Za’imatus sa’diyah
E-mail ; sadiyahzaimatus1@gmail.com
Abstrak
Penelitian ini berusaha membongkar makna dalam simbol Reog Ponorogo dengan menggunakan kajian
tradisi Jawa, baik dalam ajaran asthabrata maupun kosmogoni Jawa: keblat papat kelimo
pancer.Penelitian in penting karena tidak banyak masyarakat memahami makna yang terkandung dalam
simbol-simbol Reog. Di sisi lain, simbol-simbol Reog saat ini mulai direduksi oleh kepentingan
komersialisme sehingga menghilangkan nilainilai adiluhung di dalamnya.Hal ini tampak dalam
penggunaan simbol-simbol Reog yang digunakan sebagai media citybranding kota Ponorogo maupun
pertunjukan-pertunjukan yang keluar dari pakem-pakem tradisi Reog. Seni Reog berubah menjadi
sebuah komoditas yang diperdagangkan ke pasar. masyarakat hanya melihat Reyog, sebagai sebuah
kesenian yang memiliki unsur hiburan dan keindahan. Peneliti meyakini banyak pesan yang dapat
diambil dari Kesenian tersebut. Sebagai generasi penerus yang berkewajiban untuk tetap menjaga dan
melestarikannya, harus mulai melihat dan memahami kesenian ini dari berbagai sudut pandang. Dari
hasil penelitian ditemukan bahwa: (1) Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam Kesenian Reyog Ponorogo
di tinjau dari makna-makna simbolnya yaitu: Religius, simbol yang menunjukkan nilai karakter religius
salah satunya, Reyog diambil dari bahasa Arab (Riyyuq). Toleransi, gamelan Reyog yang berlaras pelog
dan slendro menggambarkan perbedaan jika disikapi dengan rasa toleransi, bisa berjalan penuh
harmoni dan beriringan dengan baik. Disiplin dan Kerja keras, kisah tokoh Kelono Sewandono dan
patihnya Pujangganong yang memiliki semangat disiplin dan kerja keras dalam menjalankan roda
pemerintahan Kerajaan Bantarangin. Kreatif, Pujangganong menurut cerita rakyat adalah patih dari
raja Kelono Sewandono, yang kreatif terbukti dengan terciptanya kesenian Reyog dari usahanya.
Semangat Kebangsaan dan Cinta Tanah Air, tokoh-tokoh reyog seperti Warok, Pujangganong, Jathilan
yang selalu bersikap dan bertindak setia pada kerajaan dan raja, menunjukan symbol semangat
kebangsaan dan cinta tanah air yang tinggi. Tanggung Jawab, Kelono Sewandono sebagai seorang raja
memiliki tanggung jawab terhadap kerajaan yang dipimpinya. (2) Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam
Kesenian Reyog Ponorogo di tinjau dari makna-makna simbolnya yaitu: Religius, Toleransi, Disiplin dan
Kerja keras, Kreatif, Semangat Kebangsaan dan Cinta Tanah Air, Tanggung Jawab sangat relevan
dengan Tujuan Pendidikan Islam
PENDAHULUAN
Kesenian daerah merupakan kearifan lokal yang melambangkan suatu keadaan rakyat.
Bentuk penyajian kesenian daerah adalah mencerminkan kehidupan sehari-hari masyarakat
setempat. Potensi artistik, wahana pengenalan nilai-nilai budi pekerti serta budi pekerti yg
dikenal dengan tradisi asal banyak sekali suku. Kesenian tradisional merupakan sarana transmisi
nilai yang hampir tidak terbatas karena dekat serta akrab dengan rakyat dan sebagai milik rakyat
itu sendiri. tingkat kebudayaan manusia bisa ditinjau melalui kesenian tradisional. Seni adalah
cerminan berasal peradaban manusia yg terus berkembang, maka kesenian yg terdapat tidak
dapat dipisahkan dari keberadaan kesenian tradisional. Jika Anda menyelidiki seni tradisional,
Anda juga bisa melihat masa kemudian serta masa depan sekarang dan bisa merencanakan masa
depan. Belakangan ini, kesenian daerah dihadirkan sebagai galat satu kearifan local Tergerus,
salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya erosi ini merupakan lingkungan.
Lingkungan membuat anak-anak sebagai manusia modern, tidak menyampaikan mereka begitu
saja Ruang seni lokal buat membuatkan karakter sebuah negara banyak sekali mensugesti
karakter dan etika suatu bangsaBaik faktor eksternal maupun internal. Kesenian Reog Ponorogo
ialah keliru satu kekayaan budaya bangsa Indonesia, kesenian daerah ini harus dilindungi.
Kesenian daerah artinya kearifan lokal yg menjadi simbol keadaan rakyat daerah. Bentuk
penyajian sebuah kesenian wilayah adalah cerminan berasal kehidupan sehari-hari warga daerah.
Potensi seni menjadi sarana sosialisasi nilai-nilai karakter dan pekerti telah dikenal dalam tradisi
banyak sekali suku kita. Kekayaan tradisi suku bangsa mencakup cerita warga , nyanyian, dan
pepatah-pantun yg mengandung muatan nilai-nilai. Maka, Kesenian tradisi adalah medium yang
nyaris tak terbatas buat menyampaikan nilai-nilai, sebab dekat dan akrab menggunakan warga
serta artinya milik dari masyarakat itu sendiri. taraf kebudayaan manusia bisa ditinjau melalui
kesenian tradisi. Kesenian sebagai cerminan suatu peradaban manusia yg terus berkembang,
maka kesenian yg telah terdapat tidak lepas asal eksistensi kesenian tradisional.
dengan mempelajari kesenian tradisional pula bisa melihat masa kemudian, masa kini dan bisa
merencanakan buat masa yg akan tiba. Dewasa Ini pengenalan Seni wilayah sebagai keliru Satu
Kearifan Lokal Mulai Terkikis, salah Satu Faktor Penyebab Terkikisnya Hal Ini adalah
Lingkungan. Lingkungan membuat Anak menjadi manusia yang modern tidak menyampaikan
Ruang Bagi Kesenian wilayah Ikut Berkontribusi pada Perkembangan Karakter Bangsa.
Pembangunan Karakter serta Pekerti Bangsa ditentukan oleh banyak sekali Faktor, Baik Secara
Eksternal juga Internal. mirip Pendapat yg Dikemukakan oleh seorang ahli, Montesquieu (dalam
Direktorat Pembangunan Karakter dan Pekerti Bangsa, Direktorat Jenderal Budaya,Seni dan
Film, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Indonesia, Bahwa Pembahasan Karakter Bangsa
yg diklaim Esprit General Atau Jiwa Semangat yg mencakup Kerakteristik-karakteristik Moral
serta norma-kebiasaan Berpikir serta Berperilaku yg dari berasal Suatu Kombinasi Unik Antara
Lingkungan Alam Atau Iklim, kepercayaan , aturan, Kebijaksanaan Pemerintah, Sejarah, Nilai-
Nilai serta rapikan Krama Sopan Santun Sosial. Suatu Bangsa bisa Dibedakan dengan Bangsa
Lain Melalui Pola Bentukan yang muncul pada Kombinasi Faktor-Faktor tadi serta Kualitas-
Kualitas Moral Pendidikan Berperan krusial pada Pembentukan Karakter Selain Faktor-Faktor
yg telah Dijelaskan Sebelumnya.“Character Determines Someone’s Private Thoughts And
Someone’s Actions Done. Goodcharacter Is The Inward Motivation To Do What Is Right,
According To The Highest Standard ofbehaviour, In Every Situation Pendidikan Karakter
Mengajarkan kebiasaan Cara Berpikir dan sikap yg Membantu Individu buat hayati serta Bekerja
bersama menjadi keluarga, rakyat, dan Bernegara serta Membantu Mereka buat membentuk
Keputusan yg bisa Dipertanggungjawabkan (Christina,2005, Hlm.84).
Demikian Halnya Reog Bulkiyo merupakan galat Satu Kesenian Warisan Turun-
Temurun yg Berada di Desa Kemloko Kecamatan Nglegok Kabupaten Blitar.
Kesenian Reog Bulkiyo merupakan salah Satu Kekayaan yang akan terjadi Budaya Bangsa
Indonesia, Kesenian daerah tadi harus harus bisa Dijaga Dilindungi serta dilayani. Karya tari di
hakekatnya artinya karya kreatif aktivitas sosial, yaitu aktivitas antar individu atau orang-orang
pada rakyat. pada semua daerah dengan nilai-nilai yg terkandung dalam kesenian tradisional,
yang membentuk karakter bangsa Secara regional, pada seni Reog Ponorogo nilai-nilai kearifan
lokal memiliki makna Nasionalisme serta patriotisme yg terkandung dalam kesenian ini dapat
menjadi bahan ajar di sekolah, Kesenian Reyog merupakan salah satu kesenian tradisional yg
timbul dan tumbuh pada Ponorogo, Jawa Timur. Kesenian Reyog Ponorogo merupakan
kekayaan budaya Jawa yang bertahan sampai saat ini Reyog Ponorogo memiliki nilai sejarah,
religi dan filosofis yg sangat berharga serta bisa dijadikan pedoman atau nasehat hidup pada
melawan imigrasi. budaya asing Minat rakyat Ponorogo terhadap kesenian Reyog secara
sistematis melestarikan seni yang diawetkan dan adanya Kesenian Reyog Ponorogo dianggap
mempunyai kekuatan yg dahsyat relatif akbar untuk menampung pasukan atau orang pada
dalamnya presentasi ketika itu Reyog dipentaskan di wilayah tadi panggung, lalu di mana pun
orang berkumpul dan di antaranya waktu Reog pergi, banyak orang mengikutinya, Kesenian
Reyog Ponorogo diwujudkan dalam bentuk tarian massal dengan aneka macam komponen
kesenian mirip musik, tari dan tari. Teater Tarian massal Reyog Ponorogo ditampilkan secara
berkelompok. Kesenian Reog Ponorogo sebagai kesenian grup meliputi: Administrator Pasukan
(Warok), Penari Tokoh raksasa (Barongan), Penari Topeng (Ganongan), 8 Penari kuda (jathil),
penari klan serta penabuh gamelan (gong, kenong,terompet kayu, kendhang serta angklung).
Setiap pertunjukan seni Reyog Ponorogo dibagi sebagai dua bagian sesuai menggunakan konsep
pertunjukannya, yaitu Festival Reyog dan Reyog Obyog. umumnya Festival Reyog
diselenggarakan dalam program resmi dan formal seperti Festival Reyog Nasional (FRN) yang
menyambut tamu pemerintah serta merayakan malam bulan purnama. Meskipun reog umumnya
diadakan sang perorangan, keluarga, atau desa di program-acara seperti pernikahan, khitanan,
slam étans atau pencucian desa.
PEMBAHASAN
Reyog Ponorogo Kesenian Reyog adalah salah satu kesenian tradisi yg lahir dan
berkembang di Ponorogo Jawa Timur. Kesenian Reyog Ponorogo merupakan suatu kekayaan
kebudayaan Jawa yg masih terjaga kelestariannya hingga sekarang. dari Rismayanti ( 2017 :
3768 ) dalam jurnalnya Reyog Ponorogo mempunyai sejarah, kepercayaan , serta filosofis nilai-
nilai yang berharga serta bisa digunakan menjadi pedoman atau kehidupan pedoman buat
melawan masuknya budaya asing. Ketertarikan rakyat Ponorogo akan kesenian Reyog yg secara
sistematis menghasilkan kesenian tadi masih terjaga kelestariannya dan eksistensinya. Kesenian
Reyog Ponorogo diyakini memiliki kekuatan yang relatif akbar guna buat mengumpulkan masa
atau warga pada setiap pertunjukannya. Hartono (1980:14) pada saat Reyog dipentaskan di area
pentas, maka darimana pun berkumpulah orang-orang datang dan sedangkan bilamana Reyog
berjalan, maka berbondong-bondong orang mengikutinya, menggunakan tiada berkeputusan.
Kesenian Reyog Ponorogo diaktualisasikan pada bentuk tarian massal yang pada
dalamnya ada beberapa komponen seni meliputi musik, tari dan drama. Tarian massal Reyog
Ponorogo ini dilaksanakan dengan berkelompok. Kesenian reog Ponorogo menjadi kesenian
berkelompok mencakup: pemimpin rombongan (warok), penari tokoh raksasa (barongan), penari
topeng (ganongan), 8 penari kuda (jathil), penari klana, dan penabuh indera-alat gamelan (gong,
kenong, slompret kayu, kendhang, dan angklung). Setiap pertunjukannya kesenian Reyog
Ponorogo dibagi menjadi dua pada konsep pertunjukannya yakni Reyog festival dan Reyog
Obyog. Prihantoro (2014:12) berpendapat bahwa Reyog festival umumnya dipentaskan dalam
acara- program resmi serta formal seperti Festival Reyog Nasional (FRN), penyambutan tamu
pemerintah serta peringatan malam bulan purnama. Sedangkan reyog obyogan umumnya
diadakan oleh individu, keluarga atau desa pada acara-acara spesifik seperti pernikahan,
khitanan, slametan atau bersih desa. Reyog festival pada pertunjukannya memakai alur cerita
drama yg berkembang pada masyarakat lokal.Cerita dalam sejarah Reyog Ponorogo dibagi
menjadi 3 versi. Achmadi Asmoro (2014:9) meberikan penerangan mengenahi cerita Reyog
Ponorogo, yaitu
Unsur ideology Islam pada kesenian Reyog Ponorogo seakan menjadi hal yg utama
sehabis Raden Katong mengalahkan Ki Ageng Kutu dan melestarikan barongan menjadi
dakwah. Keterkaitan kesenian dengan nilai religiusitas ditunjukkan pada cerita sejarah Reyog
Ponorogo. penerangan-penerangan yg timbul seakan memperkuat bahwa kesenian Reyog
Ponorogo mempunyai sisi kesenian daerah yg mempunyai nilai religius yg tinggi. dua. Musik
Iringan Reyog Musik artinya satu kesatuan bunyi yang terdiri asal nada dan ritme yang
memberikan suatu keselarasan bunyi. Musik mempunyai kekuatan untuk memberikan pengaruh
pada perasaan manusia sebagai akibatnya perasaan insan dapat 10 diperlemah, diperkuat ataupun
dialihkan. berasal pendapat Campbell (2001: 58) mengenahi pernyataan terkait yaitu efek musik
menggunakan beberapa keadaan fisiologi manusia. Penyusunan musik sesuai menggunakan
susunan interval dan ritmenya mempunyai refleksi khusus yg mampu merangsang sel-sel saraf
sehingga perasaan manusia bisa diperlemah, diperkuat ataupun dialihkan. imbas itu bahkan
sudah dibuktikan secara ilmiah di sepanjang fase kehidupan insan, mulai asal masa pada embrio
hingga masa senja. Bahkan mampu berpengaruh pula di jenis mahluk hayati lainnya
sepertitumbuhan serta hewan.” pada hal pembahasan mengenahi musik iringan tari, hal
terpenting yang perlu diperhatikan mengenahi konsep harmoni dan ritme. Ritme menyampaikan
dampak representasi suatu motilitas tubuh insan dan harmoni memberikan representasi pada
suasana tertentu. berdasarkan pendapat Yulianta (2015:dua) bentuk ritme yang sederhana akan
menghipnotis metabolisme tubuh manusia Bila prosesnya berlangsung dengan interaktif serta
tempo tidak terlalu cepat. pada jurnal Cozzutti yang membahas mengenahi musik, ritme serta
gerak berpendapat bahwa kesatuan musikal serta ditujukan buat melatih pendengaran dan belajar
membaca dan menulis, yang lain ditujukan pada stimulasi kognitif melalui
musik dan motilitas tubuh.asal beberapa pendapat yg telah diungkapkan diatas, dapat
disimpulkan bahwa musik iringan adalah kesatuan suara yg bertujuan buat merespon motilitas
yang terdapat dalam situasi eksklusif misal pada pertunjukan tari.
Musik iringan Reyog Ponorogo memiliki kekuatan di ritme dan melodinya. seperti
pendapat dari Simatupang tiga. Komponen musik kesenian Reyog Ponorogo dalam suatu
pertunjukan, peranan musik juga memberikan andil yg cukup banyak pada sebuah pementasan
khususnya kesenian tradisional. Dicermati berasal sudut pandang pementasan, musik
memberikan nuansa tersendiri saat pementasan berlangsung. Musik dalam hal ini berperan
sebagai iringan motilitas tari serta memberikan perbedaan makna penggambaran sebuah
aktualisasi diri alur cerita pada pementasan Reyog Ponorogo. Konsep musik dalam Reyog
cenderung terkonsep dengan memahami alur gerak tari. berasal pemaparan Danar Hendratmoko
sebagai koreografer tari dan pelaku seni Reyog pada Ponorogo bahwa sebelum koreografer
menghasilkan gerak tari, koreografer memberi ilustrasi pada penata music mengenahi
suasananya yang sesuai bentuk geraknya, mungkin di wilayah keliru 12 satu instrumen buat
memberi suasana tersendiri. Pemahaman konsep music menjadiyang utama sebelum koreografer
menghasilkan sebuah gerak tari. Sebelum pada konsep musik Reyog pula terdapat improvisasi
dalam permainan musiknya tetapi poporsinya tidak mendominasi. pada tari intrumentasi dalam
Reyog sangatlah terbatas, itulah yg juga membentuk kendala suatu koreografer
terbatasmembentuk nuasanya. dalam musik Reyog secara permainannya dimainkan disemua
situasi dalam konteks daerah, tidak terkecuali dimainkan didalam gedung yang memiliki taraf
gaung yg relatif besar.
Budaya bisa didefinisikan menjadi warisan sosial dari komunitas atau rakyat yang
terorganisir yg merupakan pola tanggapan yg sudah ditemukan dan ditemukan saat gerombolan
telah berinteraksi yg ialah kombinasi dari kepercayaan , istiadat, kepercayaan , serta sementara
itu, pendidikan artinya proses dari menanamkan pengetahuan atau memperoleh pengetahuan (Ki
Hadjar Dewantara, 2004). Budaya berpotensi berdampak besar pada pendidikan, selain itu
pendidikan juga berdampak di budaya masyarakat. Pendidikan karakter merupakan pendidikan
yg memerhatikan, menyebarkan, dan mengutamakan pengembangan etis, intelektual, sosial, serta
emosional individu (Rivers, 2016; Shields, 2015). Proses pendidikan karakter ialah proses
pembelajaran berkelanjutan yang memungkinkan individu baik generasi belia maupun dewasa
buat sebagai individu yg bermoral, peduli, kritis, serta bertanggung jawab (Nieven, 1999; Rivers,
2016; Williams, 2017). Pendidikan karakter mewakili hubungan antara pengetahuan, nilai-nilai
serta keterampilan yang diperlukan buat kesuksesan dalam hidup. Pendidikan karakter menjadi
krusial serta perlu karena masyarakat modern sedang berjuang menggunakan tren disruptif mirip
rasisme, xenophobia, hoax, dan kekerasan. Pendidikan karakter bisa membantu individu
menciptakan karakter yg baik yang pada gilirannya dapat membantu membentuk rakyat yang
baik. Pilar nilai-
Pendidikan berbasis seni budaya tradisi dibutuhkan bisa menumbuhkan aspirasi dan
semangat generasi muda untuk membuatkan potensi lokal sebagai akibatnya kawasan induk
budayanya dapat tumbuh pesat sejalan dengan tuntutan globalisasi di era disrupsi. Bentuk seni
budaya tradisi di dalamnya ada kearifan lokal yg juga berfungsi membentuk insan untuk menjadi
lebih bijaksana dalam menjalani kehidupan. Pendidikan karakter melalui seni mempertemukan
disiplin lain menggunakan beserta-sama menyampaikan pengalaman belajar yg memperkaya
pengetahuan individu. seperti contohnya pada anakanak yang tidak nyaman berbicara tentang
subjek tertentu yg belum dapat sepenuhnya mengekspresikan diri, mereka belajar bagaimana
memakai seni untuk mengekspresikan emosi serta kesulitan mereka Seni membantu mereka
mengatasi problem yang ada dalam hayati mereka dan memberdayakan mereka buat mencapai
potensi maksimal . Hal tadi didukung sang argumentasi yg mengatakan bahwa tujuan dari
pendidikan ialah buat menciptakan individu yg efisien pada aneka macam mode ekspresi. Seni
yang artinya aktivitas kreatif harus mengambil penekanan inti dari pendidikan dan di anak-anak
kreativitas ialah aspek terpenting dan wajib didorong buat mereka mampu mengekspresikan diri.
Pendidikan karakter melalui seni membuka diri melalui kurikulum yg menekankan pada
pengembangan kemampuan estetik dan artistik peserta didik. Mata pelajaran seperti sejarah yg
dianggap membosankan sang siswa didesain lebih menarik dengan kegiatan bermain kiprah, juga
pengamatan langsung pertunjukan seni. Reog ialah galat satu bentuk seni tradisi jua digunakan
pada pendidikan, terutama pada mengajarkan kedisiplinan, rasa tanggung jawab, cinta tanah air,
dan motilitas tubuh (Ambarwangi & Suharto, 2014; Kartomi, 2016). Tarian sangat menarik dan
imersif dan adalah bahasa universal serta melintasi batas dan disparitas individu untuk
menyatukan kesatuan ragam budaya Indonesia serta menyampaikan kesan harmoni (Acolin,
2016; Roberts, 2016; Snoeyenbos & Knapp, 2018). Ilmu psikoanalisis pendidikan memahami
bahwa pengalaman langsung atas kenyataan berguna bagi pengetahuan serta pendidikan individu
(Csikszentmihalyi, 2014, 2018; Csikszentmihalyi, Latter, & Duranso, 2017). Hal tadi didukung
menggunakan pencerahan budaya yg berkembang wacana pentingnya pengalaman kesenian buat
individu. buat mendukung hal tersebut, adafokus di bentuk-bentuk pendidikan dalam ruangan
yang tak berwujud pada ruang kelas yang terlalu penekanan pada kognisi abstrak dengan
mengorbankan emosi, gerakan, serta proses lain yang berakar di interaksi tubuh-lingkungan
(Pickard, 2018; Tateo, 2014), yaitu melalui apresiasi seni tradisi Reog Ponorogo. Pendeskripsian
Reog Ponorogo bagi pendidikan adalah perujudan folklore ihwal singa dengan bulu-bulu merak
pada kepalanya. Ketika pertunjukan dihelat, para penonton tergoda menggunakan pertunjukan yg
ditampilkan, walau pada momen tersebut yg ditinjau hanya bentuk visual belum mengarah pada
tarian tradisional yang lebih asal sekedar seni pertunjukan. Reog Ponorogo juga memberikan
pendidikan relijiusitas dengan melibatkan tampilan supranatural yang menjadi aspek ikonik asal
Reog Ponorogo sehingga masyarakat Kabupaten Ponorogo melihatnya menjadi identitas mereka.
Selain soal relijiusitas, pendidikan tentang identitas nasional melalui folklore kesejarahan
juga tersampaikan melalui Reog Ponorogo. Folklore yg paling populer ihwal Reog Ponorogo
artinya ihwal Ki Ageng Kutu, seseorang punggawa Majapahit yang hidup pada abad ke-15 yang
bertugas pada periode raja terakhir Kerajaan Majapahit (Ambarwangi & Suharto, 2014; Kartomi,
2016). Selama periode ini, kerajaan Majapahit mulai pada masa kemunduran. Ki Ageng Kutu
meramalkan bahwa kedigdayaan kerajaan akan berakhir serta menetapkan buat meninggalkan
istana. hingga akhirnya dating di Ponorogo serta mendirikan sebuah forum buat mengajar seni
bela diri anak belia dan ilmu kejawen dengan harapan bahwa anak didik-muridnya akan
membawa kembali masa kejayaan Kerajaan Majapahit. namun demikian, jumlah pengikutnya
mungil dan tidak akan bisa mengambil kekuatan tentara Majapahit. sang karena itu, buat
memberikan pesannya kepada khalayak yg lebih luas, serta buat mendapatkan dukungan mereka,
Ki Ageng Kutu merancang Reog Ponorogo. taktik ini berhasil, serta tariannya sebagai sangat
populer pada kalangan rakyat Ponorogo. Raja Majapahit sadar akansituasi ini dan sebuah
pasukan dikirim buat melawan Ki Ageng Kutu serta para pengikutnya. Meskipun sekolah
musnah, para kolega dan budayawan terus mempraktikkan Reog Ponorogo secara rahasia.
Seiring berkembangnya zaman, alur cerita pada Reog Ponorogo ditambahkan beserta
menggunakan karakter baru berasal cerita masyarakat Ponorogo. Reog Ponorogo akhirnya
menjadi tarian tradisional penduduk Ponorogo dan menjadi ciri-ciri budaya Kabupaten
Ponorogo. dari pembagian terstruktur mengenai tadi, tentunya semakin menunjukkan bahwa
pendidikan nasionalisme kearifan local dapat dijelaskan menggunakan baik oleh pertunjukan
Reog Ponorogo. Metafor-metafor menjadi symbol aspek yang akan dijelaskan kepada rakyat
disimbolisasikan menggunakan baik. contohnya, pada pertunjukan Reog Ponorogo ada sejumlah
karakter pada bentuk tarian tradisional yang salah satunya ialah jathil, yang mewakili pasukan
Kerajaan Majapahit. Secara tradisional, penari pria menggunakan penampilan feminimlah yg
memainkan kiprah ini walaupun waktu ini perempuan memilik andil pada memainkan peran ini.
Simbolisme lain dari Reog Ponorogo juga bisa dipandang pada karakter Singa Barong, sosok
singa yang seram menggunakan bulu-bulu merak pada kepalanya. Singa mewakili raja
Majapahit,
Hal ini dimaksudkan sebagai kritik terhadap raja, yang meskipun terlihat garang tetapi
dikendalikan oleh ratu. Sang karena itu, pendidikan gender turut masuk pada simbolisasi yang
ada dalam Reog Ponorogo. terdapat juga dhadak merak yg ialah kombinasi berasal 3 jiwa yaitu
manusia, harimau, serta merak yg melambangkan kemewahan dan kemuliaan dengan pesan
bahwa kekuatan insan tertinggi ada di raja yang dilambangkan sang harimau, sedangkan buat
burung merak dibenarkan menjadi hewan peliharaan ilahi yg begitu agung buat kegiatan
keagamaan (al Faruqi, 2015; Arifani, 2010; Krismawati, Warto, & Suryani, 2018). Lebih lanjut,
nilai-nilai kepercayaan dalam Reog Ponorogo disampaikan melalui seperangkat gamelan yang
dipergunakan pada pertunjukannya yg berisi pesan atau nilai buat mengajak seorang supaya
selalu mempercayai kekuatan yang kuasa yg Maha Kuasa. setelah menyebutkan pengantar
pendidikan melalui Reog Ponorogo, maka berlanjut di transformasi serta pengalamanpengalaman
yang terdapat di dalam pertunjukannya.
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif anlitis. Metode ini
dilakukan dengan cara mencari dan menentukan bahan, lalu mendeskripsikan faktafakta yang
kemudian disusul dengan menganalisis. Bahan penelitian ini adalah novel Alun Samudra Rasa
karya Ardini Pangastuti Bn. Selanjutnya akan dijabarkan dan dianalisis mengenai ketidakadilan
gender yang terjadi pada tokoh Intan dalam novel tersebut. Tokoh Intan dan tokoh-tokoh lainnya
yang berrhubungan dengan analisis yang ada akan dianalisis dengan menggunakan perspektif
gender.
KESIMPULAN
Pendidikan karakter melalui seni membuka diri melalui kurikulum yg menekankan pada
pengembangan kemampuan estetik dan artistik peserta didik. Mata pelajaran seperti sejarah yg
dianggap membosankan sang siswa didesain lebih menarik dengan kegiatan bermain kiprah, juga
pengamatan langsung pertunjukan seni. Budaya bisa didefinisikan menjadi warisan sosial dari
komunitas atau rakyat yang terorganisir yg merupakan pola tanggapan yg sudah ditemukan dan
ditemukan saat gerombolan telah berinteraksi yg ialah kombinasi dari kepercayaan , istiadat,
kepercayaan , serta seni. Refleksi proses kreatif ini mendorong individu buat mengamati,
menulis, merefleksikan, mendiskusikan, mengevaluasi, dan menyampaikan rekomendasi. Lebih
lanjut, berpijak di pernyataan ihwal bagaimana seseorang mengembangkan pengetahuan tidak
bisa dipisahkan berasal bagaimana cara belajar, maka pelaku Reog Ponorogo mengungkapkan
bahwa mereka mengalamimomen-momen pedagogis transformative serta pergeseran
pengetahuan pedagogis waktu mempelajari Reog Ponorogo Pergeseran pada pengetahuan
pedagogis tak jarang melalui mengalami momen pembelajaran transformatif yg berkaitan
menggunakan pengalaman estetis individu.
DAFTAR PUSTAKA
Arisyanto, P., Untari, M. F. A., & Sundari, R. S. (2019). Struktur Pertunjukan dan
Interaksi Simbolik Barongan Kusumojoyo di Demak. Gondang: Jurnal Seni Dan Budaya.
https://doi.org/10.24114/gondang.v3i2.13 921
Baxter, Leslie A. & Babbie, E. (2018). The Basic of Communication Research. In Journal
of Chemical Information and Modeling. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415 324.004
Milawaty. (2019). Watu Semar: Sebuah Refleksi Pemikiran Dan Budaya Lokal
Masyarakat Sambongrejo, Bojonegoro. Jurnal Masyarakat & Budaya, 21(3), 371–382.
https://doi.org/ttp://dx.doi.org/10.14203/j mb.v21i3.777
Yurisma, D. Y., EBW, A., & Sachari, A. (2015). KESENIAN TRADISI REOG
SEBAGAI PEMBENTUK CITRA PONOROGO. VISUALITA.
https://doi.org/10.33375/vslt.v7i1.1081
Bonar, Silitonga. 2020. Tantangan Globalisasi, Peran Negara, dan Implikasinya terhadap
Aktualisasi Nilai-Nilai Ideologi Negara. Jurnal Civics: Media Kajian Kewarganegaraan Vol. 17
No.1.
Kurnianto, Rido, dan Lestaini, Niken. (2015). Nilai-Nilai Edukasi dalam Seni Reyog
Ponorogo. Jurnal el Harakah Vol.17 No.2, Universitas Muhammadiyah Ponorogo.
Bowen, D. H., & Kisida, B. (2017). The Art of Partnerships: Community Resources for
Arts Education. The Phi Delta Kappan, 98(7), 8–14.
Csikszentmihalyi, M., Latter, P., & Duranso, C. W. (2017). Running Flow. London:
Human Kinetics.
Williams, M. K. (2017). John Dewey in the 21 st Century. Journal of Inquiry & Action in
Education, 9(1), 91–102.