Anda di halaman 1dari 5

Mengenal Tari Legong Sebagai Warisan Budaya

Khas Bali
Tari Legong – Bali merupakan salah satu ujung tombak pariwisata yang ada di Indonesia. Pulau yang
dikenal dengan sebutan Pulau Dewata ini mempunyai banyak sekali potensi wisata, dari mulai wisata
alam hingga wisata adat dan budaya. Wisata alam yang ada di Bali menawarkan keindahan panorama
pantai-pantai yang sangat indah. Sementara untuk kebudayaannya, Bali mempunyai berbagai jenis tari
daerah seperti Tari Kecak, Tari Legong, dan lainnya yang tidak lekang tergerus perkembangan zaman
yang semakin modern.

Pada artikel kali ini, kita akan membahas lebih lanjut mengenai Tari Legong, yani sebuah tarian
tradisional yang berasal dari Bali. Tari yang satu ini mencerminkan keanggunan, keelokan, dan juga
kelihaian para penari Bali. Biasanya, tarian ini akan dipentaskan ketika upacara adat atau saat
menyambut tamu wisatawan.

Mengenal Tari Legong


Legong adalah sekelompok tarian klasik Bali yang mempunyai perbendaharaan gerak yang cukup
kompleks dan terikat dengan struktur tabuh pengiring yang konon adalah pengaruh dari gambuh. Kata
Legong sendiri berasal dari kata “leg” yang berarti gerak tari yang luwes dan lentur, dan “gong” yang
berarti gamelan. Jadi, kata “legong” dalam hal ini berarti gerak tari yang terikat oleh gamelan yang
mengiringinya. Gamelan yang digunakan untuk mengiringi Tari Legong ini disebut dengan Gamelan
Semar Pagulingan.

Tari Legong sendiri dikembangkan di keraton-keraton yang ada di Bali pada abad ke-19 paruh kedua.
Konon katanya, ide Tari Legong diawali dari seorang pangeran dari Sukawati yang masih dalam
keadaan sakit keras bermimpi melihat dua gadis penari yang lemah gemulai dengan diiringi oleh
gamelan yang indah. Saat sang pangeran sembuh dari sakitnya, mimpinya tersebut dituangkan ke dalam
repertoar tarian dengan gamelan lengkap.

Sesuai dengan asal usulnya, penari Legong yang baru adalah dua orang gadis yang belum menstruasi.
Kemudian ditarikan di bawah sinar bulan purnama di halaman keraton. Kedua penari tersebut disebut
dengan legong, dimana selalu dilengkapi dengan kipas sebagai alat bantu. Di beberapa tari legong, ada
seorang penari tambahan yang disebut dengan condong, yang mana mereka tidak dilengkapi dengan
kipas. Struktur tariannya sendiri biasa terdiri dari papeson, pengecet, dan pakaad. Dalam perkembangan
zaman, Tari Legong sempat kehilangan popularitasnya di awal abad ke-20 karena maraknya bentuk Tari
Kebyar yang berasal dari bagian utara Bali. Kemudian, usaha revitalisasi baru dimulai sejak akhir tahun
1960-an dengan menggali kembali dokumen lama untuk rekonstruksi.

Sejarah Tari Legong


Melansir dari jurnal yang berjudul Sejarah Tari Legong di Bali yang diterbitkan oleh ISI Denpasar,
menurut Babad Dalem Sukawati, Tari Legong ini tercipta berdasarkan mimpi dari I Dewa Agung Made
Karna, yakni Raja Sukawati yang bertahta dari tahun 1775 hingga 1825 M. Saat beliau sedang
melakukan tapa di Pura Jogan Agung desa Ketewel yakni wilayah Sukawati, beliau bermimpi melihat
bidadari yang sedang menari di surga. Mereka menari dengan menggunakan hiasan kepala yang terbuat
dari emas.

Saat beliau sadar dari semedinya tersebut, beliau segera menitahkan Bendesa Ketewel untuk membuat
beberapa topeng yang wajahnya terlihat seperti yang ada di dalam mimpinya ketika sedang melakukan
semedi di Pura Jogan Agung. Kemudian beliau memerintahkan pula supaya mereka membuatkan tarian
yang mirip dengan yang ada di mimpinya. Pada akhirnya, Bendesa Ketewel bisa menyelesaikan
sembilan buah topeng sakral sesuai dengan permintaan I Dewa Agung Made Karna. Pertunjukan tari
Sang Hyang Legong pun bisa dipentaskan di Pura Jogan Agung oleh dua orang penari perempuan.

Tidak lama setelah tari Sang Hyang Legong tercipta, ada sebuah grup pertunjukan tari Nandri dari Blah
batuh yang dipimpin oleh I Gusti Ngurah Jelantik yang melakukan sebuah pementasan yang ditonton
oleh Raja I Dewa Agung Manggis, yakni Raja Gianyar pada saat itu. Beliau sangat tertarik dengan
tarian yang mempunyai gaya mirip dengan tari Sang Hyang Legong. Sembari memerintahkan dua orang
seniman dari Sukawati untuk menata kembali dengan menggunakan dua orang penari perempuan
sebagai penarinya. Sejak saat itulah mulai tercipta Tari Legong klasik yang bisa kita saksikan sekarang.

Perkembangan Tari Legong

Perkembangan Tari Legong ini tak hanya berkutat di dalam istana saja, tapi juga menyebar ke berbagai
daerah hingga ke desa-desa. Di desa sendiri, tarian ini disampaikan kepada guru-guru tari yang berasal
dari desa, lalu mereka bertugas untuk mengajarkan tari tersebut kepada masyarakat yang ada di desanya
masing-masing. Desa-desa yang sudah mempelajari tarian ini diantaranya yaitu desa Saba, Bedulu,
Peliatan, Klandis, dan Sukawati. Tari Legong ini kemudian diajarkan oleh para guru-guru ke muridnya
yang nantinya akan ditampilkan pada bagian utama dalam upacara odalan.

Selain itu, perkembangan Tari Legong ini juga merambah ke acara keagamaan ataupun kepercayaan
animisme. Tarian ini pun tidak bisa dipisahkan dari budaya Hindu Istana dan juga Hindu Dharma. Hal
tersebut disebabkan oleh budaya-budaya tersebut yang mengambil andil di dalam proses terciptanya
Tari Legong tersebut.

Penari Legong

Tari Legong ini akan dipersembahkan oleh dua orang penari perempuan remaja yang belum mengalami
menstruasi. Dua penari itu disebut dengan legong, dimana mereka akan menari di lingkungan keraton
tepat di bawah sinar matahari. Adapun ciri khas dari tarian ini bisa terlihat dari penarinya yang
membawa kipas sebagai properti pelengkap. Ada pula penari condong yang berperan sebagai penari
tambahan yang perbedaannya bisa dilihat dengan jelas, yakni condong tidak memegang kipas saat
pementasan.

Makna Tari Legong


Pemaknaan Tari Legong berhubungan dengan unsur keagamaan dan juga budaya Bali. Seperti yang
sudah disinggung sebelumnya, tari yang satu ini dipersembahkan pada acara keagamaan animisme,
dimana hal tersebut merupakan salah satu bentuk ungkapan rasa syukur masyarakat Bali yang ditujukan
untuk nenek moyang mereka atas semua nikmat yang sudah mereka dapatkan. Kenikmatan tersebut
berupa keberkahan yang melimpah, baik itu rezeki, kesehatan, dan kenikmatan lainnya yang juga
dirasakan keturunannya.

Akan tetapi, makna dari Tari Legong semakin luas seiring dengan perkembangan zaman. Tidak hanya
melulu sebagai bentuk ungkapan rasa syukur, tapi juga berkembang menjadi tarian hiburan pada tari
penyambutan yang berguna untuk menarik para wisatawan untuk berkunjung ke Bali. Benar saja, para
wisatawan yang berkunjung ke Bali sangat menikmati suguhan pertunjukan yang bertema kebudayaan.

Gerakan Tari Legong


Berdasarkan gerakan tarinya, Tari Legong mempunyai beberapa elemen yang berasal dari Tari
Gambuh. Ada tiga gerakan dasar yang termasuk ke dalam Panititaling Pagambuhan, yakni Agam,
Tandang, dan Tangkep. Berikut ini adalah penjelasan dari tiga gerakan dasar Tari Legong, yaitu:

1. Agam
Agam merupakan gerakan dasar penari yang memerankan berbagai macam tokoh. Dalam melakukan
gerakan ini, penari diharuskan bisa memerankan karakter-karakter yang ada di dalam cerita tari yang
diusung.

2. Tandang

Tandang adalah gerakan tari yang berupa cara jalan dan gerakan lainnya. Perempuan penari Legong
harus berjalan dan bergerak sesuai dengan iringan gambuh. Gerakan tersebut meliputi ngelikas,
ngeleog, nyelendo, nyereseg, tandang nayog, tandang nultil, nayuh, dan juga agem nyamir.

3. Tangkep

Tangkep adalah gerakan dasar yang berasal dari gabungan ekspresi pendukung. Elemen yang satu ini
disebut mimik wajah saat penari memainkan kipas ketika menari, antara lain:

a. Gerakan Mata: Dedeling dan Manis carengu


b. Gerakan Leher: Gulu Wangsul, Ngurat Daun, Ngilen, Ngeliet, dan Ngotak Bahu
c. Gerakan Jemari: Nyeliring, Girah, dan Nredeh
d. Gerakan Saat Memegang Kipas: Nyingkel, Nyekel, dan Ngaliput

Properti Tari Legong


Saat menampilkan Tari Legong, dibutuhkan properti yang berguna untuk mendukung pementasannya.
Selain itu, properti juga bisa membantu menghidupkan penampilan para penarinya. Berikut ini adalah
beberapa properti yang dipakai untuk mementaskan Tari Legong, antara lain:

1. Gelungan

Properti gelungan ini mempunyai bentuk seperti hiasan kepala. Gelungan sendiri mempunyai beberapa
jenis yang penggunaannya disesuaikan dengan jenis tarian yang akan dipentaskan. Dari sekian banyak
jenis galungan, salah satunya yaitu gelungan legong sambeh bintang yang dibuat dari janur atau ron
dengan plendo serta daun puring yang dibuat sebagai hiasan. Gelungan jenis ini mempunyai bentuk
yang mirip dengan uang kepeng yang diwarnai dengan warna putih hijau, merah, dan bunga-bunga
sebagai pelengkap.

Selain itu, ada juga jenis gelungan pupundakan. Dimana gelungan jenis ini mempunyai mahkota
segitiga di bagian belakang dan biasanya sering digunakan saat pementasan Tari Legong

Keraton. Jenis ketiga gelungan itu adalah gelungan pepusungan dengan adanya lipatan rambut di bagian
belakang sebagai ciri khasnya. Sedangkan rambut yang ada di bagian lainnya yakni depan dan samping
akan diberi hiasan berupa bunga kamboja.

2. Kipas Tangan

Properti kipas tangan juga termasuk ke dalam properti yang menjadi ciri khas dari Tari Legong. Dimana
kipas tangan ini akan menampilkan kesan mewah. Kipas ini mengadopsi warna cerah dan cukup
mengkilap. Di bagian tengah kipas biasanya mempunyai corak panjang dan lancip di ujungnya.

3. Kembang Goyang

Properti hias yang khas pemakaiannya berdekatan dengan mahkota ini disebut dengan Kembang
Goyang. Seperti namanya, Kembang Goyang ini dibuat dari bunga-bunga yang berwarna putih yang
disusun sedemikian rupa dengan bentuk memanjang ke arah atas. Sementara di bagian ujung atasnya,
ada bunga berwarna merah. Kembang Goyang ini akan menambah kemenarikan Tari Legong karena
sesuai dengan namanya, yakni kembang-kembang tersebut akan bergerak mengikuti gerakan kepala
para penarinya.
4. Mahkota Kepala

Digunakan di kepala sebagai mahkota, properti yang satu ini termasuk ke dalam kelompok yang wajib
ada saat pementasan. Seperti halnya mahkota pada umumnya, mahkota kepala ini berwarna emas dan
dikombinasikan dengan hiasan yang menjuntai di bagian samping kiri dan kanan dari properti ini.
Hiasan yang menjuntai tersebut juga nantinya akan bergerak mengikuti gerakan kepala sang penari.

5. Badong

Properti yang satu ini biasanya akan digunakan di bagian leher layaknya kalung. Dimana kalung ini
terlihat sangat mewah dengan efek penggunaan dari leher bawah sampai bagian atas. Biasanya, badong
dibuat dengan menggunakan kulit hewan dan diwarnai dengan warna emas.

6. Gelang

Gelang yang digunakan oleh para penari biasanya terbuat dari perak yang beratnya sekitar 25 mg.
Sehingga tidak akan memberatkan para penari. Di gelang tersebut juga dibuat sebuah ukiran khas Bali
sebagai representasi budaya dan juga ciri khas Bali.

Selain properti yang sudah disebutkan di atas, para penari juga biasanya menggunakan kostum ataupun
busana adat yang pastinya khas dari Bali. Diluar properti yang menempel di badan penari, ada pula
instrumen musik. Dimana instrumen musik yang dipakai adalah instrumen tradisional khas Bali berupa
Gamelan Semar Pagulingan.

Pola Lantai Tari Legong


Tari Legong merupakan salah satu jenis tarian adat dengan pola lantai melengkung dan melingkar. Pola
lantai tari legong yang melingkar umumnya dipakai bila penarinya 2 orang. Namun jika penarinya lebih
dari dua orang, maka pola lantai tari legong yang dipakai adalah setengah lingkaran dan diagonal.

Tari yang asalnya dari Pulau Dewata ini menjadi salah satu tarian sakral untuk upacara keagamaan atau
hiburan dan acara penyambutan. Sejarahnya yang berhubungan dengan mimpi salah seorang pangeran
dari Kerajaan Bali ini juga memuat unsur nilai kebudayaan yang ada di Pulau Bali. Maka, pantas saja
tarian yang sangat mempesona ini selalu ditampilkan dan dijaga kelestariannya dari masa ke masa
sebagai salah satu warisan untuk generasi berikutnya.

Musik Pengiring Tari Legong


Dalam pementasan Tari Legong, para penari akan diiringi oleh musik gamelan asli Bali, yakni gamelan
semar pegulingan. Berbagai macam instrumen akan saling mengisi dalam harmonisasi sesuai dengan
pakem dalam pagelaran tari, meliputi unsur wirama, wiraga, dan juga wirasa yang baik dan benar.

Gamelan Semar Pagulingan

Di dalam lontar catur muni-muni, gamelan yang satu ini disebut sebagai gamelan samara atau berupa
barungan madya yang menghasilkan suara merdu untuk menghibur sang raja. Oleh karena
kemerduannya, gamelan yang satu ini kerap dimainkan pada malam hari ketika raja ingin beristirahat.
Semar Pagulingan ini berasal dari kata semar yang artinya samara, pagulingan yang artinya peraduan
atau tempat tidur. Sekarang ini, musik tradisional ini juga menjadi salah satu sajian instrumental untuk
mengiringi tari dan drama teater. Masyarakat Bali mengenal 2 jenis semar pagulingan, yakni:

– Semar Pagulingan dengan laras pelog 7 nada


– Semar Pagulingan dengan laras pelog 5 nada
Kedua jenis gamelan semar pagulingan tersebut secara fisik cenderung lebih kecil dibandingkan
barungan gong kebyar. Hal tersebut dapat dilihat dari ukuran instrumen gangsa dan trompong dibanding
dalam gong kebyar. Instrumen atau alat musik dalam gamelan semar pagulingan antara lain:

Jumlah Satuan Instrumen


1 buah trompong dengan 12 pencon
2 buah gender rambat berbilah 14
2 buah gangsa barungan berbilah 14
2 tungguh gangsa gantungan pemande
2 tungguh gangsa gantungan kantil
2 tungguh jegongan
2 tungguh jublag berbilah 7
2 buah kendang kecil
2 buah kajar
2 buah kleneng
1 buah kempur atau gong kecil
1 pangkon ricik
1 buah gentorag
1 buah rebab
1-2 buah suling

Alat musik yang berperan sangat penting di dalam barungan adalah terompong, yakni sebagai pengatur
melodi. Terompong bisa digunakan untuk menggantikan suling dalam panggambuhan. Melodi tersebut
akan dibantu oleh rebab, gender rambat, gansa barangan, dan juga suling. Sementara irama akan diisi
oleh jublag dan jegongan sebagai pemangku lagu. Lalu, kendang merupakan instrumen untuk mengatur
dinamika tabuh.

Gending yang dibawakan oleh instrumen semar pagulingan ini banyak berasal dari gending-gending
pegambuhan. Beberapa desa yang ada di Bali yang masih aktif memainkan gamelan semar pagulingan
yaitu Sumerta di Denpasar, Kemasan, Teges, dan Peliatan yang ada di Gianyar.

Itulah beberapa penjelasan mengenai Tari Legong khas Bali. Semoga penjelasan di atas bisa menambah
wawasan kamu mengenai budaya yang ada di Indonesia

Anda mungkin juga menyukai