Anda di halaman 1dari 4

RANGKUMAN STUDY CASE

Indonesia merupakan negara yang memproduksi CPO terbanyak disusul oleh Malaysia, setiap taunnya
jumlah produksi mengalami peningkatan. Namun berdasarkan total produktivitas perkebunan kelapa
sawit, Negara Indonesia masih rendah dibandingkan negara Malaysia. Maka diperlukan transformasi
perusahaan agribisnis yang semula mengandalkan SDA dan tenaga kerja tidak terampil menjadi
pemanfaatan tenaga kerja yang terampil dan inovatif melalui pengetahuan.

Topik dalam melakukan peningkatan kinerja perusahaan pengolahan CPO atau agribisnis tersebut tidak
hanya terkait dengan ketersediaan lahan, teknologi, dan modal tetapi juga melibatkan pembenahan dan
pengembangan organisasi untuk dapat beradaptasi dengan tantangan dan lingkungan eksternal untuk
meningkatkan kinerja melalui dukungan dari SDM yang memiliki kemampuan dan perilaku yang sesuai
dengan strategi dan tujuan perusahaan.

Pada tahun 1996, pemerintah melakukan restrukturisasi perkebunan milik negara dengan
menggabungkan 34 PT Perkebunan menjadi 14 PT Perkebunan. Khusus di Kalimantan terbentuk PTPN
XIII yang digabungkan dari 8 PTP tersebut. Karena penggabungan tersebut berakibat pada
penggabungan SDM dan PTPN XIII memerlukan upaya untuk meningkatkan SDM.

Salah satu indicator kinerja menjadi tidak maksimal adalah produksi yang relative statis, dimana tidak
adanya upaya untuk pengembangan industry hilir seperti farmasi, kosmetik, dan lainlain. Padahal
produk CPO memiliki produk turunan berkaitan dengan dunia usaha dan kebutuhan masyarakat di
bidang pangan.

Kinerja karyawan golongan III-IV diukur melalui standar kinerja dan diukur sesuai dengan pencapaian
hasil berdasarkan target yang telah ditetapkan. Karyawan tingkat III-IV juga diberikan kewenangan untuk
mengembangkan kreativitas mereka. Selain itu mereka juga bertanggung jawab untuk mengawasi
karyawan tingkat I-II. Semua itu dilakukan untuk mencapai tujuan perusahaan dan mempertahankan
perilaku organisasi. Jadi tantangannya PTPN XII ini meningkatkan produktivitas dan kinerja karyawannya.

Pada tahun 2012, direksi PTPN XII mencanangkan sebuah program Bernama mission impossible yang
dimana kegiatannya memiliki target untuk meningkatkan produksi sebesar 100% dalam jangka waktu
lima tahun. PTPN XII juga mendorong karyawan khususnya karyawan di tingkat golongan III-IV untuk
memiliki nilai onovasi dalam bekerja, bertanggung jawab (mampu merespon hasil kerja yang berkaitan
dengan mutu, biaya standar dan norma serta sasaran yang telah ditentukan), bertindak segera
(pekerjaan segera dilakukan untuk meningkatkan keuntungan dan mempercepat pertumbuhan)
profesionalisme dan memiliki kemampuan berwirausaha. Inovasi tersebut dilakukan tidak hanya untuk
meningkatkan produktivitas atau penciptaan produk baru, tetapi juga dalam menciptakan cara kerja
baru untuk mencapai hasil terbaik. Karena keseluruhan internalisasi nilai tersebut sangat penting bagi
karyawan untuk akhirnya mampu meningkatkan kinerja perusahaan.

Direksi PTPN XIII selalu memberikan kesempatan pelatihan formal maupun nonformal bagi karyawannya
untuk memperoleh ilmu baru, kenaikan jabatan tidak terpaku pada lamanya waktu bekerja tetapi lebih
kepada kapabilitas karyawan. Selain itu melalui teknologi informasi PTPN XII telah menerapkan teknologi
terintegrasi dalam rangka menjadi perusahaan perkebunan modern berbasis teknologi.

Keseluruhan upaya untuk mengembangkan sumber daya manusia di PTPN XIII tidak terlepas dari
kegiatan pembelajaran baik pembelajaran sehari hari dari pengalaman kerja dan dari satu orang ke
orang lain, maupun melalui Pendidikan formal seperti seminar, kursus dan lain-lain.

Untuk mengasah kreativitas dan inovasi karyawan, PTPN XIII rutin mengadakan kegiatan kompetisi
kreativitas dan inovasi berupa kompetisi yang melibatkan karyawan untuk melakukan dokumentasi
melalui pembuatan naskah dan menggambarkan pengalaman yang dimiliki dalam meningkatkan
aktivitas kerja atau apa yang telah diterapkan di unitnya sehingga apabila karyawan melakukan
dokumentasi tersebut dan dianggap cara baik di sebuah unit, cara tersebut dapat diadopsi oleh unit lain
untuk meningkatkan kinerjanya.

Untuk meningkatkan kinerja pegawai, PTPN XIII juga senantiasa memperhatikan kesejahteraan
pegawainya. Dari sisi gaji, tunjangan, program Kesehatan, pension dan lain sebagainya. Sehingga
disimpulkan pengelolaan sumber daya manusia nya tidak hanya berpusat terhadap keterampilan,
pengetahuan, namun juga sikap, perilaku, dan nilai karyawan.

Tahun 2009 dilakukan survey kepuasan karyawan dan ditemukan bahwa karyawan belum mencapai
tingkat kepuasan. Terutama pada golonganIII-IV yang diduga karena factor pembelajaran organisasi yang
belum maksimal. Menurut Spicer dan Sadler-Smith (2006) pembelajaran organisasi digunakan sebagai
kekuatan efektif dan sebagai kunci pembaruan strategi perusahaan yang efektif.

Menurut Elu (2003), dalam organisasi yang menerapkan pembelajaran organisasi, orang-orang terus
berkomunikasi secara jujur dan terbuka, saling menghormati, menilai tetapi juga mencari umpan balik,
menantang untuk selalu menggunakan perspektif baru, terlibat dalam pendekatan sistem yang
komprehensif dan menunjukkan diri secara jujur.

Rose et al. (2009) menemukan bahwa pembelajaran organisasi memiliki hubungan positif dengan
komitmen organisasi, kepuasan kerja dan kinerja karyawan. Berdasarkan fenomena yang ada di PTPN
XIII (Perseroan Terbatas) dan mengacu pada berbagai hasil penelitian sebelumnya, penelitian yang
dilakukan tentang kinerja karyawan menggunakan variabel pembelajaran organisasi sebagai variabel
eksogen dan variabel kepuasan kerja dan komitmen organisasi sebagai variabel intervening. Seperti yang
diungkapkan oleh Robbins (1996), hubungan antara pembelajaran organisasi dan kinerja tidak terlalu
dekat. Perlu adanya variabel lain yang dapat memperkuat hubungan tersebut dan untuk mengetahui
sejauh mana pembelajaran organisasional dapat berkontribusi pada peningkatan kinerja.

Kepuasan kerja adalah hasil dari persepsi karyawan tentang seberapa baik pekerjaan memberikan segala
sesuatu yang dianggap penting melalui pekerjaannya (Luthans, 2002). Kepuasan kerja juga merupakan
masalah yang sangat penting bagi organisasi karena kepuasan kerja merupakan rangkaian persepsi
individu karyawan yang akan mempengaruhi sikap dan perilaku individu karyawan tersebut saat bekerja.
Setelah kepuasan kerja karyawan tercipta, maka komitmen organisasi karyawan akan terbangun.
kepuasan kerja secara hipotesis mempengaruhi prestasi kerja secara tidak langsung melalui tujuan dan
usaha seorang karyawan, dan kepuasan kerja mempengaruhi kinerja karyawan secara positif dan
signifikan.

Dengan demikian, kepuasan kerja dapat disimpulkan berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Bagi
perusahaan yang akan mengembangkan keunggulan bersaing yang berkelanjutan sekaligus mencapai
tujuan perusahaan yang membutuhkan perubahan perilaku positif dari karyawan, perusahaan harus
mampu membangun komitmen yang kuat sebagai prioritas utama dalam kebijakan pengembangan
sumber daya manusia. Karyawan dengan komitmen yang kuat akan lebih serius dalam bekerja, akan
lebih loyal dan akan selalu berpikiran positif terhadap organisasi. Komitmen organisasi adalah sikap yang
mencerminkan loyalitas karyawan terhadap organisasinya.

Pemahaman tentang komitmen organisasi akan memberikan kontribusi positif bagi manajemen
perusahaan dalam mengelola karyawannya. Komitmen organisasi karyawan merupakan faktor yang
dapat mempengaruhi keberhasilan perusahaan dalam menghadapi perubahan lingkungan bisnis. Jika
komitmen organisasi mencerminkan identifikasi dan keterlibatan dalam organisasi, maka perusahaan
akan mendapatkan manfaat dari loyalitas yang tumbuh dan pencapaian karyawan yang muncul lebih
baik.

Pola berbagi informasi mengacu pada sejauh mana informasi dibagikan dan bagaimana informasi
dibagikan; penyelidikan iklim mengacu pada sejauh mana sikap individu terhadap peningkatan
organisasi pelajar dengan menerima tantangan dan berpartisipasi dalam eksperimen; praktik
pembelajaran mengacu pada sejauh mana anggota organisasi berpartisipasi secara aktif dalam setiap
kegiatan pembelajaran; dan pola pikir pencapaian mengacu pada sejauh mana anggota organisasi
mencapai pemulihan. Pemilihan ini didasarkan pada pemikiran bahwa indikator pembelajaran organisasi
ini perlu dikembangkan oleh PTPN XIII (Perseroan Terbatas). Selanjutnya peneliti mengkaji teori
komitmen organisasi (O'Reilly dan Chatman, 1986; Mowday et al., 1982; Meyer et al., 1993), yang
dimulai dari pengertian komitmen organisasi dan bentuk serta ukuran-ukurannya. dari komitmen
organisasi. Peneliti lebih memfokuskan pada konsep dan teori serta pengukuran komitmen
organisasional yang dikemukakan oleh Mowday et al. (1982), yang meliputi penerimaan tujuan
organisasi, keinginan untuk bekerja keras dan keinginan untuk bertahan hidup, menjadi bagian dari
organisasi.

Bentuk komitmen yang muncul tidak hanya berupa loyalitas pasif tetapi juga melibatkan hubungan aktif
antara karyawan dengan organisasi berupa kesediaan memberikan segala daya upaya untuk
keberhasilan organisasi. Seseorang yang memiliki komitmen tinggi akan memiliki identifikasi terhadap
organisasi, akan terlibat dalam pekerjaan dan akan loyal dan positif terhadap organisasi. Dia akan
menunjukkan perilaku terhadap pencapaian tujuan organisasi dan keinginan untuk tetap bersama
organisasi.

delapan indikator kinerja yang diterapkan di PTPN XIII (Persero) yang meliputi target utama pencapaian
target kerja baik secara kualitas maupun kuantitas; integritas; semangat pencapaian; kerjasama
kelompok; kemampuan dalam perencanaan; kemampuan dalam pengambilan keputusan; kemampuan
untuk mengelola hubungan; dan kemampuan dalam mengembangkan bawahan.

Anda mungkin juga menyukai