Anda di halaman 1dari 16

TUGAS MAKALAH

KERAGAMAN BUDAYA REOG


PONOROGO

Disusun oleh:
Susilowati
1201515068

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SURAKARTA
2016
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keragaman budaya atau “cultural diversity” adalah keniscayaan yang ada


di bumi Indonesia. Keragaman budaya di Indonesia adalah sesuatu yang
tidak dapat dipungkiri keberadaannya. Dalam konteks pemahaman
masyarakat majemuk, selain kebudayaan kelompok suku bangsa,
masyarakat Indonesia juga terdiri dari berbagai kebudayaan daerah
bersifat kewilayahan yang merupakan pertemuan dari berbagai
kebudayaan kelompok suku bangsa yang ada didaerah tersebut. Dengan
jumlah penduduk 200 juta orang dimana mereka tinggal tersebar dipulau-
pulau di Indonesia. Mereka juga mendiami dalam wilayah dengan
kondisi geografis yang bervariasi. Mulai dari pegunungan, tepian hutan,
pesisir, dataran rendah, pedesaan, hingga perkotaan. Hal ini juga
berkaitan dengan tingkat peradaban kelompok-kelompok suku bangsa
dan masyarakat di Indonesia yang berbeda. Pertemuan-pertemuan dengan
kebudayaan luar juga mempengaruhi proses asimilasi kebudayaan yang
ada di Indonesia sehingga menambah ragamnya jenis kebudayaan yang
adadi Indonesia. Kemudian juga berkembang dan meluasnya agama-
agama besar di Indonesia turut mendukung perkembangan kebudayaan
Indonesia sehingga mencerminkan kebudayaan agama tertentu. Bisa
dikatakan bahwa Indonesia adalah salah satu negara dengan tingkat
keaneragaman budaya atau tingkat heterogenitasnya yang tinggi. Tidak
saja keanekaragaman budaya kelompok suku bangsa namun juga
keanekaragaman budaya dalam konteks peradaban, tradsional hingga ke
modern, dan kewilayahan. Dengan keanekaragaman kebudayaannya
Indonesia dapat dikatakan mempunyai keunggulan dibandingkan dengan
negara lainnya. Indonesia mempunyai potret kebudayaan yang lengkap
dan bervariasi. Dan tak kalah pentingnya, secara sosial budaya dan
politik masyarakat Indonesia mempunyai jalinan sejarah dinamika
interaksi antar kebudayaan yang dirangkai sejak dulu. Interaksi antar
kebudayaan dijalin tidak hanya meliputi antar kelompok suku bangsa
yang berbeda, namun juga meliputi antar peradaban yang ada di dunia.
Labuhnya kapal-kapal Portugis di Banten pada abad pertengahan
misalnya telah membuka diri Indonesia pada lingkup pergaulan dunia
internasional pada saat itu. Hubungan antar pedagang gujarat dan pesisir
jawa juga memberikan arti yang penting dalam membangun interaksi
antar peradaban yang ada di Indonesia. Singgungan-singgungan
peradaban ini pada dasarnya telah membangun daya elasitas bangsa
Indonesia dalam berinteraksi dengan perbedaan. Disisi yang lain bangsa
Indonesia juga mampu menelisik dan mengembangkan budaya lokal
ditengah-tengah singgungan antar peradaban itu. Sehingga tidak salah
jika Indonesia dikatakan sebagai pusat peradaban dunia, sebagaimana
banyak para peneliti barat yang telah mengungkap hal itu. Dengan tulisan
singkat ini, kami mencoba untuk mebahas keragaman budaya yang
sangat luas ini, berharap menemukan pemahaman yang kiranya bisa
membantu dalam proses belajar kita semua.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengertian tentang kebudayaan?


2. Bagaimana budaya reog ponorogo di Indonesia?

C. TUJUAN PENULISAN
Makalah ini disusun bertujuan untuk menambah pengertian dan
membuat pembaca menjadi tahu akan kebudayaan di Indonesia
khususnya Reog Ponorogo. Masyarakat diharapkan mencintai
kebudayaan Indonesia.
BAB II
LANDASAN TEORI
BAB III
PEMBAHASAN

A.Pengertian Kebudayaan

Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks,


abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif.
Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial
manusia. Dengan demikian, budayalah yang menyediakan suatu kerangka yang
koheren untuk mengorganisasikan aktivitas seseorang dan memungkinkannya
meramalkan perilaku orang lain.
Pengertian Kebudayaan
Kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti budi atau akal.
Kebudayaan adalah hasil dari cipta, rasa dan karsa manusia.
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits
dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat
dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu
sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.
Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu
generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic.
Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai
sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial,
religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik
yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang
kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian,
moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat
seseorang sebagai anggota masyarakat.
Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana
hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan
adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem
ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan
sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.
Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh
manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang
bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi
sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu
manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
Kebudayan menurut wujudnya digolongkan menjadi tiga macam yaitu :
a. kebudayaan berwujud abstrak
b. kebudayaan berwujud konkret; dan
c. kebudayaan berwujud benda (fisik).

B. Kebudayaan Reog Ponorogo

Reog ponorogo merupakan salah satu seni tarian di Jawa Timur yang sampai saat
ini masih terus di lestarikan. Reog ini merupakan kebudayaan dan kesenian asli
Indonesia. Memang budaya dan seni ini sering dikaitkan dengan hal-hal yang
berbau mistis, oleh karenanya tak jarang sering dihubungkan dengan dunia
kekuatan spiritual bahkan dunia hitam.

Lepas dari hal itu, Reog Ponorogo ini oleh masyarakat biasanya sering
dipentaskan saat acara pernikahan, khitanan, hari-hari besar nasional, dan juga
festival tahunan yang diadakan oleh pemerintah setempat. Festival yang diadakan
oleh pemerintah tersebut terdiri dari Festival Reog Mini Nasinonal, Festival Reog
Nasional dan juga pertunjukan pada bulan purnama yang bertempat di alun-alun
ponorogo. Sedangkan Festival Reog Nasional itu selalu diadakan saat akan
memasuki bulan Maharam atau yang sering dalam tradisi Jawa itu biasa di sebut
dengan bulan Suro. Pementasan reog ponorogo merupakan rangkaian dari acara
Grebeg Suro atau juga dalam rangka ulang tahun kota Ponorogo.

Dalam rangka menyambut tahun baru islam atau yang sering dikenal dengan
sebutan tanggal satu Suro, pemerintah kabupaten Ponorogo mengadakan event
budaya terbesar di Ponorogo yaitu Grebeg Suro. Saat Grebeg Suro berlangsung,
biasanya saat pementasan kesenian Reog Ponorogo itu selalu dibanjiri penonton
baik dari semua penjuru Ponorogo, bahkan karena pagelaran kesenian ini bertaraf
nasional, tak jarang wisatawan dari luar daerah Ponorogo bahkan dari luar negeri
pun turut hadir untuk melihat acara pagelaran kesenian Reog Ponorogo ini. Hal
inipun dimanfaatkan oleh pemerintah daerah Ponorogo sebagai salah satu senjata
andalan untuk meningkatkan daya tarik wisata Ponorogo itu sendiri.

Selain festival Grebeg Suro, Festival Reog Mini tingkat nasional juga bisa
menyedot antusias para wisatawan. Seluruh peserta yang mengikutinya
merupakan generisa muda, rata-rata mereka masih duduk dibangku sekolah
setingkat SD atau SMP. Salah satu tujuan dari festival Reog Mini tingkat nasional
adalah untuk tetap menjaga kesenian ini terus berlangsung turun temurun, karena
generasi muda inilah kelak yang akan meneruskan kesenian Rog ini. Semua pola
kegiatan yang ada di festival Reog Mini hampir sama dengan Festival Reog
Nasional, yang membedakannya hanya pada peserta sera waktu pelaksanaannya
saja. Waktu pelaksanaan Festival Reog Mini ini pada bulan Agustus.

Rangkaian pementasan kesenian Reog yang lainnya dan tak kalah seru dari
pementasan sebelumnya yaitu pementasan atau pertunjukan Reog Bulan Purnama.
Pertunjukan ini selalu rutin dilaksanakan bertepatan dengan adanya malam bulan
purnama. Biasanya peserta yang ikut dalam pentas ini merupakan grup-grup lokal
perwakilan dari kecamatannya masing-masing. Selain itu dalam pementasan ini
juga sering dijumpai beberapa pertunjukan tari garapan yang berasal dari sanggar
seni yang ada di Ponorogo.

Sejarah Reog Ponoro


Banyak cerita yang berbeda-beda akan sejarah Reog Ponorog oitu hadir, namun
cerita yang paling populer dan berkembang di masyarakat adalah cerita tentang
pemberontakan dan perlawanan seorang abdi kerajaan yang bernama ki Ageng
Kutu Suryonggalan pada masa kerajaan Majapahit Bhre Kerthabumi. Bhe
Kertabumi itu sendiri adalah raja Majapahit yang berkuasa sekitar abad ke-15.

Di ceritakan sang raja sangat korup dan bertindak dzhalim kepada rakyatnya, hal
ini membuat seorang Ki Ageng Kutu marah kepada sang raja. Apalagi didapati
permaisuri sang raja yang keterunan cina mempunyai pengaruh kuat pada
kerajaan. Selain itu, sahabat permaisuri yang masih keturunan Cina mengatur
segala gerak-geriknya. Saat itu Ki Ageng Kutu berpendapat, kekuasaan kerajanan
Majapahit akan segera berakhir jika hal ini terus dibiarkan begitu saja. Kemudian
dia akhirnya meninggalkan sang raja dan mendirikan sebuah perguruan yang
didalamnya mengajarkan seni bela diri, ilmu kekebalan diri kepada anak-anak
muda. Dia berharap, kelak anak-anak muda ini akan membuat kebangkitan
kerajaan Majapahit seperti sedia kala dan bisa melawan terhadap kerajaan Bhre
Kerthabumi.

Namun Ki Ageng Kutu juga menyadari, pasukan yang dia bangun masih terlalu
kecil dan belum terlalu kuat untuk mmelakukan perlawanan terhadap pasukan
kerajaan. Oleh karenanya, Ki Agung hanya mampu memanfaatkan kepopuleram
Reog. Seni Reog ini dimanfaatkan oleh Ki Agung sebagai sarana untuk
mengumpulkan massa sebagai perlawanan terhadap kerajaan. Selain itu, hal ini
dilakukan oleh Ki Agung sebagai sarana komunikasi utuk menyindir penguasa
pada waktu itu.

Dalam pertunjukan Reog, ditampilkan sebuah topeng berbentuk kepala singa yang
biasa dikenal “Singa Barong”. Selanjutnya ada juga topeng yang berbentuk raja
hutan yang dijadikan simbol untu Kerthabumi. Di atas topeng-topeng itu
ditancapkan pula bulu-bulu merak sehingga seperti kipas raksasa yang
melambangkan pengaruh kuat para kerabat cinanya.
Jatilan dimainkan oleh kelompok penari gemblak yang menunggani kuda-kudaan
yang menjadi lambang kekuatan pasukan kerajaan Majapahit. Hal ini menjadi
perbandingan terbalik dengan kekuatan warok yang meraka memakai topeng
badut merah yang menjadi lambang Ki Ageng Kutu. Jathilan sendiri adalah tarian
yang menceritakan ketangkasan prajurit berkuda yang sedang berlatih, tokoh ini
disebut dengan Jathil. Sedangkan warok adalah orang yang mempunyai tekad suci
yang memberikan perlindungan dan tuntunan tanpa mengharap pamrih.

Pementasan Reog Ponorogo

Reog modern biasanya dipentaskan dalam beberapa peristiwa seperti pernikahan,


khitanan dan hari-hari besar Nasional. Seni Reog Ponorogo terdiri dari beberapa
rangkaian 2 sampai 3 tarian pembukaan. Tarian pertama biasanya dibawakan oleh
6-8 pria gagah berani dengan pakaian serba hitam, dengan muka dipoles warna
merah. Para penari ini menggambarkan sosok singa yang pemberani. Berikutnya
adalah tarian yang dibawakan oleh 6-8 gadis yang menaiki kuda..

1. Tarian pembuka

Pada reog tradisionil, penari ini biasanya diperankan oleh penari laki-laki yang
berpakaian wanita. Tarian ini dinamakan tari jaran kepang, yang harus dibedakan
dengan seni tari lain yaitu tari kuda lumping. Tarian pembukaan lainnya jika ada
biasanya berupa tarian oleh anak kecil yang membawakan adegan lucu

2. Tarian Inti

Setelah tarian pembukaan selesai, baru ditampilkan adegan inti yang isinya
bergantung kondisi dimana seni reog ditampilkan. Jika berhubungan dengan
pernikahan maka yang ditampilkan adalah adegan percintaan. Untuk hajatan
khitanan atau sunatan, biasanya cerita pendekar,
Adegan dalam seni reog biasanya tidak mengikuti skenario yang tersusun rapi.
Disini selalu ada interaksi antara pemain dan dalang (biasanya pemimpin
rombongan) dan kadang-kadang dengan penonton. Terkadang seorang pemain
yang sedang pentas dapat digantikan oleh pemain lain bila pemain tersebut
kelelahan. Yang lebih dipentingkan dalam pementasan seni reog adalah
memberikan kepuasan kepada penontonnya.

3. Tarian Penutup

Adegan terakhir adalah singa barong, dimana pelaku memakai topeng berbentuk
kepala singa dengan mahkota yang terbuat dari bulu burung merak. Berat topeng
ini bisa mencapai 50-60 kg. Topeng yang berat ini dibawa oleh penarinya dengan
gigi. Kemampuan untuk membawakan topeng ini selain diperoleh dengan latihan
yang berat, juga dipercaya diproleh dengan latihan spiritual seperti puasa dan tapa

C. Asal-usul kesenian Reog Ponorogo


Pada dasarnya ada lima versi cerita populer yang berkembang di masyarakat
tentang asal-usul Reog dan Warok namun salah satu cerita yang paling terkenal
adalah cerita tentang pemberontakan Ki Ageng Kutu, seorang abdi kerajaan pada
masa Bhre Kertabhumi, Raja Majapahit terakhir yang berkuasa pada abad ke-15.
Ki Ageng Kutu murka akan pengaruh kuat dari pihak rekan Cina rajanya dalam
pemerintahan dan prilaku raja yang korup, ia pun melihat bahwa kekuasaan
Kerajaan Majapahit akan berakhir. Ia lalu meninggalkan sang raja dan mendirikan
perguruan dimana ia mengajar anak-anak muda seni bela diri, ilmu kekebalan diri,
dan ilmu kesempurnaan dengan harapan bahwa anak-anak muda ini akan menjadi
bibit dari kebangkitan lagi kerajaan Majapahit kelak. Sadar bahwa pasukannya
terlalu kecil untuk melawan pasukan kerajaan maka pesan politis Ki Ageng Kutu
disampaikan melalui pertunjukan seni Reog, yang merupakan "sindiran" kepada
Raja Bra Kertabumi dan kerajaannya. Pagelaran Reog menjadi cara Ki Ageng
Kutu membangun perlawanan masyarakat lokal menggunakan kepopuleran Reog.
Dalam pertunjukan Reog ditampilkan topeng berbentuk kepala singa yang dikenal
sebagai "Singa Barong", raja hutan, yang menjadi simbol untuk Kertabumi, dan
diatasnya ditancapkan bulu-bulu merak hingga menyerupai kipas raksasa yang
menyimbolkan pengaruh kuat para rekan Cinanya yang mengatur dari atas segala
gerak-geriknya. Jatilan, yang diperankan oleh kelompok penari gemblak yang
menunggangi kuda-kudaan menjadi simbol kekuatan pasukan Kerajaan Majapahit
yang menjadi perbandingan kontras dengan kekuatan warok, yang berada dibalik
topeng badut merah yang menjadi simbol untuk Ki Ageng Kutu, sendirian dan
menopang berat topeng singabarong yang mencapai lebih dari 50kg hanya dengan
menggunakan giginya . Populernya Reog Ki Ageng Kutu akhirnya menyebabkan
Kertabumi mengambil tindakan dan menyerang perguruannya, pemberontakan
oleh warok dengan cepat diatasi, dan perguruan dilarang untuk melanjutkan
pengajaran akan warok. Namun murid-murid Ki Ageng kutu tetap
melanjutkannya secara diam-diam. Walaupun begitu, kesenian Reognya sendiri
masih diperbolehkan untuk dipentaskan karena sudah menjadi pertunjukan
populer diantara masyarakat, namun jalan ceritanya memiliki alur baru dimana
ditambahkan karakter-karakter dari cerita rakyat Ponorogo yaitu Kelono
Sewondono, Dewi Songgolangit, and Sri Genthayu.
Versi resmi alur cerita Reog Ponorogo kini adalah cerita tentang Raja Ponorogo
yang berniat melamar putri Kediri, Dewi Ragil Kuning, namun ditengah
perjalanan ia dicegat oleh Raja Singabarong dari Kediri. Pasukan Raja
Singabarong terdiri dari merak dan singa, sedangkan dari pihak Kerajaan
Ponorogo Raja Kelono dan Wakilnya Bujanganom, dikawal oleh warok (pria
berpakaian hitam-hitam dalam tariannya), dan warok ini memiliki ilmu hitam
mematikan. Seluruh tariannya merupakan tarian perang antara Kerajaan Kediri
dan Kerajaan Ponorogo, dan mengadu ilmu hitam antara keduanya, para penari
dalam keadaan 'kerasukan' saat mementaskan tariannya .
Hingga kini masyarakat Ponorogo hanya mengikuti apa yang menjadi warisan
leluhur mereka sebagai pewarisan budaya yang sangat kaya. Dalam
pengalamannya Seni Reog merupakan cipta kreasi manusia yang terbentuk adanya
aliran kepercayaan yang ada secara turun temurun dan terjaga. Upacaranya pun
menggunakan syarat-syarat yang tidak mudah bagi orang awam untuk
memenuhinya tanpa adanya garis keturunan yang jelas. mereka menganut garis
keturunan Parental dan hukum adat yang masih berlaku.

D. Perlengkapan alat musik kesenian Reog Ponorogo

Dahulu, peralatan pengiring Kesenian Reog di Pakutandang terdiri atas: kendang,


goong buyung (terbuat dari drum), serta angklung, dengan lagu-lagu di antaranya
beijudul Awi Ngarambat, Keretegan, Kembang Asih, serta Tarompet. Peralatan
tersebut, dahulu dibuat sendiri oleh orang tua mereka. Adapun 1 sekarang,
peralatan pengiring Kesenian Reog ini berupa: dogdog, kendang, gong besar dan
kecil, tarompet, kecrek, serta angklung, dengan lagu-lagunya yang sering
dibawakan berjudul Banda Urang serta Adu Manis

E. Pemain Reog Ponorogo

Dahulu, pemain Reog berjumlah empat belas orang untuk dua babak permainan,
dengan satu kali permainan terdiri atas empat orang pemain, lima orang nayaga,
serta seorang cadangan. Setelah selesai babak pertama yang berlangsung selama
lebih kurang dua setengah jam, kemudian diganti oleh empat orang pemain
lainnya. Namun dewasa ini, kelompok Reog beranggotakan lima orang sebagai
nayaga, seorang sebagai cadangan, dan empat orang sebagai pemain. Dengan
tidak adanya pemain pengganti, maim permainan hanya dilakukan satu babak,
dengan pertimbangan bahwa setiap pemain hanya mampu bermain selama lebih
kurang dua setengah jam.
Bagi setiap anggota kelompok kesenian ini, ada pantangan atau tabu "ada main"
dengan perempuan sebab akan berakibat hancurnya karir. Oleh karena itu, jika
hendak pentas setiap anggota dilarang keluar/berkeliaaran di luar tempat pentas.
Selain itu, ada tradisi yang masih berlanjut sampai sekarang yaitu apabila hendak
pentas, pemimpin rombongan melaksanakan ngukus (membakar kemenyan)
terlebih dahulu. Adat ini dilakukan mengikuti adat orang tuanya. Perlengkapan
untuk ngukus berupa sesajen diantaranya terdiri atas: air kopi, rujak, bunga-
bunga, serta serutu yang merupakan kesukaan karuhun (leluhur). Ngukus ini
dimaksudkan untuk menjaga keselamatan agar tidak terkena gangguan mahluk
gaib. Sedangkan usaha untuk menarik banyak penggetnar diupayakan dengan
pembacaan mantra.
Pakaian yang dipakai untuk penari Reog Ponorogo berupa kampret, sarung, ikat
kepala, serta celana panjang hitam.

Tanggapan masyarakat terhadap kesenian Reog Ponorogo

Hingga kini masyarakat Ponorogo hanya mengikuti apa yang menjadi warisan
leluhur mereka sebagai pewarisan budaya yang sangat kaya. Dalam
pengalamannya Seni Reog merupakan cipta kreasi manusia yang terbentuk adanya
aliran kepercayaan yang ada secara turun temurun dan terjaga. Upacaranya pun
menggunakan syarat-syarat yang tidak mudah bagi orang awam untuk
memenuhinya tanpa adanya garis keturunan yang jelas. mereka menganut garis
keturunan Parental dan hukum adat yang masih berlaku.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Beraneka budaya dalam Indonesia dimana masing – masing mempunyai
seni budaya tradisional yang khas sesuai daerah masing – masing. Sa;ah satu ciri
khas tradisional di Indonesia yang sering di klaim oleh Negara tetangga adalah
reog ponorogo. Reog ponorogo digunakan sebagai pengikat pergaulan social
Indonesia dalam masyarakat, arakan pengantin pada acara perkawinan, dan asset
wisata Indonesia.
B. SARAN

Sebagai masyarakat generasi Indonesia, kita harus menjaga dan


melestarikan penionggalan kebudayaan Indonesia dan jangan malu untuk belajar
dan mempromosikan kedunia internasional agar Negara tetangga tau bahwa inilah
budaya Indonesia yang di miliki Indonesia dan tidak di klain oleh bangsa asing.
DAFTAR PUSTAKA

www.Google.com

www.Wikipedia.com

Paguyuban Seni Tunggal Budoyo suroboyo jalan pacar keling no 111 surabaya

Anda mungkin juga menyukai