Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH AGAMA

GAJAH GAJAHAN SEBAGAI PESAN DAKWAH PADA MASYARAKAT

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Agama


Dosen Pengampu: Isnan Rojibillah, S.Th.I, M.Ag.

Disusun Oleh

Andyka Wahyu Putranto (233122006)

PROGRAM STUDI TELEVISI DAN FILM


FAKULTAS BUDAYA DAN MEDIA
INSTITUT SENI BUDAYA INDONESIA BANDUNG
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan pada kehadirat Allah SWT, yang telah memberi
karunia pada saya untuk menyusun makalah ini dalam keadaan sehat walafiat dan
karena atas izin-Nya saya bisa menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu dan
tersusun dengan baik.

Makalah berjudul “Gajah-Gajahan Sebagai Pesan Dakwa Pada Masyarakat” ini


merupakan salah satu tugas dan syarat saya untuk dapat mengikuti Ujian Akhir
Semester. Adapun tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk menambah wawasan
dan pengetahuan menjadi lebih luas pada mata kuliah Agama, agar kita senantiasa
menjadi Mahasiswa yang berguna bagi bangsa dan negara.

Namun demikian, saya ingin menyebutkan orang yang sudah memberikan


bimbingan dan ilmu yang bermanfaat kepada saya Dosen Agama Pak Isnan Rojibillah,
S.Th.I, M.Ag. Saya ucapkan terima kasih karena telah memberikan saya kesempatan
dalam menyusun makalah ini dengan penuh dukungan. Kepada teman-teman mahasiswa
di ISBI Bandung terutama Program Studi Televisi dan Film juga saya ucapkan terima
kasih.

Pada akhirnya, segala sesuatu yang termuat dalam makalah ini semoga bisa
bermanfaat dan menjadi pembelajaran bagi orang banyak.

Bandung, September 2023

i
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………….i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………….ii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………1
1.1 Latar Belakang……………………………………………………………….1
1.2 Rumusan Masalah………...…………………………………………………2
1.3 Tujuan Penelitian…………………………………………………………….3
1.4 Metode Penelitian……………………………………………………………3
BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………….4
2.1 Deskripsi Gajah-Gajahan……………………………….…………………....4
2.2 Pertunjukan Gajah-Gajahan………………………………….……………....5
2.3 Simbol dan Peralatan dalam Kesenian Tari Gajah-Gajahan…….…...………6
2.4 Eksistensi Kesenian Gajah-Gajahan…………….…………………………...7
2.5 Gajah-Gajahan Sebagai Media Dakwah………….………………………….7
BAB II KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………….……….8
3.1 Kesimpulan…………………………………………………….…………….8
3.2 Saran…………………………………………………………………………9
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………..10

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gajah-Gajahan adalah sebuah kesenian dalam bentuk arak-arakan dengan cara
Islam. Gajah-Gajahan berkembang di Kabupaten Ponorogo. Awal mula kesenian ini
muncul yaitu ketika dikalangan santri atau pada masjid sekitar di daerah Mlarak,
Jetis, dan Siman. Gajah-Gajahan dicptakan diciptakan pada tahun 1965 sebagai
media dakwah agama Islam yang bertujuan menangkal propaganda kampanye PKI
(Partai Komunis Indonesia).
Gajah-Gajahan merupakan ekspresi bagi komunitas Islam, terutama santri
pondok pesantren di Gontor untuk menjaga keseimbangan antara agama,
pengatahuan, dan estetika sebagai bagian integral dari keberadaan manusia. Dalam
seni ini, simbol bintang gajh diadopsi dengan inspirasi dari cerita penyerangan
pasukan Gajah Yaman yang dipimpin oleh Pasukan Abrahah terhadap Mekkah.
Selain sebagai representasi sejarah, simbol gajah juga digunakan sebagai elemen
kontemplatif, mengajak para santri untuk merenung atas sifat cerdik dan santun
binatang tersebut. Dengan demikian, seni Gajah-Gajahan tidak hanya menjadi
bentuk ekspresi artistik, tetai juga menjadi sarana edukasi untuk membentuk
karakter individu dan mempromosikan nilai-nilai positif dalam hubungan
antarmanusia. Kesadaran akan nilai-nilai ini mendasari pemilihan gajah sebagai
elemen kreatif dalam seni tersebut.
Mengenai tata cara penyajian sebuah pertunjukan tarian, hal tersebut mengacu
pada pemahaman mengenai elemen-elemen yang ada di atas panggung atau lokasi
pertunjukan kesenian yang dapat dilihat oleh penonton. Sal Murgiyanto, dalam
pandangannya, menyebutkan bahwa bentuk penyajian mencakup beberapa aspek
pendukung, seperti tema tari, gerak, iringan musik, rias busan, lokasi pertunjukan,
dan pola lantai (Sal Murgiyanto, 1981, 25). Bentuk diartikan sebagai struktur dan
wujud suatu hal yang dapat dibedakan dari materi yang diatur (Jacqueline Smith,
1985, 6). Penyajian, pada dasarnya, merupakan cara untuk mengkomunikasikan

1
bentuk tersebut agar dapat diterima dan dinikmati oleh penonton. Bentuk penyajian
kesenian merujuk papda penampilan menyeluruh suatu karya seni dari awal hingga
akhir.
Gajah-Gajahan umumnya dipertunjukan dalam perayaan Hari Besar Islam, acara
hajatan, dan Parade. Keunikan dari kesenian ini terletak pada penampilannya yang
melibatkan prosesi pengarakan mengelilingi desa. Sebelum dimulai, seni Gajah-
Gajahan diarak dari lokasi acara. Prosesi ini kemdian berjalan mengelilingi desan
dengan jarak sekitar 2 kilometer. Perarakan ini berkahir di tempat pelaksanaan
acara, dan ditandai dengan dua orang laki-laki yang melantunkan salawat. Setelah
itu, para penggendong replika gajah membawa replika tersebut dari teras rumah
menuju halaman. Penari yang menunggangi gajah kemudian naik ke punggung
gajah.
Seni Gajah-Gajahan berhenti setiap kali mencapai pertigaan atau perempatan
jalan untuk memperlihatkan aksinya. Ketika musik mulai dimainkan, bagian
belakang replika gajah mulai bergerak ke kanan dan kiri. Penari yang menunggangi
gajah menampilkan gerakan tarian yang lembut dan gemulai. Setelah 2-3 lagu
dinyanyikan, Gajah-Gajahan melanjutkan perjalanannya. Pengulangan aksi di titik-
titik tertentu menjadi cara untuk mendekatkan kesenian ini kepada penonton,
menciptakan komunikasi yang intensif yang dapat meningkatkan apresiasi seni di
kalangan masyarakat. Penonton kesenian Gajah-Gajahan sangat beragam, mulai dari
anak-anak, remaja, hingga orang dewasa. Masyarakat sekitar, yang berada di pinggir
jalan atau yang ikut sera dalam pengarakan Gajah-Gajahan, merupakan penonton
utama. Dengan demikian, kesenian Gajah-Gajahan, memiliki keunikan dalam
penyajiannya yang diarak mengelilingi desa, memberikan makna baik bagi
kehidupan individu maupun kolektif masyarakat pendukungnya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana Gajah-Gajahan ini bisa menjadi media dakwah Islam?
2. Mengapa Gajah-Gajahan masih eksis hingga saat ini?
3. Apa fungsi Gajah-Gajahan di era sekarang?

2
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian pada makalah ini adalah untuk memperkenalkan kesenian
Gajah-Gajahan lebih luas lagi agar dapat dikenal dan diketahui oleh masyarakat luas
dengan bagaimana seni sebagai media dakwah nya menjadi peranan penting untuk
penyebaran Islam dan juga untuk menjadi siraman rohani.

1.4 Metode Penelitian


Penelitian pada makalah ini menggunakan kualitatif etnografi, yaitu melakukan
penelitian menggunakan pengolahan data mulai mereduksi data, memverifikasi data,
menyajikan data, dan menyimpulkan data.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Deskripsi singkat Gajah-Gajahan


Kesenian Gajah-Gajahan merupakan seni tradisional masyarakat yang
berasal dari Ponorogo. Seni ini menampilkan tokoh utama berupa replika
binatang gajah yang dibuat menyerupai aslinya, diangkat oleh dua orang untuk
menggerakannya, dan diiringi oleh musik hadroh dengan tema Islami. Citra
Komala (2019) menyatakan bahwa seni Gajah-Gajahan adalah seni arak-arakan
yang bernafaskan agama Islam. Seni ini menjadi emspresi estetis dari komunitas
Islam. Pemahaman tentang arak-arakan pasti melibatkan partisipasi banyak
orang dalam kondisi berjalan dan dilaksanakan di jalan raya. Sedangkan, muatan
materi seni Gajah-Gajahan bernafaskan agama Islam. Tata cara pertunjukan
Gajah-Gajahan berbentuk parade yang melibatkan penari, replika binatang
gajah, penyanyi, pemusik, dan penonton yang baur menjadi satu ikut serta
berjoget. Seni Gajah-Gajahan merupakan seni yang adiluhung dan memiliki
keunikan sendiri. Seni ini bertujuan untuk mempererat persaudaraan antar
kalangan masyarakat santri. Tokoh penunggang gajah umumnya adlaah anak-
anak pra-akil baliq menjelang dewasa yang didampingi oleh seorang pembawa
payung, bergerak mengikuti gerakan patung tiruan gajah. Sementara itu, agar
tiruan binatang gajah bisa berjalan dengan arah benar, dipandu oleh orang yang
bertugas untuk menuntun replika binatang gajah tersebut. Di depan gajah,
beraris para penari yang berbair dengan penonton yang diiringi oleh alunan
musik hadroh beserta nyanyian Islami yang diiringi oleh alat musik jedor, saron,
kenong, kompang, kentongan, dan kecer yang menghasilkan alunan musik
dengan irama yang enak didengarkan.

4
2.2 Pertunjukan Gajah-Gajahan
Pertunjukan kesenian bertujuan untuk menyampaikan suatu misi yang
dimiliki untuk dipertontonkan kepada audiens agar simpatik, tertarik, terhibur,
dan memperoleh suatu nilai dari pertunjukan tersebut. Menurut Citra Komala
(2019), berpendapat bahwa penyajian merupakan salah satu cara untuk
menyampaikan bentuk agar dapat diterima secara utuh dan dinikmati oleh
penonton.
Temuan pertunjukan kesenian tentang gajah-gajahan di Desa Kaponan
adalah pertunjukan dilaksanakan secara arak arakan di jalan. Tetapi dalam
dekade kira-kira 5 tahun terakhir ada inovasi dan kreasi saat kesenian ini
dilaksanakan yaitu pentas seperti tayup menetap pada tempat tertentu. Penari dan
penyanyi berjoget bersama diiringi dengan instrumen musik tanpa patung gajah
waktu pentas pada malam hari. Pertunjukan seperti ini biasanya diadakan pada
sebuah acara seperti pernikahan, kitanan, dan syukuran lainnya.
Urutan pertunjukan seni gajah-gajahan Desa Kaponan dimulai dengan
senam komando di again paling depan, diikuti oleh rombongan warok. Penari
terdiri dari anggota paguyuban dan undangan dari paguyuban kesenian gajah-
gajahan lainnya yang berbaur dengan penonton. Selanjutnya, ada patung gajah,
penyanyi, dan di bagian paling belakang terdapat sound system yang diangkut
menggunakan kendaraan truk bersama dengan instrumen musik dan
pengrawitnya. Berikut pertunjukan gajah-gajahan secara lengkap dapat dilihat
pada Gambar 1.

Gambar 1. Screenshot Youtube Gajah-Gajahan TV

5
2.3 Simbol dan Peralatan Dalam Kesenian Tari Gajah-Gajahan
Simbol dan Peralatan atau alat dalam suatu kesenian memanglah penting,
karena dengan adanya simbol dan peralatan bisa menampilkan ciri khas suatu
kesenian, seperti contoh dalam kesenian tari reog simbol dan peralatan yang
digunakan adalah singo barong dan diiringi peralatan musik seperti kendang,
kenong, gong, dan sompret. Begitu juga dalam kesenian tari gajah-gajahan
memiliki simbol dan peralatan yang digunakan untuk identitas suatu kesenian itu
sendiri, sehingga orang bisa membedakan suatu kesenian itu sendiri, sehingga
orang dapat memebedakan satu kesenian dengan kesenian lainnya.
Alat-alat dalam pertunjukan seni tari gajah-gajahan dibedakan menjadi
dua kategori utama, yaitu peralatan musik dan peralatan pendukung. Pada awal
munculnya seni gajah-gajahan, peralatan musik yang digunakan sangat
sederhana, terutama berasal dari seni musik hadroh yang kemudian dilengkapi
dengan penggunaaan jedor. Penggunaan alat musik ini dipilih karena pada saat
itu mayoritas santri mampu menguasai instrumen tersebut dan juga sejalan
dengan keinginan kaum santri untuk menjadikan seni ini bersifat Islamis. Oleh
karena itu mereka memilih hadroh sebagai alat musik utama dalam seni tari
gajah-gajahan.
Seiring berjalannya waktu, perkembangan seni ini juga membawa
perubahan pada peralatan musiknya. Meskipun demikian, alat musik asli tidak
dihilangkan, melainkan ditambahkan agar menghasilkan suara yang dapat
diterima oleh berbagai lapis masyarakat. Lagu-lagu yang mengiringi seni tari
gajah-gajahan kebanyakan memiliki nuansa Islami, sesuai dengan keinginan
untuk menjadikan seni in bukan hanya sebagai hiburan semata, tetapi juga
sebagai sarana dakwah. Dalam perkembangan lebih lanjut, alat musik dan lagu
pengiringnya semakin berkembang, dengan penambahan instrumen seperti
kenong, demung, saron, dan peking dari alat musik gamelan Jawa. Hal ini
mengakibatkan suara musik yang dihasilkan menjadi lebih merdu dan kompleks,
sehingga menciptakan citra unik dari seni tari gajah-gajahan itu sendiri.

6
2.4 Eksistensi Kesenian Gajah-Gajahan
Seni gajah-gajahan di Desa Gontor merupakan salah satu dari tempat
paguyuban yang sudah ada sejak zaman dahulu, hal ini disebabakan oleh jumlah
santri yang cukup besar di Desa Gontor. Santri tersebut menjadi pengenalan
pertama terhadap seni ini di Desan Gontor terutama karena adanya persaingan
pertama terhadap seni ini di Desa Gontor, terutama karena adanya persaingan
politik pada tahun 1965. Maka dari itu, kesenian ini tidak asing bagi masyarakat
di Desa Gontor. Pengembangan seni gajah-gajahan di Desa Gontor dilakukan
berdasarkan keinginan masyarakat sendiri, dengan tujuan untuk menjadlin
silaturahmi antarwarga.
Keinginan ini muncul karena pada masa sebelum thaun 1970, masyarakat
Desa Gontor tidak memiliki tempat untuk berinteraksi secara efektif
antarpenduduk desa. Oleh karena itu, para warga mengusulkan pembentukan
suatu perkumpulan sebagai upaya untuk mempererat tali silaturahmi di antara
mereka. Jika melihat sejarahnya pada tahun 1960-an, santri yang tinggal di Desa
Gontor juga pernah menampilkan seni tari gajah-gajahan, meskipun pada waktu
itu lebih terkait dengan kepentingan politik.

2.5 Gajah-Gajahan Sebagai Media Dakwah


Selain Fungsi utama kesenian gajah-gajahan sebagai hiburan, namun
kesenian gajah-gajahan ini juga menjadi media dakwah Islam dalam
menyampaikan kerukunan dan menyampaikan pesan-pesam Islami Meskipun
pada awal kemunculannya kesenian ini dipergunakan dari segi politik pada tahun
1960-an tetapi pada masa sekarang kesenian gajah-gajahan menjadi tradisi
kebudayaan yang bersifat hiburan namun kesenian ini memiliki fungsi untuk
menyampaikan pesan Islami kepada masyarakat dan bisa bertahan hingga saat
ini yang dilestarikan oleh masyarakat.

7
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis tentang Kesenian Gajah-Gajahan dapat
disimpulkan bahwa sejarah kesenian tari gajah-gajahan pada awalnya berdiri
karena diprakarsani oleh para santri yang terdapat di wilayah Kecamatan
Mlarak, Jetis, dan Siman. Perkembangan dari kesenian ini pn pada awlanya
dilatabelakangi oleh adanya unsur politik yang terjadi di wilayah tiga kecamatan
ini, pada tahun 1960-an pengaruh politik semakin pesat seperi Reog, dengan
tujuan penggalangan massa oleh partai-partai politik.
Seni gajah-gajahan muncul dan tumbuh di lingkungan masyarakat
Kerajaan sebagai bentuk kesenian yang disususn khusus untuk memenuhi
kebutuhan dan kepentingan masyarakat setempat. Pertunjukan seni gajah-
gajahan memiliki durasi yang relatif panjang, mencapai dua jam, dengan
gerakan yang tampak berulang-ulang dan terlihat monoton. Oleh karena itu, seni
gajah-gajahan dapat dikategorikan sebagai jenis seni rakyat yang termasuk
dalam salawatan, di mana pertunjuannya ditandai dengan syair-syair lagu yang
mengandung puji-pujian kepada Tuhan Yang Maha Esa, itulah mengapa
kesenian gajah-gajahan bisa berperan sebagai media dakwah. Selain dalam
aspek tembangnya, alat musik yang digunakan dalam seni ini juga
mencerminkan naunasa Islam, termasuk bedug, kompang, dan remo.
Penyajian seni gajah-gajahan sangat sederhana secara visual, mencakup
koreografi, rias busana, iringan musik, dan tempat pertunjukan. Formatnya
terdiri dari arak-arakan dengan pengarak yang berada di depan replika gajah.
Replika tersebut biasanya dinaiki oleh seorang anak laki-laki atau perempuan,
sementara barisan paling belakang diisi oleh para pemusik. Replika gajah ini
menjadi ikon yang mencolok dalam seni gajah-gajahan. Penyajian seni ini
terbagi menjadi tiga bagian, yakni bagian awal (persiapan), bagian tengah (arak-
arakan), dan bagian akhir (penutup). Sebelum dan sesudah pertunjukan, tradisi

8
berdoa bersama diadakan. Doa bersama ini dihadiri oleh perwakilan masyarakat
setempat dan anggota komunitas. Doa tersebut bertujuan untuk memohon
keselamatan dan kelancaran dalam pelaksanaan pertunjukan gajah-gajahan.

3.2 Saran
Berdasarkan kajian yang telah dibahas dan diuraikan di atas, penyususn
menyadarai kekurangan dari penyusunan tentang kesenian gajah-gajahan tentang
Seni Sebagai Media Dakwah. Maka dari itu sangat diharapkan saran dari piihak
terkait untuk lebih memperbaiki dan menyempurnakan makalah ini.
Pada akhirnya semoga makalah ini bisa bermanfaat dan berguna bagi
banyak orang yang membacanya serta mengetahui tentang eksistensinya
kesenian gajah-gajahan.

9
DAFTAR PUSTAKA

Citra Komala, Y. 2018. Bentuk Pennyajian Kesenian Gajah-Gajahan di


Dusun Krajan Desa Kedungbanteng Kecamatan Sukorejo Kabupaten
Ponorogo: ISI Yogyakarta.
Putra Ruswananta, S. 2019. Kesenian Tari Gajah-Gajahan Desa Gontor
Kecamatan Mlarak Kabupaten Ponorogo: Universitas Negeri Surabaya.
Rukun, R & Hanif, M. Kesenian Gajah-gajahan di Kaponan Mlarak Ponorogo
(Studi nilai budaya dan potensinya sebagai sumber pembelajaran IPS
SD).

10

Anda mungkin juga menyukai