DISUSUN OLEH :
3. NELSA AMELIA
4. NISA YULANDA
5. RARA NOVELIA
KELAS : X MIPA 4
KEMENTERIAN AGAMA
ii. Soedarsono
Tari adalah ekspresi jiwa manusia yang diungkapkan
dengan gerak ritmis yang indah.
a. Tema
i. Tari heroik (kepahlawanan/keprajuritan), contohnya : Tari Prawiro
Watang, Tari Bondoyudo, Tari EkoPrawiro (dari Surakarta).
ii. Tari erotik (pergaulan, percintaan), contohnya : Tari Karonsih, Tari
Driasmara (dari Surakarta), Tari Tayub (dari Blora).
iii. Tari imitatif atau pantomim (menirukan sesuatu), contohnya : Tari
Merak Subal, Tari Batik, Tari Kukilo, Tari Bondan Tani (dari
Surakarta).
b. Fungsi
i. Tari ritual, yaitu tari yang berfungsi sebagai bagian pendukung
kegiatan keagamaan atau upacara adat. Contohnya : Tari Bedaya
Ketawang dalam upacara ulang tahun kenaikan tahta raja di
Kraton Kasunanan Surakarta, Srimpi Anglir Mendung dalam
upacara meminta hujan di Kraton Surakarta, Kuda Lumping dalam
upacara bersih desa di beberapa kota di Jawa Tengah.
ii. Tari hiburan, yaitu pertunjukan tari yang berfungsi untuk hiburan
atau tontonan, contohnya : Tari Golek, Tari Retno Pamudyo, Tari
Karonsih (dari Surakarta).
iii. Tari pergaulan, yaitu tari yang berfungsi sebagai sarana sosialisasi
atau pergaulan. Contohnya Tari Tayub dari Blora.
iv. Tari pertunjukan, yaitu jenis tari yang diciptakan sebagai sarana
apresiasi dengan bobot artistik dan estetika yang tinggi. Contoh
:Tari Bedaya Ketawang dari kraton Surakarta, pertunjukan
Diponegoro karya Sardono W. Kusumo.
c. Pola Garapan
i. Tari klasik adalah jenis tari yang berkembang di kalangan istana
serta mempunyai unsur artitsik tinggi yang merupakan kristalisasi
budaya. Contoh : Tari Bedaya Ketawang dan Tari Srimpi dari
Surakarta.
ii. Tari rakyat adalah tari yang berkembang di kalangan rakyat dengan
ciri sosial/kebersamaan dan bersifat sederhana. Contoh : Kuda
Lumping (berkembang menyebar di Jawa Tengah seperti di
Kebumen dan Magelang), Ndolalak (dari Purworejo), Lengger
(Wonosobo, Banyumas).
iii. Tari kreasi baru adalah tari yang disusun dengan berpijak pada tari
tradisi. Contoh : Tari Merak, Tari Kukilo, Tari Jaranan (dari
Surakarta).
iv. Tari Kontemporer yaitu tari yang disusun dari hasil eksplorasi
gerak tubuh dan terlepas dari gerak tradisi. Contoh : Koreografi
Panji Sepuh karya Sulistyo Tirtokusumo.
d. Pola Penyajian
i. Tari tunggal adalah jenis tari yang disajikan oleh seorang
penari. Contoh : Tari Gambiranom, Tari Klana Topeng (dari
Surakarta).
ii. Tari pasangan adalah jenis tari yang disajikan oleh 2 orang
penari dan gerakannya saling melengkapi. Contoh : Tari
Bondoyudo, Tari Adaninggar Kelaswara, Tari Srikandi
Mustakaweni, Tari Bambangan Cakil.
iii. Tari kelompok, yaitu jenis tari yang disajikan dalam jumlah
tertentu dan gerakannya saling melengkapi. Jumlah penari
pada jenis tari klasik di Surakarta biasanya sudah ditentukan.
Contoh : Tari Srimpi oleh 4 penari putri, Tari Bedaya oleh 9
penari putri, Tari Lawung Alit oleh 4 penari putra, Lawung
Gagah oleh 16 penari putra.
iv. Tari massal adalah jenis tari yang disajikan dalam jumlah besar
atau kolosal.
e. Gender
Jenis tari berdasarkan gendernya secara umum dibedakan menjadi
2 jenis, yaitu tari putri dan tari putra. Pada tari daerah Surakarta berdasarkan
gendernya dibedakan menjadi 3 yaitu tari putri, putra alus dan putra gagah.
Contoh tari putri : Tari Gambyong, Tari Golek, Tari Srimpi, Tari Bedaya.
Contoh tari putra alus : Tari Gambiranom, Tari Panji Kembar. Contoh tari
putra gagah : Tari Klana Topeng, Tari Minakjinggo, Tari Eko Prawiro.
Konsep
Pengamatan tari tunggal daerah Surakarta secara langsung maupun melalui media
audio visual dapat dilakukan berdasarkan pada 3 unsur pokok yakni wiraga,
wirama, wirasa, serta unsur pendukung lain seperti aspek wirupa, tema dan fungsi.
Tari gaya Surakarta berakar pada konsep Jogged Mataram sehingga pelaksanaan
atau peragaanya harus memenuhi aturan-aturan yang telah ditetapkan. Pada
dasarnya Joged Mataram adalah ketentuan normatif tari klasik Jawa sejak
Kerajaan Mataram Islam yang muncul ketika Sultan Agung menjadi raja melalui
Bedaya Ketawang. Kemudian nilai filosofi dalam Joged Mataram diciptakan oleh
Sultan Hamengku Buwana I (1755-1792) dan berlaku bagi penari dan pelatih tari.
Aturan-aturan ini juga diterapkan pada gaya tari Surakarta karena pada
hakekatnya gaya Surakarta dan gaya Yogyakarta berakar pada budaya seni tari
yang sama. Perbedaan gaya muncul sebagai akibat terpecahnya kerajaan Mataram
menjadi Kasultanan (Yogyakarta) dan Kasunanan (Surakarta), dimana kedua
kerajaan mengembangkan budaya tari sesuai tafsir masing-masing.
a. Pacak: ukuran dan aturan gerak yang berhubungan dengan watak, sifat,
atau jiwa suatu karya tari.
b. Pancat: aturan atau pola kesinambungan gerak antar motif gerak dan gerak
penghubung sehingga keseluruhan gerak merupakan satu kesatuan.
c. Ulat: sikap pandangan mata (polatan) yang menyatu dengan arah muka.
Sedangkan tinggi arah pandangan serta ekspresi polatan disesuaikan
dengan karakter tokoh atau tarianya.
d. Wiled: variasi sekaran atau gaya individu penari dalam membawakan
gerak.
e. Luwes: sifat selaras dan harmonis yang muncul dari penyatuan anggota
tubuh penari dalam menghayati gerak sehingga menimbulkan kesan gerak
yang enak dan nyaman.
f. Lulut: penguasaan gerak tari sehingga dapat dilakukan dengan lancar atau
mengalir, berkesinambungan, dan runtut.
g. Wirama: kemampuan koordinasi gerak dan irama secara tepat. Irama
berhubungan dengan irama gerak dan irama musik yang dikuasai penari
sebagai satu kesatuan.
h. Gending: kemampuan penari memahami rasa, watak, dinamika dan
suasana iringan.
Gambar 1.2. Gambar salah satu pose gerak pada Tari Gatutkaca.
Unsur pokok tari adalah gerak. Pada dasarnya gerak bersumber dari tenaga
(energi) yang melibatkan ruang dan waktu. Gerak tari berasal dari proses
pengolahan yang telah mengalami penggayaan (stilasi) dan pengubahan (distorsi).
Proses ini melahirkan dua jenis gerak dalam tari yaitu gerak murni dan gerak
maknawi.
Gerak murni (pure movement) disebut juga gerak wantah, yaitu gerak
yang bertujuan untuk kepentingan artistik atau keindahan sehingga tidak
mempunyai arti apapun. Gerak maknawi (gesture) merupakan gerak yang
mengandung arti, maksud, atau tujuan tertentu namun telah melalui proses
penggayaan atau stilasi sehingga tidak sama persis seperti gerak sehari-hari.
Kesimpulan
Fungsi Seni serta tujuannya bisa dibagi menjadi;Fungsi
Religi/Keagamaan, Fungsi Pendidikan, Fungsi Komunikasi, Fungsi
Rekreasi/Hiburan, Fungsi Artistik, Fungsi Guna (seni terapan), dan Fungsi
Kesehatan (terapi).
Jenis tari ditinjau dari bentuk penyajiannya terbagi tiga kelompok, yaitu:
Tari Tunggal, Tari Berpasangan, dan Tari Kelompok/Massal.
Dalam sebuah tarian antara tubuh, gerak komposisi tari tidak dapat
dipisahkan.Dalam sebuah tarian terdapat unsur-unsur yang membangunnya yakni
unsur gerak, tenaga dan waktu.
DAFTAR PUSTAKA
Clara Brakel – Papenhuyzen. Tth. Seni Tari Jawa Tradisi Surakarta dan
Peristilahannya.
Edi Sedyawati, dkk. 1986. Pengetahuan Elementer Tari dan Beberapa Masalah
Tari. Jakarta: Direktorat Kesenian Proyek Pengembangan Kesenian
Jakarta Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Edi Sedyawati, ed. 2002. Indonesian Heritage: Seni Pertunjukan. Edisi bahasa
Indonesia. Jakarta: Grolier Internasional.
I Wayan Dibia, dkk. 2006. Tari Komunal. Jakarta: Lembaga Pendidikan Seni
Nusantara.
Teguh Wartono. 1989. Pengantar Seni Tari Jawa. Klaten: Intan Pariwara.