyawan juga akan meningkat.
2. Knowledge sharing berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan P.T. Daria Dharma Pratama
Kabupaten Mukomuko. Artinya, jika knowledge sharing semakin meningkat maka kinerja
karyawan akan meningkat.
3. Trust berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan P.T. Daria Dharma Pratama Kabupaten
Mukomuko. Artinya, jika trust semakin meningkat maka kinerja karyawan akan meningkat.
Berdasarkan kesimpulan penelitian, maka saran yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan knowledge sharing karyawan mengenai prosedur dan pembagian tugas yang
jelas. Upaya ini dilakukan dengan adanya informasi yang berimbang mengenai prosedur dan
pembagian tugas tersebut, sehingga akan meningkatkan efektivitas kerja dan kinerja karyawan.
2. Menjalin hubungan kerjasama dengan dasar saling percaya (trust). Hal tersebut dapat dilakukan
melalui komunikasi yang terbuka antar karyawan dan manajemen, sehingga setiap karyawan
merasakan diperlakukan secara adil oleh organisasi.
3. Menetapkan standar kinerja karyawan yang mudah dicapai, sehingga karyawan akan mampu
bekerja secara maksimal sesuai dengan tanggungjawabnya.

Referensi
Colquitt, J.A., Scott, B.A. & LePine, J.A. (2007). Trust, trustworthiness, and trust propensity: a
meta analytic test of their unique relationships with rist taking and job performance. The
Journal of Applied Psychology, 92 (4), 190-199.
Du, R., Ai, S. & Ren, Y. (2007). Relationship between knowledge sharing and performance: A
Survey in Xi’an China. Expert System with Applications, 32 (1), 38-46.
Evans, J.R. (2013). Total quality (Management, organization and strategy). Ohio: South-Western

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 1046


Garvin, F. (2010). Manajemen sumber daya manusia. edisi 10 (terjemahan). Jakarta: Salemba
Empat
Ivancevich, J.M., Donelly, J.R. & Jackson, S.R. (2011). Human resource management, Eight
Edition. New York: McGraw Hill.
Mahayana, S., Abidin, M.Z. & Salwa, U. (2008). Mediating role of trust on the effects of
knowledge management capabilities on organizational performance. International Strategic
Management Conference, 2 (1), 45-55.
McNeish, J. & Mann, I.J.S. (2010). Knowledge sharing and trust in organizations, Journal of
Knowledge Management, 8(1), 18-38.
Moorhead, M. & M. Griffin (2014). Perilaku organisasi. Yogyakarta: Andi Offset.
Nawawi, I. (2012). Manajemen pengetahuan. Bogor: Ghalia Indonesia.
Robbins, S.P. (2015). Organizational behaviour, Tenth Edition (Perilaku Organisasi Edisi ke
Sepuluh). Alih Bahasa Drs. Benyamin Molan. Jakarta: Salemba Empat
Sedarmayanti (2011). Manajemen sumber daya manusia, reformasi birokrasi dan. manajemen
Pegawai Negeri Sipil (Cetakan Kelima). Bandung: PT Refika. Aditama.

1047 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


Core Self-Evaluations dan Kinerja: Peran Mediator Pemberdayaan Psikologis

Hendra Novianzah1), Meiliani2), Paulus S. Kananlua3)


Mahasiswa PS Magister Manajemen, Universitas Bengkulu1)
Dosen PS Magister Manajemen, Universitas Bengkulu2),3)

Abstract. The current study aimed to examine the effect of psychological empowerment as a
mediator in the relationship between the core self-evaluations and nurses’ performances at Regional
Public Hospital (RSUD). A quantitative approach and a survey method were employed to collect
data. Nurses who were in the civil servant status were formed for the sample for this study. Using
online survey questionnaire. data were gathered from 89 nurses who worked at Regional Public
Hospital (RSUD) Curup. Hierarchical multiple regression analysis was employed to test the
hypotheses formed. The results statistically showed that: (1) Core self-evaluations significantly had
a positive effect on nurses’ performances; if the core self-evaluations is getting higher, then
nurses’ performances will also be higher; (2) The core self-evaluations had significant and positive
effect on the psychological empowerment; The core self-evaluations is getting higher, then the
psychological empowerment will be higher; (3) The psychological empowerment predicted nurses’
performances; the psychological empowerment is getting higher, then nurses’ performances will be
higher; and (4) The psychological empowerment mediated partially and significantly in the effect
of the core self-evaluations on nurses’ performances. The psychological empowerment gave an
impact on an increase in the relationship of the core self-evaluations and nurses’ performances. The
discussions, implications and recommendations were presented.

Keywords: Core Self-Evaluations, Psychological Empowerment, Performance, RSUD

Pendahuluan
Perkembangan yang terjadi pada organisasi pelayanan publik seperti halnya rumah sakit tidak
hanya berkaitan dengan perubahan, perbaikan layanan dan penetapan strategi. Namun juga
berkaitan dengan peningkatan kapabilitas seluruh aspek penunjang layanan seperti sumber daya
manusia (SDM), peralatan dan teknologi pelayanan. Kontribusi sumber daya manusia dapat
diketahui dari perilaku SDM yang diukur dengan kinerjanya.
Pada level organisasi, pengukuran kinerja adalah dasar untuk menilai keberhasilan dan
kegagalan pelaksanaan kegiatan, sesuai sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam rangka
mewujudkan visi dan misi organisasi (Sedarmayanti, 2014). Pada level individu, pengukuran
kinerja berguna untuk menilai keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan tugas-tugas anggota
organisasi (pegawai/karyawan) dalam periode waktu tertentu.
Dua faktor internal yang dapat memengaruhi kinerja adalah core self-evaluations (Ivancevich,
2007; Walumbwa et al., 2017) dan pemberdayaan psikologis (Meiliani et al., 2014; Spreitzer,
2007). Core self-evaluations adalah karakteristik seorang individu yang mempunyai kemampuan

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 1048


untuk mengatasi berbagai situasi. Core self-evaluations berhubungan dengan nilai-nilai yang
tercermin dari sikap dan perilaku karyawan seperti self-efficacy, self-esteem dan locus of control
(Robbins & Judge, 2017). Individu yang memiliki core self-evaluations yang tinggi, maka individu
tersebut akan percaya diri dalam bekerja. Selain itu, setiap individu juga mampu mengontrol diri,
tidak marah dan berkata kasar saat keluarga pasien mengunjungi pasien beramai-ramai juga
berdampak pada kinerja individu perawat tersebut.
Core self-evaluations yang tinggi juga menentukan tingkatan sampai di mana perawat
menyakini bahwa perilakunya memengaruhi apa yang terjadi pada perawat. Dalam pelaksanaannya,
core self-evaluations yang tinggi terlihat dari orientasi perawat dalam pelayanan kepada pasien atau
keluarga pasien, komitmen perawat dalam bekerja, perawat datang atau pulang kerja sesuai jam
kerja dan perawat mematuhi aturan di tempat bekerja. Semua perilaku seperti ini berpengaruh
terhadap kinerja individu karyawan yang berdampak juga pada pencapaian visi dan misi organisasi
(Robbins & Judge, 2017). Hasil suatu studi ditemukan bahwa core self-evaluations berpengaruh
terhadap kinerja auditor BPK RI di Perwakilan Bali (Damayanti et al., 2015). Core self-evaluations
juga berpengaruh pada kinerja karyawan yang telah bekerja di bawah 3 tahun secara full time di
Korea (Yoo & Lee, 2019).
Pemberdayaan psikologis berhubungan juga dengan kinerja (Conger & Kanungo, 1988;
Kreitner & Kinicki, 2003). Pemberdayaan psikologis adalah sebuah konsep motivasi dari efikasi
diri (Conger & Kanungo, 1988; Meiliani, 2014). Karyawan yang merasa dihargai akan merasa
bahagia dan akan menunjukkan kepuasan dalam pekerjaannya (Meiliani, 2014). Dalam
pelaksanaannya, pemberdayaan psikologis akan membuat individu sadar akan pentingnya sebuah
pekerjaan bagi dirinya. Individu yang berperilaku ramah dan sopan akan membuat rekan kerja
menjadi nyaman.
Pemberdayaan psikologis memengaruhi kinerja. Penelitian empiris terkait pengaruh
pemberdayaan psikologis terhadap kinerja dilakukan oleh Darlis dan Cahayani (2013), dan
Rohman, et al. (2011) yang memberikan bukti bahwa pemberdayaan psikologis berpengaruh
signifikan terhadap kinerja pegawai. Degago (2014) dan Tetik (2016) juga memberikan bukti
bahwa pemberdayaan psikologis dengan dimensi meaning, competence, self-determination dan
impact mempunyai hubungan yang signifikan dan positif terhadap kinerja karyawan. Dimensi yang
paling memengaruhi kinerja adalah dimensi impact, diikuti dimensi lainnya yaitu competence,
meaning dan self-determination. Studi oleh Damayanti et al. (2015) menunjukkan bahwa core self-
evaluations berpengaruh pada kinerja. Damayanti dan Wistawan (2018) dalam penelitian lainnya
memberikan bukti bahwa sifat kepribadian core self-evaluations memengaruhi secara positif kinerja
auditor.

1049 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


Pada penelitian ini, model yang diuji adalah menempatkan variabel pemberdayaan psikologis
sebagai variabel mediasi antara core self-evaluations terhadap kinerja. Seorang individu dengan
kepribadian merasa mampu mengatasi persoalan dan situasi yang timbul dalam pekerjaan (core self-
evaluation) dan diperkuat akan kesadaran pentingnya pekerjaan dengan pemberdayaan kapabilitas
(pemberdayaan psikologis) akan meningkatkan kinerja mereka (Meiliani, 2014; Walumbwa et al.,
2017). Hasil studi oleh Saifullah et al. (2019) membuktikan bahwa ada peran pemberdayaan
psikologis sebagai variabel mediasi pada pengaruh tipe kepribadian dan perilaku proaktif karyawan.
Pada penelitian ini, tipe kepribadian yang diukur adalah core self-evaluations sedangkan perilaku
proaktif diukur dengan kinerja. Pengujian model dilakukan pada perawat di RSUD Curup.
Berdasarkan penjelasan di atas, diketahui bahwa core self-evaluations dan pemberdayaan
psikologis yang merupakan prediktor kinerja individu, yang juga dapat menilai individu perawat di
RSUD Curup di Kabupaten Rejang Lebong. Keberhasilan pegawai rumah sakit (dalam hal ini
perawat) dapat diukur dari kontribusi dan keberhasilannya menjalankan tugas-tugas pelayanan yang
dilakukan. Keberhasilan tersebut dirasakan oleh pasien dan keluarga yang dilayaninya. Jika pasien
dan keluarganya merasa senang mendapatkan pelayanan perawat, maka kinerja pelayanan perawat
sudah baik. Jika hal tersebut diakumulasikan pada hasil kerja perawat secara keseluruhan, maka
dapat dikatakan bahwa kinerja rumah sakit tersebut sudah baik.
Rumah Sakit Umum Daerah Curup sudah melakukan penilaian kinerja melalui Sasaran Kerja
Pegawai (SKP) namun belum tertib. Aspek-aspek yang dinilai, yaitu orientasi pelayanan, integritas,
komitmen, disiplin, kerja sama dan kepemimpinan (Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2011).
Dari pengamatan yang dilakukan penulis, SKP dari tahun 2017 hingga tahun 2019 masih ada yang
belum terekam di data kepegawaian RSUD Curup. Hasil wawancara penulis dengan Kepala Bagian
Kepegawaian menyatakan bahwa kinerja pegawai belum maksimal. Namun belum ada bukti
pendukung untuk pernyataan tersebut. Penulis melakukan upaya lain, yaitu melihat kedisiplinan
dalam pelayanan. Penulis mengamati masih ada perawat yang datang terlambat saat bekerja tanpa
ditegur. Selain itu, masih ada perawat yang kurang ramah dan marah kepada keluarga pasien. Hal
ini terlihat dari wajah dan perilaku perawat saat melihat suatu ruangan pasien yang ramai
dikunjungi pengunjung.
Hasil wawancara dengan beberapa perawat di RSUD Curup menyatakan bahwa perawat
kurang dapat mengontrol diri jika pasien atau keluarga pasien terlalu ramai. Kadang ada pasien
darurat perlu penanganan cepat tetapi dokter susah dihubungi. Hal ini diperparah lagi jika perawat
yang ditugaskan merasa tidak mempunyai kompetensi dalam menangani pasien pada jenis penyakit
tertentu sedangkan yang mempunyai kompetensi tidak diberdayakan. Ada beberapa penyakit yang
perlu penanganan langsung dari dokter. Dalam hal ini perawat hanya melakukan pemeriksaan awal

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 1050


atau standar. Kondisi ini berdampak pada kinerja perawat. Karena itu, penulis tertarik untuk
meneliti tentang core self-evaluations, pemberdayaan psikologis sebagai predictor kinerja pada
perawat RSUD Curup.

Kajian Pustaka
Teori yang melandasi keterkaitan variabel pemberdayaan psikologis, core self-evaluations
dan kinerja adalah teori tiga kondisi psikologis oleh Kahn (1990) yang disebut dengan model need-
satisfying approach. Menurut Kahn (1990) kinerja berkembang ketika tiga kondisi psikologis
terpenuhi, yaitu kebermaknaan psikologis (psychological meaningfulness), keamanan psikologis
(psychological safety) dan ketersediaan psikologis (psychological availability). Dalam mencapai
kinerja diperlukan engagement yang diukur secara spesifik dengan keterlibatan (involvement) dan
pemberdayaan (empowerment). Psychological meaningfulness dipandang sebagai perasaan berguna
dan berharga atas upaya yang diberikan karyawan terhadap pekerjaan. Psychological
meaningfulness berkaitan dengan keyakinan bahwa pekerjaan seseorang karyawan itu berharga dan
cukup bermakna untuk menambahkan nilai dan signifikansi karyawan untuk berprestasi (mencapai
kinerja) di tempat kerja. Ketika karyawan percaya bahwa pekerjaan atau peran mereka signifikan
dan sesuai dengan tujuan dan nilai-nilai diri dan organisasi, mereka akan membawa diri mereka ke
dalam pekerjaan dan menunjukkan keterikatannya (Czamowsky, 2008).
Psychological safety merupakan pengalaman yang mampu bertindak dengan cara alami, serta
dapat menggunakan semua keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki tanpa adanya rasa takut
adanya konsekuensi negatif untuk citra diri, status atau karier karyawan (Kahn, 1990). Ketika
karyawan percaya bahwa organisasi mereka memberikan lingkungan kerja yang dapat diandalkan
dan diprediksi, dengan demikian karyawan akan lebih terikat dalam pekerjaannya, sehingga
menghasilkan kinerja yang tinggi. Terakhir, psychological availability merupakan perasaan
memiliki yang diwujudkan dengan melibatkan diri ke dalam peran kinerja (Kahn, 1990). Secara
psikologis, karyawan yakin dapat masuk ke dalam peran kerja dengan sumber daya fisik, emosional
dan psikologis untuk menyelesaikan pekerjaan. Individu yang secara psikologis mengenali diri
mereka sendiri untuk siap menanamkan fisik kognitif dan energi emosional mereka cenderung
menunjukan keterlibatan yang lebih tinggi dalam kinerja peran (Kahn, 1990). Ketiga kondisi
psikologis di atas akan membuat seseorang mampu melakukan penilaian tentang dirinya sendiri
(core self-evaluations) (Judge et al., 1997).

1051 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


Kinerja
Kinerja berasal dari pengertian performance. Performance diartikan sebagai hasil kerja atau
prestasi kerja. Kinerja mempunyai makna yang lebih luas, bukan hanya hasil kerja, tetapi termasuk
bagaimana proses pekerjaan berlangsung (Wibowo, 2014). Kinerja perusahaan sangat tergantung
bagaimana kinerja karyawan, kinerja karyawan yang baik akan berdampak positif bagi kinerja
perusahaan dan sebaliknya (Adiftiya, 2014). Kinerja adalah prestasi nyata karyawan dibandingkan
dengan prestasi yang diharapkan dari karyawan (Dessler, 2017). Selain itu, kinerja berhubungan
tentang bagaimana karyawan mencapai hasil, tujuan atau standar sesuai dengan harapan yang
ditentukan organisasi. Karyawan dinilai berdasarkan seberapa baik mereka melakukan pekerjaan
dibandingkan dengan standar kinerja yang ditentukan (Mustafa & Bon, 2012).
Kinerja juga disebut sebagai hasil atau keluaran dari suatu proses (Nurlaila, 2010). Hasil dari
pekerjaan tersebut berhubungan dengan tujuan organisasi seperti kualitas, efisiensi dan kriteria
efektivitas lainnya juga disebut dengan kinerja (Gibson et al., 2012). Hasil ini juga mempunyai
hubungan yang kuat dengan tujuan strategis organisasi dan memberikan kontribusi pada bidang
ekonomi (Wibowo, 2012). Kinerja sering dianggap sebagai hasil yang dicapai, yaitu catatan
pencapaian seseorang (Amstrong, 2010). Kinerja merupakan output karyawan sebagai hasil dari
pengembangan karyawan yang akhirnya akan berdampak pada efektivitas organisasi (Hameed &
Waheed, 2011). Kinerja juga merupakan implementasi dari rencana yang telah disusun.
Implementasi tersebut dikerjakan oleh SDM yang mempunyai kompetensi, motivasi dan
kepentingan. Kinerja ditunjukkan bagaimana proses berlangsungnya kegiatan untuk mencapai
tujuan tersebut (Wibowo, 2014).
Kegiatan pengelolaan sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan organisasi disebut
dengan kinerja. Tujuan yang dimaksud adalah tentang arah secara umum, sifatnya luas, tanpa
batasan waktu dan tidak berkaitan dengan prestasi tertentu dalam jangka waktu tertentu. Kesesuaian
antara upaya pencapaian tujuan individu dengan tujuan organisasi akan mampu mewujudkan
kinerja yang baik (Wibowo, 2014). Hasil yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas yang
dibebankan kepadanya juga disebut dengan kinerja. Kinerja adalah keluaran yang dihasilkan oleh
fungsi-fungsi atau indikator-indikator suatu pekerjaan atau suatu profesi dalam waktu tertentu
(Wirawan, 2009). Kinerja ditunjukan dengan adanya hasil kerja secara kualitas dan kuantitas
seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya. Pada dasarnya kinerja adalah apa yang dikerjakan atau tidak dikerjakan oleh karyawan
dalam pekerjaannya (Mathis & Jackson, 2011).
Seberapa baik seorang pemimpin mengelola kinerja bawahan langsung tidak hanya
memengaruhi kinerja pekerja individual secara langsung dan unit kerjanya, tetapi juga kinerja

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 1052


seluruh organisasi (Wibowo, 2012). Jika pegawai telah mempunyai komitmen maka pegawai akan
mencurahkan segala kemampuan dan sumber daya untuk meningkatkan kemajuan perusahaan. Hal
ini tentunya berdampak pada kinerja pegawai sendiri (Adiftiya, 2014). Untuk mengelola dan
meningkatkan kinerja karyawan, manajer harus mengeksplorasi penyebab tindakan, merencanakan
dan memberdayakan pekerja untuk menemukan solusi dan menggunakan komunikasi yang berfokus
pada kinerja (Gomez-Mejia et al., 2012). Jadi, kinerja adalah bagaimana proses pekerjaan
berlangsung hingga hasilnya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Implementasi kinerja
akan berdampak pada efektivitas organisasi.

Pemberdayaan Psikologis
Pencapaian tujuan organisasi menjadi tidak layak tanpa memberdayakan karyawan secara
psikologis. Hal ini menunjukkan bahwa pemberdayaan psikologis merupakan hal penting yang
perlu diteliti (Ugwu et al., 2014). Pemberdayaan disebut sebagai konsep motivasi dari efikasi diri
(Conger & Kanungo, 1988). Tingkat pemberdayaan bahwa karyawan percaya tentang arti dari
pekerjaan, kemampuan dalam bekerja, memotivasi diri dan kemandirian dalam memengaruhi hasil
pekerjaan disebut juga dengan pemberdayaan psikologis (Tetik, 2016). Pemberdayaan psikologis
terdiri atas empat indikator, yaitu kebermaknaan, kompetensi, penentuan sendiri dan dampak
(Spreitzer, 1995; Thomas & Velthouse, 1990). Tingkat sejauh mana seorang individu dapat
memengaruhi secara aktif peran kerja dan konteks kerjanya disebut dengan pemberdayaan (Daniels
& Guppy, 1994). Saat sedang bahagia karyawan akan menunjukkan kepuasan dalam pekerjaan
(Meiliani, 2014).
Pemberdayaan beraneka segi dan pada dasarnya tidak bisa ditangkap dengan konsep tunggal
(Thomas & Velthouse, 1990). Pemberdayaan psikologis merupakan istilah untuk mendorong dan
mengijinkan karyawan dalam mengambil tanggung jawab pribadi untuk meningkatkan kinerja dari
tugas yang diberikan. Aktivitas ini juga sambil berkontribusi terhadap pencapaian objektif
organisasi secara keseluruhan (Degago, 2014). Jadi, pemberdayaan psikologis adalah sebuah
konsep motivasi. Artinya, tingkat sejauh mana seorang individu dapat memengaruhi secara aktif
peran kerja dan konteks kerjanya. Dengan menerapkan konsep ini akan menyebabkan efektivitas
organisasi meningkat.

Core Self-Evaluations
Core self-evaluations adalah kesimpulan akhir yang dimiliki individu tentang kompetensi dan
nilai mereka sebagai individu. Orang yang mempunyai core self-evaluations positif menyukai
dirinya, memandang dirinya efektif dan mempunyai kemampuan mengendalikan lingkungan. Orang

1053 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


yang mempunyai core self-evaluations positif juga berkinerja lebih baik dibandingkan yang lainnya.
Orang ini menetapkan sasaran yang lebih ambisius, lebih berkomitmen dengan sasarannya dan
bertahan lebih lama dalam mencoba mencapainya. Orang yang mempunyai core self-evaluations
negatif cenderung tidak menyukai dirinya, mempertanyakan kemampuannya dan memandang
dirinya tidak berdaya atas lingkungan (Robbins & Judge, 2017). Core self-evaluations merupakan
ciri kepribadian yang terdiri atas evaluasi diri, kemampuan, kontrol pada kemampuan (Iqbal, 2012)
dan merupakan penilaian mendasar bagi seseorang mengenai nilai diri (Chang et al., 2012). Core
self-evaluations yaitu evaluasi yang bersifat mendasar yang dibuat seseorang untuk dirinya sendiri
(Judge, 2009). Seseorang yang mempunyai core self-evaluations tinggi menganggap diri mereka
sukses dan yakin akan kemampuan dirinya (Aryee et al., 2014) dan mereka lebih merasakan energi
positif dan aktif dalam pembelajaran (Walumbwa et al., 2016).
Orang yang mempunyai core self-evaluations dengan skor tinggi memberikan layanan
pelanggan yang lebih baik dan rekan kerja yang lebih populer. Selain itu, orang ini mempunyai
karier yang dimulai dengan langkah yang lebih baik dan menanjak lebih cepat sepanjang waktu.
Mereka berkinerja sangat baik jika mereka merasa pekerjaannya memberikan arti dan membantu
orang lain (Robbins & Judge, 2017). Jadi, core self-evaluations adalah kesimpulan akhir yang
dimiliki individu tentang kompetensi dan nilai mereka sebagai individu. Mereka yang core self-
evaluations positif mempunyai daya tahan lebih baik dibandingkan yang lainnya dalam
mengendalikan lingkungannya. Selain itu, mempunyai kinerja sangat baik jika mereka merasa
pekerjaannya bermakna dan dapat membantu orang lain.

Kerangka Analisis
Core self-evaluations sebagai suatu sifat pribadi yang akan menjelaskan sikap dan perilaku
seseorang (Judge et al., 1997). Seseorang berfikir bahwa mempunyai kompetensi, maka akan
melihat situasi atau pekerjaan secara positif dan berperilaku konsisten di setiap situasi (Walumbwa
et al., 2017). Pemberdayaan psikologis sebagai perilaku proaktif yang ditunjukan oleh karyawan
yang memiliki core self-evaluations positif (Chen et al., 2018). Dalam organisasi, pemberdayaan
psikologis merupakan upaya untuk meningkatkan efektivitas organisasi dan menghadapi tantangan
bisnis saat ini, terutama dalam konteks perubahan yang cepat dan dinamis (Conger & Kanugo,
1988; Goksoy, 2017; Ramdhan, 2015; Spreitzer, 1995). Pemberdayaan psikologis juga merupakan
salah satu bentuk perilaku atau karyawan dalam memotivasi diri sendiri (Andewi et al., 2016).
Teori tiga kondisi psikologis oleh Kahn (1990) yang disebut dengan model need-satisfying
approach yang melandasi keterkaitan variabel pemberdayaan psikologis, kepribadian core self-
evaluations dan kinerja. Ketika tiga kondisi psikologis terpenuhi, yaitu kebermaknaan psikologis

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 1054


(psychological meaningfulness), keamanan psikologis (psychological safety) dan ketersediaan
psikologis (psychological availability).

Core Self-Evaluations

Kinerja

Pemberdayaan Psikologis

Gambar 1. Kerangka Model Konseptual

Dari kerangka model konseptual di atas, selanjutnya dilakukan modifikasi sebagai novelty
penelitian, yaitu menempatkan variabel pemberdayaan psikologis sebagai variabel mediasi pada
pengaruh core self-evaluations terhadap kinerja. Modifikasi tersebut didasari oleh studi yang
dilakukan oleh Shih et al., (2012) yang menemukan bahwa tipe kepribadian dapat memengaruhi
pemberdayaan psikologis dan perilaku proaktif. Karyawan yang terberdayakan psikologisnya
merasa lebih percaya diri dan berani mengambil keputusan serta bertanggung jawab dengan
mandiri, meminta feedback dari rekan kerja atau pimpinan atas hasil kerjanya dan secara aktif
mencari kesempatan untuk terlibat dalam proses pembelajaran di tempat kerja. Penjelasan di atas
menerangkan bahwa tipe kepribadian dan pemberdayaan psikologis memiliki suatu hubungan yang
positif dengan kinerja (Degago, 2014; Tetik, 2016; Rohman et al., 2011; Sanjiwani & Wisdha,
2016).
Berdasarkan uraian konsep dan telaah studi yang telah dijelaskan maka, kerangka analisis
penelitian ini dapat digambarkan seperti pada Gambar 2.

Core Self-
Evaluations (X)

Pemberdayaan
Psikologis (M)

Kinerja (Y)

Gambar 2. Kerangka Analisis

1055 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


Hipotesis Penelitian
Ha1: Core self-evaluations berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap kinerja perawat
RSUD Curup.
Ha2: Core self-evaluations berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap pemberdayaan
psikologis perawat RSUD Curup.
Ha3: Pemberdayaan psikologis berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap kinerja perawat
RSUD Curup.
Ha4: Pemberdayaan psikologis memediasi pengaruh core self-evaluations terhadap kinerja perawat
RSUD Curup.

Metode
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif. Populasi
mengacu pada keseluruhan kelompok orang, kejadian dan hal-hal menarik yang ingin diinvestigasi
atau yang ingin dibuat opini berdasarkan statistik sampel (Sekaran & Bougie, 2017). Populasi yang
digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh perawat di RSUD Curup di kabupaten Rejang
Lebong, sejumlah 109 orang.
Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan metode survei. Berdasarkan sampel ini,
peneliti melakukan generalisasi atau membuat klaim-klaim tentang populasi (Creswell, 2016;
Sekaran & Bougie, 2017). Teknik pengumpulan data dalam survei dilakukan dengan hand delivered
questionnaire. Kuesioner dalam penelitian ini disebarkan secara online dengan mengklik link
https://bit.ly/rsudcurup. Dengan mengisi dan mengklik tombol ‘submit/kirim’, maka responden
telah menyatakan bersedia ikut dalam survei. Responden hanya diminta untuk mengisi kuesioner ini
‘sekali’. Jika pengisian dan pengiriman kuesioner telah dilakukan, maka responden yang
bersangkutan tidak dapat mengisi kuesioner lagi.
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan Hierarchical
Multiple Regression Analysis (HMRA). Hierarchical multiple regression analysis merupakan
metode analisis hierarki yang bersifat untuk menguji hipotesis yang eksplisit (Tabachnick & Fidell,
2007). Analisis data dibantu dengan menggunakan program IBM SPSS versi 23. Dalam penelitian
ini, Hierarchical Multiple Regression Analysis digunakan untuk menguji apakah core self-
evaluations dan pemberdayaan psikologis memengaruhi kinerja dan apakah core self-evaluations
memengaruhi pemberdayaan psikologis. Selain itu, digunakan untuk menilai efek mediasi dari
pemberdayaan psikologis pada pengaruh core self-evaluations terhadap kinerja perawat di RSUD
Curup. Pengujian peran mediasi dalam pemodelan hubungan atau pengaruh yang dihipotesiskan
didasarkan pada tahapan pengujian yang diungkapkan oleh Baron dan Kenny (1986). Terdapat

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 1056


empat tahapan dalam pengujan peran mediasi yang akan dilakukan pada penelitian ini. Empat
tahapan tersebut adalah sebagai berikut (Baron & Kenny, 1986). Berdasarkan output Hierarchical
Multiple Regression Analysis, hasil pengujian hipotesis dapat dilihat dari kolom uji t. Uji t
digunakan untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel
dependen (Sekaran & Bougie, 2017).
Pemeriksaan efek mediasi dapat dilakukan dengan menggunakan dengan pendekatan
perbedaan koefisien. Pemeriksaan dengan pendekatan koefisien dilakukan dengan melakukan
analisis dengan dan tanpa melibatkan variabel mediasi, sedangkan metode perkalian dilakukan
dengan metode Sobel (Sobel Test). Menurut Baron dan Kenny (1986) metode pemeriksaan dengan
cara melakukan dua kali analisis, yaitu analisis dengan melibatkan variabel mediasi dan analisis
tanpa melibatkan variabel mediasi. Pemeriksaan efek mediasi dengan metode perkalian dilakukan
dengan pendekatan Sobel Test. Berdasarkan jalur regresi dihitung pengaruh lagsung dan pengaruh
tidak langsung, serta total pengaruh pada model mediasi (mediating model). Selanjutnya, untuk
membuktikan nilai signifikansi efek mediasi, dilakukan dengan uji Sobel, yaitu melalui pengujian
hipotesis (Baron & Kenny, 1986). Pada penelitian dilakukan pengujian pada hipotesis alternative
keempat (Ha4).

Hasil Penelitian dan Pembahasan


Hierarchical Multiple Regression Analysis
Hierarchical Multiple Regression Analysis (HMRA) digunakan untuk menganalisis data
dalam menjawab pertanyaan dalam penelitian ini. Tabel 1 menunjukkan ringkadsan output analysis.

Tabel 1. Ringkasan Output Analisis Regresi Tahap 1 – Tahap 3


dan Tahap 4 pada Regresi Mediasi

Koefisien Regresi
Jalur Nilai t-hitung p-value
(Standardized)
Tahap 1  Koefisien (b)
Core Self-Evaluations  Kinerja 0,331 3,277 0,002*
Tahap 2  Koefisien (c)
Core Self-Evaluations  Pemberdayaan
0,229 2,198 0,031*
Psikologis
Tahap 3  Koefisien (d)
Pemberdayaan Psikologis  Kinerja 0,941 25,883 0,000*
Tahap 4  Koefisien (a) dan (d’)
Core Self-Evaluations  Kinerja 0,122 3,471 0,001*
Pemberdayaan Psikologis  Kinerja 0,913 25,948 0,000*

1057 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


Berdasarkan tahapan regresi model mediated regression analysis tahap 1, tahap 2 dan tahap
3, maka regresi tahap ketiga juga memenuhi kaidah yang dipersyaratkan (Baron & Kenny, 1986).
Kaidah-kaidah tersebut adalah:
1) Pada persamaan tahap pertama, variabel independen (X) memiliki pengaruh terhadap variabel
dependen (Y), di mana variabel core self-evaluations berpengaruh signifikan terhadap kinerja
perawat.
2) Pada persamaan tahap kedua, variabel independen (X) memiliki pengaruh terhadap variabel
mediasi (M), di mana variabel core self-evaluations berpengaruh signifikan terhadap
pemberdayaan psikologis perawat.
3) Pada persamaam ketiga, variabel mediasi (M) memiliki pengaruh terhadap variabel dependen
(Y), di mana variabel pemberdayaan psikologis berpengaruh signifikan terhadap kinerja
perawat.

Pemeriksaan efek mediasi dapat dilakukan dengan menggunakan dua pendekatan, yaitu
perbedaan koefisien dan perkalian koefisien (Solimun, 2011). Pemeriksaan dengan pendekatan
koefisien dilakukan dengan melakukan analisis dengan dan tanpa melibatkan variabel mediasi,
sedangkan metode perkalian dilakukan dengan metode Sobel (Sobel test). Pada penelitian ini,
identifikasi atau pemeriksaan efek mediasi dilakukan dengan menggunakan pendekatan perbedaan
koefisien dan Sobel Test.

1. Pengujian Efek Mediasi dengan Pendekatan Perbedaan Koefisien


Menurut Baron dan Kenny (1986) metode pemeriksaan efek mediasi dengan pendekatan
perbedaan koefisien dengan cara melakukan dua kali analisis, yaitu analisis dengan melibatkan
variabel mediasi dan analisis tanpa melibatkan variabel mediasi. Metode pemeriksaan variabel
mediasi dengan pendekatan perbedaan koefisien dilakukan sebagi berikut:
1. Memeriksa pengaruh langsung variabel independen terhadap variabel dependen pada model
dengan melibatkan variabel mediasi,
2. Memeriksa pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen pada model tanpa
melibatkan variabel mediasi,
3. Memeriksa pengaruh variabel independen terhadap variabel mediasi,
4. Memeriksa pengaruh variabel mediasi terhadap variabel dependen.
Berdasarkan pada Tabel 2, maka pengujian efek mediasi dengan metode perbedaan
koefisien dapat diilustrasikan dengan gambar berikut ini.

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 1058


Core Self- a Kinerja
Evaluations Coef. = 0,122 Perawat
Sig. 0,001
c
d'
Coef. = 0,229 Pemberdayaan Coef. = 0,913
Sig. 0,031 Psikologis Sig. 0,000

Core Self- b Kinerja


Evaluations Coef. = 0,331 Perawat
Sig. 0,002

Gambar 3. Pengujian Efek Mediasi menggunakan Metode


Perbedaan Koefisien

Berdasarkan kriteria pemeriksaan atau pengujian di atas, maka diketahui bahwa kriteria
yang memenuhi asumsi pengujian adalah kriteria nomor (2), yaitu jalur (c) dan jalur (d’) signifikan
serta jalur (a) juga signifikan, di mana koefisien dari jalur (a) lebih kecil (turun) dari jalur (b), maka
pemberdayaan psikologis dikatakan sebagai variabel mediasi sebagian (partially mediation).
Menurut kriteria tersebut dapat dijelaskan bahwa pada tahap awal (jalur b), diketahui bahwa
koefisien regresi pengaruh variabel core self-evaluations terhadap kinerja perawat sebesar 0,331
(sig 0,002). Pada tahap 4, nilai koefisien pengaruh core self-evaluations terhadap kinerja perawat
menurun menjadi 0,122 (sig. 0,001). Penurunan pengaruh core self-evaluations terhadap kinerja
perawat setelah masuknya variabel pemberdayaan psiklologis sebesar 0,209 (0,331 – 0,122).
Hasil pemeriksaan efek mediasi menggunakan metode perbedaan koefisien memberikan bukti
bahwa variabel pemberdayaan psikologis memiliki peran partially mediation pada pengaruh core
self-evaluations terhadap kinerja perawat. Hal ini berarti bahwa hipotesis yang berbunyi:
“Pemberdayaan psikologis memediasi pengaruh core self-evaluations terhadap kinerja perawat
RSUD Curup” diterima.

2. Pengujian Efek Mediasi dengan Pendekatan Sobel Test


Pada penelitian ini pengujian signifikansi peran mediasi partially yang telah diperoleh dari
hasil evaluasi perbedaan koefisien dilakukan dengan Sobel test. Berdasarkan hasil pengujian
hipotesis efek utama (efek langsung), diperoleh informasi sebagaimana tertera pada Tabel2.

1059 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


Tabel 2. Nilai Koefisien Jalur untuk Pengujian Efek Mediasi
dengan Sobel Test

Koefisien Standard
Keterangam
Jalur regresi Error
Core Self-Evaluations  Pemberdayaan
0,229 0,060 Nilai a
Psikologis
Pemberdayaan Psikologis  Kinerja
0,941 0,054 Nilai b
Perawat

Berdasarkan Tabel 2, diperoleh nilai t-value efek mediasi variabel pemberdayaan psikologis
pada pengaruh core self-evaluations terhadap kinerja perawat. Berdasarkan hasil pengujian efek
mediasi variabel pemberdayaan psikologis pada pengaruh core self-evaluations terhadap kinerja
perawat, mendapatkan nilai t-value sebesar 3,72829. Hasil ini memberikan arti bahwa efek mediasi
variabel pemberdayaan psikologis pada pengaruh core self-evaluations terhadap kinerja perawat
adalah signifikan. Hasil ini berarti bahwa hipotesis yang berbunyi: “Pemberdayaan psikologis
memediasi pengaruh core self-evaluations terhadap kinerja perawat RSUD Curup” diterima.

Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis data diketahui bahwa core self-evaluations berpengaruh secara
signifikan dan positif terhadap kinerja perawat RSUD Curup. Hasil ini bermakna bahwa core self-
evaluations para perawat RSUD adalah tinggi, maka kinerja mereka semakin meningkat. Para
perawat mempunyai kompetensi bidang ilmu keperawatan seperti diutarakan pada persepsi mereka
terhadap core self-evaluations bahwa rata-rata perawat sudah memiliki keyakinan, pengendalian
diri, semangat dan kepercayaan diri yang tinggi. Keadaan ini membuat perawat penuh percaya diri
dalam merawat pasien, baik pasien rawat inap maupun pasien berobat jalan, sesuai instruksi dari
dokter yang mengobati pasien.
Pengalaman kerja lebih dari 10 tahun yang dimiliki oleh lebih dari separuh perawat yang ada
di RSUD Curup juga membuat para perawat dapat mengenali dan menyesuaikan diri dengan
lingkungan medis dalam menjalankan tugas. Jika ada pasien gawat darurat di UGD atau pasien
dengan kondisi yang perlu penanganan segera, pasien dengan penyakit akut maupun kronis yang
mengancam nyawa, misalnya serangan jantung (infark miokard), kasus keracunan, pasien
kecelakaan, pingsan tiba-tiba (sinkop) dapat dilakukan pada unit pelayanan yang tepat. Core self-
evaluations adalah kesimpulan akhir yang dimiliki individu tentang kompetensi dan nilai mereka
sebagai individu. Orang yang mempunyai core self-evaluations positif menyukai dirinya,
memandang dirinya efektif dan mempunyai kemampuan mengendalikan lingkungan. Orang yang
mempunyai core self-evaluations positif juga berkinerja lebih baik dibandingkan yang lainnya.

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 1060


Orang ini menetapkan sasaran yang lebih ambisius, lebih berkomitmen dengan sasarannya dan
bertahan lebih lama dalam mencoba mencapainya.
Sejalan dengan teori tiga kondisi psikologis (Khan, 1990) yang dikenal dengan need-
satisfying approach, seseorang akan melakukan pekerjaan dipengaruhi oleh kebermaknaan,
keamanan dan ketersediaan psikologis yang akan melahirkan sikap engage yang diaktualisasikan
dalam bentuk involvement dan empowerment. Psychological meaningfulness dipandang sebagai
perasaan berguna dan berharga atas upaya yang diberikan karyawan terhadap pekerjaan. Seorang
perawat yang merasa berguna di lingkungan kerjanya akan bersemangat menjalankan tugas-
tugasnya dengan baik. Psychological safety merupakan pengalaman yang mampu bertindak dengan
cara alami, serta dapat menggunakan semua keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki tanpa
adanya rasa takut adanya konsekuensi negatif untuk citra diri, status atau karier perawat. Kemudian,
psychological availability merupakan perasaan memiliki perawat yang diwujudkan dengan
melibatkan diri ke dalam peran kinerja.
Ketiga kondisi psikologis di atas akan membuat seseorang mampu melakukan penilaian
tentang dirinya sendiri (core self-evaluations) (Judge et al., 1997). Lebih lanjut Judge, et al., (1997)
menjelaskan bahwa core self-evaluations sebagai suatu sifat pribadi yang akan menjelaskan sikap
dan perilaku seseorang. Seseorang yang berfikir bahwa mempunyai kompetensi, maka akan melihat
situasi atau pekerjaan secara positif dan berperilaku konsisten di setiap situasi. Pengaruh core self-
evaluations terhadap kinerja ini dikarenakan core self-evaluations merupakan aspek personality
individual yang dapat memengaruhi kinerja (Gibson et al., 2012). Secara umum, manusia
mengartikan personality dalam berbagai versi, namun dapat dikelompokkan ke dalam dua
pendekatan. Pertama, personality seseorang dinilai berdasarkan kemampuannya memperoleh
reaksi-reaksi positif dari berbagai orang dalam berbagai keadaan. Kedua memandang kepribadian
seseorang sebagai kesan yang paling kentara yang ditunjukkan seseorang terhadap orang lain.
Hasil penelitian ini sejalan dengan temuan Yoo dan Lee (2019) yang memberikan bukti
bahwa core self-evaluations memiliki korelasi atau pengaruh yang signifikan dan positif dengan
kinerja karyawan. Hal serupa juga dibuktikan oleh Damayanti, et al. (2015) yang meneliti tentang
pengaruh core self-evaluations pada kinerja menunjukkan bahwa core self-evaluations berpengaruh
positif pada kinerja
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa core self-evaluations berpengaruh secara
signifikan dan positif terhadap pemberdayaan psikologis perawat RSUD Curup. Hal ini bermakna
bahwa core self-evaluations yang tinggi akan melahirkan sikap positif, yaitu sikap yang terlibat
penuh dalam aktivitas organisasi. Keadaan ini juga didukung dengan kondisi psikologis perawat
yang sudah terbiasa menangani dan memberikan pelayanan kepada pasien dalam berbagai keadaan

1061 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


(darurat/kritis atau tidak), yang telah dijalani perawat lebih dari 10 tahun. Kematangan usia perawat
yang rata-rata sudah berusia di atas 35 tahun, membuat kondisi psikologis perawat semakin dewasa,
serta memiliki keyakinan, pengendalian diri, semangat dan kepercayaan diri yang tinggi sehingga
dapat melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik.
Keterlibatan individu pada setiap pekerjaannya dapat mengukur secara psikologis individu
tersebut terhadap pekerjaannya dan kinerjanya untuk mencapai penghargaan diri (Robbins & Judge,
2008). Safaria (2004) menyatakan bahwa pemberdayaan memberikan keyakinan kepada individu
tentang kompetensi yang dimilikinya yang dapat meningkatkan harga diri dan kepuasan kerja dan
meningkatkan komitmen individu untuk berkontribusi terhadap organisasinya. Core self-
evaluations bisa berkorelasi positif ataupun negatif dengan pemberdayaan psikologis. Semakin
tinggi core self-evaluations seseorang maka akan semakin tinggi pemberdayaan psikologis.
Begitupun sebaliknya, semakin rendah core self-evaluations, maka semakin rendah pemberdayaan
psikologis seseorang (Nurahaju et al., 2015).
Dalam struktur pemberdayaan, suatu respon individu dapat dipengaruhi oleh adanya aspek
opportunity, power dan relative numbers (proporsi dan komposisi sosial) (Kanter, 1993). Struktur
opportunity berhubungan dengan kondisi kerja yang menyediakan individu kesempatan untuk
kemajuan organisasi dan untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan pekerja. Struktur
power melibatkan akses terhadap informasi pengetahuan teknis dan keahlian. Struktur proporsi
merujuk pada komposisi sosial manusia dalam situasi yang sama seperti gender dan ras. Saat
individu tidak mendapatkan akses terhadap sumber daya, informasi, dukungan dan kesempatan,
individu tersebut akan merasakan powerlessness. Individu tersebut merasakan stuck dalam
pekerjaan, kekurangan kesempatan untuk berkembang dan bergerak, merasa frustasi atau gagal atau
keluar dari pembuatan keputusan organisasi. Individual yang merasa diberdayakan mempunyai
kontrol terhadap kondisi yang membuat tindakan individu menghasilkan peningkatan efektivitas
organisasi. Kecakapan pencapaian dalam kesuksesan lingkungan kerja merefleksikan komitmen
yang dipunyai untuk organisasi atau kelompok kerja, tingkat kepuasan dan level burnout yang
ditampilkan oleh staf (Kanter, 1993; Laschinger, 1996).
Studi ini sejalan dengan studi Nurahaju et al. (2015) bahwa core self-evaluations mempunyai
korelasi yang signifikan dan positif dengan pemberdayaan psikologis. Semakin tinggi core self-
evaluations seseorang maka akan semakin tinggi pemberdayaan psikologis. Begitupun sebaliknya,
semakin rendah core self-evaluations, maka semakin rendah pemberdayaan psikologis seseorang.
Safaria (2004) menyatakan bahwa pemberdayaan memberikan keyakinan kepada individu tentang
kompetensi yang dimilikinya yang dapat meningkatkan harga diri dan kepuasan kerja dan
meningkatkan komitmen individu untuk berkontribusi terhadap organisasinya.

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 1062


Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa Pemberdayaan psikologis berpengaruh secara
signifikan dan positif terhadap kinerja perawat RSUD Curup. Hal ini memberikan arti bahwa
pemberdayaan psikologis yang tinggi akan meningkatkan kinerja perawat RSUD Curup Rejang
Lebong. Keadaan yang mendasari kondisi ini adalah kondisi psikologis para perawat yang telah
memiliki pengendalian diri yang baik. Kondisi psikologis perawat yang sudah terbiasa menangani
dan memberikan pelayanan kepada pasien dalam berbagai keadaan (darurat/kritis atau tidak), telah
dijalani perawat dari hari ke hari dan waktu ke waktu. Lebih dari 10 tahun perawat menjalankan
tugas-tugas pelayanan medis kepada pasien, sehingga membuat perawat senang dengan
pekerjaannya yang dapat membantu orang lain dalam pengobatan dan pelayanan medis. Hal ini juga
ditunjang dengan kematangan usia perawat yang rata-rata sudah berusia di atas 35 tahun, membuat
kondisi psikologis perawat semakin dewasa.
Hal ini sejalan dengan pendapat Khan (1990) bahwa kondisi psikologis dapat mempengaruhi
hubungan antara kondisi psikologis seseorang dengan lingkungan dan pekerjaannya. Pemberdayaan
psikologis sebagai perilaku proaktif yang ditunjukkan oleh karyawan yang memiliki kinerja tinggi
(Chen et al., 2018). Dalam organisasi, pemberdayaan psikologis merupakan upaya untuk
meningkatkan efektivitas organisasi dan menghadapi tantangan bisnis saat ini, terutama dalam
konteks perubahan yang cepat dan dinamis (Conger & Kanugo, 1988; Goksoy, 2017; Ramdhan,
2015; Spreitzer, 1995). Pemberdayaan psikologis juga merupakan salah satu bentuk perilaku atau
sikap karyawan dalam memotivasi diri sendiri (Andewi et al., 2016).
Salah satu teori empowerment yang cukup terkenal di bidang perilaku organisasi baik di area
keperawatan maupun non keperawatan adalah Kanter’s Theory of Organizational Empowerment
(Kanter, 1993). Kanter menemukan bahwa lingkungan kerja yang menyediakan akses informasi,
sumber, dukungan dan kesempatan untuk belajar dan berkembang merupakan suatu pemberdayaan
(empowerment) (Laschinger, 1996; Need, 2006; Stewart et al., 2010). Teori Kanter digunakan
dalam upaya merumuskan strategi peningkatan lingkungan kerja yang positif di berbagai bidang
perilaku organisasi termasuk di dalamnya adalah perilaku keperawatan. Teori ini berguna untuk
membentuk berbagai intervensi organisasi untuk meningkatkan kondisi kerja dalam lingkungan
(Laschinger, 1996; Laschinger et al., 2001; Laschinger & Finegan, 2005; Laschinger et al., 2006;
Need, 2006). Empowerment karyawan dapat timbul dari kondisi dan situasi di tempat kerja dan
bukan dari ciri-ciri personal (Laschinger,1996).
Hasil studi ini sejalan dengan temuan Degago (2014) dan Kimolo (2013) yang memberikan
bukti bahwa pemberdayaan psikologis mempunyai pengaruh terhadap kinerja. Pemberdayaan
psikologis mempunyai pengaruh jika mempunyai individu yang tepat, karakteristik kerja dan
lingkungan organisasi. Oleh karena itu, organisasi berusaha menciptakan suasana kerja dan sistem

1063 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


kerja organisasi yang baik, sehingga dapat menghasilkan persepsi individu dalam menanggapi
sistem kerja tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberdayaan psikologis memiliki peran partially
mediation pada pengaruh core self-evaluations terhadap kinerja perawat. Hal ini bermakna bahwa
core self-evaluations yang tinggi akan melahirkan sikap positif, yaitu sikap yang terlibat penuh
dalam aktivitas organisasi. Keadaan ini juga didukung dengan kondisi psikologis perawat RSUD
Curup yang sudah terbiasa menangani dan memberikan pelayanan kepada pasien dalam berbagai
keadaan (darurat/kritis atau tidak), yang telah dijalani perawat lebih dari 10 tahun. Kematangan usia
perawat yang rata-rata sudah berusia di atas 35 tahun, membuat kondisi psikologis perawat semakin
dewasa, serta memiliki keyakinan, pengendalian diri, semangat dan kepercayaan diri yang tinggi
sehingga dapat melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik.
Keterkaitan hubungan ketiga variabel tersebut terjadi karena adanya need satisfying yang
melahirkan tiga kondisi psikologis terpenuhi, yaitu kebermaknaan psikologis (psychological
meaningfulness), keamanan psikologis (psychological safety) dan ketersediaan psikologis
(psychological availability). Dalam mencapai kinerja diperlukan engagement yang diukur secara
spesifik dengan keterlibatan (involvement) dan pemberdayaan (empowerment) (Khan, 1990).
Ketiga kondisi psikologis di atas akan membuat seseorang mampu melakukan penilaian
tentang dirinya sendiri (core self-evaluations). Core self-evaluations sebagai suatu sifat pribadi
yang akan menjelaskan sikap dan perilaku seseorang. Seseorang yang berfikir bahwa mempunyai
kompetensi, maka akan melihat situasi atau pekerjaan secara positif dan berperilaku konsisten di
setiap situasi (Judge et al., 1997). Pemberdayaan psikologis sebagai perilaku proaktif yang
ditunjukan oleh karyawan yang memiliki core self-evaluations positif (Chen et al., 2018). Dalam
organisasi, pemberdayaan psikologis merupakan upaya untuk meningkatkan efektivitas organisasi
dan menghadapi tantangan bisnis saat ini, terutama dalam konteks perubahan yang cepat dan
dinamis (Conger & Kanugo, 1988; Goksoy, 2017; Ramdhan, 2015; Spreitzer, 1995). Pemberdayaan
psikologis juga merupakan salah satu bentuk perilaku atau sikap karyawan dalam memotivasi diri
sendiri (Andewi et al., 2016).
Dalam konteks manajemen, Lashley (2001), menjelaskan bahwa empowerment sangat dekat
dengan konteks ketenagakerjaan. Ia mengemukakan bahwa empowerment dalam ketenagakerjaan
adalah di mana manager sebagai pemberi mandat dan authorities pada pegawai. Di mana
“pemberdaya” bekerja di level yang lebih tinggi dari pada yang “diberdayakan”, pegawai yang
diberdayakan melakukan pekerjaan tanpa harus melakukan negosiasi terlebih dahulu atau dalam
kata lain dapat didefenisikan sebagai pembagian atau pendelegasian kekuatan dan otoritas (Conger
& Kanungo, 1988; Bowen & Lawler, 1992; Lashley, 2001).

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 1064


Dalam organisasi berbasis servis orientasi, implikasi empowerment memungkinkan pegawai
front-line untuk melakukan apa saja yang layak untuk kepuasan konsumen, terutama saat konsumen
melakukan komplain. Definisi empowerment ini juga termasuk memberi kebebasan kepada pegawai
untuk menyusun layout, menyusun barang dan cara-cara bagaimana memenuhi target yang
ditetapkan dalam organisasi. Pegawai dapat berkontribusi untuk meningkatkan efektivitas
organisasi jika empowerment diaplikasikan sesuai dengan definisi di atas, empowerment dapat
membuat pegawai menyelesaikan masalah dengan cepat dan keputusan dapat diambil segera tanpa
harus menunggu perintah atau terbatas dengan petunjuk-petunjuk teknis (Baumgartner, 2014). Jadi,
empowerment adalah pemberian wewenang kepada pegawai, memberikan kekuatan berupa otoritas
kepada pegawai untuk bertanggung jawab dan diberi kebebasan untuk membuat keputusan, memilih
tindakan untuk menyelesaikan masalah dalam tugas-tugas mereka dalam upaya untuk memengaruhi
tingkat outcome organisasi.
Hasil penelitian Ariani et al. (2016) dan Goksoy (2017) menunjukkan bahwa melalui
pemberdayaan psikologis, karyawan cenderung mampu meningkatkan kontrol pribadi dan
memotivasi diri untuk terlibat dalam pekerjaan sehingga menghasilkan manajerial dan organisasi
yang positif. Karyawan akan lebih melihat kemampuan mereka dan akan mampu memengaruhi
pekerjaan serta organisasi dengan cara yang lebih berarti. Mereka juga berusaha untuk melakukan
pekerjaan lebih optimal, bertindak lebih mandiri dan memiliki komitmen yang lebih tinggi sehingga
mendorong mereka untuk berperilaku proaktif dalam bekerja (Ramdhan, 2015). Pemberdayaan
psikologis dalam suatu organisasi menjadi solusi terhadap tingginya regulasi kerja yang menuntut
karyawan memberikan kreativitasnya dan mampu bekerja sama agar organisasi efektif (Nursyamsi,
2013; Spreitzer, 1995).

Penutup
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Variabel core self-evaluations berpengaruh signifikan dan positif terhadap kinerja perawat.
Artinya, jika core self-evaluations semakin tinggi, maka kinerja perawat juga akan semakin
tinggi.
2. Variabel core self-evaluations berpengaruh signifikan dan positif terhadap pemberdayaan
psikologis. Artinya, jika core self-evaluations semakin tinggi, maka pemberdayaan psikologis
juga akan semakin tinggi.

1065 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


3. Variabel pemberdayaan psikologis berpengaruh signifikan dan positif terhadap kinerja perawat.
Artinya, pemberdayaan psikologis semakin tinggi, maka kinerja perawat juga akan semakin
tinggi.
4. Variabel pemberdayaan psikologis memiliki peran partially mediation pada pengaruh core self-
evaluations terhadap kinerja perawat. Artinya, jika core self-evaluations semakin tinggi dapat
memengaruhi pemberdayaan psikologis yang selanjutnya akan melahirkan kinerja yang tinggi.

Saran
Berdasarkan pelaksanaan penelitian, beberapa saran yang dapat dipertimbangkan adalah
sebagai berikut:
1. Rumah Sakit Umum Daerah Curup mestinya terus mengikutsertakan pegawainya dalam
pelatihan secara berkala, sehingga mampu meningkatkan kompetensi keperawatan. RSUD
Curup juga diharapkan tetap memerhatikan kondisi kerja perawat. Jika seorang perawat
memiliki sifat kepribadian core self-evaluations, namun tidak didukung oleh pelatihan, sarana
dan prasarana yang menunjang dari institusi tempatnya bekerja, maka yang bersangkutan akan
mengalami kesulitan dalam bekerja secara optimal sehingga dapat memengaruhi kinerjanya.
Pelatihan-pelatihan bagi perawat untuk mengoptimalkan kinerja adalah pelatihan penanganan
medis, pelatihan penggunaan peralatan medis, pelatihan estetika dan retorika dalam pelayanan
pasien dan sebagainya.
2. Pemberdayaan pegawai difokuskan ke perawat yang ada di dalam organisasi. Jika dalam
organisasi tradisional karyawan tidak diperhitungkan dalam pembagian kekuasaan (power
distribution), maka dengan pemberdayaan karyawan, kekuasaan justru digali dari dalam diri
karyawan. Pemberdayaan adalah pemberian wewenang kepada karyawan untuk merencanakan,
mengendalikan dan membuat keputusan tentang pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya,
tanpa harus mendapatkan otorisasi secara eksplisit dari pimpinan di atasnya. Jika dalam
pendelegasian wewenang, kekuasaan diberikan oleh manajemen puncak kepada para manajer di
bawahnya (bukan kepada pegawai), maka dalam pemberdayaan pegawai, kekuasaan digali dari
dalam diri setiap karyawan melalui proses pemberdayaan karyawan (employee empowerment).

Referensi
Adiftiya, J. (2014). Pengaruh komitmen organisasi terhadap kinerja karyawan pada PT. Bukit
Makmur Mandiri Utama Site Kideco Jaya Agung Batu Kajang Kabupaten Paser. E-journal
Ilmu Administrasi Bisnis Fisip Universitas Mulawarman, 2(4), 833-845.
Amstrong, M. (2010). Human resource management practice. Great Britian and The United States:
Kogan Page Limited.

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 1066


Andewi, N.M., Supartha, W.G. & Putra, M.S. (2016). Pengaruh kecerdasan emosional terhadap
stres kerja dan kepuasan kerja pada karyawan PDAM Tirta Mangutama Kabupaten Badung.
E-Jurnal Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana, 5(7), 2231-2260.
Ariani, D.S., Wijono, S. & Setiawan, A. (2016). Hubungan antara pemberdayaan psikologis dan
komitmen karier pada guru SMA swasta umum binaan Disdikpora Kota Salatiga.
Psikodimensia, 15(1), 123-133.
Aryee, S., Walumbwa, F.O., Mondejar, R. & Chu, Chris W.L. (2014). Core self-evaluations and
employee voice behavior: Test of a dual-motivational pathway. Journal of Management,
20(10), 1-21.
Baron, R.M. & Kenny, D.A. (1986). The moderator-mediator variable distinction in social
psychological research: conceptual, strategic, and statistical considerations. Journal of
Personality and Social Psychology, 51(6) 1173-1182.
Baumgartner, J. (2014). Benefits of employee empowerment for service quality and satisfaction in
the hospitality industry (Tesis yang tidak dipublikasikan). Austria, Modul University
Vienna.
Bowen, D.E. & Lawler III, E.E. (1992). The empowerment of service workers: what, why, how and
when. Sloan Management Review, 33(3) 625-646.
Budihardjo, M. (2015). Panduan praktis penilaian kinerja pegawai. Jakarta: Raih Asa Sukses.
Chang, C.H., Ferris, D.L., Johnson, R.E., Rosen, C.C. & Tan, J.A. (2012). Core self-evaluations: A
review and evaluation of the literature. Journal of Management, 38(1), 81-128.
Chen, Y., Liu, B., Zhang, L. & Qian, S. (2018). Can leader “humility” spark employee
“proactivity”? The mediating role of psychological empowerment. Leadership and
Organization Development Journal, 39(3), 326-339.
Chin, W.W. (1995). Partial least square is to lisrel as a principal component analysis is to common
factor analysis. Technology Studies, 2, 315-319
Conger, J.A. & Kanungo, R.N. (1988). The empowerment process: integrating theory and practice.
The Academy of Management Review, 13(3), 471-482.
Cooper, D.R. & Schindler, P.S. (2014). Business research method. New York: McGraw-Hill.
Creswell, J.W. (2016). Research design: pendekatan metode kualitatif, kuantitatif dan campuran
(4th ed.). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Czamowsky. (2008). Work Motivation: Relationship with job satisfaction, locus of control and
motivation orientation. International Journal of Liberal Arts and Social Science, 3(6), 125-
148.
Damayanti, N.S.R. & Wistawan, M.A.P. (2018). Pengaruh sifat kepribadian core self-evaluations
dan motivasi pada kinerja auditor (studi kasus pada BPK RI Jakarta). Behavioral Accounting
Journal, 1(2), 167-175.
Damayanti, N.S.R., Wirakusuma, M.G. & Wirama, D.G. (2015). Pengaruh core self-evaluations
pada kinerja auditor Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Perwakilan Provinsi
Bali. E-Jurnal Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana, 4(5), 361-380.
Daniels, K. & Guppy, A. (1994). Occupational stress, social support, job control and psychological
well-being. Human Relation, 47(12), 1523-1544.
Darlis, E. & Cahayani, A. (2013). Kejelasan peran dan pemberdayaan psikologis dalam peningkatan
kinerja manajerial. Jurnal Ekonomi, 21(3), 1-14.
Deany, A.S., Sukartha, I.M. & Wirama, D.G. (2016). Pengaruh self esteem, self efficacy, locus of
control dan emotional stability pada kinerja pengelola anggaran belanja universitas udayana.
E-Jurnal Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana, 5(11), 3713-3740.
Degago, E. (2014). A study on impact of psychological empowerment on employee performance in
small and medium scale enterprise sectors. European Journal of Business and Management,
6(27), 60-72.
Dessler, G. (2017). Manajemen sumber daya manusia. Jakarta: Salemba Empat.

1067 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


Fajriah, N. & Darokah, M. (2016). Pengaruh efikasi diri dan persepsi iklim organisasi terhadap
kinerja dengan employee engagement sebagai variabel mediator pada karyawan BMT BIF
Yogyakarta. Humanitas, 13(1), 37-49.
Ghozali, I. (2013). Analisis data dengan program SPSS. Semarang: Undip Press.
Gibson, J.L., Ivancevich, J.M., Donnelly, J.H. & Konopaske, R. (2012). Organizations: behavior,
structure, processes (14th ed.) New York: McGraw-Hill.
Goksoy, A. (2017). The role of psychological empowerment and organizational citizenship
behaviors on employee resistance to change. European Journal of Interdisciplinary Studies,
7(2), 84-92.
Gomes, F.C. (2010). Manajemen sumber daya manusia. Yogyakarta: Andi Offset.
Gomez-Mejia, L.R., Balkin, D.B. & Cardy, R.L. (2012). Managing human resources. United States
of America: Prentice Hall.
Hair, J.F. ( 2006). Multivariate data analysis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Hair, J.F., Black, W.C., Babin, B.J. & Anderson, R.E. (2010). Multivariate data analysis. New
Jersey: Prentice Hall.
Hameed, A. & Waheed, A. (2011). Employee development and its affect on employee performance
a conceptual framework. International Journal of Business and Social Science, 2(13), 224-
229.
Hanggraeni, D. (2011). Perilaku organisasi: teori, kasus dan analisis. Jakarta: Lembaga Penerbit
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Huber, D.I. (2006). Kepemimpinan dan meningkatkan manajemen kinerja. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Iqbal, Y. (2012). Impact of core self-evaluations (cse) on job satisfaction in education sector of
Pakistan. Journal of Global Strategic Management, 6(2), 132-139.
Ivancevich, J.M. (2007). Perilaku dan manajemen organisasi. Jakarta: Erlangga.
James, L. R., James, L. A., & Ashe, D. K. (1990). The meaning of organizations: the role of
cognition and values in b. schneider (ed.). Organizational Climate and Culture, 40-84.
Judge, T.A. (2009). Core self-evaluations and work success. Journal of The Association for
Psychological Science, 18(1), 58-62.
Judge, T.A., Erez, A. & Bono, J.E. (1998). The power of being positive: the relation between
positive self-concept and job performance. Human Performance, 11(2), 167-187.
Judge, T.A., Erez, A., Bono, J.E. & Locke, E.A. (2005). Core self-evaluations and job and life
satisfaction: The role of self-concordance and goal attainment. Journal of Applied
Psychology, 90(2), 257–268.
Judge, T.A., Locke, E.A. & Durham, C.C. (1997). The dispositional causes of job satisfaction: a
core evaluations approach. Research in Organizational Behavior, 19, 151-188.
Kahn, W. A. (1990). Psychological conditions of personal engagement and disengagement at work.
Academy of Management Journal, 33(4), 692-724.
Kanter, R. (1993). Empowerment-theoretische grundlagen, kritische analyse,
handlungsempfehlungen. FGM-Verlag: Munchen
Kimolo, K. (2013). The relationship between employee empowerment practices and employee
performance in regional development authorities in kenya, Degree of Masters of Business
Administration (MBA), School of Business Administration, University of Nairobi.
Kreitner, R. & Kinicki, A. (2003). Perilaku organisasi. Jakarta: Salemba Empat.
Kurniawan, A. (2014). Metode riset untuk ekonomi dan bisnis: teori, konsep dan praktik penelitian
bisnis. Bandung: Alfabeta.
Laschinger C. & F. Finegan. (2005). Participation and empowerment in organizations: modeling,
effectiveness and application. Thousand Oaks, California: Sage Publications.
Laschinger, C. (1996). Research issues for employee empowerment in hospitality organizations.
International Journal of Hospitality Management, 15(4), 333-346

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 1068


Laschinger, C.S. Wong & S. Greco. (2006). Contextual factors of psychological empowerment.
Personnel Review, 29(6), 703-722
Laschinger, C., Finegan, F., Shamian, S. & Wilk, M. (2001). Psychological empowerment in the
workplace: dimensions, measurement and validation. The Academy of Management Journal,
38(5), 1442-1465
Lashley, C. (2001). Empowerment: hr strategies for service excellence. Oxford: Butterworth
Heinemann
Luxmi & Kaur, S. (2012). Effect of personality on organisational role stress: a case study of
working women in ludhana. International Journal of Physical and Social Sciences, 2(4),
211-225.
Mangkunegara, A.P. (2016). Manajemen sumber daya manusia. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Mathis, R.L. & Jackson, J.H. (2011). Manajemen sumber daya manusia. Jakarta: Salemba Empat.
McDaniel, C. & Gates, R. (2013). Marketing research. New Jersey: John Wiley & Sons.
Meiliani, M. (2014). Career anchors and job satisfaction: The role of psychological empowerment
in the Indonesian Public University Context (Research Online). University of Wollongong,
Australia.
Menon, S.T. (2001). Employee empowerment: an integrative psychological approach. International
Association for Applied Psychology, 50(1), 153-180.
Mustafa, E.M.A. & Bon, A.T. (2012). Role of employee empowerment in organization
performance: a review. Research Journal of Social Science & Management, 2(6), 79-83.
Need, D.V. (2006). Human resource management in the hospitality industry: A practitioner’s
perspective. New Jersey: Pearson Prentice Hall.
Neff, K.D. (2011). Self-compassion, self-esteem and well-being. Social and Personality Psychology
Compass, 5(1), 1-12.
Nursyamsi, I. (2013). Organizational citizenship behavior dan pemberdayaan terhadap komitmen
organisasi serta dampaknya terhadap kinerja karyawan. Jurnal Keuangan dan Perbankan,
17(3), 488-498.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 46, (2011) tentang Penilaian Prestasi Kerja Pegawai
Negeri Sipil, Jakarta: LAN.
Ramdhan, B. (2015). Kewirausahaan dari Sudut Pandang Psikologi Kepribadian. Jakarta:
Grasindo.
Robbins, S.P. & Judge, T.A. (2008). Perilaku organisasi. Jakarta: Salemba Empat.
________________________ (2017). Perilaku organisasi. Jakarta: Salemba Empat.
Rohman, F., Thoyib, A. & Mandayanti, N. (2011). Pengaruh pemberdayaan psikologis dan
komitmen afektif terhadap kepuasan kerja dan kinerja pegawai (studi pada dinas tata kota
dan pengawasan bangunan Kota Mataram). Jurnal Aplikasi Manajemen, 10(1), 152-160.
Safaria, T. (2004). Kepemimpinan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Saifullah, M.A., Tarigan, M. & Nurendah, G. (2019). Bagaimana kepribadian dan pemberdayaan
psikologis meningkatkan perilaku proaktif karyawan start-up? Jurnal Psikologi Insight, 3(1),
46-62.
Sanjiwani, P. & Wisadha, S. (2016). Pengaruh locus of control, gaya kepemimpinan dan komitmen
organisasi pada kinerja auditor kantor akuntan publik. E-Jurnal Akuntansi Universitas
Udayana, 14(2), 920-947.
Sedarmayanti. (2014). Manajemen strategi. Bandung: Refika Aditama.
Sekaran, U. & Bougie, R. (2017). Research methods for business: Metode penelitian untuk bisnis
(4th ed.). Jakarta: Salemba Empat.
Shih, Y.C., Huang, P.R., Hsu, Y.C. & Chen, S.Y. (2012). A complete understanding of
disorientation problems in web-based learning. The Turkish Online Journal of Educational
Technology, 11(3), 1-13.
________ (2012). Structural equation modeling: Aplikasi lisrel dan amos. Malang: FMIPA
Universitas Brawijaya.

1069 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


Spreitzer, G. (1995). Psychological empowerment in the workplace: dimensions, measurement, and
validation. Academy of Management Journal, 38(5), 1442-1465.
__________ (2007). Giving peace a chance: organizational leadership, empowerment and peace.
Journal of Organizational Behavior, 28, 1077-1095.
Stewart, A.M., McNulty, M. Griffin & P. Fitzpatrick. (2010). a dimensional analysis of the
relationship between psychological empowerment and effectiveness satisfaction and strain.
Journal of Management, 23(5), 679-704
_________ (2016). Metode penelitian kombinasi (mixed methods). Bandung: Alfabeta.
Tabachnick, B.G. & Fidell, L.S. (2007). Using multivariate statistics. Boston: Pearson Education.
Tetik, N. (2016). The effect of psychological empowerment on job satisfaction and job performance
of tourist guides. International Journal of Academic Research in Business and Social
Sciences, 6(2), 221-239.
Thomas, K.W. & Velthouse, B.A. (1990). Cognitive elements of empowerment: an interpretive
model of intrinsic task motivation. Academy of Management Review, 15(4), 666-681.
Ugwu, F.O., Onyishi, I.E. & Rodriguez-Sanchez, A.M. (2014). Linking organizational trust with
employee engagement: The role of psychological empowerment. Personal Review, 43(3),
377-400.
Walumbwa, F.O., Muchiri, M.K., Misati, E., Wu, C. & Meiliani, M. (2016). Fired up to perform: A
multilevel examination of antecedents and consequences of thriving at work. Academy of
Management Proceedings, (1), 1-6.
Walumbwa, F.O., Muchiri, M.K., Misati, E., Wu, C. & Meiliani, M. (2017). Inspired to perform: A
multilevel investigation of antecedents and consequences of thriving at work. Journal of
Organizational Behavior, 39(3), 1-13.
Wibowo. (2012). Manajemen perubahan. Jakarta: Rajawali Pers.
________ (2014). Manajemen kinerja. Jakarta: Rajawali Pers.
Wirawan. (2009). Evaluasi kinerja sumber daya manusia. Jakarta: Erlangga.
Yoo, K. & Lee, K. (2019). Core self-evaluations and work engagement: moderated mediation
model of career adaptability and job insecurity. Frontiers in Psychology, 10(1), 1-9.

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 1070


The Effect of Self Efficacy, Self Esteem and Ability on Performance with
Locus of Control as Moderating Variables at The Officer’s of Health Center
in The Seluma Regency

Heri Nofian1), Slamet Widodo2), Pranigrum3)


Mahasiswa PS Magister Manajemen, Universitas Bengkulu1)
Dosen PS Magister Manajemen, Universitas Bengkulu2)

Abstract. The purpose of this study is to determine the effect of self efficacy, self esteem and
ability on officer’s performance of Public Health Centers in Seluma District and to determine
the moderating on influence self efficacy, self esteem and ability on officer’s performance of
Public Health Centers in Seluma District. The data used in this study are primary data obtained
from the results of distributing questionnaires to health center staff in Seluma District. The
sample used in the analysis is 297 people. The data analysis method used is descriptive analysis
and SEM-PLS analysis. From the hypothesis testing results obtained: First, the self efficacy,
self esteem and ability have an effect on officer’s performance of Public Health Centers in
Seluma District. Its means, if the the self efficacy, self esteem and ability more then higher, the
officer’s performance of Public Health Centers in Seluma District will be increasing too.
Secondly, the locus of control has a moderating effect on influence of self effocacy and self
esteem on officer’s performance of Public Health Centers in Seluma District. Its means, the
locus of control will be moderating to increasing of influence self- efficacy and self-esteem on
officer’s performance of Public Health Centers in Seluma District. The locus of control has not
a moderating effect on influence of ability on officer’s performance of Public Health Centers in
Seluma District. Its means, the locus of control will not be moderating to increasing of
influence ability on officer’s performance of Public Health Centers in Seluma District

Keywords: Self efficacy, Self esteem, Ability, Locus of control and Performance

Pendahuluan

Dalam kegiatan usahanya, setiap organisasi mempunyai tujuan pokok yang ingin dicapai
yaitu, eksistensi organisasi dan pengembangan usaha. Dalam pencapaian tujuan tersebut, organisasi
harus di-manage dengan baik dan tepat, memiliki visi dan misi yang strategis, serta memiliki
sumber daya yang optimal. Namun, dalam perjalanannya masih banyak permasalahan yang kerap
terjadi sehingga tujuan organisasi belum maksimal.
Dua faktor internal individu yang mempengaruhi kinerja individu adalah locus of control,
self-efficacy, self-esteem dan kemampuan kerja (Bandura, 2007 dan Kreitner & Kinicki, 2003).
Menurut Ivancevich (2007:97), Locus of control (pusat pengendalian) menentukan tingkatan
sampai dimana individual menyakini bahwa perilaku mereka mempengaruhi apa yang terjadi pada
mereka. Pendapat lain, Schuller dan Jackson (2006) menyatakan, locus of control merupakan

1071 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


ciri/sifat kepribadian yang menunjukkan apakah orang dapat menghubungkan pertanggung jawaban
terhadap kegagalan atau kesuksesan mereka pada faktor-faktor internal atau pada faktor-faktor
eksternal dirinya. Bandura (2007) menyatakan bahwa, locus of control didefinisikan sebagai
keyakinan masing -masing individu pegawai tentang kemampuannya untuk bisa mempengaruhi
semua kejadian yang berkaitan dengan dirinya dan pekerjaannya. Robbins (2015) keyakinan inilah
yang disebut Locus of control merupakan cara pandang seseorang terhadap suatu peristiwa apakah
dia merasa dapat atau tidak dapat mengendalikan peristiwa yang terjadi padanya.
Personil organisasi harus mampu mengendalikan suatu peristiwa yang sering terjadi agar
pencapaian tujuan organisasi dapat tercapai dengan baik, karena dalam locus of control yang baik
akan memberikan dampak positif bagi pegawai dalam meningkatkan kinerja suatu pegawai. Hal ini
merupakan salah satu cara agar pegawai tidak mengalami gangguan dalam menyelesaikan
pekerjaannya, karena setiap individu merasa dapat mengontrol dirinya sendiri maka mereka akan
lebih mampu mengendalikan akibat dan yang terjadi dalam lingkungan sehingga akan lebih merasa
puas dengan pencapaian yang sudah dilakukan, karena itu locus of control sangat mem-pengaruhi
kinerja pegawai.
Selain locus of control, fakor lain yang mempengaruhi kinerja individu adalah self-efficacy.
Self-efficacy adalah keyakinan atas kemampuan diri seseorang mencapai tugas tertentu, sendangkan
self-esteem adalah kepercayaan diri yang mendorong seseorang untuk mencapai keberhasilan
(Kreitner & Kinicki, 2003). Self-efficacy dan self-esteem merupakan dua faktor yang saling
berkolaboratif di dalam diri individu sehingga menghasilkan suatu dorongan mengerjakan tugas-
tugas yang menjadi tanggungjawabnya (Bandura, 2007). Nathaniel (2005:17) self-efficacy dan self-
esteem adalah penilaian yang melekat pada diri individu yang tercermin dari sikap dan
perilakunya dalam bekerja. Seorang pegawai yang memiliki self-esteem yang tinggi (baik) akan
membangkitkan rasa percaya diri, rasa yakin akan kemampuan diri, rasa berguna serta rasa bahwa
eksistensinya diperlukan di dalam organisasi.
Seorang pegawai sebagai individu harus memiliki self-efficacy, self esteem dan kemampuan
kerja yang tinggi. Hal ini karena pegawai sebagai personil organisasi dan pelayanan masyarakat
harus dapat melaksanakan tugas dengan baik. Seorang pegawai tentu saja akan sangat malu jika
tidak dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik, tidak amanah, dan melanggar aturan kedinasan,
termasuk pegawai puskesmas perawatan di Kabupaten Seluma.
Indikasi-indikasi kinerja dari sisi kualitas hasil kerja, masih ada pegawai yang belum
mampu mencapai standar kualitas yang ditetapkan oleh organisasi. Selanjutnya, dari sisi kuantitas
dan inisiatif kerja, seperti ada oknum pegawai belum menyelesaikan tugas, bersantai-santai saat
jam kerja, mengobrol saat jam kantor, terlambat masuk kerja, dan masih banyak aktivitas lainnya

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 1072


yang tidak berkaitan dengan tugas-tugasnya. Masih rendahnya kinerja pegawai tersebut karena
pegawai belum memiliki kemampuan yang baik mengenai tugas pokok dan fungsinya. Seharusnya,
pegawai secara individu harus yakin bahwa dirinya adalah bagian penting di dalam organisasi.

Tinjauan Pustaka

Kinerja
Setiap orang dalam suatu organisasi merupakan sumber daya manusia yang memegang
peranan penting dalam menentukan keberhasilan organisasi tersebut, karena kesuksesan suatu
organisasi ditentukan oleh kesuksesan anggotanya. Kesuksesan yang diperoleh anggota suatu
organisasi merupakan tindak lanjut dari keterampilan kerja yang dimiliki dan pembagian tugas
yang diberikan pada masing- masing anggotanya yang pada akhirnya dapat menciptakan suatu
kinerja yang diharapkan.
Kinerja berasal dari kata performance. Ada pula yang memberikan pengertian performance
sebagai hasil kerja atau prestasi kerja, namun kinerja mempunyai makna yang lebih luas, bukan
hanya hasil kerja termaksut bagaimana proses perkerjaan berlangsung. Kinerja adalah hasil aplikasi
kombinasi antara sustaining dan accelerating leadership behavior (Wibowo, 2009). Menurut
Hariman dan Hilgert (1992) mengemukan bahwa kinerja merupakan perwujudan kerja yang
dilakukan oleh pegawai. Kinerja yang baik merupakan suatu langkah untuk mencapai tujuan
organisasi.
Untuk menentukan prestasi seseorang dibutuhkan tolak ukur dalam menentukannya.
Martoyo (2008:98) menyatakan bahwa dalam menetapkan jumlah dan jenis objek yang diteliti
prestasinya harus dipertimbangkan 3 hal yaitu:
1. Jenis jabatan pegawai yang dinilai
2. Tujuan penilaian
3. Objek penilaian meliputi hasil-hasil pekerjaan dan sifat-sifat pribadi.
Lebih lanjut Martoyo (2008:97) menyatakan bahwa terdapat sifat-sifat umum yang dinilai
dari pegawai yang bekerja di bidang tata usaha antara lain:
1. Quality (kualitas)
2. Dependebility (dapat diandalkan)
3. Quantity of work (jumlah pekerjaan)
4. Knowledge of job (pengetahuan mengenai pekerjaan)
5. Cooperation (kerjasama)
6. Incentive (insentif)

1073 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


7. Adaptability (penyesuaian diri)
8. Judgement (mempunyai gagasan)
9. Attendance (absensi)
10. Health (kesehatan)
Dari uraian di atas disimpulkan bahwa kinerja adalah hasil yang dicapai seseorang
indidivu dalam pelaksanaan tugas-tugasnya. Kinerja tersebut dicapai oleh seseorang individu
dalam suatu periode atau dalam satu penugasan tertentu. Kinerja ini selanjutnya menjadi ukuran
keberhasilan seseorang dalam tugas-tugasnya.

Locus of control
Istilah locus of control pertama kali dikemukan oleh Rotter (dalam Tektonika, 2012), Rotter
mendefinisikan locus of control sebagai cara pandang individu dalam mengendalikan diri terhadap
peristiwa yang terjadi pada dirinya, dengan kata lain dimana individu memiliki pusat kendali dalam
kehidupannya, baik di dalam diri individu (internal) tersebut atau diluar diri individu (ekternal).
Dari segi istilah locus of control terdiri dari dua kata yaitu, locus yang berarti tempat, sedangkan
control adalah kendali. Jadi secara harafiah, locus of control adalah tempat kendali. Sedangkan Hjele
dan Ziegler (dalam Tektonika, 2012) mengatakan bahwa locus of control sebagai persepsi seseorang
tentang penyebab kesuksesan atau kegagalan dalam menyelesaikan pekerjaan.
Wasty (2006: 187) locus of control ialah bagaimana individu merasa/melihat garis
hubungan antara tingkah lakunya dan akibatnya, apakah ia dapat menerima tanggung jawab atau
tidak atas tindakannya. Menurut Rotter, locus of control mempunyai dimensi eksternal dan
internal. Dimensi eksternal akan menganggap bahwa tanggung jawab segala perbuatan itu berada
diluar dirinya. Sedangkan dimensi internal melihat bahwa tanggung jawab segala perbuatan itu
berada pada dirinya.
Locus of control adalah individu yang eksternal locus of controlnya cukup tinggi akan
mudah pasrah dan menyerah jika sewaktu-waktu terjadi per-soalan yang sulit. Individu semacam
ini akan memandang masalah-masalah yang sulit sebagai ancaman bagi dirinya, bahkan terhadap
orang-orang yang berada di sekelilingnya pun dianggap sebagai pihak yang secara diam-diam
selalu mengancam eksistensinya. Bila mengalami kegagalan dalam menyelesaikan persoalan, maka
individu semacam ini akan menilai kegagalan sebagai semacam nasib dan membuatnya ingin lari
dari persoalan.
Dari pendapat diatas dapat disimpulakan bahwa locus of control adalah suatu konsep
kepribadian yang merupakan pusat kendali semua perilaku baik itu dalam diri (internal) ataupun
luar diri (ekternal). Locus of control merupakan pandang seseorang serta keyakinan mengenai suati

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 1074


pristiwa yang dialami seseorang baik itu keberhasilan dan kekagagalan.

Self-efficacy
Bandura adalah tokoh yang memperkenalkan istilah self-efficacy (Robbins, 2008). Dalam
Bahasa Indonesia, self-efficacy diartikan sebagai efikasi diri. Bandura (2007) mendefenisikan self-
efficacy atau efikasi diri sebagai keyakinan individu mengenai kemampuan dirinya dalam
melakukan tugas atau tindakan yang diperlukan untuk mencapai hasil tertentu. Pengertian lain
mengenai self-efficacy adalah judgement individu atas kemampuan mereka untuk mengorganisasi
dan melakukan serangkaian tindakan yang diperlukan untuk mencapai tingkat kinerja yang
ditentukan.
Sejalan dengan pendapat tersebut, Philip & Gully (2007) menjelaskan bahwa efikasi diri
mengacu pada keyakinan akan kemampuan individu untuk menggerakkan motivasi, kemampuan
kognitif, dan tindakan yang diperlukan untuk memenuhi tuntutan situasi. Pada penjelasan lebih
lanjut mengenai self-efficacy, Philip & Gully (2007) memperluas kemampuan mengenai self-
efficacy sebagai faktor personal yang membedakan setiap individu dan perubahan self-efficacy
dapat menyebabkan terjadinya perubahan perilaku terutama dalam penyelesaian tugas dan tujuan.
Individu yang memiliki self-efficacy yang tinggi pada situasi tertentu akan mencurahkan semua
usaha dan perhatiannya sesuai dengan tuntutan situasi tersebut dalam mencapai tujuan dan kinerja
yang telah ditentukannya (Bandura, 2007).
Pada penjelasan lebih luas, Bandura (2007) menjelaskan bahwa self-efficacy dapat
ditumbuhkan dan dipelajari melalui empat sumber, yaitu kinerja atau pengalaman masa lalu, model
perilaku (mengamati orang lain yang melakukan tindakan yang sama), persuasi dari orang lain dan
keadaan faktor fisik dan emosional. Pencapaian prestasi merupakan sumber pengharapan efficacy
yang terbesar karena didasarkan pada pengalaman-pengalaman pribadi individu berupa keberhasilan
atau kegagalan (Pajares, 2002).
Berdasarkan uraian di atas dapat di simpulkan bahwa efikasi diri dapat ditumbuhkan dan
dipelajari melalui empat sumber informasi utama, yaitu pengalaman keberhasilan (master
experience, pengalaman orang lain (vicarious experience), persuasi verbal (verbal persuasion),
kondisi fisiologis (psysiological state). Keempat sumber tersebut akan mendorong seseorang
pegawai untuk mencapai prestasi yang diinginkan melalui cara-cara yang telah/pernah atau dari
pengalaman orang lain tersebut.

Self-Esteem (Keyakina Diri)


Kreitner dan Kinicki (2003) menyatakan bahwa istilah self berarti diri sendiri, sedangkan

1075 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


esteem berarti penghargaan. Jadi, self-esteem diartikan sebagai nilai-nilai yang ada pada diri,
kemampuan, dan perilaku. Dalam makna lainnya, self-esteem merupakan penghargaan seseorang
terhadap dirinya sendiri, karena apa yang ada pada dirinya terdapat kekuatan yang harus dihargai
dan dikembangkan (Pajares, 2002).
Self-esteem merupakan keyakinan nilai diri sendiri berdasarkan evaluasi secara keseluruhan
yang diharapkan dapat menjelaskan seberapa besar pengaruh keyakinan diri terhadap kinerja
individual. Menurut Kreitner dan Kinicki (2003), para peneliti mendefinisikan Organization Based
Self-esteem (OBSE) atau self-esteem dalam organisasi sebagai nilai yang dimiliki oleh individu atas
dirinya sendiri sebagai anggota organisasi yang bertindak dalam konteks organisasi. Judge dan Erez
(2001) yang membuktikan bahwa self-esteem akan mendorong seseorang bekerja lebih semangat
untuk mencapai hasil optimal dalam kinerjanya.
Self-esteem dapat meningkatkan nilai-nilai optimis dalam diri pegawai dan membawa
dampak akan perkembangan yang positif dalam kehidupan. Menurut Nathaniel (2005:3), self-
esteem adalah (1) keyakinan dalam kemampuan untuk bertindak dan menghadapi tantangan hidup,
(2) keyakinan dalam hak untuk bahagia, perasaan berharga, layak, memungkinkan untuk
menegaskan kebutuhan-kebutuhan dan keinginan-keinginan serta menikmati buah dari hasil kerja
keras.
Self-esteem ditinjau dari kondisinya dibedakan dalam dua jenis, yaitu kuat (strong) dan
lemah (weak) (Krietner & Kinicki, 2003). Orang yang mempunyai self- esteem yang kuat akan
mampu membina relasi yang lebih baik dan sehat dengan orang lain, bersikap sopan dan menjadikan
dirinya menjadi orang yang berhasil. Sebaliknya, individu yang memiliki self-esteem yang lemah
memiliki citra diri negatif dan konsep diri yang buruk (Pajares, 2002). Semuanya akan menjadi
penghalang kemampuan seseorang dalam membentuk satu hubungan antar individu agar nyaman
dan baik untuk dirinya. Bahkan seringkali menghukum dirinya sendiri atas ketidakmampuannya dan
terlarut dalam penyesalan (Sapariah, 2010).
Self-esteem merupakan karakteristik yang melekat pada diri individu. Menurut Pajares
(2002), Self-esteem mempengaruhi pilihan-pilihan dan tindakan individu, menentukan seberapa
besar usaha-usaha yang dilakukan individu dan mempengaruhi tingkat stres dan kegelisahan
individu. Seseorang yang memiliki Self-esteem yang tinggi akan memiliki kepribadian yang baik
karena individu ini memiliki keyakinan mengenai kemampuannya sehingga pada akhirnya akan
membentuk perilaku yang positif yang nantinya akan membuat individu tersebut mengalami
peningkatan kinerjanya.
Penghargaan diri yang rendah juga akan memicu seseorang untuk melakukan dua sikap
ekstrim yang merugikan, yaitu sikap pasif dan agresif (Samsudin, 2005). Sikap pasif yaitu sikap

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 1076


yang tidak tegas dalam melakukan berbagai tindakan akibat adanya rasa takut membuat orang lain
tersinggung, merasa diperintah atau digurui yang membuat diri menjadi benci dan merasa
dikucilkan. Sikap agresif dalam hal ini yaitu memaksakan gagasan, tidak mau menerima masukan
dari orang lain dan cenderung mengundang perdebatan dari pada menyelesaikan masalah, padahal
sikap menentang dan mengabaikan ide-ide orang lain berarti menghambat tercapainya keputusan
yang tepat dan akurat.

Faktor Pembentuk Self-Esteem


Ada enam faktor yang dapat mendukung dan membangun self-esteem. Menurut Nathaniel
(2006), keenam faktor tersebut disingkat dengan vonem G-R-O- W-T-H, yakni:
a. Goal setting atau Goal orientation (merencanakan tujuan)
b. Risk taking (mengambil resiko)
c. Opening up (membuka diri)
d. Wise choice making
e. Time sharing (berjalan sesuai dengan waktu).
f. Healing (penyembuhan).
Maka, self-esteem diartikan sebagai keyakinan nilai diri sendiri berdasarkan evaluasi diri
secara keseluruhan. Self-esteem dipengaruhi oleh enam faktor yakni perencanaan tujuan, tingkat
risiko, keterbukaan diri, kebijaksanaan, kesesuaian waktu dan perbaikan diri.

Ciri-ciri Self-Esteem
Self-esteem ditinjau dari kondisinya dibedakan dalam dua kondisi yaitu kuat dan lemah
(Pajares, 2002). Orang yang mempunyai Self-esteem yang kuat akan mampu membina relasi yang
lebih baik dan sehat dengan orang lain, bersikap sopan dan menjadikan dirinya menjadi orang yang
berhasil. Sebaliknya, individu yang memiliki Self-esteem yang lemah memiliki citra diri negatif dan
konsep diri yang buruk.
1. Karakteristik harga diri tinggi
Harga diri yang tinggi akan membangkitkan rasa percaya diri, penghargaan diri, rasa
yakin akan kemampuan diri, rasa berguna serta rasa bahwa kehadirannya diperlukan di dalam
organisasi. Keyakinan itu akan memotivasi pegawai untuk bersungguh-sungguh mencapai apa
yang diharapkan (Clemes & Bean, 2009:334).
Lebih lanjut Clemes dan Bean (2009) menyatakan bahwa karakteristik pegawai yang
memiliki self-esteem yang tinggi adalah:
1) Bangga dengan hasil kerjanya

1077 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


2) Bertindak mandiri
3) Mudah menerima tanggungjawab
4) Mengatasi prestasi dengan baik
5) Menanggapi tantangan baru dengan antusiasme
6) Merasa sanggup mempengaruhi orang lain
7) Menunjukkan jangkauan perasaan dan emosi yang luas
Berbeda dengan pendapat sebelumnya, Kreitner dan Kinicki (2003) mengungkapkan
empat ciri-ciri seseorang yang memiliki self-esteem yang kuat (strong), yakni:
1. Self confident (percaya diri)
2. Goal oriented (mengacu hasil akhir
3. Appreciative (mengharga)
4. Contented (pusa/senang)
Orang-orang yang mempunyai self-esteem yang kuat akan mampu membina relasi yang
baik dan sehat dengan orang lain, bersikap sopan dan menjadikan dirinya menjadi orang yang
berhasil. Mempunyai self-esteem yang kuat memiliki beberapa manfaat. Manfaat memiliki
harga diri yang tinggi menurut Nathaniel (2005:6) adalah sebagai berikut:
a. Individu akan semakin kuat dalam menghadapi penderitaan-penderitaan hidup (bisa juga
pekerjaan), semakin tabah, dan semakin tahan dalam menghadapi tekanan-tekanan
kehidupan/ pekerjaan serta tidak mudah menyerah dan putus asa.
b. Individu semakin kreatif dalam bekerja
c. Individu semakin ambisius, tidak hanya dalam karier dan urusan finansial, tetapi dalam hal-
hal yang ditemui dalam kehidupan baik secara emosional maupun spiritual.
d. Individu akan memiliki harapan yang besar dalam membangun hubungan yang baik dan
konstruktif.
e. Individu akan semakin hormat dan bijak dalam memperlakukan orang lain, karena tidak
memandang orang lain sebagai ancaman.

2. Karakteristik harga diri rendah


Pegawai yang memiliki harga diri yang rendah akan cenderung merasa bahwa dirinya
tidak mampu dan tidak berharga, cenderung untuk tidak berani mencari tantangan-tantangan
baru dalam hidupnya, lebih senang menghadapi hal-hal yang sudah dikenal dengan baik serta
menyenangi hal-hal yang tidak penuh dengan tuntutan, cenderung tidak merasa yakin akan
pemikiran-pemikiran serta perasaan yang dimilikinya, cenderung takut menghadapi respon dari
orang lain, tidak mampu membina komunikasi yang baik dan cenderung merasa hidupnya tidak

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 1078


bahagia (Pajares, 2002).
Menurut Clemes dan Bean (2009:5) pegawai yang memiliki self-esteem yang rendah
adalah:
a) Menghindari situasi yang dapat mencetuskan kecemasan
b) Merendahkan bakat dirinya
c) Merasa tidak ada seorang pun yang menghargainya
d) Menyalahkan orang lain atas kelemahamannya sendiri
e) Mudah dipengaruhi oleh orang lain
f) Bersikap defensive dan mudah frustrasi
g) Merasa tidak berdaya
Kreitner dan Kinicki (2003) mengungkapkan empat ciri-ciri seseorang yang memiliki
self-esteem yang lemah (weak), yakni:
1) Critical (selalu mencela)
2) Self-centred (mementingkan dirinya sendiri)
3) Cynical (sinis/suka mengolok-olok)
4) Diffident (malu-malu); yaitu mengkal atas semua kelemahannya, tidak pernah bisa
membuktikan kelebihannya dan sering kali gagal dalam melakukan sesuatu.

Kemampuan Kerja
Kemampuan adalah salah satu unsur yang membentuk kinerja pegawai. Pegawai yang
memiliki kemampuan tinggi sangat menunjang tercapainya visi dan misi organisasi untuk segera
maju dan berkembang pesat, guna mengantisipasi kompetisi global. Kemampuan yang dimiliki
seseorang akan membuatnya berbeda dengan yang mempunyai kemampuan rata-rata atau biasa
saja. Kemampuan adalah kapasitas seseorang individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam
suatu pekerjaan. Selanjutnya totalitas kemampuan dari seseorang individu pada hakekatnya tersusun
dari dua perangkat faktor, yakni kemampuan intelektual dan kemampuan fisik (Robbins, 2008:57).
Kemampuan yang dimiliki seseorang akan membuatnya berbeda dengan yang mempunyai
kemampuan rata-rata atau biasa saja. Menurut Sinungan (2003): Istilah kemampuan didefinisikan
dalam arti apa yang diharapkan di tempat kerja, dan merujuk pada pengetahuan, keahlian, dan
sikap yang dalam penerapannya harus konsisten dan sesuai standar kinerja yang dipersyaratkan
dalam pekerjaan.
Menurut Robbins (2008), kemampuan kerja seseorang dapat diukur dengan aspek sebagai
berikut:
1. Kemampuan Intelektual (Intellectual Ability)

1079 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


2. Kemampuan Fisik (Physical Ability)

Hipotesis
Pengaruh Self-Efficacy terhadap Kinerja
H1: Self-efficacy berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai puskesmas perawatan di
Kabupaten Seluma

Pengaruh Self-Esteem terhadap Kinerja


H2: Self-esteem berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai puskesmas perawatan
di Kabupaten Seluma

Pengaruh Kemampuan Kerja terhadap Kinerja


H3: Kemampuan kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai puskesmas
perawatan di Kabupaten Seluma

Pengaruh Locus of control terhadap Kinerja


H4: Locus of control berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai Puskesmas
perawatan di Kabupaten Seluma

Peran Moderasi Locus of Control pada Pengaruh Self-Efficacy, Self- Esteem dan Kemampuan Kerja
terhadap Kinerja
H5: Locus of control memiliki peran moderasi pada pengaruh self-efficacy terhadap kinerja
pegawai puskesmas perawatan di Kabupaten Seluma

H6: Locus of control memiliki peran moderasi pada pengaruh self-esteem terhadap kinerja
pegawai puskesmas perawatan di Kabupaten Seluma

H7: Locus of control memiliki peran moderasi pada pengaruh Kemampuan Kerja
terhadap kinerja pegawai puskesmas perawatan di Kabupaten Seluma

Metode Penelitian
Metode Pengambilan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah pegawai puskesmas perawatan di Kabupaten
Seluma yang terdiri atas pegawai staf dan pegawai yang memiliki jabatan struktural dan
fungsional yang berjumlah 325 orang sebagaimana terlihat pada Tabel 1.

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 1080


Tabel 1. Populasi dan Sampel Penelitian
Jumlah Populasi
No Puskesmas
(Orang)
1 Puskesmas Dermayu 36
2 Puskesmas Masmambang 43
3 Puskesmas Kembang Mumpo 39
4 Puskesmas Pajar Bulan 44
5 Puskesmas Kota Tais 45
6 Puskesmas Cahaya Negeri 37
7 Puskesmas Babatan 43
8 Puskesmas Tumbuan 38
Jumlah 325

Metode pengambilan sampel pada penelitian adalah metode sensus. Menurut Sugiyono
(2013) sensus adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai
sampel. Jadi, dalam penelitian ini seluruh pegawai puskesmas perawatan di Kabupaten Seluma
yang berjumlah 325 orang dijadikan sebagai sampel.

Metode Pengumpulan Data


Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner sebagai data
primerUntuk memperoleh data primer ini, penulis melakukan penelitian lapangan dengan
menyebarkan kuesioner langsung kepada pegawai puskesmas perawatan di Kabupaten Seluma.
Kuesioner diantar dan diambil langsung oleh peneliti.
Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini terdiri empat bagian. Bagian pertama
berisi item-item pertanyaan/pernyataan tentang variabel locus of control, kedua tentang self-
efficacy, ketiga tentang kinerja pegawai dan bagian keempat tentang karakteristik demografi
responden.

Pengujian Instrumen Penelitian


Uji Validitas
Data penelitian tidak akan berguna apabila instrumen yang digunakan untuk
mengumpulkan data penelitian itu tidak memiliki validitas yang tinggi. Menurut Cooper &
Emory (2006:160), validitas merujuk kepada sejauhmana suatu uji dapat mengukur apa yang
sebenarnya ingin kita ukur. Validitas dikelompokkan ke dalam tiga bagian besar yaitu validitas
konsep (construct validity), validitas berdasarkan kriteria (criterion-related) dan validitas isi
(content validity). Menurut Sekaran (2006) validitas konstruk menunjukkan seberapa baik hasil
yang diperoleh dari penggunaan ukuran cocok dengan teori yang mendasari desain tes. Hal

1081 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


tersebut dinilai melalui validitas konvergen (convergent validity) akan terpenuhi jika skor yang
diperoleh dengan dua instrument berbeda yang mengukur konsep yang sama menunjukkan
korelasi tinggi, atau validitas diskriminan (discriminant validity) akan terpenuhi apabila
berdasarkan teori, dua variabel diprediksi tidak berkorelasi dan skor yang diperoleh dengan
mengukurnya benar-benar secara empiris membuktikan hal tersebut.
Dalam penelitian ini uji validitas yang dilakukan adalah uji validitas konstruk. Validitas
konstruk menunjukkan seberapa baik hasil yang diperoleh dari penggunaan suatu pengukuran
sesuai teori-teori yang digunakan untuk mendefinisikan suatu konstruk (Sekaran, 2006).
Korelasi yang kuat antara konstruk dan item-item pertanyaannya dan hubungan yang lemah
dengan variabel lainnya merupakan salah satu cara untuk menguji validitas konstruk (contruct
validity).
Alat analisis yang digunakan untuk mengukur tingkat validitas konstruk adalah dengan
menghitung koefisien korelasi oleh Pearson (Hair, 2003). Lebih lanjut Hair (2003) menjelaskan
bahwa rule of thumb koefisien korelasi yang biasanya digunakan untuk membuat pemeriksaan
validitas adalah 0,30. Jika koefisien korelasi yang diperoleh < 0,30 maka disebut dengan
validitas diskriminan, sedangkan jika koefisien korelasi > 0,30 disebut dengan validitas
konvergen.

Uji Reliabilitas
Reliabilitas menunjukkan akurasi, konsistensi dan ketepatan suatu alat ukur dalam
melakukan pengukuran (Sekaran, 2006). Uji reliabilitas dapat menggunakan dua metode yaitu
Cronbach’s alpha dan Composite Reliability. Cronbach’s alpha mengukur batas bawah nilai
reliabilitas suatu konstruk, sedangkan composite reliability mengukur nilai sesunggunhya
reliabilitas suatu konstruk (Sekaran, 2006).
Dalam penelitian ini metode uji yang digunakan adalah Cronbach alpha karena lebih baik
dalam mengestimasi konsistensi eksternal suatu konstruk (Sekaran, 2006). Rule of thumb nilai
alpha harus lebih besar dari 0,7 meskipun nilai 0,6 masih dapat diterima. Jadi, dalam penelitian
sekarang menggunakan koefisien alpha 0,6 sebagai kriteria reliabilitas instrumen.

Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif dilakukan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan jawaban
responden terhadap variabel penelitian yang telah dijawab dengan skala Likert. Dalam skala
Likert, variabel yang diukur dijabarkan menjadi indikator atau item pertanyaan.

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 1082


Analisis SEM-PLS
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan pendekatan Partial Least Square
(PLS). Hal ini dikarenakan penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan dua variabel laten
endogen (dependen) dan dua variabel laten eksogen (independen). SEM yang berbasis kovarian
umumnya menguji kausalitas atau teori sedangkan PLS lebih bersifat predictive model.

Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan dengan proses bootstrappingatauresampling
bootstrapping. Pengujian hipotesis yang diajukan terlihat dari besarnya nilai t-statistik.
Signifikansi parameter yang diestimasi memberikan informasi yang sangat berguna mengenai
hubungan antar variabel-variabel penelitian. Kriteria untuk menolak dan menerima hubungan
yang diajukan dapat dilihat dari perbandingan antar nilai t- statistik dan t-tabel. Jika nilai t-
statistik > t-tabel maka hipotesis yang diajukan diterima (Ghozali, 2014). Berdasarkan tujuan
penelitian, maka rancangan uji hipotesis dalam penelitian ini disajikan berdasarkan tujuan
penelitian. Tingkat kepercayaan yang digunakan adalah 95%, sehingga tingkat presisi sebesar
(α) = 5% = 0,5, sehingga nilai t-tabel sebesar 1,97. Berdasarkan hal tersebut maka kriteria
penerimaan hipotesis dalam penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut.
a) Jika nilai t-statistik lebih kecil dari nilai t-tabel (t-statistik < 1,96), maka Ho diterima
dan Ha ditolak.
b) Jika nilai t-statistik lebih besar atau sama dengan nilai t-tabel (t-statistik≥ 1,96), maka Ho
ditolak dan Ha diterima.
Hasil Penelitian Dan Pembahasan

Tabel 2. menyajikan deskripsi karakteristik responden berdasarkan hasil penyebaran


kuesioner.
Tabel 2. Karakteristik Demografi Responden
Karakteristik Demografi Jumlah Persentase
(Orang) (%)
1. Jenis Kelamin
- Perempuan 176 59,32
- Laki-laki 121 40,68
Jumlah Responden 297 100
2. Tingkat Pendidikan
- Diploma I (D1) 38 12,71
- Diploma III (DIII) 209 70,34
- Sarjana (S1) 50 16,95
Jumlah Responden 297 100

1083 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


3. Umur
- > 25 Tahun 21 7,12
- 25 – 30 Tahun 60 20,00
- 31 – 35 Tahun 143 48,31
- > 35 Tahun 73 24,57
Jumlah Responden 297 100
Sumber: Hasil Penelitian, 2020
Tabel 2 menunjukkan bahwa jenis kelaminnya, responden tenaga medis perempuan
lebih banyak dibandingkan dengan tenaga medis laki-laki. Walaupun jumlah responden tidak
sama, seluruh tenaga medis memiliki tugas dan tanggungjawab yang sama. Namun, secara
psikologis, cara pandang laki-laki dan perempuan dalam menghadapi situasi pekerjaan akan
berbeda. Perempuan lebih emosional dan berempati (Goleman, 2005), sehingga berpengaruh
terhadap hasil pekerjaan yang dibuat. Selain itu, tenaga medis perempuan biasanya lebih
teliti dan lebih tekun dibandingkan dengan tenaga medis laki-laki, namun demikian, tidak
berarti tenaga medis laki-laki tidak tekun dan teliti. Oleh karena itu, penempatan tenaga medis
laki- laki dan perempuan dalam satu tugas secara kolaboratif dapat meningkatkan kualitas
kerjanya.
Dari sisi pendidikannya, responden penelitian sebagian besar telah memiliki tingkat
Diploma III (D-III) yakni sebesar 70,34%. Urutan kedua ditempati oleh responden
berpendidikan sarjana (16,95%) dan selebihnya adalah tenaga medis berpendidikan Diploma I
(D-I). Kualifikasi pendidikan tersebut sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya sebagai tenaga
medis di puskesmas. Oleh karenanya, jurusan pendidikan rata-rata adalah diploma
kesehatan/kebidanan dan sarjana keperawatan atau sarjana kesehatan masyarakat. Menurut
Notoatmodjo (2006) tingkat pendidikan dapat mempengaruhi seseorang dalam pengembangan
wawasan berfikir, bertindak dan mengambil keputusan secara baik. Bagi seorang tenaga medis,
kualifikasi pendidikan berbasis kesehatan merupakah salah satu syarat dalam melaksanakan
tugasnya- tugasnya sebagai tenaga medis dan tenaga kesehatan.
Dari sisi usia, semua responden berada pada usia produktif. Hal ini berarti bahwa tenaga
medis memiliki kondisi fisik dan stamina yang lebih baik, jika dibandingkan dengan tenaga
medis yang sudah di atas 50 tahun, sehingga tenaga medis memiliki daya tahan yang baik
terhadap tekanan kerja yang mungkin timbul dalam pelaksanaan tugas sebagai tenaga kesehatan
di puskesmas. Ketahanan terhadap kondisi tersebut, membuat seseorang akan mampu
mencapai kinerja yang baik (Robbins, 2015). Hal ini termasuk juga tenaga medis di
puskesmas, jika pegawai puskesmas memiliki ketahanan terhadap kondisi kerja yang
melelahkan, maka tenaga medis tersebut akan dapat bekerja dengan baik dan tidak mengalami
stress kerja.

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 1084


Hasil Analisis Data
Penelitian ini menggunakan model persamaan struktural yang dianalisis dengan
menggunakan program SmartPLS 2.0 M3. Langkah awal yang dilakukan dalam pengujian
model structural mengevaluasi model outer (outer measurement model). Langkah pengujian
outer model merupakan pengujian validitas dan reliabilitas instrument penelitian. Langkah
berikutnya adalah melakukan pengujian model struktural (inner model) dan pengujian hipotesis.
Hasil-hasil pengujian dipaparkan berikut ini.

Pengujian Outer Model


Outer Model (measurement model) digunakan untuk mengetahui validitas dan
reliabilitas yang menghubungkan indikator dengan konstruk atau variabel latennya. Pemaparan
hasil measurement model dipaparkan berikut ini.
1. Uji Validitas
Pengujian validitas instrument pada penelitian ini menggunakan validitas konstruk.
Validitas konstruk terdiri dari validitas konvergen dan validitas diskriminan. Pemaparan
hasil uji validitas tersebut dipaparkan berikut ini.

a. Validitas Konvergen
Factor loading menggambarkan besarnya korelasi antar setiap item pengukuran
(indikator) dengan konstruknya. Dalam penelitian ini akan digunakan batas nilai outer
loading sebesar 0,50. Adapun hasil pengujian validitas konvergen dengan menggunakan
program SEM-PLS digambarkan seperti berikut.

1085 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


Gambar 1. Hasil Pengujian Outer Model Tahap Awal

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 1086


Gambar 2. Hasil Pengujian Outer Model Tahap 2 (Modifikasi Pertama)

1087 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


Gambar 3. Hasil Pengujian Outer Model Tahap 3 (Modifikasi Kedua)

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 1088


Gambar 4. Hasil Pengujian Outer Model Tahap 4 (Modifikasi Ketiga)

1089 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


b. Validitas Diskriminan
Validitas diskriminan berdasarkan teori terpenuhi jika, dua variabel diprediksi tidak
berkorelasi dan skor yang diperoleh dengan mengukurnya benar-benar secara empiris
membuktikan hal tersebut (Sekaran, 2006). Dalam validitas diskriminan yaitu
membandingkan korelasi indikator suatu konstruk dengan korelasi indikator tersebut
dengan konstruk lainnya dengan melihat nilai dari cross loading antara indikator dan
konstruknya. Tabel 2 menunjukkan hasil output cross loading setiap indikator terhadap
konstruknya dan konstruk lainnya.

2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas konstruk dalam penelitian ini akan diukur dengan menggunakan composite
reliability. Hasil pengujian reliabilitas dirangkum pada Tabel 3 berikut ini.
Tabel 3. Hasil Pengujian Reliabilitas
Composite Cronbachs
Reliability Alpha
Kinerja 0.900352 0.875550
Kemampuan Kerja 0.931143 0.916150
Locus of Control 0.933788 0.920159
Self Efficacy 0.880255 0.842614
Self Esteem 0.946628 0.915526

Sumber: Hasil penelitian 2020, diolah.


Berdasarkan hasil pengolahan yang dilakukan sebagaimana terangkum pada Tabel 3.
diperoleh hasil bahwa nilai Alpha Cronbach seluruh variabel penelitian lebih besar dari nilai
0,70; dengan demikian dapat disimpulkan bahwa seluruh konstruk laten variabel memenuhi
kriteria reliabilitas.

Pengujian Inner Model


Kelayakan model struktural (inner model) diukur atau dievaluasi dengan nilai determinasi
(R2). Nilai tersebut menunjukkan kemampuan konstruk eksogen variabel menjelaskan konstruk
endogen variabel dalam model struktural. Dalam hal ini, nilai determinasi berganda
menunjukkan kemampuan varibel kompensasi, gaya kepemimpinan dan promosi dalam
mempengaruhi motivasi dan kinerja pegawai. Hasil analisis memperlihatkan nilai koefisien
determinasi (R 2) sebesar 0,966, yang berarti akurasi atau ketepatan model penelitian dapat
menjelaskan kinerja pegawai Puskesmas di Kabupaten Seluma dipengaruhi oleh self efficacy,
self esteem.

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 1090


Hasil Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dengan menggunakan metode SEM-PLS dilakukan dengan
melakukan bootstrapping. Pengujian hipotesis dilakukan dalam dua bagian, yakni pengujian
hipotesis pada efek utama dan pengujian hipotesis dengan efek moderasi. Pemaparan hasil
pengujian hipotesis dijelaskan berikut ini.

1. Pengujian Hipotesis Efek Utama


Untuk menilai signifikansi model prediksi dalam pengujian model struktural, dapat
dilihat dari nilai t-statistic antar variabel independen ke variabel dependen. Dalam PLS
pengujian secara statistik setiap hubungan yang dihipotesiskan dilakukan dengan
menggunakan simulasi yaitu membandingkan nilai t-statistic dengan t-tabel signifikansi 
=5% (1,960). Jika nilai t-statistic > t-tabel maka hipotesis diterima dan jika nilai t-statistic
< t-tabel maka hipotesis ditolak. Adapun model struktural hasil bootstrapping dengan
smart PLS sebagaimana terlihat pada Gambar 5.

1091 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


Gambar 5. Hasil Bootstrapping Model Struktural Efek Utama

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 1092


Dalam hal ini dilakukan metode bootstrapping terhadap sampel. Pengujian dengan
bootstrapping juga dimaksudkan untuk meminimalkan masalah ketidaknormalan data penelitian
(Abdillah & Jogiyanto, 2015). Hasil pengujian diperoleh hasil sebagaimana terangkum pada Tabel
4.14.
Tabel 4. Hasil Pengujian Hipotesis Efek Utama

Standard Standard
Original Sample Deviation Error T Statistics
Sample (O) Mean (M) (STDEV) (STERR) (|O/STERR|)

SEF -> KIN 0.814805 0.815909 0.018332 0.018332 44.448292


SES -> KIN 0.187862 0.186560 0.020400 0.020400 9.208714
KK -> KIN -0.002315 -0.001279 0.011914 0.011914 0.194312
LOC -> KIN 0.020613 0.020592 0.009476 0.009476 2.175256
Sumber: Hasil penelitian 2020, diolah
Keterangan:
KIN : Kinerja SEF : Self Efficacy KK : Kemampuan Kerja
LOC : Locus of Control SES : Self Esteem

Dari Tabel 4. dapat diketahui hasil pengujian hipotesis sebagaimana dijelaskan berikut
ini.
1) Variabel self efficacy berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai puskesmas di
Kabupaten Seluma, dibuktikan dengan nilai t-hitung sebesar 44,448 > t-tabel
1,960. Dengan demikian, hipotesis yang dirumuskan diterima.
2) Variabel self esteem berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai puskesmas di
Kabupaten Seluma, dibuktikan dengan nilai t-hitung sebesar 9,209 > t-tabel
1,960. Dengan demikian, hipotesis yang dirumuskan diterima.
3) Variabel kemampuan kerja tidak berpengaruh terhadap kinerja pegawai puskesmas di
Kabupaten Seluma, dibuktikan dengan nilai t-hitung sebesar 0,194 < t-tabel
1,960. Dengan demikian, hipotesis yang dirumuskan ditolak.
4) Variabel locus of control berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai
puskesmas di Kabupaten Seluma, dibuktikan dengan nilai t-hitung sebesar 2,175 >
t-tabel 1,960. Dengan demikian, hipotesis yang dirumuskan diterima.

2. Pengujian Hipotesis Efek Moderasi


Pengujian efek moderasi variabel locus of control pada pengaruh self efficacy,
self esteem dan kemampuan kerja terhadap kinerja pegawai puskesmas di Kabupaten

1093 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


Seluma juga dilakukan dengan melakukan bootstrap pada model penelitian. Efek
moderasi ditambahkan pada model, seperti tampak pada Tabel 4.15 dan Gambar 4.6
berikut.
Tabel 5. Hasil Pengujian Hipotesis Efek Moderasi

Hasil Pengujian Sebelum Hasil Pengujian Setelah Efek


Moderasi Moderasi
Koefisien Jalur Koefisien Jalur Keterangan
(Original T- (Original T-
Sampel/O) statistik Sampel/O) statistik

Signifikan dan
SEF -> KIN 0.814805 44.448292 0,591394 4,280494 Menurun
SEF*LOC - - 0,376783 1,591163 Nonsignifikan
Signifikan,
SES -> KIN 0.187862 9.208714 0,411091 3,145260 Meningkat
SES*LOC - - -0,323479 1,733651 Nonsignifikan
Signifikan,
KK -> KIN -0.002315 0.194312 0,173035 2,484969 Meningkat*)
KK*LOC - - -0,259006 2,583802 Signifikan
LOC -> KIN 0.020613 2.175256 0,139901 1,596661 Nonsignifikan
Sumber: Hasil penelitian 2020, diolah
Keterangan:
KIN : Kinerja SEF : Self Efficacy KK : Kemampuan Kerja
LOC: Locus of Control SES : Self Esteem SES*LOC : Interaksi
Self Esteem_Locus of Control SEF*LOC : Interaksi Self
Efficacy_Locus of Control KK*LOC : Interaksi Kemampuan
Kerja_Locus of Control
*) Kriteria moderasi pada pengaruh Kemampuan Kerja terhadap Kinerja tidak memenuhi kriteria
(tertolak, karena hasil pengujian moderasi, pengaruhnya tidak signifikan)

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 1094


Gambar 6. Hasil Bootstrapping Model Struktural Efek Moderasi

1095 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


Dari Tabel 5. dan Gambar 6. dapat diketahui hasil pengujian hipotesis sebagaimana
dijelaskan berikut ini.
1) Variabel locus of control memoderasi pengaruh self efficacy terhadap kinerja pegawai
puskesmas di Kabupaten Seluma. Hal ini dibuktikan telah terjadi penuruhan pengaruh self
efficacy terhadap kinerja pegawai dari 0,814805 menjadi 0,591394. Dengan demikian,
hipotesis yang dirumuskan diterima.
2) Variabel locus of control memiliki peran moderasi pada pengaruh self esteem terhadap
kinerja pegawai puskesmas di Kabupaten Seluma Hal ini dibuktikan telah terjadi
peningkatan pengaruh self esteem terhadap kinerja pegawai dari 0,187862
menjadi 0,411091. Dengan demikian, hipotesis yang dirumuskan diterima.
3) Variabel locus of control tidak memoderasi pengaruh kemampuan kerja terhadap kinerja
pegawai puskesmas di Kabupaten Seluma. Hal ini terjadi karena kriteria moderasi pada
pengaruh Kemampuan Kerja terhadap Kinerja secara langsung tidak memenuhi kriteria
(tertolak, karena hasil pengujian moderasi, pengaruhnya
tidak signifikan) Dengan demikian, hipotesis yang dirumuskan ditolak.

Pembahasan
Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh Self-efficacy, Self-esteem dan
kemampuan kerja terhadap kinerja dengan locus of control sebagai variabel moderasi.
Pembahasan hasil penelitian dipaparkan pada uraian berikut ini.

Pengaruh Self Efficacy terhadap Kinerja


Hasil deskripsi statistik terhadap jawaban responden diketahui bahwa self- efficacy
pegawai Puskesmas di Kabupaten Seluma berada pada kategori tinggi. Self- efficacy pegawai ini
akan mendorong keyakinan bahwa pegawai mampu melaksanakan tugas secara baik dan
memadai, sehingga menghasilkan kinerja yang tinggi. Kepercayaan diri pegawai puskesmas
dikarenakan pegawai telah berpendidikan formal tinggi, yakni sebagian besar sarjana. Selain itu,
pegawai puskesmas di Kabupaten Seluma juga masih produktif dan memiliki kepercayaan diri
mampu menyelesaikan tugas dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari data deskriptif variabel self-
efficacy yang menunjukkan nilai rata-rata yang berada pada kategori cukup baik.
Indikator variabel self-efficacy yang masih memperoleh penilaian terendah yakni
keyakinan dalam menghadapi hambatan kerja, keyakinan mendapat kesempatan dalam
melaksanakan tugas dan keyakinan dalam menyelesaikan masalah pekerjaan secara sistematis.
Hal ini menunjukkan bahwa masih ada pegawai Puskesmas di Kabupaten Seluma yang

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 1096


belum memiliki keyakinan bahwa hambatan kerja dan permasalahan kerja dapat diselesaikan
oleh dirinya sendiri. Oleh karena itu, menjalin kerjasama yang harmonis antara sesama pegawai
sangat diperlukan.
Selanjutnya, dari hasil pengujian hipotesis diketahui bahwa Self-efficacy pegawai
berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja pegawai. Hasil tersebut menunjukkan bahwa
semakin baik Self-efficacy pegawai maka mampu meningkatkan
kinerja pegawai yang bersangkutan. Hasil penelitian ini juga sejalan penelitian yang dilakukan
oleh Effendi (2005) dan Muin (2006) yang telah membuktikan bahwa Self- efficacy berpengaruh
terhadap kinerja pegawai.
Self-efficacy atau keyakinan individu mempunyai peranan yang penting dalam diri
pegawai. Seorang pegawai yang memiliki keyakinan yang kuat dan tinggi mampu melaksanakan
pekerjaan dengan baik, tentu saja akan berusaha semaksimal mungkin akan menyelesaikan
pekerjaan tersebut. Sebaliknya, jika pegawai memiliki keyakinan diri yang rendah akan lebih
mudah menyerah, kurang terampil, dan cenderung tidak kreatif. Self-efficacy yang diidentifikasi
melalui keyakinan seseorang dalam melaksanakan pekerjaan dan dianggap sebagai nilai tambah
seorang pegawai dan berdampak pada peningkatan kinerja pegawai yang bersangkutan.
Seseorang yang memiliki self-efficacy yang tinggi akan memiliki kepribadian yang baik
karena individu ini memiliki keyakinan mengenai kemampuannya sehingga pada akhirnya akan
membentuk perilaku yang positif yang nantinya akan membuat individu tersebut mengalami
peningkatan kinerjanya. Bandura (2007) menjelaskan bahwa self-efficacy dapat ditumbuhkan
dan dipelajari melalui kinerja atau pengalaman masa lalu, model perilaku (mengamati orang lain
yang melakukan tindakan yang sama), persuasi dari orang lain dan keadaan faktor fisik dan
emosional.
Individu yang memiliki self-efficacy yang tinggi akan mencapai suatu kinerja yang lebih
baik disebabkan karena individu tersebut memiliki motivasi yang kuat, tujuan yang jelas,
semosi yang stabil dan kemampuannya untuk memberikan kinerja
atas aktivitas atau perilaku dengan sukses. Kinerja yang baik dari seorang pegawai dengan
self-efficacy tinggi (Pajares, 2002).
Pengaruh Self Esteem terhadap Kinerja
Hasil deskripsi statistik terhadap jawaban responden diketahui bahwa self- esteem
pegawai Puskesmas di Kabupaten Seluma berada pada kategori tinggi. Self- esteem pegawai ini
akan mendorong keyakinan bahwa pegawai mampu melaksanakan tugas secara baik dan
memadai. Keyakinan pegawai puskesmas di Kabupaten Seluma yang sudah tinggi akan
mendorong pegawai memiliki kinerja yang tinggi. Dukungan pendidikan dan usia produktif

1097 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


sangat penting bagi pegawai untuk mampu menyelesaikan tugas sesuai dengan
tanggungjawabnya. Hal tersebut dilihat dari statistik deskriptif variabel self-esteem yang berada
pada kategori baik.
Dimensi keyakinan dalam melaksanakan tugas mendapatkan nilai rata-rata tertinggi.
Hasil ini memberi gambaran bahwa pegawai puskesmas di Kabupaten Seluma memiliki
keyakinan yang tinggi dalam melaksanakan pekerjaan. Kondisi ini tentu saja membuat pegawai
dapat melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik. Selanjutnya, dimensi kemandirian
mendapatkan nilai rata-rata terendah. Hasil ini memberikan gambaran bahwa pegawai
puskesmas di Kabupaten Seluma telah dapat bekerja secara mandiri. Kondisi ini membuat
pekerjaan yang dilakukan pegawai tidak menumpuk dan dapat diselesaikan tepat waktu.
Indikator variabel Self-esteem yang paling dominan mendasari pegawai dalam bekerja
adalah ‘Saya berkeyakinan bahwa semua beban kerja dapat dicapai dengan baik’ dan ‘Saya
yakin bahwa anda dapat bekerjasama dengan orang lain’ dengan nilai rata-rata sebesar 4,06.
Nilai tersebut berarti bahwa beberapa orang pegawai telah mampu melakukan pekerjaan secara
inovatif, menggunakan peralatan kerja yang inovatif sehingga menghasilkan kinerja yang baik
pula.
Dimensi self-efficacy yang mendapat nilai rata-rata tertinggi adalah strength dan dimensi
generally, masing-masing sebesar 3,86. Hasil ini memberikan gambaran bahwa kekuatan dan
kemampuan dalam menjalankan aktivitas pekerjaan. Kondisi ini memberikan arti bahwa
kepercayaan dan keyakinan diri sudah berjalan dengan baik.
Indikator variabel self-esteem yang masih memperoleh penilaian terendah yakni
kesediaan pegawai untuk datang tepat waktu, masih ada pegawai yang meminta bantuan dalam
menyelesaikan tugas-tugasnya, masih ada pegawai yang belum melaksanakan tugas sungguh-
sungguh dan masih ada pegawai yang belum inovatif karena masih menggunakan metode kerja
yang lama. Hal ini tentu saja perlu memperoleh pengarahan agar self-esteem pegawai
meningkat, sehingga pegawai lebih mandiri dan lebih inovatif dalam melaksanakan seluruh
tugas-tugas yang menjadi tanggungjawabnya.
Berdasarkan hasil analisis data dan pengujian hipotesis diketahui bahwa variabel self-
esteem juga berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai. Di dalam Self-esteem terkandung
beberapa hal pokok yakni keyakinan dalam kemampuan untuk bertindak dan menghadapi
tantangan hidup, serta keyakinan dalam hak untuk bahagia, perasaan berharga, layak,
memungkinkan untuk menegaskan kebutuhan-kebutuhan dan keinginan-keinginan serta
menikmati buah dari hasil kerja keras.
Sama halnya dengan self-efficacy, self-esteem juga memiliki dua kondisi yaitu kuat

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 1098


(strong) dan lemah (weak). Orang yang mempunyai self-esteem yang kuat akan mampu
membina relasi yang lebih baik dan sehat dengan orang lain, bersikap sopan dan menjadikan
dirinya menjadi orang yang berhasil, sebaliknya individu yang memiliki self-esteem yang lemah
memiliki citra diri negatif dan konsep diri yang buruk. Semuanya akan menjadi penghalang
kemampuannya sendiri dalam membentuk
satu hubungan antar individu agar nyaman dan baik untuk dirinya. Bahkan seringkali
menghukum dirinya sendiri atas ketidakmampuannya dan terlarut dalam penyesalan.
Selain itu, penghargaan diri yang rendah juga akan memicu seseorang untuk melakukan
dua sikap ekstrim yang merugikan, yaitu sikap pasif dan agresif. Sikap pasif yaitu sikap yang
tidak tegas dalam melakukan berbagai tindakan akibat adanya rasa takut membuat orang lain
tersinggung, merasa diperintah atau digurui yang membuat diri menjadi benci dan merasa
dikucilkan. Sikap agresif dalam hal ini yaitu memaksakan gagasan, tidak mau menerima
masukan dari orang lain dan cenderung mengundang perdebatan dari pada menyelesaikan
masalah, padahal sikap menentang dan mengabaikan ide-ide orang lain berarti menghambat
tercapainya keputusan yang tepat dan akurat.

Pengaruh Kemampuan Kerja terhadap Kinerja


Berdasarkan hasil pengujian hipotesis, variabel kemampuan kerja tidak berpengaruh
signifikan terhadap kinerja pegawai puskesmas di Kabupaten Seluma. Artinya, kemampuan
kerja pegawai tidak mampu mendorong peningkatan kinerja pegawai. Seharusnya, kemampuan
kerja memiliki pengaruh terhadap kinerja pegawai (Robbins, 2015).
Dimensi variabel kemampuan kerja yang mendapat nilai rata-rata tertinggi adalah
dimensi kemampuan fisik. Hasil ini memberikan gambaran bahwa pegawai puskesmas di
Kabupaten Seluma memiliki kemampuan fisik yang memadai, sehingga dapat melaksanakan
tugas dengan baik. Selanjutnya, dimensi terendah adalah kemampuan intelektual. Hasil ini juga
memberikan gambaan bahwa pegawai
puskesmas Kabupaten Seluma telah memiliki kemampuan intelektual yang memadai dalam
melaksanakan tugas
Kemampuan adalah kemampuan seseorang dalam mempelajari sesuatu untuk dapat
melaksanakan berbagai tugas yang di berikan untuk pekerjaan yang diberikan, untuk pekerjaan
yang di tetapkan. Sedangkan Robbins (2015) menyebut kemampuan adalah ability yaitu
kapasitas seseorang individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan.
Berkaitan dengan hal tersebut, tentu saja jika suatu organisasi ingin dapat mencapai kinerja
secara maksimal, harus didukung oleh pegawai atau karyawan yang memiliki kemampuan kerja

1099 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


yang baik.
Berdasarkan pengertian di atas, kemampuan kerja merupakan faktor penentu kualitas
manajemen sumber daya manusia (MSDM) pada dasarnya bertujuan untuk memperbaiki dan
meningkatkan efektivitas pekerja, agar semakin mampu memberikan yang terbaik dan
mewujudkan tujuan organisasi.
Jika kemampuan kerja dikaitkan dengan kerja pegawai, salah satu faktor yang
mempegaruhi pencapaian kerja, kemampuan kerja yang dipengaruhi oleh faktor internal yakni
pengetahuan para pegawai atas tugas dan pekerjaan yang diberikan oleh instansi, ketrampilan
mereka dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan mereka, dan kemampuan pegawai akan
pekerjaan tersebut (Robbins, 2015).

Pengaruh Locus of Control terhadap Kinerja


Berdasarkan hasil analisis data diketahui bahwa locus of control berpengaruh positif
dan signifikan terhadap kinerja pegawai. Hasil ini bermakna jika locus of
control pegawai tinggi, maka kinerja pegawai tersebut akan semakin meningkat. Dari hasil
analisis deskriptif diketahui bahwa secara umum menjelaskan bahwa locus of control pegawai
puskesmas di Kabupaten Seluma baik. Hasil ini bermakna bahwa locus of control yang dimiliki
oleh pegawai saat ini telah mampu mendorong pegawai untuk mencapai kinerja yang tinggi.
Dimensi locus of control eksternal mendapatkan nilai rata-rata tertinggi. Kondisi ini
memberikan gambaran bahwa pegawai puskesmas di Kabupaten Seluma dikendalikan oleh
kekuatan eksternal. Hal ini mengingat bahwa pegawai memiliki atasan langsung, yang akan
memberikan arahan terhadap pelaksanaan tugas-tugasnya Indikator terendah adalah adanya
anggapan bahwa informasi mengenai pekerjaan sangat tidak penting. Walaupun memiliki nilai
terendah, nilai tersebut berada pada kategori tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun
nilai terendah pegawai membutuhkan informasi yang memadai dalam melaksanakan tugas,
yang bersumber dari luar diri pegawai. Informasi tersebut akan membantu pegawai dalam
bekerja.
Dari dua dimensi locus of control diketahui bahwa dimensi internal locus of control
memiliki nilai rata-rata tertinggi. Nilai tersebut berada pada kategori tinggi. Hal ini
menunjukkan bahwa pegawai puskesmas di Kabupaten Seluma memilki kontrol internal yang
tinggi, sehingga mampu mengoptimalkan kemampuannya dalam melaksanakan tugas. Hasil ini
memberikan gambaran bahwa pegawai telah percaya diri dalam tugas, sehingga menghasilkan
kinerja yang baik.
Dari fenomena yang ada di lapangan diketahui bahwa locus of control pegawai yang juga

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 1100


masih rendah ditunjukkan oleh pegawai tidak merasa malu jika tidak dapat menyelesaikan tugas
tepat waktu, tidak malu datang terlambat dan sebagainya. Selain itu, pegawai kurang menyukai
tantangan kerja, terlihat pasif dalam pekerjaannya, percaya pada nasib dan tidak berusaha untuk
mengoptimalkan kemampuannya dalam bekerja.
Adanya variasi locus of control pada diri pegawai menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan cara pandang pegawai dalam mengendalikan diri pada suatu peristiwa dalam diri
pegawai dan lingkungannya. Dengan kata lain, seseorang yang memiliki pengendalian diri yang
tinggi akan mampu menghadapi situasi yang terjadi di dalam diri dan lingkungan secara baik.
Dalam konteks pegawai, pegawai yang memiliki locus
of control yang tinggi, akan dapat membuat pegawai menyelesaikan tugas-tugasnya dengan
baik yang bersifat rutin maupun tidak rutin (Tektonika, 2012).
Kategori locus of control yang terjadi pada pegawai dapat muncul dari dua aspek, yakni
locus of control yang berasal dari internal indivu dan eksternal individu. Kedua aspek locus of
control tersebut akan membuat pandangan dan sikap pegawai dalam melakukan pengendalian
diri atas diri dan lingkungannya. Hal tersebut sebagai diungkapkan oleh Rotter (dalam Sundari,
2014) yang berpendapat bahwa internal locus of control merupakan ekspektasi umum di mana
individu melakukan tindakan yang menyebabkan munculnya hasil akhir yang diinginkan.
Bentuk dari internal locus of control adalah emosi, kepercayaan, bakat, usaha dan daya tahan
terhadap menghadapi dan menyelesaikan persoalan yang dihadapi secara sadar.
External locus of control merupakan kemampuan seseorang (dalam hal ini pegawai)
untuk dapat mengambil keputusan dan peluang yang ada di lingkungan agar dapat
menyelesaikan tugas-tugasnya dengan baik. Dalam kondisi ini, seseorang dengan external locus
of control yang tinggi akan dapat memanfaatkan kesempatan, nasib dan kemampuannya agar
mencapai tujuan yang diharapkan. Pegawai dengan external locus of control yang tinggi, akan
menyelesaikan tugas dengan mandiri dan tidak tergantung pada kondisi lingkungannya baik di
rumah maupun di kantor/ organisasi.

Peran Moderasi Locus of Control pada Pengaruh Self Efficacy terhadap Kinerja
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa locus of control memberikan efek
moderasi pada pengaruh self efficacy terhadap kinerja pegawai puskesmas di Kabupaten
Seluma. Hal ini berarti bahwa self efficacy yang tinggi dibarengi dengan locus of control yang
tinggi dapat mempengaruhi hasil kerja (kinerja) seorang pegawai. Kepercayaan diri dan
pengendalian diri yang baik tentu saja merupakan energi yang positif yang mendorong
seseorang untuk mencapai kinerja yang tinggi.

1101 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


Beberapa asumsi awal dan mendasari dari teori kognitif sosial Bandura adalah learning
theory (teori pembelajaran) yang berasumsi bahwa manusia cukup fleksibel dan sanggup
mempelajari beragam kecakapan bersikap maupun berperilaku, dan bahwa titik pembelajaran
terbaik dari itu semua adalah adanya pengalaman- pengalaman tak terduga (vicarious
experience). Bandura (2007) yakin bahwa manusia (human agency) adalah makhluk yang
sanggup mengatur dirinya, proaktif, reflektif dan mengorganisasikan dirinya. Selain itu, mereka
juga memiliki kekuatan untuk mempengaruhi tindakan mereka sendiri demi menghasilkan
konsekuensi yang diinginkan. Dari dasar tersebutlah teori self- efficacy terlahir.
Dessler (2007) menyatakan bahwa faktor internal dan eksternal individu berdampak
pada hasil kerja individu tersebut. Selaras dengan pendapat tersebut, Robbins (2015)
menjelaskan bahwa faktor intrinsik dan ekstrinsik karyawan mendorong karyawan
menghasilkan kinerja. Dua faktor internal individu yang mempengaruhi kinerja individu adalah
locus of control dan self-efficacy (Bandura,
2007 dan Kreitner & Kinicki, 2003).

Peran Moderasi Locus of Control pada Pengaruh Self Esteem terhadap Kinerja

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa locus of control memberikan efek


moderasi pada pengaruh self esteem terhadap kinerja pegawai puskesmas di Kabupaten Seluma.
Hal ini berarti bahwa self esteem yang tinggi dibarengi dengan locus of control yang tinggi dapat
mempengaruhi hasil kerja (kinerja) seorang pegawai. Keyakinan diri dan pengendalian diri yang
baik tentu saja merupakan energi yang positif yang mendorong seseorang untuk mencapai
kinerja yang tinggi.

Personil organisasi harus mampu mengendalikan suatu peristiwa yang sering terjadi agar
pencapaian tujuan organisasi dapat tercapai dengan baik, karena dalam locus of control yang
baik akan memberikan dampak positif bagi karyawan dalam meningkatkan kinerja suatu
karyawan. Hal ini merupakan salah satu cara agar karyawan tidak mengalami gangguan dalam
menyelesaikan pekerjaannya, karena setiap individu merasa dapat mengontrol dirinya sendiri
maka mereka akan lebih mampu mengendalikan akibat dan yang terjadi dalam lingkungan
sehingga akan lebih merasa puas dengan pencapaian yang sudah dilakukan, karena itu locus of
control sangat mem-pengaruhi kinerja karyawan. Adanya keyakinan besar bahwa setiap
individu berpengaruh langsung sebagai efek substantive dalam pandangan dan reaksinya
terhadap lingkungan.
Selain locus of control, fakor lain yang mempengaruhi kinerja individu adalah self-
efficacy. Self-efficacy adalah keyakinan atas kemampuan diri seseorang mencapai tugas tertentu,

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 1102


sedangkan self-esteem adalah kepercayaan diri yang mendorong seseorang untuk mencapai
keberhasilan (Kreitner & Kinicki, 2003). Self-efficacy dan self-esteem merupakan dua faktor
yang saling berkolaboratif di dalam diri individu
sehingga menghasilkan suatu dorongan mengerjakan tugas-tugas yang menjadi
tanggungjawabnya (Bandura, 2007). Nathaniel (2005:17) self-efficacy dan self-esteem adalah
penilaian yang melekat pada diri individu yang tercermin dari sikap dan perilakunya dalam
bekerja. Seorang karyawan yang memiliki self-esteem yang tinggi (baik) akan membangkitkan
rasa percaya diri, rasa yakin akan kemampuan diri, rasa berguna serta rasa bahwa eksistensinya
diperlukan di dalam organisasi. Seorang karyawan sebagai individu harus memiliki self-
efficacy yang tinggi. Hal ini karena karyawan sebagai personil organisasi dan pelayanan
masyarakat harus dapat melaksanakan tugas dengan baik.

Peran Moderasi Locus of Control pada Pengaruh Kemampuan Kerja terhadap


Kinerja

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa locus of control tidak memberikan efek
moderasi pada pengaruh self efficacy terhadap kinerja pegawai puskesmas di Kabupaten
Seluma. Seharusnya, locus of control yang tinggi yang dimbangi oleh kemampuan kerja yang
tinggi, akan membuat pegawai dapat menghasilkan kinerja yang tinggi pula.
Kemampuan terhadap pekerjaan merupakan dampak paling akhir yang akan diperoleh
pegawai setelah pegawai mengetahui dan memiliki keterampilan menyelesaikan pekerjaan.
Kemampuan kerja merujuk pada tingkatan profesionalisme pegawai dalam melaksanakan
tugas. Artinya, pegawai sangat mengerti pekerjaan beserta uraian-uraian tugas sehingga tidak
akan mengalami kesulitan dalam melaksanakan dan menyelesaikannya.
Dengan adanya peningkatan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dari hasil
pendidikan dan pelatihan, akan membentuk pegawai yang memiliki kemampuan yang baik
terhadap pekerjannya. Dengan kemampuan yang semakin baik, maka pegawai akan merasa
pekerjaan yang dienbanya sangat ringan dan dapat diselesaikannya.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa pendidikan dan pelatihan
merupakan salah satu faktor di dalam pengembangan sumber daya manusia. Pendidikan dan
pelatihan tidak saja menambah pengetahuan, akan tetapi juga meningkatkan keterampilan yang
berakibat pada peningkatan produktivitas kerja. Pendidikan dan pelatihan sesungguhnya
tidaklah sama walaupun banyak persamaannya, keduanya berhubungan dengan pemberian
bantuan kepada karyawan agar karyawan tersebut dapat berkembang tingkat kecerdasannya,
pengetahuan dan kemampuan yang lebih tinggi. Pendidikan bersifat lebih teoritis daripada

1103 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


praktis sedangkan pelatihan lebih bersifat penerapan segera dari berbagai pengetahuan dan
keahlian, jadi pelatihan lebih bersifat praktis.

Implikasi Hasil Penelitian


Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, diketahui bahwa self-efficacy, self-
esteem dan locus of control berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai. Hasil
ini bermakna jika self-efficacy semakin tinggi, self-esteem semakin tinggi, dan motivasi kerja
semakin tinggi maka akan dapat meningkatkan kinerja
pegawai yang bersangkutan. Berkaitan dengan peranan self-efficacy dan self-esteem
dalam meningkatkan kinerja pegawai, implikasi hasil penelitian yang diambil adalah:
1. Meningkatkan self-efficacy sehingga pegawai memiliki kepercayaan diri untuk mampu
menyelesaikan tugas. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan keyakinan pegawai adalah
memberikan upaya pengembangan bagi individu pegawai seperti meningkatkan pendidikan
formal pegawai, memberikan pelatihan dan memberikan supervisi dalam pelaksanaan tugas-
tugas pegawai.
2. Meningkatkan self-esteem agar keyakinan diri pegawai meningkat. Upaya yang dapat
dilakukan adalah memberikan tanggungjawab penuh kepada pegawai, memberikan
wewenang penuh sesuai dengan posisinya, dan memberikan kesempatan pegawai untuk
memperoleh pengembangan terhadap pekerjaannya, misalnya mempromosikan pegawai ke
jenjang jabatan tertentu, memberikan penugasan yang sesuai kompetensinya dan sebagainya.
3. Meningkatnya pengetahuan kerja pegawai yang ditunjukkan dengan meningkatnya wawasan
berfikir, pengetahuan konseptual, pengetahuan tentang pekerjaan, pengetahuan penyelesaian
pekerjaan, dan peningkatan kapasitas individu secara umum.
4. Pendidikan dan pelatihan harus selalu dilakukan karena merupakan kegiatan strategis dalam
peningkatan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan pegawai dalam melaksanakan
tugas-tugasnya. Program pendidikan dan pelatihan disesuaikan dan berkaitan langsung
dengan tugas-tugas pegawai, sehingga hasil pekerjaan yang ditekuni saat ini dapat
diaplikasikan di tempat kerja.
5. Pembagian jadwal dan personil yang akan mengikuti program pekerjaan yang ditekuni
saat ini secara baik dan proporsional, agar setiap pegawai memiliki kemampuan kerja
yang seragam sehingga pegawai dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan
baik.

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 1104


Penutup
Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Variabel self efficacy berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai puskesmas di
Kabupaten Seluma, dibuktikan dengan nilai t-hitung sebesar 44,448 > t-tabel
1,960. Dengan demikian, hipotesis yang dirumuskan diterima
2. Variabel self esteem berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai puskesmas di
Kabupaten Seluma, dibuktikan dengan nilai t-hitung sebesar 9,209 > t-tabel
1,960. Dengan demikian, hipotesis yang dirumuskan diterima.
3. Variabel kemampuan kerja tidak berpengaruh terhadap kinerja pegawai puskesmas di
Kabupaten Seluma, dibuktikan dengan nilai t-hitung sebesar 0,194 < t-tabel
1,960. Dengan demikian, hipotesis yang dirumuskan ditolak.
4. Variabel locus of control berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai puskesmas di
Kabupaten Seluma, dibuktikan dengan nilai t-hitung sebesar 2,175 > t-tabel 1,960. Dengan
demikian, hipotesis yang dirumuskan diterima.
5. Variabel locus of control memoderasi pengaruh self efficacy terhadap kinerja pegawai
puskesmas di Kabupaten Seluma. Hal ini dibuktikan telah terjadi penuruhan pengaruh self
efficacy terhadap kinerja pegawai dari 0,814805 menjadi
0,591394. Dengan demikian, hipotesis yang dirumuskan diterima.
6. Variabel locus of control memiliki peran moderasi pada pengaruh self esteem
terhadap kinerja pegawai puskesmas di Kabupaten Seluma Hal ini dibuktikan telah
terjadi peningkatan pengaruh self esteem terhadap kinerja pegawai dari 0,187862 menjadi
0,411091. Dengan demikian, hipotesis yang dirumuskan diterima.
7. Variabel locus of control tidak memoderasi pengaruh kemampuan kerja terhadap kinerja
pegawai puskesmas di Kabupaten Seluma. Hal ini terjadi karena kriteria moderasi pada
pengaruh Kemampuan Kerja terhadap Kinerja secara langsung tidak memenuhi kriteria
(tertolak, karena hasil pengujian moderasi, pengaruhnya tidak signifikan) Dengan
demikian, hipotesis yang dirumuskan ditolak.

Dari hasil penelitian dan kesimpulan, beberapa saran yang dapat dipertimbangkan oleh
Dinas Kesehatan dan Puskesmas di Kabupaten Seluma berkenaan dengan kinerja pegawainya,
yakni:
1. Dalam rangka terwujudnya self-efficacy pegawai dalam melaksanakan tugas- tugasnya perlu
peningkatan kepercayaan diri pegawai. Selain itu itu, fakta di lapangan menunjukkan bahwa
masih ada pegawai Puskesmas di Kabupaten Seluma yang tidak dapat menyelesaikan tugas

1105 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


secara mandiri, belum memiliki inovasi kerja dalam bekerja karena perbedaan kemampuan
dan kreativitas individu pegawai.
2. Meningkatkan self-esteem pegawai untuk mencapai prestasi kerja yang tinggi dengan
pemberian hak-hak pegawai dalam hal pemenuhan kebutuhan keamanan dan keselamatan
kepada pegawai karena dimensi ini masih memperoleh nilai
terendah, hal ini banyak kejadian kehilangan perlengkapan kendaraan yang dialami pegawai
seperti helm dan sebagainya.
3. Bagi penelitian selanjutnya, dapat menambahkan factor-faktor lain yang mempengaruhi
kinerja pegawai sehingga hasil penelitian lebih luas dan bervariasi dalam menambah
khasanah ilmu pengetahuan khususnya bidang manajemen sumber daya manusia. Khusus
pada penelitian ini, karena validitas self-esteem menimbulkan tanda tanya, sebaiknya studi
mendatang melakukan pre-test item pernyataan sebelum pengumpulan data ke target
responden.

Referensi
Bandura, A. (2007). Self-efficacy: The exercise of Control, W.H. Freeman and Company, New
York.
Clemes, H, & Bean, R., Clark, (2009). How to raise childrens self-esteem, Terjemahan Anto
Adiwiyotom, Jakarta: Mitra Utama.
Cooper D.R. & Emory, C.W. (2006). Metode penelitian bisnis, Alih Bahasa Widyono Soetjipto
dan Uka Wirya, Jakarta: Erlangga
Dessler, G. (2007). Manajemen personalia, Edisi Bahasa Indonesia, Terjemahan Agus Dharma,
Jakarta: Erlangga
Hair, J.F.A. (2003). Multivariate data analysis. New Jersey: Prentice Hall Inc.
Hariman, T. & Hilgert, T.L. (1992). Concept and practices of management, Third Edition,
Southy Western Publishing co, Cincinnati, Ohio
Ivancevich, J.M. (2007). Perilaku dan manajemen organisasi. Jakarta: Erlangga
Judge, T.A. & Erez, A.B. (2011). Are measures of self-esteem, neurocitic. locus of control and
generalized self-efficacy indicators of common core construct? Journal of Personality and
Social Psychology, 83, 298-332
Kreitner, R. & Kinicki, A. (2003). Perilaku Organisasi, Edisi Bahasa Indonesia, Jakarta:
Salemba Empat.
Nathaniel, B. (2005). The power of self-esteem. Health Communication Inc, Florida Deemfield
Beach.
Pajares, F. (2002). Current directions in self-efficacy research. Journal of Personality and
Social Psychology, 83, 333-342
Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah
Provinsi Bengkulu
Philip, J.M & Gully, SM. (2007). A meta-analysis of team-efficacy, potency, and performance:
Interdependence and level of analysis as moderator on observed relationship. Journal of
Applied Psychology, 87, 219-332
Philip, J.M & Gully, SM. (2007). Goal orientation, ability, need for achievement and locus of
control in the self-efficacy and goal setting process. Journal of Applied Psychology, .82, 792-

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 1106


805
Robbins, S.P. (2008). Manajemen sumber daya manusia, Jakarta: Prehalindo.
___________ (2015). Manajemen sumber daya manusia, Jakarta: Prehalindo.
___________ (2015). Perilaku keorganisasian. Jakarta: Prehalindo.
Sapariah, R.A. (2010). Pengaruh self-esteem, self-efficacy dan locus of control terhadap kinerja
pegawai dalam perspektif balance scorecard pada perum pegawaian Boyolali. Jurnal
Ekonomi Bisnis dan Perbankan, 2.
Schuller, Randall, S. & Jackson, S. (2006). Human resources management, New York: John
Willey & Son.
Sekaran, U. (2006). Metodologi penelitian untuk bisnis¸ (Edisi 4). Jakarta: Salemba Empat.
Sundari, (2014). Self-efficacy dan locus of control terhadap kinerja pegawai dalam perspektif
balance scorecard pada Perum Pegawaian Boyolali, Jurnal Ekonomi Bisnis dan Perbankan, 2.
Tektonika, B. (2012). Hubungan antara locus of control dengan prokrastinasi akademik pegawai
SMA Muhammdiyah 2 Yogyakarta. Skripsi (Dipublikasikan). Yogyakarta: Fakultas Ilmu
Sosial Dan Humaniora
Wasty, S. (2006). Psikologi pendidikan: Landasan kerja pemimpin pendidikan, Jakarta: Rineka
Cipta.
Wibowo. (2009). Manajemen kinerja, Jakarta: Rajawali Pres.

1107 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


Penerapan Budaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja untuk Pencegahan
Kecelakaan Kerja dan Penyakit Akibat Kerja di P.T. Cakrawala Dinamika
Energi Kecamatan Pinang Raya Kabupaten Bengkulu Utara

Herni Rianti1), Slamet Widodo2), Trisna Murni3)


Mahasiswa PS Magister Manajemen, Universitas Bengkulu1)
Dosen PS Magister Manajemen, Universitas Bengkulu2),3)

Abstract. The purpose of this research is to describe the planning, implementation, inspection and
review of the implementation policy of occupational health and safety culture at the PT Cakrawala
Dinamika Energi Bengkulu. This Research is a survey research by spreading questionnaires and
interviews as data collection. The data analysis method used is a qualitative descriptive analysis.
From the results of the research known that: (1) from the planning Aspect (plan) in the application
of K3 the PT Cakrawala Dinamika Energi Bengkulu has simply implemented K3 management as
set in the standard OHSAS; (2) From the implementation aspect (do ) in the application of the PT
Cakrawala Dinamika Energi Bengkulu has implemented K3 management as set forth in the
standard OHSAS; (3) from the examination (check) of the management of K3 at the PT Cakrawala
Dinamika Energi Bengkulu has conducted K3 inspection as regulated in the OHSAS standard; and
(4) from the aspect of the management review (action) in the implementation of K3 at the PT
Cakrawala Dinamika Energi Bengkulu has done a review of K3 management as set in OHSAS
standard.

Keywords: Planning, Implementation, Check; Action; Work Healthy and Safety.

Pendahuluan
Proses menuju era globalisasi dan pasar bebas serta pertumbuhan dan perkembangan industri
melalui penerapan teknologi maju pada saat ini telah berlangsung sangat cepat. Meskipun beberapa
krisis telah terjadi di Asia Tenggara, khususnya Indonesia, yang kemudian terjadinya krisis Global
melanda dunia terutama Amerika Serikat, namun tidak menghalangi industri padat karya dan padat
modal untuk tetap mengikuti perubahan tersebut. Dalam mengantisipasi pasar bebas yang telah
berlaku di ASEAN yang dikenal dengan AFTA 2003, maka dibutuhkan tingkat efisiensi dan
produktifitas yang tinggi agar dapat menghasilkan barang dan jasa yang bermutu tinggi. Hal ini
untuk memenuhi standar Internasional, dengan demikian tidak ada pilihan lain yaitu menggunakan
mesin-mesin dan peralatan yang berteknologi tinggi, modern serta didukung oleh tenaga-tenaga
yang profesional.
Di lain sisi, proses industrialisasi disemua sektor akan semakin nyata, yang merupakan
manifestasi dari aplikasi di dalam pemanfaatan sains cenderung merupakan suatu fenomena yang
kehadirannya secara global sulit untuk di bendung, seiring dengan adanya investasi perdagangan

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 1108


dan globalisasi. Oleh karena proses industrialisasi ini akan mengalami percepatan, maka
transformasi budaya yang ada di perusahaan atau tempat kerja didorong agar lebih cepat, sehingga
menghasilkan manusia karya yang adaptif dan responsif terhadap setiap perubahan dan kemajuan.
Akibat percepatan industrialisasi, maka akan memperbesar resiko bahaya yang terkandung
dalam industri dan potensi kecelakaan kerja semakin besar. Setiap tahun kejadian kecelakaan dalam
industri yang sebagian diantaranya berakibat fatal dan sebagian lainnya mengakibatkan cacat badan,
baik sebagian atau seluruhnya, namun sebagian besar dari kecelakaan tersebut hanya menyebabkan
cacat sementara yang mungkin hanya berlangsung dalam beberapa bulan saja. Setiap kecelakaan
pasti mengakibatkan penderitaan bagi korban sendiri maupun pada keluarga mereka, banyak pula
kecelakaan kerja yang khususnya menyebabkan kematian serta cacat selamanya (OHSAS, 2007).
Seperti kecelakaan yang terjadi pada P.T. Cakrawala Dinamika Energi Perusahaan yang
bergerak di Bidang Pertambangan Batu Bara, Pertama, yang terjadi pada tanggal 24 Desember
2018 yang mengakibatkan luka berat/ Lost Time Injury (LTI), dan mengakibatkan kehilangan
waktu kerja selama 3 bulan/90 hari. Serta memperlambat kinerja crew Plant Mechanic di
perusahaan tersebut, dan kecelakaan Kedua, pada tanggal 19 Januari 2019 terjadi juga kecelakaan
yang mengakibatkan kerusakan aset Perusahaan/Property Damage yang menyebabkan Perusahaan
tidak beroperasi (Annual Report P.T. Cakrawala Dinamika Energi, 2019).
Dalam laporan tersebut, kerugian yang ditanggung perusahaan selama tidak
beroperasi/Produksi Lost sebesar Rp 152.006.754, untuk biaya perbaikan peralatan (1 unit Truk
Iveco 340 TI-26) yang rusak sebesar Rp 65.000.000 total kerugian Rp 217.006.754. Akibatnya
asset/ 1 unit Truck Iveco 340 TI-26 tidak beroperasi selama 60 hari. Kecelakaan juga terjadi pada
tanggal 8 Desember 2018 Karyawan P.T. Agri Andalas yang berada di Kabupaten Seluma yang
mengakibatkan seorang karyawannya meninggal dunia/ fatality disebabkan terlilit tali mesian
capstan (mesin penarik lori) sehingga ia terseret dan masuk ke lintasan lori (Annual Report P.T.
Cakrawala Dinamika Energi, 2019).
Menurut data Direktorat Jenderal Binwasnaker & K3, Triwulan II tahun 2017, diolah
pusdatinaker. Jumlah kasus kecelakaan kerja 11.028 kasus dan penyakit akibat kerja 2017 sebesar
118 kasus. Dengan rincian meninggal dunia 147 kasus, cacat 136 kasus dengan jumlah santunan
yang dibayarkan tunai Rp 1.578.439.526 dan mengakibatkan kerugian material sebesar 1,3 Triliun
rupiah. Dan menyebabkan kerugian hari yang hilang sebanyak 9.826 hari kerja. Kecelakaan kerja
merupakan kejadian atau peristiwa yang tidak diharapkan atau tidak diduga sama sekali. Dari hasil
penelitian menunjukkan bahwa kecelakaan yang disebabkan oleh faktor manusia (unsafe act) =
78% dan akibat faktor peralatan (unsafe condition) = 20% serta faktor lain-lain = 2%
(Depnakertrans RI, 2019).

1109 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


Berdasarkan studi awal dari kecelakaan yang terjadi di P.T. Cakrawala Dinamika Energi pada
tanggal 14 Desember 2018 yang menyebabkan Lost Time Injury (LTI), kecelakaan terjadi
dikarenakan tindakan tidak aman (unsafe action), Kronologi rombongan tim mekanik mendapatkan
panggilan dari tim produksi untuk melakukan perbaikan A2B di area front loading batu bara. Tim
mekanik segera menuju area front loading batu bara dengan menggunakan LV 01. Tim mekanik
terdiri dari beberapa orang dan salah satunya sdr. Agustianto. LV 01 dikendarai oleh sdr. Herman
Sutardi. Anggota tim mekanik menumpang pada bak LV 01. Ketika sampai pada area front loading
batu bara LV 01 mengalami mesin kejut saat dimatikan. Sdr. Agustianto terjatuh dari bak LV 01 ke
tanah dengan lengan terjatuh lebih dahulu. Dan studi awal kecelakaan kerja yang terjadi di P.T.
Cakrawala Dinamika Energi pada tanggal 19 Januari 2019 yang menyebabkan kerusakan aset atau
property damage, kecelakaan terjadi dikarenakan tindakan tidak aman (unsafe action).
Kronologi operator/driver Sdr. Dwi Susanto setelah muat batuan penutup dari front EC-10.
Menjalankan unit Iveco 682 TI-26 melewati jalan batuan penutup. Karena ada area disposal dekat
(berjarak 75 meter) berinisiatif dumping kearah disposal yang lebih dekat, seharusnya dumping di
disposal RL 48 berjarak 300 meter. Kemudian operator membelokkan unit ditikungan tajam terlalu
ke kiri (kondisi pikiran kosong-masalah keluarga), roda belakang sempat menabrak tanggul/naik
unit tetap dijalankan maju sehingga roda belakang masuk area beda tinggi jalan. Unit tergoncang
kekanan kemudian goncang membalik kekiri dan rebah ke kiri sejajar jalan dari front RL 42.
Dari analisis terjadinya kecelakaan tersebut, bahwa perilaku manusia merupakan penyebab
utama terjadinya kecelakaan kerja di perusahaan atau tempat kerja. Kecelakaan kerja dapat dicegah
dengan menerapkan prosedur Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Salah satu program K3
adalah pada faktor manusia (pekerja) selain dari pihak manajemen dari peralatan. desain dan
tekniknya. Pendekatan program tersebut yaitu pengembangan sumber daya manusia (SDM). Dari
pekerja diperlukan adanya usaha-usaha yang antara lain dilaksanakan pelatihan, kampanye
keselamatan dan kesehatan kerja dan lain-lain, juga termasuk didalamnya adalah budaya
keselamatan kerja. Budaya keselamatan kerja ini tidak kalah pentingnya untuk mendapatkan
perhatian dan pengembangan pada perusahaan atau tempat kerja secara berkelanjutan dan terus
menerus.
Dari data sekunder perusahaan diketahui bahwa P.T. Cakrawala Dinamika Energy Bengkulu
telah menerapkan prinsip manajemen K3 OHSAS 18001. Aspek-aspek yang dijalankan pada sistem
manajemen K3 OHSAS antara lain: Plan (Perencanaan), Do (Implementasi), Check (Pengukuran
dan Pemantauan), dan Action (Tinjauan Manajemen). Namun, penerapakan SMK3 OHSAS 18001
tersebut belum berjalan sepenuhnya. Artinya, penerapan tersebut hanya disesuaikan dengan
kebutuhan perusahaan dan belum diaplikasikan secara utuh. Sementara itu untuk penerapan SMK3

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 1110


berdasarkan OHSAS 18001: 2007 belum diaplikasikan oleh perusahaan karena dirasa belum perlu
dilaksanakan mengingat selama ini ada dua standar SMK3 yakni yang diatur dengan keputusan
pemerintah (berlaku nasional) dan standar yang berlaku secara internasional seperti OHSAS 18001.
Perusahaan menggunakan sebagian peraturan pemerintah dan sebagian lainnya menggunakan
standar OHSAS tersebut.
Pengembangan dapat dilakukan dengan terlebih dahulu mengetahui bagaimana profil budaya
keselamatan kerja pada industri tersebut. Dari hasil penilaian baru kemudian dapat dikembangkan
adanya budaya keselamatan kerja untuk mendapat hasil yang lebih baik, selain dilakukan
pengawasan serta pengembangan teknologi bervariasi. Untuk itu, perlu pengembangan budaya
keselamatan dan kesehatan kerja yang sesuai di bidang industri. Pada umumnya budaya
keselamatan dan kesehatan kerja dapat difokuskan pada 4 (empat) kunci utama adalah: (1) Sifat dari
budaya yang merupakan konsep dan karakter pendukung; (2) Potensi penilaian budaya keselamatan
kerja untuk pengembangan keselamatan dan kesehatan kerja secara berkelanjutan; (3)
Perkembangan indikator alat dan pengukur budaya yang sesuai; dan (4) Penerapan metodologi-
metodologi praktis (pada industri tertentu) dalam melakukan penilaian budaya keselamatan kerja
(Depnaker, 2008).
Di samping itu, di dalam konsideran Peraturan Menteri No.PER.05/ MEN/2006, tentang
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) disebutkan bahwa dengan
meningkatnya kecelakaan kerja di industri dan jasa, sehingga perlu diusahakan pencegahan dengan
menerapkan sistem managemen keselamatan dan kesehatan kerja, budaya keselamatan kerja sangat
erat hubungannya dengan SMK3, karena budaya keselamatan kerja merupakan bagian budaya
organisasi perusahaan.
Selain itu, penilaian budaya keselamatan kerja merupakan bagian dari langkah yang ada pada
penerapan SMK3 dan kriteria Audit SMK3. Langkah-langkah dalam sistem manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja adalah tercipta 5 (lima) langkah yaitu komitmen dan kebijakan,
perencanaan, penerapan, pengukuran dan evaluasi, tinjauan ulang serta peningkatan oleh pihak
manajemen secara berkelanjutan (Peraturan Menteri No.PER.05/MEN/2006).
Dari kelima langkah tersebut terdapat item yang termasuk dalam penilaian budaya
keselamatan kerja. Penilaian budaya keselamatan kerja merupakan hal-hal yang berkaitan dengan
perilaku pekerja, yang meliputi persepsi, sikap dan keyakinan perkerja terhadap aspek-aspek
keselamatan kerja. Budaya keselamatan kerja diartikan sebagai nilai dan keyakinan yang dapat
memberikan karakter tentang keselamatan pada perusahaan.
Dari penjelasan tersebut di atas, peneliti mencoba mengangkat profil budaya keselamatan dan
kesehatan kerja salah satu perusahaan industri yang berlokasi di Desa Marga Sakti dan sekitarnya,

1111 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


Kecamatan Ketahun, Napal Putih dan Giri Mulya, Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu.
Yaitu di perusahaan Tambang P.T. Cakrawala Dinamika Energi, karena beberapa alasan yang
kiranya cukup untuk melaksanakan penelitian. Alasan tersebut diantaranya: P.T. Cakrawala
Dinamika Energi, yang merupakan industri Batu Bara dengan potensi bahaya besar dan belum
pernah dilakukan penelitian mengenai implementasi budaya keselamatan dan kesehatan kerja untuk
mencegah terjadinya accident serta Fatality.

Permasalahan
Permasalahan yang akan dibahas lebih lanjut pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana perencanaan kebijakan penerapan budaya keselamatan dan kesehatan kerja di P.T.
Cakrawala Dinamika Energi Bengkulu?
2. Bagaimana penerapan budaya keselamatan dan kesehatan kerja di P.T. Cakrawala Dinamika
Energi Bengkulu?
3. Bagaimana pemeriksaan pelaksanaan budaya keselamatan dan kesehatan kerja di P.T.
Cakrawala Dinamika Energi Bengkulu?
4. Bagaimana peninjauan ulang pelaksanaan budaya keselamatan dan kesehatan kerja di P.T.
Cakrawala Dinamika Energi Bengkulu?

Tinjauan Pustaka
Keselamatan Kerja
Keselamatan Kerja adalah suatu kondisi yang bebas dari resiko kecelakaan atau kerusakan
atau dengan resiko yang relatif sangat kecil dibawah tingkat tertentu (Simanjuntak, 2014). Menurut
Miner (2015), keselamatan kerja pada prinsipnya menitik beratkan pada ada atau tidaknya
kesalahan pada sistem (System Failure) dan kesalahan pada manusia (Human Error), dengan
memperhatikan antara lain hal-hal sebagai berikut:
a. Seberapa sering Inspeksi Keselamatan Kerja dilakukan oleh siapa,
b. Bagaimana hazard dapat diidentifikasi,
c. Apa yang harus dilakukan jika terjadi kondisi tidak selamat (Unsafe Condition),
d. Pendekatan apa yang harus dilakukan terhadap pekerja yang beresiko terjadi kecelakaan,
e. Bagaimana sebaiknya pekerja baru diberi pelatihan-pelatihan berkaitan dengan keselamatan dan
kesehatan kerja dalam bekerja.
Pengukuran standar kerja didasarkan pada orientasi pekerja dalam melaksanakan tugas
dengan menggunakan pendekatan Achivement Orientation. Indikatornya adalah sebagai berikut:
a. Fokus pada kemajuan,

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 1112


b. Perhatian terhadap standar/prosedur,
c. Orientasi pada Efisiensi,
d. Orientasi pada hasil kerja,
e. Kompetitif,
f. Hubungan pekerja dengan kerja dan pemimpin,
g. Inovasi,
h. Optimis pada Sumber Daya Manusia (Depnakertrans, 2004).

Aspek-aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Aspek-aspek K3 berdasarkan International Labor Organization (ILO)
Menurut Bangun (2012:387) pada dasarnya penerapan system manajemen K3 secara umum
dapat dilakukan diberbagai bidang dan tingkatan adalah sama. Perbedaannya adalah hanya pada
kegiatan operasionalnya. Sistem manajemen K3 melaksanakan aktivitas-aktivitas manajemen yaitu
perencanaan, pengorganisasian, penyusunan dan pegawasan yang berkaitan dengan kegiatan
operasional organisasi. ILO (2013) menjelaskan bahwa dalam pelaksanaannya, K3 dapat dibagi ke
dalam dua kelompok besar, yakni penerapan dalam tingkat nasional dan penerapan dalam tingkat
organisasi.
Pada tingkat nasional, ILO (2013) memberikan panduan dalam Occuptional Safety and
Health-Management System (OSH-MS) sebagaimana tertera pada Gambar 1 berikut ini.

ILO Guidelines
on OSH-MS

OSH-MS

In
National
Guidelines on Organization
OSH-MS

Tailored
Guidelines on
OSH-MS

Gambar 1. Sistem K3 pada Tingkat Nasional


Sumber: Bangun (2012:388)

1113 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


Pada tingkat organisasi, termasuk pada elemen system manajemen K3 adalah: kebijakan
(policy), pengorganisasian (organizing), perencanaan dan implementasi (planning and
implementation) dan penggerakan (action for improvement) (Bangun, 2012).
Berdasarkan Gambar 2. diketahui bahwa menurut ketentuan ILO (Bangun, 2012), elemen-
elemen kritis untuk mencapai efektivitas dari system manajemen K3 antara lain: management
commitment and employee involvement, worksite analysis, hazard prevention and control, and
training for employees, supervisor, and managers. Sementara itu Barrick (Bangun, 2012)
menyebutkan bahwa elemen-elemen manajemen K3 adalah leadership and personel commitment,
training and competence, risk management, operationals controls and procedures, health and
wellness, contractor controls, incident investigation, emergency preparedness, performance
measurement and assessment.

Continual
Improve-
ment

Gambar 2. Sistem Keselamatan Kerja pada Tingkat Organisasi


Sumber: Bangun (2012)

Aspek-aspek K3 berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia


Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: Per.05/Men/2006 pasal 3, disebutkan
bahwa setiap perusahaan yang memperkerjakan tenaga kerja sebanyak serratus orang atau lebih dan
atau mengandung potensi bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik proses atau bahan produksi
yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja, seperti peledakan, kebakaran, pencemaran dan
penyakit akibat kerja, wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja.
System manajemen keselamatan dan kesehatan kerja wajib dilaksanakan oleh pengurus, perusahaan
dan seluruh tenaga kerja sebagai satu kesatuan (Bangun, 2012).

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 1114


Berdasarkan peraturan pemerintah tersebut, maka aspek-aspek penerapan manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja adalah sebagai berikut (Bangun, 2012):
1) Menetapkan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dan menjamin komitmen terhadap
penerapan system manajemen keselamatan dan kesehatan kerja.
2) Merencanakan pemenuhan kebijakan, tujuan dan sasaran penerapan keselamatan dan kesehatan
kerja.
3) Menerapkan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja secara efektif dengan mengembangkan
kemampuan dan mekanisme pendukung yang diperlukan untuk mencapai kebijakan, tujuan dan
sasaran keselamatan dan kesehatan kerja.
4) Mengukur, memantau, dan mengevaluasi kinerja keselamatan dan kesehatan kerja serta
melakukan tindakan perbaikan dan pencegahan.
5) Meninjau secara teratur dan meningkatkan pelaksanaan system manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja secara berkesinambungan dengan tujuan meningkatkan kinerja keselamatan dan
kesehatan kerja.

Aspek-aspek K3 berdasarkan Occuptional Health and Safety Assessment Series (OHSAS)


Occuptional Health and Safety Assessment Series (OHSAS) atau OHSAS 18001 adalah
suatu standar internasional untuk sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja. OHSAS
18001 diterbutkan pada Tahun 2007, menggantikan OHSAS Tahun 2009 dan dimaksudkan untuk
mengelola aspek kesehatan dan keselamatan kerja (K3) agar lebih baik. OHSAS 18001: 2007
menyediakan kerangka bagi efektivitas manajemen K3 termasuk kesesuaian dengan peraturan
perundang-undangan yang diterapkan pada aktivitas-aktivitas perusahaan dan mengenali adanya
bahaya-bahaya yang timbul dalam pelaksanaan aktivitas perusahaan tersebut.
Menurut OHSAS Guidelines (2007), OHSAS dapat diterapkan pada setiap organisasi yang
berkemauan untuk menghapuskan atau meminimalkan risiko bagi para karyawan dan pemegang
kepentingan lainnya yang berhubungan langsung dengan risiko K3 menyertai aktivitas-aktivitas
yang ada. Organisasi yang mengimplementasi OHSAS 18001:2007 memiliki struktur manajemen
yang terorganisir dengan wewenang dan tanggungjawab yang tegas, sasaran perbaikan yang jelas,
hasil pencapaian yang dapat diukur dan pendekatan yang terstruktur untuk penilaian risiko.
Demikian pula, pengawasan terhadap kegagalan manajemen, pelaksanaan audit kinerja dan
melakukan tinjauan ulang kebijakan dan sasaran K3.
Berdasarkan OHSAS 18001 Guidelines (2007), aspek-aspek yang diterapkan pada SMK3
adalah sebagai berikut:
1. Perencanaan (Plan)

1115 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


2. Implementasi (Do)
3. Pemeriksaan (Check)
4. Tinjaun Manajemen (Action)

Kerangka Analisis

Tujuan penelitian ini secara umum adalah menganalisis penerapan program kesehatan dan
keselamatan kerja di P.T. Cakrawala Dinamika Energi. Berdasarkan landasan teori yang
dikemukakan di atas, maka dapat digambarkan kerangka analisis sebagai berikut:

P.T. Cakrawala Dinamika


Energi Bengkulu

Perencanaan (Plan) Implementasi (Do) Pemeriksaan Tinjauan


(Check) Manajemen
- Identifikasi - Sumber daya, peran, (Action)
bahaya, penilaian tanggungjawab, - Pemantauan dan
risiko dan akuntabilitas dan wewenang pengaturan kinerja - Peninjauan sistem
penetapan - Kompetensi, pelatihan dan - Evaluasi K3 secara
pengendalian kepedulian kesesuaian terencana, untuk
- Peraturan - Komunikasi, partisipasi dan - Penyelidikan menjamin
perundangan dan konsultasi insenden, kesesuaian,
persyaratan lain - Dokumentasi ketidaksesuaian, kecukupan dan
- Tujan dan program - Pengendalian dokumen tidakan perbaikan keefektifannya
K3 - Pengendalian operasional dan pencegahan
- Kesiapsiagaan dan tanggap - Pengendalian
darurat catatan
- Audit internal

Penerapan Budaya Keselamatan


dan Kesehatan Kerja
Sumber: OHSAS (2007)
Gambar 3 Kerangka Analisis

Hasil dan Pembahasan

1. Deskripsi Aspek Perencanaan (Plan)


Aspek perencanaan dalam manajemen K3 yang diselenggarakan oleh P.T. Cakrawala
Dinamika Energi diukur dengan tiga indikator. Jawaban responden terhadap ketiga indikator
tersebut adalah sebagai berikut.

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 1116


Tabel 1. Jawaban Responden terhadap Aspek Perencanaan
Frekuensi Jawaban (Orang)
Rata-
No Variabel dan Indikator STS TS CS S SS Ket
rata
(1) (2) (3) (4) (5)
Identifikasi bahaya, penilaian
risiko dan penetapan Sangat
1 0 0 3 84 65 4.42
pengendalian K3 dilakukan terencana
dengan memadai
Perencanaan K3 dilaksanakan
2 sesuai dengan ketentuan 0 0 11 117 23 4.08 Terencana
perundang-undangan
Perencanaan K3 dilaksanakan
3 dengan tahapan perencanaan 0 0 6 127 18 4.08 Terencana
yang jelas
Nilai rata-rata 4.19 Terencana
Sumber: Hasil penelitian 2020, data diolah

Tabel 1 menjelaskan bahwa perencanaan K3 dalam perusahaan sudah dilaksanakan secara


memadai. Hal ini dilihat dari nilai rata-rata jawaban responden sebesar 4,19 berada pada kategori
“terencana”. Kondisi ini menunjukkan bahwa perencanaan K3 sudah dijalankan sebagaimana diatur
dalam ketentuan OHSAS. Dalam perencanaan tersebut, perusahaan sudah melakukan identifikasi
bahaya, penilaian risiko dan penetapan pengendalian risiko.

2. Deskripsi Aspek Pelaksanaan

Aspek pelaksanaan atau penerapan manajemen K3 yang diselenggarakan oleh P.T.


Cakrawala Dinamika Energi diukur dengan tujuh indikator. Jawaban responden terhadap ketujuh
indikator tersebut adalah sebagai berikut.

Tabel 2. Jawaban Responden terhadap Aspek Implementasi/Pelaksanaan

Frekuensi Jawaban (Orang)


Rata-
No Variabel dan Indikator STS TS CS S SS Ket
rata
(1) (2) (3) (4) (5)
Perusahaan menggunakan
sumber daya, peran,
Sangat
1 tanggungjawab, akuntabilitas 0 0 0 97 54 4.36
Terlaksana
dan wewenang dalam
pelaksanaan K3
Perusahaan menetapkan
karyawan sebagai pelaksana
Sangat
2 K3 dengan melihat 0 0 13 80 58 4.30
Terlaksana
kompetensi, pelatihan dan
kepeduliannya
3 Pelaksanaan K3 di dalam 0 11 29 57 54 4.02 Terlaksana

1117 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


Frekuensi Jawaban (Orang)
Rata-
No Variabel dan Indikator STS TS CS S SS Ket
rata
(1) (2) (3) (4) (5)
perusahaan dilakukan dengan
membangun komunikasi,
partisipasi dan konsultasi
secara rutin
Pendokumentasian kegiatan Sangat
4 0 0 0 109 42 4.28
K3 dilakukan dengan baik Terlaksana
Seluruh dokumen K3
dibukukan dalam sistem Sangat
5 0 0 13 80 58 4.30
administrasi dokumen K3 Terlaksana
yang lengkap
Pelaksanaan kegiatan K3
6 dilakukan dengan tahapan 0 11 29 57 54 4.02 Terlaksana
yang jelas
Pelaksanaan K3 dilakukan
dengan menjalankan aspek Sangat
7 0 0 0 109 42 4.28
kesiapsiagaan dan tanggap Terlaksana
darurat yang tepat
Sangat
Nilai rata-rata 4.22
Terlaksana
Sumber: Hasil penelitian 2020, data diolah

Tabel 2 menjelaskan bahwa pelaksanaan atau implementasi K3 dalam perusahaan sudah


dilaksanakan secara memadai. Hal ini dilihat dari nilai rata-rata jawaban responden sebesar 4,21
berada pada kategori “sangat terlaksana”. Kondisi ini menunjukkan bahwa perencanaan K3 sudah
dijalankan sebagaimana diatur dalam ketentuan OHSAS. Dalam pelaksanaan tersebut, perusahaan
sudah mengoptimalkan sumber daya, peran, tanggungjawab, akuntabilitas dan wewenang yang
jelas.

3. Deskripsi Pemeriksaan K3

Aspek pemeriksaan manajemen K3 yang diselenggarakan oleh P.T. Cakrawala Dinamika


Energi diukur dengan lima indikator. Jawaban responden terhadap kelima indikator tersebut adalah
sebagai berikut.

Tabel 3. Jawaban Responden terhadap Aspek Pemeriksaan K3


Frekuensi Jawaban (Orang)
Rata-
No Variabel dan Indikator STS TS CS S SS Ket
rata
(1) (2) (3) (4) (5)
Pemantauan dan pengukuran
Sangat
1 kinerja K3 dilakukan dengan 0 0 13 81 57 4.21
Terperiksa
tepat
Evaluasi kesesuaian antara Sangat
2 0 0 0 109 42 4.28
rencana dan pelaksanaan K3 Terperiksa

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 1118


Frekuensi Jawaban (Orang)
Rata-
No Variabel dan Indikator STS TS CS S SS Ket
rata
(1) (2) (3) (4) (5)
dilaksanakan dengan tepat
Penyelidikan insiden, ketidak-
sesuaian, tindakan perbaikan dan Sangat
3 0 0 0 74 77 4.51
pencegahan dalam K3 Terperiksa
dilaksanakan secara tepat
Pengendalian catatan dalam K3 Sangat
4 0 0 0 76 75 4.50
dilakukan secara memadai Terperiksa
Audit internal pelaksanaan K3
Sangat
5 dijalankan sesuai dengan 0 0 17 71 63 4.30
Terperiksa
mekanisme yang tepat
Sangat
Nilai rata-rata 4.36
Terperiksa
Sumber: Hasil penelitian 2020, data diolah

Tabel 3 menjelaskan bahwa pemeriksaan pada program K3 dalam perusahaan sudah


dilaksanakan secara memadai. Hal ini dilihat dari nilai rata-rata jawaban responden sebesar 4,36
berada pada kategori “sangat terperiksa”. Kondisi ini menunjukkan bahwa pemeriksaan K3 sudah
dijalankan sebagaimana diatur dalam ketentuan OHSAS. Dalam pemeriksaan tersebut, perusahaan
sudah melakukan identifikasi bahaya, penilaian risiko dan penetapan pengendalian risiko.

4. Aspek Tinjauan Manajemen K3


Dalam perencanaan tersebut, perusahaan sudah melakukan identifikasi bahaya, penilaian risiko dan
penetapan pengendalian risiko. Jawaban responden terhadap kedua indikator tersebut adalah sebagai berikut.
Tabel 4. Jawaban Responden terhadap Aspek Peninjauan K3
Frekuensi Jawaban (Orang)
Rata-
No Variabel dan Indikator STS TS CS S SS Ket
rata
(1) (2) (3) (4) (5)
Peninjauan ulang pelaksanaan Sangat
1 0 0 3 103 77 4.53
K3 dilakukan secara berkala Tertinjau
Rekomendasi dijalankan
Sangat
2 sebagai upaya tindak lanjut dari 0 0 13 142 28 4.53
Tertinjau
evaluasi kinerja K3
Sangat
Nilai rata-rata 4.53
Tertinjau
Sumber: Hasil penelitian 2020, data diolah
Tabel 4 menjelaskan bahwa peninjauan K3 dalam perusahaan sudah dilaksanakan secara memadai.
Hal ini dilihat dari nilai rata-rata jawaban responden sebesar 4,53 berada pada kategori “sangat tertinjau”.
Kondisi ini menunjukkan bahwa perencanaan K3 sudah dijalankan sebagaimana diatur dalam ketentuan
OHSAS. Kegiatan identifikasi sumber-sumber berbahaya dilakukan oleh tim K3 P.T. Cakrawala Dinamika
Energi Bengkulu untuk mengelompokkan jenis dan potensi bahaya dalam pelaksanaan K3. Potensi-potensi
tersebut dikelompokkan pada dua kelompok utama, yakni potensi risiko kecelakaan kerja dan potensi risiko

1119 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


penyakit akibat kerja. Potensi risiko kecelakaan kerja disebabkan karena penggunaan peralatan kerja yang
dapat mengakibatkan kecelakaan kerja, sedangkan potensi risiko penyakit akibat kerja karena terpapar
penyakit (ketularan penyakit) karena adanya interaksi antara sesama karyawan.

Pembahasan
1. Perencanaan (Plan)
Perencanaan adalah perumusan terhadap aktivitas-aktivitas dalam pelaksanan SMK3 di dalam
P.T. Cakrawala Dinamika Energi Bengkulu dilakukan melalui tiga aspek, yakni perencanaan
mengenai dari identifikasi bahaya, penilaian risiko dan penetapan pengendalian; perencanan
berdasarkaan peraturan perundang-undangan dan persyaratan lain, serta perencanaan yang
didasarkan pada tujuan dan program K3.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa perencanaan K3 di P.T. Cakrawala Dinamika
Energi Bengkulu secara umum sudah dilaksanakan secara memadai. Kondisi ini menunjukkan
bahwa perencanaan K3 sudah dijalankan sebagaimana diatur dalam ketentuan OHSAS. Dalam
perencanaan tersebut, perusahaan sudah melakukan identifikasi bahaya, penilaian risiko dan
penetapan pengendalian risiko. Hal tersebut juga didukung dari informasi hasil wawancara,
pengamatan (observasi) dan dokumentasi bahwa perencanaan sudah dijalankan dengan memadai.
Rencana-rencana kerja dari K3 di P.T. Cakrawala Dinamika Energi Bengkulu di antaranya adalah
melakukan pemeriksaan kesehatan setiap bulan/triwulan/ caturwulan/semester kepada setiap
karyawan P.T. Cakrawala Dinamika Energi Bengkulu. Pemeriksaan dilakukan melalui prosedur
general check-up dengan melihat kondisi kesehatan karyawan.
Dalam melakukan identifikasi bahaya, P.T. Cakrawala Dinamika Energi Bengkulu membuat,
menerapkan dan memelihara prosedur untuk mengidentifikasi bahaya yang ada, penilaian risiko,
dan penerapan pengendalian yang diperlukan. Prosedur untuk mengidentifikasi bahaya dan menilai
risiko dilakukan dengan memperhatikan: Aktivitas rutin dan tidak rutin, Aktiviyas seluruh personil
yang mempunyai akses ke tempat kerja (termasuk kontraktok dan tamu), Perilaku manusia,
kemamuan dan faktor-faktor manusia lainnya, Bahaya-bahaya yang timbul dari luar tempat kerja
yang berdampak pada kesehatan dan keselamatan personil pada di dalam kendali perusahaan di
lingkungan tempat kerja, Bahaya-bahaya yang terjadi di sekitar tempt kerja hasil aktivitas kerja
yang terkait di dalam kendali perusahaan, Prasarana, peralatan dan material di tempat kerja, yang
disediakan baik oleh perusahaan maupun pihal lain, Perubahan-perubahan atau usulan perubahan di
dalam perusahaan, aktivitas-aktivitas atau material, Modifikasi sistem manajemen K3 termasuk
perubahan sementara dan dampaknya kepada operasional, proses-proses dan aktivitas-aktivitas,
Adanya kewajiban perundangan yang relevan terkait dengan penilaian risiko dan penerapan

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 1120


pengendalian yang dibutuhkan, dan rancangan area-area kerja, proses-proses, instalasi-instalasi,
mesin/peralatan, prosedur operasional dan organisasi kerja, termasuk adaptasinya kepada
kemampuan manusia.
Metode yang dipergunakan oleh P.T. Cakarawala Dinamika Energi Bengkulu dalam
melakukan identifikasi bahaya dan penilaian risiko adalah: Ditetapkan dengan memperhatikan
ruang lingkup, sifat dan waktu untuk memastikan metodenya proaktif, Menyediakan identifikasi,
prioritas dan dokumentasi risiko-risiko dan penerapan pengendalia, sesuai keperluan, Untuk
mengelola perubahan, P.T. Cakrawala Dinamika Energi mengidentifikasi bahaya-bahaya K3 dan
risiko-risiko K3 terkait dengan perubahan di dalam perusahaan, sistem manajemen K3 atau
aktivitas-aktivitasnya sebelum menerapkan perubahan tersebut. Perusahaan memastikan hasil dari
penilaian ini dipertimbangkan dalam menetapkan pengendalian. Saat menetapkan pengendalian,
atau mempertimbangkan perubahan atas pengendalian yang ada saat ini, pertimbangan diberikan
untuk menurunkan risiko berdasarkan hirarki sebagai berikut: elimasi, substitusi, pengendalian
teknik, rambu/peringatan dan/atau pengendalian administrasi dan alat pelindung diri.
P.T. Cakrawala Dinamika Energi mendokumentasi dan memelihara hasil identifikasi bahaya,
penilaian risiko dan penetapan pengendalian selalu terbaru. Perusahaan juga memastikan bahwa
risiko-risiko K3 dan penetapan pengendalian dipertimbangkan saat membuat, menerapkan dan
memelihara sistem manajemen K3 perusahaan. P.T. Cakrawala Dinamika Energi Bengkulu
membuat, menerangkan dan memelihara suatu prosedur untuk mengidentifikasi dan mengakses
peraturan perundang-undangan dan persyaratan K3 lainnya yang diaplikasikan untuk K3.
Perusahaan juga memastikan bahwa peraturan perundangan yang persyaratan lain yang relevan di
mana perusahaan mendapatkannya harus dipertimbangkan dalam membuat, menerapkan dan
memelihara sistem manajemen K3 perusahaan. Perusahaan harus memutakhirkan informasi ini.
Perusahaan juga harus mengkomunikasikan peraturan perundang-undangan dan persyaratan lain
yang relevan kepada seluruh karyawan dan pihak lain jika melakukan inspeksi atau kunjungan ke
dalam perusahaan.
P.T. Cakrawala Dinamika Energi Bengkulu mempuat, menerapkan dan memelihara tujuan
dan sasaran K3 yang terdokumentasi pada setiap fungsi dan tingkat yang relevan di dalam
perusahaan. Tujuan-tujuan harus dapat diukur, bila memungkinkan dan konsisten dengan kebijakan
K3, termasuk komitmen untuk mencegah cidera dan sakit penyakit, memenuhi peraturan perundang
yang relevan dan persyaratan lain di mana perusahaan mendapatkan dan untuk peningkatan
berkelanjutan.
Pada saat membuat dan meninjau tujuan-tujuan tersebut, perusahaan harus
mempertimbangkan peraturan perundang-undangan dan persyaratan K3 lainnya di mana perusahaan

1121 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


mendapatkan dan risiko-risiko K3. Juga mempertimbangkan aspek-aspek teknologi, aspek
keuangan, persyaratan operasional dan bisnis, dan pandangan dari pihak-pihak terkait. Perusahaan
membuat, menerapkan dan memelihara suatu program untuk mencapai tujuan-tujuan perusahaan.
Program yang dijalankan antara lain: Penunjukkan penanggungjawab dan kewenangan untuk
mencapai tujuan pada setiap fungsi dan tingkat perusahaan, dan Cara-cara dan jangka waktu untu
mencapai tujuan.
Terkait dengan penjelasan di atas, diketahui bahwa keselamatan kerja (OHSAS, 2007) adalah
upaya keselamatan yang diterapkan ditempat kerja. Keselamatan sendiri mempunyai pengertian
bebas interaksi antara manusia-mesin-media yang berakibat kerusakan sistem degradasi dari misi
sukses, hilang jam kerja atau luka pada pekerja. Sedangkan gagalnya upaya keselamatan umumnya
disebabkan oleh hubungan sistem kerja manusia-alat-bahan-komponen lingkungan yang
menghasilkan masalah besar sebagai akibat kurang baiknya pengawasan di industri (Dyhrberg,
2009).
ILO dalam resolusinya menyatakan ada 3 prinsip dasar tentang keselamatan dan kesehatan
kerja yaitu (Depnakertrans, 2008/2009), yakni: (1) Pekerja haruslah terdapat pada lingkungan kerja
yang aman, sehat dan selamat; (2) Kondisi pekerjaan harus sesuai dengan pekerja dan (3) Pekerja
haruslah sesuatu yang nyata sebagai prestasi individu, pemenuhan secara pribadi dan untuk
pelayanan masyarakat umum.
Studi ini selaras dengan hasil temuan dari penelitian Efran (2009) yang melakukan penelitian
tentang Implementasi Budaya Kesehatan dan keselamatan kerja untuk pencegahan kecelakaan kerja
di P.T. Sapta Sentosa Jaya Abadi. Dalam penelitiannya analisis data dilakukan secara kualitatif
denagn cara berulang-ulang dan berkesinambungan antara pengumpulan data dan analisis data.
Hasil penelitiannya menunjukan bahwa penerapan budaya kesehatan dan keselamatan kerja dapat
meningkatkan produktifitas kerja karyawan.

2. Implementasi (Do)
Dari hasil penelitian diketahui bahwa pelaksanaan atau penerapan manajemen K3 yang
diselenggarakan oleh P.T. Cakrawala Dinamika Energi sudah dilaksanakan secara memadai.
pelaksanaan K3 sudah dijalankan sebagaimana diatur dalam ketentuan OHSAS. Dalam pelaksanaan
tersebut, perusahaan sudah mengoptimalkan sumber daya, peran, tanggungjawab, akuntabilitas dan
wewenang yang jelas. Dari hasil kuesioner, wawancara, pengamatan dan studi dokumentasi
diketahui bahwa pelaksanaan program K3 dijalankan sesuai dengan rencana kerja yang telah
ditetapkan. Kondisi ini dilakukan untuk menjalankan kebijakan perusahaan sebagaimana telah
diamanatkan dalam ketentuan perundang-undangan. Dalam mencapai tujuan kesehatan dan

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 1122


keselamatan kerja di P.T. Cakrawala Dinamika Energi Bengkulu telah menunjuk personel yang
mempunyai kualifikasi yang sesuai.
Penerapan dan operasi adalah tindakan pelaksanaan penerapan SMK3 di dalam perusahaan.
Aspek-aspek yang diterapkan adalah sumberdaya, peran, tanggungjawab, akuntabilitas dan
wewenang dan sebagainya. Dari hasil penelitian, penerapan manajemen K3 dilaksanakan dengan
didasarkan pada sumber daya, peran, tanggungjawab dan akuntabilitas serta wewenang. Manajemen
puncak P.T. Cakrawana Dinamika Energi Bengkulu menjadi penanggungjawab tertinggi untuk
sistem manajemen K3. Manajemen puncak memperhatikan komitmennya dengan cara: Pertama,
Memastikan ketersediaan sumber daya yang esensial untuk membuat, menerapkan, memelihara dan
meningkatkan sistem manajemen K3.; Kedua, Menetapkan peran-peran, alokasi tanggungjawab dan
akuntabilitas, dan delegasi wewenang untuk menfasilitasi efektivitas sistem manajemen K3, peran,
tanggungjawab, akuntabilitas dan wewenang didokumentasikan dan dikomunikasikan. Perusahaan
menunjuk seorang anggota manajemen puncak dengan tanggungjawab khusus K3, di luar
tanggungjawabnya, dan menetapkan peran-peran dan wewenang untuk menjamin sistem
manajemen K3 dibuat, diterapkan dan dipelihara sesuai dengan standar OHSAS dan melaporkan
kinerja sistem manajemen K3 kepada manajemen puncak untuk dikaji dan sebagai dasar untuk
peningkatan sistem manajemen K3.
Penunjukkan anggota manajemen puncak harus tersedia kepada seluruh orang yang bekerja
di dalam kendali perusahaan. Semuanya dengan tanggungjawab manajamen harus memperhatikan
komitmennya untuk meningkatkan kinerjaa K3. Perusahaan memastikan bahwa orang-orang yang
berada di tempat kerja bertanggungjawab untuk aspek-aspek K3 di dalam kendali mereka, termasuk
kepatuhn pada persyaratan K3 perusahaan yang relevan.
P.T. Cakrawala Dinamika Energi memastikan bahwa setiap orang dalam pengendaliannya
yang melakukan tugas-tugas yang mempunuai dampak pada K3 harus kompeten sesuai dengan
tingkat pendidikan, pelatihan dan/atau pengalaman dan menyimpan catatan-catatannya. Perusahaan
mengidentifikasi kebutuhan pelatihan sesuai dengan risiko-risiko K3 terkait dan sistem manajemen
K3. Perusahaan menyediakan pelatihan atau mengambil tindakan untuk memenuhi kebutuhan
tersebut, melakukan evaluasi efektivitas pelatihan atau tindakan yang diambil, dan menyimpan
catatan-catatannya.
Perusahaan harus membuat, menerapkan dan memelihara prosedur untuk memastikan semua
orang yang bekerja dalam pengendaliannya peduli akan: (a) Konsekuensi-konsekuensi K3, yang
actual atau potensial, kegiatan kerjanya, perilakunya serta manfaat-manfaat K3 untuk peningkatan
kinerja perorangan; (b) Peranan dan tanggungjawabnya dan pentingnya dalam mencapai kesesuaian
dengan kebikjakan dan prosedur-prosedur K3 dan dengan persyaratan sistem manajemen K3,

1123 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


termasuk persyatan kesiapsiagaan dan tanggap darurat; (d) Konsekuensi potensial dari
penyimpangan dari prosedur yang telah ditetapkan; dan (e) Prosedur pelatihan dilakukan dengan
memperhatikan tingkat perbedaan dari: (a) tanggungjawab, kemampuan, bahasa dan keterampilan
dan (b) risiko.
Selanjutnya, sesuai dengan bahaya-bahaya K3 dan sistem manajemen K3, perusahaan
membuat, menerapkan dan memelihara prosedur untuk momunikasi internal antar berbagai
tingkatan dan fungsi dalam organisasi, komunikasi dengan para kontraktor dan tampu lainnya ke
tempat kerja dan menerima, mendokumentasikan dan merespon komunikasi yang relevan dari
pihak-pihak eksternal terkait.
Selain itu, perusahaan juga membuat, menerapkan dan memelihara prosedur untuk:
Partisipasi pekerja melalui keterlibatannya dan identifikasi bahaya, penilaian risiko dan penetapan
pengendalian, keterlibatannya dalam penyelidikan insenden, keterlibatan dalam pengembangan dan
peninjauan kebijakan dan tujuan K3, konsultasi di mana ada perubahan yang berdampak pada K34,
diwakilkan dalam hal-hal terkait K3. Pekerja harus diinformasikan terkait pengaturan partisipasi,
termasuk siapa yang menjadi wakil mereka dalam hal-hal terkait K3 dan konsultasi dengan para
kontraktor atas perubahan-perubahan yang terjadi dan berdampak pada K3.
Dokumentasi sistem manajemen K3 harus termasuk kebijakan K3 dan sasaran-sasaran,
penjelasan ruang lingkup sistem manajemen K3, penjelasan elemen-elemen inti sistem manajemen
dan interaksinya, dan rujukannya ke dokumen-dokumen terkait; dokumen-dokumen, termasuk
catatan-catatan yang diisyaratkan oleh OHSAS, dokumen-dokumen, termasuk catatan-catatan yang
diterapkan oleh perusahaan yang dianggap penting untuk memastikan perencanaan, operasi dan
pengendalian proses yang berhubungan dengan pengendalian risiko-risiko K3 efektif.
Dokumen-dokumen yang diisyaratkan untuk sistem manajemen K3 dan standar OHSAS
harus terkendali. Catatan merupakan jenis khusus dokumen dan harus terkendali sesuai dengan
persyaratan yang dinyatakan dalam dokumentasi K3. Perusahaan membuat, menerapkan dan
memelihara prosedur untuk: (a) Menyetujui kecukupan dokumen-dokumen sebelum diterbitkan; (b)
Meninjau dokumen secara berkala, dirubah bila diperlukan dan disetujui kecukupannya; (c)
Memastikan perubahan-perubahan dan status revisi saat ini dalam dokumen teridentifikasi; (d)
Memastikan versi yang relevan dari dokumen yang diterapkan tersedia di tempat penggunaan; (e)
Memastikan bahwa dokumen-dokumen dapat terbaca dan dengan cepat teridentifikasi; (f)
Memastikan bahwa dokumen-dokumen yang berasal dari luar dan dianggap penting oleh
perusahaan untuk perencanaan dan operasi sistem manajemen K3 diidentifikasi dan didistribusikan
secara terkendali; (g) Mencegah penggunaan dokumen kadaluarsa dan menetapkan identifikasi jika
dipertahankan untuk tujutn tertentu.

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 1124


P.T. Cakrawala Dinamika Energi mengidentifikasi operasi-operasi dan kegiatan-kegiatan
yang berkaitan dengan bahaya-bahaya yang teridentifikasi di mana kendali pengukuran perlu
dilakukan untuk mengendalikan risiko-risiko K3. Hal ini harus termasuk manajemen perubahan.
Operasi dan kegiatan-kegiatan tersebut, perusahaan menerapkan kendali-kendali operasional, sesuai
keperluan perusahaan dan aktivitas-aktivitasnya; organisasi mengintegrasikan kendali-kendali
operasionalnya ke dalam sistem manajemen K3 secara keseluruhan. Selain itu, perusahaan juga
melakukan pengendalian terkait pembelian material, peralatan dan jasa-jasa, pengendalian terkait
para kontraktor dan tamu-tamu lain ke tempat kerja, mendokumentasikan prosedur-prosedur,
mencakup situasi-situasi di mana ketiadannya dapat menyebabkan penyimpangan-penyimpangan
dari kebijakan dan tujuan-tujuan K3 serta menetapan kriteria-kriteria operasi yang telah ditetapkan
dimana ketiadaannya dapat menyebabkan penyimpangan-penyimpangan dari kebijakan dan tujuan-
tujuan K3.
Kemudian dalam pelaksanaan K3, P.T. Cakrawala Dinamika Energi Bengkulu membuat,
menerapkan dan memelihara prosedur tanggap darurat yang dipergunakan untuk mengidentifikasi
potensi keadaan darurat, dan untuk menanggapi keadaan darurat. Perusahaan menanggapi keadaan
darurat actual dan mencegah atau mengurangi akibat-akibat penyimpangan terkait dengan dampak-
dampak K3. Dalam perancangan tanggap darurat perusahaan mempertimbangkan kebutuhan-
kebutuhan pihak-pihak terkait yang relevan, misalnya jasa keaadan darurat dan masyarakat sekitar.
Perusahaan juga secara berkala menguji prosedur untuk menangapi keadaan darurat, jika
dapat dilakukan melibatkan pihak-pihak terkait yang relevan sesuai keperluan. Perusahaan juga
harus meninjau secara periodic dan apabila diperlukan merubah prosedur kesiapsiagaan dan
tanggap darurat, secara khusus, setelah pengujan periodic dan setelah terjadinya keadaan darurat.
Menurut ketentuan OHSAS (Bangun, 2012), elemen-elemen kritis untuk mencapai
efektivitas dari system manajemen K3 antara lain: management commitment and employee
involvement, worksite analysis, hazard prevention and control, and training for employees,
supervisor, and managers. Sementara itu Barrick (Bangun, 2012) menyebutkan bahwa elemen-
elemen manajemen K3 adalah leadership and personel commitment, training and competence, risk
management, operationals controls and procedures, health and wellness, contractor controls,
incident investigation, emergency preparedness, performance measurement and assessment.
Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: Per.05/Men/2006 pasarl 3, disebutkan
bahwa setiap perusahaan yang memperkerjakan tenaga kerja sebanyak serratus orang atau lebih dan
atau mengandung potensi bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik proses atau bahan produksi
yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja, seperti peledakan, kebakaran, pencemaran dan
penyakit akibat kerja, wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja.

1125 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


System manajemen keselamatan dan kesehatan kerja wajib dilaksanakan oleh pengurus, perusahaan
dan seluruh tenaga kerja sebagai satu kesatuan (Bangun, 2012)

3. Pemeriksaan (Check)
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pemeriksaan pada program K3 dalam
perusahaan sudah dilaksanakan secara memadai. Kondisi ini menunjukkan bahwa perencanaan K3
sudah dijalankan sebagaimana diatur dalam ketentuan OHSAS. Dalam perencanaan tersebut,
perusahaan sudah melakukan identifikasi bahaya, penilaian risiko dan penetapan pengendalian
risiko. P.T. Cakrawala Dinamika Energi Bengkulu sudah memiliki sistem untuk mengukur,
memantau dan mengevaluasi kinerja Sistem Manajemen K3 dan hasilnya sudah dianalisis guna
menentukan keberhasilan atau untuk melakukan identifikasi tindakan perbaikan. Hasil penyebaran
kuesioner, wawancara, pengamatan dan studi dokumentasi diketahui bahwa kegiatan identifikasi
sumber-sumber berbahaya dilakukan oleh tim K3 P.T. Cakrawala Dinamika Energi Bengkulu untuk
mengelompokkan jenis dan potensi bahaya dalam pelaksanaan K3. Potensi-potensi tersebut
dikelompokkan pada dua kelompok utama, yakni potensi risiko kecelakaan kerja dan potensi risiko
penyakit akibat kerja. Potensi risiko kecelakaan kerja disebabkan karena penggunaan peralatan
kerja yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja, sedangkan potensi risiko penyakit akibat kerja
karena terpapar penyakit (ketularan penyakit) karena adanya interaksi antara sesama karyawan.
Pemeriksaan dalam OHSAS 18001 adalah kegiatan mengevaluasi pelaksanaan SMK3 di
dalam perusahaan. Hal-hal yang dilaksanakan antara lain: Pemantauan dan pengukuran kinerja,
Evaluasi kesesuaian, Penyelidikan insiden, ketidaksesuaian, tindakan perbaikan dan pencegahan,
Pengendalian catatan dan Audit internal. P.T. Cakrawala Dinamika Energi membuat, menerapkan
dan memelihara prosedur untuk memantau dan mengukur kinerja K3 secara teratur. Prosedur ini
dibuat untuk pengukuran kualitatif dan kuantitatif, sesuai dengan keperluan organisasi, memantau
perluasan yang memungkinkan tujuan K3 perusahaan tercapai, memantau efektivitas pengendalian-
pengendalian (untuk kesehatan juga keselamatan), mengukur kinerja secara proaktif untuk
memantau kesesuaian dengan program manajemen K3, pengendalian dan kriteria operasional,
mengukur kinerja secara reaktif untuk memantau kecelakaan, sakit penyakit, insiden (termasuk
nyaris terjadi, dll) dan bukti catatan lain penyimpangan kinerja K3 dan mencatat data dan hasil
pemantauan dan mengukur kecukupan untuk melakukan analisisi tindakan perbaikan dan
pencegahan lanjutan.
Jika peralatan pemantauan digunakan untuk mengukur dan memantai kinerja, perusahaan
membuat dan memelihara prosedur untuk kalibrasi dan pemeliharaan peralatan tersebut, sesuai
keperluan. Catatan hasil kalibrasi dan pemeliharaan hasil-hasil harus disimpan. Konsistem dengan

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 1126


komitmen perusahaan untuk kepatuhan, perusahaan menetapkan, menerapkan dan memelihara
prosedur untuk secara periodic mengevaluasi kepatuhannya kepada peraturan perundangan yang
relevan. Perusahaan menyimpan catatan-catatan hasil dari evaluasi kesesuaian periodiknya.
Perusahaan juga mengevaluasi kepatuhannya dengan persyaratan lain di mana
mendapatkannya. Perusahaan dapat menggabungkan evaluasi ini dengan evaluasi kepatuhannya
kepada peraturan perundangan yang sesuai dengan atau membuat proedur yang terpisah. Selain itu,
perusahaan harus menyimpan catatan-catatan dari hasil evaluasi periodiknya.
Perusahaan membuat, menerapkan dan memelihara prosedur untuk mencatat, menyelidiki
dan menganalisis insiden-insiden untuk menetapkan penyebab penyimpangan K3 dan faktor-faktor
lain yang dapat menyebabkan atau berkontribusi atas terjadinya insiden, mengidentifikasi
kebutuhan untuk mengambil tindakan perbaikan, mengidentifikasi kesempatan melakukan tindakan
pencegahan, mengidentifikasi kesempatan untuk melakukan peningkatan berkelanjutan dan
mengkomunikasikan hasil-hasil dari penyelidikan.
Penyelidikan ini harus dilakukan dalam waktu yang terukur. Setiap tindakan perbaikan yang
diambil atau kesempatan untuk melakukan tindakan pencegahan harus terkait dan sesuai dengan
ketentungan perundangan yang berlaku. Hasil dari penyelidikan insiden ini harus didokumentasikan
dan dipelihara. Perusahaan harus membuat, menerapkan dan memelihara prosedur untuk menangani
ketidaksesuaian-ketidaksesuaian yang actual dan potensial dan untuk melakukan tindakan perbaikan
dan tindakan pencegahan. Prosedur harus menetapkan persyaratan-persyaratan untuk: (a)
Mengidentifikasi dan memperbaiki ketidaksesuaian dan mengambil tindakan perbaikan untuk
mengurangi dampak K3; (b) Menyelidiki ketidaksesuaian, menetapkan penyebab-penyebab dan
mengambil tindakan-tindakan untuk mencegah terjadi lagi; (c) Evaluasi kebutuhan untuk
melakukan tindakan pencegahan dan menerapkan tindakan yang dirancang untuk mencegah agar
tidak terjadi; (d) Mencatat dan mengkomunikasikan hasil-hasil tindakan perbaikan dan tindakan
pencegahan yang dilakukan; dan (e) Meninjau efektivitas tindakan perbaikan dan tindakan
pencegahan yang dilakukan.
Bila tindakan perbaikan dan tindakan pencegahan menimbulkan adanya bahaya-bahaya
baru atau yang berubah atau perlu adanya pengendalian baru atau diperbaiki, prosedur ini harus
mensyaratkan bahwa tindakan-tindakan yang dilaksanakan sudah melalui penilaian risiko sebelum
diterapkan. Setiap tindakan perbaikan dan tindakan pencegahan yang diambil untuk menghilangkan
akar penyebab ketidasesuaian yang actual dan potensial harus sesuai dengan besarnya masalah dan
seimbang dengan risiko-risko K3 yang dihadapi. Perusahaan memastikan bahwa setiap perubahan
yang timbul dari tindakan perbaikan dan pencegahan dibuatkan dalam dokumentasi sistem
manajemen K3.

1127 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


Perusahaan membuat dan memelihara catatan sesuai keperluan untuk memperlihatkan
kesesuaian dengan persyaratan sistem manajemen K3 perusahaan dan standar OHSAS serta hasil-
hasil yang dicapai. Perusahaan membuat, menerapkan dan memelihara prosedur untuk
mengidentifikasi, menyimpan, melindungi, mengambil, menahan dan membuang catatan-catatan.
Catatan harus dan tetap dapat dibaca, terindentifikasi dan dapat dilacak.
Perusahaan membuat dan memelihara program dan prosedur untuk pelaksanaan audit sistem
manajemen K3, secara berkala agar dapat menentukan apakah sistem K3 sesuai dengan pengaturan
yang direncanakan untuk manajemen K3, termasuk persyaratan standar OHSAS, telah diterapkan
dan dipelihara secara baik, dan efektif memenuhi kebijakan dan tujuan-tujuan organisasi. Selain itu,
memberikan informasi tentang hasil audit kepada pihak manajemen program audit harus
direncanakan, dibuat, diterapkan dan dipelihara oleh perusahaan, sesuai dengan hasil penilaian
risiko dari aktivitas-aktivitas perusahaan dan hasil audit waktu yang lalu. Prosedur audit yang dibuat
dan diterapkan menjelaskan tanggungjawab, kompetensi dan persyaratan untuk merencanakan dan
melaksanakan audit, melaporkan hasil audit dan menyimpan catatan-catatan terkait serta
menetapkan kriteria, ruang lingkup, frekuensi dan metode audit. Pemilihan adit dan pelaksanana
audit harus memastikan objektivitas dan idenpendesinya selama proses audit.
Menurut Bangun (2012:387) pada dasarnya penerapan system manajemen K3 secara umum
dapat dilakukan diberbagai bidang dan tingkatan adalah sama. Perbedaannya adalah hanya pada
kegiatan operasionalnya. Sistem manajemen K3 melaksanakan aktivitas-aktivitas manajemen yaitu
perencanaan, pengorganisasian, penyusunan dan pegawasan yang berkaitan dengan kegiatan
operasional organisasi. ILO (2013) menjelaskan bahwa dalam pelaksanaannya, K3 dapat dibagi ke
dalam dua kelompok besar, yakni penerapan dalam tingkat nasional dan penerapan dalam tingkat
organisasi.
The International Nuclear Safety Advisory Group (INSAG) menciptakan istilah ini pada
tahun 1986, sehubungan dengan respon terhadap kecelakaan di Chernobyl, bahwa “Budaya
Keselamatan Kerja didefinisikan sebagai yang mempertemukan karakteristik dan perilaku
diorganisasi dan pada individu yang berkembang bahwa, sebagai prioritas sampingan, isu
keselamatan nuklir menerima perhatian yang dapat terjamin dari signifikansinya. Kepala asosiasi
perusahaan pembangkit tenaga, juga menyoroti salah satu aspek problematical konsep ini dengan
menunjukkan istilah ini, terbukti menjadi kiat yang cerdas untuk menunjukkan dengan cara yang
diplomatis, kekurangan kelembagaan yang terjadi pada Chernobyl.

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 1128


4. Tinjauan Manajemen (Action)
Dari hasil penelitian diketahui bahwa Pimpinan yang ditunjuk sudah melaksanakan tinjauan
ulang sistem Manajemen K3 secara berkala untuk menjamin kesesuaian dan keefektifan yang
berkesinambungan dalam pencapaian kebijakan dan tujuan keselamatan dan kesehatan kerja. Ruang
lingkup tinjauan ulang Sistem Manajemen K3 sudah dapat mengatasi implikasi kesehatan dan
keselamatan kerja terhadap seluruh kegiatan, produk barang dan jasa termasuk dampaknya terhadap
kinerja perusahaan. Rencana-rencana kerja dari K3 di P.T. Cakrawala Dinamika Energi Bengkulu
di antaranya adalah melakukan pemeriksaan kesehatan setiap rentang waktu yang telah ditetapkan.
Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa program K3 telah dijalankan sesuai dengan ketentuan
yang telah ditetapkan
Hasil penyebaran kuesioner, wawancara, pengamatan dan studi dokumentasi Manajemen
puncak meninjau sistem manajemen K3 di dalam organisasinya, secara terencana, untuk menjamin
kesesuaian, kecukupan dan keefektifannya secara berkelanjutan. Proses tinjauan manajemen harus
termasuk penilaian kemungkinan-kemungkinan peningkatan dan kebutuhan perubahan sistem
manajemen K3, termasuk kebijakan K3 dan tujuan-tujuan K3. Catatan hasil tinjauan manajemen
harus didokumentasi dan diadministrasikan dengan baik. Masukan tinjauan manajemen harus
termasuk hasil audit internal dan evaluasi kesesuaian dengan peraturan perundangan dan
persyaratan lain yang relevan di mana perusahaan menerapkannya, hasil-hasil dari partisipasi dan
konsultasi, komunikasi yang berhubungan dengan pihak-pihak eksternal terkait, termasuk keluhan-
keluhan, kinerja K3 perusahaan, tingkat pencapaian tujuan-tujuan, status penyeledikan insiden,
tindakan perbaikan dan pencegahan, tindak lanjut dari tinjauan manajemen sebelumnya, dan
perubahan yang terjadi, termasuk perkembangan dalam peraturan perundang-undangan dan
persyaratan lain terkait K3 serta rekomentasi peningkatan.
Hasil dari tinjauan manajemen harus konsisem dengan komitmrn perusahaan untuk
peningkatan berkelanjutan dan harus termasuk setiap keputusan dan tindakan yang terkait dengan
kemungkinan perubahan: kinerja K3, kebijakan dan tujuan-tujuaj K3, sumber daya dan elemen-
elemen lain sistem manajemen K3. Hasil-hasil yang relevan dengan tinjauan manajemen harus
disediakan untuk kebutuhan komunikasi dan konsultasi.
Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) perusahaan di Indonesia diperkirakan cukup
rendah. Kondisi demikian sudah menjadi perhatian pemerintah dan bisnis sejak lama. Faktorm
keselamatan dan kesehatan sangat penting karena memiliki pengaruh yang besar terhadap kinerja
pegawai. Semakin bagusnya fasilitas yang diberikan suatu perusahaan untuk program keselamatan
dan kesehatan kerja kepada pegawai maka akan memberikan dampak yang baik
dalam hal kurangnya tingkat resiko kecelakaan yang akan terjadi pada saat bekerja.

1129 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa, tapi juga mengakibatkan kerugian
kepada pegawai dan pengusaha, keterlambatan proses produksi, dan berdampak ke lingkungan yang
akan membawa dampaknya kepada masyarakat disekitar. Indonesia memiliki berbagai sektor
industri yang salah satunya adalah pertambangan. Pertambangan memiliki peran yang sangat besar
terhadap pembangunan nasional, sebagai penentu indeks harga saham gabungan dan sebagai salah
satu sumber energi. Upaya yang dilakukan untuk mengurangi timbulnya kecelakaan kerja maka
dibentuklah Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) yang digunakan untuk
menekan angka kecelakaan kerja di sebuah perusahaan. Selain itu, tenaga kerja juga dilindungi oleh
sebuah Peraturan Pemerintah No.50 Tahun 2012. Hal ini digunakan untuk memberikan jaminan
kepada pegawai di sebuah perusahaan.
Setelah menetapkan rencana K3 pada tahap perencanaan, langkah selanjutnya adalah
penerapan rencana K3 atau implementasi. Penerapan rencana tersebut melalui program-program
K3. Komitmen pengurus dan manajemen perusahaan menjadi hal penting dalam kelangsungan
penerapan SMK3. Peli (2014) dalam hasil penelitiannya juga menyebutkan bahwa hal penting
dalam mendukung penerapan SMK3 di perusahaan adalah adanya komitmen penerapan program
tersebut dan harus dilakukan oleh manajemen puncak.

Implikasi Hasil Penelitian


Sebagai perusahaan yang melaksanakan aktivitas bisnis, P.T. Cakrawala Dinamika Energi
harus memenuhi ketentuan/peraturan perundang-undangan yang berlaku, terutama kebijakan
mengenai Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3). Di lingkungan perusahaan sendiri selalu ada
kemungkinan terjadinya kecelakaaan kerja dalam pengoperasian peralatan kerja, bahkan resiko
terjadinya penyakit akibat kerja dapat pula timbul seperti ditempat proses produksi pada umumnya
yang penyebabnya sebagian besar disebabkan faktor ketidak hati-hatian manusianya. Di sisi
lainnya, setiap sumber daya manusia yang bekerja di perusahaan berhak mendapatkan perlindungan
atas keselamatan melakukan profesinya/ pekerjaannya, terjamin keamanan pemakaian peralatan
kerja yang terdapat di perusahaan termasuk pengunjung yang mendatangi perusahaan.
Oleh karena itu untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta
menjamin keselamatan petugas termasuk keselamatan pengunjung perlu dilakukan upaya-upaya
yang konkret yang pelaksanaannya memerlukan landasan/pedoman berupa pedoman Manajemen
Fasilitas dan Keselamatan (MFK) di P.T. Cakrawala Dinamika Energi Bengkulu dengan tujuan agar
dalam pemeliharaan maupun pengembangan sarana dan fasilitas di lingkungan P.T. Cakrawala
Dinamika Energi Bengkulu secara konsisten diupayakan sedemikian rupa supaya keamanan dalam
semua aspek tetap terjaga, dicegah timbulnya kebakaran serta selalu waspada dan siap

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 1130


menanggulangi bencana sehingga keselamatan karyawan dan pengunjung perusahaan terjamin.
Upaya-upaya strategis yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut.
1. Menyusun rencana K3 dengan prosedur yang jelas
2. Melaksanakan program K3 secara menyeluruh
3. Melakukan pengawasan periodical dan incidental
4. Melaksanakan program K3 secara berkesinambungan

Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat diambil kesimpulan bahwa:
1. Dari aspek perencanaan (plan) dalam penerapan K3 P.T. Cakrawala Dinamika Energi Bengkulu
telah merencanakan manajemen K3 sebagaimana diatur dalam standar OHSAS. Perencanaan
adalah perumusan terhadap aktivitas-aktivitas dalam pelaksanan SMK3 di dalam perusahaan
meliputi: Indentifikasi bahaya, penilaian risiko dan penetapan pengendalian; Peraturan
perundangan dan persyaratan lain; dan Tujuan dan program.
2. Dari aspek pelaksanaan (do) dalam penerapan K3 P.T. Cakrawala Dinamika Energi Bengkulu
telah mengimplementasikan manajemen K3 sebagaimana diatur dalam standar OHSAS.
Penerapan dan operasi adalah tindakan pelaksanaan penerapan SMK3 di dalam perusahaan
dilakukan dengan cara: pemenuhan sumberdaya, peran, tanggungjawab, akuntabilitas dan
wewenang; Kompetensi, pelatigan dan kepedulian; Komunikasi, partisipasi dan konsultasi;
Dokumentasi; Pengendalian dokumen; Penendalian operasional dan Kesiapsiagaan dan tanggap
darurat.
3. Dari aspek pemeriksaan (check) manajemen K3 P.T. Cakrawala Dinamika Energi Bengkulu
telah melakukan pemeriksaan K3 sebagaimana diatur dalam standar OHSAS. Upaya yang
dilakukan adalah mengadakan pemeriksaan kesehatan terlebih dahulu bagi para tenaga kerja
baik sebelum diterima kerja maupun setelah diterima kerja. Pemeriksaan itu biasanya dilakukan
mulai pemeriksaan fisik, tes pendengaran, pemeriksaan radiologi dan lain-lain. Setelah menjadi
karyawan, di mana berdasarlan hasil wawacara dengan informan penelitian, diketahui bahwa
karyawan dilakukan pemeriksaan satu kali dalam enam bulan, dengan bekerjasam adengan
Perusahaan atau dokter yang telah ditunjuk oleh P.T. Cakrawala Dinamika Energi.
4. Dari aspek tinjauan manajemen (action) dalam penerapan K3 P.T. Cakrawala Dinamika Energi
Bengkulu telah melakukan tinjauan manajemen K3 sebagaimana diatur dalam standar OHSAS.
Manajemen puncak meninjau sistem manajemen K3 di dalam organisasinya, secara terencana,
untuk menjamin kesesuaian, kecukupan dan keefektifannya secara berkelanjutan. Proses
tinjauan manajemen harus termasuk penilaian kemungkinan-kemungkinan peningkatan dan

1131 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


kebutuhan perubahan sistem manajemen K3, termasuk kebijakan K3 dan tujuan-tujuan K3.
Catatan hasil tinjauan manajemen harus didokumentasi dan diadministrasikan dengan baik.

Saran
Saran-saran yang dapat diberikan berkaitan dengan pelaksanaan manajemen K3 di P.T.
Cakrawala Dinamika Energi adalah:
1. Pada aspek perencanaan, hal-hal yang masih memerlukan upaya perbaikan dan peningkatan
adalah perlu adanya sosialisasi lebih mendalam tentang K3 terkait dengan peraturan perundang-
undangan dan tujuan program K3 kepada karyawan. Langkah tersebut dapat dilakukan dengan
cara: Perencanaan indentifikasi bahaya, penilaian risiko dan pengendalian risiko; Pengumpulan
bahan peraturan perundangan dan persyaratan lainnya; Penetapan tujuan dan sasaran; Penetapan
indikator kinerja dan Perencanaan awal dan perencanaan kegiatan berjalan.
2. Pada aspek pelaksanaan, perbaikan perlu diarah pada pelaksanaan komunikasi, partisipasi dan
konsultasi dalam menjalankan K3 dan perlu upaya pengendalian operasional dalam kegiatan K3
dengan cara meningkatkan kemampuan dalam melaksanakan K3, seperti ketersediaan SDM,
sarana dan dana; integrase system manajemen K3 ke dalam manajemen usaha; tanggungjawab
dan tanggung gugat
3. Pada aspek pemeriksaan, perbaikan yang diperlukan adalah upaya pemantauan dan pengkuran
pelaksanaan K3 secara tepat dan berkesinambungan dengan cara mengukur, memantau, dan
mengevaluasi kinerja keselamatan dan kesehatan kerja serta melakukan tindakan perbaikan dan
pencegahan melalui upaya: Adanya inspeksi dan pengujian secara rutin; Adanya audit system
manajemen K3 dan Tindakan perbaikan dan pencegahan
4. Pada aspek peninajuan ulang, perlu adanya peningkatan pelatihan dan sarana serta prasarana K3
sehingga pelaksanaan manajemen K3 di dalam perusahaan semakin baik. Upaya tersebut dapat
dilakukan dengan cara meninjau secara teratur dan meningkatkan pelaksanaan system
manajemen keselamatan dan kesehatan kerja secara berkesinambungan dengan tujuan
meningkatkan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja. Upaya yang digunakan untuk mengukur
kegiatan ini adalah: Peninjauan ulang secara berkala dan Tindak lanjut kegiatan.

Referensi
Bangun, W. (2012). Manajemen sumber daya manusia. Jakarta: Erlangga.
Depnaker (2008). Keselamatan dan kesehatan kerja, Jakarta: Depnaker.
Depnakertrans, (2004). Himpunan peraturan perundangan K3”, Jakarta: Proyek P2KLKPTK.
Dyhrberg, M. (2009), Intevention in multi cultural organization prevention of accident as political
change procces, Safety Science Monitor, 3 (2), 34-55.

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 1132


Efran (2009). Implementasi budaya kesehatan dan keselamatan kerja untuk pencegahan kecelakaan
kerja di P.T. Sapta Sentosa Jaya Abadi. Tesis Tidak untuk Dipublikasikan. Program Studi
Magister Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Bengkulu.
Miner, J.B, (2015). Human resource management the strategic perspective, New York: State
University of New York.
OHSAS, 2007. OHSAS 18001:2007 Guidelines.
Peraturan Menteri No.PER.05/MEN/2006, tentang Sistem manajemen keselamatan dan kesehatan
kerja (SMK3).
P.T. Cakarawala Dinamika Energi, 2019. Annual report K3 Tahun 2019.
Simanjuntak, P.P. (2014). Manajemen personalia dan sumber daya manusia, Yogyakarta: BPFE.

1133 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


Analisis Pemulihan Pelayanan Terhadap Perilaku Wajib Pajak Setelah
Pemberian Pelayanan Pajak dengan Kepuasan Wajib Pajak sebagai Variabel
Intervening (Studi pada Samsat Provinsi Bengkulu)

Hery Tri Nuryanto1), Muhartini Salim2), Sularsih Anggarawati3)


Mahasiswa PS Magister Manajemen, Universitas Bengkulu1)
Dosen PS Magister Manajemen, Universitas Bengkulu2),3)

Abstract. This study was conducted to examine the effect of service recovery on taxpayer
satisfaction in Samsat Bengkulu Province, service recovery performed by Samsat Bengkulu
Province on taxpayer behavior after tax service delivery, the effect of taxpayer satisfaction on
taxpayer behavior after tax service delivery and the effect of mandatory satisfaction tax in
mediating the effect of service recovery on the behavior of taxpayers after providing tax services.
The number of respondents in this study were taxpayers in Samsat Bengkulu Province who were
still active and came to Samsat Bengkulu Province in the last three months with a total of 96 people.
This type of research used in this study is quantitative research, where there is hypothesis testing.
The study used descriptive quantitative method. The data were collected from questionnaires then
analyzed using SPSS 23.0 for Windows. The sampling technique was purposive sampling method.
Hypothesis testing in this experiment was using multiple linear regressions with F test and T test.
Based on analysis, the result are; the results of the data analysis conducted produced all statement
items for this research variable valid and reliable. Hypothesis testing results show that: service
recovery has a positive effect on satisfaction of taxpayers, recovery of services performed by
Samsat Bengkulu Province has a positive effect on taxpayer behavior after tax service delivery,
taxpayer satisfaction has a positive effect on taxpayer behavior after tax service delivery and
mandatory satisfaction taxation is able to mediate the effect of service recovery on the behavior of
taxpayers after providing tax services. According to these findings, strategic implications proposed
that the Samsat Bengkulu Province should implement a queuing card system for all services held in
Samsat Bengkulu Province so as to reduce uncertainty about the process of service received by the
community.

Keywords: Service Recovery, Taxpayer Satisfaction, Taxpayer Behavior after Providing Tax Services.

Pendahuluan
Sesuai dengan amanat yang terkandung dalam UUD 1945, bahwa negara wajib melayani setiap
warga negara dan penduduk untuk memenuhi kebutuhan dalam rangka pelayanan umum dan peningkatan
kesejahteraan rakyat. Dalam hal ini pelayanan publik dapat dipahami sebagai segala kegiatan yang dilakukan
dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar sesuai dengan hak-hak dasar setiap warga negara dan penduduk
atas suatu barang, jasa atau pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan yang
terkait kepentingan publik.
Pelayanan publik merupakan tanggung jawab pemerintah. Masyarakat tentu menuntut
penyelenggaraan manajemen pelayanan lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat dan penyelenggaraan

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 1134


manajemen pelayanan publik yang transparan, partisipatif serta akuntabel. Pemerintah dalam
menyelenggarakan pelayanan publik masih banyak dijumpai kekurangan sehingga jika dilihat dari segi
kualitas masih jauh dari yang diharapkan masyarakat. Kekurangan dari segi pelayanan ini bisa dianggap
sebagai kegagalan jasa yang berikan kepada masyarakat. Hal ini ditunjukkan dengan masih munculnya
berbagai keluhan masyarakat melalui media massa. Jika kondisi ini tidak direspon oleh pemerintah, maka
akan dapat menimbulkan citra yang kurang baik terhadap pemerintah itu sendiri. Sekali kegagalan pelayanan
terjadi, maka penting dilakukannya pemulihan pelayanan. Pemulihan pelayanan (service recovery)
didefinisikan sebagai tindakan yang dilakukan oleh penyedia layanan untuk mencari ketidakpuasan
pelanggan dan sebagai respon terhadap kualitas layanan yang buruk secara efektif dilakukan untuk
mengurangi kerusakan pada hubungan dan untuk menenangkan pelanggan yang tidak puas. Pemulihan
pelayanan atau service recovery merupakan tindakan-tindakan yang diambil oleh organisasi dalam merespon
terjadinya kegagalan pelayanan atau service failure, dengan adanya pemulihan layanan yang merupakan
tindakan dari penyedia jasa untuk menanggapi kegagalan pelayanan tersebut, maka hal ini dapat
menyelesaikan masalah dan mengubah persepsi negatif yang tidak puas dengan layanan menjadi semakin
puas (Putra et al., 2017). Jadi service recovery merupakan tindakan, pemikiran, rencana dan proses untuk
memperbaiki layanan jika terjadi kesalahan atau kekecewaan pelanggan dengan menebus kekecewaan atau
kesalahan. Service recovery bukan hanya sekedar penanganan terhadap keluhan dan interaksi antara
penyedia layanan dan pelanggan, tujuan service recovery adalah untuk memenuhi kepuasan pelanggan.
Kepuasan dapat didefinisikan sebagai kepuasan merupakan variabel psikologis yang mencerminkan
sejumlah asumsi awal yang melibatkan kredibilitas, integritas, dan benevolence, yang dilekatkan pada
penyedia jasa tertentu. Kepuasan akan suatu layanank akan mampu untuk membuat konsumen menjadi
bersemangat untuk memperoleh layanan yang sama, sehingga semakin besar kepuasan pelanggan terhadap
produk, maka semakin baik perilaku wajib pajak
Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (Samsat) Provinsi Bengkulu merupakan salah satu
instansi pemerintah yang menyelenggarakan pelayanan publik di bidang Penerbitan BPKB, Pajak Kendaraan
Bermotor (PKB) dan pembayaran Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB), pembayaran asuransi
Jasa Raharja dan penerbitan plat kendaraan bermotor. Pola Pelayanan Satu Atap ini, yaitu pola pelayanan
umum yang dilakukan secara terpadu pada satu tempat/lokasi oleh beberapa instansi pemerintah yang
bersangkutan sesuai kewenangan masing-masing yaitu Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Bengkulu,
Kepolisian dan Juasa Raharja. Dalam pelaksanaan pelayanan masih terdapat keluhan dan kegagalan
pelayanan yang dirasakan masyarakat sebagi wajib pajak. Banyak prosedur yang harus dilalui wajib pajak
dengan beberapa persyaratan yang harus dilengkapi dan memakan waktu tunggu yang cukup lama. Wajib
pajak memerlukan waktu seharian misalnya dalam pengurusan Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB).
Berikutnya, pelayanan tersebut tidak luput dari kesalahan dan kegagalan, misalnya kesalahan pencetakan
nomor plat kendaraan bermotor. Kesalahan pencetakan nama pemilik kendaraan bermotor di BPKB. Tidak
hanya itu saja, masih ada kekeliruan lainnya sehingga seorang wajib pajak membayar pajak kendaraan
bermotor milik orang lain. Tabel 1. adalah daftar kegagalan jasa yang terjadi pada Samsat Provinsi

1135 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


Bengkulu.
Tabel 1. Kegagalan jasa yang terjadi pada Samsat Provinsi Bengkulu
No Jenis Kegagalan Jasa Jumlah Kasus
1 Kesalahan pencetakan nomor plat kendaraan bermotor 30 kasus
2 Kesalahan pencetakan nama pemilik kendaraan bermotor 33 kasus
di BPKB
3 Kekeliruan penghitungan pajak sehingga seorang wajib 26 kasus
pajak membayar pajak kendaraan bermotor milik orang
lain
Jumlah 89 kasus
Sumber: Samsat Provinsi Bengkulu, 2018.

Berdasarkan Tabel 1. di atas, ada total 89 kasus kegagalan jasa. Kasus kegagalan jasa tersebut terdiri
dari 30 kasus kesalahan pencetakan nomor plat kendaraan bermotor, 33 kasus kesalahan pencetakan nama
pemilik kendaraan bermotor di BPKB, dan 26 kasus kekeliruan penghitungan pajak sehingga seorang wajib
pajak membayar pajak kendaraan bermotor milik orang lain. Kondisi seperti ini sudah tentu menimbulkan
ketidakpuasan masyarakat sebagai wajib pajak kendaraan bermotor. Hal ini bisa menimbulkan kesan negatif
yang disampaikan kepada masyarakat ke media massa maupun ke orang lain. Tingkat kepercayaan
masyarakat terhadap pelayanan publikpun masih rendah.
Kondisi kegagalan jasa yang dijelaskan di atas, sangat memerlukan pemulihan jasa (service
recovery) yang harus dilakukan oleh Samsat Provinsi Bengkulu untuk mengatasi kegagalan jasa yang terjadi
misalnya adalah dalam kasus kesalahan pencetakan nomor plat kendaraan bermotor, Samsat melakukan
penggantian plat, kemudian penggantian BPKB akibat adanya kesalahan pencetakan nama pemilik
kendaraan bermotor dan pemutakhiran data ketika ada kekeliruan perhitungan pajak. Hal ini penting karena
menyangkut kepentingan masyarakat sebagai wajib pajak dan kejelasan surat-surat kendaraan agar tidak
menimbulkan masalah dikemudian hari.

Tinjauan Pustaka
Lee dan Kotler (2011) menjelaskan tentang theory of planned behavior, yaitu kepercayaan bahwa
sesorang yang memiliki kemampuan untuk melakukan sesuatu maka akan bertindak untuk melakukan
sesuatu tersebut. Seseorang yang yakin akan kemungkinan hasil yang didapatkan dan mengevaluasi tindakan
tersebut (behavioral beliefs), yakin terhadap norma yang diinginkan serta dorongan untuk mewujudkan
keinginan tersebut (normative beliefs), dan yakin akan adanya faktor pendukung atau tidak mendukung suatu
tindakan, serta menyadari bahwa faktor pendukung tersebut memiliki kemampuan atau kekuatan untuk
mempengaruhi perilaku (control beliefs) merupakan inti dari teori perilaku terencana.
Sebelum adanya Theory of Planned Behavior (TPB) didahului oleh Theory Reasoned Action (TRA)

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 1136


yang didasarkan pada psikologi sosial dimana teori ini paling berpengaruh untuk menjelaskan dan
memprediksi perilaku (Ajzen, 1991). TPB mengasumsikan niat individu untuk melakukan suatu perilaku
ataupun tidak melakukan suatu perilaku. Bagian terpenting dari suatu tindakan sangat ditentukan oleh
perilaku. Menurut Ajzen faktor-faktor yang menentukan perilaku seseorang adalah sebagai berikut:
1. Behavioral beliefs (kepercayaan perilaku), adalah keyakinan seseorang terhadap hasil suatu tingkah laku
(beliefs strength) dan mengevaluasi hasil perilaku tersebut (outcome evaluation). Kepercayaan perilaku
menghasilkan sikap. Sikap adalah perilaku dan penilaian seseorang terkait sejauh mana orang tersebut
memiliki evaluasi yang memberikan manfaat atau tidak bermanfaat. Semakin positif sikap terhadap
perilaku, semakin kuat keinginan individu untuk melakukannya.
2. Normative beliefs (kepercayaan normatif), adalah keyakinan bahwa orang lain sebagai penyebab
timbulnya keinginan normatif (normative beliefs) dan mendorong seseorang untuk mewujudkan
keinginan normatif tersebut (motivation to comply). Keyakinan ini menghasilkan norma subjektif yaitu
dorongan atau tekanan sosial yang dialami seseorang dengan tujuan agar orang tersebut mau atau tidak
mau melakukan suatu tindakan (perilaku).
3. Control beliefs (kepercayaan normatif), adalah keyakinan pengaruh adanya faktor-faktor yang
memudahkan atau menghambat dalam melakukan perilaku. Hal ini menjadi dasar persepsi kontrol
keperilakuan (perceived behavioral control). Keyakinan bahwa kepemilikan individu dari kesempatan
dan sumber daya yang dibutuhkan perilaku merupakan kontrol perilaku merupakan kontrol perilaku yang
diatur oleh keyakinan (kepercayaan) seseorang.
Individu berniat untuk melakukan perilaku ketika individu mengevaluasinya secara positif,
mengalami tekanan sosial untuk melakukan itu, dan percaya bahwa individu memiliki sarana dan
kesempatan untuk melakukannya. Teori ini mengasumsikan bahwa sikap seseorang pada suatu perilaku,
norma subjektif, dan anggapan (persepsi) terhadap perilaku yang dialami tergantung pada niatnya. Seseorang
dengan sikap yang lebih baik dan memiliki norma subjektif yang lebih besar serta berkaitan dengan perilaku
dan kontrol keperilakuan yang dirasakan lebih tinggi, cenderung menampilkan niat yang lebih kuat untuk
melakukan suatu perilaku (Ajzen, 1991). Melalui mediasi variabel niat, kontrol terhadap perilaku dapat
memberikan pengaruh terhadap perilaku individu baik secara langsung maupun tidak langsung.

Perilaku Wajib Pajak


Perilaku manusia merupakan hasil daripada segala macam pengalaman serta interaksi
manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan.
Dengan kata lain, perilaku merupakan respon/reaksi seorang individu terhadap stimulus yang
berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan:
berpikir, berpendapat, bersikap) maupun aktif (melakukan tindakan). Sesuai dengan batasan ini,
perilaku dapat dirumuskan sebagai bentuk pengalaman dan interaksi individu dengan
lingkungannya, khususnya yang menyangkut pengetahuan dan sikap tentang kesehatan. Perilaku
aktif dapat dilihat, sedangkan perilaku pasif tidak tampak, seperti pengetahuan, persepsi, atau

1137 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


motivasi. Beberapa ahli membedakan bentuk-bentuk perilaku ke dalam tiga domain yaitu
pengetahuan, sikap, dan tindakan atau sering kita dengar dengan istilah knowledge, attitude,
practice (Sarwono, 2004).
Setiap individu memiliki keunikan antara individu yang satu dengan yang lain berbeda-beda.
Ketika individu yang berbeda-beda tersebut berada dalam suatu lingkungan organisasi maka
terciptalah perilaku individu dalam organisasi. Perilaku organisasi sendiri menurut Rivai (2011)
adalah: “Suatu studi yang menyangkut aspek-aspek tingkah laku manusia dalam suatu kelompok
tertentu”. Perilaku organisasi merupakan bidang ilmu yang mempelajari tentang interaksi antar
manusia dalam organisasi yang meliputi studi secara sistematis tentang perilaku, struktur dan proses
di dalam organisasi. Isu utama perilaku organisasi adalah hubungan antar manusia dalam organisasi
dan organisasi diciptakan oleh manusia untuk mencapai tujuan. Dalam perilaku organisasi juga
merupakan suatu cara berpikir, suatu cara untuk memahami persoalan-persoalan dan menjelaskan
secara nyata hasil-hasil penemuan berikut tindakan-tindakan pemecahan masalah.
Menurut Rivai (2011), perilaku individu adalah: “Semua yang dilakukan seseorang. Perilaku
adalah reaksi total, motor dan kalenjer yang diberikan sewaktu organisme kepada suatu situasi yang
dihadapinya”. Behavior yang berarti perilaku, menurut Reber dalam Karim (2010), adalah suatu
istilah yang sangat umum mencakup tindakan, aktivitas, respons, reaksi, gerakan, proses, operasi-
operasi dan sebagainya. Singkatnya, respons apapun dari organisme yang bisa diukur. Menurut
Jogiyanto (2007), perilaku individu, yaitu tindakan-tindakan (actions) atau reaksi-reaksi (reactions)
dari suatu objek atau organisasi. Perilaku dapat berupa sadar (conscious) atau tidak sadar
(unconscious), terus terang (overt) atau diam-diam (covert), sukarela (voluntary) atau tidak sukarela
(unvoluntary).
Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat dikatakan bahwa perilaku merupakan tindakan-
tindakan atau reaksi-reaksi yang dilakukan suatu objek yang dapat bersifat sadar atau tidak sadar,
terus terang atau diam-diam, sukarela atau tidak sukarela. Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-undang
Nomor 28 tahun 2007 Tentang Tata Cara Perpajakan bahwa yang dimaksud dengan Wajib Pajak
adalah “wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan ditentukkan untuk melakukkan kewajiban perpajakan termasuk pemungut
pajak atau pemotong pajak tertentu”. Dengan demikian, wajib pajak dituntut untuk melakukan
kewajiban perpajakan termasuk pemungutan pajak atau pemotong pajak tertentu. Oleh karena itu,
pemerintah terus mengupayakan agar wajib pajak memahami sepenuhnya kewajibannya terhadap
negara dan mau melaksanakannya dengan itikad baik kewajiban perpajakannya. Pasal 1 ayat 2
Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan. “Wajib Pajak
adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak dan pemungut pajak,

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 1138


yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan”.
Wajib Pajak Orang Pribadi adalah orang pribadi yang mempunyai penghasilan yang
karenanya memiliki status wajib pajak (Mardiasmo, 2011). Definisi perilaku wajib pajak menurut
Kusumaningtyas (2011), yaitu: “Tanggapan atau reaksi secara khusus seseorang atau
badan/perusahaan yang berkaitan dengan kepatuhan, di mana seseorang atau badan/perusahaan
tersebut telah memenuhi kewajiban secara subjektif dan objektif dalam membayar pajak”. Menurut
Rahayu (2010) perilaku wajib pajak adalah karakteristik wajib pajak yang dicerminkan oleh
budaya, sosial dan ekonomi yang tergambar dalam tingkat kesadaran individu dalam membayar
pajak.
Dengan demikian perilaku wajib pajak dalam membayar pajak terkait dengan inisiatif yang
ada di dalam diri, yang mendorong dirinya untuk sadar atau tidak dalam membayar pajak dan
inisiatif itu akan menimbulkan suatu tindakan atau aktivitas yang memungkinkan organisme
memiliki kemampuan untuk melakukan sesuatu dalam hal tindakan disiplin pajak atau sebaliknya
dengan harapan mencapai suatu tujuan atau motif tertentu yang pada akhirnya tujuan tersebut dapat
memunculkan suatu tindakan kreatifitas.
Indikator perilaku wajib pajak berdasarkan Soemitro (2008) adalah:
1. Kesadaran wajib pajak
Kesadaran pajak dari wajib pajak tingkat kesadaran akan membayar pajak didasarkan oleh
tingkat kepatuhan wajib pajak yang berpijak pada tingginya kesadaran hukum dalam membayar
pajak. Dalam hal ini peran fiskus amatlah berarti karena pada dasarnya tingkat kepatuhan wajib
pajak berdasarkan tingkat kepatuhan wajib pajak berdasarkan tingkat pemahaman yang baik
seputar pajak.
2. Kejujuran wajib pajak
Faktor kejujuran dalam membayar pajak sangatlah penting, karena dengan Self-Assessment
System pemerintah memberikan sepenuhnya kepercayaan masyarakat untuk menetapkan berapa
jumlah pajak yang harus dibayar sesuai dengan ketentuan. Masyarakat diharapkan melaporkan
jumlah kewajiban pajaknya sebenar-benarnya tanpa adanya manipulasi.
3. Hasrat untuk membayar pajak (tax mindedness)
Hasrat untuk membayar pajak pada dasarnya kepatuhan sukarela dalam membayar pajak,
dengan kerangka pemikiran bahwa kesadaran dalam membayar pajak haruslah diikuti oleh
hasrat yang tinggi untuk membayar pajak.
4. Disiplin untuk membayar pajak (tax discipline)

1139 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


Tax disipline berdasar pada tingkat pemahaman yang sesuai terhadap hukum pajak yang dianut
suatu negara serta sanksi-sanksi yang menyertainya, dengan harapan masyarakat tidak
menunda-nunda membayar pajak”.

Kepuasan Wajib Pajak


Kotler (2014) menyatakan bahwa kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang
berasal dari perbandingan kesannya terhadap kinerja atau hasil suatu produk dan harapan-harapannya. Jika
kinerja berada di bawah harapan, pelanggan tidak puas. Hal ini dapat membawa dampak negatif bagi
perusahaan yaitu dapat menurunkan jumlah pelanggan dan menyebabkan pelanggan tidak tertarik lagi
menggunakan jasa perusahaan sehingga akan menurunkan laba perusahaan. Menurut Schanaar (Kotler,
2014), pada dasarnya tujuan dari suatu bisnis adalah untuk menciptakan pelanggan yang merasa puas.
Terciptanya kepuasan pelanggan dapat memberikan beberapa manfaat antara lain, hubungan yang harmonis
antara perusahaan dan konsumennya, memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang dan terciptanya
loyalitas pelanggan dan membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut (word-of-mouth) yang
menguntungkan bagi perusahaan (Tjiptono, 2015).
Banyak pakar mendefinisikan mengenai kepuasan pelanggan. Wikie (dalam Tjiptono (2015)
mendefinisikan kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan sebagai suatu tanggapan emosional pada evaluasi
terhadap pengalaman pelanggan suatu produk atau jasa. Kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purnabeli
dimana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya sama atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan
ketidakpuasan timbul apabila hasil tidak memenuhi harapan (Tjiptono, 2015).
Dari berbagai definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pada dasarnya pengertian kepuasan
pelanggan mencakup perbedaan antara harapan dan kinerja atau hasil yang dirasakan. Penilaian kepuasan
pelanggan mempunyai tiga bentuk yang berbeda, yaitu:
1. Positive disconfirmation, dimana kinerja lebih baik dari harapan
2. Simple confirmation, dimana kinerja sama dengan harapan
3. Negative disconfirmation, dimana kinerja lebih buruk dari harapan.

Menurut Tjiptono (2015), ada 2 model kepuasan pelanggan, yaitu:


1. Model Kognitif
Penilaian pelanggan berdasarkan pada perbedaan antara suatu kumpulan dari kombinasi atribut yang
dipandang ideal untuk individu dan persepsinya tentang kombinasi dari atribut yang sebenarnya. Dengan
kata lain penilaian berdasarkan perbedaan yang ideal dengan yang aktual. Apabila yang ideal sama
dengan persepsinya maka pelanggan akan puas, sebaliknya apabila perbedaan antara yang ideal dan yang
aktual semakin besar maka konsumen semakin tidak puas. Berdasarkan model ini maka kepuasan
pelanggan dapat dicapai dengan 2 cara yang utama, yaitu:
a. Mengubah penawaran perusahaan sehingga sesuai dengan yang ideal.
b. Meyakinkan pelanggan bahwa yang ideal tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya.

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 1140


2. Model Afektif
Model Afektif mengatakan bahwa penilaian pelanggan individual terhadap suatu produk tidak semata-
mata berdasarkan perhitungan regional saja tetapi juga berdasarkan pada tingkat aspirasi, perilaku belajar
(learning behavior), emosi perasaan spesifik (kepuasan, keengganan), suasana hati (mood) dan lain-lain.
Kepuasan pelanggan dapat diukur dengan berbagai macam metode dan teknik. Menurut Kotler
(2014), ada 4 metode untuk mengukur kepuasan pelanggan, yaitu:
1. Sistem Keluhan dan Saran
Suatu perusahaan yang berorientasi pada pelanggan akan memberikan kesempatan yang luas pada para
pelanggannya untuk menyampaikan saran dan keluhan, misalnya dengan menyediakan kotak saran, kartu
komentar dan lain-lain. Informasi dari para pelanggan ini akan memberikan masukan dan ide-ide bagi
perusahaan agar bereaksi dengan tanggap dan cepat dalam menghadapi masalah-masalah yang timbul.
Sehingga perusahaan akan tahu apa yang dikeluhkan oleh para pelanggan-nya dan segera
memperbaikinya. Metode ini berfokus pada identifikasi masalah dan juga pengumpulan saran – saran
dari pelanggan-nya langsung.
2. Ghost Shopping
Salah satu cara untuk memperoleh gambaran mengenai kepuasan pelanggan adalah dengan
mempekerjakan beberapa orang (ghost shopper) untuk berperan atau bersikap sebagai pembeli potensial
terhadap produk dari perusahaan dan juga dari produk pesaing. Kemudian individu akan melaporkan
temuan-temuannya mengenai kekuatan dan kelemahan dari produk perusahaan dan pesaing berdasarkan
pengalaman individu dalam pembelian produk-produk tersebut. Selain itu para ghost shopper juga bisa
mengamati cara penanganan terhadap setiap keluhan yang ada, baik oleh perusahaan yang bersangkutan
maupun dari pesaingnya.
3. Lost Customer Analysis
Perusahaan akan menghubungi para pelanggannya atau setidaknya mencari tahu pelanggannya yang
telah berhenti membeli produk atau yang telah pindah pemasok, agar diketahui penyebab mengapa
pelanggan tersebut kabur. Dengan adanya peningkatan customer lost rate maka menunjukkan adanya
kegagalan dari pihak perusahaan untuk dapat memuaskan pelanggannya.
4. Survei Kepuasan Pelanggan
Pada umumnya penelitian mengenai kepuasan pelanggan dilakukan dengan mengadakan survei melalui
berbagai media baik melalui telepon, pos, ataupun dengan wawancara secara langsung. Dengan
dilakukannya survey kepada pelanggan oleh pihak perusahaan, maka perusahaan akan memperoleh
tanggapan dan umpan balik (feedback) secara langsung dari palanggan dan juga akan memberikan tanda
bahwa perusahaan menaruh perhatian yang besar terhadap para pelanggannya. Day (dalam Tse &
Wilton, 1988 dalam Tjiptono, 2014: 112) menyatakan bahwa kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan
adalah respon pelanggan terhadap evaluasi ketidaksesuaian yang dirasakan antara harapan sebelumnya.
Produk dan jasa yang berkualitas mempunyai peranan penting untuk membentuk kepuasan pelanggan
(Kotler & Armstrong, 2012). Maka, semakin berkualitas produk dan layanan yang diberikan, kepuasan

1141 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


yang dirasakan oleh pelanggan semakin tinggi.
Menurut Noegroho et al. (2013), indikator kepuasan pelanggan sebagai berikut:
1. Kesesuaian dengan harapan
2. Keyakinan akan manfaat yang didapatkan
3. Sesuai dengan kebutuhan
Menurut Sondakh (2014), indikator kepuasan pelanggan adalah:
1. Ekspektasi terpenuhi
2. Kinerja baik
3. Ketidaksesuaian hasil
Menurut Siyamtinah dan Hendar (2015), indikator kepuasan pelanggan adalah sebagai berikut:
1. Perasaan senang
2. Perasaan bangga
3. Perasaan nyaman

Pemulihan pelayanan
Armistead et al. (2015) mendefinisikan service recovery sebagai tindakan spesifik yang dilakukan
untuk memastikan bahwa pelanggan mendapat kan tingkat yang pantas setelah terjadi masalah-masalah
dalam pelayanan secara normal. Menurut Tjiptono (2015), komitmen perusahaan sangat penting dalam
mendengar dan merespon suara konsemen. Diharapkan dengan kesungguhan upaya itu tumbuh kepercayaan
pelanggan pada kejujuran, integritas, dan keandalan penyedia jasa. Kepercayaan atau trust tersebut cerminan
dari rasa aman pada diri pelanggan karena yakin bahwa penyedia jasa yang dipilih akan memenuhi harapan
pelanggan. Perusahaan tidak bisa lagi mengambil resiko kehilangan sejumlah pelanggan hanya karena
ketidakpuasan diabaikan. Lebih baik perusahaan mengorbankan uang yang relatif sedikit untuk
mengkompensasikan kekecewaan konsumen tersebut melalui progam service recovery atau win-back
marketing program. Tidak sekedar dengan merespon komplain, namun terutama juga penanganan pada saat-
saat kritis.
Menurut Putra et al. (2017), indikator pemulihan pelayanan adalah sebagai berikut:
1. Distributive Justice, merupakan justice/fairness yang dipersepsikan oleh customer sebagai hasil
dari complain. Bentuk justice ini dapat berupa kompensasi dalam bentuk diskon, kupon atau
voucher, pengembalian dana, free gift, penggantian produk, permintaan maaf, dll. Ukuran atau
pun penilaian apakah kompensasi yang diberikan tersebut fair (adil) atau tidak, dapat
dipengaruhi oleh pengalaman customer dengan perusahaan tersebut, pengetahuan mengenai
bagaimana customer lain diperlakukan pada situasi yang sama dan persepsi besarnya kerugian
yang dialami oleh customer tersebut.
2. Procedural Justice, merupakan justice/fairness yang dipersepsikan oleh customer pada proses
penanganan complain, termasuk pengendalian proses dan waktu penyelesaian komplain
tersebut. Terdapat 5 elemen procedural justice, yaitu:

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 1142


a. pengendalian proses,
b. pengendalian keputusan,
c. kemudahan akses,
d. waktu/kecepatan,
e. fleksibilitas.
Procedural justice penting dalam service recovery saat pelanggan yang mungkin puas dengan
jenis strategi recovery yang ditawarkan tetapi masih tidak senang jika proses recovery yang
diterima oleh customer tersebut tidak memuaskannya.
3. Interactional Justice, merupakan justice/fairness yang dipersepsikan oleh customer akan
perilaku karyawan yang memberikan pelayanan pada customer yang complain. Terdapat 5
elemen interactional justice, yaitu:
a. explanation/causal account (penjelasan),
b. honesty (kejujuran/keterbukaan),
c. politeness (kesopanan),
d. usaha,
e. empati.

Hasil dan Pembahasan


Pengaruh Pemulihan layanan terhadap Kepuasan wajib pajak
Hasil penelitian terbukti bahwa pemulihan layanan mempunyai pengaruh positif terhadap kepuasan
wajib pajak. Pemulihan jasa merupakan salah satu determinan signifikan kepuasan pelanggan. Perasaan
senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan kinerja atau hasil produk yang
dipikirkan terhadap kinerja atau hasil yang diharapkan. Jika kinerja berada dibawah harapan, pelanggan tidak
puas. Jika kinerja melebihi harapan, pelanggan amat puas atau senang. Menurut Tjiptono (2014), pemulihan
pelayanan bukan hanya sekedar penangan terhadap keluhan dan interaksi antara penyedia layanan dan
pelanggan, tujuan pemulihan pelayanan adalah untuk memenuhi kepuasan pelanggan. Pemulihan layanan
memainkan peran pentingan penting dalam mencapai kepuasan pelanggan. Selain itu, pemulihan layanan
membuktikan seberapa besar komitmen penyedia jasa terhadap kepuasan dan kualitas pelayanan terhadap
pelanggan. Untuk mendapatkan keunggulan kompetitif, maka setiap perusahaan dituntut untuk mampu
memuaskan konsumennya. Sehingga strategi yang didasarkan pada komitmen manajemen terus menerus
dilakukan oleh perusahaan – perusahaan, baik yang menghasilkan barang maupun jasa. Oleh karena itu,
dibutuhkan adanya service recovery atau pemulihan pelayanan agar adanya perubahan kearah yang lebih
baik sebab penilaian atas kualitas pelayanan harus dimulai dari kebutuhan konsumen dan diakhiri dengan
persepsi konsumen. Service recovery merupakan tindakan yang dilakukan perusahaan atau organisasi untuk
menyelesaikan masalah yang diakibatkan terjadinya kegagalan jasa dan untuk mempertahankan persepsi baik
pelanggan terhadap pelayanan yang diberikan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Putra et al. (2017), dan

1143 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


Fatricia dan Priadi (2018) yang menyatakan pemulihan layanan berpengaruh positif terhadap kepuasan wajib
pajak.

Pengaruh Pemulihan layanan terhadap Perilaku wajib pajak setelah pemberian layanan

Hasil penelitian terbukti bahwa pemulihan layanan mempunyai pengaruh positif terhadap perilaku
wajib pajak setelah pemberian layanan. Pelanggan akan menilai kepuasan atas penanganan keluhan
berdasarkan atas keadilan yang diterima. Adanya kesediaan perusahaan secara serius untuk menangani
kegagalan layanan maka pelangan tentu mengharapkan adanya kompensasi atas kerugian yang dialami.
Dengan nilai keadilan yang mengacu pada perhitungan alokasi biaya yang dikeluarkan pelanggan dan
manfaat yang diterima pelanggan. Untuk mewujudkan keadilan distributif ini, perusahaan dapat memberikan
hasil yang adil. Keadilan yang dirasakan dari kebijakan, prosedur, dan kriteria yang digunakan oleh
pengambil keputusan dari hasil negosiasi dan penyedia jasa memiliki kesopanan, perhatian, dan kejujuran,
penjelasan atas kegagalan jasa yang terjadi, dan usaha yang tulus dalam memecahkan masalah yang dihadapi
pelanggan. Pada saat terjadi kegagalan jasa, pelanggan berharap ada kompensasinya, mau mengikuti
program penanganan keluhan yang disediakan oleh penyedia layanan jasa jika prosedurnya mudah dan cepat
dan pelanggan merasa bahwa keluhannya telah ditanggapi dan dilakukan perbaikan layanan sehingga
memiliki perilaku yang positif. Uraian ini didukung oleh penelitian Spreng et al.(1995) dan Baghestan et al.
(2012) yang menyatakan bahwa pemulihan layanan berpengaruh terhadap perilaku wajib pajak setelah
pemberian layanan.

Pengaruh Kepuasan wajib pajak terhadap Perilaku wajib pajak setelah pemberian layanan

Hasil penelitian terbukti bahwa kepuasan wajib pajak mempunyai pengaruh positif terhadap perilaku
wajib pajak setelah pemberian layanan. Kepuasan adalah harapan akan kehandalan dan intensi baik penyedia
jasa. Berdasarkan defenisi ini kepuasan merefleksikan dua komponen penting, yang pertama yakni,
keyakinan konsumen bahwa produk tersebut mampu memenuhi nilai yang dijanjikan atau dengan kata lain
persepsi bahwa penyedia jasa tersebut mampu memenuhi harapan konsumen dengan terpenuhinya janji
penyedia jasa yang pada akhirnya menciptakan customer satisfaction, yang kedua, keyakinan konsumen
bahwa penyedia jasa tersebut mampu mengutamakan kepentingan konsumen ketika masalah dalam konsumsi
produk muncul secara tidak terduga. Kepuasan dapat didefinisikan sebagai kepuasan merupakan variabel
psikologis yang mencerminkan sejumlah asumsi awal yang melibatkan kredibilitas, integritas, dan
benevolence, yang dilekatkan pada penyedia jasa tertentu. Kepuasan akan suatu layanank akan mampu untuk
membuat konsumen menjadi bersemangat untuk memperoleh layanan yang sama, sehingga semakin besar
kepuasan pelanggan terhadap produk, maka semakin baik perilaku wajib pajak. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian Gupta dan Stewart (1996) dan Wahyuningsih dan Nurdin (2010) yang menyatakan kepuasan wajib
pajak berpengaruh positif terhadap perilaku wajib pajak setelah pemberian layanan.
Kepuasan wajib pajak memdiasi pengaruh pemulihan pelayanan terhadap prilaku wajib pajak.
Kepuasan akan suatu layanank akan mampu untuk membuat konsumen menjadi bersemangat untuk

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 1144


memperoleh layanan yang sama, sehingga semakin besar kepuasan pelanggan terhadap produk, maka
semakin baik perilaku wajib pajak.

Pengaruh Kepuasan wajib pajak dalam Memediasi Pengaruh Pemulihan Layanan terhadap Perilaku
wajib pajak setelah pemberian layanan

Hasil pada penelitian ini menunjukkan bahwa kepuasan wajib pajak mampu memediasi pengaruh
pemulihan layuanan terhadap perilaku wajib pajak setelah pemebrian layanan. Pemulihan layanan
memainkan peran pentingan penting dalam mencapai kepuasan pelanggan. Selain itu, pemulihan layanan
membuktikan seberapa besar komitmen penyedia jasa terhadap kepuasan dan kualitas pelayanan terhadap
pelanggan. Dengan adanya pemulihan layanan maka konsumen akan merasakan lebih puas sebab merasa
bahwa komplain dan keluhan yang dirasakannya dipahami dan ditanggapi oleh Kantor Samsat Bengkulu.
Hal ini membuat wajib pajak menjadi semakin puas terhadap layanan yang dilakukan oleh Kantor Samsat
Bengkulu. Dengan adanya kepuasan yang semakin tinggi ini, maka secara psikologis konsumen akan mau
untuk menggunakan layanan dari penyedia jasa tersebut, sehingga kepuasan wajib pajak yang semakin kuat
akan memperkuat pengaruh pemulihan layanan terhadap perilaku wajib pajak setelah pemberian layanan
yang semakin baik.

Penutup
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Pemulihan pelayanan berpengaruh positif terhadap kepuasan wajib pajak pada Samsat Provinsi
Bengkulu.
2. Pemulihan pelayanan yang dilakukan oleh Samsat Provinsi Bengkulu berpengaruh positif terhadap
perilaku wajib pajak setelah pemberian pelayanan pajak.
3. Kepuasan wajib pajak berpengaruh positif terhadap perilaku wajib pajak setelah pemberian pelayanan
pajak.
4. Kepuasan wajib pajak mampu memediasi pengaruh pemulihan layuanan terhadap perilaku wajib pajak
setelah pemberian pelayanan pajak.
Atas dasar kesimpulan yang telah dikemukakan di atas, dapat diberikan beberapa saran dan diharapkan
dapat berguna bagi kemajuan organisasi. Adapun saran tersebut adalah :
1. Samsat Provinsi Bengkulu sebaiknya lebih menyederhanakan persyaratan dalam pelayanan pajak
tahunan dengan tidak menggunakan fotokopi persyaratan sehingga hanya menggunakan persyaratan asli.
2. Keterbatasan penelitian ini adalah responden penelitian ada yang kurang mengerti mengenai pertanyaan
terutama yang berusia lanjut, namun mengisi jawaban secara acak. Untuk penelitian selanjutnya
sebaiknya dapat diambil sampel yang berusia kurang dari 60 tahun.
3. Untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya ditambahkan variabel kualitas pelayanan dan sarana prasarana
sebagai variabel bebas yang dapat mempengaruhi perilaku wajib pajak.

1145 | Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020


Referensi
Armistead, C., Haynes, R. & Duvall, P.K. (2015). Service operations strategy: Framework for
matching the service operations task and the service delivery system. International Journal of
Service Industry Management, 1(2), 6-16.
Ajzen, I. (1991). The theory of planned behavior. Organizational Behavior and Human Decision
Processes, 50,179-211.
Baghestan., Ghanbari, A., Esfandiari, H., Maghazei, O. & Khorasani, S.T. (2012). The impact of
service recovery on customer satisfaction: Case of Iran. Archives Des Sciences, 65(11).
Fatricia, R.S. & Priadi, E. (2018). Pengaruh service recover terhadap kepuasan pelanggan speedy.
Jurnal Digest Marketing, 3(1).
Gupta, K. & Stewart, D. (1996). Customer satisfaction and customer behavior: The differential role
of brand and category expectations. Marketing Letters, 7(3).
Jogiyanto. (2007). Teori portofolio dan analisis investasi. Yogyakarta: Fakultas Ekonomika dan
Bisnis UGM.
Karim, A. (2010). Ekonomi makro Islam. Jakarta: P.T. Raja Grafindo Persada.
Kotler, P. (2014). Manajemen pemasaran. (Jilid 1). Jakarta: Prenhalindo.
Kotler, P. & Armstrong, G. (2012). Prinsip-prinsip pemasaran. Jakarta: Erlangga.
Kusumaningtyas, M.T. (2011). Pengaruh persepsi dan motivasi terhadap minat mahasiswa jurusan
fakultas ekonomi dan bisnis universitas brawijaya berkarir di bidang perpajakan. Jurnal
Perpajakan (Jejak), 1(1).
Lee, Nancy, R & Kotler, P. (2011). Social marketing :Influencing behaviors for Good. US. Sage
Publication, Inc.
Mardiasmo. (2011). Perpajakan Edisi Revisi. Yogyakarta: Andi.
Noegroho, O.A., Suharyono. & Kumadji, S. (2013). Pengaruh experiential marketing dan brand
trust terhadap kepuasan pelanggan dan loyalitas pelanggan (Survei pada pelanggan KFC
cabang Kawi Malang. Jurnal Administrasi Bisnis (JAB), 6(2).
Putra, Yohan, R., Albar, B.B. & Zulbahri, L. (2017). Pengaruh service recovery (pemulihan
layanan) terhadap kepuasan pelanggan PDAM Kota Padang. Jurnal Manajemen dan
Kewirausahaan. 8(3).
Rahayu, S.K. (2010). Perpajakan Indonesia: Konsep dan aspek formal. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Rivai, V. (2011). Manajemen sumber daya manusia untuk perusahaan dari teori ke praktik. Jakarta:
Rajawali Press.
Sarwono, S.W. (2004). Psikologi. Jakarta: Rajawali.
Siyamtinah. & Hendar. (2015). Meningkatkan pembelian ulang melalui kepercayaan dan kepuasan
pada pembelanjaan online. 2nd Conference in Business, Accounting and Management. ISSN
2302-9791.
Soemitro, R. (2008). Asas dan dasar perpajakan. Jakarta: Rafika Aditama.
Sondakh, C. (2014). Kualitas layanan, citra merk dan pengaruhnya terhadap kepuasan nasabah dan
loyalitas nasabah tabungan (Studi pada nasabah taplus BNI Cabang Manado). Jurnal Riset
Bisnis dan Manajemen, 3(1).
Spreng., Richard, A., Gilbert, D., Harrell, R.D. & Mackoy. (1995). Service recovery: impact on
satisfaction and intentions. Journal of Services Marketing, 9(1).
Tjiptono, F. (2014). Manajemen pemasaran jasa. Yogyakarta: Andi.
Tjiptono, F. (2015). Strategi pemasaran. Yogyakarta: Andi.
Undang-undang No. 28 (2007. Tentang Tata Cara Perpajakan
Undang-undang No. 16 (2009). Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
Wahyuningsih. & Nurdin, D. (2010). The effect of customer satisfaction on behavioral intentions.
Jurnal Manajemen Bisnis, 3(1).

Volume 3 | Number 5 | Agustus 2020 | 1146

Anda mungkin juga menyukai