Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

PERAN LITERASI BUDAYA DAN PENGARUHNYA DI


INDONESIA

DOSEN PENGAMPUH:

DOSEN PENGAMPUH:
La Ode Imran, S.Pd., M.Sos.

OLEH KELOMPOK 8:

SUCI ALMUNAWARAH N1C121101 YUMI SAFITRI N1C121109


SAIFUL KASLAN N1C121015 HIKMAH N1C121119
PUTU SEVITA N1C121113 INNE FEBRIANTI N1C121112
SARI SAHARANI N1C121116 RISTA WULANSARI N1C121115
W.D TIARA WULANDARI N1C121117 YELI AYU NINGSIH N1C121118
RISMA INDAR WENI N1C121114
APZAINUL FAJAR N1C121110 FERI SURYA PUTRA N1C121111

JURUSAN ILMU SEJARAH

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas yang berjudul “Peran
Literasi Budaya Dan Pengaruhnya Di Indonesia” ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas pada mata kuliah Teori Kebudayaan. Selain itu, makalah ini juga bertujuan
untuk menambah wawasan tentang dikehidupan sehari-hari bagi para pembaca
dan juga bagi penulis. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada bapak La
Ode Imran, S.Pd., M.Sos. selaku Dosen pengampuh mata kuliah Teori
Kebudayaan yang telah memberikan tugas ini, sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni ini.
Kami menyadari, tugas yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurnah. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun kami butuhkan
demi kesempurnaan makalah ini.

Kendari, November, 2022

Tim Penyusun

ii
DAFTAR ISI

COVER............................................................................................................i

KATA PENGANTAR....................................................................................ii

DAFTAR ISI...................................................................................................iii

BAB I PENDAHUUAN..................................................................................1

1.1 Latar belakang............................................................................................1


1.2 Perumusan masalah....................................................................................2
1.3 Tujuan penulisan.........................................................................................3
1.4 Manfaat penulisan.......................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................4

2.1 Peran Literasi Budaya Di Era Digital Masa Kini.......................................4

2.2 Hubungan Literasi Budaya Dengan Kualitas Bangsa.................................7

2.3 Konsep Kerangka Loterasi Dan Sketsa Historis Literasi Di Indonesia......11

2.4 Upaya Melestarikan Budaya Indonesia Di Era Globalosasi.......................16

BAB III PENUTUP.........................................................................................19

3.1 Kesimpulan.................................................................................................19

3.2 Kritik dan saran...........................................................................................20

Daftar pustaka………………………………………………………………....21

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Melihat perkembangan dunia teknologi informasi saat ini yang tidak
selamanya berdampak positf, membuat praktisi pendidikan merasa khawatir.
Salah satu kekhawatiran yang masih belim terobati yaitu rendahnya minat
baca siswa sekolah di indonesia. Tahun tahun sebelumnya, ketika buku masih
menajadi satu satunya sumber sumber bacaan, tidak membuat generasi
indonesia menjadikan kegiatan membaca sebagai satu kebutuhan dalam
hidup. Terlebih lagi ketika dunia ini telah dikuasai teknologi informasi yang
memungkinkan seseorang untuk mendapatkan ilmu pengetahuan dari
berbagai media, peringkat indonesia dalam hal membaca masih sangat
rendah. Kini, buku elektronik yang bisa di akses kapansaja dan dimana saja
dalam situasi apapun. Kegiatan membaca tidak menjadi prioritas di negeri ini.
Apa yang sebenarnya salah dalam sistem pendidikan di indonesia ? mengapa
mebaca buku justru sangat sulit dilakukan dan dibiasakan oleh generasi
muda . Sebagaimana yang kita tahu indonesia telah mengganti kurikulum
pendidikan yang dinamakan KURIKULUM 13 atau yang di singkat K13.
pada kurikulum ini mengajarkan siswa untuk lebih mandiri dalam belajar,
yang biasanya KTSP guru yang menerangkan tetapi kali ini adalah siswanya,
siswa di tuntut untuk lebih aktif. Pada kurikulum inilah terbit budaya literasi.
Dan kurikulum ini menuntut generasi atau siswa tersebut cerdas, kreatif dan
inovatif. Mungkin kegiatan membaca sangat mudah dilakukan, tetapi tak
semua orang menyukai budaya membaca ini. Bahkan sebagian orang
menganggap ini adalah hal yang membosankan.

Sebenarnya apa yang sedang diprioritaskan oleh negeri ini? Di zaman


yang semua serba bisa di visualisasikan apakah membaca tak lagi penting.
Karena teknologi sudah canggih, tulisan tak lagi menarik di kalangan
siapapun? Teknologi memang sudah canggih namun, semua itu tidak selalu
berdampak positif. Internet luas cakupannya, tetapi akankah sumber yang

1
tertera pada bacaan tersebut bisa di percaya sepenuhnya? Kebanyakan orang
ingin semuanya serba praktis, mereka tidak memikirkan darimana sumbernya.
Asupan bacaan itu sangat berpengaruh terhadap pemikiran orang. Contohnya
ketika sebuah novel fiksi remaja yang dijadikan film layar lebar, kebanyakan
remaja menyukai menonton filmnya tanpa membaca novelnya. Hal tersebut
dikarenakan efisien waktu dimana mereka hanya bisa memahami isi cerita
hanya memerlukan waktu 1,5-2 jam dengan menontonnya daripada baca
novel tersebut berhari hari. Akan tetapi ada beberapa hal yang tidak bisa
digrafiskan begitu saja seperti mempelajari ilmu pengetahuan. Hal itu tidak
bisa dimengerti ketika menontonya saja melainkan harus perlu membaca
berulang ulang bahkan harus mempraktikan agar apa yg dibaca bisa terserap
oleh otak hal inilah yang kerap menjadi hal sepele yang dilakukan masyarakat
tanpa mengetahui arti pentingnya membaca. Untuk meningkatkan mutu
pendidikan dan sumber daya yang berkualitas yang dihasilkan dalam proses
pembelajaran, pemerintah melakukan terobosan dengan mengadakan gerakan
literasi sekolah, yaitu gerakan massal untuk menumbuhkan gemar literasi
guna memenuhi kebutuhan akan informasi dan bacaan bagi generasi emas
yang dimiliki bangsa ini. Langkah nyata diperlukan mulai peka terhadap
pendidikan, yaitu melalui literasi seseorang dapat terdidik dengan baik.

1.2 Perumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas,maka dapat di tuliskan rumusan masalah
yaitu:
1. Bagaimana Peran Literasi Budaya Di Era Digital Masa Kini?
2. Seperti Apa Hubungan Literasi Budaya Dengan Kualitas Bangsa?
3. Bagaimana Konsep Kerangka Loterasi Dan Sketsa Historis Literasi Di
Indonesia ?
4. Bagaimana Upaya Melestarikan Budaya Indonesia Di Era Globalosasi?

2
1,3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan makalah di atas,maklah ini bertujuan untuk:
1. Untuk mengetauhi Bagaimana Peran Literasi Budaya Di Era Digital
Masa Kini
2. Untuk mengetahui Seperti Apa Hubungan Literasi Budaya Dengan
Kualitas Bangsa
3. Untuk mengetahui Bagaimana Konsep Kerangka Loterasi Dan Sketsa
Historis Literasi Di Indonesia
4. Unuk mengetahui seperti apa Upaya Melestarikan Budaya Indonesia
Di Era Globalosasi
1.4 Manfaat Penulisan
1. Manfaat penulisan makalah ini yaiu selain menambah pengetahuan
para pembaca juga memenuhi tugas mata kuliah teori kebudayaan
yang diberi dosen.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PERAN LITERASI BUDAYA DI ERA DIGITAL MASA KINI


Perkembangan dunia digital dapat menimbulkan dua sisi yang
berlawanan dalam kaitannya dengan pengembangan literasi digital.
Berkembangnya peralatan digital dan akses akan informasi dalam bentuk
digital mempunyai tantangan sekaligus peluang (Meilinda et al., 2020).
Pada era digital ini, masyarakat disuguhkan dengan segala jenis informasi
tanpa batas. Media sosial mengekspos berbagai informasi serta tayangan
hiburan dengan skala yang besar. Ditambah lemahnya Lembaga pengawasan
penyiaran public dalam menyeleksi tayangan serta informasi di media sosial.
Dengan demikian, hal ini bersinggungan pada pembentukan karakter
masyarakat yang akan mengacu pada informasi dan tayangan-tayangan
tersebut (Nurgiansah, 2022).
Di samping itu, perkembangan dunia digital membawa peluang bagi
banyak pihak, mulai dari orang tua hingga anak-anak muda. Peluang yang
hadir akibat dari perkembangan digital ini seperti memunculkan peluang-
peluang bisnis online (E-Commerce) dengan memanfaatkan peluang bisnis
online. Tak hanya itu, hal ini juga berkembang ke dunia pendidikan, dimana
pendidikan berbasis digital mulai dikembangkan melalui sistem pembelajaran
daring. Bahkan, lapangan pekerjaan yang memanfaatkan dunia digital juga
semakin banyak, seperti jasa transportasi online, pengembangan konten
youtube, perbelanjaan online, dan sebagainya.
Perkembangan teknologi dan media sosial membuat masyarakat
menjadi lebih mudah berkomunikasi dan mencari informasi dengan cepat.
Selain memberikan dampak positif, perkembangan digital juga tak lepas dari
sisi negatif yang memberikan kerugian bagi masyarakat. Salah satu contoh
paling umum yang menjadi permasalahan akibat perkembangan teknologi dan
media sosial ialah penyebaran informasi yang pesat tanpa memperdulikan
kebenaran dan faktanya. Masyarakat bisa mengakses segala informasi dengan

4
sekali tekan, begitupun dengan penyebaran informasi itu sendiri. Maraknya
hoax yang beredar bisa memicu kericuhan di kalangan masyarakat.
Kecepatan penyebaran informasi dan jumlah pengguna media sosial yang tak
terhingga pun membuat masyarakat mudah percaya atas apa yang mereka
dapatkan di media sosial. Permasalahan ini menjadi tidak terkendali. Salah
satu kekhawatiran yang muncul adalah jumlah generasi muda yang
mengakses internet sangat besar, yaitu kurang lebih 70 juta orang. Mereka
menghabiskan waktu mereka untuk berinternet, baik melalui telepon
genggam, komputer personal, atau laptop, mendekati 5 jam per harinya
(Meilinda et al., 2020).
Generasi digital saat ini memiliki karakteristik yang cukup kuat dalam
pemanfaatan media sosial seperti Tiktok, YouTube, Facebook, dan
sebagainya. Hal ini sejalan dengan fatwa (Livingstone, 2008) dalam (Saputra,
2015), Remaja merupakan kalangan paling produktif dalam mengakses
media, hal ini disebabkan ada peluang bagi remaja untuk mengekspresikan
diri, bersosialisasi, terlibat dalam masyarakat, menambah kreativitas, dan
menambah kemahiran baru melalui situs media sosial. Namun di samping itu,
remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa
dewasa, yang dimana pada masa remaja ini akan terjadi perubahan baik itu
dari segi kognitif, biologis, atau perilaku. Oleh karena itu, untuk
mengendalikan permasalahan dan ancaman lain dari perkembangan teknologi
dan media sosial, generasi muda di era digital harus memiliki sikap kritis atas
apa yang mereka dapatkan dari media sosial. Sebelum menghakimi suatu
persoalan yang muncul, mereka melakukan penyaringan terlebih dahulu
untuk memastikan kebenaran informasinya. Dengan demikian penyebaran
hoax di media sosial pun dapat diminimalisir.
Untuk memastikan kebenaran suatu isu, masyarakat harus mencari
data dan informasi lain yang berkaitan. Dengan begitu, budaya literasi
media/digital yang menjadi tindakan yang tepat untuk menjembataninya.
Mengacu dari pernyataan (Faizah 2016; Imroatun 2017) dalam (Nurhayati et
al., 2019) bahwa Budaya literasi merupakan kemampuan mengakses

5
memahami dan menggunakan sesuatu secara cerdas melalui berbagai
aktivitas membaca, melihat, menyimak, menulis dan berbicara. Sejalan
dengan itu, Hermiyanto (2015) dalam (Fitriana & Rusni, 2020) juga
berpendapat bahwa literasi digital adalah ketertarikan, sikap, dan kemampuan
individu dalam menggunakan teknologi digital dalam mengakses, mengelola,
mengintegrasikan, menganalisis, dan mengevaluasi informasi membangun
pengetahuan baru, membuat dan berkomunikasi dengan orang lain agar dapat
berpartisipasi aktif dalam masyarakat. Semakin banyak informasi yang
diakses dengan cerdas oleh anak muda maka semakin luas pula pengetahuan
yang diperoleh. Dari hasil wawancara kepada Duta Baca Jawa Barat, beliau
mengatakan bahwa, “Literasi digital sangat membantu anak-anak muda
khususnya kalangan pelajar, karena sekarang sudah banyak aplikasi, vitur-
vitur membaca dalam smartphone yang memudahkan mereka untuk belajar.
Dengan adanya teknologi, semua orang bisa membaca kapan saja dan dimana
saja. Jika ditanya lebih efektif mana, membaca menggunakan smartphone
atau buku? Keduanya sama-sama efektif. Namun kita saat ini berada di era
digital, dimana semua aspek kehidupan sudah memanfaatkan perkembangan
teknologi dalam kehidupan sehari-hari. Maka membaca dengan menggunakan
smartphone akan lebih mudah pada zaman sekarang ini.”
Berdasarkan tinjauan di atas, generasi muda saat ini harus memiliki
bekal terkait dengan kemampuan literasi digital, dimana segala sesuatu
bergerak dengan sangat cepat. Hal tersebut menjadi wajib karena sebagian
besar aktivitas mereka bersinggungan dengan teknologi dan media sosial.
Pendidikan karakter literasi digital ini menjadi landasan untuk membangun
karakter generasi muda di zaman sekarang. Budaya literasi akan mendorong
generasi muda dalam membentuk pola pikir yang kreatif dan kritis dalam
menghadapi isu-isu terkini. Dengan dibudayakannya literasi akan membantu
masyarakat dalam mendapatkan informasi yang akurat dan berkualitas.

6
2.2 HUBUNGAN LITERASI BUDAYA DENGAN KUALITAS BANGSA
Berdasarkan survey Program for International Student Assessment
(PISA) yang diterbitkan oleh Organization for Economic Co-operation and
Development (OECD) pada tahun 2019, Indonesia menempati peringkat ke-
62 dari 70 negara dengan tingkat literasi rendah. Berbagai faktor telah
diidentifikasi sebagai penyebab rendahnya budaya literasi, tetapi kebiasaan
membaca dianggap sebagai faktor utama dan faktor dasar. Pada
kenyataannya, salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas bakat agar cepat
beradaptasi dengan perkembangan global yang mencakup berbagai aspek
kehidupan manusia adalah dengan menumbuhkan masyarakat yang gemar
membaca (reading society). Bahkan, masyarakat belum menjadikan aktivitas
membaca sebagai kebiasaan karena menganggap aktivitas membaca untuk
menghabiskan waktu (to kill time), dan bukan mengisi waktu (to full time)
dengan sengaja.
UNESCO (2003) menyatakan bahwa literasi lebih dari sekedar
membaca dan menulis. Literasi mencakup bagaimana seseorang
berkomunikasi dalam masyarakat. Adapun pasal 1 ayat 4 Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2017 menyatakan, literasi merupakan kemampuan
menginterpretasikan informasi secara kritis, maka memberikan akses kepada
masyarakat terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi untuk meningkatkan
kualitas hidupnya. Maka dari itu, literasi bukan hanya kemampuan membaca
dan menulis, tetapi juga pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang
dapat membimbing orang untuk berpikir kritis,memecahkan masalah dalam
situasi yang berbeda, berkomunikasi secara efektif, mengembangkan
kemungkinan dan berpartisipasi.
Secara kultural dasar-dasar pemikiran tentang pancasila dan nilai-nilai
pancasila berakar pada nilai-nilai kebudayaan dan nilai-nilai religius yang
dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri sebelum mendirikan negara (Kaelan,
2012:32). Sesuatu dikatakan memiliki nilai jika sesuatu itu bermanfaat, sahih
(nilai kebenaran), indah (nilai estetis), baik (nilai moral/etis), dan religius

7
(nilai agama). Menilai berarti menimbang merupakan aktivitas insan
menghubungkan sesuatu menggunakan sesuatu, selanjutnya menentukan
keputusan. Keputusan nilai dapat bermanfaat atau tidak bermanfaat, sahih
atau tidak sahih, baik atau tidak baik, religius atau tidak religius. Hal ini
dihubungkan menggunakan unsur - unsur yg terdapat dalam insan yaitu
jasmani, cipta, rasa, karsa dan kepercayaan.
Nilai-nilai Pancasila merupakan pemahaman mengenai konsep
keberadaan manusia dengan lingkungannya yang bulat, utuh, dan mencakup
gagasan dasar, cita-cita, dan nilai inti. Hal tersebut menjadi landasan
bermasyarakat, berbangsa, dan berbangsa. Dengan tumbuhnya literasi
Indonesia dalam memahami nilai-nilai Pancasila, dapat menjadi kemajuan
bangsa, dan dampak literasi ini tidak hanya penting bagi nilai-nilai Pancasila,
tetapi juga pada aspek lainnya.
Potensi bangsa Indonesia sangat besar apabila ditinjau dari jumlah
penduduknya yang terdiri dari berbagai suku, yang memiliki beraneka ragam
budaya yang perlu dikembangkan dan dilestarikan keberadaannya. Namun
demikian, potensi yang begitu besar secara kuantitas itu perlu diimbangi
dengan kualitas yang dimiliki. United Nations Development Program pada
tahun 2000melaporkan bahwa Human Development Index Indonesia berada
pada peringkat 109 dari 174 negara dan kondisi ini lebih parah lagi pada
tahun 2003, Human Development Index Indonesia berada pada peringkat 112
dari 175 negara. Hal ini berarti kualitas sumber daya manusia masih rendah
dan mengalami proses penurunan dari tahun ke tahun. Salah satu faktor
penyebab rendahnya Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia adalah
rendahnya kualitas pendidikan, yang juga berpengaruh langsung pada sektor
ekonomi dan kesehatan. Keadaan tersebut lebih diperburuk dengan masih
dominannya budaya tutur (lisan) daripada budaya baca. Budaya ini menjadi
kendala utama dalam meningkatkan kualitas sumber daya masyarakat yang
seharusnya mampu mengembangkan diri dalam menambah ilmu
pengetahuannya secara mandiri melalui membaca (Tilaar, 2002). Pemerintah

8
pada saat sekarang ini memberikan perhatian yang besar terhadap dunia
pendidikan.
Membaca berbanding lurus dengan tingkat kemajuan pendidikan suatu
bangsa. Kegiatan membaca merupakan hal yang sangat penting bagi
kemajuan suatu bangsa. Parameter kualitas suatu bangsa dapat dilihat dari
kondisi pendidikannya. Pendidikan selalu berkaitan dengan kegiatan belajar
(Harjasujana, 1997). Belajar selalu identik dengan kegiatan membaca karena
dengan membaca akan bertambahnya pengetahuan, sikap dan keterampilan
seseorang. Pendidikan tanpa membaca bagaikan raga tanpa ruh. Fenomena
pengangguran intelektual tidak akan terjadi apabila masyarakat memiliki
semangat membaca yang membara.
Pada tahun 2011, UNESCO merilis hasil survei budaya membaca
terhadap penduduk di negara-negara ASEAN. Faktanya sungguh membuat
kita miris. Budaya membaca Indonesia berada pada peringkat paling rendah
dengan nilai 0,001. Artinya, dari sekitar seribu penduduk Indonesia, hanya
satu yang masih memiliki budaya membaca tinggi. Indonesia masih terdapat
fenomena pengganguran intelektual karena minat membaca masyarakatnya
masih dikatakan rendah. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh
International Education Achievement (IEA) pada awal tahun 2000
menunjukkan bahwa kualitas membaca anak-anak Indonesia menduduki
urutan ke 29 dari 31 negara yang diteliti di Asia, Afrika, Eropa dan
Amerika.Dengan demikian tidaklah mengherankan bila Indeks kualitas
sumber daya manusia (Human Development Index/HDI) di Indonesia juga
rendah. Hal ini sesuai dengan survei yang dilakukan oleh UNDP pada tahun
2005 bahwa HDI Indonesia menempati peringkat 117 dari 175 negara
(Library Perbanas).
Indonesia sebagai negara berkembang, belum memiliki budaya
membaca seperti halnya Jepang. Menurut laporan dari Badan Pusat Statistik
berkenaan dengan perilaku sosial budaya di dalam masyarakat diketahui
persentase penduduk berumur 10 tahun ke atas yang membaca surat kabar
atau majalah sebesar 18.94% pada tahun 2009 atau turun dari angka

9
sebelumnya sebesar 23.46% pada tahun 2006. Tentu saja ini merupakan
berita yang menyedihkan bagi Negara berkembang yang ingin maju.
Indonesia temasuk salah satu Negara yang paling sedikit peminat
membacanya.
Rendahnya minat baca masyarakat kita sangat mempengaruhi kualitas
bangsa Indonesia, sebab dengan rendahnya minat baca, tidak bisa mengetahui
dan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan informasi di dunia, di
mana pada ahirnya akan berdampak pada ketertinggalan bangsa Indonesia.
Oleh karena itu, untuk dapat mengejar kemajuan yang telah dicapai oleh
negara-negara tetangga, perlu kita kaji apa yang menjadikan mereka lebih
maju. Ternyata meraka lebih unggul di sumber daya manusianya. Budaya
membaca mereka telah mendarah daging dan sudah menjadi kebutuhan
mutlak dalam kehidupan sehari harinya. Untuk mengikuti jejak mereka dalam
menumbuhkan minat baca sejak dini perlu ditiru dan diterapkan pada
masyarakat, terutama pada tunas-tunas bangsa yang kelak akan mewarisi
negeri ini.
Kualitas suatu bangsa ditentukan oleh kecerdasan dan
pengetahuannya, sedangkan kecerdasan dan pengetahuan dihasilkan oleh
seberapa ilmu pengetahuan yang di dapat, sedangkan ilmu pengetahuan
didapat dari informasi yang diperoleh dari lisan maupun tulisan. Semakin
banyak penduduk suatu wilayah yang haus akan ilmu pengetahuan semakin
tinggi kualitasnya.
Kualitas suatu bangsa biasanya berjalan seiring dengan budaya
literasi, faktor kualitas dipengaruhi oleh membaca yang dihasilkan dari
temuan-temuan para kaum cerdik pandai yang terekam dalam tulisan yang
menjadikan warisan literasi informasi yang sangat berguna bagi proses
kehidupan social yang dinamis. Para penggiat pendidikan sepakat bahwa
pintu gerbang penguasaan ilmu pengetahuan adalah dengan banyak membaca.
Sebab dengan membaca dapat membuka jendela dunia. Ketika jendela dunia
sudah terbuka, masyarakat Indonesia akan dapat melihat keluar, sisi-sisi apa

10
yang ada dibalik jendela tersebut. Sehingga cara berpikir masyarakat kita
akan maju dan keluar dari zona kemiskinan menuju kehidupan yang sejahtera.
Adapun hal-hal yang harus di perhatikan dan dikembangkan dalam
literasi budaya guna mengembangkan Kualitas Bangsa menjadi lebih baik,
diantaranya menumbuhkan Daya Baca Masyarakat Menjadi lebih baik
dengan cara :
1. Perlu adanya perbaikan dan pemerataan pendidikan agar bisa
mendorong tingkat melek huruf yang lebih tinggi
2. Perlu adanya perpustakaan di setiap daerah sebagai tempat nyaman
dalam membaca.
3. Dibutuhkan program-program berkelanjutan untuk lebih
memperkenalkan buku dan mendorong minat baca buku, ke sekolah
dan masyarakat umum.

2.3 KONSEP KERANGKA LOTERASI DAN SKETSA HISTORIS


LITERASI DI INDONESIA
1. Kerangka Dasar Literasi sosial dan budaya
Literasi didefinisikan sebagai kemampuan untuk berkomunikasi
menggunakan tanda atau simbol tertulis, tercetak, atau elektronik untuk
mewakili bahasa. Literasi biasanya dikontraskan dengan lisan (tradisi
lisan), yang mencakup serangkaian strategi yang luas untuk berkomunikasi
melalui media lisan dan aural. Namun, dalam situasi dunia nyata, mode
komunikasi melek huruf dan lisan hidup berdampingan dan berinteraksi,
tidak hanya dalam budaya yang sama tetapi juga dalam individu yang
sama. Dengan kata lain, literasi dapat dipahami sebagai kemampuan
menggunakan informasi cetak dan tertulis untuk berfungsi di masyarakat,
untuk mencapai tujuan seseorang, dan untuk mengembangkan
pengetahuan dan potensi seseorang.
Kirsch, meningkatnya penerimaan akan pentingnya pembelajaran
seumur hidup telah memperluas pandangan dan tuntutan membaca dan
keaksaraan. Keaksaraan tidak lagi dilihat sebagai kemampuan yang

11
dikembangkan selama tahun-tahun awal sekolah, tetapi dipandang sebagai
seperangkat keterampilan, pengetahuan, dan strategi yang terus
berkembang yang dibangun individu sepanjang hidup mereka dalam
berbagai konteks dan melalui interaksi dengan teman sebaya dan dengan
komunitas yang lebih besar tempat mereka berpartisipasi.11 Sejarawan
mengingatkan, bahwa jenis dan tingkat keterampilan melek huruf yang
diperlukan untuk partisipasi ekonomi, kewarganegaraan, pengasuhan anak,
dan kemajuan individu pada tahun 1800 berbeda dari yang dibutuhkan
pada tahun 1900 dan dari yang diperlukan pada tahun 2000 dan
seterusnya. Saat ini, di dunia berjalan dengan teknologi maju, di mana
jumlah dan jenis bahan tertulis bertambah dan di mana semakin banyak
warga diharapkan untuk menggunakan informasi dari ini materi dengan
cara baru dan lebih kompleks.
Selain literasi membaca, dalam kehidupan sehari-hari dan dalam
konteks pendidikan literasi, literasi matematika dan sains adalah aspek
pendidikan yang penting untuk memahami lingkungan, kesehatan,
ekonomi dan masalah-masalah lainnya yang dihadapi oleh masyarakat
modern yang hidup di alam ilmu pengetahuan dan teknologi. Hampir
dapat dipastikan, kemampuan matematika dan sains oleh para siswa akan
memberikan implikasi bagi negara dan bangsa dalam pengembangan
teknologi dan untuk meningkatkan daya saing internasional pada
umumnya. Kemampuan dalam berhitung jelas tak cukup lagi. Kompetensi
membaca, menulis, dan berhitung atau yang biasa disebut 3R (Reading,
wRiting, aRithmetic) memang masih penting, namun demikian masih ada
kompetensi lain yang malahan lebih utama saat sekarang, yaitu
kemampuan bernalar atau reasoning. Gagasan 3R seharusnya diubah
menjadi 4R, dengan menambah Reasoning dalam kompetensi dasar.
Dengan dasar tersebut, literasi diartikan sebagai keterampilan dan
pengetahuan yang dibutuhkan tidak untuk dapat sekedar hidup dari segi
finansial, tetapi juga sebagai suatu yang dibutuhkan untuk

12
mengembangkan diri secara sosial, ekonomi, dan budaya dalam kehidupan
saat ini.
2. Rancangan gerakan literasi
Budaya literasi sangat memprihatinkan, karena remajatidak bisa
mengalihkan perhatiannya pada telepon genggam dan bergosip dengan
teman sekelas. Perpustakaan sekolah lebih sepi dibandingkan halam
sekolah. Pengunjung perpustakaan dikala istirahat bisa dihitung dengan
jari. Perpustakaan yang sepi dan damai ini kadang menjadi tempat terbaik
bagi remaja menghabiskan waktu untuk tidur sesaat. Maka dari itu sekolah
harus giat menjalankan program gerakan literasi.Pendidikan yang
berkualitas menjadi kebutuhan penting di era persaingan global yang kian
kompetitif. Untuk menjadikan dunia pendidikan berkualitas, tentu sangat
banyak faktor yang berkaitan dan saling memengaruhi. Salah satu upaya
pemerintah menjadikan pendidikan berkualitas adalah melalui
mengingkatkan budaya literasi(membaca dan menulis). Pemerintah
melalui Permendikbud Nomor 23 Tahun 2015 telah menyadari
pentingnya penumbuhan karakter peserta didik melalui kebijakan
membaca selama 15 menit sebelum pelajaran dimulai. Namun untuk
menyukseskan rencana besar ini, tidak bisa instant dan bersifat temporary.
Yang akan di bangun itu adalah kebiasaan, maka dibutuhkan suatu
pembiasaan yang harus terus menerus dilakukan sejak usia dini dan untuk
itu konsistensi sangat diperlukan. Tentu tugas terasa berat untuk
diterapkan kepada siswa manakala gurunya tidak ikut terbiasa membaca
buku. Ada banyak kegiatan pembiasaan untuk memulai gerakan literasi
sekolah, yang terpenting adalah kemauan dari seluruh warga
sekolah untuk mensukseskan program tersebut. Diantaranya mendekatkan
buku sedekat mungkin dengan anak anak , kemudahan dalam mengakses
buku, seperti website atau blog buku, atau dengan buat taman literasi. Dan
hal hal seperti harus mendapa dukungan dari kepala sekolah, guru seluruh
warga sekolah. Dalam menyukseskan program ini tentu harus adanya
keteladanan dari semua pihak sekolah. Kalau bisa bawalah budayaliterasi

13
ke dalam keluarga, terutama ayah dan ibu juga harus ikut mendukung.
Untuk menumbuhkan budaya membaca di masyarakat, sistem pendidikan
di Indonesia mungkin bisa meniru negara tetangga, sebut saja vietnam atau
malaysia. Negara vietnam seperti yang kita tahu pernah mengalami konflik
perang saudara berkepanjangan yang menghancurkan hampir setiap
kehidupan. Namun, warganya tak lantas tinggal diam. Mereka kembali
membangun negaranya, terutama tentang pendidikan yang harus
direformasi. Melalui metode gerakan masyarakat mengumpulkan donasi
dan buku, serta menyebarkan melalui pendirian perpustakaan di seluruh
pelosok negara tersebut. Kini bisa dilihat hasilnya saat ini yaitu kemajuan
negara vietnam berkembang pesat di Asia Tenggara, Indonesia tidak boleh
kalah dalam hal ini, karena mengingat sumberdaya manusia yang terdepan
tidak hanya di kawasan Asia Tenggara, namun di lingkup asia bahkan
dunia. Budaya literasi juga bisa di terapkan oleh masyarakat, dengan cara
membuatnya semenarik mungkin agar anak anak tertarik. Budaya literasi
tidak harus menganjurkan untuk membaca yang berat berat. Pilihlah
bacaan yang di sukai anak anak. Seperti buku cerita anak, cerita legenda
atau opsi lainnya adalah baca bacaan sesuai dengan umurnya. Dengan
begitu semua kalangan akan mencintai budaya membaca ini. Budaya
literasi akan meningkatkan inovasi belajar. Sesuai dengan dasar dasar ilmu
pendidian pada materi inovasi dalam pendekatan pembelajaran.
Prinsip prinsip gerakan literasi yakni:
1) Semua dengan tahapan perkembangan peserta didik bedasarkan
karakternya
2) Dilaksanakan secara rutin
3) Berlangsung terintegrasi dan holistik di semua area kurikulum
4) Melibatkan kecakapan berkomunikasi lisan,
5) Mempertimbangkan keragaman.

Merujuk pada gerakan literasi sekolah ( GLS) harus dilaksankan


secara kolaboratif oleh seluruh komponen yang ada disekolah maupun
masyarakat diluar sekolah. Artinya gerakan literasi sekolah harus mampu

14
menggerakkan seluruh komponen internal maupun eksternal sekolah.
Prmbelajaran berbasis budaya literasi akan mengkondisikan peserta didik
untuk menjadi literat, peningkatan kemampuan literasi dalam belajar
dengan tujuan mengembangkan wawasan peserta didik.

3. Sketsa Historis literasi di Indonesia


Merujuk pada sejarah Indonesia, peran pujangga di lingkungan
kerajaan atau kraton pada masa lalu menjadi bukti budaya membaca
menulis telah ada sejak lama. Hal tersebut menjadi embrio budaya literasi
di negara ini. Para pujangga mengembangkan sajak berbasis pada
masyarakat lokal sesuai dengan budayanya, mengingat bangsa ini
memiliki beragam suku. Budaya menulis aksara (lambang bahasa) yang
bermacam-macam, di aksara latin dan aksara lokal nusantara, seperti
aksara jawa, aksara Bali, dan aksara Arab (pegon) sangat berkembang.
Sebagai contoh, penggunaan aksara latin dan aksara palawa di berbagai
buku atau prasasti. Budaya menulis ini pun tidak diundang mengemukakan
pikiran atau makna mendalam, seperti aksara palawa yang mengandung
filosofi. Tulisan di dalam setiap aksara memiliki arti dan makna masing-
masing. Masyarakat bangsa ini mengenal tradisi membaca berbagai serat,
layang, dan kitab. Tradisi ini tidak berhenti pada keterampilan membaca,
lebih menyatu dengan kehidupan masyarakat. Berbagai ritual keagamaan
atau upacara adat selalu menghadiri tradisi membaca berbagai serat atau
kitab.
Alfan dan Nuraeni, menjelaskan pada masyarakat Sunda, ada
tradisi ruwatan yang dipublikasikan sebagai persyaratan menjabarkan
aksara hingga pembacaan mantra-mantra. Masyarakat mengakui pula
tradisi tujuh bulanan dengan membaca serat-serat khusus untuk bayi yang
dikandung dan berbagai tradisi lain. Selain itu, ada pula tradisi mamaca
yang dalam Bahasa Madura berarti membaca. Tradisi ini merupakan

15
pembahasan acara membacakan kitab dengan aksara Arab (pegon)
menyambut jawa. Pada cerita-cerita hikayat, dipelajari berbagai kisah
dengan bahasa melayu dan tulisan beraksara Arab (pegon). Karena itu,
bangsa ini memiliki beragam suku, serta menyerap berbagai budaya luar,
seperti budaya arab (Islam) dan melayu.
Berdasar pada deskripsi di atas, dapat dipahami bahwa bangsa
Indonesia telah mengenal dunia literasi sejak jaman kuno, seperti halnya
peninggalan gambar dan tulisan di goa goa prasejarah, atau jejak tulisan
dalam berbagai prasasti serta candi-candi di jamantan. Setelah itu, di
zaman kolonial, kita telah tahu bagaimana literasi semakin dikembangkan,
salah satunya R.A. Kartini rajin membaca buku dan menulis surat untuk
sahabatnya di Belanda (yang kemudian dijadikan buku dengan judul
"Habis Gelap, Terbitlah Terang"). Kemudian dalam narasi sejarah bangsa,
diceritakan tentang bangsa Indonesia dimulai dengan jumlah besar produk-
produk tulisan para tokoh pejuang dan penulis surat kabar cetak yang
sangat kritis terhadap pemerintah kolonial Belanda.

2.4 UPAYA MELESTARIKAN BUDAYA INDONESIA DI ERA GLOBALOSASI


Kebudayaan dan masyarakat adalah ibarat dua sisi mata uang, satu
sama lain tidak dapat dipisahkan.Disamping itu, Indonesia merupakan
negara yang kaya akan berbagai macam budaya sosial masyarakat yang
unik dan indah serta sangat cocok bagi para pelancong yang ingin melihat
pesona sosial budaya Indonesia. Oleh karena itu, para wisatawan sangat
antusias untuk memenuhi kerinduannya dalam menyaksikan langsung
akanNatural Wonderful cultureyang sulit ditemui pada bagian bumi yang
lain di dunia ini. Pada tahun 2018, semua orang dari semua penjuru di
dunia berbondong-bondong datang ke Labuanbajo NTT, hanya untuk mau
menyaksikan langsung kebudayaan lokal dan komodo-komodo yang ada
disana.

Teori Sinkronisasi Budaya (Hamelink dalam Liliweri, 1983: 23)


menyatakan “lalu lintas produk budaya masih berjalan satu arah dan pada

16
dasarnya mempunyai mode yang sinkronik. Negara-negara Metropolis
terutama Amerika Serikat menawarkan suatu model yang diikuti negara-
negara satelit yang membuat seluruh proses budaya lokal menjadi kacau
atau bahkan menghadapi jurang kepunahan. Dimensi-dimensi yang unik
dari budaya Nusantara dalam spektrum nilai kemanusiaan yang telah
berevolusi berabad-abad secara cepat tergulung oleh budaya mancanegara
yang tidak jelas manfaatnya. Ironisnya hal tersebut justru terjadi ketika
teknologi komunikasi telah mencapai tataran yang tinggi, sehingga kita
mudah melakukan pertukaran budaya. (Dalam sumber yang sama)
Hamelink juga menyatakan, bahwa dalam sejarah budaya manusia belum
pernah terjadi lalu lintas satu arah dalam suatu konfrontasi budaya seperti
yang kita alami saat ini. Karena sebenarnya konfrontasi budaya dua arah di
mana budaya yang satu dengan budaya yang lainnya saling pengaruh
mempengaruhi akan menghasilkan budaya yang lebih kaya (kompilasi).
Sedangkan konfrontasi budaya searah akan memusnahkan budaya yang
pasif dan lebih lemah. Menurut Hamelink, bila otonomi budaya
didefinisikan sebagai kapasitas masyarakat untuk memutuskan alokasi
sumber-sumber dayanya sendiri demi suatu penyesuaian diri yang
memadai terhadap lingkungan, maka sinkronisasi budaya tersebut jelas
merupakan ancaman bagi otonomi budaya masyarakatnya. Hal ini terjadi
pada masyarakat Indonesia dimana, jaman sekarang masyarakat lebih suka
merayakan Ulang tahun di tempat-tempat yang identik dengan budaya
Barat sehingga dinilai tidak kuno lebih modern. Misalnya; KFC,Dunkin
Donuts Pizza Hut.

Menjaga dan melestarikan budaya Indonesia dapatdilakukan


dengan berbagai cara. Ada dua cara yang dapat dilakukan masyarakat
khususnya sebagai generasi muda dalam mendukung kelestarian budaya
dan ikut menjaga budaya lokal (Sendjaja, 1994: 286). yaitu :

1) Culture Experience
Culture Experience Merupakan pelestarian budaya yang dilakukan

17
dengan cara terjun langsung kedalam sebuah pengalaman kultural.
contohnya, jika kebudayaan tersebut berbentuk tarian, maka
masyarakat dianjurkan untuk belajar dan berlatih dalam menguasai
tarian tersebut, dan dapat dipentaskan setiap tahun dalam acara-
acara tertentu atau diadakannya festival-festival. Dengan demikian
kebudayaan lokal selalu dapat dijaga kelestariannya.
2) Culture Knowledge
Culture Knowledge Merupakan pelestarian budaya yang dilakukan
dengan cara membuat suatu pusat informasi mengenai kebudayaan
yang dapat difungsionalisasi ke dalam banyak bentuk. Tujuannya
adalah untuk edukasi ataupun untuk kepentingan pengembangan
kebudayaan itu sendiri dan potensi kepariwisataan daerah. Dengan
demikian para Generasi Muda dapat memperkaya pengetahuannya
tentang kebudayaanya sendiri.
Masyarakat wajib memahami dan mengetahui berbagai
macam kebudayaan yang dimiliki. Pemerintah juga dapat lebih
memusatkan perhatian pada pendidikan muatan lokal kebudayaan
daerah.Selain hal-hal tersebut diatas, masih ada cara lain dalam
melestarikan budaya lokal ( Yunus: 2014: 123) yaitu:
a. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam memajukan
budaya lokal.
b. Mendorong masyarakat untuk memaksimalkan potensi budaya
lokal beserta pemberdayaan danpelestariannya.
c. Berusaha menghidupkan kembali semangat toleransi,
kekeluargaan, keramahtamahandan solidaritas yang tinggi.
d. Selalu mempertahankan budaya Indonesia agar tidak punah.
Mengusahakan agar masyarakat mampu mengelola
keanekaragaman budaya lokal.

18
BAB 111

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Buku adalah jendela dunia dan membaca adalah kuncinya. Dengan
membaca buku, ilmu pengetahuan akan didapatkan. Kegiatan membaca
akan menambah wawasan sekaligus mempengaruhi mental dan perilaku
seseorang, dan bahkan memiliki pengaruh besar bagi masyarakat. Pada
gilirannya, kegemaran membaca ini akan membentuk budaya literasi yang
berperan penting dalam menciptakan bangsa yang berkualitas.
Rumusan ini mudah diucapkan, tetapi perlu kerja keras untuk
diwujudkan, apalagi bila kita bicara tentang Indonesia. Penyebabnya,
meski sudah 70 tahun merdeka, angka melek huruf kita masih rendah.
UNDP merilis, angka melek huruf orang dewasa Indonesia hanya 65,5
persen. Sebagai perbandingan, angka melek huruf di negeri jiran kita,
Malaysia, mencapai 86,4 persen. Hal ini terkait dengan pendidikan kita
yang masih belum maju.
Budaya lokal merupakan aset Bangsa Indonesia yang harus
memperoleh perhatian terutama di era Globalisasi saat ini.Budaya nasional
menjadi bagian penting negara Indonesia yang dapat dikembangkan dan
dikelola sebaik-baiknya.Hal ini penting agar dapat berfungsi lebih luas
tidak hanya sekadar warisan ataupun adat istiadat masyarakat Indonesia
yang dirayakan ataupun dilaksanakan pada saat peringatan hari Sumpah

19
Pemuda atau hari Pahlawan saja. Budaya nasional harus menjadi bagian
dari aset Bangsa Indonesia yang dapat mendatangkan pendapatan bagi
masyarakat dan negara.Tentunya perlu ada suatu kesadaran secara nasional
dan dilaksanakan oleh seluruh masyarakat Indonesia pada semua aspek
kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Sebagai gambaran, berdasarkan data UNESCO, Indonesia berada
di urutan ke-69 dari total 127 negara dalam indeks pembangunan
pendidikan UNESCO. dan mengingatkan pemerintah dan elit politik agar
segera mengambil kebijakan yang efektif. Jika tidak, Indonesia akan terus
terpuruk dan menjadi negara paria. Budaya literasi adalah masalah serius.
Akhirnya, mari kita membangun kesadaran bersama, budaya literasi
Indonesia sudah berada dalam kondisi kritis. Kalau para pemimpin kita
kelihatan begitu tenang, bahkan tidak peduli, tampaknya sudah saatnya
kelompok-kelompok masyarakat sipil memperjuangkan budaya literasi
dan mengingatkan pemerintah dan elit politik agar segera mengambil
kebijakan yang efektif. Jika tidak, Indonesia akan terus terpuruk dan
menjadi negara paria. Budaya literasi adalah masalah serius.

3.2 Kritik dan Saran

Dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan baik dari teknik
penyajian maupun teknik penjelasan. Diharapkan setelah membaca ini
materiyang didapatkan dapat dikembangkan kembali.

20
DAFTAR PUSTAKA

Zain tamin A.R, (2019), “Sejarah Sosial Literasi Di Indonesia” Surabaya: STAI
YPBWI

Nur Afriani, (2015), “Pengaruh Budaya Literasi Untuk Menuju Pendidikan


Berkualitas”, Padang: Media Indonesia

Muslimin dan Rahmatun, (2020), “Pengaruh Budaya Literasi Digital Terhadap


Pembentukan Karakter Terhadap Masyarakat”, Gorontalo: Media Pustaka

Ane Permatasari, (2015), “ Membangun kualitas bangsa dengan budaya literasi


Yogyakarta:UNIB

Ninis Khairunnisa,DKK, (2022), “Pancasila-Literasi-Digital”, Bandung: Jurnal


kewarganegaraan

Hidigardis M.I Nahak, (2019), “Upaya Melestarikan Budaya Indonesia Di Era


Globalisasi”, Kupang: Jurnal Sosiologi Nusantara

21
22

Anda mungkin juga menyukai