Anda di halaman 1dari 27

Analisis Pengaruh Quality of Work Life Terhadap Employee Engagement Studi

Kasus pada American Petroleum Company Indonesia

Irwanti Martha Febriana dan Ayu Aprilianti

Departemen Manajemen Universitas Indonesia

irwantimartha@yahoo.com

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh quality of work life terhadap employee engagement pada
American Petroleum Company Indonesia. Penelitian ini adalah penelitian kuantitiatif dengan metode regresi linear
dan regresi berganda dengan jumlah sample 273. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kuesioner
evaluasi berdasarkan model Walton untuk mengukur quality of work life yang dikembangkan oleh Walton (1975)
dalam Timossi, Pedroso, Francisco dan Pilatti (2008). Kuesioner untuk mengukur employee engagement berdasarkan
Utrecht Work Engagement Scale (UWES) yang dikembangkan oleh Schaufeli and Bakker (2003). Hasil penelitian
menemukan adanya pengaruh positif quality of work life terhadap employee engagement pada American Petroleum
Company Indonesia. Dimensi quality of work life seperti use of capacity, work occupy dan fair and appropriate
salary berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap employee engagement. Berdasarkan temuan tersebut
peneliti menyarankan perusahaan (American Petroleum Company Indonesia) untuk memberikan perhatian yang
lebih terkait employee engagement dan quality of work life khususnya pada dimensi use of capacity, work occupy dan
fair and appropriate salary, serta penelitian yang lebih lanjut difokuskan pada generasi Y.

Kata kunci: quality of work life; employee engagement; generasi Y

The Effect of Quality of Work Life on Employee Engagament Case Study at


American Petroleum Company Indonesia
Abstract

The focus of this study is to examine the affect of quality of work life on employee engagement at American
Petroleum Company in Indonesia. Method of analysis used in this study is descriptive quantitative. Linear and
multiple regressions are also used as statistical methods to analyze the data with 273 samples. This study use
Questionaire to measure quality of work life according Walton’s quality of work life model (1975) in Timossi,
Pedroso, Francisco and Pilatti, (2008). Questionaire to measure employee engagement accoding Utrecht Work
Engagement Scale (UWES) by Schaufeli and Bakker (2003). This study finds that employee engagement was
positively significant affected by quality of work life. Some of quality of work life dimensions which are use of
capacity, work occupy, working condition and fair and appropriate salary are positive and significantly affected
employee engagement. Based on the finding it is suggested that the company (American Petroleum Company
Indonesia) improves attention related to employee engagement, and the quality of work life of their employees
especially in the dimension use of capacity, work occupy, working condition and fair and appropriate salary, for
further research, the study should be focusing on generation Y.

Keywords: quality of work life; employee engagement; generation Y

1. Pendahuluan

Pola kehidupan masyarakat di masa kini telah semakin maju dan kompleks. Hasil survei
yang dilakukan oleh ILO menyatakan bahwa rata-rata masyarakat di dunia menghabiskan
sepertiga dari hidup mereka di tempat kerja (ILO, 2009). Dengan adanya data tersebut dapat
diartikan bahwa sumber daya manusia (SDM) sebagai sumber utama yang terpenting bagi
keberlangsungan suatu perusahaan. Kompetensi SDM yang memadai disertai kinerjanya yang
baik, merupakan kunci dari keberhasilan perusahaan juga untuk mencapai keunggulan bersaing
dalam dunia bisnis secara global. Perusahaan yang berfungsi dengan baik merupakan output dari
SDM yang sehat, berkomitmen dan selalu termotivasi, yang disebut dengan “engaged employee”
(Siddhanta dan Roy, 2010). Sejalan dengan Schaufeli, Martinez, Marques Pinto, Salanova dan
Baker (2002) karyawan yang terlihat energik dan secara positif terhubung dengan pekerjaannya
dikatakan sebagai karyawan yang engaged. Karyawan akan merasa telah melakukan
pekerjaannya secara efektif yang mana merupakan suatu keadaan yang terkait dengan aspek
afektif-kognitif karyawan.
Salah satu konsep motivasi bagi karyawan yang berkembang saat ini dan dianggap sebagai
konsep yang penting karena sangat mempengaruhi produktivitas karyawan di perusahaan adalah
employee engagement. Employee engagement pada dasarnya merupakan suatu konsep motivasi
yang mewakili alokasi secara aktif sumber daya manusia terhadap tugas-tugas yang
berhubungan dengan peran kerja karyawan (Kristen, 2011 dalam Kanten & Sadullah, 2012: 4).
Employee engagement memiliki pengaruh yang positif terhadap perusahaan. Dalam konsep
employee engagement keterikatan terhadap organisasi bukanlah suatu hal yang terjadi secara
sepihak. Perusahaan dan karyawan harus secara bersama-sama meningkatkan kondisi yang
kondusif untuk mencapai komitmen yang dimaksud. Munculnya berbagai tantangan bisnis yang
datang dari eksternal maupun internal perusahaan dapat mempengaruhi tingkat keterikatan
karyawan terhadap perusahaan dimana mereka bekerja. Semakin banyaknya tawaran dari
perusahaan lain atau kompetitor yang lebih tinggi hingga adanya perubahan-perubahan sistem
dan kebijakan yang terjadi di perusahaan, dapat mempengaruhi tingkat keterikatan karyawan
(employee engagement level).
Dari penelitian yang dilakukan Kahn (1990), employee engagement dapat ditingkatkan
apabila karyawan merasa aman untuk menunjukkan dan memberdayakan dirinya, merasa dirinya
bermanfaat dan berharga bagi perusahaan serta memiliki resources yang cukup untuk
melaksanakan perannya. Ternyata, job satisfaction bukanlah motivasi utama yang mempengaruhi
employee engagement terhadap perusahaan tempat karyawan bekerja. Seseorang akan bergabung
dengan sebuah perusahaan dan bertahan di sana apabila mereka yakin terdapat kualitas kehidupan
kerja (quality of work life) tinggi pada perusahaan tempatnya bekerja (Muftah & Lafi, 2011).
Kondisi ini, menurut Kanten dan Sadullah (2012) didukung oleh faktor-faktor seperti, salary,
working condition, capacity at work, work occupy, social relevance, social integration,
opportunities dan constitutionalism yang berada di perusahaan.
Quality of work life memilki pengaruh yang besar terhadap kehidupan karyawan dan
keluarganya. Perusahaan sebagai tempat di mana karyawan menghabiskan sebagai besar waktu
hidupnya memiliki peran dan tanggung jawab besar untuk menciptakan lingkungan kerja yang
berkualitas sehingga dapat memenuhi kebutuhan fisik, psikis maupun sosial karyawan.
Terpenuhinya kebutuhan fisik, psikis maupun sosial karyawan akan membawa dampak yang
positif tidak hanya bagi karyawan, namun juga keberlangsungan hidup perusahaan. Mengapa hal
tersebut bisa terjadi? karena dalam sebuah perusahaan karyawanlah yang selama ini berperan
penting sebagai kontributor utama dalam pencapaian tujuan bisnis perusahaan (Al Muftah & Lafi,
2011).
American Petroleum Company Indonesia menyadari pentingnya untuk menjaga tingkat
employee engagement berada pada kategori tinggi sebagai indikator efektivitas perusahaan.
Berdasarkan informasi yang diberikan oleh pihak manajemen, saat ini American Petroleum
Company Indonesia dihadapkan pada kondisi sulit karena ketidakpastian yang diberikan oleh
kondisi pasar, seperti harga minyak dunia yang merosot turun dan pemerintahan serta situasi
politik yang kurang mendukung untuk pengambilan keputusan terkait dengan pengembangan
perusahaan. Dari semua kondisi yang tidak menguntungkan tersebut pihak manajemen khawatir
akan kondisi karyawannya, manajemen melihat dengan kondisi perusahaan sekarang, karyawan
jadi tidak termotivasi untuk bekerja dengan lebih giat. Banyak karyawan yang bekerja seperti
kekurangan semangat sehingga terlihat seperti hanya datang dan pulang tepat waktu, pekerjaan-
pekerjaan yang tidak rutin seperti proyek-proyek baru terbengkalai dan memiliki perkembangan
yang lambat. Secara keseluruhan pihak manajemen menganggap perilaku karyawan yang ada saat
ini mengarah pada perilaku disengagement. Dengan dugaan tersebut pihak manajemen berharap
dapat mengetahui kondisi employee engagement saat ini, sehingga dapat langsung memberikan
respon kepada karyawannya.
American Petroleum Company Indonesia pernah melakukan survei employee engagement
yang sifatnya tidak rutin pada tahun 2006. Survei dilakukan sebagai respon atas kekhawatiran
manajemen terhadap kondisi karyawan yang diduga kurang produktif setelah akuisisi perusahaan
dilakukan. Untuk mengetahui tingkat employee engagement American Petroleum Company
Indonesia di masa sekarang, setelah 9 tahun yang lalu dilakukan survei employee engagement
serta menjawab kekhawatiran pihak manajemen terhadap motivasi dan kinerja karyawan yang
menurun, melalui penelitian ini ingin diketahui bagaimanakah tingkat employee engagement di
American Petroleum Company Indonesia saat ini, bagaimana quality of work life yang ada di
American Petroleum Company Indonesia serta pengaruh antara keduanya.

2. Tinjauan Teoritis
2.1 Employee Engagement
Aspek dan karakteristik dalam employee engagement dikarakteristikkan dengan karyawan
yang memiliki komitmen terhadap perusahaan tempatnya bekerja. Karyawan dengan engagement
yang tinggi merasa bersemangat dalam pekerjaan, peduli dengan masa depan perusahaan, dan
berupaya untuk mencapai kesuksesan perusahaan (Cook, 2008; MacLeod dan Clarke, 2009; May,
Gilson dan Harter dalam Bakker, 2009; Perrin, 2003). Schaufeli dan Bakker (2003) menjelaskan
tentang 3 aspek pembentuk employee engagement, yaitu vigor, dedication, dan absorption.
Ketiga aspek ini merupakan konsep yang paling dikenal dan sering digunakan di beberapa
penelitian untuk mengukur tingkat engagement karyawan.
Vigor didefinisikan sebagai karakter karyawan yang penuh semangat dan energi dalam
bekerja, ketahanan mental yang tinggi serta kemauan untuk berusaha lebih baik lagi untuk
meningkatkan kinerja. Dedication menggambarkan perasaan atau karakter karyawan yang
antusias dalam bekerja yang senantiasi memberikan kontribusi penuh dalam bekerja, bangga
dengan pekerjaan yang dilakukan, serta merasa terinspirasi dan tertantang dengan pekerjaan.
Absorption menggambarkan karakter atau keadaan di mana karyawan terbenam secara total,
berkonsentrasi penuh dan merasa senang melakukan pekerjaannya, sehingga merasa sulit untuk
melepaskan diri dengan pekerjaan dan menikmati pekerjaannya sampai lupa waktu (Perrin, 2003;
Schaufeli & Bakker, 2003).
Faktor-faktor yang mempengaruhi employee engagement menurut Mc Bain (2007), yaitu
perusahaan, manajemen dan kepemimpinan dan working life (lingkungan kerja).
2.2 Quality of Work Life
Walton (1975) dalam Kanten dan Sadullah (2012) mengatakan bahwa quality of work life
adalah persepsi pekerja terhadap suasana dan pengalaman pekerja di tempat kerja mereka.
Suasana pekerjaan yang dimaksudkan adalah berdasarkan kepada delapan kriteria, yang pertama,
yaitu Adequate and fair compensation merupakan kompensasi yang mencukupi dan adil. Gaji
yang diterima oleh karyawan dari kerjanya dapat memenuhi standar gaji yang diterima secara
umum, cukup untuk membiayai suatu tingkat hidup yang layak dan mempunyai perbandingan
yang sama dengan gaji yang diterima orang-orang lain dalam posisi yang sama. Kriteria yang
kedua, yaitu Safe and healthy working conditions merupakan kondisi-kondisi kerja yang aman
dan sehat, Karyawan tidak ditempatkan dalam keadaan yang dapat membahayakan fisik dan
kesehatan mereka, namun pada kondisi pekerjaan yang meminimalisasi luka-luka dan resiko
kesehatan. Waktu kerja yang layak sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. Begitu juga umur
yang disesuaikan dengan tugas yang dipertanggungjawabkan kepada mereka.
Kriteria yang ketiga, yaitu Immediate opportunity to use and develop human capacities
merupakan kesempatan untuk mengembangkan dan menggunakan kapasitas manusia, Karyawan
diberi otonomi, kerja yang mereka lakukan memerlukan berbagai kemahiran, mereka juga diberi
tujuan dan perspektif yang diperlukan tentang tugas yang akan mereka lakukan. Karyawan juga
diberikan kebebasan bertindak dalam menjalankan tugas yang diberikan, dan pekerja juga terlibat
dalam membuat perencanaan. Kriteria yang keempat, yaitu Opportunity for continued growth
and security merupakan peluang untuk pertumbuhan dan mendapatkan jaminan. Suatu pekerjaan
dapat memberi sumbangan dalam menetapkan dan mengembangkan kapasitas individu.
Kemahiran dan kapasitas individu itu dapat dikembangkan dan dipergunakan dengan
sepenuhnya, selanjutnya peningkatan peluang kenaikan pangkat dan promosi dapat diperhatikan
serta mendapatkan jaminan terhadap pendapatan. Kriteria yang kelima, yaitu Social integration in
the work organization merupakan rasa memiliki di mana individu merasa bagian dari suatu tim
dan tidak diisolasi dari kelompok, individu saling mendukung satu sama lain dan terdapat rasa
hubungan kemasyarakatan serta hubungan antara perseorangan. Perusahaan mengutamakan
konsep egalitarianism, adanya mobilitas untuk bergerak ke atas, sehingga lingkungan kerja
secara relatif bebas dari prasangka buruk.
Kriteria yang keenam, yaitu Constitutionalism in the work organizations merupakan hak-
hak karyawan, Hak pribadi seorang individu harus dihormati, memberi dukungan kebebasan
bersuara dan terwujudnya pelayanan yang adil serta keleluasaan pribadi. Kriteria yang ketujuh,
yaitu Work and total life space merupakan adanya keselarasan antara pekerjaan dan ruang hidup
secara keseluruhan. Kerja juga memberikan dampak positif dan negatif terhadap ruang kehidupan
seseorang. Selain berperan di lingkungan kerja, individu juga mempunyai peranan di luar tempat
kerja seperti sebagai seorang suami atau bapak dan ibu atau isteri yang perlu mempunyai waktu
untuk bersama keluarga. Kriteria yang kedelapan, yaitu Social relevance of work life merupakan
tanggung jawab sosial perusahaan di mana perusahaan mempunyai tanggung jawab sosial kepada
pelanggan dan masyarakat luas. Perusahaan haruslah mementingkan pelanggan dan masyarakat
luas secara keseluruhan semasa menjalankan aktivitasnya. Perusahaan yang mengabaikan
peranan dan tanggung jawab sosialnya akan menyebabkan karyawan tidak menghargai pekerjaan
mereka.
Faktor-faktor yang mempengaruhi quality of work life menurut Kossen dalam Tjahyanti
(2013), yaitu partisipasi karyawan, job redesign dan team building.

Dari uraian terkait kedua variabel di atas, maka hipotesis-hipotesis yang akan diuji dalam
penelitian ini yaitu:
H1: Quality of work life berpengaruh positif dan signifikan terhadap employee engagement
H1a: Fair and appropriate salary berpengaruh positif dan signifikan terhadap employee
engagement
H1b: Working condition berpengaruh positif dan signifikan terhadap employee engagement
H1c: Use of capacity berpengaruh positif dan signifikan terhadap employee engagement
H1d: Opportunities berpengaruh positif dan signifikan terhadap employee engagement
H1e: Social integration berpengaruh positif dan signifikan terhadap employee engagement
H1f: Constitutionalism berpengaruh positif dan signifikan terhadap employee engagement
H1g: Work occupy berpengaruh positif dan signifikan terhadap employee engagement
H1h: Social relevance berpengaruh positif dan signifikan terhadap employee engagement.
Gambar 1 Kerangka Penelitian
Sumber: Kanten dan Sadullah, 2012 (Diolah kembali oleh peneliti)

3. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain penelitian kuantitatif dengan metode penelitian
eksploratori dan penelitian deskriptif dan bersifat kausal (Malhotra, 2007). Teknik pengumpulan
data digunakan untuk mengumpulkan data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan
dengan alat ukur kuesioner. Sedangkan data sekunder diambil dari buku, jurnal, artikel ilmiah,
data perusahaan dan wawancara dengan pihak manajemen. Teknik pengambilan sampel
menggunakan proportiane random sampling dengan 273 sampel pegawai American Petroleum
Company di Jakarta. Dari hasil perhitungan dengan menggunakan rumus Slovin dan teknik
pengambilan sample proportiane random sampling, Berikut adalah proporsi untuk masing-
masing divisi yang ada pada American Petroleum Company di Indonesia.
Tabel 1 Sebaran Jumlah Sampel Penelitian

Divisi Jumlah Karyawan Sampel


OE/HES 77 24
Law 55 18
HRD 117 37
Commercial 33 10
Exploration 87 28
Finance 133 42
PGPA 83 26
Planning 143 45
SCM 135 43
Total 863 273
Sumber: olahan peneliti

Variabel penelitian pada penelitian ini adalah employee engagement yang terdiri dari tiga
dimensi dalam Utrecht Work Engagement Scale (UWES; Schaufeli & Baker, 2003) yaitu vigor,
dedication dan absorption dalam Salanova, Agut dan Peiro, 2005 dalam Kanten & Sadullah,
2012 dan quality of work life yang terdiri dari delapan dimensi dalam Quality of Work Life
Questionnaire (Walton, 1975 dalam Timossi, Pedroso, Francisco & Pilatti, 2008 dalam Kanten &
Sadullah, 2012), kedelapan dimensi tersebut yaitu fair and appropriate salar, working
conditions, use of capacity, opportunities, social integration, constitutionalism, work occupy dan
social relevance.
Data yang terkumpul diinput, lalu diuji validitas dan reliabilitas, kemudian diolah dengan
menggunakan SPSS. Selanjutnya, dilakukan pengolahan dan analisis data melalui statistik
distribusi frekuensi, regresi linier, dan regresi berganda dengan metode stepwise. Metode yang
digunakan dalam penelitian empirik ini adalah Hypothetico-deductive method, yakni suatu
metode penelitian dengan pendekatan sistematis untuk memecahkan problem manajerial yang
meliputi beberapa tahap, yaitu: identifikasi masalah secara umum, menentukan pernyataan
masalah, mengembangkan hipotesis, menentukan pengukuran, mengumpulkan data, dan analisis
data, serta interpretasi data (Sekaran & Bougie, 2010). Elemen kunci dalam hypothetico-
deductive method adalah deductive reasoning, yang mana penelitian diawali dengan teori secara
umum dan kemudian diterapkan pada kasus khusus melalui pengujian hipotesis (Sekaran &
Bougie, 2010).
4. Hasil Penelitian
Data demografi responden atasan responden ditunjukkan pada tabel berikut ini:
Tabel 2 Rangkuman Data Demografi Responden dan Atasan Responden
Karakteristik Kategori Frekuensi Persentase Valid %
Jenis Kelamin Pria 133 48.7% 48.7%
Wanita 140 51.3% 51.3%

Usia 15 – 24 Tahun (Exploration) 10 3.7% 3.7%


25-30 Tahun (Trial) 58 21.2% 21.2%
31-44 Tahun (Stabilization) 134 49.1% 49.1%
45-65 Tahun (Maintenance) 71 26% 26%
59 21.6% 21.6%
Masa Kerja 1-5 Tahun
5-10 Tahun 58 21.3% 21.3%
10-15 Tahun 75 27.5% 27.5%
15-20 Tahun 46 16.8% 16.8%
≥20 Tahun 35 12.8% 12.8%

Pendidikan SMU 7 2.6% 2.6%


Universitas (D3-S1) 158 57.9% 57.9%
Pendidikan Lanjut (S2-S3) 108 39.5% 39.5%

Status Belum Menikah 62 22,7% 22,7%


Menikah 211 77,3% 77,3%

Divisi OE/HES 24 8.8% 8.8%


Law 18 6.6% 6.6%
HR 37 13.5% 13.5%
Commercial 10 3.7% 3.7%
Exploration 28 10.2% 10.2%
Finance 42 15.4% 15.4%
PGPA 26 9.5% 9.5%
Planning 45 16.5% 16.5%
SCM 43 15.8% 15.8%

Kewarganegaraan Afrika 1 0.4% 0.4%


Belgia 1 0.4% 0.4%
India 1 0.4% 0.4%
Irlandia 1 0.4% 0.4%
Australia 2 0.7% 0.7%
U.K 4 1.4% 1.4%
U.S.A 12 4.4% 4.4%
Indonesia 251 91.9% 91.9%
Sumber: Data primer yang diolah dengan IBM SPSS Statistics 17 & Microsoft Excel 2013 (2015)

Dari tabel di atas diketahui bahwa mayoritas responden dan atasan responden adalah
wanita, status perkawinan menikah, dan usia 31-44 tahun. Mayoritas responden berasal dari Gen
Y. Mayoritas responden memiliki latar belakang pendidikan dari bangku univesitas (D3-S1) dan
respoden berasal dari berbagai departemen dengan jumlah responden terbanyak seperti, HR,
Finance, Planning dan SCM. Mayoritas responden berasal dari negara Indonesia.
Tingkat employee engagement dan quality of work life diketahui melalui nilai rata-rata.
Nilai rata-rata dihitung dari nilai tertinggi dikurangi nilai terendah dibagi jumlah kategori
(Widoyoko, 2012). Kategori dibagi menjadi tiga, yaitu rendah, sedang, dan tinggi yang terdapat
pada tabel berikut ini:
Tabel 3 Kategori Nilai Rata-rata
Mean (Skala 5) Mean (Skala 6)
Kategori
Employee Engagement Quality of Work Life
1,00-2,33 1,00-2,67 Rendah
2,34-3,67 2,68-4,33 Sedang
3,68-5,00 4,34-6,00 Tinggi
Sumber: hasil perhitungan dengan rumus

Dari pembagian kategori tersebut diketahui bahwa nilai rata-rata employee engagement
termasuk dalam kategori sedang dan quality of work life termasuk dalam kategori tinggi.
Sedangkan, nilai rata-rata komitmen organisasi dan kepemimpinan yang melayani berada pada
kategori sedang. Berikut ini hasil nilai rata-rata variabel dan dimensi:
Tabel 4 Analisis Employee Engagement
Dimensi Mean Kategori
Employee Engagement 3,0 Sedang
Vigor 3,0 Sedang
Absorption 3,1 Sedang
Dedication 2,9 Sedang
Sumber: Hasil olah data dengan SPSS

Tabel 5 Analisis Quality of Work Life


Dimensi Mean Kategori
Quality of Work Life 4,5 Tinggi
Fair and Appropriate Salary 4,6 Tinggi
Working Condition 4,6 Tinggi
Use of Capacity 4,2 Sedang
Opportunities 4,2 Sedang
Social Integration 4,4 Tinggi
Constitutionalism 4,6 Tinggi
Work Occupy 4,6 Tinggi
Social Relevance 4,6 Tinggi
Sumber: Hasil olah data dengan SPSS
Analisis pengaruh untuk menguji pengaruh quality of work life terhadap employee
engagement dan dimensi quality of work life terhadap employee engagement menggunakan
regresi linear sederhana. Hasil regresi terdapat pada tabel berikut:
Tabel 6 Pengaruh Quality of Work Life Terhadap Employee Engagement
Variabel Bebas Variabel Terikat Sig R2 Beta
Quality of Work Life Employee Engagement 0,000 0,493 0,702

Sumber: Hasil olah data dengan SPSS

Dari hasil uji pertama menunjukkan ada pengaruh yang signifikan antara quality of work
life terhadap employee engagement di American Petroleum Company Indonesia (H1 diterima).
Analisis pengaruh untuk menguji peran 8 dimensi quality of work life (fair and appropriate
salary working conditions, use of capacity, opportunities, social integration constitutionalism,
work occupy dan social relevance, masing-masing terhadap employee engagement dengan
menggunakan regresi berganda metode stepwise. Hasil regresi terdapat pada tabel berikut:

Tabel 7 Pengaruh Dimensi Quality of Work Life Terhadap Employee Engagement


Variabel Bebas Variabel Terikat Sig R2 Beta
Use of Capacity Employee Engagement 0,000 0,578 0,760
Work Occupy Employee Engagement 0,000 0,601 0,219
Working Condition Employee Engagement 0,000 0,611 -0,154
Fair and Appropriate Salary Employee Engagement 0,000 0,616 0,100
Sumber: Hasil olah data dengan SPSS

Hasil uji regresi berganda dengan metode stepwise pertama menunjukkan ada pengaruh
positif dan signifikan antara use of capacity terhadap employee engaement (H1c diterima). Hasil
kedua menunjukkan bahwa ada pengaruh positif dan signifikan antara work occupy terhadap
employee engagement (H1g diterima). Hasil ketiga menunjukkan bahwa ada pengaruh negatif
tetapi signifikan antara working condition terhadap employee engagement (H1b diterima) dan
keempat menunjukkan bahwa ada pengaruh positif dan signifikan antara fair and appropriate
salary terhadap employee engagement (H1a diterima), dari hasil regresi berganda diketahui bahwa
terdapat tiga dimensin dalam quality of work life yang berpengaruh positif dan signifikan
terhadap employee engagement. Hal tersebut disebabkan karena dimensi working condition
meskipun signifikan tetapi memiliki nilai beta yang negatif sehingga hipotesis H1b ditolak.
Setelah dilakukan penelitian lebih lanjut ditemukan penyebab working conditon memiliki nilai
beta negatif karena salah pemahaman atau presepsi yang berbeda dari responden terhadap poin-
poin pertanyaan yang ada dalam dimensi working condition. Responden merasa mereka terbebani
dengan semua prosedur dan standar K3 yang diterapkan oleh perusahaan.

5. Pembahasan
5.1 Employee Engagement
Penelitian ini menunjukkan bahwa nilai rata-rata employee engagment pada American
Petroleum Company Indonesia termasuk dalam kategori sedang, yaitu 3,00. Dimensi-dimensi
pembentuk variabel tersebut yaitu vigor juga berada dalam kategori sedang 3,00. Hal ini diartikan
bahwa tingkat employee engagement (keterikatan kerja) karyawan berada pada kategori sedang.
Hal ini dapat diartikan bahwa dalam bekerja, para karyawan cukup memiliki ketangguhan untuk
menyelesaikan pekerjaannya. Selain itu juga dapat diartikan bahwa, karyawan cukup memiliki
ketekunan dan cukup semangat dalam bekerja. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari
responden, faktor-faktor yang mempengaruhi hal tersebut antara lain, perusahaan juga bisa
mengadakan kegiatan-kegiatan refreshing bagi karyawan yang sifatnya lebih kekeluargaan seperti,
family gathering sehingga karyawan dapat mengerti bahwa perusahaan juga memperhatikan
karyawan dan keluarganya, tidak hanya untuk pekerjaan dan keuntungan perusahaan saja.
Pada dimensi absorption berada dalam kategori sedang, yaitu 3,1. Hal ini artikan bahwa
bahwa dalam bekerja, para karyawan belum sepenuhnya melakukannya dengan kesungguhan.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari responden, faktor-faktor yang mempengaruhi Hl
tersebut antara lain, perusahaan menciptakan lingkungan kerja yang nyaman, komunikasi antar
pimpinan-bawahan dan rekan kerja yang baik, suasana kantor yang hangat dan memenuhi apa
yang menjadi kebutuhan karyawan untuk bekerja (hal-hal yang terkait dengan peralatan,
perlengkapan dan fasilitas di lingkungan kantor), sehingga karyawan akan merasa di kantor
bagaikan di rumah sendiri dan merasakan konsentrasi dan keasyikan dalam melaksanakan
pekerjaannya.
Dan hasil pengolahan data pada dimensi dedication berada dalam kategori sedang, yaitu
2,9. Hal ini dapat diartikan bahwa dalam bekerja, para karyawan kurang melakukannya dengan
kesungguhan. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari responden, faktor-faktor yang
mempengaruhi hal tersebut antara lain, perusahaan menciptakan lingkungan kerja yang
melibatkan karyawan dalam pengambilan keputusan. Hal ini akan mempengaruhi karyawan secara
psikologis, lebih mencintai pekerjaannya dan menganggap dirinya berharga bagi perusahaan serta
dengan memberikan reward atau penghargaan kepada karyawan yang memiliki kinerja terbaik
setiap tahunnya.

5.2 Quality of Work Life


Dari penelitian ini menunjukkan bahwa nilai rata-rata quality of work life pada American
Petroleum Company Indonesia termasuk pada kategori tinggi, yaitu 4,5 artinya usaha-usaha yang
dilakukan oleh perusahaan untuk memberikan respon terhadap kebutuhan karyawan sudah
berjalan dengan efektif sehingga berada pada kategori tinggi. Dimensi-dimensi pembentuk
variabel tersebut yaitu, fair and appropriate salary berada dalam kategori tinggi, yaitu 4,6. Hal
ini dapat diartikan bahwa gaji dan kompensasi yang diterima oleh karyawan cukup untuk
membiayai kehidupan karyawan dan memiliki perbandingan yang sama dengan gaji dan
kompensasi yang diterima orang lain pada posisi yang sama.
Pada dimensi working condition memiliki nilai rata-rata yang termasuk pada kategori
tinggi yaitu, 4,6 artinya karyawan merasa bahwa mereka tidak ditempatkan dalam keadaan yang
dapat membahayakan fisik dan kesehatannya, melainkan pada kondisi pekerjaan yang
meminimalisasi luka-luka dan resiko kesehatan. Mereka pun merasa bahwa waktu kerja yang
dimiliki telah layak sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan, begitu juga umur yang
disesuaikan dengan tugas yang dipertanggungjawabkan kepada mereka.
Pada dimensi working condition memiliki nilai rata-rata yang termasuk pada kategori
tinggi yaitu, 4,6 artinya karyawan merasa bahwa mereka tidak ditempatkan dalam keadaan yang
dapat membahayakan fisik dan kesehatannya, melainkan pada kondisi pekerjaan yang
meminimalisasi luka-luka dan resiko kesehatan. Karyawan juga merasa bahwa waktu kerja yang
dimiliki telah layak sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan, begitu juga umur yang
disesuaikan dengan tugas yang dipertanggungjawabkan kepada mereka.
Pada dimensi use of capacity memiliki nilai rata-rata yang termasuk pada kategori sedang
yaitu, 4,2 artinya karyawan merasakan cukup diberikan kebebasan dalam melakukan
pekerjaannya, karyawan juga mendapatkan otonomi dalam bekerja dan terlibat dalam pembuatan
perencanaan. Pada dimensi opportunities memiliki nilai rata-rata yang termasuk pada kategori
sedang yaitu, 4,2 artinya karyawan merasa cukup diberikan kesempatan untuk berkembang
melalui pelatihan dan pengembangan karir berupa peluang kenaikan pangkat atau promosi serta
mendapatkan jaminan terkait pendapatan.
Pada dimensi social integration memiliki nilai rata-rata yang termasuk pada kategori
tinggi yaitu, 4,4 artinya karyawa merasa menjadi bagian dari suatu tim dan tidak diisolasi dari
kelompok, individu saling mendukung satu sama lain dan terdapat rasa hubungan
kemasyarakatan serta hubungan antara perseorangan. Pada dimensi Constitutionalism memiliki
nilai rata-rata sebesar 4.6, berada pada kategori tinggi, artinya karyawan yang menjadi responden
dalam penelitian ini merasa hak pribadinya sebagai seorang individu yang bekerja dihormati.
Perusahaan memberi dukungan yang tinggi terhadap kebebasan bersuara dan terwujudnya
pelayanan yang adil serta keleluasaan pribadi karyawan.
Pada dimensi work occupy memiliki nilai rata-rata sebesar 4.6, berada pada kategori
tinggi, artinya karyawan yang menjadi responden dalam penelitian ini merasa bahwa pekerjaan
memberikan dampak positif terhadap ruang kehidupan karyawan. Selain berperan di lingkungan
kerja, karyawan juga mempunyai peranan di luar tempat kerja seperti sebagai seorang suami atau
bapak dan ibu atau istri yang perlu mempunyai waktu untuk bersama keluarga.
Dimensi yang terakhir dari variabel quality of work life yaitu social relevance memiliki
nilai rata-rata sebesar 4.6, berada dalam kategori tinggi, artinya karyawan yang menjadi
responden dalam penelitian ini merasa bahwa perusahaan mempunyai tanggung jawab sosial
yang harus dilakukan demi kepentingan pelanggan dan masyarakat secara keseluruhan selama
perusahaan menjalankan aktivitasnya. Karyawan akan lebih menghargai pekerjaan dan
perusahaan dimana mereka bekerja ketika perusahaan tersebut tidak mengabaikan peranan dan
tanggung jawab sosialnya.

5.3 Faktor Internal dan Eksternal Dimensi Quality of Work Life Terhadap Employee
Engagement
Jika dilihat dari hasil penelitian, dimensi-dimensi quality of work life dibentuk dari faktor
eksternal dan internal karyawan. Faktor internal berasal dari apa yang ada di dalam diri karyawan
itu sendiri, sedangkan faktor eksternal merupakan apa yang berasal dari luar diri karyawan yaitu,
lingkungan kerja atau perusahaan dimana karyawan bekerja. Dimensi-dimensi yang termasuk
faktor internal antara lain, use of capacity dan opportunities, sedangkan faktor eksternal yaitu,
fair and appropriate salary, working condition, social integration, constitutionalism, work
occupy dan social relevance. Selain itu faktor budaya (yang disesuaikan dengan kondisi dan
lokasi dimana perusahaan berada) juga mempengaruhi karyawan tentang pandangannya terhadap
dimensi-dimensi quality of work life dan pengaruhnya pada employee engagement.

5.4 Loading Factor Quality of Work Life dan Employee Engagement


Dilihat dari hasil loading factor yang ada pada data keseluruhan, nilai-nilai yang paling
besar diperoleh dari variabel quality of work life antara lain, fair and appropriate salary,
indikator yang digunakan memiliki validitas tertinggi sebesar 0.82, artinya indikator tersebut
mampu mengukur seberapa puas karyawan terhadap benefit yang diberikan oleh perusahaan
kepada mereka. Benefit tersebut yaitu transportasi, dokter, dokter gigi, olah raga dan liburan.
Working condition, indikator yang digunakan memiliki validitas tertinggi sebesar 0.853, artinya
karyawan merasa puas terhadap penggunaan teknologi yang disediakan perusahaan untuk
membantu karyawan dalam menyelesaikan pekerjaannya. Use of capacity, indikator yang
digunakan memiliki validitas tertinggi sebesar 0.909, artinya indikator tersebut mampu mengukur
seberapa puas karyawan terhadap evaluasi kinerja yang dimiliki oleh perusahaan. Opportunities,
indikator yang digunakan memiliki validitas tertinggi sebesar 0.843, artinya indikator tersebut
mampu mengukur seberapa puas karyawan terhadap tingkat pengunduran diri yang terjadi di
perusahaan.
Social integration, indikator yang digunakan memiliki validitas tertinggi sebesar 0.893,
artinya indikator tersebut mampu mengukur seberapa puas karyawan terhadap perilaku
diskriminasi baik dari segi sosial, ras, agama dan seksual yang terjadi di perusahaan.
Constitutionalism, indikator yang digunakan memiliki validitas tertinggi sebesar 0.736, artinya
indikator tersebut mampu mengukur kepuasan karyawan terhadap perilaku perusahaan dalam hal
menghormati hak-hak karyawan yang terjadi di perusahaan. Work occupy, indikator yang
digunakan memiliki validitas tertinggi sebesar 0.790, artinya indikator tersebut mampu mengukur
kepuasan karyawan terhadap kehidupan keluarga dan kegiatan rutin yang dapat dilakukan oleh
karyawan. Social relevance, indikator yang digunakan memiliki validitas tertinggi sebesar 0.843,
artinya indikator tersebut mampu mengukur seberapa besar perasaan bangga dimiliki karyawan
ketika mengerjakan pekerjaannya.

5.5 Uji Beda Variabel Quality of Work Life dan Employee Enggagement Terhadap Faktor
Demografi Usia dan Masa Bekerja
Berdasarkan hasil uji beda yang dilakukan untuk variabel quality of work, dimensi-
dimensi quality of work life dan employee engagement terhadap faktor demografi usia, diperoleh
hasil sebagai berikut.
Tabel 8 Hasil Uji Beda Variabel Quality of Work Life
dan Employee Enggagement Terhadap Faktor Usia

Item Homogenity Sig. Mean (Usia)


FA .132 .144 4.7000 (15-24 tahun)

WC .149 .112 4.6468 (25-30 tahun)

UC .082 .000 4.3791 (31-44 tahun)

O .006 .000 .2756 (31-44 tahun)

SI .027 .002 .2302 (31-44 tahun)

C .553 .000 .3345 (31-44 tahun)

WO .866 .000 .3402 (31-44 tahun)

SR .018 .004 .1912 (31-44 tahun)

QWL .119 .000 .2910 (31-44 tahun)

EE .690 .000 .3306 (31-44 tahun)

Sumber: Hasil Olahan Peneliti

Dari tabel 8 diketahui bahwa, untuk dimensi fair and appropriate salary, variansi nilai
fair and appropriate salary sebesar .132 artinya terdapat homogenitas antar tingkatan usia dan
nilai signifikansi .144 artinya tidak ada pengaruh tingkat usia terhadap nilai fair and appropriate
salary, sedangkan nilai mean yang paling tinggi sebesar 4.7000 pada karyawan dengan usia 15-
24 tahun atau disebut juga dengan generasi Y, yaitu golongan yang dilahirkan dipenghujung
tahun 1970-an hingga awal tahun 2000.
Dimensi working condition, variansi nilai working condition sebesar .149 artinya terdapat
homogenitas antar tingkatan usia dan nilai signifikansi .122 artinya tidak ada pengaruh tingkat
usia terhadap nilai working condition, sedangkan nilai mean yang paling tinggi sebesar 4.6468
pada karyawan dengan usia 25-30 tahun atau disebut juga dengan generasi Y, yaitu golongan
yang dilahirkan dipenghujung tahun 1970-an hingga awal tahun 2000.
Dimensi use of capacity, variansi nilai use of capacity sebesar .082 artinya terdapat
homogenitas antar tingkatan usia dan nilai signifikansi .000 artinya ada pengaruh tingkat usia
terhadap nilai use of capacity, sedangkan nilai mean yang paling tinggi sebesar 4.3791 pada
karyawan dengan usia 31-44 tahun atau disebut juga dengan generasi X, yaitu golongan yang
dilahirkan dipenghujung tahun 1960-an hingga awal tahun 1980.
Dimensi oppportunities, variansi nilai oppportunities sebesar .006 artinya terdapat
homogenitas antar tingkatan usia dan nilai signifikansi .000 artinya ada pengaruh tingkat usia
terhadap nilai oppportunities, sedangkan nilai mean yang paling tinggi sebesar .2756 pada
karyawan dengan usia 31-44 tahun atau disebut juga dengan generasi X, yaitu golongan yang
dilahirkan dipenghujung tahun 1960-an hingga awal tahun 1980.
Dimensi social integration, variansi nilai social integration sebesar .027 artinya tidak
terdapat homogenitas antar tingkatan usia dan nilai signifikansi .002 artinya ada pengaruh tingkat
usia terhadap nilai social integration, sedangkan nilai mean yang paling tinggi sebesar .2302
pada karyawan dengan usia 31-44 tahun atau disebut juga dengan generasi X, yaitu golongan
yang dilahirkan dipenghujung tahun 1960-an hingga awal tahun 1980.
Dimensi constitutionalism, variansi nilai constitutionalism sebesar .553 artinya terdapat
homogenitas antar tingkatan usia dan nilai signifikansi .000 artinya ada pengaruh tingkat usia
terhadap nilai constitutionalism, sedangkan nilai mean yang paling tinggi sebesar .3345 pada
karyawan dengan usia 31-44 tahun atau disebut juga dengan generasi X, yaitu golongan yang
dilahirkan dipenghujung tahun 1960-an hingga awal tahun 1980.
Dimensi work occupy, variansi nilai work occupy sebesar .866 artinya terdapat
homogenitas antar tingkatan usia dan nilai signifikansi .000 artinya ada pengaruh tingkat usia
terhadap nilai work occupy, sedangkan nilai mean yang paling tinggi sebesar .3402 pada
karyawan dengan usia 31-44 tahun atau disebut juga dengan generasi X, yaitu golongan yang
dilahirkan dipenghujung tahun 1960-an hingga awal tahun 1980.
Dimensi social relevance, variansi nilai social relevance sebesar .018 artinya tidak
terdapat homogenitas antar tingkatan usia dan nilai signifikansi .004 artinya ada pengaruh tingkat
usia terhadap nilai social relevance, sedangkan nilai mean yang paling tinggi sebesar .1912 pada
karyawan dengan usia 31-44 tahun atau disebut juga dengan generasi X, yaitu golongan yang
dilahirkan dipenghujung tahun 1960-an hingga awal tahun 1980.
Dimensi quality of work life, variansi nilai quality of work life sebesar .119 artinya
terdapat homogenitas antar tingkatan usia dan nilai signifikansi .000 artinya ada pengaruh tingkat
usia terhadap nilai quality of work life, sedangkan nilai mean yang paling tinggi sebesar .2910
pada karyawan dengan usia 31-44 tahun atau disebut juga dengan generasi X, yaitu golongan
yang dilahirkan dipenghujung tahun 1960-an hingga awal tahun 1980.
Dimensi employee engagement, variansi nilai employee engagement sebesar .690 artinya
terdapat homogenitas antar tingkatan usia dan nilai signifikansi .000 artinya ada pengaruh tingkat
usia terhadap nilai work occupy, sedangkan nilai mean yang paling tinggi sebesar .3306 pada
karyawan dengan usia 31-44 tahun atau disebut juga dengan generasi X, yaitu golongan yang
dilahirkan dipenghujung tahun 1960-an hingga awal tahun 1980.
Kesimpulan dari uji beda variabel quality of work life dan employee engagement untuk
faktor usia, karyawan dengan dari generasi X, dengan usia berkisar antara 31-44 tahun lebih
banyak dibanding dengan generasi Y.

Tabel 9 Hasil Uji Beda Variabel Quality of Work Life


dan Employee Enggagement Terhadap Faktor Lama Bekerja

Item Homogenity Sig. Mean (Lama bekerja)


FA .271 .014 4.7533 (10-15 tahun)

WC .173 .000 4.7464 (15-20 tahun)

UC .078 .003 4.3783 (15-20 tahun)

O .033 .003 .2697 (5-10 tahun)

SI .002 .000 .2456 (5-10 tahun)

C .129 .000 .2705 (10-15 tahun)

WO .852 .000 .2903 (10-15 tahun)

SR1 .065 .005 .2053 (10-15 tahun)

QWL .530 .000 .2981 (10-15 tahun)

EE .007 .000 .2316 (10-15 tahun)

Sumber: Hasil Olahan Peneliti


Jika dilihat dari Tabel 9 diketahui bahwa, untuk dimensi fair and appropriate salary,
variansi nilai fair and appropriate salary sebesar .271 artinya terdapat homogenitas antar
tingkatan usia dan nilai signifikansi .014 artinya ada pengaruh tingkat usia terhadap nilai fair and
appropriate salary, sedangkan nilai mean yang paling tinggi sebesar 4.7533 pada karyawan
dengan usia 10-15 tahun dan menurut Dessler (2006) karyawan tersebut berada di dalam tahap
coba-coba.
Dimensi working condition, variansi nilai working condition sebesar .173 artinya terdapat
homogenitas antar tingkatan usia dan nilai signifikansi .000 artinya tidak ada pengaruh tingkat
usia terhadap nilai working condition, sedangkan nilai mean yang paling tinggi sebesar 4.7464
pada karyawan dengan lama bekerja 15-20 tahun dan menurut Dessler (2006) karyawan tersebut
berada di dalam tahap stabilisasi.
Dimensi use of capacity, variansi nilai use of capacity sebesar .078 artinya terdapat
homogenitas antar tingkatan usia dan nilai signifikansi .003 artinya ada pengaruh tingkat usia
terhadap nilai use of capacity, sedangkan nilai mean yang paling tinggi sebesar 4.3783 pada
karyawan dengan lama bekerja 15-20 tahun dan menurut Dessler (2006) karyawan tersebut
berada di dalam tahap stabilisasi.
Dimensi oppportunities, variansi nilai oppportunities sebesar .033 artinya tidak terdapat
homogenitas antar tingkatan usia dan nilai signifikansi .003 artinya ada pengaruh tingkat usia
terhadap nilai oppportunities, sedangkan nilai mean yang paling tinggi sebesar .2697 pada
karyawan dengan lama bekerja 5-10 tahun dan menurut Dessler (2006) karyawan tersebut berada
di dalam tahap coba-coba.
Dimensi social integration, variansi nilai social integration sebesar .002 artinya tidak
terdapat homogenitas antar tingkatan usia dan nilai signifikansi .000 artinya ada pengaruh tingkat
usia terhadap nilai social integration, sedangkan nilai mean yang paling tinggi sebesar .2456
pada karyawan dengan lama bekerja 5-10 tahun dan menurut Dessler (2006) karyawan tersebut
berada di dalam tahap coba-coba.
Dimensi constitutionalism, variansi nilai constitutionalism sebesar .129 artinya terdapat
homogenitas antar tingkatan usia dan nilai signifikansi .000 artinya ada pengaruh tingkat usia
terhadap nilai constitutionalism, sedangkan nilai mean yang paling tinggi sebesar .2705 pada
karyawan dengan lama bekerja 10-15 tahun dan menurut Dessler (2006) karyawan tersebut
berada di dalam tahap coba-coba.
Dimensi work occupy, variansi nilai work occupy sebesar .852 artinya terdapat
homogenitas antar tingkatan usia dan nilai signifikansi .000 artinya ada pengaruh tingkat usia
terhadap nilai work occupy, sedangkan nilai mean yang paling tinggi sebesar .2903 pada
karyawan dengan lama bekerja 10-15 tahun dan menurut Dessler (2006) karyawan tersebut
berada di dalam tahap coba-coba.
Dimensi social relevance, variansi nilai social relevance sebesar .065 artinya terdapat
homogenitas antar tingkatan usia dan nilai signifikansi .005 artinya ada pengaruh tingkat usia
terhadap nilai social relevance, sedangkan nilai mean yang paling tinggi sebesar .2053 pada
karyawan dengan lama bekerja 10-15 tahun dan menurut Dessler (2006) karyawan tersebut
berada di dalam tahap coba-coba.
Dimensi quality of work life, variansi nilai quality of work life sebesar .530 artinya
terdapat homogenitas antar tingkatan usia dan nilai signifikansi .000 artinya ada pengaruh tingkat
usia terhadap nilai quality of work life, sedangkan nilai mean yang paling tinggi sebesar .2981
pada karyawan dengan lama bekerja 10-15 tahun dan menurut Dessler (2006) karyawan tersebut
berada di dalam tahap coba-coba.
Dimensi employee engagement, variansi nilai employee engagement sebesar .007 artinya
terdapat homogenitas antar tingkatan usia dan nilai signifikansi .000 artinya ada pengaruh tingkat
usia terhadap employee engagement, sedangkan nilai mean yang paling tinggi sebesar .2316 pada
karyawan dengan lama bekerja 10-15 tahun dan menurut Dessler (2006) karyawan tersebut
berada di dalam tahap coba-coba.
Kesimpulan dari uji beda variabel quality of work life dan employee engagement untuk
faktor lama bekerja, karyawan yang berada pada tahap coba-coba yang menjalani lama bekerja
sekitar 10-15 tahun lebih banyak dibanding dengan tahapan lainnya.

5.6 Keterbatasan Penelitian


Penelitian ini dilakukan untuk memberikan gambaran mengenai quality of work life
dikaitkan dengan employee engagement dan dimensi apa saja yang memberikan pengaruh
terhadap employee engagement dilihat dari prespektif quality of work life. Jadi peneliti hanya
melihat pada satu aspek saja yaitu quality of work life. Dari hasil penelitian ini juga didapatkan
bahwa masih ada faktor lain di luar penelitian yang karena adanya keterbatasan tidak disebutkan,
yang juga meningkatkan employee engagement di American Petroleum Company. Untuk
penelitian selanjutnya, bisa dipertimbangkan prespektif lain yang mempengaruhi employee
engagement di American Petroleum Company.
Metode sampel dengan menggunakan proportionate stratified sampling dengan tambahan
pendekatan lain selain employee engagement dan quality of work life yang relevan dengan
penelitian, sehingga sampel yang diteliti dapat mewakili seluruh jabatan dalam departemen dan
perusahan. Perlu mempertimbangankan aspek budaya dalam penggunaan kuesioner sebagai alat
ukur penelitian, sehingga penelitian yang dilakukan selanjutnya tidak terbentur dengan aspek
budaya yang ada pada suatu daerah atau negara, serta untuk kedepannya penelitian dapat lebih
difokuskan pada generasi Y (Gen Y).

6. Kesimpulan
Hasil dari H1, pengaruh quality of work life terhadap employee engagement, dari hasil uji
regresi linear sederhana dibuktikan bahwa variabel quality of work life berpengaruh positif
terhadap employee engagement. R-square sebesar 0.493, artinya dimensi quality of work life
secara keseluruhan berkontribusi sebesar 49.3%, untuk setiap perubahan 1 satuan employee
engagement, sisanya dipengaruhi oleh faktor lain di luar model. Jika dilihat dari signifikansinya
variabel quality of work life terhadap employee engagement nilai signifikansinya sebesar 0.000,
sehingga dapat dikatakan signifikan.

Hasil dari H1a, fair and appropriate salary berpengaruh positif terhadap employee
engagement, dari hasil uji regresi berganda dengan metode stepwise dibuktikan bahwa variabel
fair and appropriate salary berpengaruh positif terhadap employee engagement R-square sebesar
0.627, artinya dimensi fair and appropriate salary secara keseluruhan berkontribusi sebesar
62.7%, untuk setiap perubahan 1 satuan employee engagement, sisanya dipengaruhi oleh faktor
lain di luar model. Jika dilihat dari signifikansinya variabel fair and appropriate salary terhadap
employee engagement nilai signifikansinya sebesar 0.000 sehingga dapat dikatakan signifikan.

Hasil dari H1b, working condition tidak berpengaruh positif terhadap employee
engagement, dari hasil uji regresi berganda dengan metode stepwise dibuktikan bahwa variabel
working condition tidak berpengaruh positif terhadap employee engagement karena beta yang
dihasilkan nilainya adalah negatif. Meskipun nilai signifikansinya sebesar 0.000 tetapi karena
nilai beta yang dihasilkan negatif, sehingga hipotesis dikatakan ditolak.

Hasil dari H1c, use of capacity berpengaruh positif terhadap employee engagement, dari
hasil uji regresi berganda dengan metode stepwise dibuktikan bahwa variabel use of capacity
berpengaruh positif terhadap employee engagement. R-square sebesar 0.579, artinya dimensi use
of capacity secara keseluruhan berkontribusi sebesar 57.9%, untuk setiap perubahan 1 satuan
employee engagement, sisanya dipengaruhi oleh faktor lain di luar model. Jika dilihat dari
signifikansinya variabel quality of work life terhadap employee engagement nilai signifikansinya
sebesar 0.000 sehingga dapat dikatakan signifikan.

Hasil dari H1d, opportunities tidak berpengaruh positif terhadap employee engagement,
dari hasil uji regresi berganda dengan metode stepwise dibuktikan bahwa variabel opportunities
tidak berpengaruh positif terhadap employee engagement, sehingga hipotesis dikatakan ditolak.

Hasil dari H1e, social integration tidak berpengaruh positif terhadap employee
engagement, dari hasil uji regresi berganda dengan metode stepwise dibuktikan bahwa variabel
social integration tidak berpengaruh positif terhadap employee engagement, sehingga hipotesis
dikatakan ditolak.

Hasil dari H1f, constitutionalism tidak berpengaruh positif terhadap employee


engagement, dari hasil uji regresi berganda dengan metode stepwise dibuktikan bahwa variabel
constitutionalism tidak berpengaruh positif terhadap employee engagement, sehingga hipotesis
dikatakan ditolak.

Hasil dari H1g, work occupy berpengaruh positif terhadap employee engagement, dari
hasil uji regresi berganda dengan metode stepwise dibuktikan bahwa variabel work occupy
berpengaruh positif terhadap employee engagement. R-square sebesar 0.610, artinya dimensi
quality of work life secara keseluruhan berkontribusi sebesar 61%, untuk setiap perubahan 1
satuan employee engagement, sisanya dipengaruhi oleh faktor lain di luar model. Jika dilihat dari
signifikansinya variabel work occupy terhadap employee engagement nilai signifikansinya
sebesar 0.000 sehingga dapat dikatakan signifikan.

Hasil dari H1h, social relevance tidak berpengaruh positif terhadap employee engagement,
dari hasil uji regresi berganda dengan metode stepwise dibuktikan bahwa variabel social
relevance tidak berpengaruh positif terhadap employee engagement, sehingga hipotesis dikatakan
ditolak.

7. Saran
Quality of work life dan kedelapan dimensi yang ada, sudah cukup baik karena dari jawaban
responden yang ada hampir semuanya berada pada kategori tinggi, tetapi pengaruh yang
diberikan terhadap employee engagement dan ketiga dimensinya masih dalam kategori sedang.
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk tetap mempertahankan kondisi quality of work life pada
kategori tinggi dan meningkatkan employee engagement serta dimensi-dimensinya menjadi
tinggi.
Fair and appropriate salary, yang dapat dilakukan antara lain, perusahaan terutama
manajemen dan bagian SDM harus terus mengkaji dan meneliti komponen-komponen gaji,
kompensasi dan benefit apa yang harus ditambahkan atau diubah sehingga dapat
mempertahankan kondisi fair and appropriate salary agar tetap tinggi. Tujuan dari pengkajian
komponen-komponen tersebut untuk mengetahui perkembangan kebutuhan karyawan dan
keluarganya, seiring dengan perkembangan jaman dan kebutuhan hidup yang semakin hari
semakin meningkant. Perusahaan juga bisa mengadakan survei kepada keryawan dan keluarganya
terkait fasilitas pelayanan yang sudah diberikan perusahaan kepada karyawan, baik dan buruknya
bisa dijadikan sebagai bahan evaluasi perusahaan terkait gaji, kompensasi dan benefit.
Working condition, yang dapat dilakukan perusahaan terutama manajemen yaitu harus
terus mengkaji kembali tools K3 yang telah dibuat, disesuaikan dengan kondisi negara dimana
perusahaan berada dan karakter karyawan yang bekerja, tetapi tetap berusaha untuk menciptkan
kondisi kerja yang aman dan sehat. Peraturan mengenai jam kerja juga perlu dikaji ulang agar
karyawan dapat merasa nyaman meskipun pekerjaan yang dilakukan cukup banyak sehingga
working condition tetap tinggi.
Use of capacity, yang dapat dilakukan perusahaan terutama manajemen yaitu memberikan
kesempatan untuk mengembangkan dan menggunakan kapasitas karyawan, memberikan
kebebasan (otonomi) kerja yang lebih ketika karyawan dikatakan layak untuk mendapatkannya.
Karyawan juga diberikan kebebasan yang cukup luas untuk bertindak dalam menjalankan tugas
yang diberikan, dan pekerja juga terlibat dalam membuat perencanaan, sehingga use of capacity
tetap tinggi.
Opportunities, yang dapat dilakukan perusahaan terutama manajemen yaitu memberikan
peluang kepada karyawan untuk pertumbuhan terkait dengan training yang mendukung pekerjaan
dan pendidikan lanjutan yang tidak terkait dengan pekerjaaan, karena pekerjaan seharusnya dapat
memberi sumbangan dalam menetapkan dan mengembangkan kapasitas karyawan. Kemahiran
dan kapasitas karyawan dalam bekerja itu dapat dikembangkan dan dipergunakan dengan
sepenuhnya, selanjutnya peningkatan peluang kenaikan pangkat dan promosi harus diperhatikan
dan karyawan juga mendapatkan jaminan terhadap pendapatan mereka sehingga tingkat
opportunities dapat tetap tinggi.
Social integration, yang dapat dilakukan perusahaan terutama manajemen yaitu terus
menciptakan suasana dimana ada rasa memiliki di mana individu merasa bagian dari suatu tim
dan tidak diisolasi dari kelompok, individu saling mendukung satu sama lain dan terdapat rasa
hubungan kemasyarakatan serta hubungan antara perseorangan. Perusahaan harus mengutamakan
konsep egalitarianism, adanya mobilitas untuk bergerak ke atas, sehingga lingkungan kerja
secara relatif bebas dari prasangka buruk dan tingkat social integration dapat tetap tinggi.
Constitutionalism, yang dapat dilakukan perusahaan terutama manajemen yaitu harus
terus menghormati hak-hak karyawan, hak pribadi sebagai seorang individu harus dihormati,
memberi dukungan kebebasan bersuara agar dapat dirasakan oleh karyawan telah memberikan
pelayanan yang adil serta keleluasaan pribadi bagi karyawan di dalamnya juga termasuk
kebebasan untuk bergabung dan memperhatikan serikat pekerja sebagai media yang
menjembatani karyawan dan perusahaan, sehingga tingkat constitutionalism dapat tetap tinggi.
Work occupy, yang dapat dilakukan perusahaan terutama manajemen harus menciptakan
keselarasan antara pekerjaan dan ruang hidup secara keseluruhan. Kerja juga memberikan
dampak positif dan negatif terhadap ruang kehidupan karyawan. Selain berperan di lingkungan
kerja, karyawan juga mempunyai peranan di luar tempat kerja seperti sebagai seorang suami atau
bapak dan ibu atau isteri yang perlu mempunyai waktu untuk bersama keluarga. Perusahaan
harus memikirkan aspek terkait keseimbangan kehidupan kerja dan keluarga, sehingga tingkat
work occupy dapat tetap tinggi.
Social relevance yang dapat dilakukan perusahaan terutama manajemen, yaitu menjadi
tanggung jawab sosial perusahaan di mana perusahaan mempunyai tanggung jawab sosial kepada
pelanggan dan masyarakat luas. Perusahaan haruslah mementingkan pelanggan dan masyarakat
luas secara keseluruhan semasa menjalankan aktivitasnya. Perusahaan yang mengabaikan
peranan dan tanggung jawab sosialnya akan menyebabkan karyawan tidak menghargai pekerjaan
mereka, maka untuk meningkatkan social relevance agar dapat tetap tinggi, tanggung jawab
sosial perusahaan harus dijalankan.
Selain itu bagi penelitian selanjutnya dapat mengembangkan penelitian ini dengan
melakukan penelitian pada karyawan secara keseluruhan permanen dan outsourcing sehingga
dapat membandingkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada karyawan permanen. Penelitian
juga dapat dilakukan pada jenis industri yang berbeda dari American Petroleum Company
Indonesia yang telah diteliti, karena setiap industri memiliki karaktersitik terkait quality of work
life dan employee engagement yang berbeda. Metode pengambilan sampel juga dapat
menggunakan purposive stratified sampling agar hasil penelitian dapat lebih merepresentasikan
kondisi pada populasi yang diteliti. Penggunakan metode analisis berdasarkan General Linear
Model (GLM) dapat digunakan untuk melihat pengaruh di masing-masing dimensi variabel dan
fokus objek penelitian pada generasi Y, sehingga dapat meneliti lebih jauh quality of work life
dan employee engagement pada generasi tersebut.

8. Daftar Pustaka
Al Muftah, Hend dan Hanan Lafi., (2011). Impact of QWL on Employee Satisfaction Case of Oil and Gas
Industry in Qatar. International Scientific Press, Vol.1, No.2, 2011, 107-134.
Armstrong, M., dan Baron, A., (1998). Performance Management: The New Realities, Hal. 38. Institute
of Personel and Development. London.
Arofani, F.,(2005). Pengaruh Iklim Psikologis Terhadap Kepuasan Kerja. Skripsi. Depok: Fakultas
Psikologi Universitas Indonesia.
Babcock-Roberson, M.E., & Strickland, O.J, (2010). The Relationship Between Charismatic Leadership,
Work Engagement, and Organizational Citizenship Behaviors. The Journal of Psychology, 144(3),
313 326.
Badan Pusat Statistik., (2015). Data BPS terkait Penduduk 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja menurut
Lapangan Pekerjaan Utama: Pertambangan untuk 2011 – 2014, Februari 4, 2015.
http://www.bps.go.id/menutab.php?tabel=1dankat=1danid_subyek=06#tabel
Bakker, A.B., & Demerouti, E., (2008). Towards a model of work engagement. Career Development
International, 13(3), 209-223.
Boonrod, W., (2009). Quality of Working Life: Perceptions of Professional Nurses at Phramongkutklao
Hospital. J Med Assoc Thai, 92(1), 7-15.
Burke, R.J., Koyuncu, M., Jing, W., & Fiksenbaum, L., (2009). Work engagement among hotel managers
in Beijing, China: potential antecedents and consequences. Tourism Review, 64(3), 4-18.
Christian, M.S., Garza, A.S., & Slaughter, J.E., (2011). Work Engagement: A Qantitative Review And
Test of Its Relations With Task And Contextual Performance. Personnel Psychology, 64, 89 136.
Daud, N., (2010). Investigating the Relationship between Quality of Work Life and Organizational
Commitment amongst Employees in Malaysian Firms, International Journal of Business and
Management, 5(10), 75-82.
Dessler, G., (2012). Human Resource Management. Pearson Prentice Hall.
Ebrahim, Mohammadreza and Alireza., (2010). The relationship between QWL and job performance.
Middle-East Journal of Scientific Research, 6 (4), 317-323.
Emadzadeh, M.K., Khorasani, M., & Nematizadeh, F., (2012). Assessing the quality of work life of
primary school teachers in Isfahan city. Interdisciplinary Journal of Contemporary Research In
Business, 3( 9), 438-448.
Gujarati, D., (2006). Dasar-Dasar Ekonometrika. Jakarta: Erlangga.
Gupta, M., & Sharma, P., (2011). Factor Credentials Boosting Quality of Work Life of BSNL Employees
In Jammu Region. Sri Krishna International Research & Educational Consortium, 2(1), 79-89.
Hadari Nawawi., (2005). Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Bisnis Yang Kompetitif. Cetakan Ke-
4. Gajah Mada Univercity Press. Yogyakarta
Hair, J., (2006). Multivariate data analysis (6th ed.). Upper Saddle River.
Hasibuan, M., (2010). Manajemen Sumber Daya Manusia Edisi Revisi. Bumi Aksara, Jakarta.
Hassan, Narehan., (2014). The Effect of Quality of Work Life (QWL) Programs on Quality of Life (QOL)
Among Employees at Multinational companies in Malaysia. Social and Behavioral Sciences
Journal, 112: 24–34.
Hsu, M., & Kernohan, G., (2006). Dimension of hospital nurses’ quality of working life. Nursing And
Healthcare Management And Policy, 120-131.
Jenora, C., Flores, N., Orgaz, M.B., & Cruz, M., (2010). Vigour and dedication in nursing professionals:
towards a beter understanding of work engagement. Journal of Advanced Nursing, 1-11.
Lange, A.H., Witte, H.D., & Notelaers, G., (2008). Should I stay or should I go? Examining longitudinal
relations among job resources and work engagement for stayers versus movers. Work & Stress,
22(3), 201-223.
Malhotra, N. (2007). Marketing Research: an applied orientation, pearson education, inc., fifth edition.
New Jersey: USA.
McBain, R., (2007). The Practice of Engagement Research into Current Employee Engagament Practice.
Journal HR Strategic Review. Volume 6 Issue 6. Henly Management College: Melerum
Publishing.
Misbahuddin & Hasan, I., (2013). Analisis Data Penelitian Dengan Statistik. Jakarta: Bumi Aksara.
Narbuko, C dan A. Achmadi., (2001). Metodologi Penelitian. Bumi Aksara, Jakarta.
Nazir, U., Qureshi, T.M., Shafaat, T., & I. A., (2011). Office harassment: A negative influence on quality
of work life. African Journal of Business Management, 5(25), 10276-10285.
Nitisemito, Alex S., (1996). Manajemen Personalia. Edisi 8. Ghalia Indonesia, Jakarta.
Noor, S.M., & Abdullah, M.A., (2012). Quality Work Life among Factory Workers in Malaysia. Procedia
- Social and Behavioral Sciences, 35, 739-745.
Robbin, S.P., (2012). Organizational Behaviour. Pearson Prentice Hall.
Rose, R.C., Beh, L., Uli, J., & Idris, K., (2006). Quality Of Work Life: Implications Of Career
Dimensions. Journal of Social Sciences, 2 (2), 61-67.
Sakari, T., Kirsikka, S., Timo, A., & Jouko, N., (2011). "Work engagement in eight European countries:
The role of job demands, autonomy, and social support”. International Journal of Sociology and
Social Policy, 31(7/8), 486 504.
Sekaran, U. (1992). Research method for business: A skill-building approach (2nd ed.). Canada: John
Willey & Sons.
Sekaran, U., Bougie, R. (2010). Research method for business: A skill-building approach (5th ed.). West
Sussex: John Willey & Sons.
Salanova, M., Agut, S., & Peiro, J.M., (2005). Linking Organizational Resources and Work Engagement
to Employee Performance and Customer Loyalty: The Mediation of Service Climate. Journal of
Applied Psychology, 90(6). 1217-1227.
Santoso, Singgih., (2012). Panduan Lengkap SPSS Versi 20. Elex Media Komputindo.
Saraji, G Nasl dan Dargahi, H., (2006). Study of Quality of Work Life (QWL). Iranian J Publ Health, Vol.
35, No. 4, pp.8-14.
Schaufeli, Martinez, Marques Pinto, Salanova & Bakker (2002). Burnout and engagement in university
students: A CrossNational Study. Journal of Cross-Cultural Psychology, 33 (5), 464-481.
Schaufeli, W. B., Bakker, A. B., & Van Rhenen, W. (2009). How changes in job demands and resources
predict burnout, work engagement, and sickness absenteeism. Journal of Organizational Behavior,
30, 893-917. doi:10.1002/job.595.
Schwab, D.P. (2005). Research method for organizational studies (2nd ed.). New Jersey: Lawrence
Erlbaum Associates.
Sevilla, Consuelo G., Ochave, Jesus A., Punzalan, Twila G., Regalla, Bella P., & Uriarte, Gabriel
G. (1992). Research Methods. Rex Printing Company. Quezon City.
Sekaran, U., (2007). Research Methods For Business. Jakarta: Salemba Empat.
Shimazu, A., & Schaufeli, W.B., (2009). Is Workaholism Good or Bad for Employee Well-being? The
Distinctiveness of Workaholism and Work Engagement among Japanese Employees. Industrial
Health, 47, 495-502.
Siagian, S. P., (2003). Manajemen Sumber Daya Manusia. Bumi Aksara, Jakarta.
Sinha, C., (2012). Factors Affecting Quality of Work Life: Empirical Evidence From Indian
Organizations. Australian Journal of Business and Management Research, 1(11): 31-40.
Sonnentag, S., Mojza, E.J., Binnewies, C., & Scholl, A., (2008). Being engaged at work and detached at
home: A week-level study on work engagement, psychological detachment, and affect. Work &
Stress, 22(3), 257-276.
Sugiyono., (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung.
Tabassum, A., Rahman, T., & Jahan, K., (2011). A Comparative Analysis of Quality of Work Life among
the Employees of Local Private and Foreign Commercial Banks in Bangladesh. World Journal of
Social Sciences, 1(1), 17-33.
Timossi, L.S., Pedroso, B., Francisco, A.C., & Pilatti, L.A., (2008). Evaluation of Quality of Work Life:
An Adaptation From The Walton’s QWL Model. XIV.International Conference On Industrial
Engineering and Operations Management, Rio de Janeiro, Brazil.
Tomic, M., & Tomic, E., (2010). Existential fulfilment, workload and work engagement among nurses.
Journal of Research in Nursing. 1-12.
Umar, H., (2005). Riset Sumber Daya Manusia Dalam Organisasi. Gramedia Pustaka
Utama,Jakarta.
Webster, A., (1992). Applied statistics for business and economics. Homewood. Yusuf, Tamzil., (2010).
Pengaruh Kualitas Kehidupan Kerja, Komitmen Kerja, Dan Motivasi Terhadap Kepuasan Kerja
( Studi Kasus Karyawan PDAM Makassar). Jurnal Ekonomi.
Widiyanto, M.A. (2013). Statistika terapan: Konsep dan aplikasi SPSS dalam penelitian bidang
pendidikan, psikologi, dan ilmu sosial lainnya. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Widiyanto, M. A., (2013). Statistika Terapan: Konsep & Aplikasi SPSS Dalam Penelitian Bidang
Pendidikan, Psikologi & Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Widodo, (2004). Cerdik Menyusun Proposal Penelitian Skripsi, Tesis, dan Disertasi.
Yayasan Kelopak, Jakarta.
Yudiaatmaja, F., (2013). Analisis Regresi dengan Menggunakan Aplikasi Komputer Statistik SPSS.
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Anda mungkin juga menyukai