Anda di halaman 1dari 6

Indonesia: Negara Multikultural yang Selaras, Serasi dan Seimbang

Fatihatul Nurfitriani
ABSTRAK
Essai ini berusaha mengkaji Indonesia sebagai suatu negara dengan pandangan yang
terbuka terhadap kebudayaan. Menilik pada sejarah, kita akan menjumpai banyak budaya
Indonesia yang berasal dari adopsi dan adaptasi dari budaya bangsa lain. Di era modern,
globalisasi semakin mempermudah mobilitas dan melekatnya nilai-nilai budaya asing
terhadap budaya lokal. Tentu hal ini dapat memperkaya khasanah budaya bangsa, tetapi
akan muncul suatu kekhawatiran jika nanti nilai-nilai baru justru lebih menampakkan
eksistensinya di mata pribumi. Globalisasi selain membawa dampak bagi kemajuan
peradaban suatu bangsa, juga berdampak bagi eksistensi kebudayaan lokal. Dampak laten
dari globalisasi dapat mewabah dan menyebabkan degradasi kebudayaan bangsa. Hal ini
merupakan konsekuensi logis bagi negara yang lalai dalam merawat resistensi budayanya.
Essai ini difokuskan pada ekspetasi untuk mewujudkan Indonesia menjadi Negara
Multikultural yang Selaras, Serasi, dan Seimbang. Tema menghidupkan kembali budaya
Indonesia akan dibedah dengan menggunakan ketiga konsep tersebut. Pertama, Selaras
dengan mewujudkan Indonesia sebagai negara multikultural yang teratur, tertib serta
tentram lahir dan batin. Kedua, Serasi yang menggambarkan adaptasi dan adopsi budaya
asing yang sesuai dengan nilai filosofis bangsa Indonesia. Ketiga, Seimbang sebagai
negara yang tetap mengikat nilai lokalnya tetapi tidak tertutup kepada nilai non lokal. Di
masa mendatang, bangsa Indonesia masih memiliki tantangan dan tanggung jawab untuk
menjaga dan memanfaatkan kebudayaan bangsa ditengah persaingan global yang semakin
ketat. Dua tantangan yang dihadapi bangsa ini adalah bagaimana mempertahankan
kebudayan nasional serta tidak menutup diri terhadap serbuan budaya asing yang dapat
mengembangkan kemajuan negara ini.
Kata Kunci: globalisasi, kebudayaan, ideologi bangsa, serasi, selaras, seimbang.
Indonesia merupakan sebuah negara yang dianugerahi keanekaragaman budaya
sebagai salah satu wujud dari kehidupan masyarakatnya yang heterogen, hamparan alam
yang indah dan begitu luas serta latar belakang historis, salah satu bagian dari perjalanan
hidup bangsa. Jika kita menonton pertunjukan Wayang Kulit, Tari Saman, Tari Piring, Tari
Jaipong akan terlihat begitu indah dan beragamnya budaya bangsa kita. Minangkabau
dengan Rumah Gadangnya, Jawa dengan Rumah Joglo, Toraja dengan Rumah Tongkonan
hingga Papua dengan rumah dari tumpukan jerami yang dikenal dengan nama Honai
menggambarkan begitu indahnya perpaduan sisi religius, keadaan alam, hingga kehidupan
perekonomian masyarakat setempat. Belum lagi jika kita menikmati hidangan tradisional,
mendengar alunan lagu daerah, mengenakan pakaian adatnya dan ikut terhanyut dalam
suasana khidmat upacara adat. Semua hal itu akan melahirkan rasa syukur dan bangga
terhadap bangsa ini. Tetapi percayalah, hal diatas merupakan wujud kecil dari pengenalan
dan visualisasi terhadap 700 lebih suku bangsa dengan 400 bahasa daerah yang tersebar
dari sekitar 6000 pulau.
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu Budhayah,yang
merupakan bentuk jamak dari budhi (budi atau akal) dikaitkan dengan hal-hal yang
berkaitan dengan budi dan akal manusia
(1)
. Budaya terbentuk dari perpaduan berbagai
komponen, seperti sistem religius dan politik, adat istiadat, bangunan, pakaian, bahasa,
tata laku dan karya seni. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski berpendapat
bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan
masyarakat itu sendiri. Dari definisi tersebut tampak jelas jika kebudayaan sangat dekat
hubungannya dengan masyarakat. Budaya sebagai wujud cipta, karya dan karsa memiliki
peran essensial dalam proses pembangunan bangsa karena dalam kebudayaan tercermin
ideologi dan visi strategik suatu masyarakat.
Pernahkah mendengar alunan musik dari Kolintang atau Saruang? Atau setidaknya
tergambar bagaimana bentuknya? Jika jawabannya tidak, secara tidak langsung hal ini
menunjukkan masih banyak budaya Indonesia yang belum kita kenal. Memiliki beragam
budaya selain patut untuk dibanggakan, hal ini juga membuat kita sulit mengenalinya satu
persatu. Belum lagi jika dihadapkan pada globalisasi, bukan tidak mungkin akan lebih
banyak lagi hal-hal unik milik bangsa sendiri yang akan terlupakan.
Jika kembali meninjau pada peran kebudayaan sebagai cermin ideologi dan visi
strategik bangsa, lunturnya kebudayaan akan berakibat pada hilangnya dasar serta
pengontrol bagi upaya pembangunan suatu negara. Bisa dikatakan tanpa identitas ini
Indonesia akan kehilangan arah dan tujuan awal dari hidupnya.
Globalisasi adalah hal yang tidak dapat dihindari oleh bangsa manapun di dunia.
Globalisasi akan terus berdampak sebagai bagian dari rotasi dunia melalui penyebaran
berbagai pengaruh dari satu bangsa ke bangsa lain. Globalisasi telah membawa kita pada
kehidupan yang begitu terbuka pada fakta dunia. Globalisasi turut berperan dalam
kemajuan suatu bangsa.Tetapi, globalisasi juga yang menyisipkan bahaya laten bagi
eksistensi budaya lokal. Masalah tersebut dijumpai berupa pergeseran sosio-kultural yang
banyak dialami oleh negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
Kehidupan sehari-hari masyarakat kita yang cenderung mengejar fleksibilitas dan
kepraktisan, memang sedikit demi sedikit telah mengikis nilai-nilai kebudayaan lokal. Hal
yang patut disayangkan adalah ikut terkikisnya muatan positif yang terkandung dalam
budaya nasional. Bisa diambil contoh, di kalangan anak-anak permainan modern seperti
Play Station mungkin lebih familiar daripada kelereng atau petak umpet. Permainan yang
sebenarnya dapat mengajarkan kerjasama, kecerdikan dan melatih gerak motorik
tersudutkan oleh permainan yang dapat melahirkan sifat individualis. Problema tersebut
tidak sepenuhnya dapat disalahkan pada masyarakat. Tuntutan zaman dengan segala
kedinamisannya memang membutuhkan adaptasi. Tidak salah jika zaman sekarang banyak
orang yang mengubah cara berpakaiaannya, hidangan yang mereka nikmati, dan aktivitas
sehari-hari yang mereka lakukkan. Dalam proses adaptasi tersebut akan dijumpai adanya
goncangan budaya maupun ketimpangan budaya. Dari sini muncul istilah berbeda zaman,
berbeda pula tantangannya.
Menutup diri terhadap budaya lain adalah hal yang sangat tidak mungkin di era global
seperti sekarang ini. Menutup diri terhadap budaya lain justru akan memperlambat
mobilitas bangsa. Hal yang dapat kita lakukan adalah merespon globalisasi dengan baik
tanpa mengabaikan nilai luhur budaya bangsa. Tantangan ini memang tidak mudah untuk
dilakukan, banyak hal yang harus dibenarkan termasuk cara kita menyikapi globalisasi.
Globalisasi yang membawa modernisasi telah membentuk pola pikir baru bagi
masyarakat kita. Pola pikir yang lebih segar, dinamis dan praktis memang sangat
dibutuhkan untuk menghadapi persaingan yang semakin ketat. Hal ini akan salah jika kita
menginterpretasikan globalisasi sebagai westernisasi. Kehidupan modern memang
cenderung berkiblat pada gaya hidup bangsa barat, hingga batas-batas pengaruh
globalisasi dengan westernisasi tidak jelas terlihat. Bagi bangsa-bangsa bekas koloni hal
ini nampak sebagai imperialisme modern. Mereka seolah didikte jika gaya hidup barat
merupakan cermin dari modernisasi. Fenomena tersebut dapat bermuara pada lunturnya
budaya-budaya milik mereka sendiri. Penulis disini tidak berargumen bahwa segala
bentuk kebudayaan barat berakibat negatif. Banyak budaya barat yang baik dan dapat
diadopsi oleh bangsa kita, seperti etos kerja dan disiplin yang tinggi. Tetapi tidak semua
budaya barat sesuai dan baik bagi bangsa kita. Masalah seperti inilah yang dikhawatirkan
akan menggeser budaya milik bangsa sendiri.
Mewujudkan Indonesia sebagai negara yang Selaras, Serasi dan Seimbang merupakan
impian yang diharapkan dapat mengatasi dalam duduk permasalahan ini. Selaras berarti
menghadirkan suasana yang tertib, teratur, damai serta menimbulkan ketentraman lahir
dan batin. Indonesia merupakan sebuah negara multikultural yang terdiri atas suku-suku
bangsa yang memiliki latar belakang sosio kultural yang berbeda. Pluralitas tersebut
tercermin dalam berbagai sisi kehidupan. Oleh karena itu diperlukan sikap yang mampu
mengatasi hambatan primodial, yaitu kesukuan dan kedaerahan. Kemudian, Serasi yang
menggambarkan kesesuaian antar unsur dalam suatu hubungan yang utuh dapat
diwujudkan dengan manghidupkan local genius. Local Genius merupakan
identitas/kepribadian budaya bangsa yang bangsa tersebut mampu menyerap dan
mengolah kebudayaan asing sesuai dengan watak dan kemampuan sendiri (Ayatrohaedi,
1986:18-19). Sementara itu Moendardjito (dalam Ayatrohaedi, 1986:40-41) mengatakan
bahwa unsur budaya daerah potensial sebagai local genius karena telah teruji
kemampuannya untuk bertahan sampai sekarang. Pendapat tersebut diperkuat dengan
gagasan Tokoh Pendidikan Nasional, Ki Hajar Dewantara yang mengatakan bahwa,
budaya nasional merupakan polarisasi budaya daerah. Kebhinekaan merupakan akar
serabut pembentuk pohon ketunggalikaan. Maka dengan menghidupkan kembali budaya
daerah, berarti kita telah melakukan upaya nyata untuk turut menghidupkan budaya
nasional. Terakhir, Seimbang dengan menjaga budaya nasional tanpa menutup diri
terhadap internalisasi budaya asing. Seperti yang telah penulis jabarkan sebelumnya, tidak
ada negara yang dapat menghindari seretan dampak globalisasi. Keseimbangan dalam
masyarakat merupakan hal yang diidam-idamkan dalam konteks ini. Disini kita dapat
memanfaatkan kondisi dengan melakukan absorpsi terhadap nilai-nilai positif dari
kebudayaan asing.
Menghidupkan dan mengembalikan nilai-nilai budaya nasional merupakan salah satu
usaha bagi penanaman nasionalisme. Nasionalisme memiliki hubungan yang dekat
terhadap kebudayaan. Nasionalisme berarti satu paham yang menciptakan dan
mempertahankan kedaulatan sebuah negara (dalam bahasa Inggris: nation) dengan
mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia
(2)
. Nasionalisme
lahir dari rasa mencintai dan memiliki suatu masyarakat terhadap bangsa dan negaranya.
Rasa cinta dan memiliki tersebut dapat tertanam melalui internalisasi budaya nasional
yang dapat melahirkan rasa syukur dan kagum terhadap bangsa ini. Internalisasi ini dapat
diwujudkan dengan menghidupkan budaya Indonesia yang hampir pudar di mata
bangsanya sendiri.
Menghidupkan budaya Indonesia merupakan bagian dari mengembalikan Indonesia
yang seutuhnya. Menghidupkan budaya Indonesia akan menghidupkan harmoni berbangsa
dan bernegara yang seutuhnya hidup menjadi diri sendiri. Bukan sebagai negara
pengikut yang terombang ambing pada kontrol budaya asing. Bukan menjadi negara
yang melalaikan budayanya sendiri, bukan pula menjadi negara tertutup yang
mengasingkan diri terhadap budaya lain. Tetapi menjadi Indonesia, sebuah bangsa
multikultural yang selaras, serasi dan seimbang.
Kesimpulan
Globalisasi merupakan suatu peristiwa yang turut berperan dalam bergesernya budaya
suatu bangsa. Globalisasi adalah simbol dunia yang dinamis dan tidak mungkin dihindari
oleh bangsa manapun di dunia. Bahaya laten yang turut menyertai ekspansi budaya asing
membawa kekhawatiran bagi bangsa-bangsa di dunia, terutama negara berkembang.
Indonesia adalah salah satu negara yang turut merasakan bahaya laten globalisasi berupa
pergeseran nilai-nilai budaya. Peristiwa ini seolah divisualisasikan melalui gaya hidup
masyarakatnya yang mulai meninggalkan nilai budaya bangsa. Dikhawatirkan hal ini
dapat merusak bahkan merubah ideologi dan visi strategik bangsa Indonesia. Resistensi
budaya dan kecermatan suatu bangsa dalam menjaga nilai-nilai luhurnya sangat
diperlukan dalam menghadapi situasi ini. Mewujudkan Indonesia sebagai negara
multikultural yang Selaras, Serasi dan Seimbang merupakan suatu cita-cita yang dapat
menjaga ketahanan bangsa terhadap gerusan budaya asing.
Awali dengan mengenali negeri, tumbuhkan rasa cinta dan memiliki, kembangkan
nasionalisme dan hidupkan budaya Indonesia!
Daftar Pustaka
Artikel dan Sumber dari Website
Budaya diakses dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya#Kebudayaan_sebagai_peradaban , tanggal 9
November 2013 pukul 07.08 WIB
(1)
.
Nasionalisme diakses dari http://id.wikipedia.org/wiki/Nasionalisme, tanggal 11
November 2013 pukul 13.39 WIB
(2)
Budaya Indonesia (18 September 2013) diakses dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya_Indonesia ,tanggal 8 November 2013 pukul
08.58 WIB

Anda mungkin juga menyukai