Anda di halaman 1dari 18

EMPLOYEE ENGAGEMENT DAN COMMITMENT: STUDI KASUS PADA PT

UNILEVER INDONESIA TBK

Abstrak

Dalam mewujudkan visi dan misi sebuah perusahaan, tentunya karyawan sebagai aset perusahaan memiliki
peranan penting tersendiri. Hal ini karena karyawan yang terbagi di dalam setiap unit kerja menjalankan
perannya masing-masing supaya kegiatan perusahaan berjalan semestinya. Adapun di balik semua itu, employee
engagement dan commitment menjadi penentu atas baik buruknya revenue di dalam perusahaan. Sebagai salah
satu perusahaan logistik PT Unilever Indonesia yang menampilkan perilaku yang engage.
Kata Kunci : Commitment, Engagement, Peran.

I.

PENDAHULUAN
II.

II.1

Latar Belakang
III.
Kenyamanan
dalam
bekerja merupakan dambaan setiap
karyawan di dalam sebuah perusahaan.
Perusahaan sebagai tempat mereka
bekerja merupakan sebuah sarana demi
berkembangnya kinerja yang lebih baik.
Secara langsung maupun tidak langsung,
mereka juga terikat oleh peraturan dan
tata tertib yang wajib ditaati untuk
menjelaskan job description-nya. Tetapi
dalam perjalanannya, terdapat konflik
yang dialami masing-masing karyawan
baik pribadi, maupun sesama karyawan.
Hal ini akan berpengaruh terhadap
perilaku engaged dan komitmen
terhadap perusahaan.
IV.
Terkait
dengan
hal
tersebut perilaku engage ini senada
dengan pendapat yang dikemukakan
oleh Jack dan Suzy Welch (2006) bahwa
karyawan yang engage di dalam
pekerjaan mereka dan berkomitmen
terhadap organisasi dan memberikan
keunggulan
komparatif
termasuk
produktifitas yang tinggi dan resiko

pergantian karyawan yang rendah. Jika


dikaitkan dengan keunggulan komparatif
maka terdapat korelasi dengan pendapat
yang dikemukakan oleh J Joshi dan
Sodhi (2011) bahwa jangka waktu
keterlibatan
(engage)
karyawan,
berkaitan
dengan
produktifitas,
profitabilitas,
retensi
karyawan,
keamanan, dan kepuasan pelanggan.
Dari kedua pendapat yang dikemukakan
oleh kedua tokoh tersebut maka dapat
dilihat bahwa hasil yang baik dan
maksimal bagi perusahaan merupakan
tujuan utama.
V.
Terkait
dengan
meningkatkan keunggulan komparatif
perusahaan juga sebanding dengan
pendapat yang dikemukakan oleh
Linsdey Havill (2010) mengenai
komponen-komponen
yang
harus
dimiliki di dalam employee engagement.
Adapun komponen tersebut adalah (a)
think (berfikir). Kunci di dalam
employee engagement adalah komitmen.
Komitmen di sini adalah komitmen
terhadap tim, pekerjaan, manajemen,
dan faktor unik yang tidak dimiliki antar
karyawan yaitu cara berfikir kritis.
Selain itu, seorang karyawan harus
mencitai apa yang mereka lakukan di
1

organisasi dimana tempat ia bekerja dan


dengan siapa ia bekerja.
(b) feel
(perasaan). Aspek ini membahas
mengenai kenyamanan karyawan. Hal
ini dapat dilihat melalui nilai apa yang
dimiliki
karyawan
sebagaimana
karyawan tersebut mengetahui bahwa
perusahaan
membutuhkan
dirinya
sebagai karyawan. Hal ini dapat
menentukan
engagement
seorang
karyawan terhadap perusahaan. (c) act
(perilaku). Aspek ini membahas
mengenai bagaimana sikap atau perilaku
karyawan di dalam membantu rekan
kerja. Selain itu, sikap seorang karyawan
yang tidak engage terhadap perusahaan,
maka akan berdampak kepada kinerja.
VI.
Terkait dengan aspek
aspek apa saja yang harus ada di dalam
employee engagement tersebut, ada
kaitannya dengan hasil (result) yang di
dapatkan. Adapun hasil yang di
dapatkan adalah berupa dua aspek yang
harus ada, pertama (a) retention
(retensi). Di dalam suatu perusahaan
atau
organisasi,
idealnya
ketika
manajemen meningkatkan kinerja suatu
karyawan
sebanding
dengan
peningkatan retensinya.
Kedua (b)
performance (kinerja). Kinerja tidak
hanya diartikan sebagai kinerja pribadi,
tetapi juga sebagai kenyamanan
karyawan, pelanggan yang loyal, profit
yang tinggi, pertumbuhan pendapatan,
dan keberlanjutan perusahaan.
VII. Mengacu pada penjelasan
mengenai konsep employee engagement
dan commitment tersebut, maka di dalam
penelitian ini akan dibahas mengenai
employee engagement dan commitment
di PT Unilever Indonesia, Tbk. Pada
akhir pembahasan ini akan terlihat
seberapa
efektif
dan
efisienkah

penerapan employee engagement dan


commitment disana. Berdasarkan fakta
di lapangan terdapat permasalahan
mengenai tenaga kerja. Permasalahan
tersebut adalah mogok kerja yang
dilakukan oleh pegawai PT Unilever
Indonesia Tbk pada (Oktober 2013).
Permasalahan tersebut adalah ketidak
konsistenan PT Unilever Indonesia Tbk
terhadap UU No 13 Tahun 2003
mengenai tenaga kerja outsourcing.
VIII. Jika dilihat dari segi
employee engagement dan commitment,
ketika
karyawan/pegawai
komit
terhadap perjanjian kontrak outsourcing,
PT sendiri tidak melaksanakan sesuai
dengan hak pegawai, oleh karena itu
terjadi bentrok antar kedua belah pihak,
yaitu antar pegawai dan manajemen PT.
Menurut company profile PT Unilever
Indonesia Tbk, mengenai hak-hak buruh
dan
masalah
kepegawaian
(
http://www.unilever.co.id/id/sustainableliving/ourpeople/) menyatakan bahwa
Pendekatan Unilever terhadap hak - hak
buruh dan pegawai diatur dalam Kode
Etik Prinsip Kebijakan Perusahaan. Kita
salah satu penandatangan UN Global
Compact
mendukung
konvensi
Organisasi Buruh Sedunia dan terus
membangun
pendekatan
inklusif
mengenai hak-hak asasi manusia
berdasarkan aturan Ruggie. Meskipun
demikian sejumlah masalah tetap
bermunculan. Dalam kurun waktu 3
tahun terakhir kita menghadapi berbagai
permasalahan mengenai kontrak kerja
buruh di Pakistan, isu organisasi buruh
di India yang melontarkan tuduhan
tentang perekrutan buruh anak anak di
Madagascar (untuk vanilla).
IX.
Berbagai
isu
yang
muncul
tidaklah
mengherankan
2

mengingat besarya bisnis Unilever dan


tersebar diseluruh dunia. Masalah yang
dimonitor akan dikelola sampai ke level
posisi top management sehingga bisa
diselesaikan. Isu tuduhan tentang buruh
anak diselesaikan dengan cepat dan isu
buruh di Pakistan juga bisa diselesaikan
dengan mediasi melalui OECD.

Bursa Efek Indonesia karya Ni Wayan


Yadnyawati yang merupakan alumnus
Magister Manajemen Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia 2012. Penelitian
ini membahas mengenai pengaruh
budaya organisasi terhadap employee
engagement di PT Bursa Efek Indonesia
(BEI) melalui analisis pengaruh sub
variabel budaya organisasi sesuai
dengan Organizational Culture Model
dari Daniel R. Selain itu, terdapat
penelitian terdahulu berjudul Analisis
Kepuasan Pelanggan dan Karyawan
Pada Hotel X dengan Metode Human
Sigma yang telah dilakukan oleh
Triyono dan merupakan alumnus
program Sarjana Teknik Industri
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
2011. Penelitian ini membahas mengenai
cara mempertahankan konsumen melalui
metode
Human
Sigma
guna
meningkatkan kinerja keuangan hotel x,
Adapun perbedaan dengan penelitianpenelitian tersebut adalah penelitian ini
akan membahas mengenai employee
engagement dan commitment di PT
Unilever Indonesia Tbk secara umum.

X.
Selain itu, kasus di
lapangan terkait dengan PT Unilever
Indonesia Tbk adalah masalah estetika
(2006). Pada watu itu, perusahaan
melihat suatu kebutuhan konsumen yaitu
pembelian terhadap produk-produk anti
penuaan. Perusahaan memerlukan SDM
yang berkompeten dalam bidang laser
professional. Adapun dengan perekrutan
tenaga baru tersebut nantinya akan
membawa dampak engagement terhadap
karyawan PT Unilever itu sendiri.
(http://www.unilever.co.id/id/innovation/
collaborating/aesthetics/ ).
XI.
Adapun
penelitian
terdahulu berjudul Analisis FaktorFaktor yang Mempengaruhi Employee
Engagement di Badan Pengawas Obat
dan Makanan = Analisis of The Factor
That
Affecting
The
Employee
Engagement in The National Agency of
Drug and Food Control karya Yan
Hermawan yang merupakan alumnus
Magister Ilmu Administrasi Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Indonesia
2012.
Penelitian
ini
membahas mengenai pengaruh budaya
organisasi,
kepemimpinan,
dan
kompensasi dan lingkungan kerja
terhadap employee engagement di Badan
Pengawas Obat dan Makanan. Selain itu,
penelitian sebelumnya yang serupa pula
yaitu mengenai Analisis Pengaruh
Budaya Organisasi Terhadap Employee
Engagement : Studi Kasus Pada PT

XI.1

Rumusan Masalah
XII. Berdasarkan
latar
belakang yang telah di bahas
sebelumnya, adapun rumusan masalah
dalam penelitian Ini adalah bagaimana
penerapan employee engagement dan
commitment di PT Unilever Indonesia
Tbk.

XII.1 Tujuan Penelitian


XIII. Terkait dengan rumusan
masalah yang telah dijelaskan pada
paparan sebelumnya, maka tujuan
penelitian yang ingin diketahui adalah
penerapan employee engagement dan
3

commitment di PT Unilever Indonesia


Tbk.
XIII.1 Manfaat Penelitian
XIV. Sehubungan
dengan
penelitian di atas, hasil penelitian ini
diharapkan dapat memberikan masukan,
hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan manfaat, antara lain :
a.

Manfaat Akademis
XV. Dalam manfaat akademis,
diharapkan
dapat
memberikan
kontribusi pada pengembangan ilmu
manajemen terutama dalam hal
employee
engagement
dan
commitment.

b.

Manfaat Praktis
XVI. Diharapkan penelitian ini
dapat bermanfaat untuk memberikan
masukan bagi PT Unilever Indonesia
Tbk dalam meningkatkan kinerja
dalam rangka pembuatan kebijakan
dan keputusan mengenai employee
engagement dan commitment juga
meningkatkan revenue.
XVII.
XVIII. II TINJAUAN
TEORITIS
XIX.
XX.

2.1

Kajian Pustaka

XXI.
Pada bagian ini,
akan dibahas mengenai teori apa saja
yang akan dibahas sebagai acuan pada
analisis dan pembahasan.Adapun teoriteori yang dibahas di dalam penelitian
ini adalah mengenai employee
engagement dan commitment.
XXII. Employee Engagement and
Commitment

XXIII. Kata "engagement" jika


disadur dalam bahasa Inggris maka
akan sedikit ada perbedaan persepsi.
Dalam
bahasa
Inggris,
kata
"engagement" sendiri sering kali
digunakan untuk melambangkan status
ikatan pertunangan antara laki-laki dan
perempuan. Namun dalam terminologi
"employee
engagement"
yang
perkenalkan oleh Gallup, engagement
diartikan sebagai status "keterikatan"
(dalam arti positif) seorang Karyawan
terhadap lingkungan kerja atau
perusahaan tempatnya bekerja.
XXIV.
Yang dimaksud
dengan kondisi keterikatan tersebut
adalah kondisi dimana seorang
Karyawan merasa mempunyai ikatan
yang sangat spesial dengan lingkungan
kerjanya, dan olah karena itu
Karyawan tersebut akan dengan
sukarela akan melakukan apa pun
untuk kemajuan perusahaannya dengan
terus berkontribusi secara optimal.
XXV. Dalam
meningkatkan
antusiasme dalam bekerja, diperlukan
suasana kerja yang positif pula
sehingga karyawan dapat berperilaku
engaged sehingga dapat meningkatkan
revenue bagi perusahaan. Selain itu,
kenyamanan ini akan terasa bagi
individu pribadi apabila sudah
engaged.
XXVI. Menurut Fifie Nurofia
(2009) menyatakan bahwa employee
engagement memperlihatkan seberapa
besar karyawan mengidentifikasikan
diri dengan pekerjaannya dan secara
emosional
komit
terhadap
pekerjaannya,
dan
memiliki
kemampuan sumber daya untuk
melakukan pekerjaannya. Adapun
menurut Surya Prakash Pati & Pankaj
4

Kumar (2010) mengenai employee


engagement
merupakan
suatu
pemberdayaan yang berkaitan dengan
peran manajemen.
XXVII.
Selain itu, terkait
dengan employee engagement, menurut
Macey (2009) sebagai behavioural,
engagement dapat dilihat oleh orang
lain dalam bentuk perilaku yang
merupakan hasil dari perasaan
antusiasme, focus, dan energized.
Karyawan yang engaged akan terlihat
sebagai berikut.
a. Mereka akan berpikir secara
proaktif, mereka mengantisipasi
opportunities untuk melakukan
tindakan dengan cara yang
sesuai atau selaras dengan
tujuan organisasi.
b. Mereka
akan
meluaskan
pemikiran mereka mengenai
apa yang perlu dilakukan
sehubungan dengan terjadinya
perubahan tuntutan pekerjaan
dan meluaskan peran agar
sesuai
dengan
tuntutan
pekerjaan yang baru ini.
Mereka tidak terpaku pada
pekerjaannnya
sebagaimana
tercantum pada job description,
tetapi mereka focus terhadap
tujuan yang ingin mereka capai
yang
konsisten
dengan
keberhasilan perusahaan. Jadi
mereka bisa melakukan sesuatu
yang baru yang diperlukan dan
tidak
mempermasalahkan
apakah itu merupakan bagian
dari pekerjaannya.
c. Mereka
secara
menemukan
cara
memperkaya skills

aktif
untuk
mereka,

yang konsisten dengan peran


mereka dalam organisasi dan
misi organisasi. Artinya mereka
mengembangkan diri tidak
hanya
untuk
kepentingan
mereka sendiri tetapi mereka
mengembangkan diri untuk
dapat memberi kontribusi yang
lebih efektif kepada organisasi.
Dalam hal ini eksekutif tidak
butuh untuk mengingatkan,
mendorong karyawan untuk
melakukan pekerjaannya tetapi
mereka mengerjakannya tepat
pada waktunya.
d. Karyawan presist (konsisten
berjuang)
bahkan
ketika
mereka menghadapi hambatan,
misalnya ketika segala sesuatu
menjadi tidak mudah, tidak
sebagaimana
yang
direncanakan,
dan
atau
menghadapi
situasi
yang
ambigu. Dalam hal ini eksekutif
tidak
butuh
untuk
mengingatkan,
mendorong
karyawan untuk melakukan
pekerjaannya tetapi mereka
mengerjakan pada waktunya.
e. Mereka
akan
beradaptasi
terhadap perubahan. Artinya
mereka akan beradaptasi ketika
situasi membutuhkannya.
XXVIII. Selain
bagaimana
mengetahui karyawan engaged terhadap
perusahaan, adapun teori Human Sigma
yang diperkenalkan oleh John H
Fleming, C Coffman dan James
K.Harter (2005) yang digunakan untuk
menilai mutu interaksi karyawan dan
para pelanggan serta aspek pengelolaan
dan perbaikan hubungan keduanya.
5

XXIX. Berikut
merupakan
tingkatan-tingkatan mutu interaksi di
dalam Human Sigma di dalam employee
engagement.
XXX.

P
a
s
s
i
o
P rn
id e
In t e g r it y
C o n fi d e n t

1. Confidence
XXXI.
Pada dimensi ikatan
emosional, dimensi yang pertama
dan fundamental adalah dimensi
dimana level ikatan emosional yang
lebih tinggi dibangun. Tapi jika
confidence atau dalam bahasa
Indonesia
dapat
disebut
kepercayaan, tidak dapat berdiri
sendiri untuk membangun hubungan
jangka panjang dengan pelanggan.
Dimensi ini menunjukkan tingkat
menunjukkan tingkat kepercayaan
pelanggan
pelanggan
terhadap
perusahaan. Apakah perusahaan
selalu memberikan produk atau jasa
sesuai dengan apa yang dijanjikan
akan
menentukan
tingkat
kepercayaan pelanggan tersebut.
Dimensi inilah yang pertama kali
harus dibangun oleh perusahaan.
2. Integrity
XXXII. Integritas
merupakan
salah satu kunci dalam menentukan
employee engagement.
3. Pride

XXXIII. Pride adalah dimensi


yang
menunjukkan
tingkat
kebanggaan pelanggan terhadap
produk atau jasa suatu perusahaan,
atau terhadap perusahaan itu sendiri.
Pelanggan yang merasa bangga
sebagai pelanggan suatu produk
atau jasa bukan karena apa
perusahaan
katakan
mengenai
produk atau jasa mereka, tetapi
Karena apa yang dirasakan sendiri
oleh pelanggan terhadap produk
atau jasa mereka. Hal ini
menunjukkan pula bentuk tampilan
atau image dari kualitas produk atau
jasa suatu perusahaan dimata
pelanggan.
4. Passion
XXXIV. Karyawan merasa bahwa
perusahaan ini adalah perusahaan
satu-satunya dan perusahaan terbaik
yang ada untuk dirinya guna
membangun karir dan masa depan
hingga memasuki usia pensiun.
XXXV. Dalam human sigma,
terdapat 4 istilah yang digunakan
untuk menggambarkan 4 dimensi
employee engagement yaitu :
1. What Do I Get
XXXVI.
Artinya "Apakah
yang saya dapatkan?", Dimensi
ini biasa disebut dengan basic
need. Kebutuhan dasar atau
basic need merupakan landasan
utama dari pembentukan ikatan
emosional pegawai dengan
perusahaan.
Dimensi
ini
menunjukkan apakah pihak
perusahaan menyediakan alat
atau material yang diperlukan
oleh
karyawan
dalam
6

menjalankan tugasnya. Selain


itu, menunjukkan sejauh mana
pemahaman karyawan mengenai
apa yang diharapkan darinya
oleh
perusahaan
dalam
pekerjaannya.
XXXVII.
Hal
ini
merupakan pertanyaan dasar
yang menanyakan tentang halhal dasar (basic needs) yang
dibutuhkan
oleh
seorang
Karyawan untuk berkontribusi
kepada perusahaan. Untuk
menjawab pertanyaan tersebut,
biasanya dilakukan dengan
memberikan 2 (dua) pertanyaan
kunci berikut:
XXXVIII. 1. "I know what is
expected of me at work?" atau
diartikan "saya tahu yang
diharapkan dari pekerjaan
saya".

Karyawan
sudah
cukup
diberikan/dibekali
dengan
materi
materi
atau
perlengkapan atau peralatan
yang dibutuhkan untuknya
dapat
melaksanakan
pekerjaannya. Materi dan/atau
perlengkapan tersebut dapat
berupa material fisik (seperti :
kendaraan bermotor, computer
atau laptop, handphone atau
alat komunikasi, hingga sekedar
alat dan atau media tulis), atau
berupa
material
berupa
informasi atau pengetahuan
dasar maupun spesifik yang
dibutuhkan terkait posisi atau
pekerjaannya (seperti product
knowledge,
policy
and
procedure, dan lain - lain).
XLII.
2. What Do I Give

XXXIX.
Pertanyaan
ini
menggambarkan
apakah
Karyawan yang bersangkutan
sudah
mengetahui
main
responsibility,Key Performance
Indicator (KPI), dan Job Scope.
Semua hal tersebut, bisa
dijelaskan jika Karyawan yang
bersangkutan sudah mempunyai
dan
memahami
job
descriptions yang jelas atas
posisi dan/atau jabatan yang
diembannya saat ini.

XLIII. "Apa yang dapat saya


berikan?", apakah kontribusi
yang sudah Karyawan berikan
mendapatkan tanggapan atau
dukungan yang setimpal dari
manajemen
perusahaan
(management support). Untuk
mengidentifikasi sejauh mana
management support tersebut
sudah dilakukan perusahaan
bagi
Karyawannya,
maka
beberapa hal yang perlu
ditanyakan antara lain :

XL. 2. "Saya memiliki materi


dan peralatan (materials and
equipment) yang saya perlukan
untuk bekerja dengan benar?"

XLIV. 3. "Do what I do best


every day?" (sudahkan saya)
melakukan yang terbaik yang
bisa saya lakukan setiap hari?

XLI. Pertanyaan
menggambarkan

XLV. Hal ini juga mengarah


kepada ukuran apa yang bisa

ini
apakah

digunakan untuk mengetahui


tingkat kontribusi Karyawan
dalam bekerja (seperti NOA,
AUM, Risk based, BSC, KPI,
Service level, dan lain-lain)
XLVI.
4. "(is there any),
recognition in last seven days?"
apakah ada pengakuan atas
kinerja dalam 7 hari terakhir?
XLVII.
5.
"(is)
supervisor/someone at work
cares?" apakah atasan/rekan
kerja perduli?
XLVIII.
6.
"(is
there
someone giving) encourages
(motiavation
for)
development?" seorang rekan
kerja
memotivasi
perkembangan saya.
XLIX.
Untuk
poin
pertanyaan no. 4, 5 dan 6, hal
terkait
dengan
program
penghargaan atas kontribusi
baik
Karyawan
kepada
perusahaan, serta perhatian
atasan
dan
kemampuan
coaching bagi Karyawan yang
berkinerja baik.
L.
Dimensi ini disebut juga
sebagai individual contribution.
Dimensi ini menunjukkan besar
kontribusi karyawan kepada
perusahaan. Apakah karyawan
telah memberikan hasil kerja
yang terbaik mereka setiap
harinya. Selain itu, peran atasan
juga
diperhitungkan
pada
dimensi ini, bagaimana tingkat
kepedulian mereka terhadap
para karyawan, seperti bentuk
korelasi atau motivasi. Rekan

kerja dan atasan yang selalu


mendorong untuk melakukan
pekerjaan terbaik dan lebih baik
lagi.
3. Do I Belong
LI.
LII.
LIII. Pada
tingkatan
ini,
pertanyaan ditujukan untuk
mengidentifikasi
apakah
seorang Karyawan benar-benar
diterima didalam tim kerjanya?
atau pada sisi lain akan
menunjukkan sejauh mana
kerjasama
tim
terjadi
(teamwork).
Untuk
mengidentifikasinya, beberapa
poin pertanyaan yang bisa
ditanyakan adalah:
LIV. 7. "(is) my opinions
count?" (apakah) di tempat
kerja, pendapat saya dihargai?
LV. 8.
"(what
is)
mission/purpose of company?"
apakah misi/tujuan perusahaan?
LVI. 9. "(are) co-workers
committed to quality?"
apakah
rekan
kerja
berkomitmen terhadap kualitas?
LVII. 10. "(do I have) best
friend" (apakah) saya
memiliki sahabat di tempat
kerja?
LVIII. Dimensi
ini
lebih
menunjukkan
pada
faktor
lingkungan kerja atau faktor
eksternal selain karyawan itu
sendiri, seperti rekan kerja,
atasan, sahabat, serta visi dan
8

misi
perusahaan.
Apakah
kesemuanya itu memberikan
pengaruh positif terhadap hasil
kerja karyawan yang lebih baik.
Apakah
karyawan
merasa
dianggap sebagai bagian dari
kontribusi bagi perusahaan.
4. How Can We Grow
LIX.
LX. Untuk tingkatan yang
terakhir
ini,
pertanyaan
dilakukan
untuk
mengidentifikasi
apakah
perusahaan mempunyai atau
memberikan
program
dan
kesempatan
berkembang
kepada setiap Karyawannya
dan bagaimana kaitan hal itu
terhadap
pertumbuhan
perusahaan secara keseluruhan
(overall
growth).
Untuk
mengidentifikasi hal tersebut,
pertanyaan yang dapat diajukan
adalah:
LXI. 11. "(is there any)
progress in last six months?"
(apakah ada) kemajuan dalam 6
bulan terakhir?
LXII. 12. "(is there any)
opportunity to learn and
growth" (apakah ada)
kesempatan untuk belajar dan
berkembang?
LXIII.
LXIV. Dimensi
ini
lebih
mengarah pada peran dari
perusahaan terhadap kemajuan
karyawannya. Ini menunjukkan
sejauh
mana
perusahaan
memberikan kesempatan bagi

karyawannya
untuk
berkembang. Berkembang di
sini
adalah,
apakah
ada
kesempatan karyawan untuk
belajar guna meningkatkan
kompetensi
mereka
dalam
bekerja. Selain itu, kesempatan
apakah
ada
kesempatan
karyawan
untuk
mengembangkan jenjang karir
mereka. Peran serta perusahaan
inilah yang akan membantu
proses pembentukan dimensi ini
demi terciptanya employee
engagement.
LXV. Adapun
secara
konseptual, terbentuknya karyawan yang
engaged dijelaskan melalui skema
Antecendents & Consequences menurut
Macey (2009) adalah sebagai berikut.
(Lampiran 1).
LXVI. Berdasarkan
model
tersebut, engagement memiliki 2 faset
yaitu faset psikologis dan behavioural.
Faset psikologis berkaitan dengan
perasaan karyawan (feel) sehingga
karyawan focus, intense, antusias; dan
behavioural, berkaitan dengan apa yang
karyawan lakukan sehingga mereka
terlihat persistent (konsisten berjuang),
mampu beradaptasi, dan proaktif.
LXVII. Seperti terlihat pada
skema
yang
telah
dilampirkan,
engagement juga berperan dalam
menurunkan resiko perusahaan. Hal ini
dapat terjadi karena karyawan lebih
berdedikasi untuk menciptakan nilai
lebih bagi organisasi, lebih konsisten
dalam interaksinya dengan pelanggan
dan stakeholder lain, dan tidak
berkeinginan
untuk
keluar
dari
perusahaan.
9

LXVIII. Berikut ini merupakan 4


mengenai paparan pada setiap kotak
pada skema.
a. High
Performance
Work
Environments : 4 Prinsip untuk
menciptakan
karyawan
yang
engaged
LXIX.
Adapun terhapad 4 faktor
kunci yang merupakan 4 prinsip dasar
dari engagement
1. Karyawan memiliki
untuk engaged

kapasitas

LXX. Karyawan dapat engaged


jika mereka memiliki motivasi
autonomi dan kompetensi. Dalam hal
ini, organisasi memberikan kontribusi
dan
fasilitas
energy
dengan
memberikan
informasi
yang
karyawan butuhkan agar dapat
melaksanakan
tugasnya
dengan
berhasil,
juga
memberikan
kesempatan belajar dan memberi
feedback sehingga para karyawan
dapat mengembangkan rasa percaya
diri, juga memberikan dukungan
kepada
karyawan
untuk
memperbaharui
level
personal
energy-nya melalui keseimbangan
antara kehidupan kerja dan kehidupan
personal.
LXXI. Terkait
dengan
hal
tersebut, maka prinsip pertama dari
engagement yaitu Engagement
membutuhkan lingkungan kerja yang
tidak hanya menuntut lebih, tetapi
terdapat peluang untuk berbagi
informasi, memberikan kesempatan
belajar, dan menjaga keseimbangan
pada kehidupan personal karyawan,
dengan menciptakan dasar-dasar

pemeliharaan energy dan inisiatif


personal
LXXII.
2. Karyawan memiliki alasan atau
motivasi untuk engaged
LXXIII.Pekerjaan yang sangat
menarik secara intrinsik, akan
menstimulasi engagement. Pekerjaan
yang menarik secara intrinsik adalah
pekerjaan dirancang menantang,
bermakna, dan memberikan peluang
untuk pengambilan keputusan dan
otonomi dalam hal apa yang akan
dilakukan
dan
bagaimana
melakukannya. Tujuan yang sulit juga
menciptakan energy bagi karyawan,
dan hasil penelitian memperlihatkan
secara jelas bahwa tujuan semacam
ini
meningkatkan
penyelesaian
pekerjaan. Motivasi untuk engage
juga muncul dari perlakuan yang
memperlihatkan respek, penghargaan,
dan berdasarkan perlakuan karyawan
ini karyawan akan membalas
perlakuan ini dengan engagement.
LXXIV. Dengan demikian, prinsip
kedua dari engagement adalah
Engagement terjadi ketika (a)
karyawan memiliki pekerjaan yang
menarik (bagi mereka) dan sesuai
dengan value mereka, dan (b)
karyawan diperlukan dengan cara
yang
memperkuat
munculnya
kecenderungan bahwa mereka akan
membalas kebaikan.
LXXV.
3. Karyawan memiliki kebebasan
untuk engaged
LXXVI.
Perilaku inisiatif
dan proaktif akan dilakukan oleh
10

karyawan, jika mereka merasa aman


melakukannya dalam arti tindakan ini
didukung
(oleh
manager
dan
organsasi) dan tidak berakibat
dikenainya
punishment
atas
tindakannya
tersebut.
Adanya
peluang untuk melakukan tindakan
inisiatif dan proaktif jika mereka
tidak merasa aman melakukannya
(artinya tanpa dukungan dari manager
dan organisasi). Bagaimana mereka
mengetahuinya?
Mereka
dapat
mengetahuinya ketika mereka merasa
diperlakukan dengan adil, dan
perasaan diperlakukan adil oleh
organisasi, selanjutnya membangun
trust. Sehingga jelas bahwa perlakuan
adil berdampak pada trust, dan trust
membangun rasa aman.

dalam produk inovatif, maka para


karyawan yang dibutuhkan adalah
yang engaged dalam inovasi. Jika
kita menginginkan untuk menjadi
terdepan dalam kualitas pelayanan,
maka kita membutuhkan karyawan
yang engage dalam service delivery
excellence. Engagement bermanfaat
jika karyawan melihat keterkaitan
langsung antara apa yang harus
mereka lakukan dan manfaat hasilnya
bagi organisasi. Secara ringkas dapat
dinyatakan bahwa engagement terjadi
jika ada keselarasan antara tujuan
individu dan tujuan organisasi. Pada
situasi
dimana
belum
terjadi
keselarasan
maka
membangun
budaya yang tepat dan secara
kontinyu memonitor dan memperkuat
budaya pada berbagai level organisasi
menjadi
andalan.
Membangun
budaya
bukan
hal
mudah,
membutuhkan perhatian yang besar
terhadap human capital issues mulai
dari siapa yang dipekerjakan dan
bagaimana
caranya,
bagaimana
mereka dilatih.

LXXVII.Adapun prinsip ketiga


yang dapat ditarik kesimpulannya
adalah Engagement terjadi ketika
seseorang merasa aman untuk
melakukan tindakan atas inisiatifnya
sendiri.
Konsekuensinya,
trust
penting terutama pada kondisikondisi advertisy, ambiguity, dan
kebutuhan
(organisasi
atau
pekerjaan) untuk berubah, tepatnya
ketika kebutuhan dan akan adanya
engagement
karyawan
menjadi
penting."

LXXX. Terkait dengan paparan


tersebut, maka prinsip ke empat
adalah Engagement strategic terjadi
ketika orang/karyawan mengetahui
prioritas strategi organisasi dan
mengapa, dan kapan organisasi
selaras dalam proses & praktiknya
(yaitu culturnya) dengan pencapaian
tujuannya.

LXXVIII.
4. Karyawan mengetahui bagaimana
untuk engaged
LXXIX.
Bentuk
engagement yang dimiliki karyawan
sebaiknya adalah spesifik bagi
strategi dan sumber competitive
advantage
yang
ditentukan
organisasi. Misalnya jika kita
memilih untuk menjadi terdepan

LXXXI.
b.

Employee Engagements Feelings


LXXXII.
Selain
high
performance work, adapun aspek
yang perlu dibahas di dalam kerangka
konseptual
engagement
adalah
11

Employee Engagements Feelings. Di


dalam aspek ini terdapat 4 komponen
penting sehingga karyawan merasa
engaged (feeling engaged), yaitu :
1.

(temporary setbacks). Juga berkaitan


dengan confidence, yang merupakan
belief bahwa seseorang mempunyai
kapabilitas untuk mencapai tujuan
tertentu.

Feeling of Urgency
LXXXIII.
Urgency adalah
goal-directed energy dan determinasi,
jadi ini bukan semata-mata energy,
tetapi energi yang terarah. Merupakan
agen dan komponen kritis yang
dikenal
dengan
psychological
capital. Energi ini merupakan
determinasi yang tertuju untuk
mencapai tujuan tertentu yang jelas.
Lebih
mudah
dipahami
jika
menggunakan representasi kalimat
seperti
saya
harus
melakukannyadan saya tidak akan
berhenti melakukannya.
LXXXIV.
Membayangkan
urgency, serupa dengan ketika kita
membayangkan keteguhan yang
merupakan kekuatan fisik,energy
emosional, dan semangat dalam
pencapaian tujuan. Makna keteguhan
ini, lebih dikenali dalam konteks
pekerjaan dan berada di dalam
pikiran, sehingga keteguhan ini
dijabarkan sebagai resilience mental
dan persistence dalam menghadapi
kesulitan
dalam
pekerjaan.
Keteguhan atau energi yang terarah
pada pencapaian tujuan yang spesifik
ini, merupakan inti dari engagement.
Oleh karenanya, feeling of urgency
tidak mungkin terjadi tanpa tujuan
atau sasaran yang spesifik.
LXXXV.
Adaupun
goal
directed determination atau urgency
secara konseptual berkaitan dengan
resilience
atau kapasitas untuk
kembali dari kegagalan atau kesulitan

2.

Feeling of Being Focused


LXXXVI.
Selain feeling of
urgency, adapun yang menjadi
pertimbangan dalam aspek employee
engagements feelings adalah feeling
of being focused. Karyawan yang
engaged merasa focus dalam
pekerjaan mereka, mereka merasa
sikdengan apa yang mereka sedang
lakukan dan tidak mudah terdistraksi
oleh pemikiran-pemikiran di luar
pekerjaan, atau hal-hal yang tidak
penting. Distraksi ini dapat berbentuk
berbincang-bincang
di
tempat
minum, diskusi tempat makan siang,
dan sebagainya.
LXXXVII.
Karakteristik
karyawan yang engage adalah
mereka konsisten terarah pada
pekerjaannya dan tugas yang sedang
dihadapi. Bentuk fokus lainnya
asikdalam pekerjaan. Penghayatan
ini mengakibatkan melupakan waktu.
Mereka yang asikakan merasa sulit
beranjak dari pekerjaan.

3.

Feeling on Intensity
LXXXVIII. Dalam hal feeling
on intensity, sangat berhubungan
dengan fokus karena keduanya
saling memiliki hubungan sebab
akibat satu sama lain. Feeling on
Intensity juga berperan dalam
sejauh mana karyawan tahan
terhadap fokus dan level skill, serta
sumber daya yang dimiki.

4.

Feeling of Enthusiasm
12

LXXXIX.
Enthusiasm
adalah
perasaan
bahagia atau energy. Selain itu, yang
dimaksud
dengan
Enthusiasm
adalah emotional state yang
mengarah pada positive affect
yang mengarah pada positive well
being. Di sini biasanya ditemukan
seberapa yang harus passion
XC.

3. Employee Engagement
Behavior

XCI.
Semakin kuat feel
of
engagement
semakin
memungkinkan seseorang karyawan
akan
memperlihatkan perilaku
engaged. Bagaimana perilaku dapat
dimunculkan (sebagai akibat lebih
banyaknya energi dan usaha yang
dikeluarkan
dalam
bekerja),
terhadap organisasi, pelanggan, atau
stakeholder di luar organisasi. Pada
bagian ini akan dibahas mengenai
dampak dari perilaku engagement
terhadap seberapa banyak pekerjaan
dilakukan, bagaimana pekerjaan
dilakukan dan apa saja yang
dikerjakan. Karyawan yang engaged
secara
behaviour
akan
memperlihatkan :
1. Persistence
XCII. Persistence
adalah
perilaku yang memperlihatkan
dipertahankannya upaya untuk
secara konsisten berjuang dari
waktu ke waktu yang lebih
panjang tanpa istirahat, selama
hari kerja maupun weekend.
2. Proaktif
XCIII. Proaktif adalah sikap
karyawan memulai perubahan
dan
memandang
sebagai

tanggung jawab manajemen.


Dalam hal ini, karyawan
berinisiatif / berantusias untuk
melakukan perubahan. Hal ini
akan
mempengaruhi
keberhasilan perusahaan melalui
karyawan yang engaged tersebut.
3. Perluasan
Expansion)

Peran

(Role

XCIV. Karyawan yang engaged


cenderung cenderung melihat
peran mereka secara meluas
seperti membantu rekan kerja
dalam menyelesaikan tugas atau
memperbaiki kesalahan yang
dibuat oleh orang lain.
XCV. Perluasan peran juga
dapat berupa perubahan terhadap
suatu peran. Manajer dapat
mendelegasikan
tingkat
peningkatan tanggung jawab atau
luasnya tugas kepada karyawan
menjadi lebih nyata, atau hal
tersebut sebagai tuntutan atas
perubahan
tim.
Adapun
karakteristik yang penting adalah
kemauan
karyawan
untuk
menerima definisi yang berbeda
dari satu peran.
4. Siap (sedia) terhadap Perubahan
(Adaptability)
XCVI. Pada saat organisasi
melakukan
perubahan
dan
inovasi, kebutuhan akan perilaku
adaptif di organisasi tersebut
menjadi semakin meningkat.
Seorang karyawan yang adaptif
akan membantu perusahaan
dalam
mengantisipasi
dan
merespon dengan lebih cepat dan
berhasil, dengan biaya yang
13

murah serta kondisi lingkungan


yang kompetitif.
XCVII.
III. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
XCVIII.
XCIX. Berdasarkan
hasil
penelitian,
mengenai
employee
engagement maka didapatkan di
dapatkan hasilnya adalah sebagai
berikut.
C. Employee Engagement and
Commitment PT Unilever Indonesia
CI.
Adapun
dengan
pembahasan
mengenai
employee
engagement and commitment di PT
Unilever Indonesia, maka terdapat
berbagai program- program yang
dilakukan olehnya. Adapun programprogram tersebut seperti program
edukasi yang diselenggarakan oleh
Unilever-WFP (World Food Program)
dan diberi nama Together for Child
Vitality
(TCV).
TVC
ini
diterjemahkan ke dalam tiga kegiatan
yakni cause related marketing, school
feeding dan karyawan (employee
engagement).
CII.
Di
dalam
konteks
employee engagement karyawan turut
berpartisipasi dalam menyukseskan
acara cause related marketing dan
school feeding. Selain itu, sebagai
wujud nyata dari keterlibatan para
karyawan Unilever adalah program
walk the world yang diadakan di
Jakarta setiap tahunnya. Serta program
pertukaran karyawan dimana staf
Unilever bertugas selama sekitar 6
bulan dan terlibat langsung di kantor
operasional
WFP,
melakukan

serangkaian
workshop
dengan
menggunakan staf ahli dari kedua
belah pihak untuk mengembangkan
program di masa yang akan datang. Di
tingkat local, PT Unilever Indonesia
juga berbagi ilmu dan keahlian dengan
para
staf
lokal
WFP
secara
berkesinambungan.
CIII.
Selain itu, hari pangan
dunia yang merupakan inisiatif dari
united Nations Food & Agriculture
Organization
(UN-FAO),
yang
diperingati setiap tanggal 16 Oktober
sejak tahun 1979 yang bertujuan untuk
meningkatkan kesadaran akan masalah
pangan dunia sekaligus memperkuat
solidaritas. Kali ini sebagai bentuk
partisipasi
karyawan
(employee
engagement) dan kepedulian terhadap
lingkungan sekitar (care for area
surrounding),
TCV
memberikan
edukasi nutrisi dan pendistribuasian
biscuit pada siswa-siswa sekolah dasar.
Bantuan tersebut akan diberikan pada
900 siswa sekolah dasar di Jakarta dan
530 Siswa di Surabaya yang berlokasi
di sekitar area operasional Unilever
SDN 01 dan 02 Kuningan, SDN 08
Pagi Pancoran (Jakarta) dan SDN
Wangunharja 03 (Cikarang), SDN
Kutisari 1 dan SDN Kutisari II
(Surabaya).
CIV.
Selain
itu,
terdapat
program kegiatan Corporate Daycare
PT Unilever Indonesia pada tahun
2012 dengan mengangkat tema Early
Stimulation, How Should We Start.
Adapun acara ini merupakan acara
yang diperuntukkan bagi anak-anak
karyawan berusia 6 bulan sampai 10
tahun mulai 13 31 Agustus 2012.
Acara
ini
merupakan
bentuk
kepedulian
perusahaan
pada
14

karyawannya yang kerap menghadapi


permasalahan pada saat ditinggal
asisten rumah tangga.
CV.
Fasilitas
ini
juga
bertujuan untuk memberikan dukungan
dan bantuan kepada seluruh karyawan
dalam merawat dan mengasuh anakanak mereka. Unilever merancang
daycare khusus lebih dari sekedar
edukasi non formal yang mendidik
untuk membantu kepercayaan diri anak
dan
mempersiapkan
kemandirian
mereka di masa yang akan datang.
Selain itu, acara daycare ini juga dapat
menstimulasi kecerdasan intelegensia,
daya imajinasi, serta emosional anak.
Dengan adanya acara daycare ini juga
sangat membantu karyawan untuk
tetap bisa memberikan perhatian dan
perawatan anak-anak mereka selama
ditinggal mudik pengasuh.
CVI.
Terkait dengan paparan
mengenai
contoh
employee
engagement dan commitment, jika
dikaitkan dengan teori yang telah
dibahas sebelumnya maka terdapat
korelasi yang saling terkait satu sama
lain. Karyawan terlihat engaged ketika
mengikuti serangkaian kegiatan yang
diselenggarakan tanpa memperhatikan
pekerjaan asal (job descriptionnnya).
Melalui serangkaian acara-acara yang
telah disebutkan mereka hanya fokus
kepada satu tujuan yaitu menyukseskan
acara.
CVII.
Adapun melalui kegiatan
tersebut mereka yang tidak terbiasa
untuk berbaur akan membaur dengan
sesama karyawan lainnya. Juga
dikaitkan
dengan
teori
yang
dikemukakan oleh John H Fleming, C
Coffman dan James K Harter (2005).

Karyawan merasa confidence melalui


kegiatan-kegiatan social maupun yang
diselenggarakan oleh perusahaan.
Perasaan confidence muncul ketika
terdapat penghargaan terhadap jiwa
mereka atau dapat dikatakan melalui
usaha yang mereka lakukan. Selain itu,
mereka merasa dimanusiakan. Hal ini
menjadi suatu modal bagi karyawan
untuk engaged terhadap perusahaan.
CVIII.
Selain
itu,
integritas menjadi penyebab adanya
confidence. Apabila karyawan sudah
merasa confidence maka muncul rasa
integritas di dalam dirinya. Setelah rasa
integritas muncul di dalam diri mereka
maka muncul pula rasa bangga (pride)
terhadap perusahaan atas produkproduk yang dibuat atau diproduksi.
Adapun setelah rasa confidence,
integritas, dan rasa bangga muncul
pada diri mereka, maka timbul passion
di dalam diri mereka.
CIX.
Terdapat
klasifikasi
dimensi yang terdapat di dalam aspek
passion
dimana klasifikasi dimensi
ini akan menjadi suatu kekuatan dalam
mengembangkan
employee
engagement. Adapun dimensi ini
adalah sebagai berikut.
1. What I Do I Get
CX.
CXI.
Berdasarkan pengamatan
terhadap literatur-literatur yang
diamati, maka didapatkan hasil
bahwa karyawan PT Unilever
Indonesia disediakan sarana dan
prasarana oleh perusahaan. Seperti
pada acara daycare, karyawan
difasilitasi perusahaan tempat
untuk
menitipkan
anak-anak
mereka selain itu juga fasilitas bagi
15

anak-anak karyawan perusahaan


tersebut.
Hal
ini
tentunya
menunjukkan resiprokal antara
perusahaan dan karyawan dimana
atas jasa-jasa yang telah dikerahkan
karyawan
untuk
memajukan
perusahaan dibalas dengan adanya
acara daycare ini. Selain itu,
berdasarkan pengamatan melalui
acara walk the worldtersebut,
karyawan
diberikan
berbagai
macam pelatihan, workshop, dan
pertukaran karyawan. Hal hal ini
merupakan dasar atau wujud dari
perusahaan terhadap karyawan.
CXII.
2. What Do I Give
CXIII.
CXIV. Dalam aspek ini adapun
yang dibahas adalah mengenai
kontribusi apa yang karyawan
berikan
terhadap
perusahaan
Melalui kinerja yang diberikan
pada kegiatan rutin sehari-hari,
kemudian melalui keterlibatan
karyawan dalam acara-acara yang
diadakan perusahaan sampai acara
selesai berlangsung. Hal ini
menunjukkan bahwa karyawan
telah
memberikan
kontribusi
mereka terhadap perusahaan.
CXV.
3. Do I Belong
CXVI.
CXVII. Dalam
dimensi
ini
karyawan PT Unilever Indonesia
melihat dirinya dan rekan kerjanya
sebagai partner dalam bekerja. Hal
ini memberikan dampak kepada
karyawan bahwa dirinya merasa
dimanusiakan serta dianggap
telah memberikan kontribusi bagi
perusahaan.
CXVIII.
4. How Can We Grow

CXIX.
CXX.
Di dalam dimensi ini
perusahaan
memberikan
kesempatan
kepada
para
karyawannya untuk berkembang.
Hal ini ditunjukkan dengan adanya
program pertukaran karyawan
dimana staf Unilever bertugas
selama sekitar 6 bulan dan terlibat
langsung di kantor operasional
WFP, melakukan serangkaian
workshop dengan menggunakan
staf ahli dari kedua belah pihak.
CXXI. Adapun jika dikaitkan
dengan skema antecedents &
concequences yang dikemukakan
oleh Macey (2009),
CXXII.
a. High
Performance
Work
Environment.
CXXIII.
CXXIV.
Terdapat 4 prinsip
dasar yang dibahas. Adapun
prinsip-prinsip tersebut adalah
sebagai berikut.
1. Karyawan Memiliki kapasitas
Untuk Engaged.
CXXV.
Di dalam konteks
engaged
bahwa
karyawan
memiliki
kapabilitas
dan
kompetensi. Hal ini tentunya
sesuai dengan kualifikasi yang
dibutuhkan
perusahaan.
Tentunya dengan ini diharapkan
dapat memberikan timbal balik
kepada perusahaan.
CXXVI.
2. Karyawan Memiliki Alasan
atau Motivasi Untuk Eagaged
CXXVII.
Sama How Can
We Grow bahwa karyawan
dapat
engaged
terhadap
perusahaan karena diberikan
kesempatan untuk berkembang.
CXXVIII.
16

3. Karyawan Memiliki Kebebasan


Untuk Engaged
CXXIX.
Artinya
berkat
dukungan
para
pimpinan
perusahaan, karyawan memiliki
kebebasan
untuk
mengungkapkan pendapatnya.
CXXX.
4. Karyawan Mengetahhui
Bagaimana Untuk Engaged.
CXXXI.
Dengan adanya
kesadaran untuk engaged, maka
mereka akan sadar arti penting
dari visi dan misi dari institute.
CXXXII.
b. Employee
Engagement
Feelings
CXXXIII. Di sini karyawan
dilihat
apakah
yang
menyebabkan. Apakah mereka
fokus terhadap pekerjaan atau
tidak. Bagaimana rasa antusias
mereka terhadap pekerjaan
yang diembannya. Melalui
berbagai macam acara yang
telah disebutkan diatas, maka
diketahui bahwa karyawan
berantusias
mengikuti
program yang diadakan oleh
perusahaan.
CXXXIV.
c. Employee
Engagement
Behavior
CXXXV.
Hal ini dilihat dari
seberapa
besar
karyawan
terlibat terhadap perusahaan.
Melalui acara-acara yang telah
disebutkan di atas pula, terlihat
bahwa karyawan merasa bahwa
dirinya turut berpartisipasi
dalam menyukseskan acara
perusahaan.
CXXXVI.
CXXXVII.
IV.
KESIMPULAN

CXXXVIII.
CXXXIX.
Berdasarkan hasil
analisis dan pembahasan yang telah
disinggung
sebelumnya,
maka
penelitian ini dapat disimpulkan bahwa
terbentuknya engagement ditentukan
oleh hubungan resiprokal antara
individu, karyawan dengan organisasi
atau perusahaan tempatnya bekerja,
karyawan yang engage memiliki
komitmen terhadap pekerjaan dan
perusahaan.
CXL. Hal ini dapat membantu
perusahaan dalam mencapai misinya,
melaksanakan strategi dan meraih hasil
bisnisnya. Selain itu juga dapat
memfasilitasi dan menciptakan budaya
engage dengan baik melalui praktik
HR dapat membantu mempertajam
engagement.
Pengertian
dan
pengukuran employee engagement di
tiap perusahaan berbeda - beda, oleh
karenanya tidak ada yang terbaik atau
paling benar dalam menentukan atau
menstimulasi engagement di suatu
lingkungan kerja.
CXLI.
CXLII.
CXLIII.
CXLIV.

DAFTAR PUSTAKA

CXLV.
CXLVI.
Berbary,
Donald
F.
(2011). Connected and Engaged : The
Value of Government Learning.
www.the publicmanager.com
CXLVII.
Cantor, David E. (2012).
Engagement
In
Environmental
Behaviors Among Supply Chain
Management
Employees:
An
17

Organizational Support The Oretical


Perspective. Journal of Supply Chain
Management. Vol 48. No 3. P 33
51.
CXLVIII.
Grossman, Robert J.
(2008). Remodeling HR at Home
Depot. Vol 53. No 11. P 1 18.
CXLIX.
Havill, Lynsey. (2010). A
New Type of Engagement. Human
Resource. P. 14.
CL. Hermawan, Yan. (2012). Analisis
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Employee Engagement di Badan
Pengawas Obat dan Makanan =
Analysis of the Factor the Affecting
the Employee Engagement in the
National Agency of Drug and Food
Control. Jakarta : Universitas
Indonesia.
CLI. Knese, William F. (2013). A
Commitment
to
Continuous
Learning. wknese@imanet.org.
CLII. Little,
Beverly.
(2006).
Employee Engagement: Conceptual
Issues. Journal of Organization
Culture,
Communication
and
Conflict. Vol 10. No 1. P 111 120.
CLIII. Mello, Jeffrey A. (2002).
Strategic
Human
Resource
Management.
Power
Point
Presentation by Charlie Cook.

CLIV. Pati, Surya Prakash. (2010).


Employee Engagement: Role of SelfEfficacy, Organizational Support &
Supervisor Support. The Indian
Journal of Industrial Relations. Vol
46. No 1. P 126 137.
CLV. Triyono.
(2011).
Analisis
Kepuasan Pelanggan dan Karyawan
Pada Hotel X dengan Metode Human
Sigma.
Jakarta
:
Universitas
Indonesia.
CLVI. Vance, Robert J. (2006).
Employee
Engagement
and
Commitment : A Guide to
Understanding,
measuring,
and
Increasing Engagement in Your
Organization. Michigan : SHRM
Foundation.
CLVII. Yadnyawati, Ni Wayan. (2012).
Analisis
Pengaruh
Budaya
Organisasi Terhadap Employee
Engagement : Studi Kasus Pada PT
Bursa Efek Indonesia = The
Influence of Organizational Culture
on Employee Engagement : Case
Study in Indonesia Stock Exchange
(IDX). Jakarta : Universitas
Indonesia.
CLVIII.

18

Anda mungkin juga menyukai