Anda di halaman 1dari 22

KARYA TULIS ILMIAH

KESENIAN REOG PONOROGO DALAM BENTUK


SENDRATARI

DISUSUN OLEH
NAMA : CELLY LIANI
JURUSAN : ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

SMA CAHAYA SAKTI


JL. OTTO ISKANDARDINATA NO. 11
JAKARTA TIMUR
2019
DAFTAR ISI
Halaman Judul .................................................................................
Kata Pengesahan ..............................................................................
Kata Pengantar .................................................................................
Daftar Isi ..........................................................................................
Bab. 1 Pendahuluan
4.1 Latar Belakang ..........................................................................
4.2 Rumusan Masalah .....................................................................
4.3 Batasan Masalah ........................................................................
4.4 Tujuan Penulisan .......................................................................
4.5 Metode Penulisan ......................................................................
Bab.2 Landasan Teori
5.1 Kearifan Lokal ...........................................................................
5.2 Sejarah Kesenian Reog Ponorogo .............................................
5.3 Pengertian Reog Ponorogo secara luas .....................................
5.4 Kesenian Reog Ponorogo ..........................................................
5.5 Pemain dan Karakter Reog Ponorogo .......................................
5.6 Pementasan Reog Ponorogo ......................................................
5.7 Musik Pengiring Reog Ponorogo ..............................................
5.8 Alat Musik Yang Mengiring Reog Ponorogo ...........................
5.9 Lagu Daerah Yang Mengiring Reog Ponorogo ........................
6.0 Alur Cerita Dalam Reog Ponorogo ...........................................
6.1 Apresiasi dalam pementasan Reog Ponorogo ...........................
Bab. 3 Penutup
6.1 Kesimpulan ................................................................................
6.2 Saran ..........................................................................................
Daftar Pustaka .................................................................................
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah tentang Kesenian Reog Ponorogo Dalam
Bentuk Sendratari ini dengan baik meskipun banyak kekurangan
didalamnya.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka
menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai Kesenian Reog
Ponorogo. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam
makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh
sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna
bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya
kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang
berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari
Anda demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.
BAB. 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesenian Reyog Ponorogo adalah kesenian dalam bentuk sendratari.
Sendratari merupakan salah satu bentuk seni yang banyak menceritakan
sejarah dan legenda yang dipentaskan dengan drama dan tarian yang
menonjolkan seni eksposi. Dalam pementasan, Reyog tidak hanya
menghibur masyarakat yang menyaksikan tetapi juga memberikan pesan
moral berupa nilai-nilai kearifan lokal dari sejarah terbentuknya kesenian
Reyog seperti seperti sikap yang pantang menyerah, saling gotong royong,
jujur, baik dalam bertingkah laku, mempunyai watak terpuji, memiliki
jiwa pekerja keras dengan semangat yang tinggi. Tetapi hingga saat ini
mayoritas masyarakat belum menyadari tentang adanya nilai-nilai kearifan
lokal yang terkandung pada kesenian Reyog karena masyarakat masih
sekedar menganggap Reyog sebagai sarana hiburan.
Generasi muda merupakan harapan di masa depan karena nantinya akan
melaksanakan kebijakan-kebijakan di negara ini. Banyak sekali generasi
muda yang sudah tidak berpedoman pada budaya sendiri dan mereka
cenderung menganut budaya luar yang negatif sehingga tindakan yang
mereka lakukan banyak yang tidak sesuai dengan budaya di Indonesia
akibatnya mereka terjerumus dalam hal-hal yang negatif seperti tawuran,
minum-minuman keras, seks bebas. Maka dari itu perlu adanya pendidikan
karakter yang sesuai dengan kebudayaan di Indonesia agar apa yang
mereka lakukan bisa sejalan dengan budaya yang ada di Indonesia. Hal
tersebut bisa membuat generasi muda menjadi generasi yang bisa
diandalkan di masa yang akan datang sesuai budaya yang ada seperti
bertanggung jawab, gotong royong, saling menolong dan mempunyai
sopan santun.
Di Kabupaten Ponorogo generasi muda dituntut untuk berpedoman pada
nilai moral dan nilai kearifan lokal yang salah satunya berpedoman pada
nilai-nilai kearifan lokal dari sejarah kesenian Reyog Ponorogo. Hal
tersebut mempunyai tujuan agar nilai-nilai moral yang terkandung dalam
sejarah kesenian Reyog tidak dilupakan oleh masyarakat Ponorogo
khususnya para generasi muda. Pesan moral dan nilai kearifaan kesenian
Reyog salah satunya bisa ditiru dari karakter dan sifat dari tokoh-tokoh
Reyog seperti warok yang mempunyai karakter berwibawa, jujur, ramah
dan sikap yang terpuji. Sifat-sifat seperti itulah yang sangat penting untuk
ditiru oleh generasi muda dalam melakukan segala sesuatu.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana sejarah Kesenian Reog Ponorogo ?
1.2.2 Apa pengertian Reog Ponorogo secara luas?
1.2.3 Bagaimana Tokoh dalam pementasan Reog Ponorogo ?
1.2.4 Apa sajakah nilai-nilai kearifan lokal yang terdapat pada sejarah
Kesenian Reog Ponorogo ?
1.2.5 Apakah nilai kearifan lokal yang terdapat pada Kesenian Reog
Ponorogo dapat di terapkan ?

1.3 Batasan Masalah


Berdasarkan masalah diatas, penulis membatasi masalah hanya pada judul
Kesenian Reog Ponorogo Dalam Bentuk Sendratari.
1.4 Tujuan Penulisan
1.4.1 Untuk mengetahui dan memahami sejarah Kesenian Reog Ponorogo.
1.4.2 Untuk memahami lebih jauh arti Reog Ponorogo.
1.4.3 Untuk mengetahui dan mengenal tokoh-tokoh dalam pementasan
Reog Ponorogo.
1.4.4 Mengungkap nilai-nila kearifan lokal yang terdapat pada sejarah
Kesenian Reog.
1.4.5 Untuk membuktikan apakah nilai-nilai kearifan lokal yang terdapat
pada Kesenian Reog dapat diterapkan.

1.5 Metode Penulisan


Dalam penyusunan karya tulis ini, penulis mengambil metode penulisan
kepustakaan,internet,dan wawancara untuk mengambil data dan sumber
data refrensi.
BAB. 2 LANDASAN TEORI
2.1 Kearifan Lokal
Kearifan lokal berasal dari dua kata yaitu kearifan (wisdom), dan lokal
(local). Secara umum maka local wisdom (kearifan setempat) dapat
dipahami sebagai gagasan-gagasan setempat (local) yang bersifat
bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh
anggota masyarakatnya. Kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan
budaya masyarakat setempat maupun kondisi geografis dalam arti luas.
Kearifan lokal merupakan produk budaya masa lalu yang patut secara
terus-menerus dijadikan pegangan hidup. Meskipun bernilai lokal tetapi
nilai yang terkandung di dalamnya dianggap sangat universal.
Secara umum, budaya lokal atau budaya daerah dimaknai sebagai budaya
yang berkembang di suatu daerah, yang unsur-unsurnya adalah budaya
suku bangsa yang tinggal di daerah itu. Dalam pelaksanaan
pembangunanan berkelanjutan oleh adanya kemajuan teknologi membuat
orang lupa akan pentingnya tradisi atau kebudayaan masyarakat dalam
mengelola lingkungan, seringkali budaya lokal dianggap sesuatu yang
sudah ketinggalan di abad sekarang ini, sehingga perencanaan
pembangunan seringkali tidak melibatkan masyarakat.
Pemaknaan terhadap kearifan lokal dalam dunia pendidikan masih sangat
kurang. Ada istilah muatan lokal dalam struktur kurikulum pendidikan,
tetapi pemaknaannya sangat formal karena muatan lokal kurang
mengeksporasi kearifan lokal. Muatan lokal hanya sebatas bahasa daerah
yang diajarkan kepada siswa. Maka dari itu perlulah adanya muatan lokal
yang terus mengikuti perkembangan zaman tanpa meegesampingkan
budaya-budaya lokal. Tantangan dunia pendidikan sangatlah kompleks.
Apalagi jika dikaitkan dengan kemajuan global di bidang sains dan
teknologi, nilai-nilai lokal mulai memudar dan ditinggalkan. Karena itu
eksplorasi terhadap kekayaan luhur budaya bangsa sangat perlu untuk
dilakukan dengan cara mengoptimalkan muatan lokal dalam struktur
kurikulum.
Kearifan lokal sesungguhnya mengandung banyak sekali keteladanan dan
kebijaksanaan hidup. Pentingnya kearifan lokal dalam pendidikan kita
secara luas adalah bagian dari upaya meningkatkan ketahanan nasional
kita sebagai sebuah bangsa. Budaya nusantara yang plural dan dinamis
merupakan sumber kearifan lokal yang tidak akan mati, karena semuanya
merupakan kenyataan hidup (living reality) yang tidak dapat dihindari.

2.2 Sejarah Kesenian Reog Ponorogo


Ada lima versi cerita populer yang berkembang di masyarakat tentang
asal-usul Reyog, namun salah satu cerita yang paling terkenal adalah cerita
tentang pemberontakan Ki Ageng Kutu, seorang abdi kerajaan pada masa
Bhre Kertabhumi, Raja Majapahit terakhir yang berkuasa pada abad ke-15.
Ki Ageng Kutu murka akan pengaruh kuat dari pihak istri raja Majapahit
yang berasal dari Cina, selain itu juga murka kepada rajanya dalam
pemerintahan yang korup, ia pun melihat bahwa kekuasaan Kerajaan
Majapahit akan berakhir. Ia lalu meninggalkan sang raja dan mendirikan
perguruan di mana ia mengajar seni bela diri kepada anak-anak muda,
ilmu kekebalan diri, dan ilmu kesempurnaan dengan harapan bahwa anak-
anak muda ini akan menjadi bibit dari kebangkitan kerajaan Majapahit
kembali. Sadar bahwa pasukannya terlalu kecil untuk melawan pasukan
kerajaan maka pesan politis Ki Ageng Kutu disampaikan melalui
pertunjukan seni Reyog, yang merupakan sindiran kepada Raja
Kertabhumi dan kerajaannya. Pagelaran Reyog menjadi cara Ki Ageng
Kutu membangun perlawanan masyarakat lokal menggunakan
kepopuleran Reyog.
Dalam pertunjukan Reyog ditampilkan topeng berbentuk kepala singa
yang dikenal sebagai Singa barong, raja hutan yang menjadi simbol untuk
Kertabhumi, dan diatasnya ditancapkan bulu-bulu merak hingga
menyerupai kipas raksasa yang menyimbolkan pengaruh kuat para rekan
Cinanya yang mengatur dari atas segala gerak-geriknya. Jatilan, yang
diperankan oleh kelompok penari gemblak yang menunggangi kuda-
kudaan menjadi simbol kekuatan pasukan Kerajaan Majapahit yang
menjadi perbandingan kontras dengan kekuatan warok, yang berada
dibalik topeng badut merah yang menjadi simbol untuk Ki Ageng Kutu,
sendirian dan menopang berat topeng singabarong yang mencapai lebih
dari 50 kg hanya dengan menggunakan giginya. Kepopuleran Reyog Ki
Ageng Kutu akhirnya menyebabkan Bhre Kertabhumi mengambil
tindakan dan menyerang perguruannya, pemberontakan oleh warok
dengan cepat diatasi, dan perguruan dilarang untuk melanjutkan
pengajaran akan warok. Namun murid-murid Ki Ageng Kutu tetap
melanjutkannya secara diam-diam. Walaupun begitu, kesenian Reyog
sendiri masih diperbolehkan untuk dipentaskan karena sudah menjadi
pertunjukan populer di antara masyarakat, namun jalan ceritanya memiliki
alur baru di mana ditambahkan karakter-karakter dari cerita rakyat
Ponorogo yaitu Kelana Sewandana, Dewi Songgolangit, Warok, Bujang
Ganong, Jathilan dan Sri Genthayu.
Versi resmi alur cerita Reyog Ponorogo kini adalah cerita tentang Raja
Ponorogo yang berniat melamar putri Kediri, Dewi Ragil Kuning, namun
di tengah perjalanan pasukan dari Kerajaan Ponorogo dicegat oleh Raja
Singabarong dari Kediri. Pasukan Raja Singabarong terdiri dari merak dan
singa, sedangkan dari pihak Kerajaan Ponorogo Raja Kelono dan wakilnya
Bujang Anom, dikawal oleh warok (pria berpakaian hitam-hitam dalam
tariannya), seluruh tariannya merupakan tarian perang antara Kerajaan
Kediri dan Kerajaan Ponorogo.
Hingga kini masyarakat Ponorogo hanya mengikuti apa yang menjadi
warisan leluhur mereka sebagai warisan budaya yang sangat kaya. Dalam
pengalamannya, Seni Reyog merupakan cipta kreasi manusia yang
terbentuk adanya aliran kepercayaan yang ada secara turun temurun dan
terjaga.
2.3 Pengertian Reog Ponorogo
Reog adalah salah satu kesenian budaya yang berasal dari Jawa Timur
bagian barat-laut dan Ponorogo dianggap sebagai kota asal Reog yang
sebenarnya. Gerbang kota Ponorogo dihiasi oleh sosok Warok dan
Gemblak, dua sosok yang ikut tampil pada saat Reog dipertunjukkan.
Reog adalah salah satu bukti budaya daerah di Indonesia yang masih
sangat kental dengan hal-hal yang berbau mistik dan ilmu kebatinan yang
kuat.
Pada dasarnya ada lima versi cerita populer yang berkembang di
masyarakat tentang asal-usul Reog dan Warok, namun salah satu cerita
yang paling terkenal adalah cerita tentang pemberontakan Ki Ageng Kutu,
seorang abdi kerajaan pada masa Bra Kertabumi, Raja Majapahit terakhir
yang berkuasa pada abad ke-15. Ki Ageng Kutu murka akan pengaruh
kuat dari pihak rekan Cina rajanya dalam pemerintahan dan prilaku raja
yang korup, ia pun melihat bahwa kekuasaan Kerajaan Majapahit akan
berakhir.
Ia lalu meninggalkan sang raja dan mendirikan perguruan dimana ia
mengajar anak-anak muda seni bela diri, ilmu kekebalan diri, dan ilmu
kesempurnaan dengan harapan bahwa anak-anak muda ini akan menjadi
bibit dari kebangkitan lagi kerajaan Majapahit kelak. Sadar bahwa
pasukannya terlalu kecil untuk melawan pasukan kerajaan maka pesan
politis Ki Ageng Kutu disampaikan melalui pertunjukan seni Reog, yang
merupakan "sindiran" kepada Raja Bra Kertabumi dan kerajaannya.
Pagelaran Reog menjadi cara Ki Ageng Kutu membangun perlawanan
masyarakat lokal menggunakan kepopuleran Reog.
Dalam pertunjukan Reog ditampilkan topeng berbentuk kepala singa yang
dikenal sebagai "Singa Barong", raja hutan, yang menjadi simbol untuk
Kertabumi, dan diatasnya ditancapkan bulu-bulu merak hingga
menyerupai kipas raksasa yang menyimbolkan pengaruh kuat para rekan
Cinanya yang mengatur dari atas segala gerak-geriknya.
Jatilan, yang diperankan oleh kelompok penari gemblak yang
menunggangi kuda-kudaan menjadi simbol kekuatan pasukan Kerajaan
Majapahit yang menjadi perbandingan kontras dengan kekuatan warok,
yang berada dibalik topeng badut merah yang menjadi simbol untuk Ki
Ageng Kutu, sendirian dan menopang berat topeng singabarong yang
mencapai lebih dari 50kg hanya dengan menggunakan giginya.
Populernya Reog Ki Ageng Kutu akhirnya menyebabkan Kertabumi
mengambil tindakan dan menyerang perguruannya, pemberontakan oleh
warok dengan cepat diatasi, dan perguruan dilarang untuk melanjutkan
pengajaran akan warok. Namun murid-murid Ki Ageng kutu tetap
melanjutkannya secara diam-diam. Walaupun begitu, kesenian Reognya
sendiri masih diperbolehkan untuk dipentaskan karena sudah menjadi
pertunjukan populer diantara masyarakat, namun jalan ceritanya memiliki
alur baru dimana ditambahkan karakter-karakter dari cerita rakyat
Ponorogo yaitu Kelono Sewondono, Dewi Songgolangit, and Sri
Genthayu.
Versi resmi alur cerita Reog Ponorogo kini adalah cerita tentang Raja
Ponorogo yang berniat melamar putri Kediri, Dewi Ragil Kuning, namun
ditengah perjalanan ia dicegat oleh Raja Singabarong dari Kediri. Pasukan
Raja Singabarong terdiri dari merak dan singa, sedangkan dari pihak
Kerajaan Ponorogo Raja Kelono dan Wakilnya Bujanganom, dikawal oleh
warok (pria berpakaian hitam-hitam dalam tariannya), dan warok ini
memiliki ilmu hitam mematikan. Seluruh tariannya merupakan tarian
perang antara Kerajaan Kediri dan Kerajaan Ponorogo, dan mengadu ilmu
hitam antara keduanya, para penari dalam keadaan 'kerasukan' saat
mementaskan tariannya.
Hingga kini masyarakat Ponorogo hanya mengikuti apa yang menjadi
warisan leluhur mereka sebagai pewarisan budaya yang sangat kaya.
Dalam pengalamannya Seni Reog merupakan cipta kreasi manusia yang
terbentuk adanya aliran kepercayaan yang ada secara turun temurun dan
terjaga. Upacaranya pun menggunakan syarat-syarat yang tidak mudah
bagi orang awam untuk memenuhinya tanpa adanya garis keturunan yang
jelas. mereka menganut garis keturunan Parental dan hukum adat yang
masih berlaku.
2.4 Kesenian Reog Ponorogo
Kesenian Reyog Ponorogo adalah kesenian dalam bentuk sendratari.
Sendratari adalah salah satu bentuk seni yang banyak menceritakan sejarah
dan legenda yang dipentaskan dengan drama dan tarian yang menonjolkan
seni eksposisi. Alur cerita pementasan Reyog yaitu Warok, kemudian
Jatilan, Bujangganong, Klono Sewandono, barulah Barongan atau Dadak
Merak di bagian akhir. Klono Sewandono adalah tokoh seorang raja yang
berperan dan berpenampilan gagah berwibawa, melakukan gerak tari
hanya pada waktu perang, juga memakai topeng yang berciri khas satria
dan berwibawa. Selanjutnya kelompok Jathilan, biasanya perempuan yang
berpenampilan kesatria tapi feminim dengan menunggang kuda kepang
menari dengan kompak. Warok atau Warokan di sini biasanya berperan
sebagai pembina atau sesepuh dari kelompok Reyog ini, diperankan oleh
beberapa laki-laki yang kekar dengan brewok, kumis dan jenggotnya yang
lebat, bercelana hitam lebar dibalut jarit batik gelap dengan ikat pinggang
lebar besar serta tidak ketinggalan adalah kolor berupa tali tambang putih
diletakan di sabuk bagian depan menjuntai ke bawah yang dipercaya
sebagai senjata, gerak tariannya berat dan cenderung bersama-sama. Tidak
ada Reyog tanpa gamelan yang khas, ini dilakukan oleh para pengrawit
yang terdiri dari penabuh gendang dan ketipung, peniup slompret atau
terompet terbuat dari kayu dengan suara khas. Kemudian penabuh kethuk
dan kenong, beberapa lagi pembawa angklung bambu. Ciri khas tetabuhan
atau gendhingan Reyog Ponorogo adalah bentuk perpaduan irama yang
berlainan antara kenthuk dan kenong serta gong yang berirama slendro
dengan terompet kayu yang berirama pelog. Maka bisa menghasilkan
irama musik yang terkesan magis.

2.5 Tokoh-Tokoh Dalam Reog Ponorogo


a.Singo Barong
Pemain yang identik dengan Topeng berbentuk kepala singa yang dikenal
sebagai “Singo Barong” mempunyai karakter yang kuat tentang
pendirianya, terbukti dari gerakan Singo Barong ketika melakukan gerakan
bertarung dengan lawan.
b.Jathilan
Jathilan adalah yang diperankan oleh kelompok penari gemblak yang
menunggangi kuda-kudaan menjadi simbol kekuatan pasukan Kerajaan
Majapahit. Gerak tari Jathilan terkesan lembut dan kompak yang
mengikuti irama dari gamelan. Jathilan memiliki semangat yang tinggi,
kompak, serta terkesan lembut dalam menghadapi setiap situasi, hal itu
tercermin pada gerakannya yang kompak dan cekatan.
c.Pujangganong atau Bujangganong
Pujangganong atau Bujangganong adalah penari dengan tarian yang
menggambarkan sosok patih muda (Patihnya Klono Sewandono) yang
cekatan, cerdik, jenaka, dan sakti. Sosok ini digambarkan dengan topeng
yang mirip dengan wajah raksasa, hidung panjang, mata melotot, mulut
terbuka dengan gigi yang besar tanpa taring, wajah merah darah dan
rambut yang lebat warna hitam menutup pelipis kiri dan kanan.
d.Klono Sewandono
Klono Sewandono adalah penari dan tarian yang menggambarkan sosok
raja dari Kerajaan Bantarangin, kerajaan yang dipercaya berada di wilayah
Ponorogo zaman dahulu. Sosok ini digambarkan dengan topeng
bermahkota, wajah berwarna merah, mata besar melotot, dan kumis tipis.
Selain itu ia membawa Pecut Samandiman, berbentuk tongkat lurus dari
rotan. Prabu KlonoSewandono dikenal sebagai sosok yang arif, bijaksana,
dan pantang menyerah walaupun menemui kegagalan.
e.Warok Suromenggolo
Dalam pentas, sosok warok lebih terlihat sebagai pengawal atau punggawa
Raja Klana Sewandono (warok muda) atau sesepuh dan guru (warok tua).
Dalam pentas, sosok warok muda digambarkan tengah berlatih mengolah
ilmu kanuragan, digambarkan berbadan gempal dengan bulu dada, kumis
dan jambang lebat serta mata yang tajam. Mereka berkarakter sebagai
sosok yang tegas, garang dan mereka memiliki kebersamaan dan
kekompakan dalam menyelesaikan tugas. Sementara warok tua
digambarkan sebagai pelatih atau pengawas warok muda yang
digambarkan berbadan kurus, berjanggut putih panjang, dan berjalan
dengan bantuan tongkat. Mereka dikenal bijaksana dalam memimpin para
warok.

2.6 Pementasan Reog Ponorogo


Reog modern biasanya dipentaskan dalam beberapa peristiwa seperti
pernikahan, khitanan dan hari-hari besar Nasional. Seni Reog Ponorogo
terdiridari beberapa rangkaian 2 sampai 3 tarian pembukaan. Tarian
pertama biasanyadibawakan oleh 6-8 pria gagah berani dengan pakaian
serba hitam, dengan mukadipoles warna merah. Para penari ini
menggambarkan sosok singa yang pemberani. Berikutnya adalah tarian
yang dibawakan oleh 6-8 gadis yang menaikikuda. Berikutnya adalah
tarian yang dibawakan oleh 6-8 gadis yang menaiki kuda:
A.Tarian pembuka
Pada reog tradisional, penari ini biasanya diperankan oleh penari laki-
lakiyang berpakaian wanita.Tarian ini dinamakan tari jaran kepangatau
jathilan,yang harus dibedakan dengan seni tari lain yaitu tarikuda
lumping.Tarian pembukaan lainnya jika ada biasanya berupa tarian oleh
anak kecil yangmembawakan adegan lucu yang disebut Bujang Ganong
atau Ganongan.
B.Tari inti
Setelah tarian pembukaan selesai, baru ditampilkan adegan inti yangisinya
bergantung kondisi dimana seni reog ditampilkan. Jika
berhubungandengan pernikahan maka yang ditampilkan adalah adegan
percintaan. Untuk hajatan khitanan atau sunatan, biasanya cerita
pendekar.Adegan dalam seni reog biasanya tidak mengikuti skenario yang
tersusunrapi. Disini selalu ada interaksi antara pemain dan dalang
(biasanya pemimpinrombongan) dan kadang-kadang dengan penonton.
Terkadang seorang pemainyang sedang pentas dapat digantikan oleh
pemain lain bila pemain tersebut kelelahan.
C.Tarian penutup
Adegan terakhir adalah singa barong,dimana pelaku memakai topeng
berbentuk kepala singa dengan mahkota yang terbuat dari bulu
burungmerak dan mempertontonkan keperkasaan pembarong dalam
mengangkat dadak merak seberat sekitar 50 kilogram dengan kekuatan
gigitan gigi sepanjang pertunjukan berlangsung. Berat topeng ini bisa
mencapai 50-60 kg. Topengyang berat ini dibawa oleh penarinya dengan
gigi. Kemampuan untuk membawakan topeng ini selain diperoleh dengan
latihan yang berat, juga dipercaya diproleh dengan latihan spiritual seperti
puasa dan dantapa.Instrumen pengiringnya, kempul, ketuk, kenong,
genggam, ketipung, angklung danterutama salompret, menyuarakan nada
slendro dan pelog yang memunculkan atmosfir mistis, unik, eksotis serta
membangkitkan semangat. Satu groupReog biasanya terdiri dari seorang
Warok Tua, sejumlah warok muda, pembarong dan penari Bujang Ganong
dan Prabu Kelono Suwandono. Jumlahkelompok reog berkisar antara 20
hingga 30-an orang, peran utama berada pada tangan warok dan
pembarongnya.

2.7 Musik Pengiring Reog Ponorogo


penyanyi yang terdiri dari dua penyanyi yang menyanyi lagu daerah
seperti Jathilan Jonorogo, apabila diadakan di kabupaten Ponorogo dan
apabila di Surabaya para paguyuban reog di Surabaya sering
menggantinya dengan Semanggi Surabaya atau Jembatan Merah yang
merupakan lagu khas Surabaya dengan bahasa jawa lalu kelompok
instrument gamelan memiliki anggota sekitar 9 orang yang terdiri dari:
a. 2 orang penabuh gendang
b. 1 orang penabuh ketipung atu gendang terusan.
c. 2 orang peniup slompret
d. 2 orang penabuh kenong
e. 1 orang penabuh gong
f. 2 orang pemain angklung
Salah satu ciri khas dari tabuhan reog adalah bentuk perpaduan irama yang
berlainan antara kethuk kenong dan gong yang berirama selendro dengan
bunyi slompret yang berirama pelog sehingga menghasilkan irama yang
terkesan magis.

2.8 Alat Musik Yang Mengiringi Reog Ponorogo


a. Alat musik dalam gamelan reog berjumlah 9 buah.
b. 2 orang penabuh gendang dimainkan dengan dipukul dan terbuat dari
kayu dan kulit sapi.
c. 1 orang penabuh ketipung atu gendang terusan. dimainkan dengan
dipukul dan terbuat dari kayu, alumunium dan kulit sapi.
d. 2 orang peniup slompret dimainkan dengan ditiup dan terbuat dari
bambu.
e. 2 orang penabuh kenong dimainkan dengan dipukul dengan
menggunakan alat dan terbuat dari logam dan kayu.
f. 1 orang penabuh gong dimainkan dengan dipukul dengan alat dan
terbuat dari logam dan kayu
g. 2 orang pemain angklung dimainkan dengan digoyang dan terbuat dari
bambu.

2.9 Lagu Daerah Yang Mengiringi Reog Ponorogo


a. Judul nyanyian yang digunakan tergantung tempat di tampilkan seperti
Semanggi Suroboyo atau Jathilan Ponorogo.
b. Nyanyian yang dinyanyikan menggunakan bahasa daerah yaitu bahasa
Jawa.
c. Nyanyian di reog ini dinyanyikan selama ± 20 menit.
3.0 Alur Cerita Dalam Pementasan Reog Ponorogo
Alur cerita pementasan Reog yaitu Warok, kemudian Jatilan,
Bujangganong, Kelana Sewandana, barulah Barongan atau Dadak Merak
di bagian akhir. Ketika salah satu tokoh di atas sedang beraksi, unsur lain
akan ikut bergerak atau menari meski tidak menonjol. Reog modern
biasanya dipentaskan dalam beberapa peristiwa seperti pernikahan,
khitanan dan harihari besar nasional. Seni Reog Ponorogo terdiri dari
beberapa rangkaian 2 sampai 3 tarian pembukaan. Tarian pertama
biasanya dibawakan oleh 6-8 pria gagah berani dengan pakaian serba
hitam, dengan muka dipoles warna merah. Para penari ini menggambarkan
sosok singa yang pemberani. Berikutnya adalah tarian yang dibawakan
oleh 6-8 gadis yang menaiki kuda. Pada Reog tradisional, penari ini
biasanya diperankan oleh penari laki-laki yang berpakaian wanita. Tarian
ini dinamakan tari jaran kepang, yang harus dibedakan dengan seni tari
lain yaitu tari kuda lumping. Tarian pembukaan, lainnya jika ada biasanya
berupa tarian oleh anak kecil yang membawakan adegan lucu.Tarian inti,
setelah tarian pembukaan selesai, baru ditampilkan adegan inti yang isinya
bergantung kondisi dimana seni Reog ditampilkan. Jika berhubungan
dengan pernikahan maka yang ditampilkan adalah adegan percintaan.
Untuk hajatan khitanan atau sunatan, biasanya cerita pendekar. Adegan
dalam seni Reog biasanya tidak mengikuti skenario yang tersusun rapi.
Disini selalu ada interaksi antara pemain dan dalang (biasanya pemimpin
rombongan) dan kadang-kadang dengan penonton. Terkadang seorang
pemain yang sedang pentas dapat digantikan oleh pemain lain bila pemain
tersebut kelelahan. Yang lebih dipentingkan dalam pementasan seni Reog
adalah memberikan kepuasan kepada penontonnya. Tarian terakhir adalah
singa barong, dimana pelaku memakai topeng berbentuk kepala singa
dengan mahkota yang terbuat dari bulu burung merak.Berat topeng ini bisa
mencapai 50-60 kg. Topeng yang berat ini dibawa oleh penarinya dengan
gigi. Kemampuan untuk membawakan topeng ini selain diperoleh dengan
latihan yang berat, juga dipercaya diproleh dengan latihan spiritual seperti
puasa dan tapa.
3.1 Apresiasi Dalam Pementasan Reog Ponorogo
a. Fungsi pertunjukan reog ini dizaman dahulu sebagai upacara adat tetapi
seiring dengan perubahan waktu berubah menjadi kesenian tradisional
dan teater rakyat.
b. Keunikan pertunjukan reog ponorogoyaitu Singo Barong yang memiliki
berat 50 – 60 kg hanya di bawakan dan ditarikan menggunakan gigi dan
hanya bisa dilakukan oleh orang yang terlatih.
c. Keunikan musik reog ponorogo yaitu bentuk perpaduan irama yang
berlainan antara kethuk kenong dan gong yang berirama selendro
dengan bunyi slompret yang berirama pelog sehingga menghasilkan
irama yang terkesan magis.
d. Pendapat saya tentang seni tari dan teater reog adalah Reog merupakan
sebuah kesenian yang memiliki nilai budaya tinggi dan berbentuk tari
atau teater yang seharusnya kita jaga dan rawat agar tidak luntur atau
mungkin bahkan hilang dimakan globalisasi dan modernisasi dunia.

3.2 Generasi Muda


Generasi muda adalah generasi labil yang sedang dalam masa pencarian
jati diri. Generasi muda adalah generasi yang sangat mudah terpengaruh
oleh hal-hal lain yang baru. Hal-hal lain yang baru tersebut terbagi
menjadi dua macam yang sangat umum. Yaitu hal baru yang positif, dan
hal baru yang negatif.
Generasi muda adalah pintu mudah jalan masuknya budaya asing.
Sedangkan budaya asing tersebut belum tentu positif. Generasi muda
seharusnya bisa memilih dan memilah budaya yang mereka dapatkan dan
mereka anut untuk menjadi pedoman baik dalam perilaku maupun sikap
dan prinsip. Kebanyakan dari mereka hanya menjadi followers atau
dengan kata lain pengikut. Baik itu pengikut teman pergaulan, maupun
pengikut artis idola mereka. Yang tidak jarang, malah menjadikan mereka
menjadi orang lain alias bukan diri sendiri yang dalam bahasa ilmiahnya
perilaku tersebut dinamakan imitasi.
Tak jarang, generasi muda yang masih sedang dalam proses pendewasaan
salah memilih hal yang baik bagi mereka. Karena itu, kebanggaan atas
budaya dan potensi daerah mereka masing-masing akan membentuk jati
diri mereka. Sehingga tidak mudah terpengaruh oleh budaya asing.
Dengan kata lain, mereka bisa menyaring budaya asing yang masuk dan
menghindari budaya asing yang mempengaruhi mereka kepada hal-hal
negatif.
Ironisnya, generasi labil itu pada umumnya merasa tidak bangga atas
budayanya sendiri. Bahkan, teman-temannya yang menonton atau antusias
terhadap kesenian daerah dianggap udik atau kuper alias kurang pergaulan.
Dan mereka yang berpenampilan kebarat-baratan akan disebut keren.
akibatnya generasi muda Indonesia mengalami kemunduran dan tidak
berkembang. Hal itu disebabkan oleh generasi muda yang tidak bangga
atas budaya daerah mereka yang disebabkan oleh tidak mengertinya
mereka apa makna dan falsafah yang terkandung dalam budaya dan
kesenian daerah mereka masing-masing.
Sebenarnya, budaya dan kesenian daerah mempunyai falsafah yang sangat
mulia. Inilah yang seharusnya bisa membuat mereka bangga. Melalui
budaya mereka sendirilah seharusnya mereka mencari jati diri. Karena
sesungguhnya, budaya daerah mereka sendiri itu mempunyai makna
positif yang sangat banyak. Melalui pemahaman atas budaya sendiri,
mereka akan menemukan jati diri mereka dan semangat untuk
mempertahankan. Sehingga, mereka akan bisa menyaring budaya asing
yang masuk dalam pergaulan mereka.
BAB.3 PENUTUP
KESIMPULAN
Kesenian Reyog Ponorogo selain sebagai sarana hiburan, mempunyai
peranan lain yaitu menyebarkan nilai-nilai positif dalam masyarakat.
Dalam hal ini terkait dengan nilai-nilai kearifan lokal. Akan tetapi hanya
segelintir masyarakat yang tahu dan paham, apa serta bagaimana kearifan
lokal pada kesenian Reyog mampu diimplementasikan dalam kehidupan
sehari-hari. Melihat kenyataan lapangan yang demikian banyak orang
tergerak untuk menumbuhkan kembali kesadaran serta kepedulian akan
pentingnya melestarikan kebudayaan lokal. Salah satu cara yang ditempuh
adalah melalui generasi mudanya. Sehingga diperlukan usaha untuk
mengenalkan kesenian Reog Ponorogo kepada mereka. Melalui makalah
ini penyusun berharap para pemuda yang tidak mengetahui akan kesenian
reog ini, setelah membaca makalah ini menjadi lebih mengenal kesenian
reog ini. Sehingga diharapkan timbul rasa bangga karena mempunyai
kesenian reog sebagai salah satu kebudayaan Indonesia

SARAN
Sejalan dengan kesimpulan di atas, Semua pihak harus bersama-sama terus
melestarikan reyog ponorogo ini sebagai sebuah pertunjukan dan tontonan
yang bisa disaksikan oleh generasi-generasi muda pada masa mendatang.
Karena didalam setiap pertunjukan selalu ada pesan-pesan moral, nilai-
nilai pendidikan,cerita dan sejarah.Jika kita mencermati secara kritis
kemajuan yang dicapai oleh bangsa-bangsa lain seperti Jepang, Cina dan
India misalanya, itu tidak lepas dari kehebatan mereka dalam mengkaji
kearifan lokalnya, maka dari itu seharusnya pemerintah mengoptimalkan
pembelajaran kearifan lokalnya sehingga bisa menjadi negara yang maju
dengan kebudayaannya.
DAFTAR PUSTAKA
Gatot Soemantri, 1994. Mengenal Potensi dan Dinamika Ponorogo.
Ponorogo: Pemda Tk. II Ponorogo.Jero Wajik. Festival Seni dan Budaya
Tahun 2005 - 2006. Jakarta: Depbudpar. Koentjaraningrat, 1990.
Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta. Mawar Kusumo.
“Kearifan Tradisional Perlu Dilestarikan”, dalam Harian Kompas,Tahun
2007.Sigit dkk., 1997/1998. Pengembangan Jaringan Ekonomi diKawasan
Wisata NTB. Jakarta: Ditjen Kebudayaan, Depdikbud. B. Suryosubroto.
2002. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.
Husaini Usman. 2004. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi
Aksara Wilson, Ian Douglas (1999) ‘Reyog Ponorogo: Spirituality,
Sexuality and Power in a Javanese Performance Tradition’, Intersections:
Gender and Sexuality in Asia and the Pacific, Vol 2 Sugiarti, dan Trisakti
Handayani. Kajian Kontemporer Ilmu Budaya Dasar. Malang: UMM
Press. 1999. Rochaeti, E. Sistem Informasi Manajemen Pendidikan.
Jakarta: Bumi Aksara. 2006.

Anda mungkin juga menyukai