Anda di halaman 1dari 15

TARI LEGONG KERATON LASEM GAYA PELIATAN

Tugas Spesialisasi

Oleh :

Putu Angga Pratama

201701025

FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN

INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR

2020
I

Pendahuluan

Latar Belakang

Tari adalah gerak tubuh secara berirama yang dilakukan di tempat dan waktu tertentu
untuk keperluan pergaulan, mengungkapkan perasaan, maksud, dan pikiran. Bunyi-bunyian
yang disebut musik pengiring tari mengatur gerakan penari dan memperkuat maksud yang
ingin disampaikan. Demikianlah yang dijumpai di Pulau Bali yang terkenal dengan berbagai
jenis tariannya.

Salah satunya karya seni tari yang memiliki ciri khas indah dan feminim dari Pulau
Bali adalah Tari Legong. Tari Legong atau Palegongan merupakan tarian klasik, karena
muncul pada zaman kerajaan pada awal abad 19 di daerah Sukawati-Gianyar yang memiliki
pola dan struktur gerak tari nan baku, hingga sekarang tetap bertahan sebagai primadona tari
Bali. Di samping itu tari Legong merupakan dasar tari perempuan, karena memiliki
perbendaharaan gerak tari yang sangat lengkap. luwes , lentur dan gerak gerak yang dinamis
adalah ciri khas dari Tari Legong.

Puri Agung Peliatan adalah salah satu puri yang memiliki Tari Legong yang masih
aktif pementasannya hingga sekarang. Masyarakat Peliatan berinisiatif untuk menambahkan
gerakan khas pada Tari Legong khas Peliatan agar penikmat seni lebih tertarik dan mendapat
apresiasi yang lebih tinggi. Gerak yang di tambahkan pada Tari Legong di kenal dengan
“gaya Peliatan”. Hal ini juga bertujuan agar masyarakat bisa membedakan gaya Peliatan
dengan gaya-gaya di daerah yang lainnya. Diantara tema-tema Tari Legong gaya Peliatan
yang ada, Tari Legong Keraton Lasem gaya Peliatan yang banyak diminati oleh masyarakat.
Tarian ini ditarikan oleh tiga penari perempuan yang memakai cerita Panji, mengisahkan
kasih tak sampai antara Prabu Lasem dan Rangkesari.

Pemilihan Tari Legong Kraton Lasem gaya Peliatan sebagai objek penelitian berlatar
belakang dari potensi dan keunggulan Desa Peliatan yang masih aktif menampilkan Tari
Legong Kraton Lasem. Selain itu Tari Legong Keraton Lasem gaya Peliatan mempunyai cirri
khas gerak yang mencolok dari Tari Legong Lasem pada umumnya yaitu : agem yang
melengkung, sikap tangan dalam agem, bahu dan belikat yang terkunci, dagu yang diangkat,
angsel yang tersendat dan gerakan yang bergetar.
Dalam penulisan tugas ini akan memaparkan secara khusus sejarah Tari Legong
Gaya Peliatan dan Bentuk dari Tari Legong Keraton Lasem Gaya Peliatan dalam ruang
lingkup Desa Peliatan. Penulisan tugas ini bertujuan untuk memberikan informasi terhadap
pembaca tentang Tari Legong yang ada di Desa Peliatan dan bentuk dari Tari Legong
Keraton Lasem gaya Peliatan, serta manfaat yang diperoleh adalah menambah wawasan
tentang seni tari khususunya pada Tari Legong.
II

Pembahasan

Sejarah Tari Legong gaya Peliatan

Sebelum tahun 1928, kesenian Legong dibina dan diayomi oleh Puri Agung Peliatan.
Menurut Babad Dalem Sukawati, kehidupan berkesenian di Puri Peliatan dan Puri
Tegallalang di pengaruhi oleh Puri Sukawati karena ada hubungan keluarga. Demikian
halnya dengan tarian Legong yang muncul di Sukawati pada awal abad XIX, di Puri Agung
Peliatan juga terdapat tarian Legong yang dapat pengaruh dari Puri Tegallalang. Mengenai
keberadaan tari Legong Peliatan saat itu karena tiada informasi yang jelas, mungkin saja
berkat pelatihan pakar tari Legong dari Sukawati ( Oka Dalem, 17 Mei 2009 ).

Pada tahun1928 tidak banyak sumber yang menjelaskan keberadaan tari Legong Keraton
di Puri Agung Peliatan, hanya setelah tahun 1928 tarian ini mulai keluar dari puri. Dikatakan
demikian karena pada saat itu tarian ini tidak berkembang seperti sedia kala. Banyak penari
Legong Keraton yang menikah sehingga mereka keluar untuk tidak menjadi penari puri
lagi.Hal ini yang menjadi salah satu faktor tari Legong Keraton keluar dari puri dan menjadi
hiburan rakyat. Tari Legong Keraton di Desa Peliatan mulai ada sejak adanya group Gamelan
Gong Kebyar bernama Gong Gunung Sari asal Peliatan yang dipimpin oleh seorang penabuh
kendang bernama Mandera. Mandera ingin mengolaborasikan gamelan Gong Kebyar dengan
tari Legong Keraton. Mandera memiliki cara yang unik untuk memilih gadis-gadis yang akan
dijadikan penari Legong Keraton. Setiap hari ia memperhatikan gadis-gadis desa yang berlalu
lalang di depan rumahnya. Apabila ia melihat anak yang memiliki tubuh dan penampilan
yang cocok untuk menjadi penari, ia langsung memanggil anak tersebut dan melatih tari agar
bisa menjadi penari Legong Keraton. Mandera sengaja memilih gadis-gadis yang belum
mengalami menstruasi karena baginya mereka memiliki gerakan tubuh yang lebih lincah dan
bersemangat. Atas usaha Mandera tersebut, tari Legong Keraton di Desa Peliatan mulai ada
sejak tahun 1928, hingga tahun 1930 tarian ini masih dibina dan dikembangkan di Puri
Kaleran yaitu tempat tinggal Mandera.

A. Promosi pertama tahun 1931

Awal keberangkatan Tari Legong Peliatan pada tahun 1931 ke Eroupa, para seniman
di Desa Peliatan melakukan persiapan yang sangat panjang dan pada saat tanggal 31 Agustus
1931 berangkatlah 51 orang seniman yang berasal dari Peliatan, Ubud, Singapadu. Jenis
tarian yang akan dibawakan tidak hanya tari Legong Peliatan itu sendiri, tetapi adapun tarian
yang di tampilkan yakni tari Baris, Janger, Cak, dan Barong. Semenjak itu kemansyuran tari
Legong merebak ke mancanegara sebagai salah satu jenis tari Bali yang paling elok, seiring
dimulainya pelayaran kapal-kapal pesiar Belanda yang menandai awal bisnis parwisata di
Bali.

Selanjutnya kesenian Peliatan berkedudukan di Puri Kaleran yaitu rumah dari


A.A.Gede Mandera yang langsung menangani masalah teknis untuk kelanjutan kehidupan
Legong Peliatan dan tari lainnya.

B. Promosi kedua tahun 1952

Tahun 1950 A.A Gde Mendra di panggil oleh Presiden Soekarno untuk ditawari
membawa kesenian keduakalinya ke Eroupa dan untuk yang pertama kalinya ke Amerika
Serikat. Tawaran itupun disambut dengan baik oleh A.A Gde Mandera yang pada saat itu
menjabat sebagai kepala Desa Peliatan. Persiapan untuk melakukan pertunjukkan ini
memakan waktu selama dua tahun dengan melengkapi gamelan, membentuk sekehe dan
pemilihan penari. Tanggal 21 Agustus 1952 misi kesenian Gong Bali yang di wakili gong
Peliatan berangkat dari Jakarta menuju London, di London tinggal selama dua minggu
selanjutnya perjalanan di lanjutkan ke New York setelah dua minggu di New York, berlanjut
ke Las Vegas selama dua minggu, perjalanan berikutnya menuju San Francisco menginap
selama 20 hari dari San Francisco kemudian di lanjutkan ke Los Angeles. Dalam perjalanan
kembali ke Indonesia setelah melalang bhuana Gong Peliatan di sambut oleh Cokorde Gde
Raka Sukawati.

Hingga saat ini pertunjukkan Tari Legong gaya Peliatan dan tari lainnya masih aktif
melakukan sebuah pementasan di Desa Peliatan. Pertunjukan tersebut dilakukan dalam waktu
satu minggu dua kali yaitu pada hari jumat yang bertempat di Balerung Stage Peliatan dan
pada hari sabtu bertempat di Puri Peliatan (wawancara 14 Desember 2018). Fungsi dari
pementasan ini adalah sebagai pertunjukan pariwisata atau memperkenalkan sebuah kesenian
yang ada di Desa Peliatan. Pada saat pementasan para penonton atau tamu asing dikenakan
biaya Rp,100.000 untuk menton sebuah pertunjukan yang ada di Balerung Stage maupun di
Puri Peliatan.

Bentuk Tari Legong Keraton Lasem gaya Peliatan


Tari Legong Keraton Lasem mengambil dasar dari cabang cerita Panji (abad ke-12
dan ke-13, masa Kerajaan Kadiri), yaitu tentang keinginan raja (adipati) Lasem (sekarang
masuk Kabupaten Rembang) untuk meminang Rangkesari, putri Kerajaan Daha (Kadiri),
namun ia berbuat tidak terpuji dengan menculiknya. Sang putri menolak pinangan sang
adipati karena ia telah terikat oleh Raden Panji dari Kahuripan. Mengetahui adiknya diculik,
raja Kadiri, yang merupakan abang dari sang putri Rangkesari, menyatakan perang dan
berangkat ke Lasem. Sebelum berperang, adipati Lasem harus menghadapi serangan burung
garuda pembawa maut. Ia berhasil melarikan diri tetapi kemudian tewas dalam pertempuran
melawan raja Daha. Tari ini merupakan salah satu tarian klasik yang ada di Bali, dimana
ditarikan oleh 3 orang penari wanita yaitu : penari Condong, Lasem dan Rangkesari.

Adapun struktur penyajian dari Tari Legong Keraton Lasem Gaya Peliatan ini yaitu :

1. Mengawali tarian Condong pada adegan mungkah lawang yang dilakukan


dengan gerakan tangan lurus ke depan sambil digetarkan, diiringi dengan
seledet.
2. Gerakan selanjutnya adalah ngepik yang dilakukan dengan nyeledet.
3. Pada bagian papeson Condong terdapat gerakan ngunda yang tidak ditemukan
pada gaya legong lainnya.
4. Pada gerakan ngejat pala disertai dengan seledet kanan dan kiri.
5. Pada gerakan sregseg terdapat gerakan berhenti sejenak disertai gerakan
kepala nyegut dan hentakan tangan satu kali yang disebut ngangsuh, kemudian
sregseg dilanjutkan
6. Setelah gerakan ngeplak muring dilanjutkan dengan jejaukan kemudian
bersimpuh di lantai dengan sikap tangan silang di dada (sidakep) sambil
menggetarkan kepala ke arah pojok kiri dan kanan.
7. Kemudian terdapat gerakan ngotes yang berasal dari gerakan condong
pegambuhan yang dilanjutkan dengan ngumbang
8. Pada bagian papeson Legong diawali dengan gerakan mungkah lawang
kemudian mengahdap samping kanan sambil melakukan gerakan ulap-ulap,
seteleah gerakan ngeseh menghadap ke samping kiri.
9. Masih dalam bagian papeson, Condong dan Legong melakukan gerakan
ngunda dan ngejat pala.
10. Setelah Condong menyerahkan kipas kepada Legong, dilanjutkan dengan
bapang, nyregseg, dan ngelayak ( sebagai kekhasan gaya peliatan).
11. Pada bagian pekaad Condong, ketiga penari ngumbang melingkar ke arah
belakang.
12. Mulai cerita masuk dan adegan
a. Pangrangrang, pangipuk, ngocel beriringan ke arah depan dan belakang.
Gerakan ini sebagai perkembangan dari gerak Sang Hyang Legong saat
tangan meraba mulut kemudian diturunkan lurus. Selanjutnya pemeran
Rangkesari keluar mengakhiri tarian setelah dicubit oleh pemeran Lasem.
b. Pesiat yakni perang Prabu Lasem dengan Burung yang diperankan oleh
condong, kedua penari mengakhiri tarian dengan meninggalkan stage
secara bersama-sama.

Dapat kita lihat dari analisis geraknya Tari Legong Keraton Lasem gaya Peliatan
mempunyai cirri khas tersendiri pada bagian geraknya yaitu :

1. Agem yang melengkung


Agem adalah sikap dasar Tari Bali. Pada agem gaya peliatan dibanding
dengan daerah lainnya di Bali, torso penari lebih melengkung baik dilihat dari depan
maupun dari samping. Hali ini dilakukan dengan menekan dada lebih ke depan.
2. Sikap tangan dalam agem
Sikap tangan yang satu sejajar dengan susu dan yang lainnya sejajar dengan
pundak, dalam agem Legong gaya Peliatan cenderung lebih sempit dibandingkan
gaya legong lainnya, serta siku terlalu tinggi.
3. Bahu dan belikat yang terkunci
Hal ini sangat menjadi perhatian. Kedua pengajar yakni Niang Sengog dan
Gungkak Mandera selama pembelajaran tari, tak henti-hentinya memegang dan
mendorong bagian punggung penari dengan menarik kedua bahu ke belakang
sehingga tulang belikat bersatu dan terkunci.
4. Dagu yang diangkat
Dagu yang terangkat akibat langsung dari agem yang lebih melengkung ke
depan dan belikat yang terkunci. Dengan terangkatnya dagu tentu saja muka penari
agak mengadah ke atas. Dalam posisi itu mata lebih ekspresif saat membesarkan
bukaan bola mata dan putih bagian atas lebih terlihat.
5. Angsel yang tersendat
Pada angsel gaya Peliatan angsel ini sering diulang sebelum selesai atau
disisipi gerakan kecil sehingga seakan tersendat sebelum berakhir pada posisi
berikutnya. Gerakan ini diikuti dengan getaran kepala sesaat.
6. Gerakan yang betgetar
Selain dari kelima cirikhas tersebut, dari Tari Legong Lasem gaya peliatan
terdapat gerakan yang bergetar atau yang disebut ngejer. Ngejer dilakukan pada
bagian kaki, lutut, jari, bahu dan kepala. Akibat dari getaran pada bagian kepala,
hiasan yang bunga yang menancap pada gelungan ( Bancangan) akan lebih nampak
getarannya.

Dalam Tari Legong Keraton Lasem gaya Peliatan persentase pemakain gerak
maknawi lebih banyak digunakan dibandingkan gerak murni. Salah satu contohnya
yaitu seperti gerak lasan megatyeh, gerak ngumbang, gerak kidang rebut muring dan
sebagainya.

Tata Busana Tari Legong Keraton Lasem gaya Peliatan

Tata busana adalah segala perlengkapan pakian yang dipakai dalam tarian Bali,
busana merupakan faktor pendukung yang sangat penting dalam tari Bali, karena melalui
busana itu, penonton akan dapat membedakan tiap-tiap tokoh atau peran yang akan tampil.
Banyak perbendaharaan gerak tari yang timbul karena danya busana tersebut. Jenis-jenis
busana yang terdapat dalam tari Bali dibuat dari bahan-bahan seperti kain, kaca-kaca dan
sebagainya. Adapun busana yang digunakan dalam Tari Legong Keraton Lasem gaya
Peliatan antara lain :

1. Kain prada yaitu : kain yang digunakan pada bagian bawah penari wanita dan
penuh dengan ornamen-ornamen yang dibuat dari bahan prada (cat emas) dan
warna yang biasa digunakan untuk tari Legong Keraton Lasem gaya Peliatan ini
umumnya hijau.
2. Baju prada yaitu : baju yang bentuknya seperti jaket setengah badan dan berlengan
panjang yang dipulas dengan prada. Warna yang dipakai adalah sama dengan
warna kainnya yaitu warna hijau.
3. Sabuk Prada : sejenis ikat pinggang yang dibuat dari kain dan dipoles dengan cat
emas. Fungsinya dalah sebagai ikat pinggang.
4. Ampok-ampok Kulit , satu jenis pakian tari yang menghiasi bagian pinggang, dan
dibuat dari bahan kulit sapi yang ditatah (diukir) kemudian dipulas dengan prada.
5. Lamak Kulit : satu bagian jenis pakian tari yang dipasang didepan dada sehingga
menutupi pada bagian depan (dada) penari. Bentuknya memanjang kebawah
sampai diatas lutut dan bahannya dari kulit sapi yang ditatah (ukir) serta dipulas
dengan cat emas.
6. Tutup Dada : hiasan dada yang biasanya dibuat dari kain beludru dengan dihiasi
mote-mote (klip) dan dipasang melingkar diatas payudara. Tutup dada ini
berfungsi untuk merapikan ujung dari sabuk prada, disamping juga menambah
keharmonisan antara pemasangan sabuk prada, lamak, dan simping.
7. Sesimping : yaitu hiasan bahu yang dibuat dari kulit sapi, yang diukir dan dicat
prada. Adapun tujuan penggunaan sesimping ini adalah untuk membuat sesuatu
keharmonisan pada hiasan bahu yang disesuaikan dengan hiasan-hiasan pada
gambar-gambar wayang.
8. Badong Lanying: perhiasan leher atau penutup bahu yang bentuknya lancip
(segitiga) dan terbuat dari kulit sapi yang diukir serta dicat dengan prada emas.
9. Gelang kana : hiasan tangan yang dibuat dari kulit sapi yang diukir dan dipoles
dengan cat prade serta dipakai pada lengan bagian atas, dan pada pergelangan
tangan.
10. Gelungan : hiasan kepala yang dibuat dari kulit, ditatah dan dicat dengan prada.
Gelungan ini juga merupakan gabungan dari bagian-bagian yang lebih kecil yaitu
petitis, ron-ronan, udeng (jeplakan), perkapat, (yang terdiri dari gegempolan dan
lelenteran), kararoko, mungkur.
11. Bancangan : hiasan pada gelungan yang dibuat dari kawat tersusun sedemikian
rupa yang pada tangkainya dibuat dari bambu. Bagusnya bunga yang
dipergunakan dalam dalam bancangan ini yaitu bunga jepun putih yang masih
segar dan tidak layu.

Properti dan Aksesoris Tari Legong Keraton Lasem gaya Peliatan

Properti adalah alat yang digunakan sebagai media atau perlengkapan dari
pementasan suatu tarian. Pada dasarnya, penggunaan properti tari ditujukan untuk
memberikan kesan keindahan atau estetika sekaligus sebagai media untuk menyampaikan
makna yang terkandung dalam tarian tersebut. Dimana pada setiap tari yang bernama legong
pasti identik dengan yang namanya Kipas.
Kipas atau yang sering disebut dengan kepet merupakan salah satu identitas dari
sebuah tari legong, begitu pula halnya dengan Tari Legong Keraton Lasem gaya Peliatan
yang menggunakan kipas sebagai propertinya. Adapun kepet ini dibuat dari kain dan bambu
yang sudah dibentuk sedemikian rupa kemudian dilapisi dengan kain dengan dua warna
(bolak-balik), yang diberi cat emas. Kepet atau kipas ini, biasanya dipegang pada tangan
kanan, kecuali jika didalam keperluan tertentu kepet itu dipegang dengan tangan kiri. Kepet
pada fungsinya yang utama adalah untuk mengibaskan angin, namun jika dipergunakan
dalam tari akan melahirkan kesan-kesan tertentu, disamping memperindah gerak tari dan juga
memperbanyak atau memperkaya perbendaharaan gerak tari itu sendiri. Kepet yang
dipergunakan pada tarian ini yaitu berwarna hijau dan kuning yang memiliki arti tersendiri di
dalamnya. Penggunaan kipas dalam tarian ini hanya pada tangan kanan dengan cara dibuka
dan ditutup.
Di dalam tarian ini juga menggunakan properti yang bernama Kampid. Kampid atau
sayap yang digunakan oleh penari Condong yang terbuat dari kulit hewan dibentuk
sedemikian rupa seperti sayap burung. Properti ini digunakan pada saat adegan pertempuran
antara Prabu Lasem dengan seekor burung yang diperankan oleh penari Condong.

Dalam dunia busana, aksesoris adalah benda-benda yang dikenakan seseorang untuk
mendukung atau menjadi pengganti pakaian. Bentuk aksesori bermacam-macam dan banyak
di antaranya terkait dengan peran gender pemakainya. Aksesori dalam bahasa Indonesia
hampir selalu berarti fashion accessory dalam penggunaan bahasa Inggris.Aksesoris yang
digunakan dalam tarian ini adalah subeng. Subeng adalah aksesoris seperti anting yang
melekat pada telinga penari.
Iringan Tari Legong Keraton Lasem gaya Peliatan

Musik sebagai iringan tari memiliki peran yang amat penting, oleh karena itu banyak
ungkapan yang mengatakan bila tanpa musik ibarat sayur tanpa garam, ibarat siang tanpa
malam, nasi tanpa lauk, dan ungkapan lainnya sesuai dengan aspirasi maupun selera setiap
orang untuk mengungkapkan perasaan mereka. Dengan berbagai ungkapan tersebut betapa
pentingnya arti sebuah iringan untuk memberikan dukungan estetis terhadap sebuah
penyajian karya tari atau komposisi.
Sebuah iringan tari dapat dibagi menjadi iringan Conventional dan Non Conventional.
a.      Iringan Tari Conventional
Mengutamakan unsur-unsur tradisi baik dalam pemanfaatan instrumentasinya maupun
pengolahan unsur-unsur musikalnya termasuk aturan-aturan yang menyangkut struktur atau
komposisinya.
b.      Iringan Tari Non Conventional
Sebaliknya tidak terlalu terikat pada aturan tradisi baik dalam pemanfaatan alat-alat
musiknya maupun pengolahan unsur-unsur musikalnya dengan kata lain seorang koreografer
boleh lebih bebas dalam menata iringannya dengan tidak mengabaikan keindahan dan makna
dari sebuah iringan.
Semara Pagulingan adalah sebuah gamelan yang dekat hubungannya dengan gamelan
Gambuh, di mana ia juga merupakan perpaduan antara gamelan Gambuh dan Legong.
Semara Pagulingan merupakan gamelan rekreasi untuk istana raja-raja zaman dahulu.
Biasanya dimainkan pada waktu raja-raja akan kepraduan (tidur). Gamelan ini juga
dipergunakan untuk mengiringi tari Leko dan Gandrung yang semula dilakukan oleh abdi
raja-raja kraton. Semara Pagulingan memakai laras pelog 7 nada, terdiri dari 5 nada pokok
dan 2 nada pamero. Repertoire dari gamelan ini hampir keseluruhannya diambil dari
Pegambuhan (kecuali gending Leko) dan semua melodi-melodi yang mempergunakan 7 nada
dapat segera ditransfer ke dalam gamelan.
Bentuk dari gamelan Semara Pagulingan mencerminkan juga gamelan Gong, tetapi
lebih kecil dan lebih manis disebabkan karena hilangnya reong maupun gangsa-gangsa yang
besar. Demikian jenis-jenis pasang cengceng tidak dipergunakan di dalam Semar Pagulingan.
Instrumen yang memegang peranan penting dalam Semar Pagulingan ialah Trompong.
Trompong lebih menitik beratkan penggantian melodi suling dalam Gambuh yang dituangkan
ke dalam nada yang lebih fix. Gending-gending yang dimainkan dengan memakai trompong,
biasanya tidak dipergunakan untuk mengiringi tari. Di samping trompong ada juga 4 buah
gender yang kadang-kadang menggantikan trompong, khususnya untuk gending-gending tari.
Dalam hal ini Semara Pagulingan sudah berubah namanya menjadi gamelan Pelegongan.
Instrumen yang lain seperti gangsa, jublag dan calung masing-masing mempunyai fungsi
sebagai cecandetan ataupun untuk memangku lagu. Semara Pagulingan juga memakai 2 buah
kendang, 1 buah kempur, kajar, kelenang, suling. Kendang merupakan sebuah instrumen
yang amat penting untuk menentukan dinamika dari pada lagu.
Iringan tari Palegongan merupakan iringan yang bersifat konvensional dan memiliki
struktur yang amat lengkap apabila dibandingkan dengan struktur iringan tari lainnya dengan
istilah-istilah tradisi yang amat kental seperti : Kawitan, Papeson, Pengecet, Pengipuk, dan
lain-lain. Dalam Tari Legong Keraton Lasem gaya Peliatan ini menggunakan jumlah gamelan
20 dengan jumlah penabuh 21 orang.
III

Penutup

Tari Legong Peliatan sudah ada sebelum tahun1928 yang dibina dan diayomi oleh Puri
Agung Peliatan. Kehidupan berkesinian di Puri Agung Peliatan dengan Puri Tegallalang
dipengaruhi oleh Puri Sukawati. Setelah tahun 1928 tarian ini mulai keluar dari puri
dikarenakan para penari puri sudah mulai menikah dan tidak berkembang seperti sedia kala.
Atas usaha Mandera tari Legong Keraton di Desa Peliatan mulai ada sejak tahun 1928,
hingga tahun 1930 tarian ini masih dibina dan dikembangkan di Puri Kaleran yaitu tempat
tinggal Mandera. Pada tahun 1931 Tari Legong Peliatan melakukan promosi pertamanya ke
Europa dan tahun 1952 dipanggil oleh Presiden Soekarno untuk membawa kesenian kedua
kalinya ke Europa. Hingga saat ini Tari Legong Peliatan masih tetap aktif melakukan
pementasan.

Tari Legong Keraton Lasem merupakan sebuah tarian klasik yang mengambil cerita dari
sebuah cerita panji. Tarian ini ditarikan oleh tiga orang penari perempuan. Adapun struktur
dari tarian ini yaitu : pepeson, pengawak, pengecet,pengipuk, pesiat dan pekaad. Kostum
yang dipergunakan yaitu : Gelungan, Badong, Simping, Tutup Dada, Sabuk Prada, Baju
Prada, Ampok-ampok, Kamen Prada, Gelang Kana, Lamak dan Bancangan. Menggunakan
propeti kipas dan subeng sebagai aksesoris. Musik atau gamelan yang mengiringi tarian ini
adalah gamelan Semara Pegulingan.
Lampiran Foto
Daftar Pustaka

Arini,Kusuma Ayu.2011.Legong Peliatan Pionir Promosi Kesenian Bali Yang Tetap


Eksis.Denpasar:Swasta Nulus

Bandem, I Made, & Fedrick Eugene deBoer. 2004. Kaja dan Kelod Tarian Bali dalam
Tradisi. Terj. I Made Marlowe Makaradwaja Bandem. Yogyakarta : Institut Seni Indonesia
Yogyakarta.

Pradita,Surya.2018. Sejarah Legong Peliatan, (online).http://blog.isi-


dps.ac.id/suryapradita/sejarah-legong-peliatan. Diakses tanggal 20 Desmber 2108.
Daftar Informan

A.A. Gede Oka Dalem ( 65 tahun ) Gianyar, seniman Legon Peliatan ( wawancara 21
Desember 2018 )

Anda mungkin juga menyukai