Anda di halaman 1dari 14

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Pemilihan Masalah


Kebudayaan adalah gagasan yang pasti digunakan oleh manusia untuk
menjalankan hidup, seperti dalam menyesuaikan diri dan mempertahankan diri
dalam menguasai lingkungannya. Kebudayaan mempunyai wujud seperti benda
fisik atau artefak, dan tingkah laku. Adapun macam kebudayaan terdiri dari
aktivitas sosial, benda kebudayaan dan adat istiadat (Koentjaraningrat 2003:74).
Indonesia merupakan Negara yang di tempati oleh berbagai macam
ratusan suku dan dalam hal kesenian tentunya beraneka ragam. Jawa menjadi
salah satu suku terbesar yang mempunyai kesenian beraneka ragam (Sujarno dkk,
2003:1). Maraknya karya seni yang di hasilkan oleh suku Jawa yang masih
bertahan sampai sekarang seperti Jaran Kencak, Glipang, Wayang kulit, dan
ketoprak. Kesenian yang sudah lama di kenal dalam masyarakat sering dinamakan
kesenian tradisional. Kesenian tradisional sudah ada sejak dulu dan diwariskan
secara turun temurun ke generasi mudanya.
Kayam (dalam Sujarno dkk, 2003:1) mengatakan kesenian tradisional
dalam seni pertunjukan penyebarannya memiliki wilayah jangkauan yang bisa di
serap oleh semua lapisan masyarakat. Seni pertunjukan pastinya mempunyai nilai
dan fungsi bagi pendirinya.
Jawa timur adalah provinsi yang berada di paling timur dari pulau Jawa
yang berhimpitan dengan pulau Madura. Jika dilihat dari sisi geografis, budaya
dan sejarah. Keadaan ekonomi masyarakat Madura yang tidak mendukung
mengakibatkan mereka bermigrasi ke Jawa. Menurut Pigeut dalam (Bouvier,
2002:22) mengatakan bahwa migrasi terjadi pada abad 13 dan 14. Para migran
pindah untuk mengolah lahan yang lebih baik dari daerah asal dan tempat itu
berada di Jawa. Mereka ada yang buruh tani musiman dan mendirikan tempat
tinggal di pesisir utara Jawa Timur yang tepat didepannya yaitu pulau Madura.
Lambat laut para migran ini merebak ke pedalaman Jawa. Sehingga dalam hal
kesenian masyarakat Madura memiliki peran yang besar dalam kesenian Jawa
Timur. Perpaduan seni antara Jawa dan Madura menjadi ciri khas kesenian Jawa
Timur.
Jawa Timur mempunyai Kabupaten yang bernama Kabupaten Lumajang
ini merupakan salah satu kabupaten yang pasti diketahui masyarakat Jawa Timur.
Kabupaten yang memiliki gunung Semeru, wisata dan budaya yang menarik.
Sutarto & Yuwana (2008:54) mengatakan bahwa Kabupaten Lumajang adalah
daerah yang terdapat budaya campuran atau Pandhalungan artinya masyarakat
terdiri dari masyarakat Jawa dan Madura yang pada umumnya kebudayaan
Pandhalungan itu tinggalnya di wilayah kota meskipun ada juga masyarakat
Pandhalungan tinggal di Desa tapi tidak banyak. Beberapa wilayah Kabupaten di
Jawa Timur yang merupakan budaya Pandhalungan terdiri dari Kabupaten
Jember, Lumajang, Situbondo, Pasuruan, Bondowoso dan Probolinggo.
Hariyati (dalam Wuryansari & Purwaningsih, 2017:34) mengatakan bahwa
Tari Rodhat berdiri sekitar tahun 1918 waktu itu bernama Glipang Rodhat Seni
Rebana yang didirikan oleh Kyai Buyah. Sejarah awalnya yaitu Kyai Buyah
sedang melakukan ibadah haji di tanah suci, ketika disana dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya Kyai Buya kehabisan uang, demi bisa kembali pulang ke
Indonesia Kyai Buyah berencana untuk bekerja, dan akhirnya dapat pekerjaan
pada salah satu pedagang disana, dan ditugaskan melakukan distribusi dagang ke
Turki, disana Kyai Buyah melihat acara pertunjukan dalam hal perayaan Maulid
Nabi dengan menampilkan atraksi gerakan pencak silat dan diiringi dengan musik
Islami yaitu hadroh. Tari Rodhat yang di pelajari Kyai Buyah ditujukan sebagai
alat syiar di kapal Turki, karena selama ini tidak ada lagi kesenian-kesenian yang
menyanjung asma Allah. Tarian ini dikerjakan sebelum sholawatan dimulai
karena Kyai Buyah tertarik dengan tarian Islami tersebut saat pulang ke Indonesia
mengembangkan tarian tersebut di daerahnya dengan nama Glipang Rodhat Seni
Rebana. Tari Rodhat dulu hanya disajikan oleh kaum Pria, para penerus Bu Nyai
Buyah adalah Hasyim, Mbah Buamin sebagai penabuh ketipung, dan Mbah
Paham sebagai penabuh gede. Dikarenakan berjalannya waktu tari Glipang
Rodhat kurang menarik lagi dan mulai redup dari masyarakat, lalu sekitar tahun
1991 tari Glipang Rodhat di lanjutkan oleh cucu angkatnya yang bernama Bapak
Sardi (Wawancara dengan Mariyam, 5 Mei 2022). Tari Rodhat dulu hanya diikuti
oleh 5 orang yang gerakannya mengikuti mascot, gerakan ini tidak ditentukan
karena menghafal, untuk formasi disesuaikan dengan jumlah orangnya. Tari
Rodhat merupakan tari dengan gerakan yang mengandung makna simbolis tentang
ajakan zikir kepada Allah SWT dan makna simbolis tersebut diungkapkan lewat
gerakan hormat (Wawancara dengan Mariyam, 2 Maret 2022).
Sebagaimana Hariyati (2016:4) dalam jurnalnya mengatakan tari Glipang
Rodhat adalah salah satu budaya seni yang lahir dan tumbuh di wilayah
Kabupaten Lumajang yang lokasinya bertepatan pada daerah Dusun Cabean, Desa
Jarit Kecamatan Candipuro. Tidak hanya ada di Lumajang saja tarian Glipang
Rodhat juga ada di wilayah lain yaitu Kabupaten Probolinggo dan Pasuruan.
Namun berbeda dengan kedua Kabupaten tersebut yang sangat maju dalam
melestarikan Tari Glipang, Kabupaten Lumajang mengalami kemunduran dan
hampir punah dikarenakan hampir tidak ada generasi penerus yang
melestarikannya. Hal tersebut bisa dilihat dengan tidak adanya pementasan tarian
Glipang pada saat hari jadi Kota Lumajang, tarian Glipang sangat jarang
dipentaskan di berbagai wilayah Lumajang hanya wilayah-wilayah tertentu saja.
Peneliti tertarik dengan topik ini dikarenakan tari Glipang di daerah
Lumajang hampir mengalami kepunahan (lihat lampiran 10) dari yang awalnya
berkembang pesat, sehingga sangat menarik untuk dikaji. Pengertian Glipang di
dalam bahasa lain seperti bahasa Arab artinya “Gholiban” berarti kebiasaan.
Kebiasaan ini bisa berarti adanya suatu kegiatan di dalam pondok pesantren yang
biasanya dilakukan oleh para santri maupun santriwati yang dilakukan dalam
kesehariannya (Wuryansari & Purwaningsih, 2017:33).
Sebagaimana Hariyati (2016:3) mengatakan bahwa Rodhat adalah tarian
yang diciptakan oleh kalangan umat Islam yang tentunya mengandung unsur
Islam. Rodhat asal mulanya dari kata Irodat yang bermakna berkehendak yang
mempunyai tujuan supaya para Manusia itu selalu berkeinginan untuk mensucikan
diri dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Tari Glipang Rodhat ini tentunya berbeda dengan tarian Glipang yang lain
yaitu terletak pada gerakan tari. Ciri khasnya yaitu adanya gerakan yang biasa
dipraktekkan dalam bela diri pencak silat. Sama seperti orang terdahulu mereka
selalu memamerkan kesaktian dan keahlian kanuragan yang dipertunjukkan dalam
atraksi bela diri maupun pencak silat yang dilakukan oleh Laki-laki. Bela diri
tentunya mempunyai spiritualitas di dalam lahir maupun batin (Hariyati, 2016:3).
Tari Glipang Rodhat di Desa Jarit awalnya dilakukan oleh Laki-laki, lalu
ada perubahan penarinya dilakukan oleh Perempuan untuk menarik masyarakat
tentunya gerakan tari Glipang Rodhat mempunyai gerakan seperti gerakan silat
yang dilakukan dalam pertunjukan. Juga mempunyai beberapa gerakan dasar yaitu
dua gerakan dasar tangan seperti tangan berada di depan tangan harus
menggenggam dan pada saat tangannya kebelakang tangan harus membuka
(Anggraeni, 2017:17).
Sebagaimana Hariyati (2016:3) mengatakan bahwa tarian Glipang Rodhat
pola penarinya hanya dilakukan oleh 5 orang, karena ini merupakan jumlah yang
diambil dari jumlah sholat 5 waktu, tarian tersebut juga mempunyai ciri khas
tersendiri jika dilihat dari alat musik yang dimainkan. Yaitu alat musik yang
dimainkan biasanya juga sering digunakan pada kegiatan orang Islam seperti
terbang, jidor, kecrek, ketipung (wedhok, lanang) yang bisa mengatur iringan
selaras dengan gerakan tari. Tari Glipang sendiri merupakan salah satu jenis tarian
yang pelestariannya masih sangat kurang dibandingkan dengan jenis kesenian
lainnya.
Berdasarkan lampiran 10 halaman 111–116 Kabupaten Lumajang
memiliki dua jenis tari yakni tari kreasi lama dan tari kreasi baru yang berjumlah
delapan jenis tarian yang tersebar di delapan belas Kecamatan di wilayah
Kabupaten Lumajang. Jumlah paguyuban yang melestarikan tarian Glipang pada
tahun 1990–2021 terus mengalami penurunan hingga akhirnya tersisa dua
paguyuban saja yang tetap melestarikan tari Glipang yang terletak di Kecamatan
Sukodono dan Kecamatan Candipuro. Dahulunya jumlah paguyuban yang
melestarikan tari mengenai tari Glipang memang banyak, namun seiring dengan
perkembangan zaman yang sangat maju seperti sekarang ini, banyak paguyuban
yang tidak muncul kembali karena tidak ada generasi yang melestarikan, ini
menyebabkan tari Glipang di Lumajang mengalami krisis generasi dan hampir
punah. Hal tersebut ditunjukan dengan adanya penurunan dan tidak adanya
perkembangan signifikan pada 6 tahun terakhir mengenai jumlah Paguyuban
Glipang yang ada di Kabupaten Lumajang sejak tahun 2015–2021. Hal tersebut
juga didukung oleh data Niok Tahun 2017 (lihat lampiran 12 halaman 118) yang
menunjukan terdapat 2 paguyuban seni tari Glipang di wilayah Kabupaten
Lumajang yakni pada nomor l5 ada tari Glipang Setia Bangsa yang dimiliki
Bapak Moh Sirri dan pada nomor 71 ada Glipang Rodhat Nur Bani Khasanah
yang dimiliki oleh Bapak Atok Nur Wahid. Glipang Rodhat Nur Bani Khasanah
atas nama Bapak Atok Nur Wahid sudah terdaftar di data Niok jumlah seni tari
Kabupaten Lumajang tahun 2017 menggantikan ayahnya yaitu Bapak Sardi
(Wawancara dengan Aries Purwantiny Pengolah data Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan, 6 Maret 2022).
Paguyuban yang masih bertahan adalah paguyuban Glipang Rodhat Nur
Bani Khasanah yang sekarang dipegang Pak Atok Nur Wahid (anak Ibu
Mariyam), yang setelah kami melakukan penelitian lebih lanjut ternyata pak Atok
Nur Wahid adalah anak dari Pak Sardi di Desa Jarit Kecamatan Candipuro
Kabupaten Lumajang. Peneliti mengambil judul paguyuban ini karena belum
pernah diteliti sementara Paguyuban Setia Bangsa oleh Bapak Sirri sudah pernah
diteliti. Paguyuban Glipang Rodhat Nur Bani Khasanah awalnya didirikan oleh
Bapak Sardi, beliau merupakan cucu angkat dari Kyai Buyah yang merupakan
pendiri tari Glipang Rodhat Seni Rebana di Desa Jarit. Sebenarnya menurut
penelitian Hariyati (2016:6) menjelaskan bahwa Pak Sardi mengatakan Glipang
sebenarnya bukan nama asli kesenian itu, nama yang asli ialah tari Rodhat Seni
Rebana dan Glipang Rodhat tidak mengandung unsur Madura tetapi hanya
mengandung unsur islam yang di prakarsai oleh Kyai Buyah. Hal ini berbeda
dengan pendapat Ibu Heny Kisworini (Sanggar Sekar Arum) dan Emi Yuliastutik
bahwa Glipang Rodhat itu mengandung unsur Jawa dan Madura karena daerah
Kabupaten Lumajang merupakan daerah pandhalungan percampuran antara Jawa
dan Madura. Dengan demikian kesenian yang diciptakan pasti mengandung unsur
Madura.
Menurut Yuliastutik (dalam Hariyati, 2016:6) mengatakan dalam
penelitiannya yang berjudul “Tari Glipang Karakan di Desa Nguter Kecamatan
Candipuro Kabupaten Lumajang” pada tahun 1912 di sekitar pesisir pulau Jawa
sebelah timur yang berada di selat Madura, banyak orang dari Madura yang
Pindah tempat tinggal ke Lumajang, Probolinggo, Bondowoso, Jember dan
Pasuruan. Mereka pindah tempat tinggal dengan alasan mencari lapangan
pekerjaan di tempat lain ini secara otomatis orang-orang Madura menikah dan
punya keturunan dengan orang Jawa. Seperti Bapak Kandar merupakan warga
Kabupaten Pasuruan tepatnya di Desa Kalipang yang hidup berbaur dengan warga
Madura. Dan Bapak Kandar yang memprakarsai berdirinya Terbang Kalipang di
Lumajang. Sekitar tahun 1935 Bapak Kandar Menikah dengan Wanita dari Desa
Dawuhan Lor Kecamatan Sukodono Kabupaten Lumajang. Sekitar tahun 1937
beliau menetap disitu. Glipang itu asalnya dari kata Terbang Kalipang, nama
Terbang berasal dari salah satu alat musiknya disisi lain kata Kalipang berasal dari
nama Desa Bapak Kandar Lahir. Karena nama Terbang Kalipang terpengaruh
dengan logat bahasa orang Jawa termasuk warga Lumajang maka nama tersebut
berubah menjadi Glipang.
Menurut Hariyati (2016:6) tidak hanya dari sejarah Terbang Kalipang ada
pengamatan lain seperti gerakan tari Kiprah Glipang Probolinggo dan Terbang
Bandung juga terdapat gerakan yang sama dalam pementasannya. Seperti
tampilan vokal tari Terbang Bandung sama dengan tari Glipang Rodhat. Hal ini
bisa di simpulkan Glipang Rodhat Nur Bani Khasanah yang saat ini di pimpin
Bapak Atok Nur Wahid (anak Bapak Sardi) yang berasal dari Desa Jarit
merupakan hasil difusi maupun Perpaduan antara tari Rodhat Seni Rebana oleh
Kyai Buyah dan tari Terbang Kalipang/Glipang yang di prakarsai oleh Bapak
Kandar, setelah semua sudah divariasi dan tidak mengubah unsur kebudayaan
sebelumnya maka difusi itu berubah menjadi tari Glipang Rodhat dengan dengan
nama paguyuban Nur Bani Khasanah yang di bentuk oleh Bapak Sardi.
Tari Glipang Rodhat seiring berjalannya waktu kurang menarik lagi dan
mulai redup dari masyarakat, lalu sekitar tahun 1991 tari Glipang Rodhat di
lanjutkan oleh cucu angkat Kyai Buyah yang bernama Bapak Sardi, karena
sebelumnya lambat laun dengan penari Laki-laki kurang diminati masyarakat,
Bapak Sardi mengganti penari yang awalnya Laki-laki menjadi Perempuan tetapi
tidak merubah unsur kebudayaan sebelumnya. Menambahi gerak tari, busana
(kostum) dengan menambahi variasi dan nama paguyubannya yang semula
Rodhat Seni Rebana menjadi paguyuban Glipang Rodhat Nur Bani Khasanah
yang di bentuk atas komando Bapak Sardi dan anggotanya. Seiring berjalannya
waktu tari Glipang Rodhat mulai diminati kembali (Wawancara dengan Mariyam,
2 Maret 2022).
Tari Glipang daerah Pandhalungan seperti daerah Pasuruan, Probolinggo
yang bertolak belakang dari Lumajang, daerah tersebut malah semakin maju tari
Glipang karena generasinya melestarikan tarian tersebut (Hariyati, 2016:3). Tari
Glipang di daerah Pasuruan dan Probolinggo bahkan menjadi destinasi utama
dalam hal kesenian ini bisa dibuktikan pada saat hari jadi kota Pasuruan maupun
hari jadi kota Probolinggo ini selalu ditampilkan dan masih banyaknya paguyuban
paguyuban yang aktif dalam pertunjukan tari Glipang (Hariyati, 2016:4). Oleh
karena sebagai peneliti sejarah tarian Glipang Rodhat Nur Bani Khasanah di Desa
Jarit Kecamatan Candipuro Kabupaten Lumajang, perlu adanya upaya pelestarian
seperti membuat skripsi sebagai catatan dokumen supaya ada bukti tertulis
terhadap tari Glipang Rodhat di kabupaten Lumajang. Ini tujuan peneliti supaya
bisa dijadikan pengetahuan oleh generasi berikutnya bisa dijadikan referensi atau
pijakan untuk merekonstruksi sejarah tarian Glipang Rodhat Nur Bani Khasanah
di Desa Jarit Kecamatan Candipuro Kabupaten Lumajang.
Glipang Rodhat atas Komando Bapak Sardi dengan nama paguyuban Nur
Bani Khasanah digunakan untuk sarana hiburan saja, dengan gerakan silat dari
tahun ke tahun mengalami kemajuan yang pesat seperti sering tampil pada acara
karnaval, dan hari jadi kota Lumajang lalu seiring bertambahnya waktu bisa
terlihat tahun 2016 tari Glipang Rodhat sudah tidak tampil lagi pada acara hari
jadi kota Lumajang karena tersisih dengan kesenian lain (Hariyati, 2016:3).
Kesenian tradisional Glipang Rodhat memang sudah tersebar ke beberapa
Sanggar salah satunya Sanggar Sekar Arum lokasinya di Pasirian, yang
mempelajari banyak seni tari bukan hanya Glipang Rodhat saja, tetapi ada Remo,
Godril, dan Jaipong. Disitu setelah di lihat responden dari anak-anak Sanggar.
Glipang Rodhat sudah tidak familiar lagi atau sudah mulai tidak diminati
(Wawancara Heny Kisworini, 3 Maret 2022).
Kesenian tradisional yang diungkapkan oleh Agus (2006:6) adalah suatu
komponen yang terdiri dari komponen tambahan dan khusus. Komponen khusus
ialah komponen yang wajib ada di dalam seni tradisional seperti sajian, seniman,
dan masyarakat (penonton). Sementara komponen tambahan adalah komponen
yang berfungsi sebagai pendukung dalam kesenian contohnya adalah tata ruang
(panggung), suara (alat musik), gerak tari, dan busana (kostum). Oleh karena itu
bisa diambil contoh pada kesenian tradisional tari Glipang Rodhat Nur Bani
Khasanah yang mengalami perkembangan, perubahan, dan kesinambungan dalam
hal sajian, seniman, penonton (masyarakat), tata ruang (panggung), suara (alat
musik), gerak tari, busana (kostum), dan fungsi bahwa kebudayaan daerah ini
tidak selamanya berkembang pesat pada waktu tertentu bisa saja mengalami
kemunduran. Contohnya yang pada saat ini kesenian tradisional tari Glipang
Rodhat Nur Bani Khasanah di Desa Jarit Kecamatan Candipuro yang masih
bertahan sampai sekarang (Wawancara dengan Mariyam, 2 Maret 2022).
Kesenian Tari Glipang Rodhat di Desa Jarit, Kabupaten Lumajang yaitu
paguyuban Nur bani Khasanah, meskipun sekarang tidak semeriah dulu, memang
kesenian pasti mengalami pasang surut, sekarang tarian ini hanya digunakan untuk
acara hajatan saja, lingkup antar Desa di Lumajang, dan untuk hari jadi Kota
Lumajang sudah jarang, karena tarian ini hampir dilupakan di Lumajang.
Paguyuban Glipang Rodhat Nur Bani Khasanah yang dengan resmi terdaftar di
Dinas Pendidikan dan Budaya dengan nomor induk keseniannya ialah:
431.03/71/427.47/2017. Dikarenakan saat ini tarian Glipang Rodhat Nur Bani
Khasanah di Desa Jarit Kecamatan Candipuro Kabupaten Lumajang mengalami
kemunduran, peneliti mengangkat menjadi tema skripsi supaya tari Glipang
Rodhat kembali diminati masyarakat, termasuk tari Glipang Nur Bani Khasanah
bisa terkenal lagi kemudian hari, melalui Generasi akan datang. Karena dengan
cara ini sejarah tari Glipang Rodhat bisa tertulis antara lain dalam dokumen
skripsi ini. Kesenian ini diambil alih oleh anaknya yaitu bapak Atok Nur Wahid
Mulai tahun 2017 karena Pak Sardi meninggal tahun 2016 (Wawancara dengan
Mariyam, 2 Maret 2022).
Kesenian Glipang Rodhat Nur Bani Khasanah di Desa Jarit masih diakui
di Kabupaten Lumajang dengan ciri khas nya yaitu gerakan pencak silat yang
teratur dengan penari wanita. Penelitian tersebut difungsikan untuk mendalami
latar belakang, dinamika Kesenian Tradisional Tari Glipang Rodhat Nur Bani
Khasanah yang bertujuan untuk menjelaskan: 1) latar belakang munculnya
kesenian tradisional tari Glipang Rodhat Nur Bani Khasanah di Desa Jarit
Kecamatan Candipuro Kabupaten Lumajang 2) perkembangan, perubahan, dan
kesinambungan kesenian tari Glipang Rodhat Nur Bani khasanah di Desa Jarit
Kecamatan Candipuro Kabupaten Lumajang tahun 1991-2021.

1.2 Penegasan Judul


Pemilihan judul yang peneliti lakukan supaya terhindar dari kesalahan
maka peneliti akan menjelaskan istilah-istilah yang terkandung di dalam judul
yang peneliti tuliskan judul tersebut yaitu “Dinamika Kesenian Tradisional Tari
Glipang Rodhat Nur Bani Khasanah di Desa Jarit Kecamatan Candipuro
Kabupaten Lumajang tahun 1991-2021”. Peneliti sebagai penulis ingin
menjelaskan suatu judul dengan uraian di bawah ini:
Istilah dinamika menurut kamus besar Bahasa Indonesia (1991:206)
merupakan pergerakan ataupun dorongan yang dimiliki oleh sekelompok orang
yang bersangkutan dalam masyarakat. Dinamika juga memiliki arti
kekuatan/tenaga, bergerak terus, berkembang dan bisa beradaptasi secara
memadai dalam keadaan apapun. Sedangkan pendapat dari Kuntowijoyo
(2003:133) dinamika adalah suatu kekuatan yang berasal dari kelompok manusia
maupun masyarakat yang bisa mengakibatkan suatu perkembangan, perubahan
dan kesinambungan dalam kehidupan bermasyarakat.
Kuntowijoyo (2003:133) mengatakan perkembangan bisa saja terjadi
apabila di dalam kehidupan bermasyarakat terjadi pergerakan secara runtut mulai
dari bagian satu ke bagian yang lain. Hal ini juga terjadi pada kesenian tari
Glipang Rodhat Nur Bani Khasanah di Desa Jarit Kecamatan Candipuro
Kabupaten Lumajang. Tari Glipang Rodhat Nur Bani Khasanah bisa saja
mengalami kemajuan dari tahun ke tahun. Hal ini bisa dilihat dan bisa diakibatkan
adanya pengaruh dari unsur internal maupun eksternal. Perkembangan itu bisa
dilihat dari segi sajian, seniman, masyarakat (penonton), tata ruang (panggung),
suara (alat musik), gerak tari, busana (kostum) dan fungsi.
Kuntowijoyo (2003:133) mengatakan perubahan bisa saja tercipta pada
saat masyarakat mengalami penurunan maupun perkembangan. Tetapi inti dari
permasalahan ini adanya suatu perkembangan maupun penurunan yang terjadi di
dalam waktu yang terlalu cepat, ini umumnya dipengaruhi dari faktor eksternal.
Seperti di dalam kelompok kesenian tari Glipang Rodhat Nur Bani Khasanah di
Desa Jarit Kecamatan Candipuro Kabupaten Lumajang telah terjadi suatu
perubahan. Salah satunya yaitu mengenai jumlah penari pada awal pertunjukan
tari Glipang Rodhat yaitu 5 orang karena seiring bertambahnya zaman dan
peminat masyarakat yang semakin banyak. Maka jumlah pemain ditambah sesuai
kebutuhan masing-masing (Hariyati: 2016:3).
Kuntowijoyo (2003:133) mengatakan Kesinambungan terjadi jika suatu
masyarakat baru hanya memakai lembaga-lembaga terdahulu. Di dalam kesenian
tradisional adanya kesinambungan itu biasanya pasti terjadi. Hal ini juga terjadi
pada kesenian Tari Glipang Rodhat Nur Bani Khasanah di Desa Jarit Kecamatan
Candipuro Kabupaten Lumajang. Walaupun kesenian ini sebelumnya pernah
mengalami perubahan maupun perkembangan tetapi pada akhirnya kesenian ini
namanya tidak berubah, yaitu tetap dengan nama kesenian Tari Glipang Rodhat
Nur Bani Khasanah.
Menurut Kuntowijoyo (2003:133) sudah dipastikan bahwa pengertian
dinamika ialah suatu proses di dalam kehidupan bermasyarakat yang bisa
mengarahkan ataupun menunjukkan adanya suatu perubahan, Perkembangan,
tetapi tetap berkesinambungan. Demikian juga terjadi kepada kesenian tari
Glipang Rodhat Nur Bani Khasanah di Desa Jarit Kecamatan Candipuro
Kabupaten Lumajang. Yang telah mengalami suatu perubahan, perkembangan dan
berkesinambungan.
Kesenian tradisional merupakan elemen penting kehidupan dan keutuhan,
berkembang dari generasi ke generasi, dan kreativitas budaya, termasuk elemen
kepercayaan dan interpretasi masyarakat, pada umumnya merupakan ciri khas
seni tradisional. Jika seni itu di tingkat daerah, itu milik daerah itu. Diungkapkan
oleh Koentjaraningrat (1990: 58) bahwa seni sebagai salah satu unsur kebudayaan
yang universal, merupakan unsur yang menonjolkan ciri-ciri, dan orisinalitasnya.
Oleh karena itu, seni merupakan unsur terpenting dalam kebudayaan nasional
Indonesia.
Tari Glipang Rodhat adalah tarian khas yang berasal dari Lumajang,
tentunya mempunyai keunikan seperti tariannya menggunakan gerakan khas yaitu
pencak silat. Tidak ada gerakan seperti tarian lainnya seperti goyangan pinggul
karena tarian ini diikuti oleh musik Islami dan tarian ini awalnya dilakukan Laki-
Laki dan untuk menarik minat masyarakat, akhirnya diganti dengan pemain
Perempuan sampai sekarang (Anggraeni: 2017:29).
Nur Bani Khasanah adalah nama Paguyuban Tari Glipang Rodhat di
Lumajang yang masih bertahan yaitu tepatnya di Desa Jarit Kecamatan Candipuro
Kabupaten Lumajang. Nama tersebut diambil dari orang yang mengasuh Bapak
Sardi sejak kecil beliau bernama Khasanah. Khasanah merupakan menantu Kyai
Buyah sedangkan anak Kyai Buyah bernama Kasan, Ibu Khasanah dan Bapak
Kasan adalah suami Istri (Wawancara, Mariyam 2 Maret 2022).
Peneliti memberi judul “Dinamika Kesenian Tradisional Tari Glipang
Rodhat Nur Bani khasanah di Desa Jarit Kecamatan Candipuro Kabupaten
Lumajang Tahun 1991-2021” Yang telah mengalami suatu perubahan,
perkembangan, dan kesinambungan dalam hal sajian, seniman, masyarakat
(penonton), tata ruang (pangggung), Suara (alat musik), gerak tari, busana
(kostum) dan fungsi. Yang dalam prosesnya menerima hal-hal yang masuk
kedalamnya, sehingga semua aspek saling bersinambung. Sementara itu saya
sebagai peneliti merasa tertarik ingin meneliti suatu peristiwa yang saya jadikan
judul karena beberapa alasan yaitu:
1. Tari Glipang Rodhat di Lumajang sudah tidak dilestarikan oleh generasi
mudanya sehingga keberadaannya tidak diapresiasi dan hampir punah. Oleh
karena itu diperlukan suatu rencana untuk melestarikan tarian ini supaya tidak
mengalami kepunahan. Dan bisa di praktekkan oleh generasi yang akan
datang.
2. Tari Glipang Rodhat Nurbani Khasanah di Desa Jarit Kecamatan Candipuro
Kabupaten Lumajang merupakan paguyuban yang masih bertahan sampai
sekarang.
3. Tari Glipang Rodhat Nur Bani khasanah di jarit ini merupakan penelitian yang
bisa di jangkau oleh peneliti, karena lokasi yang dekat dengan peneliti.

1.3 Rumusan Masalah


1. Bagaimana latar belakang munculnya kesenian tradisional tari Glipang
Rodhat Nur Bani khasanah di Desa Jarit Kecamatan Candipuro Kabupaten
Lumajang ?
2. Bagaimana perkembangan, perubahan dan kesinambungan kesenian
tradisional tari Glipang Rodhat Nur Bani khasanah di Desa Jarit Kecamatan
Candipuro Kabupaten Lumajang tahun 1991-2021 ?

1.4 Ruang Lingkup Penelitian


Ruang lingkup penelitian ini meliputi batasan tempat (scope spatial),
batasan waktu (scope temporal), dan batasan materi penelitian. Batasan tempat
(scope spatial) yakni di Jalan Leter S, Dusun Cabean, Desa Jarit, Kecamatan
Candipuro Kabupaten Lumajang, Jawa Timur 67373. Merupakan kawasan dekat
Jalan Raya Leter S yang merupakan tempat lahirnya kesenian Glipang Rodhat Nur
Bani Khasanah dan masih bertahan sampai saat ini.
Batasan waktu (scope temporal) 1991-2021. Mengacu pada tahun 1991
karena tahun tersebut muncul kesenian tradisional Tari Glipang Rodhat Nur Bani
Khasanah yang didirikan oleh Bapak Sardi, tari Glipang Rodhat Nur Bani
Khasanah merupakan hasil difusi dari tari Rodhat Seni Rebana (tidak
mengandung unsur Madura) oleh Kyai Buyah dan tari Terbang Kalipang/Glipang
(mengandung unsur Madura) yang diprakarsai oleh Bapak Kandar asal Pasuruan
yang menikah dengan orang Lumajang. Tahun 1991 awal berdirinya Glipang
Rodhat Nur Bani Khasanah tarian tersebut ditarikan oleh Perempuan dan
sebelumnya dengan penari Laki-Laki sudah tidak menarik lagi. Difusi itu berubah
menjadi tari Glipang Rodhat dengan nama paguyuban Nur Bani Khasanah yang di
bentuk oleh Bapak Sardi dan batasan 2021 karena peneliti melakukan penelitian
pada tahun tersebut.
Batasan materi ialah membahas Dinamika Kesenian Tradisional Tari
Glipang Rodhat Nur Bani Khasanah di Desa Jarit Kecamatan Candipuro
Kabupaten Lumajang tahun 1991-2021. Batasan materi dalam penelitian ini ialah:
(1) latar belakang terbentuknya kesenian tradisional tari Glipang Rodhat Nur Bani
Khasanah di Desa Jarit Kecamatan Candipuro Kabupaten Lumajang; (2)
perkembangan, perubahan dan kesinambungan sajian, seniman, masyarakat
(penonton), tata ruang (panggung), suara (alat musik), gerak tari, busana (kostum)
dan fungsi kesenian tradisional tari Glipang Rodhat Nur Bani khasanah di Desa
Jarit Kecamatan Candipuro Kabupaten Lumajang tahun 1991-2021.

1.5 Tujuan Penelitian


Tujuan umum penelitian tersebut adalah untuk memperkenalkan salah satu tarian
di Kabupaten Lumajang, sedangkan tujuan secara spesifik adalah:
1. Untuk mengetahui latar belakang munculnya kesenian tradisional tari Glipang
Rodhat Nur Bani khasanah di Desa Jarit Kecamatan Candipuro Kabupaten
Lumajang.
2. Untuk mengetahui perkembangan, perubahan dan kesinambungan kesenian
tradisional tari Glipang Rodhat Nur Bani khasanah di Desa Jarit Kecamatan
Candipuro Kabupaten Lumajang tahun 1991-2021.

1.6 Manfaat Penelitian


Dengan terlaksanannya penelitian tersebut diharapkan memiliki manfaat sebagai
berikut:
1. Bagi peneliti, sebagai sarana untuk mengidentifikasi permasalahan yang
sedang terjadi dan untuk menambah ilmu pengetahuan.
2. Bagi mahasiswa dan calon guru sejarah, dapat menambah penguasaan materi
Sejarah Kebudayaan Lokal.
3. Untuk ilmu pengetahuan, dapat menambah pembendaharan ilmu, dinamika
kesenian tradisional tari Glipang Rodhat Nur Bani Khasanah di Desa Jarit
Kecamatan Candipuro Kabupaten Lumajang tahun 1991-2021 serta
pengembangan ilmu sejarah lokal khususnya di Lumajang.
4. Untuk almamater, melaksanakan salah satu bentuk Tri Dharma dalam
Perguruan Tinggi.
5. Bagi pembaca, dapat menambah wawasan mengenai kesenian tradisional tari
Glipang Rodhat di Lumajang.
6. Sebagai syarat terakhir untuk menyelesaikan tugas akhir S1, di FKIP
Pendidikan Sejarah Universitas Jember.

Anda mungkin juga menyukai