Anda di halaman 1dari 9

Nilai-nilai Spiritualitas dalam Setiap Lakon

Tari Topengg Cirebon

Faqih Alfarisi
(faqihalfarisi32@gmail.com)
Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati, Prodi Studi Agama

Abstrak

Kesenian tari topeng cirebon mrupakan produk sosial masyarakat yang didalamnya terdapat
berbagai macam lakon, di setiap lakonnya memiliki nilai-nilai spiritualitas yang bisa
menjadi inspirasi bagi masyarakat modern dalam menjalani kehidupan. Tujuan penelitian
ini adalah mendeskripsikan nilai-nilai spiriitualitas yang terdapat dalam setiap lakon tari
topeng cirebon. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif melalui
observasi secara langsung dan interview atau wawancara secara mendalam kepada pihak
terkait seperti Masyarakat dan budayawan seperti pemilih sanggar dan pegiat seni. Nilai-
nilai spiritualitas yang dimiliki oleh tari topeng cirebon patut di apresiasi dengan terus
dilestarikannya tari topen.g cirebon sebagai peninggalan kebudayaan dan spiritaual oleh
Syekh Syarif Hidayatullah

Kata Kunci: Nilai, Spiritual, Tari

Pendahuluan
Indonesia memiliki kesenian yang sangat beragam salah satunya adalah seni
tari, seni tari juga banyak sekali macamnya yang tersebar dari sabang sampai
merauke. Tari topeng cirebon merupakan jenis tari yang berasal dari daerah
kabupaten Cirebon privinsi Jawa barat, tari topeng cirebon juga ada beberapa
gaya sesuai dengan daerah perkembangannya seperti gaya slangit yang
berkembang di desa Slangit kecamatan Klangenan, gaya losari yang berkembang
di kecamatan Losari, dan gaya gegesik yang berkembang di desa Gegesik
kecamatan Arjawinangun.

Teri topeng cirebon digunakan sebagai salah satu metode penyebaran agama
islam pada zaman kepemerintahan Syekh Syarif Hidayatullah atau yang sering
dikenal dengan Sunan Gunung Jati. Tari Topeng salah menjadi strategi yang
digunakan Sunan Gunung Jati untuk menaklukkan kerajaan Rajagaluh yang
berada dibawah kekuasaan kerajaan Pajajaran pada saat itu, yang kini daerah
tersebut berada di kecamatan Rajagaluh kabupaten Majalengka. Setelah
Rajagaluh ditaklukkan sebagian penduduk memeluk agama Islam dan sebagain
lagi tetap teguh terhadap kepercayaan lokal Sunda wiwitan. Setelah era
Penjajahan oleh Belanda yang masuk dan mengintervensi keraton, seniman tari
keraton keluar dari kareton dan menyebar ke beberapa wilayah seperti Losari,
Slangit, dan Gegesik.1

Tari topeng cirebon gaya Slangit sendiri lebih lengkap dan lebih bagus, tari
topeng gaya slangit diawali dengan tarian Panji, setelah itu dilanjut tarian Samba
dan Rumyang dan diakhiri dengan tarian Klana. Melihat dari fungsinya tari
topeng merupakan hiburan rakyat yang biasa ditampilkan pada acara tertentu.

Dari setiap gaya atau lakon yang ada dalam tari topeng memiliki nilai
spiritualitas yang bisa di bedah, spititual berasal dari kata spirit yang berarti

1
Lasmiyati, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Tari Topeng Cirebon Abad XV-XX, Junal Patanjala,
Vol.03, No.03, September 2011.hlm.2.
semangat, semangat yang dimaksud adalah semangat dari jiwa, roh atau sukma. 2
Oleh karena itu penulis tertarik membahas tentang hubungan antara Lakon yang
ada dalam tari topeng cirebon dengan nilai-nilai spiritual.

Tinjaun Pustaka

Tari topeng gaya slangit merupakan salah satu seni tari Indonesia yang
masih bertahan sampai sekarang yang ada di desa Slangit, kecamatan
Klangenan, kabupaten Cirebon. Dalam seni tari topneng gaya slangit terdapat
makna simbolik didalamnya.. Sehingga tari topeng gaya slangit begitu menarik
untuk dikaji pleh para pengkaji antropologi dan budaya. Sebagai bahan
pertimbangan, maka penulis mengambil dan meninjau dari kajian terdahulu
yang sudah dilakukan, diantaranya sebagai berikut.

Pertama, kajian penelitian oleh Kiki Rohmani dan Nunung Nurasih, Tari
Topeng Klana Cirebon Gaya Slangit Konsep Gubahan Penyajian tari, Jurnal Seni
Malakangan, ISBI Bandung, Tahun 2019.3 Jurnal tersebut meneliti tentang salah
satu bentuk tari yang menceritakan lakon panji(cerita Kesatria), bahwa pada
tarian klana yang terdapat di lakon panji ternyata menggunakan penyajian yang
baru namun tidak menghilangkan esensi dari tari tersebut. Metode yang
digunakan adalah kualitatif, yakini menggali data dengan turun langsung
kelapangan dan menghimpunnya dari beberapa sumber yang kompenten
dibidangnya seperti pemilik sanggar, penari, maupun tokoh-tokoh seni yang
terdapat dilapangan.

2
Tim Penyusun Kamus pusat dan pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai
Pustaka, Jakarta, tahun 1988, hlm 857
3
Kiki Rohmani dan Nunung Nurasih, Tari Topeng Cirebon Gaya Slangit Konsep Gubahan Penyajian tari, Jurnal
Seni Malakangan, ISBI Bandung, Tahun 2019.
Kedua, kajian penelitian oleh Fifit Fitriyah Rosiana dan Utami Asrih, Makna
Simbolik Tari Topeng Tumenggung Gaya Slangit Cirebon, Jurnal Seni Tari,
Universitas Negeri Semarang, tahun 2021. Jurnal tersebut mengkaji tentang
makna simbolik yang terkandung dalam seni tari topeng gaya slangit dan
menjelaskan setiap makna simbolik yang terkandung dalam seni tari topeng
gaya slangit. Metode penelitian yang digunakan oleh jurna tersebut adalah
kualitatif, yakni turun langsung kelapangan dan menghimoun data dengan cara
observasi, wawancara serta dokumentasi.4

Ketiga, kajian penelitian oleh Lasmiyati, Sejarah Pertumbuhan dan


Perkembangan Tari Topeng Cirebon Abad XV-XX, Junal Patanjala, Vol.03, No.03,
September 2011. Jurnal tersebut mengkaji tentang sejarah tari topeng cirebon
dari mulai tari cirebon yang terpusat di Keraton Kasepuhan sampai menyebar
keberbagai wilayah cirebon seperti Slangit, Gegesik, dan Losari, endekatan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan sejarah. 5

Dari ketiga referansi yang telah dipaparkan di atas sangat membantu


penulis dalam menjelaskan tentang Tari topeng, akan tetapi dari ketiganya
memiliki fokus yang berbeda-beda. Penulis juga ingin membahas Tari topeng
dari sudut pandang lain, yakni terkait tentang hubunganya dengan nilai-nilai
spiritual.

Metode Penelitian

Metodologi adalah suatu pendekatan yang secara umum digunakan untuk


mengkaji sebuah topik penelitian.6 Dalam penelitian ini penulis menggunakan
pendekatan kualitatif, Menurut Bogdan dan Taylor metode penelitian kualitatif
4
Fifit Fitriyah Rosiana dan Utami Asrih, Makna Simbolik Tari Topeng Tumenggung Gaya Slangit Cirebon, Jurnal
Seni Tari, Universitas Negeri Semarang, tahun 2021.
5
Lasmiyati, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Tari Topeng Cirebon Abad XV-XX, Junal Patanjala,
Vol.03, No.03, September 2011.
6
Deddy Mulyana, Metode Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainya,
Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013, hlm.145.
merupakan suatu prosedur penelitian kemudian menghasilkan data deskriptif
yang berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang
dapat diobservasi.7

Penulis mengambil pendekatan kualitatif bertujuan untuk menggali data


dengan turun langsung ke lapangan penelitian, sehingga penulis masuk dalam
kegiatan kesenian yang terdapat dilapangan dan mencatat secara serius data
yang diperoleh dengan memanfaatkan catatan lansung. Dalam hal ini penulis
lansung turun kelapangan dan mengikuti beberapa kegiatan di sanggar tari yang
terdapat di desa Slangit.

Pembahasan

Dalam dunia seni, menurut bentuknya seni tari merupakan gabungan dari
dua jenis kesenian yakni seni rupa dan seni suara itu karena seni tari dapat
dinikmati oleh mata dan telinga. 8 Tari topeng juga sama, karena dalam praktik
pagelarannya diiringi dengan lantunan musik yang berasal dari gamelan,
meskipun pada era modern ada juga yang menggunakan rekaman.
Pemanfaatan tari topeng biasa disajikan pada acara adat atau juga pesta
rakyat seperti acara gunjung buyut, mapag sri atau juga pesta pernikahan. Tari
topeng cirebon memiliki 3 jenis gaya, ada gaya Losari, Gegesik, dan Slangit.
Lakon yang dibawakan dalam tari topeng ada 5 yaitu Panji, Samba, Rumyang,
Tumenggung dan Klana.
Pada setiap lakon memiliki makna spiritualitas yang menarik untuk
dibahas:
1. Panji
Pada lakon panji memiliki arti seperti manusia yang baru lahir,
dimana kekontasan dan kebastrakan menjadi satu, kesadaran manusia

7
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1996, hlm.3.
8
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu antropologi, Jakarta: Rineka Cipta, tahun 2013, hlm.298-299.
belum muncuncul seutuhnya kebumi. Lakon ini menajarkan bahwa
manusia itu sebenarnya lemah namun karena rahmat allah yang sangat
besar sehingga diberikan kekuatan untuk menjalani hidup.
2. Samba
Pada samba ini mengambarkan seorang anak kecil yang selalu
ceria dan dinamis, lakon samba mendekati kepada eleman alam seperti
air, udara, api atau pun bumi. Karena pembawaan lakon samba
menceritakan dimana anak kecil yang baru mengenal elemen alam dan
bahagia.
Lakon samba memiliki nilai spiritual, dimana manusia harus peka
dengan kebesarran tuhan melalui ciptaannya, seperti gunung, lautan, dan
alam semesta, sehingga dapat memaknai hidup dengan lebih baik.
3. Rumyang
Lakon Rumyang menggambarkan seorang remaja yang mulai
belajar dari hal-hal yang ada di sekelilingnya. Lakon ini menjelaskan
bahwa manusia dihadapkan berbagai macam pilihan hidup yang akan dia
tempuh, beragam arus saling bertabrakan satu samalain dalam diri
seorang remaja.
Nilai spiritualitas yang di jelaskan dalam lakon ini adalah dimana
tuhan menciptakan berbagai macam manusia untuk saling mengenal dan
mengajari satu sama lain, sehingga mengajarkan kepada manusia bahwa
impelemtasi dari ketakwaan adalah hubungan dengan sesama manusia di
sekelilingnya.
4. Tumenggung
Lakon ini memiliki makna seseorang remaja yang sedang menuju
kedewasaan dalam menyikapi kehidupannya, gerakan pada lakon ini
solid dan kaku. Makna gerakan solid dan kaku adalah di telah fokus pada
kehidupannya sendiri dan tidak lagi melihat dunia luar. Nilai spiritualitas
yang terkandung adalah bahwa manusia harus fokus kepada
kehidupannya sendiri, seperti fokus kepada hubungannya dengan
tuhannya tanpa memperdulikan hubungan orang lain dengan tuhannya,
sehingga pengenalan dengan tuhan dapat tergambarkan dengan jelas dan
mengenal dia siapa dan tuhannya siapa.
5. Klana
Lakon klana merupakan lakon terakhir sebelum penutup, lakon
klana menggambarkan puncak dari perjalanan hidup seseorang, pada
fase ini manusia telah memegang kekuasaannya secara untuh seperti
seorang raja, sayangnya pada fase ini manusia tidak bisa mengendalikan
nafsunya atau kekuasaannya sehingga suka meledak-ledak dan diarahkan
kepada suatu hal yang negatif.9
Pada lakon ini manusia belum siap memegang kekuatan dan
kesadarannya sendiri, sehingga diarahkan keberbagaimacam hal yang
negatif, untuk mempersiapkan hal tersebut manusia memerlukan
bantuan dari tuhannya agar tetap berada pada jalan yang baik dan benar
Lakon-lakon tersebut sebenarnya adalah gambaran kehidupan manusia
dari lahir sampai dewasa, dan setiap fase mimiliki pesan-pesan kehidupan untuk
penikmatnya agar tidak terjerumus dalam keburukan sehingga tidak bisa
memaknai kehidupan dengan baik. Dengan mengikut sertakan Tuhan dalam
menjalani kehidupan tentu manusia tidak akan terjerumus dalam keburukan
dan penyesalan.

Kesimpulan
Dari pembahasan dan temuan yang ada, tari topeng memiliki nilai-nilai
spiritualias dalam setiap lakonnya, lakon yang dimainkan mengisahkan

9
Gina Fitria adita dan Alfonzo, Makna Filosofis Tari Topeng Cirebon Dengan Menggunakan
eksplorasi visual Dalam Video Mapping Performance, Jurnal Tingkat Sarjana bidang Seni Rupa dan
Desain, FSRD ITB, Bandung, 2014, hlm 7
perjalanan hidup manusia dari muali lahir sampai dewasa. Di setiap fase
lakonnya menjelaskan nilai spiritual yang berbeda. Ditengah masyarakat
modern ini bisa menjadi inspirasi atau juga opsi dalam menjalankan kehidupan
yang baik dan benar sesuai dengan ketemtuan agama.
Di tengah laju modernisasi tidak membuat manusia harus meninggalkan nilai-
nilai spiritualitasnya dengan alasan ketinggalan zaman atau sudah tidak relevan,
karena pada hakikatnya manusia tidak bisa menopang kekuatan dan
kesadarannya sendiri tanpa bantuan sesuatu hal yang transenden yakni
tuhannya sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu antropologi, Jakarta: Rineka Cipta, tahun 2013,


hlm.298-299.

Lasmiyati, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Tari Topeng Cirebon Abad


XV-XX, Junal Patanjala, Vol.03, No.03, September 2011.hlm.2.

Moleong J. Lexy, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya,


1996, hlm.3.

Mulyana Deddy, Metode Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi


dan Ilmu Sosial Lainya, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013, hlm.145

Nunung Nurasih dan Kiki Rohmani, Tari Topeng Cirebon Gaya Slangit
Konsep Gubahan Penyajian tari, Jurnal Seni Malakangan, ISBI
Bandung, Tahun 2019.

Utami Asrih dan Fifit Fitriyah Rosiana, Makna Simbolik Tari Topeng Tumenggung
Gaya Slangit Cirebon, Jurnal Seni Tari, Universitas Negeri Semarang, tahun
2021.
Tim Penyusun Kamus pusat dan pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, tahun 1988, hlm 857

Gina Fitria adita dan Alfonzo, Makna Filosofis Tari Topeng Cirebon Dengan
Menggunakan eksplorasi visual Dalam Video Mapping Performance, Jurnal
Tingkat Sarjana bidang Seni Rupa dan Desain, FSRD ITB, Bandung, 2014, hlm7

Anda mungkin juga menyukai