Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Budaya merupakan bagian yang tak terpisahkan oleh manusia sehingga cenderung

dianggap bahwa budaya itu diwariskan secara turun temurun sejak dulu, akan semakin

terkonsep dalam kehidupan masyarakat sehingga menjadi sebuah kepercayaan terhadap

hal-hal yang berhubungan dengan sebuah keyakinan yang sulit untuk dihilangkan.

Budaya dibentuk dari berbagai unsur rumit yang terdiri unsur adat istiadat, bahasa,

agama, politik, perkakas, pakain, bangunan, dan karya seni. Terbentuknya unsur-unsur

kebendaan dalam budaya merupakan sarana pendukung terciptanya kebudayaan itu

sendiri sebagai wujud nyata budaya yang berkembang pada zamannya. Unsur kebendaan

itulah yang merupakan artefaktual yang perlu dijaga dan dilestarikan dalam bentuk Cagar

Budaya.

Cagar Budaya merupakan kekayaan budaya bangsa sebagai wujud pemikiran dan

perilaku kehidupan manusia yang penting artinya bagi pemahamam dan pengembangan

sejarah, ilmu pengatahuan, dan kebudayaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,

dan bernegara sehingga perlu dilestarikan dan dikelolah secara tepat melalui upaya

pelestarian dalam rangka memajukan kebudayaan nasional untuk sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat. Hal ini Berdasarkan terdapat dalam Peraturan Daerah Provinsi

Sulawesi-Selatan Nomor 2 Tahun 2014 tentang Pelestarian dan Pengelolaan Cagar

Budaya pada Bab 1 Pasal 1 (Ayat 22) mengatakan bahwa” Pelestarian adalah upaya

dinamis untuk mempertahankan keberadaan cagar budaya dan nilainya dengan cara

melindungi, mengembangkan, mempertahankan dan memanfaatkannya”. Dari defenisi

tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa adanya peran aparatur dalam melestarikan

1
segala sesuatu yang berhubungan dengan kebudayaan turun temuran baik itu bersumber

dari alam maupun buatan tangan manusia.

Nilai-nilai kearifan lokal yang masih ada biasanya masih dipertahankan oleh

masyarakat yang masih memiliki tingkat kepercayaan yang kuat. Kepercayaan yang

masih mentradisi dalam masyarakat juga disebabkan karena kebudayaan yang ada

biasanya bersifat universal sehingga kebudayaan tersebut telah melekat pada masyarakat

dan sudah mejadi hal yang pokok dalam kehidupannya. kebudayaan merupakan sesuatu

yang bersifat superorganic, karena kebudayaan bersifat turun temurun dari generasi ke

generasi berikutnya, walaupun manusia yang ada di dalam masyarakat senantiasa silih

berganti disebabkan kematian dan kelahiran. demikian bahwa kebudayaan yang

diwariskan secara turun temurun tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Adanya

kaitan yang begitu besar antara kebudayaan dan masyarakat menjadikan kebudayaan

sebagai suatu hal yang sangat penting bagi manusia dimana masyarakat tidak dapat

meninggalkan budaya yg sudah dimilikinya.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana sejarah dari Situs Kebudayaan Bola Ridi,e di Kabupaten Soppeng?

2. Bagaimana upaya pelestarian terhadap Situs Kebudayaan Bola Ridi,e di Kabupaten

Soppeng?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengungkapkan latar belakang Situs Kebudayaan Bola Ridi,e di Kabupaten Soppeng.

2. Mengungkapkan upaya pelestarian terhadap Situs Kebudayaan Bola Ridi,e di

Kabupaten Soppeng

2
D. Manfaat Penelitian

1. Menambah pengetahuan dan wawasan sejarah mengenai salah satu warisan budaya

lokal yang tidak lain Situs Kebudayaan Bola Ridi,e di Kabupaten Soppeng.

2. Dapat menambah refrensi ilmu pengetahuan dalam bidang kesejarah dan strategi

pelestarian cagar budaya.

3. Dapat dijadikan sumber referensi dalam kajian pengetahuan sejarah lokal.

3
BAB II

TINJAU PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

A. Tinjau Pustaka

1. Pengertian Budaya

Budaya merupakan suatu cara hidup yang terbentuk dari banyak unsur yang rumit

(agama, politik, adat istiadat, bahasa, seni, dll) dan berkembang pada sebuah kelompok

orang  atau masyarakat. Budaya sering kali dianggap warisan dari generasi ke generasi

dan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung

menganggapnya diwariskan secara genetis.

Istilah budaya berasal dari bahasa Sansekerta buddhayah, yang merupakan bentuk

jamak dari buddhi berarti “budi” atau “akal”. Dengan demikian hakikat budaya diartikan

sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia .

Ada pendapat yang membahas kata budaya sebagai suatu perkembangan dari kata

majemuk budidaya yang berarti budi yang diperdayakan. Budi yang merupakan paduan

akal dan perasaan untuk menimbang baik dan buruk, sedangkan daya adalah

kemampuan melakukan sesuatu atau kemampuan bertindak.

Sumber daya budaya di Watansoppeng khususnya peninggalan kerajaan soppeng

telah banyak diteliti oleh peneliti asing dan peneliti lokal. Pelestarian dan penelitian

juga sering dilakukan oleh instansi pemerintah dibidang kepurbakalaan yaitu balai

pelestarian cagar budaya (BPCB) Makassar dan Balai Arkeologi (BALAR) Makassar.

Selain itu, tercatat pula beberapa akademisis yang melakukan penelitian di

Watansoppeng.

4
Sistem kepercayaan masyarakat Sulawesi selatan adalah Sure’ Lagaligo yang

mengandung kepercayaan pada dewa tunggal. Pemujaan terhadap roh nenek moyang

juga pernah berkembang. Hal ini ditandai dengan adanya pemeliharaan tempat-tempat

keramat yang telah dikenal oleh masyarakat Makassar sejak lama. Dalam buku

ensiklopedia suku bangsa di Indonesia di sebutkan bahwa sebelum datangnya agama

islam, orang Makassar mempercayai tokoh-tokoh dewa, roh nenek moyang serta

makhluk gaib lainnya. Pada Suku Bugis Makassar dikenal adanya Batara Guru (Dewa

pencipta jagad), Patoto’E (Dewa yang menemukan nasib manusia), dewa SemuE (Dewa

tunggal) dan makhluk-makhluk halus lainnya yang menempati tempat tempat angker.

Sedangkan tokoh dewa tertinggi dalam keyakinan mereka disebut Patoto’E atau dewa

SewuE (Dewa yang tingi).

2. Pengertian Cagar Budaya

Pengertian Cagar Budaya dalam UURI No. 11 Tahun 2010 adalah warisan budaya

bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur

Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air

yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu

pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.

Berdasarkan Undang-Undang bahwa Cagar Budaya adalah warisan budaya yang

bersifat kebendaan atau yang biasa disebut dengan bersifat tangible. Artinya bahwa

warisan budaya yang masuk ke dalam kategori Cagar Budaya adalah warisan budaya

yang berwujud konkrit, dapat dilihat dan diraba oleh indra, mempunyai massa dan

dimensi yang nyata. Contohnya batu prasasti, candi, nisan makan, dll. Warisan budaya

yang bersifat intangible seperti bahasa, tarian dan sebagainya tidak termasuk pada

kategori Cagar Budaya.


5
3. Pembagian Budaya

Menurut pembagian Antrapologi tradisional, budaya di bagi menjadi dua yaitu:

a. Budaya Material

Budaya material dapat berupa objek, seperti makanan, pakaian, seni, benda-benda

kepercayaan.

b. Budaya Non Material

Mencakup kepercayaan, pengetahuan, nilai, norma, dan sebagainya.

Menurut konsep budaya Lainingen (1978-1984) karakteristik budaya dapat

digambarkan sebagai berikut:

a) Budaya adalah pengalaman bersifat univerbal sehingga tidak ada dua budaya yang

sama persis.

b) Budaya bersifat stabil, tetapi juga dinamis karena budaya tersebut diturunkan kepada

generasi berikutnya sehingga mengalami perubahan.

c) Budaya di isi dan ditentukan oleh kehidupan manusia sendiri tanpa di sadari.

Adapun unsur-unsur dari budaya adalah:

a. Sistem religi

Terdiri dari system kepercayaan kesustraan suci, system upacara keagamaan,

kelompok keagamaan, ilmu gaib, serta system nilai dan pandangan hidup.

b. Sistem dan organisasi masyarakat

6
Terdiri dari system kekerabatan, system kesatuan hidup, setempat, asosiasi, dan

perkumpulan-perkumpulan dan system kenegaraan.

c. Sistem pengetahuan

Terdiri dari pengetahuan tentang sekitar alam, pengetahuan tentang alam flora,

pengetahuan tentang zat-zat bahan mentah, pengetahuan tentang tubuh manusia, dan

pengetahuan tentang ruang, waktu dan bilangan.

d. Bahasa

Terdiri dari bahasa lisan dan tulisan

e. Kesenian

Terdiri dari seni patung, seni relief, seni lukis/gambar, seni rias, seni vocal, seni

instrumenseni kesustraan dan seni drama.

f. Mata pencaharian

Terdiri dari berburu dan meramu, perikanan, bercocok tanam di lading, bercocok

tanam menetap, peternakan, dan perdagangan.

g. Teknologi dan peralatan

Terdiri dari alat-alat produktif, alat-alat distribusi dan transport, wadah-wadah atau

tempat untuk menaruh makanan dan minuman, pakaian dan perhiasan, tempat

berlindung dan perumahan dan senjata.

B. Kerangka Pikir

Sejarah Situs Kebudayaan Bola


Ridi,e di Kabupaten Soppeng 7
Pengelolahan Pelestarian Situs
Kebudayaan Bola Ridi,e

Perlindungan, Pengembangan dan


Pemanfaatan Situs Kebudayaan Bola
Ridi,e

Terwujudnya Pengelolahan Pelestarian


Situs Kebudayaan Bola Ridi,e

8
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Wilayah penelitian secara administratif berada di Salassa’e, jl. Lamumpatue,

Kecamatan Lalabata, atau di Kawasan Watansoppeng. Letak geografis Kabupaten Soppeng

terletak pada 4006o lintang selatan dan 4032o lintang utara, 119042’80° bujur timur dan

120006’13o bujur barat . luas wilayah Kabupaten Soppeng 1.500 Km2. Waktu penelitian

pada hari senin tanggal 9 Mei 2022.

B. Definisi Penelitian

Situs adalah lokasi suatu kejadian, struktur, objek, atau hal lain, baik aktual, virtual,

lampau, atau direncanakan.

Dalam bahasa Inggris, budaya dan kebudayaan disebut culture, yang secara

etimologi berasal dari kata Latin Colere, yang artinya mengolah atau mengerjakan. Kata

'culture' juga kadang diterjemahkan sebagai 'kultur' dalam bahasa Indonesia, yang memiliki

arti sama dengan kebudayaan. Budaya merupakan cara hidup yang berkembang serta

dimiliki bersama oleh kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya

terbentuk dari berbagai unsur yang rumit, termasuk sistem agama, politik, adat istiadat,

perkakas, bahasa, bangunan, pakaian, serta karya seni. Budaya memengaruhi banyak aspek

dalam kehidupan manusia. Seiring berjalannya waktu, budaya bersifat kompleks, abstrak,

dan luas dalam peradaban manusia.

9
Pengertian budaya menurut para ahli:

E. B Taylor dalam Soekanto

Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan kepercayaan, kesenian,

moral, hukum, adat istiadat, dan lain kemampuan-kemampuan yang didapatkan

oleh manusia sebagai anggota masyarakat.

Selo Soemardjan dan Soelaeman Somardi

Kebudayaan sebagai semua hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.

Koentjaraningrat 

Budaya diartikan sebagai segala daya dan kegiatan manusia untuk mengolah dan

mengubah alam.

Linton

Budaya adalah keseluruhan sikap dan pola perilaku serta pengetahuan yang

merupakan suatu kebiasaan yang diwariskan dan dimiliki oleh suatu anggota

masyarakat tertentu.

Parsudi Suparian

Budaya adalah seluruh pengetahuan manusia yang dimanfaatkan untuk mengetahui

serta memahami pengalaman dan lingkungan yang mereka alami.

Situs Budaya adalah lokasi yang berada di darat yang mengandung benda

cagar budaya, bangunan cagar budaya sebagai hasil kegiatan manusia atau bukti kejadian

pada masa lalu. Situs Cagar Budaya adalah lokasi yang berada di darat dan/atau di air yang

10
mengandung Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan/atau Struktur Cagar

Budaya sebagai hasil kegiatan manusia atau bukti kejadian pada masa lalu.

Bola Ridi’E (Rumah Kuning), merupakan tempat penyimpana benda-benda atribut

kerajaan soppeng yang telah ada sejak Kerajaan itu berdiri. Beberapa benda peninggalan

kerajaan dan bangunan yang seluruhnya berwarna kuning tersebut merupakan saksi bisu

akan perkembangan bangsa dari zaman penjajahan sampai kemerdekaan. Disamping

rumahnya berwarna kuning Bola Ridi’E juga ada kaitannya dengan kepercayaan Budha

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah proses pengumpulan data yang paling strategis

dalam suatu proses penelitian, untuk memperoleh data atau informasi yang dibutuhkan

dalam suatu penelitian ini, Teknik yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan

Teknik pengumpulan data menurut Sugiyono (2015: 137) sebagai berikut:

1. Teknik Observasi; Observasi adalah proses pengamatan yang sistematis yang

dilakukan dari aktivitas manusia dan pengaturan fisik, yang merupakan kegiatan

yang berlangsung secara terus menerus aktivitas bersifat alami untuk menghasilkan

suatu fakta yang terjadi di lapangan. Di dalam penelitian ini peneliti melakukan

observasi dengan cara mendatangi Bola ridi’e.

2. Interview (wawancara); Teknik wawancara atau yang sering disebut dengan teknik

pengumpulan data yang dilakukan peneliti dengan cara melakukan wawancara

kepada beberapa informan yang diambil antara lain, penjaga Bola ridi’e, dan

Masyarakat sekita Bola ridi’e. Dalam penelitian ini peneliti melakukan wawancara

mendalam untuk memperoleh keterangan yang dilakukan dengan tanya jawab secara

langsung oleh peneliti dengan narasumber, dengan bantuan pedoman wawancara

11
serta smarphone untuk merekam hasil wawancara. Agar mempermudah proses

wawancara

3. Dokumentasi; Teknik dokumentasi merupakan terknik pengumpulan data dari

narasumber, data yang diperoleh yaitu melalui rekaman dan dokumen. Dalam

penelitian ini peneliti mengambil beberapa jepretan foto serta video keadaan Bola

ridi’e dan rekaman hasil wawancara.

D. Analisis Data

1. Interpretasi

Interpretasi merupakan sebuah proses dari penafsiran sumber-sumber sejarah. Pada

tahap ini peneliti melakukan analisis terhadap sumber yang telah melalui tahap kritik

yang bertujuan untuk memperoleh gambaran akan pristiwa yang dibahas atas sejumlah

fakta yang diperoleh dan dipadukan dengan teori maka disusunlah fakta-fakta tersebut

dalam satu interpretasi menyeluruh. Berdasarkan hal tersebut maka Langkah awal yang

dilakukan oleh peneliti adalah mengolah, menyususn, dan menafsirkan data yang telah

teruji kebenarannya.

Hal ini dilakukan untuk memberikan tafsiran terhadap fakta-fakta yang telah

dikumpulkan dan telah dikritik sehingga dapat dihubungkan antara fakta yang satu

dengan fakta yang lainnya. Agar fakta itu mempunyai makna, maka mereka harus

ditempatkan dalam konsep-konsep dan generalisasi-generalisasi sehingga pengetahuan

itu dapat diterapkan kepada orang-orang lain, pada waktu dan tempat yang lain (Helius,

2012:22).

Dalam analisis data, fakta-fakta disusun sesuai dengan pokok permasalahan yang

dikaji. setelah fakta-fakta tersebut dirumuskan dan disimpulkan berdasarkan data yang
12
diperoleh, maka fakta tersebut disusun dan ditafsirkan. suatu fakta dihubungkan dengan

fakta lainnya sehingga menjadi sebuah rekonstruksi yang memuat penjelasan terhadap

pokok-pokok permasalahan penelitian.

13
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Sejarah Situs Kebudayaan Bola Ridi’E

Kompleks istana yang dibangun pada tahun 1261 M ini berlokasi du jantung Kota

Soppeng, berhadapan dengan Villa Yuliana. Kota Soppeng pada masa lalu merupakan

bekas kota kerajaan yang memiliki kekuasaan cukup luas. Komplek ini dahulu dibangun

oleh I Latemmamala yang bergelar Petta Bakkae. Di dalam komplek ini terdapat beberapa

bangunan bersejarah. Diantaranya Bola Ridi’E (Rumah Kuning), merupakan tempat

penyimpana benda-benda atribut kerajaan soppeng yang telah ada sejak Kerajaan itu

berdiri. Beberapa benda peninggalan kerajaan dan bangunan yang seluruhnya berwarna

kuning tersebut merupakan saksi bisu akan perkembangan bangsa dari zaman penjajahan

sampai kemerdekaan. Disamping rumahnya berwarna kuning Bola Ridi’E juga ada

kaitannya dengan kepercayaan Budha. Komplek makam Jera Lompoe yang merupakan

pemakaman raja-raja Soppeng dan Kalokoe Watu yang di dalamnya terdapat makam We

Tenri Sui, Ibunda Arung Palakka. SalassaE yang dimana yaitu bekas istana datu soppeng,

dan Menhir Latammapole yang merupakan tempat melaksanakan hukumam bagi pelanggar

adat.

B. Upaya Pelestarian Situs Kebudayaan Bola Ridi’E

Upaya pelestarian Bola Ridi’E dengan dijadikan sebagai salah-satu tempat bersejarah

yang dapat diakses oleh seluruh lapisan masyakarat, bahkan tak sedikit pengunjung dari

luar kab.soppeng berdatangan mengunjungi situs kebudayaan Bola Ridi’E. Masyarakat

Soppeng juga melakukan upacara massele boco’ (mengganti kelambu) datang dan berdoa

Bersama bissu di Bola Ridi’E.


14
Upaya pelestarian Bola Ridi’E juga dilakukan dengan cara memberikan penjagaan,

yaitu adanya bissu yang menjaga Bola Ridi’E.

Kata Bissu secara tertulis ditemukan pertama kali dalam lontrak (naskah galigo). Pada

tambahan nama We Tenri Abeng saudara kembar emas Saweregading. We Tenri Abeng

Bissu Rilangi merupakan seorang wanita yang dapat menikah dan memiliki anak.

Kehadiran bissu ke bumi sebagai penyempurna dari kehadiran leluhur orang Bugis. Bissu

diciptakan sebagai penyeimbang kehadiran Batara guru sebagai manusia pertama yang

turun ke bumi yang lantas bertemu dengan Nyili Timo. Bissu pertama datang dari pulau

Lae-Lae bissu generasi pertama ini dianggap mampu memberikan keseimbangan dalam

kehidupan manusia. Kehadiran bisu memang sangat berguna bagi masyarakat sebagai

pendeta kuno masyarakat Bugis bisa telah memerankan diri sebagai sosok setengah dewa

bisu mampu memerankan diri sebagai penyambung dengan Dewata.

Dalam buku La Galigo, menelusuri jejak warisan sastra dunia (Nurhayati dkk,

2003:486), Doktor Gilbert Albert Harmonic seorang pakar naskah Bugis kuno dari Prancis

menyimpulkan bahwa bissu adalah komunitas kecil dalam masyarakat Bugis tapi posisinya

cukup penting untuk menjadi patokan dalam suatu wilayah yang cukup luas. Ia menyebut

tradisi bissu adalah tradisi agama dari masyarakat Bugis kuno. Menurut beliau,

kepercayaan bissu itu mula-mula lahir dari pada upacara dan kepercayaan rakyat yang

sangat kuno. Dalam perjalanan masa kepercayaan orang biasa itu diubah dalam beberapa

pengaruh upacara tradisi lainnya termasuk tradisi Hindu Budha lalu diterima oleh kalangan

bangsawan.

Terkait dengan kedatangan bissu pada masyarakat atau kerajaan di Sulawesi Selatan,

terdapat beberapa versi terhadap kejadian tersebut. Salah satunya yang digambarkan

15
sebagai berikut ketika tengah hari cuci gelap gulita, topan dan badai turun. “puang matoa

bissu dari lae-lae, We Salerang dan We Apanglangi, kepada bissu dari Were dan Luwu

turun ke bawah bersama perlengkapannya, topan dan badai pun reda” (Kren; R.A La

Galigo, 1989: 34).

Bissu adalah pendeta agama Bugis kuno pra Islam. Bissu memiliki ketua yang diberi

gelar Puang Matoa atau Puang Towa. Dia adalah figure feminism dengan wajah yang licin

seperti seorang kasim. Mereka dalam penasehat, pengabdi, dan penjaga Arajang yang

merupakan benda pusaka keramat. Bissu memiliki bahasa sendiri untuk berkomunikasi

antar sesama mereka. Bahasa tersebut disebut bahasa suci, Bahasa Torilangi, bahasa bissu

atau bahasa Dewata para bissu menganggap bahasa tersebut diturunkan dari surga melalui

Dewata kata-kata dalam bahasa Dewata ini banyak persamaannya dengan bahasa yang

digunakan dalam naskah La Galigo. (Nonci, 2016: 48).

Di tahun 1609 Soppeng telah memeluk agama Islam namun ajaran Islam yang dianut

masih sangat minim masyarakat masih mempercayai kepercayaan terhadap leluhur dan

memegang teguh adat istiadat masyarakat Soppeng masih mempercayai ritual yang

dilaksanakan dari tahun ke tahun seperti Massompo Wanua ritual-ritual ini dipimpin oleh

bissu di tahun-tahun awal masuknya Islam di Soppeng masih dihormati sebagai perantara

manusia dan dewa di tahu pengangkatan datu celanai di soppen tahun 1878 tidak lepas dari

bayangan-bayangan Belanda pihak Belanda yang berperan penting diangkatnya Abdul

Gani Baso Batu Puteh sebagai Datu Soppeng ke-34 yang seorang calabai. Di tahun inilah

puncak Kejayaan para calabai di Soppeng. Para calabai tidak segan-segan memasuki istana

kerajaan dan bebas berkuasa di istana.

16
Sejak terbentuknya kabupaten Soppeng di tahun 1957 di mana Bupati pertama yang

menjabat adalah H. Andi Wana (Datu Wana) kabupaten Soppeng masih dalam masa

transisi dari kerajaan ke kabupaten beberapa masyarakat masih melakukan upacara adat

atau ritual-ritual yang diadakan oleh pemangku adat atau bissu itu sendiri dan masih

berlangsung sehingga masuknya DI/TII di kabupaten Soppeng.

Setelah kerajaan-kerajaan di Sulawesi Selatan menggabungkan diri dengan NKRI

masa peralihan inilah yang berperan penting terhadap kelangsungan adat dan tradisi di

jazirah Sulawesi Selatan khususnya pada daerah-daerah yang bermukim jauh dari kerajaan

tallo sekarang kota Makassar daerah-daerah seperti kabupaten Soppeng di awal

terbentuknya pada tahun 1957 merupakan fase dibentuknya daerah otonom berdasarkan

undang-undang nomor 4 tahun 1954.

Agama dan kepercayaan bissu dapat dikatakan sangat eksklusif kepercayaan bissu

sangat tertutup mereka tidak menyebarkan kepercayaan mereka mereka hanya akan datang

ketika mereka dibutuhkan dalam upacara atau sebuah ritual keagamaan bisu yang tidak

dibutuhkan tidak akan mendatangi ritual atau upacara modern dalam kehidupan modern

masyarakat Bugis. Menjadi bissu merupakan aib dan celah budaya bisu merupakan

dianggap sebagai jalan menaikkan status sosial akan tetapi jalan menuju kenistaan.

Menjadi bissu sama halnya mencari jalan keterasingan dalam masyarakat Islam Bugis

modern doktrin ini memaksa bissu harus menyingkir dan dipaksa tersingkir dari kehidupan

sosialnya mereka dikejar-kejar untuk dihapus kepercayaannya doktrin penyingkiran status

sosial juga berkaitan dengan kepercayaan bissu terhadap benda pusaka. Bissu dianggap

menyimpan dari agama karena menganggap arajang dan benda pusaka memiliki kekuatan

17
gaib dan mistik. Kepercayaan ini dianggap sebagai dinamisme yang mempercayai atau

mempertaruhkan benda-benda keramat.

Dalam wawancara bissu Acce yang menjaga Bola Ridi’E mengatakan bahwa bisu

awalnya ada di Bone lalu pergi mencari rakkala di sigeri tapi raja sigeri tidak mau

memberikan rakkala itu jadi para bissu tinggallah disegeri dan sewaktu datang gorila sudah

banyak dibunuh ada yang dibakar rumahnya ada juga dipaksa menjadi laki-laki, yang tidak

mau mengikuti perintah dibunuh sisanya melarikan diri dan masuk ke Soppeng sisanya itu

yang disebut puang matoa di Soppeng. Tapi tidak lama pengaruh gorila masuk di Soppeng

jadi sudah banyak upacara-upacara tidak dilaksanakan sewaktu ia menanam padi dipanggil

untuk melaksanakan ritual palili.

Pada tahun 1965 merupakan masa kelam bagi para bissu bukan hanya di kabupaten

Soppeng tapi di daerah-daerah jazirah Sulawesi Selatan bisu yang mulai terpojokkan

karena adanya pertentangan terhadap kepercayaan yang dianutnya sejak masa kelam ini

upacara ritual tidak dilaksanakan karena para bissu dituduh sebagai komunis dan anggota

partai komunis Indonesia PKI ormas Islam menuduh bissu tidak beragama berbuat syirik

dan dianggap menganut ajaran animisme (penyembah berhala) orang yang mempercayai

arajang sebagai benda keramat, berarti telah menyekutukan Tuhan.

Setelah tahun 1970 di kabupaten Soppeng para calabai yang akan menjadi bissu tidak

lagi melakukan ritual-ritual pengangkatan bissu sebagaimana yang telah diakui oleh bissu

Acce. Setelah tahun 1970-an di Soppeng itu sudah tidak ada bissu yang direbbah kalau di

Soppeng itu disebut bissu mamata tidak direbbah. Bissu itu massimpolong. Dia harus

berproses kalau di rebah dia harus berpuasa jadi dia harus menjaga dirinya, kelakuannya,

18
karena kalau dia melakukan perbuatan tercela habis kekuatannya karena dia tidak mujarab

lagi kalau dia mau ada kekuatannya suhesti atau apa dia tidak boleh jual diri

Para pemimpin bissu yang karismatik satu persatu wafat mendahului mereka saat ini

bissu hanya dapat ditemui sebagai suatu komunitas kecil yang tersebar di beberapa tempat

di Sulawesi Selatan seperti di Bone Wajo Pangkep dan Soppeng demikian nasib para bissu

dan ritualnya yang mulai memudar sejak tahun 1966 mereka masih dapat bertahan hingga

kini karena masih terdapat sebagian masyarakat yang peduli dan fanatik terhadap mereka.

Pengaruh modernisasi pada dasarnya berdampak pada kelestarian sesuatu budaya dan

tradisi termasuk bissu yang ada di kabupaten Soppeng hal yang paling mencolok ialah

persepsi masyarakat ketika bissu menjadi sesuatu yang memiliki makna yang negatif

sebagai perilaku yang menyimpang serta menghilangkan makna sebenarnya bissu yang ada

di kabupaten Soppeng.

kontroversi yang berkembang di tengah masyarakat Indonesia saat ini identik

mengaitkan bahwa bissu memiliki makna yang menyimpang menurut ajaran agama dan

mempersepsikan bahwa bissu adalah bagian dari LGBT secara biologis. Pada dasarnya

bissu jika dilihat dari sisi gender tergolong dalam transgender di mana seorang laki-laki

yang memiliki penampilan seperti perilaku layaknya perempuan, maka akan benar jika

bissu dimasukkan pada bagian dari LGBT. Akan tetapi secara budaya dan adat istiadat

justru memiliki peran dan nilai yang berbeda dari transgender yang dimaksud dalam

LGBT, dengan makna spiritual yang dianggap oleh sebagian masyarakat Bugis sebagai

manusia yang memiliki hubungan dengan dewa. Bissu merupakan warisan budaya yang

dimiliki Sulawesi Selatan dan terlepas dari perilaku bissu yang dianggap menyimpan dari

ajaran islam tetapi justru memiliki hak yang sama untuk mendapatkan perlindungan hukum

di negara ini.
19
Kehidupan bissu di masa ini mengalami pergeseran peran karena berbagai ritual yang

menempatkan bissu jadi penting setelah terdeduksi oleh zaman. Hubungan antara generasi

di kalangan bissu pun semakin memperhatikan. Saat ini berbagai ritual yang dahulu

melibatkan bissu sudah berbeda dengan tujuan sesungguhnya misalnya tarian penyambutan

tamu istimewa sure leluso yang sarat makna dan hanya dilakukan oleh bissu. Selain

pergeseran peran bissu dalam hari ritual, pergeseran peranannya yang lain saat ini adalah

mengenai profesi atau pekerja yang mereka tekuni, saat ini bisu yang ada di kabupaten

Soppeng beralih fungsi sebagai wedding organizer.

20
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Budaya merupakan suatu cara hidup yang terbentuk dari banyak unsur yang rumit

(agama, politik, adat istiadat, bahasa, seni, dll) dan berkembang pada sebuah kelompok

orang  atau masyarakat. Budaya sering kali dianggap warisan dari generasi ke generasi dan

bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung

menganggapnya diwariskan secara genetis.

Sumber daya budaya di Watansoppeng khususnya peninggalan kerajaan soppeng

telah banyak diteliti oleh peneliti asing dan peneliti lokal. Pelestarian dan penelitian juga

sering dilakukan oleh instansi pemerintah dibidang kepurbakalaan yaitu balai pelestarian

cagar budaya (BPCB) Makassar dan Balai Arkeologi (BALAR) Makassar. Selain itu,

tercatat pula beberapa akademisis yang melakukan penelitian di Watansoppeng.

Bola Ridi’E (Rumah Kuning), merupakan tempat penyimpana benda-benda atribut

kerajaan soppeng yang telah ada sejak Kerajaan itu berdiri. Beberapa benda peninggalan

kerajaan dan bangunan yang seluruhnya berwarna kuning tersebut merupakan saksi bisu

akan perkembangan bangsa dari zaman penjajahan sampai kemerdekaan.

Upaya pelestarian Bola Ridi’E dengan dijadikan sebagai salah-satu tempat bersejarah

yang dapat diakses oleh seluruh lapisan masyakarat dan memberikan penjagaan, yaitu

adanya bissu yang menjaga Bola Ridi’E.

21
B. Saran

Memberikan fasilias yang memadai terkait pelestarian tradisi yang ada di Kabupaten

Soppeng serta keterbukaan sumber data yang diberikan oleh informan sekitarnya dapat

lebih terbuka dalam memberikan informasi jika masih dalam batasan dan tidak menyentuh

rana pribadi.

22
DAFTAR PUSTAKA

Rahmawati, Yuni. 2019. “Pengertian Cagar Budaya berdasarkan Undang-Undang Cagar

Budaya”, https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbbanten/pengertian-cagar-

budaya-berdasarkan-undang-undang-cagar-budaya/, diakses pada 13 Februari

2022 pukul 13.15.

Tysara, Laudia. 2021. “Pengertian Kebudayaan Secara Umum, Unsur, dan Wujudnya

Menurut Para Ahli”, https://hot.liputan6.com/read/4663610/pengertian-

kebudayaan-secara-umum-unsur-dan-wujudnya-menurut-para-ahli, diakses pada

13 Februari 2022 pukul 13.22.

Purwantu, Antonius. 2021. “Cagar Budaya di Indonesia: Pengertian, Regulasi, Kilas

Balik, Potret, dan Tantangan Pelestarian”,

https://kompaspedia.kompas.id/baca/paparan-topik/cagar-budaya-di-indonesia-

pengertian-regulasi-kilas-balik-potret-dan-tantangan-pelestarian, diakses pada 13

Februari 2022 pukul 15.30.

Annisa, Tsalis. 2021. “6 Macam-Macam Metode Analisis Data yang Penting & Perlu

Diketahui”, https://www.ekrut.com/media/macam-macam-metode-analisis-data,

diakses pada 14 Februari 2022 pukul 10.54.

Azizah, Laeli. 2021. “Pengertian Budaya: Ciri-ciri, Fungsi, Unsur, dan Contohnya”,

https://www.gramedia.com/literasi/budaya/, diakses pada 9 April 2022 pukul

20.37.

Kurniasih, Wida 2021. “Pengertian Kebudayaan: Ciri, Fungsi, Jenis, dan Unsur”,

https://www.gramedia.com/literasi/kebudayaan/, diakses pada 9 April 2022

pukul 21.15

23
Kern, R.A, 1993. I La Galigo Cerita Bugis Kuno. Terjemahan La Side & Sigamun

M.D, Gajah Mada University Press: Yogyakarta

Purnamasari, Andi Sri Rahayu. 2018. Tradisi Bissu di Kabupaten Soppeng 1957-2016.

Makassar: Universitas Negeri Makassar

Nurhayati Rahman, dkk, 2003. La Galigo Menelusuri Jejak Warisan Sastra Dunia.

Pusat Studi La Galigo Unhas Kerjasama dengan Pemda Kabupaten Barru:

Makassar

24
LAMPIRAN

A. Informan

1. Agus Dijauhar (penduduk yang berada di kawasan Bola Ridi’e)

2. Kiki Indah Amelia (siswa SMA Negeri 1 Soppeng)

B. Dokumentasi

25
26
RIWAYAT HIDUP

Penulis 1

SESTIA AWALIAH, kerap disapa Sestia lahir di Belo, 18 juni

2005, merupakan anak tunggal dari pasangan, Mursidin dan

Haridah.

Penulis menempuh pendidikan pertama di Taman kanak-kanak

(TK) R.A Perwanida Belo, Dusun Belo, Kec. Ganra, Kab.

Soppeng pada tahun 2010-2011 setelah itu, melanjutkan

Pendidikan di SD Negeri 81 Belo pada tahun 2011-2017, peringkat tertinggi yang pernah

diraih adalah peringkat 1 sewaktu kelas 3,4,5, dan 6. Setelah tamat dari Sekolah Dasar penulis

melanjutkan Pendidikan di SMP Negeri 1 Lilirilau dari tahun 2017-2020. Tergabung dalam

kelas 7.1, peringkat tertinggi yang pernah di raih adalah peringkat umum 1 sewaktu kelas 7,

setelah tamat dari Sekolah Manengah Pertama, penulis melanjutkan pendidikaannya di SMA

Negeri 1 Soppeng pada tahun 2021-2023. Ia bergabung dalam kelas X MIA 6 dan

Ekstrakurikuler Volly dan sanggar seni Latobaja. Insyaallah pada tahun 2023 penulis akan

menjadi alumni SMA Negeri 1 Soppeng. Penulis akan bercita-cita menjadi Bissnis Woman.

Motto:

“jika kamu gagal dalam suatu hal jangan takut untuk mencobanya kembali dan jika masih

gagal lakukan dengan cara baru”

27
Penulis 2

APRILIA, Lahir di Soppeng, Kecematan Lalabata, Kabupaten

Soppeng, pada hari senin tanggal 4 April 2005, merupakan anak

pertama dari dua bersaudara dari pasangan Fahrizal Nginang (Ayah)

dan Atika S,E (Ibu).

Penulis menempuh jenjang pendidikan pertama kali di TK Dharma

Wanita Samature, Salotungo pada tahun 2010-2011. Kemudian

melanjutkan pendidikan ke jenjang sekolah dasar di SDN 8 Maccope pada tahun 2011-2017.

Tahun 2017 penulis mendaftar ke sekolah manengah pertama di SMP Negeri 3 Watansoppeng

bergabung pada kelas 7.3 dan ekstrakurikuler Badminton. Tahun 2020 penulis melanjutkan

pendidikan ke jenjang sekolah manengah atas di SMA Negeri 1 Soppeng, bergabung pada

kelas X MIA 6 (apemaric) dan Ekstrakurikuler Pramuka Ambalan We’Mapuppu sebagai

Wakil Pimpinan Sangga Perintis pada masa bakti 2020/2021 dan sebagai Bendahara pada

masa bakti 2021/2022 serta Ekstrakurikuler PKS (Patroli Keamanan Sekolah) sebagai anggota

Bidang Hubungan Masyarakat. dan insya allah pada tahun 2023 akan menjadi alumni SMA

Negeri 1 Soppeng Angkatan 23.

Motto:

“Berakit-rakit kehulu, berenang-renang ketepian, belajar giat dahulu, bertemu ENHYPEN

kemudian”

28
Penulis 3

FIRDA AYU RAHMASARI, kerap disapa Iin lahir di Kendari 15 oktober 2004, merupakan

anak ke empat dari empat bersaudara dari pasangan Mustamin dan Nurhayati.

Penulis menempuh Pendidikan pertama di taman kanak-kanak (TK) Dharma Wanita,

Samature Salotungo pada tahun 2010-2011. Setelah itu penulis

melanjutkan Pendidikan sekolah dasar di SD Negeri 8 Maccope

pada tahun 2011-2017, peringkat tertinggi 3 sewaktu kelas 5 setelah

tamat dari sekolah dasar, penulis melanjutkan Pendidikan sekolah manengah pertama di SMP

Negeri 3 Watansoppeng dari tahun 2017-2020 tergabung dalam kelas 7.3 setelah tamat dari

sekolah menengah pertama, penulis melanjutkan pendidikannya di SMA Negeri 1 Soppeng

pada tahun 2021-2023. Penulis bergabung dalam kelas X MIA 6 dan ekstrakurikuler Paskibra.

Inysaallah pada tahun 2023 penulis akan menjadi alumni SMA Negeri 1 Soppeng. Penulis

bercita-cita menjadi seorang dokter.

Motto:

“Hidup pasti banyak rintangan, kalau banyak rantangan berarti itu catering”

29
Penulis 4

NISYA FEBRIANA, kerap disapa Ica lahir di Soppeng, 8

Februari 2005, penulis tinggal di Pangempange Desa Umpungeng,

Kec. Lalabata, merupakan anak dari pasangan Jumardin dan

Nurwana.

Penulis menempuh Pendidikan pertama di taman kanak-kanak

(TK) Angrek Permai, Dusun Awo, Kec. Lalabata, Kab. Soppeng

pada tahun 2009-2011. Setelah itu penulis melanjutkan Pendidikan di SD Negeri 14

Pangempange Desa Umpungeng pada tahun 2011-2013. Setelah tamat sekolah dasar penulis

melanjutkan Pendidikan di SMP Negeri 4 Lalabata Watansoppeng di Jolle pada tahun 2017-

2020. Setelah tamat sekolah manengah penulis melanjutkan Pendidikan di SMA Negeri 1

Soppeng pada tahun 2020 hingga saat ini. Penulis bergabung di kelas X MIA 6 dan bergabung

di ekstrakurikuler PMR, sebagai anggota sub sekbid 3 keagamaan pada periode 2021/2021

dan sebagai coordinator sub sekbid 1 kewirausahaan pada periode 2021/2022. Dan insyaallah

pada tahun 2023 akan menjadi alumni SMA Negeri 1 Soppeng, Penulis bercita-cita menjadi

Polwan.

Motto:

“Dunia ini ibarat bayangan. Kalua kamu berusaha menangkapnya, ia akan lari. Tapi kalau

kamu membelakanginya, ia tak punya pilihan selain mengikutimu.”

“Memangnya kenapa jika hidup tak sempurna? Toh ini bukan surga”

30
Penulis 5

TOFAN QEFA DEWANA, kerap disapa Tofan lahir di Pare-Pare, 2 Februari 2005,

merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Sofiyan dan Nurhidayah.

Penulis menempuh pendidikan di taman kanak-kanak (TK) pkk lalotengae, rampegading,

Kec. Liliriaja pada tahun 2010-2011. Setelah itu, penulis melanjutkan pendidikan di SDN 71

Maccini pada tahun 2011-2017 setelah tamat dari sekolah dasar, penulis melanjutkan

pendidikan di SMPN 1 Watansoppeng dari tahun 2017-2022. Setelah tamat dari sekolah

manengah pertama penulis melanjutkan pendidikannya di SMA Negeri 1 Soppeng pada tahun

2021-2023. Penulis bergabung dalam kelas X MIA 6 dan ekstrakurikuler Pramuka. Insya

allah pada tahun 2023 penulis akan menjadi alumni SMA Negeri 1 Soppeng. Penulis bercita-

cita menjadi seorang polri.

Motto:

“Seberat apapun masalah anda, ingat! Itu bukan masalah saya”

31
Penulis 6

SHESYLIA KHALISA AZQINA, kerap disapa Shesy lahir di

Sengkang, 8 Agustus 2005, merupakan anak kedua dari tiga

bersaudara dari pasangan supriadi dan indrayani.

Penulis menempuh Pendidikan pertama di taman kanak-kanak

(TK) negeri pembinaan sajoanging pada tahun 2010-2011.

Setelah itu, penulis melanjutkan Pendidikan di SD Negeri 135

Akkajeng pada tahun 2011-2017, peringkat tertinggi yang pernah di raih adalah peringkat 2

sewaktu kelas 1,2,3. Setelah tamat dari sekolah dasar, penulis melanjutkan Pendidikan di

SMP Negeri Sajoanging dari tahun 2017-2022. Tergabung dalam kelas VII.B peringkat

tertinggi yang pernah diraih adalah peringkat umum 4 sewaktu kelas VII. Setelah tamat dari

sekolah manengah pertama, penulis melanjutkan pendidikannya di SMA Negeri 1 Soppeng

pada tahun 2021-2023. Penulis bergabung dalam kelas X MIA 6 dan ekstrakurikuler ECC dan

Sanggar Seni Latobaja. Insyaallah pada tahun 2023 akan menjadi alumni SMA Negeri 1

Soppeng. Penulis bercita-cita sebagai pegawai bank.

Motto:

“Apapun yang terjadi tetap bernafas selama Allah masih mengijinkan”

32
Penulis 7

MUH. ZOEL FAHQREZHY, kerap disapa Ayyus, lahir

di Labokong, 19 Desember 2004, merupakan anak

pertama dari dua bersaudara dari pasangan Alimin dan

Hernawati.

Penulis menempuh Pendidikan pertama di Taman Kanak-

Kanak (TK) Mallongi Longi pada tahun 2010-2011.

Setelah itu, penulis melanjutkan Pendidikan di SD Negeri

182 Tenga Tengae pada tahun 2010-2011, peringkat

tertinggi yang pernah diraih adalah peringkat 1 sewaktu kelas 1-6 SD. Setelah tamat dari

sekolah dasar, penulis melanjutkan Pendidikan di SMP Negeri 1 Donri-Donri dari tahun

2017-2020. Peringkat tertinggi yang pernah diraih adalah peringkat umum 17 sewaktu kelas

VIII. Setelah tamat dari sekolah manengah pertama penulis melanjutkan Pendidikan di SMA

Negeri 1 Soppeng pada tahun 2021. Penulis bergabung dalam kelas X MIA 6 dan

ekstrakurikulwe Smansa Art. Insyaallah pada tahun 2023 ia akan menjadi alumni SMA

Negeri 1 Soppeng. Penulis bercita-cita menjadi seorang Polisi.

Motto:

“Setiap detik dalam hidup adalah perjalanan, setiap perjalanan adalah pelajaran, setap

pelajaran akan menjadi pengalaman.”

33

Anda mungkin juga menyukai