Di Bali, terdapat tari tradisional yang dikenal dengan sebutan Tari Legong. Tari yang memiliki
gerakan dan pola lantai cukup kompleks ini kerap dipertunjukan kepada para wisatawan. Lalu,
seperti apa pola lantai Tari Legong?
Mengutip buku Jalan-jalan Bali oleh Maria Ekaristi dan Agung Bawantaram, Tari Legong
adalah sebuah seni tari klasik Bali yang memiliki perbendaharaan gerak sangat kompleks.
Gerakan-gerakan tersebut terikat dengan struktur tabuh pengiring yang konon merupakan
pengaruh dari tari gambuh.
Dalam Buku Bali dan Sekitarnya oleh Dayat Suryana menambahkan, struktur Tari Legong
tersebut pada umumnya terdiri dari papeson, pengawak, pengecet, dan pakaad.
Kata legong berasal dari kata "leg" yang berarti gerak luwes dan "gong" yang artinya alat
pengiringnya. Tari Legong dibawakan oleh tiga penari wanita. Dua penari membawa kipas yang
disebut legong dan satu penari yang tidak membawa kipas disebut condong.
Lebih jelasnya, berikut pembahasan makna, sejarah, hingga gerakan-gerakan yang terdapat di
dalam Tari Legong.
\
Makna Tari Legong
Merujuk pada buku Yuk, Mengenal Tari Daerah 34 Provinsi di Indonesia karya Inoer H, Tari
Legong memuat nilai keagamaan dan sejarah dalam budaya Bali. Gerakan dalam tarian ini
merupakan ungkapan rasa syukur dan terima kasih masyarakat Bali terhadap nenek moyang yang
memberikan berkah melimpah untuk keturunannya.
Nilai kepercayaan maupun keagamaan dalam Tari Legong adalah kebudayaan keraton Hindu-
Jawa. Kedua kebudayaan tersebut memiliki sifat yang berbeda, jika dibandingkan dengan
kebudayaan pra-Hindu di Bali yang ekspresinya terungkap dalam tari Sang Hyang.
Namun, seiring perkembangan zaman, makna Tari Legong tidak hanya terbatas pada hal
tersebut. Makna Tari Legong juga bertransformasi menjadi tarian hiburan sampai tarian
penyambutan yang menarik para wisatawan.
Dalam pementasan legong, terdapat berbagai unsur atau komposisi yang membuatnya semakin
menarik. Komposisi tersebut meliputi alat musik, penari, busana, tata rias, dekorasi panggung,
dan lain sebagainya.