OLEH:
Kelompok 3
1. Rory Nur Pramesti 18124120
2. Wiwit Pujiana 18134121
3. Duwi Setiyowati 18134134
4. Desi Indah Fitriani 18134135
5. Asa Wuyung Realita18134137
Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
izin, rahmat, dan karunia-Nya yang diberikan sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas Seni Pertunjukan Indonesia Resume buku yang berjudul
Kaja & Kelod
Penulis menyadari bahwa laporan ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu dengan segala kerendahan hati penulis meminta maaf yang sebesar-besarnya.
Dan atas saran dan kritikan yang membangun penulis ucapkan terima kasih.
Solo, 18 April
2019
Penulis
Tugas Seni Pertunjukan Indonesia
Penulis :
I Made Bandem
Fredrik Eugene de Boer
Genre :
ISBN : 979-8242-15-7
Dalam bab ini dikemukakan sejumlah genre tarian Bali yang lazimnya
ditampilkan dalam ruang sekuler. Tari-tarian ini umumnya dipentaska untuk
kepentingan rekreasi dan hiburan semata dan tidak selalu harus dirangkaikan
dengan kegiatan-kegiatan yang berhubungan langsung dengan ritual keagamaan.
Genre bebali juga dapat seperti Gambuh dan Wayang Wong dapat di pertunjukkan
dalam ruang lingkup sekuler murni selama atribut sakralnya secara otentik tidak
digunakan. Pertunjukan sekuler dapat dipentaskan dalam tempat pertunjukan
sementara di lapangan umum atau jalan atau di balai kemasyarakatan , wantilan
atau bahkan di dalam gedung pertunjukan permamen.
Tarian Joged
Genre Joged berasal dari bahasa indonesia kuno yang bearti penari wanita.
Tari joged mudah dikenali karena ciri-ciri tarian pergaulan yang dikandungnya,
dimana penari sudah menyelesaikan tarianya yang murni bergaya legong, para
pria yang dalam kerumunan diundang ke panggung lalu menari bersama dengan
tarian yang genit. Sebagai bagian tari joged yang penuh dengan improvisasi,
dalam ngibing para penari menunjukan nafsu yang berlebih-lebihan, seksi, goyang
yang berombak-ombak, gerak kipas yang menutupi muka penari pertanda kemalu-
maluan terhadap laki-laki, senyum manis, dan mata berkedip-kedip menatap
pasangannya.
Menurut kisah-kisah orang tua Bali, mungkin tidak tepat kalau dikatakan
bahwa pada masa lampau kebebasan itu terletak, pada ciuman dan pelukan saja.
Sering juga ada penari muda laki-laki yang berbusana wanita yang mendapatkan
pasangan dari penonton. Pada masa lampau , para pria yang tampil dan menari
yang disebut ibing diwajibkan untuk membayar dengan uang atau bendadalam
jumlah yang cukup besar. Penari-penari Joged yang sudah mengakhiri masa
kerjanya menjadi orang-orang penting yang mengajarkan seni pertunjukan istana
ke desa-desa.
Leko
Joged Gudegan
Adar
Tari adar merupakan tari gudegan yang hampir punah. Tidak satu pun daei
seka-seka Adar yang masih aktif yang masih mempertunjukan Kesenian itu. Di
daerah Tabanan, pada masa yang lampau, tari Adar di ayomi oleh para raja -raja.
Tari itu di pentaskan untuk pengumpulan dana masyarakat untuk memperbaiki
bangunan-bangunan di masyarakat. Pertunjukan tari ada mengambil tempat pada
sebuah jalan di muka bale banjar. Di tempat pementasan warung warung kecil
untuk menjual makanan ringan. Penari penari itu menjual makanan sambil dengan
diadakan perjanjian dengan para laki laki yang ingin mempertaruhkan
kekayaannya untuk menjadi pengibing. Mereka akan berlomba lomba mengajukan
tawaran agar di perkenankan menjadi pengibing. Setelah pedagang laku dan ada
perjanjian tentang ibing, kepala grub adar ini meminta penarinya tampil ke pentas.
Gandrung
Adapun busananya sama dengan tari legong. Kini tari gandrung diiringi
dengan gamelan Gandrung yang terdiri atas berjenis-jenis instrumen bambu,
seperti trompong, reyong, jegogan, ditambah dengan kendang, cengceng, dan
gong.
Joged Bumbung
Abuang Kalah
Gebyong
Cakepung
Para pria duduk dalam lingkaran, salah satu peserta akan mengambil
naskah lontar yang berisi tembang-tembang Macapat dengan iringan suling
(seruling) dan rebab (biola jawa). Setelah setiap baris lagu, anggota lain dalam
grup itu berbicara sebentar menguraikan kalimat-kalimat dalam lagu untuk
menjelaskan kepada penonton yang mungkin sulit memahaminya. Begitu para
lelaki merasakan efek tuak, arak dan brem, suasana menjadi lebih riuh dan
semarak, dan berbagai argumen tentang makna lagu itu saling diperdebatkan.
Godogan
Janger
Busana pria dalam Janger juga menunjukkan pengaruh barat. Busana itu
terdiri dari sebuah topi (baret), bapang Bali atau kerah penutup bahu, celana
pendek, kaos kaki sampai lutut dan sepatu tenis. Tanda pangkat dipundak juga
sering digunakan, bahkan beberapa grup menggunakan seragam kacamata hitam.
Tarian para penari wanita itu sangat lambat dan elegan, dengan banyak
penegasan pada gerakan tangan yang berubah-ubah dan berontak. Jika sudah
seluruhnya masuk panggung, para janger itu terbagi menjadi dua garis dan juga
duduk saling berhadapan, bersebelahan dengan formasi para kecak. Pertama-tama
ditampilkan dahulu dua musik selingan. Musik selingan pertama disebut
tetamburan, (memainkan gendang atau tambur). Tetamburan dimainkan oleh
pemusik gamelan dan penari pria yang bertepuk tangan secara ritmis sambil
meneriakkan suku kata-suku kata yang mudah diingat yang biasa digunakan
dalam pengajaran bermain gendang (tambur) Bali. Para pria bernyanyi dan
bertepuk tangan, sedangkan para janger yang masih dalam posisi duduk, bergerak
secara seragam dan ritmis, diambil dari kebyar duduk dan gerakan engotan sangat
dominan.
Musik iringan kedua lebih irikal. Para penari pria dan wanita menyayi
semi koor dengan formasi saling bertanya dan menjawab. Akhirnya setelah
berlangsung sekitar 20 menit, nada yang lebih serius dimainkan untuk
menunjukkan kepada penonton bahwa dramatari segera dimulai. Biasanya diawali
dengan masuknya tokoh penasar yang memulai pertunjukan dengan gaya tipikal
Prembon dan Baris Melampahan.
Saat ini ada dua grup yang Setia menekuni pertunjukan Janger. Salah
satunya dari desa Peliatan, kabupaten Gianyar. Menampilkan cerita Arjuna
Wiwaha dengan gaya baris melampahan. Grup satunya lagi berada di Kedaton,
kota Denpasar yang menampilkan cerita Cupak dan Grantang.
Barong Ket
Setiap tahun pada hari raya Galungan, kelompok taruna Banjar Sengguan
mengambil Barong Ket dan membawanya berpergian, melakukan perjalanan
selama seminggu atau lebih ke desa sekelilingnya dalam jarak yang cukup jauh.
Adat kebiasaan ini disebut ngelawang mereka membawa bekal makanan yang
cukup serta seperangkat kecil gamelan, dan berkemah selama perjalanan.
Para penari Barong melakukan aksinya. Langkah-langkah tariannya
sederhana, namun dua penari itu harus bekerja sama dengan baik sebagai satu
kesatuan.
Asal-usul barong tentunya adalah tari Singa Cina yang muncul selama
Dinasti T’ang (abad ke-7 sampai 10) dan menyebar ke berbagai bagian di Asia
Timur. Bila di hubungkan dengan sang Budha, tari Singa Cina memiliki konotasi
sebagai pengusir bala yang hidup sampai masa sekarang. Pengaruh Hindu sampai
di pulau itu dari India, dibanding dengan aspek-aspek penting Cina dalam
kebudayaan tradisional Bali.
Pada saat pergantian tahun baru Bali, sehari sebelum Hari Nyepi. Saat itu
sang Barong berusaha mengusir setan kembali keasalnya yaitu laut dari tempat-
tempat dimana mereka bermukim. Hari raya besar Galungan merupakan hari yang
khusus bagi Barong.
Seorang dokter Belanda, Jacobs, yang mengunjungi Bali pada tahun 1880,
berkesempatan menyaksikan sebuah pertunjukan Upacara Berutuk. Dalam
pertunjukan itu, empat pria bertopeng mencoba membawa lari empat wanita
bertopeng. Ketika barong muncul disisi para wanita, para pria melawan dan
membunuhnya, sebelum membopong para wanita keluar daripanggung.
Pria bertopeng yang ada pada upacara berutuk disebut jauk. Mereka
menggunakan hiasan kepala berbentuk tempat lilin kerucut menunjuk ke atas
menyerupai bentuk stupa Budha. Para penari wanita pasangan jauk disebut Telek,
berkarakter halus, warnanya putih dan giginya juga terlihat namun ekspresi
wajahnya menyenangkan dan menyunggingkan senyum, mengenakan gelung
seperti pagoda, dan membawa kipas. Di daerah Sanur penari perempuan ini
disebut Sandaran daripada Telek. Tarian ini juga sering dipentaskan dalam
pertunjukan komersial yang disuguhkan bagi para wisatawan
Rangda (I)
Di desa desa Bali Selatan, menyimpan dua contoh topeng khusus yang amat
mengagumkan yaitu topeng seram yang memiliki lidah panjang yang disebut
rangda, tukang sihir, yang secara luas sering diperlihatkan dalam film atau buku
tentang Bali, berfungsi untuk melindungi desa dari marabahaya. Barong untuk
melindungi Banjar yang lebihkecil. Topeng satunya, seperti pasangannya,
dipotong dari kayu pohon rangdu (kapuk) yang masih hidup dan disucikan
melalui suatu upacara khusus, dan disimpan di dalam Pura Dalem (purakematian).
Topeng ini melindungi desa dari para butha yang berkumpul di tempat tempat
hina, kotor, dan berbahaya, seperti di sekitar pemakaman.
Dua topeng itu diberinama Ratu Dalem (ratu pura kematian) dan Ratu Desa (ratu
pura desa). Kedua rangda ditempatkan dandi pamerkan di altar khusus dalam
lingkungan pura, sesajen di persembahkan kepada mereka, seiring dengan
panjatan doa ungkapan syukur dan permohonan perlindungan dimasa mendatang.
Onying
Tariannya cukup tertib pada bagian awalnya: langkah dan gerakannya mirip tarian
Baris upacara. Namun tiba-tiba, salah seorang penari, lalu sebagian, dan pada
akhirnya seluruhnya menangis dan berteriak keras, serta tubuhnya menegang dan
bergetar keras. Pertama-tama keris diangkat tinggi dan diacung-acungkan dengan
tangan kanan, kemudian sang penari menusukkan keris kedadanya sendiri dan
menikamdirinya berulang-ulang dengan tegang. Mereka melaporkan adanya
hentakan emosi yang luar biasa ‘panas’ dan rasa gatal pada kulit selama
berlangsungnya upacara.
Para pemangku dan wanita lebih tua bergerak dengan tenangnya di antara penari
sambil membawa botol-botol air suci, dan memercik mereka yang membutuhkan
pengendalian dan penyadaran. Para pria dewasa secara berkelompok beraksi
dengan cepat membantu mengendalikan para penari terutama mereka yang
menjadi liar. Secara perlahan, satu persatu penari tergeletak lemas, setelah sang
dewa pergi. Mereka kemudiandibawa ke sebuah pvilium kecil untuk disadarkan.
Tarian ritual ini secara pasti digolongkan dalam kategori wali. Penika mandiri
sendiri tersebut menguji dan mendemonstrasikan kekuatan para dewa yang
merasuki penari. Begitu kerasukan, seorang penari menjadi kebal terhadap
marabahaya. Penusukan terhadap tubuh sendiri (onying) tidak dihubungkan
dengan dewa khusus, tidak memilikicerita khusus, dan sama sekali tidak
berhubungan dengan pertunjukan-pertunjukan lain.
Wong Sakti
Para penonton Bali meski dipulau tersebut tidak ada tradisi pertunjukan orang
berjalan diatas kawat terjun bebas atau trik trik atletik berbahaya lainya. Akan
tetapi dalam dunia magis, hitam dan putih. Banyak ahli yang mau
mempertunjukkan kehebatannya langsung dihadapan penonton. Wong sakti
(Orang sakti) melibatkan sebuah kontes baik dengan bantuan roh di ditempat
berbahaya maupun dengan ahli magislainya.
Terlepas dari ahli-ahli sihir yang berkerja dalam skala kosmister dapat banyak
pula Wong sakti yang bekerja dalam tingkatan yang lebih lokal. Sebagai contoh,
dalang yang mengkhususkan diri dalam jenis pertunjukan wayang tertentu:
Walang calonarang, mendapat sebuah reputasi karena kemampuannya menangkal
kekuatan sihir ilmu hitam dan kekuatan orang yang mampu mengubah diri menja
dileyak (setan).
Rangda (II)
Di Desa Kesiman, Kota Denpasar, sekitar dua mil dari pusat kota, terdapat
Pura Pengrebongan (Pura Pertemuan), sebuah tempat pemujaan suci bagi topeng-
topeng Barong dan Rangda. Sekitar 30 atau 40 topeng berkekuatan gaib berada
disana. Pertemuan besar topeng-topeng sakral itu dilakukan di areal jeroan; ini
adalah satu-satunya kunjungan di areal jeroan oleh para Barong dan Rangda.
Dengan dikelilingi oleh para pengikutnya, topeng-topeng dan kostum-kostum
bertuah tersebut diletakkan di tanah, sementara doa dipanjatkan kepada Dewi
pura. Getar-getar spiritual memuncak selagi doa-doa berlanjut dan aura pemusatan
energi di udara terasa amat hebat.
Pada acara ini dan acara-acara lainya, tidak ada persyaratan khusus yang
dibutuhkan untuk bisa mengenakan topeng Barong, asal saja yang mengenakan
adalah anggota banjar pemilik topeng tersebut. Untuk pastinya, ketahanan tubuh
yang prima mesti dipenuhi. Koreografi tarian ini agak rumit, dan sedikitnya
dibutuhkan latihan dasar tari Baris modern.
Akan tetapi, adalah suatu ceritera yang berbeda apabila yang muncul
dalam pertunjukan adalah topeng Rangda. Dari sekian banyak lelaki yang berani
mengenakan topeng dan kostumnya, hanya sedikit yang pernah mendapatkan
instruksi tariannya, karena Rangda tak perlu mengikuti patokan musik.
Yang jauh lebih penting dari pada kemampuan teknik bagi sang pria yang
menarikan Rangda adalah kekuatan spiritual. Bilamana Rangda muncul dihadapan
masyarakat, kekuatan besar dilepaskan diantara orang-orang dan penari lain.
Ketika Rangda muncul, kehadiran sang Dewa bisa dirasakan secara kuat hingga
banyak orang dalam kerumunan bisa menjadi tak sadarkan diri dan mengalami
kerasukan, hampir secara otomatis. Hubungan antara Rangda dan kerasukan
sangat erat sehingga di beberapa desa, apabila seseorang mengalami kerasukan
karena alasan apapun maka Rangda akan dipanggil untuk memberikan bantuan
Tarian Sisya
Teknik yang paling di gemari oleh Calonarang adalah pergi dengan murid-
muridnya pada malam hari ke perempatan jalan, tempat berbahaya secara gaib,
dan di sana mereka menari dalam keadaan telanjang sampai Dewi Durga memberi
kekuatan untuk berubah menjadi leyak, roh-roh mengerikan yang terbang seantero
negeri melakukan kejahatan dan menyebarkan penyakit. Leyak masih ditakuti di
Bali sampai kini, dan hampir setiap orang memiliki pengalaman dengannya.
Puncak pencapaian tertinggi yang hanya bisa di capai oleh segelintir orang, adalah
memiliki kekuatan untuk bisa menjadi Rangda itu sendiri tanpa memerlukan
topeng atau kostum.
Dramatari Calonarang
" Tak seorangpun yg akan menikahi putri Calonarang, Ratna Manggali ".
Kemudian datang Ratna Manggali sambil menari dan menyanyi , setelah melihat
condong, ia bertanya " Calonarang mungkin tahu penyebabnya ". Kemudian 4 - 6
para sisya ( pembantu ) datang menari setelah dipanggil oleh condong untuk
persiapan datangnya Matah Gede ( Raja ) mengambil posisi melingkar dan
berlutut.
Dikerajaan lain yang dipimpin oleh Raja Erlangga merasa prihatin atas wabah
penyakit yang melanda negerinya. Adapun cara untuk mengatasi masalah tersebut
dengan cara membunuh Calonarang menggunakan keris Khusus. Raja Erlangga
pun memerintahkan kepada Patihnya untuk membunuh Calonarang dengan 2
orang pengawalnya. Setelah mereka sampai di Girah, mereka terkejut akan bau
yang menyengat disekitarnya.
Sementaraitu sisya menari di hadapan tempat suci kecil dan didepan pohon
pepaya melakukan Upacara Tantra. Lalu mereka mengambil bayi - bayi mati
ditanah yang terbungkus kain putih dan memakannya. Setelah memakan bayi -
bayi tersebut sisya menari lagi yang mana tariannya itu menentang prinsip
keindahan dari Tari Bali. Setelah Rangda datang bersama dengan condong lalu
memerintahkan sisya - sisya untuk pergi membunuh semua orang di Daha.
Barong Ladung
Jenis patung terakir sebagai pelindung magis adalah Barong Ladung yang
banyak ditemukan di berbagai desa di daerah Denpasar, yang lebih cenderung
memilihnya dibandingkan Barong Ket dan jenis-jenis Barong lainnya. ‘Ladung’
berarti tinggi, dan sesungguhnya dengan tinggi sekitar 10 kaki, boneka ini
menjulang tinggi diatas pengusung dan pengikutnya. Boneka-boneka ini memiliki
wajah dan sosok manusia.
Perangkat lengkapnya berjumlah lima topeng: Jero Gede (sang ayah), Jero
Luh (istrinya), dan tiga anak mereka. Topeng Luh memiliki wajah Cina dan
kulitnya kuning, sedangkan suaminya memiliki raut wajah hitam legam, rambut
panjang dan memiliki taring; ia di katakan menggambarkan seorang Dravidian
dari India kuno. Anak-anaknya lebih pendek danmenggunakan topeng yang
mengingatkan pada topeng-topeng yang digunakan dalam Telek.
Setiap 14 bulan sekali, rakyat Bali merayakan Tahun Baru mereka yang
disebut Hari Nyepi. Ini merupakan saat pembersihan dan pembaharuan, waktu
untuk melunasi hutang lama dan sebuah momen untuk berkumpul kembali dengan
sanak saudara. Pada Hari Nyepi adalah suatu keharusan untuk tinggal di rumah
dengan tenang. Orang tua berpuasa dan melakukan meditasi, dan tak seorangpun
diperbolehkan membuat kegaduhan. Namun, suasananya amat berbeda pada
malam menjelang pergantian tahun, dimana malam itu penuh dengan acara-acara
meriah. Di banyak desa, upacar penyucian yang riuh demi menakuti para bhuta
agar pergi menjauh dilaksanakan, dan setiap keluarga menyediakan sesajen besar
kepada bhuta diluar halaman rumah mereka. Sepertinya pada hari itu, seluruh
pulau mesti dibersihkan dari pengaruh-pengaruh jahat setan.
Sebanyak seribu Barong hadir disini di kelod dari pulau. Barisan orang
dan figur-figur perlindungannya membentuk pagar pembatas di tepi
pantai,membuat tembok penangkal bhuta, meskipun hanya bersifat sementara.
Dan ditepi laut itu, penjelasan kami tentang tarian tradisional Bali telah lengkap
sudah; daei halaman paling dalam pura Brutuk di Trunyan sampai di pantai Sanur-
kita sudah tiba dari kaja sampai kelod.
PENUTUP
Sebaiknya dalam penulisan lebih rinci kembali, terlalu banyak kata-kata atau
bahasa yang sulit di pahami meskipun pada akhir BAB telah dijelaskan.