Anda di halaman 1dari 17

MENGGALI POTENSI CAGAR BUDAYA DAERAH

SEBAGAI PENGUAT JATI DIRI BANGSA MELALUI


SITUS GENUK KEMIRI

DISUSUN OLEH:

DEAN APRILIA NINGSIH

NIS: 202209070196

PEMERINTAH KABUPATEN PATI

DINAS PENDIDIDIKAN KEBUDAYAAN RISET DAN TEKNOLOGI

SMKN JATENG DI PATI

TAHUN 2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kebudayaan merupakan suatu keseluruhan yang kompleks. Hal ini


berarti bahwa kebudayaan merupakan suatu kesatuan dan bukan
jumlah dari bagian-bagian. Keseluruhannya mempunyai pola-pola atau
desain tertentu yang unik. Setiap kebudayaan mempunyai mozaik yang
spesifik. Sebagai titik-tolak analisis mengenai hakikat kebudayaan
yang dapat digunakan sebagai titik-tolak untuk mengerti hakikat
pendidikan, penulis mengambil rumusan pelopor antropologi modern,
Edward B.Tylor dalam bukunya Primitive Culture yang terbit tahun
1871. Definisi Tylor mengenai budaya sebagai berikut:

“Budaya atau peradaban adalah suatu keseluruhan yang kompleks


dari pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat-istiadat,
serta kemampuan-kemampuan dan kebiasaan lainnya yang diperoleh
manusia sebagai anggota masyarakat”

Indonesia diyakini sebagai salah satu negara yang merupakan


mozaik pusaka budaya terbesar di dunia, warisan budaya tersebut
terlihat maupun tidak terlihat, yang terbentuk oleh alam maupun oleh
akal budi manusia, serta interaksi antar keduanya dari waktu ke
waktu. Kebudayaan Indonesia yang memiliki nilai-nilai luhur harus
dilestarikan guna memperkuat pengamalan Pancasila, meningkatkan
kualitas hidup, memperkuat kepribadian bangsa dan kebanggaan
nasional, memperkokoh persatuan bangsa, serta meningkatkan
kesejahteraan masyarakat sebagai arah kehidupan bangsa.
Berdasarkan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 itu, pemerintah mempunyai kewajiban
melaksanakan kebijakan untuk memajukan kebudayaan secara utuh
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sehubungan dengan itu,
seluruh hasil karya bangsa Indonesia, baik pada masa lalu, masa kini,
maupun yang akan datang, perlu dimanfaatkan sebagai modal
pembangunan. Sebagai karya warisan budaya masa lalu, Cagar Budaya
menjadi penting perannya untuk dipertahankan keberadaannya.

Cagar budaya menurut para ahli Cagar Budaya adalah warisan


budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan
Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan
Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan
keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu
pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui
proses penetapan.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti cagar


budaya adalah istilah antropologi daerah yang kelestarian hidup
masyarakat dan peri kehidupannya dilindungi oleh undang-undang
dari bahaya kepunahan. Adapun menurut Pengertian Cagar Budaya
dalam UURI No. 11 Tahun 2010 :

“Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan


berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar
Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat
dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki
nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama,
dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.”

Berdasarkan Undang-Undang bahwa Cagar Budaya adalah


warisan budaya yang bersifat kebendaan atau yang biasa disebut
dengan bersifat tangible. Setiap daerah sudah seharusnya mengenali
dan melakukan pelestarian terhadap cagar budaya, dengan demikian
setiap daerah juga memiliki ciri khas atau karakter yang berbeda
dengan daerah lain, karena memiliki latar belakang nilai-nilai yang ada
pada cagar budaya yang berbeda pula. Setiap daerah harus bangga
dengan warisan leluhur yang dimiliki, bukan justru terus ditinggalkan
karena dianggap sebagai warisan masa lalu yang kuno dan
menyebabkan ketertinggalan daerah. Cagar Budaya dalam
pengelolaannya sering dianggap sebagai sesuatu yang statis. Pada
kenyataannya cagar budaya justru sangat dipengaruhi oleh lingkungan
eksternal dan perubahan dinamika sosial yang terjadi. Oleh sebab itu
perlu dilakukan pengawasan secara berkelanjutan agar cagar budaya
dapat tetap hidup.

Maka dari itu peran masyarakat sangat diperlukan dalam rangka


pelestarian cagar budaya. Dibutuhkan sikap keterbukaan dalam
mengelola cagar budaya agar menjadi modal potensial terhadap
pengembangan daerah. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa dalam
pengelolaannya dibutuhkan perjalanan panjang dengan berbagai
rintangan dan jalan terjal, namun demikian sesungguhnya itulah sifat
dari cagar budaya yang memiliki sifat spesial dan bernilai tinggi.

Dalam pelaksanaan melestarikan cagar budaya, maka dari itu


penulis akan mendeskripsikan salah satu cagar budaya yang terdapat
di daerah Pati. Sebagai upaya untuk menggali potensi cagar budaya
yang ada pada Indonesia.

A. RUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang yang telah dipaparkan di atas, beberapa masalah


yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut :

1. Mengapa situs-situs yang diduga cagar budaya perlu dilestarikan


dan dikelola?
2. Apa hubungan antara situs sejarah dengan pendidikan?
3. Bagaimanakah sejarah Genuk Kemiri?
4. Nilai penting apakah yang bisa kita ambil?

B. TUJUAN

Tujuan dari naskah “Menggali Potensi Cagar Budaya Daerah


Sebagai Penguat Jati Diri Bangsa Melalui Situs Genuk Kemiri”
dalam pelestarian dan pengelolaan cagar budaya Indonesia adalah
sebagai berikut:

1. Untuk menganalisis pelestarian situs cagar budaya yang ada


pada daerah Kabupaten Pati.
2. Untuk menggali potensi cagar budaya yang ada pada Kabupaten
Pati.
3. Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat Indonesia untuk
melestarikan, menggali potensi budaya yang ada pada Indonesia
guna untuk meningkatkan harkat dan martabat bangsa.
C. METODE PENELITIAN

Pada penelitian kali ini penulis menggunakan metode deskriptif.


Dengan menggambarkan masalah yang terjadi pada masa sekarang
atau yang sedang berlangsung, bertujuan untuk mendeskripsikan apa-
apa yang terjadi sebagaimana mestinya pada saat penelitian dilakukan.
Serta dengan mencari referensi pada sumber-sumber tertentu, misal
dari buku, jurnal dan makalah.

Dan pada penelitian kali ini penulis juga menggunakan metode


analisis sosio legal. Artinya, kaidah-kaidah hukum, baik yang berupa
perundang-undangan, maupun berbagai tradisi lokal, dijadikan sebagai
bahan rumusan pasal-pasal yang dituangkan dalam rancangan
peraturan perundang-undangan. Metode ini didasari oleh sebuah teori
bahwa hukum yang baik adalah hukum yang tidak hanya
berlandaskan pada kaidah-kaidah teoritis, akan tetapi juga
berlandaskan pada kenyataan yang ada dalam kehidupan masyarakat.
Tak hanya itu saja penulis juga menggunakan metode pengumpulan
data:
1. Observasi Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
meninjau langsung ke lapangan terhadap objek yang diteliti
untuk mencari informasi yang diperlukan terkait isu, potensi,
kondisi lingkungan, lokasi, dan lain-lain.
2. Studi Literatur Teknik pengumpulan data yang diperoleh dari
media cetak (buku, jurnal, majalah, koran) maupun media digital
(e-book, dokumenter, media berita online) yang berhubungan
dengan topik bahasan.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Cagar Budaya Perlu Dilestarikan

Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki


puluhan ribu pulau yang terbentang dari Sabang sampai Merauke.
Banyak dari pulau-pulau tersebut yang menyimpan sejarah peradaban
manusia yang sangat tua. Guna mencegah benda-benda bersejarah itu
dari kerusakan, Negara perlu menyiapkan aturan-aturan hukum yang
memadai. Persoalan hukum yang sering terjadi di Indonesia yang
terkait dengan sejarah peradaban dan kebudayaan kuno adalah
tentang Cagar Budaya, khususnya mengenai hukum kepemilikan atas
penemuan aset. ada dasarnya semua Cagar Budaya baik yang bergerak
maupun yang tidak bergerak tidak ada yang bersifat abadi. Karena
pengaruh faktor lingkungan Cagar Budaya tersebut akan mengalami
perubahan. Perubahan yang terjadi bisa berupa kerusakan (damage)
ataupun pelapukan (weathering) dan akhirnya menjadi tanah (soiling
process). Mengingat Indonesia terletak di benua Asia yang beriklim
tropis lembab, maka keberadaan cagar budaya tersebut sangat rentan
terhadap terjadinya proses kerusakan dan pelapukan. Sampai saat ini
jumlah Cagar Budaya yang telah ditetapkan masih sangat rendah
sudah barang tentu harus menjadi perhatian dari pemerintah pusat
maupun pemerintah daerah. Jika masih banyak Cagar Budaya yang
belum ditetapkan, maka dikhawatirkan Cagar Budaya tersebut akan
terancam kerusakan akibat adanya konflik kepentingan misalnya
adanya tekanan pembangunan, perluasan lahan, pemanfaatan lahan
untuk permukiman, dan lain-lain.

Cagar Budaya yang sudah dipugar juga belum menunjukkan jumlah


yang signifikan dibandingkan dengan Cagar Budaya yang mengalami
kerusakan. Disisi lain peran sumber daya manusia juga diperlukan
dalam pengelolaan cagar budaya ini. pengelolaan cagar budaya
merupakan upaya terpadu untuk melindungi, mengembangkan, dan
memanfaatkan cagar budaya melalui kebijakan pengaturan
perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan untuk kesejahteraan
rakyat. Sedangkan, pelestarian cagar budaya adalah upaya dinamis
untuk mempertahankan keberadaan cagar budaya dan nilainya dengan
cara melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkannya. Sebagai
implementasi dari Undang-Undang Nomor. 11 Tahun 2010 tentang
Cagar Budaya, Pemerintah telah menerbitkan Sistem Registrasi
Nasional Cagar Budaya yang dapat diakses masyarakat luas melalui
laman http://cagarbudaya.kemdikbud.go.id/. Laman ini diterbitkan
dengan tujuan agar masyarakat luas dapat mendaftarkan penemuan
benda-benda kuno atau bersejarah yang menarik untuk dapat
ditingkatkan statusnya menjadi bagian dari Cagar Budaya.

B. Situs Sejarah terhadap Pendidikan

Pemanfaatan situs sejarah juga terdapat dalam Undang-Undang


No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan 7 Nasional Pasal 36 ayat
1 yang berbunyi; Kurikulum pada semua jenis dan jenjang pendidikan
dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan
pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik. Dari hal tersebut,
pembelajaran sejarah juga dituntut untuk mengembangkan potensi
daerah. Kabupaten Pati yang memiliki potensi daerah yang mendukung
salah satunya berupa situs sejarah masa Kolonial sebagai sumber
belajar sejarah seharusnya dapat dikembangkan secara lebih maksimal
yang bertujuan menguatkan pemahaman siswa mengenai sejarah lokal
(Mailina, dkk., 2017:34). Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi pada Bab Kerangka Dasar
dan Struktur Kurikulum salah satu poin di dalamnya juga
memungkinkan pembelajaran dengan memanfaatkan lingkungan
sekitar sebagai sumber belajar termasuk situs sejarah salah satunya.
Dalam prinsip pelaksanaan kurikulum disebutkan bahwa:

“kurikulum dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan


multistrategi dan multimedia, sumber belajar dan teknologi yang
memadai, dan memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber
belajar, dengan prinsip alam takambang jadi guru (semua yang
terjadi, tergelar dan berkembang di masyarakat dan lingkungan
sekitar serta lingkungan alam semesta dijadikan sumber belajar,
contoh dan teladan). Kurikulum dilaksanakan dengan
mendayagunakan kondisi alam, sosial dan budaya serta
kekayaan daerah untuk keberhasilan pendidikan dengan muatan
seluruh bahan kajian secara optimal.”
Dari keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa semua
aspek yang ada dalam lingkungan sekitar harus dimanfaatkan
dengan maksimal salah satunya dengan memanfaatkan situs
sejarah. Pemanfaatan situs sejarah seharusnya dapat
mendukung kualitas pembelajaran di SMA/SMK negeri di
Kabupaten Pati menjadi lebih baik.
C. Situs Cagar Budaya di Pati “Genuk Kemiri”

Letak kabupaten pati, khususnya kota terletak di sepanjang


pantai utara (Pantura) pada dasarnya merupakan daerah yang memiliki
banyak peninggalan budaya pada masa lampau. Pernyataan tersebut
didukung dengan adanya situs sejarah yang merupakan cikal bakal
terbentuknya Kadipaten Pati yaitu Genuk Kemiri. Genuk Kemiri
memiliki lokasi yang ditengarai bekas pusat pemerintahan Kadipaten
Pati, sebelum dipindahkan ke Kampung Kaborongan, Kelurahan Pati
Lor hingga sekarang, semula berupa tanah kosong yang banyak
ditumbuhi pohon besar dan rumpun bambu. Bagian depan masuk
lokasi tersebut terdapat pohon beringin tua. Kawasan itu mulai ditata
dan diperindah, ketika masa Pemkab Pati dijabat Bupati Sunardji.
Selain dipasang tembok pembatas keliling, bekas bangunan pendopo
kabupaten juga dipindahkan ke lokasi tersebut, sehingga pada setiap
peringatan HUT Pati yang tiap tahun jatuh pada 7 Agustus, pendapa
berfungsi sebagai tempat malam tirakatan. Di belakang sisi utara
pendapa terdapat cungkup mirip sebuah makam. Di dalam bangunan
itulah terdapat sebuah genuk (tempayan) yang dikenal sebagai Genuk
Kemiri yang kondisinya sudah tidak utuh lagi karena pecah. Di lokasi
genuk itu, biasanya dijadikan tempat orang untuk ngalap berkah. Pada
sisi belakang pendapa terdapat makam tua yang diyakini warga sebagai
makam sesepuh Kemiri.

Konon situs ini merupakan cikal bakal Kabupaten Pati yang berdiri
pada tahun 1294 Masehi. Situs Kemiri berada di Desa Sarirejo
Kecamatan Kota. Ditempuh dari pusat kota sejauh 1,8 kilometer atau 5
menit dengan berkendara. Depan situs terdapat gapura masuk. Di
halaman paling depan terdapat sebuah pohon beringin besar
menjulang ke atas. Lalu masuk ke dalam terdapat pendapa Situs
Kemiri.
Di dalam Situs Kemiri terdapat Ringin Kurung, Pendopo Lama
Kabupaten Pati, Genuk Kemiri, serta makam Adipati Kembang Joyo
pendiri Kadipaten Pati Pesantenan. Ringin Kurung merupakan dua
pohon beringin yang terdapat di depan pendopo lama tepatnya di
gerbang masuk ke Situs kemiri. Keberadaan dua pohon di depan
pendopo lama Kabupaten Pati selalu dikaitkan dengan kepercayaan
masyarakat Jawa. Dalam kebudayaan Jawa dipercaya jika setiap
pembangunan keraton maupun kadipaten (daerah yang lebih rendah
daripada Kesultanan dan dipimpin Adipati) haruslah menanam pohon
dua pohon beringin terlebih dahulu. Pohon beringin yang ditanam di
dekat keraton atau kadipaten dipercaya sebagai simbol pengayoman
pemimpin terhadap rakyatnya.
saya menemukan dari buku Cerita Rakyat dari Pati, Jawa Tengah.
Oleh Yudiono K.S. terkait sejarah situs Genuk Kemiri.

Perang besar antara Kadipaten Paranggaruda dan Kadipaten


Carangsoka sudah berakhir dan Paranggaruda menjadi bagian dari
Carangsoka dibawah pimpinan Adipati Puspa Andungjaya yang
semakin bijaksana. Sambil menata urusan kerajaan Puspa
Andungjaya, berkesempatan menikahkan Dewi Rayungwulan dengan
Raden Kembangjaya. Kemudian mengangkat Ki Dalang Sapanyana
sebagai punggawa di Kadipaten Carangsoka, dan merestui pernikahan
Ambarsari dan Sukmayana. Pendek kata, kehidupan Kadipaten
Carangsoka semakin makmur dan hilanglah dendam kekalahan
seluruh warga Paranggaruda. Namun hal itu tidak mengurangi
kewaspadaan Raden Kembangjaya yang sadar pada tanggung jawabnya
sebagai pilar kekuasaan

Pada suatu hari Raden Kembangjaya meminta izin kepada Adipati


Andungjaya atau mertuanya untuk bermukim di wilayah penghubung
Carangsoka dan Paranggaruda. Tujuannya adalah mencari pengalaman
baru dan sekaligus mengawasi daerah taklukan agar tetap terkendali.
Dengan izin dan restu Sang Adipati maka secepatnya Raden
Kembangjaya mengajak Ki Sapanyana menyeberangi Bengawan
Silugangga dan melanjutkan perjalanan ke selatan menuju daratan
Tanah Jawa yang terhampar luas dengan hutan belukar yang masih
perawan.

Pada suatu siang sampailah mereka di hutan Kemiri yang subur


dan sejenak timbulah niatan untuk bermukim di wilayah tersebut.
Tentu saja niat itu harus dimulai dengan bekerja keras membabat
hutan dan menata lahan permukiman. Pada kesempatan itulah
muncul Ki Sagola, seorang penjual dawet yang ingin berbakti pada
Raden Kembangjaya beserta segenap pengikutnya. Ternyata minuman
yang segar dan manis itu memikat Raden Kembangjaya sehingga
selama beberapa hari selalu memesan dawet Ki Sagola. Di akhir
kesibukannya bertanyalah Raden Kembangjaya perihal membuat dawet
tersebut.

“Dawet ini dibikin dari tepung. Dimaniskan dengan gula aren atau
kelapa yang diberi santan kelapa. Tentu saja santan atau santen itulah
yang membikin rasanya sedap dan nikmat. Mudah-mudahan Raden
dan para prajurit berkenan menikmatinya,” jawab Ki Sagola dengan
penuh hormat dan kesantunan.

Setelah mendengar jawaban itu maka berujarlah Raden


Kembangjaya dengan lembut seperti untuk dirinya sendiri.

“Jadi, santan atau santen itulah sumber kenikmatan dawet ini.


Kalau demikian, alangkah besar jasanya.”

Tidak lama kemudian, terdengarlah kata-kata Raden Kembangjaya


dengan semangat yang sumringah.
“Hai, prajurit dan saudara-saudaraku, dengar dan saksikan, kalau
tempat ini berkembang menjadi negeri yang makmur akan kunamakan
Pesantenan dan hendaklah menggantikan Carangsoka yang pernah
bersimbah darah.”

Semua orang yang mendengar sabda pembesar tersebut bersorak


kegirangan sambil menyadari perwujudannya membutuhkan waktu
yang lama dengan perjuangan yang keras. Namun, mereka yakin
harapan itu akan tercapai karena Raden Kembangjaya sudah terbukti
mampu menjadi pembesar yang sakti, santun, dan bijaksana.

Tidak lama kemudian Raden Kembangjaya harus menggantikan


tahta Kerajaan Carangsoka setelah mertuanya meninggal karena usia
lanjut. Beruntung pula pembesar itu menerima warisan Kuluk
Kanigara dan Keris Rambut Pinutung dari Raden Sukmayana yang
meninggal beberapa waktu kemudian. Dengan modal kekuasaan yang
sah dan pusaka yang ampuh itulah Raden Kembangjaya memindahkan
pusat pemerintahan Carangsoka ke kawasan hutan Kemiri yang
kemudian bernama Kadipaten Pesantenan. Waktunya kira-kira
bersamaan dengan awal berdirinya Kerajaan Majapahit di Jawa Timur.
Sejak itu, tidak dikenal lagi Kadipaten Carangsoka dan Paranggaruda,
sedangkan nama Adipati Kembangjaya pun berganti menjadi Adipati
Jayakusuma.

Kadipaten Pesantenan memiliki sepasang pohon beringin besar di


alun-alun, dan didekatnya terdapat padasan (guci tempat air wudhu)
khusus bagi Sang Adipati. Airnya diambil dari Gunung Muria,
sedangkan pengisiannya selalu dikerjakan oleh R.A.Kartini. Hingga
sekarang padasan yang disebut Genuk Kemiri itu masih bertahan dan
konon airnya dipercaya ampuh mengobati berbagai penyakit.
Ada pula mitos terkait Genuk Kemiri yang dianggap sebagai peramal
rezeki. Jika pengunjung melihat air di dalam genuk musar. Hal
tersebut pertanda sulit mencari pekerjaan jika orang yang melihat air
di dalam genuk naik maka pertanda akan naik pangkat. Masyarakat
Pati menganggap genuk kemiri sebagai benda keramat. Mereka percaya
bahwa air yang terdapat di dalam genuk kemiri adalah air yang
bertuah sehingga juga dipercaya oleh para pemimpin Kota Pati yakni
para bupati Pati. Setiap bupati yang baru saja terpilih harus segera
datang sowanke makam Kembang Jaya yang terdapat di situs genuk
kemiri untuk mendapatkan restu para leluhur pati. Apabila ritual
tersebut tidak dilakukan maka bupati tersebut tidak akan lama .
Menurut kepercayaan masyarakat, apabila seseorang mengunjungi
genuk kemiri lalu melihat air yang terdapat di dalamnya penuh, maka
rezekinya akan besar dan tidak berkekurangan. Namun apabila orang
tersebut melihat air di gentong tinggal sedikit atau bahkan habis maka
rezeki orang itu akan sedikit pula. Padahal air di dalam genuk kemiri
diisi oleh juru kunci setiap malam Jumat dengan ritual tertentu bukan
karena air tersebut muncul dengan sendirinya. Untuk mengisi air di
genuk kemiri pun seorang juru kunci harus melakukan ritual
tertentu disertai puasa sehari sebelumnya. Setiap tanggal 10 Suro
kelambu di genuk kemiri akan diganti oleh juru kunci. Ritual ini
disebut bukak klambu.

Hingga saat ini, Situs Resmi berada di bawah tanggung jawab Dinas
pariwisata Kabupaten Pati, termasuk hal penunjukan juru kunci Situs
Kemiri. Di depan Genuk Kemiri terdapat Pendopo Lama Kabupaten
Pati. Mbah Legiman atau Mbah Man, juru kunci Situs Kemiri saat ini
menceritakan tidak ada yang tahu awalnya dibangunnya pendopo
tersebut. Mbah Man menuturkan jika pendopo lama Kabupaten
Pati diperkirakan diboyong kembali dari kabupaten baru ke Situs
Kemiri pada 1998 pada masa Bupati Yusuf Muhammad. Sebelumnya,
pendopo lama sempat dibawa ke kabupaten baru pada tahun 1907.
Nilai sosial budaya Jawa yang terkandung dalam cerita rakyat
Genuk Kemiri perlu ditanamkan pada siswa sebagai generasi penerus
bangsa, karena memiliki nilai-nilai luhur yang tinggi. Budaya Jawa
yang dipegang teguh akan menciptakan sikap, kepribadian, dan
perilaku orang Jawa menjadi sosok yang halus, simpatik, santun,
toleran, fleksibel, dan menyukai keharmonisan. Sosok yang cocok
dengan kehidupan bangsa Indonesia yang bersifat kekeluargaan dan
kegotongroyongan. Dengan membaca buku cerita rakyat lokal tersebut
secara tidak langsung anak mengenal dan memahami sosial budaya
dari tempat tinggalnya sendiri. Sosial budaya Jawa masyarakat Desa
Kemiri Pati memiliki nilai yang patut dijadikan teladan bagi generasi
muda terutama generasi muda masyarakat Pati. Pengenalan dan
pemahaman anak akan menumbuhkan keinginan dan kecintaan untuk
melaksanakan kebudayaan yang dimiliki bangsanya.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Kebudayaan merupakan hasil cipta, rasa, dan karsa manusia yang


ada dalam kehidupan. Kebudayan mempunyai nilai penting dalam
perkembangan manusia. Begitu juga di wilayah Kabupaten Pati. Secara
historis wilayah Kabupaten Pati yang terletak di pesisir utara menjadi
pertemuan budaya antar etnis dan suku. Hal ini kemudian membuat
Pati kaya akan berbagai budaya dari waktu ke waktu. Hampir sebagian
besar kebudayaan tersebut masih berlangsung dan mewarnai
kehidupan masyarakat di Pati.Kebudayaan yang berkembang di Pati
menjadi potensi Pati dan membentuk identitas daerah Pati, maka perlu
adanya strategi pembangunan dalam bidang kebudayaan untuk
melestarikan dan mengembangkan kebudayaan ini untuk bisa terus
lestari dan menjadi potensi kehidupan bagi masyarakat Pati.

Cagar budaya harus secara bersama dan sungguh-sungguh untuk


dijaga dan dipelihara, dilestarikan, dikembangkan dan dimanfaatkan.
Cagar budaya merupakan bukti identitas bangsa yang merupakan jati
diri bangsa, sekaligus menjadi ketahanan bangsa. Dengan melestarikan
cagar budaya khususnya dan kebudayaan lokal pada umumnya juga
dapat membangun rasa nasionalisme yaitu rasa saling menjaga dan
rasa saling menghargai. Sehingga persatuan dan kesatuan bangsa
Indonesia tetap kokoh walaupun dipisahkan oleh banyak pulau.
Penulis juga berharap adalah setiap elemen masyarakat memahami
benar, betapa pentingnya menjaga apa yang telah ditinggalkan kepada
kita, menjaga warisan yang telah ditinggalkan oleh para leluhur, hal
yang paling sederhana dalam menghargai jasa – jasa para nenek
moyang terdahulu adalah dengan menjaga apa yang ditinggalkan, tidak
harus mempercayainya atau bahkan menyembahnya. Sesungguhnya
banyak hal yang harus diperhatikan dalam upaya pemberdayaan
pusaka budaya tersebut.
Dalam konteks ini, pemeliharaan dan pemberdayaan merupakan
bagian upaya pelestarian sekaligus sarana peningkatan perekonomian
masyarakat. Apabila hal tersebut berjalan maka dengan sendirinya
akan muncul keterkaitan dengan pengelola (dinas terkait/pihak – pihak
non pemerintah) dengan masyarakat sekitar serta tentunya dengan
objek peninggalan sejarah tersebut. Selanjutnya ini akan melahirkan
sebuah sikap yang merasakan sebagai kewajiban bersama untuk
menjaga dan melestarikan Berbagai Situs dan peninggalan yang ada
demi pemupukan kesadaran jati diri bangsa dan kepentingan nasional.
DAFTAR PUSTAKA

Hadjon. Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia.: Bina Ilmu.,


M Philipus. 1987, Surabaya 23.
Mulyono,Yudiono K.S.2005. Cerita rakyat dari Pati, Jawa Tengah.
Jakarta:Gramedia Widiasarana Indonesia.
Tylor, Edward Burnett.1903. Primitive Culture. London:John
Murray.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang
Cagar Budaya. Jakarta:Pemerintah Pusat.
Tribunnewswiki.com. (2019,27 Juli). Situs Kemiri. Diakses pada
28 Agustus 2023, dari
https://www.tribunnewswiki.com/2019/07/27/situs
kemiri/
Kebudayaan.Kemdikbud.go.id. Cagar Budaya dalam Ketahanan
Bangsa. Diakses pada 28 Agustus 2023, dari
http://cagarbudaya.kemdikbud.go.id/.

DOKUMENTASI
LAMPIRAN

Karya tulis ilmiah ini yang berjudul “Menggali Potensi Cagar


Budaya Daerah Sebagai Penguat Jati Diri Bangsa Melalui Situs Genuk
Kemiri” disusun oleh:

Nama : Dean Aprilia Ningsih

Alamat : Ds. Semirejo, Dk. Randangan Rt 01/RW 03,

Kec. Gembong, Kab.Pati.

No. HP : 088809598959

Alamat Sekolah : Jl. Raya Pati-Tlogowungu KM. 3, Muktiharjo,

Kec. Margorejo, Kabupaten Pati 59163 Telp

(0293) 4101721 Provinsi Jawa Tengah

No. HP Sekolah : 081390888636

Disetujui oleh:

Kepala Sekolah

SMK Negeri Jateng di Pati

Suprapto

Anda mungkin juga menyukai