Anda di halaman 1dari 6

OUT LINE SENI TRADISIONAL PETAN WEWE SEBAGAI KEARIFAN LOKAL BUDAYA BANTEN BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang B. Perumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Kerangka Penelitian E. Metodologi Penelitian F. Sistematika Pembahasan BAB II KONDISI OBJEKTIF MASYARAKAT DESA KIARA A. Letak Geografis Desa Kiara B. Kondisi Sosial dan Budaya Masyarakat Desa Kiara BAB III PERKEMBANGAN KESENIAN TRADISIONAL PETAN WEWE DI DESA KIARA A. Pengertian Kesenian Tradisional B. Sejarah Petan Wewe C. Fungsi Kesenian Petan Wewe BAB IV PROSES PELAKSANAAN KESENIAN PETAN WEWE A. Ritual Menjelang Pelaksanaan Kesenian Petan Wewe B. Pelaksanaan Kesenian Petan Wewe C. Ritual Setelah Melaksanakan Kesenian Petan Wewe BAB V PENUTUP Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan kesenian rakyat tidak dapat dipisahkan dari warna dan ciri kehidupan masyarakat. Hampir setiap daerah di Indonesia mempunyai bentuk kesenian yang menggambarkan daerah setempat dan mempunyai latar belakang sejarah dan konteks sosial yang berbeda. Dalam seni pertunjukan kesenian rakyat Banten yang ada pada umumnya berkembang secara turun temurun, tidak terlepas dari nafas keagamaan dan pengaruh agama Islam maupun agama lainnya. Salah satu seni yang berkembang atau pun masih ada dan sekaligus menjadi pokok pembahasan pada proposal ini yaitu kesenian tradisional Petan Wewe di Kecamatan Walantaka Kota Serang Provinsi Banten. Meskipun perkembangannya pada zaman serba modern ini terbilang menurun, karena disebabkan oleh banyak faktor salah satunya terjadi pada generasi muda yang enggan meneruskan pelestarian kesenian tradisional Petan Wewe padahal jika gernerasi muda mengerti mengenai seni dan budaya lokal setempat maka bukan tidak mungkin kesenian tradisional Petan Wewe menjadi kesenian kearifan lokal budaya Banten. Untuk generasi muda pada era ini masih ada yang belum mengerti apa itu budaya, sehingga kurangnya antisipasi untuk melestarikan budaya kita sendiri. secara umum budaya diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia, jadi budaya lokal adalah suatu sistem atau cara hidup yang

berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah daerah dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya lokal terbentuk oleh beberapa unsur diantaranya Seni tradisional merupakan unsur kesenian yang menjadi bagian hidup masyarakat dalam suatu kaum/puak/suku/bangsa tertentu. Tradisional adalah aksi dan tingkah laku yang keluar alamiah karena kebutuhan dari nenek moyang yang terdahulu. Tradisi adalah bagian dari tradisional namun bisa musnah karena ketidamauan masyarakat untuk mengikuti tradisi tersebut. Seni tradisional yang sudah menjadi budaya masyarakat, jika mampu dikembangkan menjadi budaya yang besar maka kemungkinan akan menjadi salah satu kemajuan pariswisata bagi daerah-daerah yang memiliki seni tradisional tersebut. Menurut situs Kementerian Kebudayaan dan pariwisata

BantenPengembangan Pariwisata Provinsi Banten diidentifikasikan atas 204 Obyek Daya Tarik Wisata (ODTW) menurut RIPPDA Pariwisata tahun 2006 yang tersebar di seluruh wilayah Provinsi Banten. Terdiri dari 84 Obyek Wisata Alam, 34 Obyek Wisata Sejarah dan Budaya, 24 Obyek Wisata Buatan, 9 Obyek Wisata Living Culture dan 48 Obyek Wisata Atraksi Kesenian. Sebanyak 71 ODTW (34,8%) merupakan kawasan wisata yang telah berkembang baik dalam skala nasional maupun internasional. Sementara itu sekitar 100 ODTW (49,0%) merupakan Obyek Wisata yang potensial untuk dikembangkan. Pola

pengembangan pariwisata Provinsi Banten meliputi 18 kawasan, diantaranya Pantai Barat, Kawasan Wisata Pantai Selatan, Kawasan Wisata Pantai Utara, Kawasan Wisata Ziarah, Kawasan Wisata Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) serta Pulau dan Anak Gunung Krakatau, dan lain-lain.

Pada perkembangannya, jumlah Obyek Daya Tarik Wisata (ODTW) Banten berdasarkan data tahun 2012 telah tercatat sebanyak 526 obyek yang terbagi kedalam beberapa kategori. Yaitu: wisata marina, wisata sejarah, suaka alam, dan obyek wisata lainnya.1 Budaya yang berkembang di Indonesia adalah keseluruhan budaya yang hidup di Indonesia, terdiri dari budaya asli, budaya yang ikut mengisi, dan budaya yang merupakan campuran antara budaya asli dengan budaya yang ikut mengisi. Budaya asli adalah budaya yang sejak semula sesudah terdapat di Indonesia yang terdiri dari aneka ragam budaya yang mendarah daging di kalangan suku-suku asli tersebar di Indonesia. 2

B. Perumusan Masalah a. Bagaimana Kondisi Objektif Masyarakat Desa Kiara ? b. Bagaimana Perkembangan Kesenian Petan Wewe di Desa Kiara c. Bagaimana Pelaksanaan Kesenian Petan Wewe di Desa Kiara C. Tujuan Penelitian a. Untuk Menggambarkan Kondisi Objektif Masyarakat Desa Kiara. b. Untuk Mengetahui Perkembangan Kesenian Petan Wewe di Desa Kiara. c. Untuk Mengetahui Perkembangan Kesenian Petan Wewe di Desa Kiara. D. Kerangka Pemikiran
1 2

http://bantenculturetourism.com/ Abdul Karim, Islam Nusantara, Jogjakarta: Grha Pustaka, 2007, hal 137

Sebagai kerangka pemikiran, penulis mengungkapkan beberapa teori yang berhubungan dengan judul mengenai sejarah kesenian petan wewe di Desa Kiara Kecamatan Walantaka Kota Serang. Kesenian berasal dari kata yang berarti rasa indah bila dinikmati orang dengan mempergunakan indra mata dan telinga, dapat juga berarti rasa nikmat bila orang menggunakan indra pengecap. Yang mengandung rasa indah dapat dinikmati orang berupa seni rupa atau seni suara, sedangkan seni nikmat terutama dirasakan berupa seni tata boga. Kluckhohn berpendapat, bahwa kesenian merupakan salah satu unsur kebudayaan, yaitu salah satu dari tujuh unsur Cultural Univeral. Kesenian merupakan lanjutan atau perpanjangan kebudayaan. Karena kebudayaan merupakan usaha dan karya manusia untuk memenuhi kebutuhan fisiknya agar dapat bertahan hidup. Setelah manusia berhasil memenuhi kebutuhan hidupnya, pada umumnya mulai berbuat dan berfikir untuk memenuhi kebutuhan psikisnya yang sifatnya rohaniah.3 Seni secara umum dapatlah diartikan sebagai penjelmaan rasa indah yang terkandung di dalam jiwa manusia, dilahirkan dengan perantaraan alat komunikasi kedalam bentuk yang dapat ditangkap oleh indera pendengaran (seni suara), penglihatan (seni lukis), atau seni gerak (seni tari atau seni drama).4

Supartono Widyosiswoyo, Sejarah Seni Rupa Indonesia I, jakarta; Universitas Trisakti, 2007, hal 7. 4 Euis Sri Mulyani, Panduan Pengajaran Seni dalam Islam pada Majlis Taklim, Jakarta; Direktorat Pendidikan Islam pada Masyarakat dan Pemberdayaan Mesjid Departemen Agama RI, 2003, HAL 13.

Anda mungkin juga menyukai