Anda di halaman 1dari 8

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Employee Engagement merupakan faktor penting
bagi kesuksesan perusahaan untuk memberikan com-
petitive advantage bagi perusahaan. Karyawan yang
memiliki engagement yang tinggi memiliki energi yang
tinggi, komitmen, job ownership dan kebanggaan
terhadap organisasi (pride), produktivitas, loyalitas,
semangat kerja. Biasanya mereka menghabiskan
waktu lebih lama, berusaha lebih keras, dan
menyelesaikan pekerjaan lebih banyak (Wellins &
Concelman, 2005). Engagement tidak hanya mampu
mempertahankan karyawan potential, meningkatkan
produktivitas karyawan, namun juga berkaitan dengan
kepuasan customer, reputasi perusahaan dan stake-
holder values (Lockwood, 2007). Menurut Catteuw et
al. (2007) employee engagement adalah tingkatan di
mana pekerja puas dengan pekerjaannya dan merasa
berharga. Pekerja yang engaged akan bertahan dengan
perusahaannya lebih lama, dan ditemukan lebih
cerdas secara kontinyu, lebih efektif untuk
menambahkan nilai bagi institusinya.
Selain itu, Lockwood (2007) mendefinisikan en-
gagement sebagai sejauh mana karyawan memiliki
komitmen terhadap sesuatu atau seseorang di dalam
perusahaan. Employee Engagement dipengaruhi oleh
banyak faktor antara lain: budaya organisasi,
komunikasi yang terjadi di dalam perusahaan, gaya

1
kepemimpinan, dan reputasi perusahaan. Untuk
generasi saat ini, kesempatan pelatihan dan
pengembangan karir, work/life balance, dan system
rewards yang diberikan kepada karyawan atas usaha
yang telah diberikannya menjadi hal yang penting
untuk menciptakan engagement karyawan.
Fenomena lain adalah maraknya informasi
mengenai turnover, talent management, dan istilah-
istilah lain, yang sering dikaitkan dengan penyebab
employee engagement. Di sisi lain variabel kompensasi,
status/ pengakuan dan kesempatan berkembang
menjadi variabel-variabel yang paling krusial untuk
mempertahankan karyawan. Para pakar di bidang
kompensasi yakin bahwa kompensasi mempengaruhi
motivasi pekerja untuk bertahan di perusahaannya
(Ivancevich, 2004). Kompensasi menjadi salah satu
faktor pendorong utama employee engagement di
sebuah intitusi. Alasan terbesar bagi pekerja untuk
pindah ke institusi lain adalah tawaran paket
kompensasi yang lebih baik, meskipun hasil survey
menunjukkan bahwa kesempatan karir yang lebih
baik merupakan alasan tertinggi (PortalHR, 2007). Hal
ini didukung oleh Milkovich dan Newman (2002) yang
menyatakan bahwa kompensasi merupakan salah satu
hal yang mempengaruhi perilaku seseorang dalam
bekerja, tetapi selain itu pengakuan dan peluang
untuk maju juga turut berpengaruh. Menurut
Milkovich dan Newman (2002) yang dikutip oleh
Wulandari (2011) mengajukan beragam hal yang dapat
diperoleh seseorang dari bekerja (total returns). Hal-hal
tersebut dikategorisasikan sebagai kompensasi total

2
dan relational returns, yang kemudian total returns
dapat dibatasi pada tiga variabel yaitu, kompensasi,
status/ pengakuan, dan kesempatan berkembang.
Di sisi lain, menurut Hammer (1982) kepuasan
kerja (job satisfaction) didefinisikan sebagai sikap
seseorang terhadap pekerjaannya. Individu yang
merasakan kepuasan kerja yang tinggi akan memiliki
sikap yang positif terhadap pekerjaannya, sementara
yang tidak merasa puas akan bersikap sebaliknya.
Sedangkan keinginan untuk tetap bekerja di perus-
ahaan (intention to stay with firms) didefinisikan
sebagai keinginan individu untuk tetap loyal kepada
perusahaan. Jam kerja fleksibel akan dinilai sukses
apabila karyawan yang menggunakannya merasa
puas, kinerja optimal dan mempunyai keinginan kuat
untuk tetap tinggal di perusahaan. Jam kerja fleksibel
diduga kuat dapat meningkatkan kepuasan kerja dan
turnover yang lebih rendah (Mattis, 1990). Selain itu,
didukung pula oleh studi yang menyimpulkan bahwa
penawaran jam kerja fleksibel akan meningkatkan
kepuasan kerja dan komitmen organisasional (Lankau,
1997). Jam kerja fleksibel dapat membantu
mempertemukan kebutuhan karyawan untuk otonomi
dan independensi yang pada gilirannya akan
membantu memenuhi kebutuhan aktualisasi diri dan
kepuasan kerja (Baltes et al. 1999). Studi Almer dan
Kaplan (2002) menunjukkan bahwa jam kerja fleksibel
dapat meningkatkan kepuasan kerja, kemudian
kepuasan kerja berkorelasi positif terhadap employee
engagement.

3
Perbedaaan jenis kelamin juga ditemukan
berkontribusi terhadap employee engagement. Laki-
laki memilih memiliki keterikatan lebih dengan
pekerjaan karena posisinya sebagai pencari nafkah
utama dalam keluarga, sedangkan perempuan
sebaliknya (Ferguson, 2006). Mengenai masa kerja,
Endres dan Smoak (2008) mengungkapkan bahwa
tingkat employee engagement menurun ketika
seseorang telah bekerja selama dua tahun di
perusahaannya. Sarianto (2008) juga menjelaskan
mengenai adanya pengaruh status karyawan juga
turut mempengaruhi motivasi karyawan.
Dari penjabaran di atas, dapat diketahui bahwa
total returns dan flextime memiliki pengaruh terhadap
kesuksesan suatu perusahaan dalam meng-engage
karyawan. Dari beberapa penelitian yang telah ada
sebelumnya, Wulandari (2011) meneliti pengaruh total
returns terhadap employee engagement pada dosen
ITB, serta beberapa penelitian yang menyebutkan
pengaruh flextime yang secara langsung
mempengaruhi kepuasan dan intention to stay dimana
berkorelasi positif terhadap employee engagement.
Maka penelitian kali ini berupaya untuk membuktikan
pengaruh flextime dan total returns terhadap employee
engagement di perusahaan manufacturing, di mana
persaingan manufacturing cukup transparan dan
memiliki dinamika yang cepat. Juga untuk
membuktikan penelitian sebelumnya mengenai
pengaruh gender dan status karyawan. Untuk
mendukung penelitian ini maka penelitian dilakukan

4
dengan studi kasus di PT. Formulatrix Indonesia yang
telah menerapkan flextime.
PT. Formulatrix Indonesia adalah Perusahaan
PMA (Amerika) yang berada di Indonesia sejak tahun
2006. Banyak karyawan baru yang direkrut sejak
berdiri pada tahun 2006. Jumlah Karyawan s/d 31
Juni 2014 adalah sebanyak 250 karyawan dengan
beberapa tenaga ahli yang telah terpengaruh oleh
budaya organisasi pada Perusahaan sebelumnya. Flex-
time sengaja diterapkan di PT. Formulatrix Indonesia,
selain dikarenakan perusahaan induk di Amerika
menerapkan hal yang sama, flextime diterapkan di
Formulatrix Indonesia untuk mempermudah karyawan
dalam mengatur waktu antara bekerja dan keluarga
tanpa mengurangi produktifitas. Beberapa karyawan
terlihat bahagia untuk bisa mengatur jam kerja, dan
hal ini membuat PT. Formulatrix Indonesia
mempunyai keunggulan dibanding perusahaan yang
ada di Indonesia, tepatnya di Jawa Tengah di mana
flextime jarang diterapkan. Dengan adanya flextime,
semua Karyawan di PT. Formulatrix diharapkan dapat
memiliki kesamaan gerak langkah yang tercermin dari
adanya nilai-nilai yang sama dalam menjawab
tantangan eksternal dan internal perusahaan. Saat ini
di PT. Formulatrix telah memiliki nilai-nilai budaya
utama (core values) yaitu micro management, flexibility,
responsibility, goal target.

5
1.2. Persoalan Penelitian
PT. Formulatrix Indonesia merupakan Perusahaan
Milik Asing (PMA) Amerika yang didirikan di Indonesia
sejak tahun 2006. PT. Formulatrix Indonesia memiliki
tantangan internal dalam meng-alignkan kedua budaya
negara yang ada dan menumbuhkan egangement
terhadap karyawan di PT. Formulatrix Indonesia yang
ada di Indonesia dan juga untuk kerjasama yang
harmonis dengan tim yang ada di Amerika. Salah satu
cara yang diterapkan di PT. Formulatrix Indonesia
adalah flextime. Selain itu, secara ekternal PT.
Formulatrix Indonesia juga dituntut untuk mampu
menjadi tempat kerja dengan kredibilitas tingkat dunia.
Melalui flextime, apakah PT. Formulatrix Indonesia
mampu meningkatkan employee engagement. Selain
dari itu, PT. Formulatrix Indonesia juga dituntut untuk
dapat meng-engange karyawan dengan menjadi
organisasi yang memuaskan melalui total returns yang
diharapkan oleh karyawan yang meliputi system
kompensasi kompensasi, status/ pengakuan dan
kesempatan berkembang bagi Karyawan di tengah
persaingan global seperti sekarang ini. Maka masalah
penelitian adalah:
1. Apakah ada pengaruh flextime yang diterapkan oleh
Perusahaan terhadap employee engagement?
2. Apakah ada pengaruh total returns (kompensasi,
status/ pengakuan, dan kesempatan berkembang)
terhadap employee engagement?
3. Apakah gender dan status kekaryawanan dapat
berperan sebagai variabel moderating dalam

6
hubungan antara flextime dan total returns terhadap
employee engagement?

1.3. Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan
menganalisis beberapa faktor berikut ini terhadap ting-
kat engagement Karyawan di PT. Formulatrix Indone-
sia, dengan tujuan rinciannya adalah untuk
mengetahui:
1. Untuk mengetahui apakah flextime berpengaruh
terhadap employee engagement.
2. Untuk mengetahui apakah total returns
(kompensasi, status/ pengakuan, dan kesempatan
berkembang) berpengaruh terhadap employee en-
gagement.
3. Untuk mengetahui peran status karyawan dan gen-
der sebagai variabel moderating terhadap hubungan
antara flextime dan total returns terhadap employee
engagement?

1.4. Manfaat Penelitian


1. Bagi Akademisi :
Diharapkan penelitian ini bisa memberikan
sumbangsih sebagai referensi bagi penelitian-
penelitian selanjutnya terutama pengaruh
ketetapan HRD pada perusahaan manufacturing.
2. Bagi Perusahaan :
- Masukan bagi pihak manajemen untuk lebih
memperhatikan faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi employee engagement di tengah

7
persaingan yang ada, dan terus memperbaiki
manajemen untuk mempertahankan asset pe-
rusahaan yaitu SDM.
- Perusahaan dapat mengetahui kondisi karyawan
saat ini dalam pendekatan employee engagement,
sehingga akan memudahkan Perusahaan dalam
menetapkan kebijakan ke depan.

Anda mungkin juga menyukai