Anda di halaman 1dari 4

Nama : Aris

Kelas :X
No. urut :

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Pada dasarnya masyarakat Indonesia memiliki banyak kebudayaan yang sangat
melimpah, kebudayaan tersebut juga telah ada di Indonesia sebelum negara kita merdeka
dari penjajah, kita sebagai pemuda Indonesia sekaligus generasi milenial perlu melestarikan
kebudayaan Indonesia yang sangat penting bagi generasi selanjurnya, kebudayaan di
Indonesia kini sangat jarang di temukan di kota kota besar karena banyak nya remaja remaja
yang memilih budaya barat ketimbang budaya sendiri, oleh karena itu saya ingin
memperkenal kan beberapa kebudayaan yang ada di Indonesia.
Menurut ilmu antropologi, kebudayaan adalah keseluruhan system gagasan,
tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik
manusia dengan belajar. Dari pengertian tersebut maka, kita dapat mengartikan bahwa
seluruh tindakan manusia adalah “kebudayaan”.

B. PEMBAHASAN

1. Reog
Perkembangan nama “Reyog” saat ini telah diganti menjadi “Reog” yang disahkan oleh
Markum Singodimejo (Bupati Ponorogo) atas dasar kepentingan pariwisata, dan pemakaian
bahasa Indonesia yang baku pada tahun 1994-2004. Hal ini sempat menjadi polemik antara
pihak Pemerintah dan seniman Reog, khususnya para “Warok” yang selalu menjunjung nilai
tradisi dari Reog tersebut. Nama “Reog” juga dicetuskan oleh Markum Singodimejo sebagai
slogan resmi Kabupaten Ponorogo, yang berarti Resik, Endah, Omber, dan Girang-gemirang.
Kesenian Reog di Ponorogo merupakan bentuk kesenian rakyat yang dapat ditampilkan
dalam dua versi. Pertama, ditampilkan pada saat festival Reog se-Kabupaten Ponorogo
dengan cerita menggambarkan tentang bagaimana perjalanan rombongan Prajurit
Ponorogo yang akan melamar putri dari Kediri. Kedua, ditampilkan untuk keperluan adat,
desa, ataupun
perorangan dengan cerita pementasan sesuai dengan permintaan hajatan atau acara yang
diadakan. Permintaan pertunjukkan Reog Ponorogo banyak diminati untuk keperluan seni
pertunjukkan hiburan dan wisata budaya. Perkembangan Reog Ponorogo telah dikelola
menjadi sebuah potensi/aset untuk kegiatan kepariwisataan budaya daerah. Pergeseran
makna dan tradisi telah terjadi dalam kesenian Reog Ponorogo. Dahulu kebudayaan yang
digelar
sebagai ritual tradisional dengan kesakralannya bergeser menjadi suatu industri pertunjukan
yang digelar atas kepentingan pariwisata meski beberapa pementasan masih
mempertahankan kesakralan di dalamnya. Optimalisasi potensi pariwisata Reog Ponorogo
melalui pagelaran seni pertunjukkan tari dijadikan andalan untuk menarik wisatawan yang
berkunjung di Ponorogo sehingga kesenian Reog ini menjadi ciri khas Kabupaten Ponorogo.

2. Singo barong
Salah satu kesenian yang menarik seperti kesenian Singa Barong yang merupakan salah satu
kesenian yang berasal dari Kendal, Jawa Tengah. Seni Barongan merupakan salah satu
kesenian rakyat yang amat populer dikalangan masyarakat Kendal, terutama masyarakat
pedesaan. Didalam seni Barong tercermin sifat masyarakat kendal, seperti sifat: spontanitas,
kekeluargaan, kesederhanaan, keras, kompak, dan keberanian yang dilandasi keberanian.
Barongan dalam kesenian barongan adalah suatu pelengkapan yang dibuat menyerupai
Singo Barong atau Singa besar sebagai penguasa hutan angker dan sangat buas.
Adapun tokoh Singobarong dalam cerita barongan disebut juga Gembong Amijoyo yang
berarti harimau besar yang berkuasa. Kesenian Barongan berbentuk tarian kelompok, yang
menirukan keperkasaan gerak seekor Singa Raksasa. Peranan Singo Barong secara totalitas
didalam penyajian merupakan tokoh yang sangat dominan, disamping ada beberapa tokoh
yang tidak dapat dipisahkan yaitu: Bujangganong/Pujonggo Anom, Joko Lodro/Gendruwo,
Pasukan berkuda, reog Noyontoko Untub. Selain tokoh tersebut diatas pementasan
kesenian barongan juga dilengkapi beberapa perlengkapan yang berfungsi sebagai
instrumen musik antara lain: Kendang,Gedhuk, Bonang, Saron, Demung dan Kempul. Seiring
dengan perkembangan jaman ada beberapa penambahan instrumen modern yaitu berupa
drum, terompet, kendang besar dan keyboards. Adakalanya dalam beberapa pementasan
sering dipadukan dengan kesenian campur sari.

3. Jathil
Jathilan adalah salah satu dari sekian banyak jenis kesenian tradisional yang ada di wilayah
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Dalam penampilannya kesenian jathilan menggunakan
properti kuda képang. Pertunjukan jathilan ditampilkan dengan mengambil cerita
roman Panji. Namun dalam perkembangannya, kini jathilan tidak hanya bertumpu pada
cerita roman Panji, tetapi dapat pula mengambil setting cerita wayang (Mahabarata atau
Ramayana) dan legenda rakyat setempat.
Secara fungsional kesenian jathilan memiliki peran yang penting dalam kehidupan
masyarakat, sebagai bagian dari kegiatansosial, yang lebih dikenal sebagai sarana upacara,
seperti mertidésa atau bersih desa. Keberadaan jathilan dalam acara merti désa
memberikan efek sosial bagi masyarakat pendukungnya sebagai sarana gotong royong.
Nilai-nilai gotong royong di balik kesenian jathilan ini tercermin dalam upaya untuk saling
memberi dan melengkapi kekurangan kebutuhan artistik, misalnya pengadaan instrumen,
tempat latihan, hingga pengadaan kostum. Dampak dari interaksi antar-individu tersebut
maka terbentuk sistem nilai, pola pikir, sikap, perilaku kelompok-kelompok sosial,
kebudayaan, lembaga, dan lapisan atau stratifikasi sosial.
Perkembangan seni jathilan di Jawa seperti diungkap Pigeaud, pada awalnya merupakan
sarana upacara (ritual). Fungsi tari tradisional ketika itu untuk kepentingan dan sekaligus
merupakan bagian dari kehidupan masyarakat yang diadakan demi keselamatan,
kemakmuran, dan kesejahteraan masyarakat.7 Jathilan dapat pula dipentaskan di desa-desa
sebagai sarana penghadiran roh tertentu yang mereka inginkan. Diantara roh yang mereka
inginkan hadir dalam pertunjukan jathilan bisa dari leluhur yang telah tiada, dapat pula roh
binatang kera, kuda , atau harimau. Penghadiran roh binatang dalam tradisi kesenian
jathilan dapat disebut dengan totemisme. Sungguhpun pemahaman totemisme tidak hanya
berlaku untuk binatang saja, seperti ungkapan Levy Strauss yang menyatakan bahwa
totemisme adalah satu bentuk penjelmaan alam dalam tatanan moral. Lebih jauh dikatakan
bahwa permasalahan dalam totemisme adalah sistemasi relasi antara alam dan manusia. Di
mana relasi yang ia rumuskan lebih lanjut sebagai suatu relasi yang disistematisasikan
antara alam dan kebudayaan (manusia).

C. Kesimpulan
Saran Kita sebagai manusia yang berbudaya harus dapat berprilaku sesuai norma atau
aturan yang menjadi kebudayaan yang telah diwariskan oleh nenek moyang kita. Kita juga
wajib menghormati kebudayaan dengan selalu menjaga dan memelihara kebudayaan
tersebut. Sebagai manusia yang tidak ingin tertinggal oleh zaman tentu kita selalu mengikuti
kemajuan teknologi namun kita sebagai manusia yang mempunyai budaya juga harus
mampu menyaring setiap dampak positif dan negative dari masuknya kebudayaan asing
sehingga kita bisa menjaga kebudayaan asli kita.

D. Daftar pustaka
Wenti Nuryani, ” Nilai Edukatif dan Kultural Kesenian Jathilan
di Desa Tutup Ngisor, Magelang Jawa Tengah “ (Tesis S2 – Pascasarjana UNY, 2008), 7.

https://repository.usm.ac.id/files/skripsi/G31A/2012/G.331.12.0027/G.331.12.0027-04-BAB-I-
20190206090231.pdf

Anda mungkin juga menyukai