Tari Saman adalah salah satu tarian daerah Aceh yang paling terkenal saat ini. Tarian ini
berasal dari dataran tinggi Gayo. Pada masa lalu, Tari Saman biasanya ditampilkan untuk merayakan
peristiwa – peristiwa penting dalam adat dan masyarakat Aceh. Selain itu biasanya tarian ini juga
ditampilkan untuk merayakan kelahiran Nabi Muhammad. Pada kenyataannya nama “Saman”
diperoleh dari salah satu ulama besar Aceh, Syech Saman.Tari Saman biasanya ditampilkan
menggunakan iringan alat musik, berupa gendang dan menggunakan suara dari para penari dan tepuk
tangan mereka yang biasanya dikombinasikan dengan memukul dada dan pangkal paha mereka
sebagai sinkronisasi dan menghempaskan badan ke berbagai arah.
Tarian ini dipandu oleh seorang pemimpin yang lazimnya disebut Syech. Karena keseragaman
formasi dan ketepatan waktu adalah suatu keharusan dalam menampilkan tarian ini, maka para
penari dituntut untuk memiliki konsentrasi yang tinggi dan latihan yang serius agar dapat tampil
dengan sempurna.
Tarian ini dilakukan secara berkelompok, sambil bernyanyi dengan posisi duduk berlutut dan
berbanjar/bersaf tanpa menggunakan alat musik pengiring.
Karena kedinamisan geraknya, tarian ini banyak dibawak/ditarikan oleh kaum pria, tetapi
perkembangan sekarang tarian ini sudah banyak ditarikan oleh penari wanita maupun campuran
antara penari pria dan penari wanita. Tarian ini ditarikan kurang lebih 10 orang, dengan rincian 8
penari dan 2 orang sebagai pemberi aba-aba sambil bernyanyi.
Bagi para penikmat seni tari, Saman menjadi salah satu primadona dalam pertunjukan. Dalam
setiap penampilannya, selain menyedot perhatian yang besar juga menyedot para penikmat seni tari.
Tarian Saman termasuk salah satu tarian yang cukup unik, karena hanya menampilkan gerak tepuk
tangan dan gerakan-gerakan lainnya, seperti gerak badan, kepala dan posisi badan. Keunikan lainnya
terlihat dari posisi duduk para penari dan goyangan badan yang dihentakkan ke kiri atau ke kanan,
ketika syair-syair dilagukan.
Tari ini biasanya dimainkan oleh belasan atau puluhan laki-laki, tetapi jumlahnya harus ganjil.
Namun, dalam perkembangan selanjutnya, tarian ini dimainkan pula oleh kaum perempuan atau
campuran antara laki-laki dan perempuan. Dan tentunya dengan modifikasi gerak lainnya. Saya
kadang bertanya bagaimana orang sebanyak itu bisa dengan serentak memainkan tarian yang memiliki
kecepatan tinggi? Selain latihan tentunya, pasti ada formasi tertentu dalam meletakkan tiap-tiap
penari itu sehingga kerapatan dan keseimbangan tarian terlihat harmonis dan dinamis.
Hampir semua tarian Aceh dilakukan beramai-ramai. Ini memerlukan kerjasama dan saling
percaya antara syeikh (pemimpin dalam tarian) dengan para penarinya. Namun apa saja unsur yang
membuat tarian ini menjadi begitu indah dalam gerak, irama dan kekompakan tidak banyak kita
mengetahuinya.
KLIPING Seni Budaya
Di susun oleh :1.M.Nafis Ramadhan
2.M.Toha Saputra
Jaipongan adalah seni tari yang lahir dari kreativitas seorang seniman asal Bandung, Gugum
Gumbira. Ia terinspirasi pada kesenian rakyat yang salah satunya adalah Ketuk Tilu menjadikannya
mengetahui dan mengenal betul perbendaharan pola-pola gerak tari tradisi yang ada pada Kliningan
atau Bajidoran atau Ketuk Tilu. Sehingga ia dapat mengembangkan tarian atau kesenian yang kini di
kenal dengan nama Jaipongan.
Karya Jaipongan pertama yang mulai dikenal oleh masyarakat adalah tari “Daun Pulus Keser
Bojong” dan “Rendeng Bojong” yang keduanya merupakan jenis tari putri dan tari berpasangan (putra
dan putri). Awal kemunculan tarian tersebut semula dianggap sebagai gerakan yang erotis dan vulgar,
namun semakin lama tari ini semakin popular dan mulai meningkat frekuensi pertunjukkannya baik di
media televisi, hajatan, maupun perayaan-perayaan yang disenggelarakan oleh pemerintah atau oleh
pihak swasta.
Dari tari Jaipong ini mulai lahir beberapa penari Jaipongan yang handal seperti Tati Saleh,
Yeti Mamat, Eli Somali, dan Pepen Dedi Kirniadi. Kehadiran tari Jaipongan memberikan kontribusi
yang cukup besar terhadap para pencinta seni tari untuk lebih aktif lagi menggali jenis tarian rakyat
yang sebelumnya kurang di perhatikan. Dengan munculnya tari Jaipongan ini mulai banyak yang
membuat kursus-kursus tari Jaipongan, dan banyak dimanfaatkan oleh para pengusaha untuk pemikat
tamu undangan.
Di Subang Jaipongan gaya “Kaleran” memiliki ciri khas yakni keceriaan, erotis, humoris,
semangat, spontanitas, dan kesederhanaan. Hal itu tercermin dalam pola penyajian tari pada
pertunjukannya, ada yang diberi pola (Ibing Pola) seperti pada seni Jaipongan yang ada di Bandung,
juga ada pula tarian yang tidak dipola (Ibing Saka), misalnya pada seni Jaipongan Subang dan
Karawang. Istilah ini dapat kita temui pada Jaipongan gaya kaleran, terutama di daerah Subang.
Tari Legong Keraton adalah sebuah tarian klasik Bali yang memiliki pembendaharaan gerak yang
sangat komplek dan diikat oleh struktur tabuh pengiring yang konon mendapat pengaruh dari Tari
Gambuh. Kata Legong Keraton terdiri dari dua kata yaitu legong dan kraton. Kata legong diduga
berasal dari kata “leg” yang berarti gerak tari yang luwes. Lemah gemulai. Sementara “gong” berarti
gambelan. “leg” dan “gong” digabung menjadi legong yang mengandung arti gerakan yang diikat,
terutamaaksentuasinya oleh gambelan yang mengiringinya.
Jadi Legong Keraton berarti sebuah tarian istana yang diiiringi oleh gambelan. Sebutan legong kraton
merupakan perkembangan berikutnya. Ada praduga bahwa Legong Kraton berasal dari pengembangan
Tari Sang Hyang.
Pada mulanya legong berasal dari Tari Sang Hyang yang merupakan tari improvisasi dan kemudian
gerak-gerak improvisasi itu ditata, dikomposisikan menurut pola atau struktur dari pegambuhan
(gambelan). Gerakaan-gerakan tari yang membangun Tari Kraton ini disesuaikan dengan gambelan
sehingga tari ini menjadi tarian yang indah, dinamis dan abstrak. Gambelan yang dipakai mengiringi
tari ini dalam seni pertunjukan kemasan baru adalah gambelan gong kebyar.
Pada dasarnya ada lima versi cerita populer yang berkembang di masyarakat tentang asal-usul Reog
dan Warok, namun salah satu cerita yang paling terkenal adalah cerita tentang pemberontakan Ki
Ageng Kutu, seorang abdi kerajaan pada masa Bra Kertabumi, Raja Majapahit terakhir yang berkuasa
pada abad ke-15. Ki Ageng Kutu murka akan pengaruh kuat dari pihak rekan Cina rajanya dalam
pemerintahan dan prilaku raja yang korup, ia pun melihat bahwa kekuasaan Kerajaan Majapahit akan
berakhir.
Ia lalu meninggalkan sang raja dan mendirikan perguruan dimana ia mengajar anak-anak muda seni
bela diri, ilmu kekebalan diri, dan ilmu kesempurnaan dengan harapan bahwa anak-anak muda ini
akan menjadi bibit dari kebangkitan lagi kerajaan Majapahit kelak. Sadar bahwa pasukannya terlalu
kecil untuk melawan pasukan kerajaan maka pesan politis Ki Ageng Kutu disampaikan melalui
pertunjukan seni Reog, yang merupakan “sindiran” kepada Raja Bra Kertabumi dan kerajaannya.
Pagelaran Reog menjadi cara Ki Ageng Kutu membangun perlawanan masyarakat lokal menggunakan
kepopuleran Reog.
Dalam pertunjukan Reog ditampilkan topeng berbentuk kepala singa yang dikenal sebagai “Singa
Barong”, raja hutan, yang menjadi simbol untuk Kertabumi, dan diatasnya ditancapkan bulu-bulu
merak hingga menyerupai kipas raksasa yang menyimbolkan pengaruh kuat para rekan Cinanya yang
mengatur dari atas segala gerak-geriknya.
KLIPING Seni Budaya
Di susun oleh :1.M.Nafis Ramadhan
2.M.Toha Saputra
Jatilan, yang diperankan oleh kelompok penari gemblak yang menunggangi kuda-kudaan menjadi
simbol kekuatan pasukan Kerajaan Majapahit yang menjadi perbandingan kontras dengan kekuatan
warok, yang berada dibalik topeng badut merah yang menjadi simbol untuk Ki Ageng Kutu, sendirian
dan menopang berat topeng singabarong yang mencapai lebih dari 50kg hanya dengan menggunakan
giginya.
Populernya Reog Ki Ageng Kutu akhirnya menyebabkan Kertabumi mengambil tindakan dan menyerang
perguruannya, pemberontakan oleh warok dengan cepat diatasi, dan perguruan dilarang untuk
melanjutkan pengajaran akan warok. Namun murid-murid Ki Ageng kutu tetap melanjutkannya secara
diam-diam. Walaupun begitu, kesenian Reognya sendiri masih diperbolehkan untuk dipentaskan
karena sudah menjadi pertunjukan populer diantara masyarakat, namun jalan ceritanya memiliki alur
baru dimana ditambahkan karakter-karakter dari cerita rakyat Ponorogo yaitu Kelono Sewondono,
Dewi Songgolangit, and Sri Genthayu.
Versi resmi alur cerita Reog Ponorogo kini adalah cerita tentang Raja Ponorogo yang berniat melamar
putri Kediri, Dewi Ragil Kuning, namun ditengah perjalanan ia dicegat oleh Raja Singabarong dari
Kediri. Pasukan Raja Singabarong terdiri dari merak dan singa, sedangkan dari pihak Kerajaan
Ponorogo Raja Kelono dan Wakilnya Bujanganom, dikawal oleh warok (pria berpakaian hitam-hitam
dalam tariannya), dan warok ini memiliki ilmu hitam mematikan. Seluruh tariannya merupakan tarian
perang antara Kerajaan Kediri dan Kerajaan Ponorogo, dan mengadu ilmu hitam antara keduanya,
para penari dalam keadaan „kerasukan‟ saat mementaskan tariannya.
Tari Kecak (Bali)
Tari Serampang Duabelas merupakan tarian tradisional Melayu yang berkembang di bawah Kesultanan
Serdang. Tarian ini diciptakan oleh Sauti pada tahun 1940-an dan digubah ulang oleh penciptanya
antara tahun 1950-1960
Sebelum bernama Serampang Duabelas, tarian ini bernama Tari Pulau Sari, sesuai dengan judul lagu
yang mengiringi tarian ini, yaitu lagu Pulau Sari (www.wisatamelayu.com/id;
http://cetak.kompas.com; Sinar, 2009: 48).
Sedikitnya ada dua alasan mengapa namaTari Pulau Sari diganti Serampang Duabelas. Pertama, nama
Pulau Sari kurang tepat karena tarian ini bertempo cepat (quick step). Menurut Tengku Mira Sinar,
nama tarian yang diawali kata “pulau” biasanya bertempo rumba,seperti Tari Pulau Kampai dan Tari
Pulau Putri. Sedangkan Tari Serampang Duabelas memiliki gerakan bertempo cepat seperti Tari
Serampang Laut. Berdasarkan hal tersebut, Tari Pulau Sari lebih tepat disebut Tari Serampang
Duabelas. Nama duabelas sendiri berarti tarian dengan gerakan tercepat di antara lagu yang bernama
serampang (Sinar, 2009: 48). Kedua, penamaan Tari Serampang Duabelas merujuk pada ragam gerak
tarinya yang berjumlah 12, yaitu: pertemuan pertama, cinta meresap, memendam cinta, menggila
mabuk kepayang, isyarat tanda cinta, balasan isyarat, menduga, masih belum percaya, jawaban,
KLIPING Seni Budaya
Di susun oleh :1.M.Nafis Ramadhan
2.M.Toha Saputra
pinang-meminang, mengantar pengantin, dan pertemuan kasih (Sinar, 2009:
4952;www.wisatamelayu.com/id).
Menurut Tengku Mira Sinar, tarian ini merupakan hasil perpaduan gerak antara tarian Portugis dan
Melayu Serdang. Pengaruh Portugis tersebut dapat dilihat pada keindahan gerak tarinya dan
kedinamisan irama musik pengiringnya.
Seni Budaya Portugis memang mempengaruhi bangsa Melayu, terlihat dari gerak tari tradisionalnya
(Folklore) dan irama musik tari yang dinamis, dapat kita lihat dari tarian Serampang XII yang
iramanya tari lagu dua. Namun kecepatannya (2/4) digandakan, gerakan kaki yang melompat-lompat
dan lenggok badan serta tangan yang lincah persis seperti tarian Portugis. Sebagai seorang penari
tentu saya takjub dengan adanya kaitan budaya antara kedua negara ini, dan sebagai puteri Melayu
Serdang, dalam khayalan saya bayangkan ketika guru Sauti menari di hadapan Sultan Sulaiman di
Istana Kota Galuh Perbaungan. Sungguh betapa cerdas beliau dengan imajinasinya menggabungkan
gerak tari Portugis dan Melayu Serdang, sehingga tercipta tari Serampang XII yang terkenal di seluruh
dunia itu (Tengku Mira Sinar, www.waspada.co.id).
Tari Serampang Duabelas berkisah tentang cinta suci dua anak manusia yang muncul sejak pandangan
pertama dan diakhiri dengan pernikahan yang direstui oleh kedua orang tua sang dara dan teruna.
Oleh karena menceritakan proses bertemunya dua hati tersebut, maka tarian ini biasanya dimainkan
secara berpasangan, laki-laki dan perempuan. Namun demikian, pada awal perkembangannya tarian
ini hanya dibawakan oleh laki-laki karena kondisi masyarakat pada waktu itu melarang perempuan
tampil di depan umum, apalagi memperlihatkan lenggak-lenggok tubuhnya
(www.wisatamelayu.com/id).
Ken Arok yang memerintahkan Singasari depalan abad lampau bergelar Sri Radjasa Bhantara sang
Amurwabhumi itu bertandang di kraton Kasultanan Yogyakarta. Saat itu gending mendayu-dayu di
pendapa ndalem Wironegaran di suatu malam yang anggun. Dan sang Amurwabhumi larut di sana,
selama tiga puluh menit yang mempesona.
Begitulah kraton Yogyakarta membuka diri. Betapa sang Amurwabhumi hanya karya tari bedhaya, tapi
kraton Kasultanan Ngayogyakarta yang terawat baik hingga di jaman kontemporer sekarang ini, tak
menutup diri pada sejarah bangsanya, betapapun pahitnya dia. Tari Bedhaya Sang Amurwabhumi itu
KLIPING Seni Budaya
Di susun oleh :1.M.Nafis Ramadhan
2.M.Toha Saputra
diciptakan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X setahun setelah dinobatkan menjadi raja Kasultanan
Ngayogyakarta Hadiningrat.
Karya seni tari yang dicukil dari serat Pararaton itu mengkisahkan pergulatan asmara serta
kepemimpinan yang dipersembahkan Sultan HB X untuk mengenang ayahanda, Sri Sultan HB IX.
Pergelaran tari itu memperlihatkan gerak dan penataan koreografis tanpa cacat dalam
menggambarkan kisah Ken Arok dan sang Pradnya Paramitha Ken Dedes di sebuah masa yang berbunga
dan padat politik kerajaan itu.
Menari memang tak hanya sekedar menghafal gerak. Menari adalah efek ekspresi jiwa, sehingga
dengan begitu seluruh tubuh jumbuh, menyatu dalam sebuah kesatuan gerak. Gerakan tubuh bukan
sekedar interprestasi dari fisik semata-mata, tapi juga batin. Roso. Perasaan.
Memang ada sebuah motif di sana. Pemerintahan Sang Amurwabhumi agaknya mengusahakan harmoni
antara kepercayaan Hindu dan Budha. Di kraton Yogyakarta ada ketentraman budaya yang selalu
diupayakan agar ia terawat baik, bagi kehidupan juga bagi bangsanya.