Disusun oleh:
Susilowati
1201515068
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SURAKARTA
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. TUJUAN PENULISAN
Makalah ini disusun bertujuan untuk menambah pengertian dan
membuat pembaca menjadi tahu akan kebudayaan di Indonesia
khususnya Reog Ponorogo. Masyarakat diharapkan mencintai
kebudayaan Indonesia.
BAB II
LANDASAN TEORI
BAB III
PEMBAHASAN
A.Pengertian Kebudayaan
Reog ponorogo merupakan salah satu seni tarian di Jawa Timur yang sampai saat
ini masih terus di lestarikan. Reog ini merupakan kebudayaan dan kesenian asli
Indonesia. Memang budaya dan seni ini sering dikaitkan dengan hal-hal yang
berbau mistis, oleh karenanya tak jarang sering dihubungkan dengan dunia
kekuatan spiritual bahkan dunia hitam.
Lepas dari hal itu, Reog Ponorogo ini oleh masyarakat biasanya sering
dipentaskan saat acara pernikahan, khitanan, hari-hari besar nasional, dan juga
festival tahunan yang diadakan oleh pemerintah setempat. Festival yang diadakan
oleh pemerintah tersebut terdiri dari Festival Reog Mini Nasinonal, Festival Reog
Nasional dan juga pertunjukan pada bulan purnama yang bertempat di alun-alun
ponorogo. Sedangkan Festival Reog Nasional itu selalu diadakan saat akan
memasuki bulan Maharam atau yang sering dalam tradisi Jawa itu biasa di sebut
dengan bulan Suro. Pementasan reog ponorogo merupakan rangkaian dari acara
Grebeg Suro atau juga dalam rangka ulang tahun kota Ponorogo.
Dalam rangka menyambut tahun baru islam atau yang sering dikenal dengan
sebutan tanggal satu Suro, pemerintah kabupaten Ponorogo mengadakan event
budaya terbesar di Ponorogo yaitu Grebeg Suro. Saat Grebeg Suro berlangsung,
biasanya saat pementasan kesenian Reog Ponorogo itu selalu dibanjiri penonton
baik dari semua penjuru Ponorogo, bahkan karena pagelaran kesenian ini bertaraf
nasional, tak jarang wisatawan dari luar daerah Ponorogo bahkan dari luar negeri
pun turut hadir untuk melihat acara pagelaran kesenian Reog Ponorogo ini. Hal
inipun dimanfaatkan oleh pemerintah daerah Ponorogo sebagai salah satu senjata
andalan untuk meningkatkan daya tarik wisata Ponorogo itu sendiri.
Selain festival Grebeg Suro, Festival Reog Mini tingkat nasional juga bisa
menyedot antusias para wisatawan. Seluruh peserta yang mengikutinya
merupakan generisa muda, rata-rata mereka masih duduk dibangku sekolah
setingkat SD atau SMP. Salah satu tujuan dari festival Reog Mini tingkat nasional
adalah untuk tetap menjaga kesenian ini terus berlangsung turun temurun, karena
generasi muda inilah kelak yang akan meneruskan kesenian Rog ini. Semua pola
kegiatan yang ada di festival Reog Mini hampir sama dengan Festival Reog
Nasional, yang membedakannya hanya pada peserta sera waktu pelaksanaannya
saja. Waktu pelaksanaan Festival Reog Mini ini pada bulan Agustus.
Rangkaian pementasan kesenian Reog yang lainnya dan tak kalah seru dari
pementasan sebelumnya yaitu pementasan atau pertunjukan Reog Bulan Purnama.
Pertunjukan ini selalu rutin dilaksanakan bertepatan dengan adanya malam bulan
purnama. Biasanya peserta yang ikut dalam pentas ini merupakan grup-grup lokal
perwakilan dari kecamatannya masing-masing. Selain itu dalam pementasan ini
juga sering dijumpai beberapa pertunjukan tari garapan yang berasal dari sanggar
seni yang ada di Ponorogo.
Di ceritakan sang raja sangat korup dan bertindak dzhalim kepada rakyatnya, hal
ini membuat seorang Ki Ageng Kutu marah kepada sang raja. Apalagi didapati
permaisuri sang raja yang keterunan cina mempunyai pengaruh kuat pada
kerajaan. Selain itu, sahabat permaisuri yang masih keturunan Cina mengatur
segala gerak-geriknya. Saat itu Ki Ageng Kutu berpendapat, kekuasaan kerajanan
Majapahit akan segera berakhir jika hal ini terus dibiarkan begitu saja. Kemudian
dia akhirnya meninggalkan sang raja dan mendirikan sebuah perguruan yang
didalamnya mengajarkan seni bela diri, ilmu kekebalan diri kepada anak-anak
muda. Dia berharap, kelak anak-anak muda ini akan membuat kebangkitan
kerajaan Majapahit seperti sedia kala dan bisa melawan terhadap kerajaan Bhre
Kerthabumi.
Namun Ki Ageng Kutu juga menyadari, pasukan yang dia bangun masih terlalu
kecil dan belum terlalu kuat untuk mmelakukan perlawanan terhadap pasukan
kerajaan. Oleh karenanya, Ki Agung hanya mampu memanfaatkan kepopuleram
Reog. Seni Reog ini dimanfaatkan oleh Ki Agung sebagai sarana untuk
mengumpulkan massa sebagai perlawanan terhadap kerajaan. Selain itu, hal ini
dilakukan oleh Ki Agung sebagai sarana komunikasi utuk menyindir penguasa
pada waktu itu.
Dalam pertunjukan Reog, ditampilkan sebuah topeng berbentuk kepala singa yang
biasa dikenal “Singa Barong”. Selanjutnya ada juga topeng yang berbentuk raja
hutan yang dijadikan simbol untu Kerthabumi. Di atas topeng-topeng itu
ditancapkan pula bulu-bulu merak sehingga seperti kipas raksasa yang
melambangkan pengaruh kuat para kerabat cinanya.
Jatilan dimainkan oleh kelompok penari gemblak yang menunggani kuda-kudaan
yang menjadi lambang kekuatan pasukan kerajaan Majapahit. Hal ini menjadi
perbandingan terbalik dengan kekuatan warok yang meraka memakai topeng
badut merah yang menjadi lambang Ki Ageng Kutu. Jathilan sendiri adalah tarian
yang menceritakan ketangkasan prajurit berkuda yang sedang berlatih, tokoh ini
disebut dengan Jathil. Sedangkan warok adalah orang yang mempunyai tekad suci
yang memberikan perlindungan dan tuntunan tanpa mengharap pamrih.
1. Tarian pembuka
Pada reog tradisionil, penari ini biasanya diperankan oleh penari laki-laki yang
berpakaian wanita. Tarian ini dinamakan tari jaran kepang, yang harus dibedakan
dengan seni tari lain yaitu tari kuda lumping. Tarian pembukaan lainnya jika ada
biasanya berupa tarian oleh anak kecil yang membawakan adegan lucu
2. Tarian Inti
Setelah tarian pembukaan selesai, baru ditampilkan adegan inti yang isinya
bergantung kondisi dimana seni reog ditampilkan. Jika berhubungan dengan
pernikahan maka yang ditampilkan adalah adegan percintaan. Untuk hajatan
khitanan atau sunatan, biasanya cerita pendekar,
Adegan dalam seni reog biasanya tidak mengikuti skenario yang tersusun rapi.
Disini selalu ada interaksi antara pemain dan dalang (biasanya pemimpin
rombongan) dan kadang-kadang dengan penonton. Terkadang seorang pemain
yang sedang pentas dapat digantikan oleh pemain lain bila pemain tersebut
kelelahan. Yang lebih dipentingkan dalam pementasan seni reog adalah
memberikan kepuasan kepada penontonnya.
3. Tarian Penutup
Adegan terakhir adalah singa barong, dimana pelaku memakai topeng berbentuk
kepala singa dengan mahkota yang terbuat dari bulu burung merak. Berat topeng
ini bisa mencapai 50-60 kg. Topeng yang berat ini dibawa oleh penarinya dengan
gigi. Kemampuan untuk membawakan topeng ini selain diperoleh dengan latihan
yang berat, juga dipercaya diproleh dengan latihan spiritual seperti puasa dan tapa
Dahulu, pemain Reog berjumlah empat belas orang untuk dua babak permainan,
dengan satu kali permainan terdiri atas empat orang pemain, lima orang nayaga,
serta seorang cadangan. Setelah selesai babak pertama yang berlangsung selama
lebih kurang dua setengah jam, kemudian diganti oleh empat orang pemain
lainnya. Namun dewasa ini, kelompok Reog beranggotakan lima orang sebagai
nayaga, seorang sebagai cadangan, dan empat orang sebagai pemain. Dengan
tidak adanya pemain pengganti, maim permainan hanya dilakukan satu babak,
dengan pertimbangan bahwa setiap pemain hanya mampu bermain selama lebih
kurang dua setengah jam.
Bagi setiap anggota kelompok kesenian ini, ada pantangan atau tabu "ada main"
dengan perempuan sebab akan berakibat hancurnya karir. Oleh karena itu, jika
hendak pentas setiap anggota dilarang keluar/berkeliaaran di luar tempat pentas.
Selain itu, ada tradisi yang masih berlanjut sampai sekarang yaitu apabila hendak
pentas, pemimpin rombongan melaksanakan ngukus (membakar kemenyan)
terlebih dahulu. Adat ini dilakukan mengikuti adat orang tuanya. Perlengkapan
untuk ngukus berupa sesajen diantaranya terdiri atas: air kopi, rujak, bunga-
bunga, serta serutu yang merupakan kesukaan karuhun (leluhur). Ngukus ini
dimaksudkan untuk menjaga keselamatan agar tidak terkena gangguan mahluk
gaib. Sedangkan usaha untuk menarik banyak penggetnar diupayakan dengan
pembacaan mantra.
Pakaian yang dipakai untuk penari Reog Ponorogo berupa kampret, sarung, ikat
kepala, serta celana panjang hitam.
Hingga kini masyarakat Ponorogo hanya mengikuti apa yang menjadi warisan
leluhur mereka sebagai pewarisan budaya yang sangat kaya. Dalam
pengalamannya Seni Reog merupakan cipta kreasi manusia yang terbentuk adanya
aliran kepercayaan yang ada secara turun temurun dan terjaga. Upacaranya pun
menggunakan syarat-syarat yang tidak mudah bagi orang awam untuk
memenuhinya tanpa adanya garis keturunan yang jelas. mereka menganut garis
keturunan Parental dan hukum adat yang masih berlaku.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Beraneka budaya dalam Indonesia dimana masing – masing mempunyai
seni budaya tradisional yang khas sesuai daerah masing – masing. Sa;ah satu ciri
khas tradisional di Indonesia yang sering di klaim oleh Negara tetangga adalah
reog ponorogo. Reog ponorogo digunakan sebagai pengikat pergaulan social
Indonesia dalam masyarakat, arakan pengantin pada acara perkawinan, dan asset
wisata Indonesia.
B. SARAN
www.Google.com
www.Wikipedia.com
Paguyuban Seni Tunggal Budoyo suroboyo jalan pacar keling no 111 surabaya