1996 - 2015
SKRIPSI
Oleh:
Adi Sahrul
NIM 180210302060
SKRIPSI
Oleh:
Adi Sahrul
NIM 180210302060
iii
MOTTO
Belajar sangat penting dalam hidup, bukan hanya bertujuan mencari nilai tetapi
membuat kita berproses lebih baik, untuk mencapai kesuksesan, seriuslah belajar
serta imbangi dengan doa1
1
Rohmania, S.A. 2022. Pengembangan Instrumen Evaluasi Pembelajaran Sejarah Berbasis WEB
WORDWALL Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas X IPA Di MA DARUL HUDA GIRI KAB.
BANYUWANGI. Skripsi. Banyuwangi: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas 17
Agustus 1945 Banyuwangi
iv
PERNYATAAN
Adi Sahrul
NIM: 180210302060
v
SKRIPSI
Oleh
Adi Sahrul
NIM 180210302060
Pembimbing
Dosen Pembimbing Utama Drs. Marjono, M.Hum.
Dosen Pembimbing Anggota Rully Putri Nirmala Puji, S.Pd, M.Ed
vi
PENGESAHAN
Skripsi berjudul “Perubahan Sosial Dan Budaya Masyarakat Kemiren 1996 - 2015”
karya Adi Sahrul telah diuji dan disahkan pada:
Hari, tanggal : 25 November 2022
Tempat : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jember.
Tim Penguji
Ketua, Sekretaris,
Mengesahkan
Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Jember
vii
RINGKASAN
Perubahan Sosial Dan Budaya Masyarakat Kemiren 1996 - 2015; Adi Sahrul;
180210302060; 2022: xvi + 121 halaman; Program Studi Pendidikan Sejarah
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Jember.
Topik yang menjadi pokok bahasan dalam skripsi ini adalah perubahan
sosial dan budaya dengan memfokuskan kajian pembahasan mengenai struktur
sosial dan kehidupan budaya masyarakat Kemiren 1996 - 2015. Struktur sosial
masyarakat Kemiren tahun 1996 meliputi organisasi Karang Taruna dan LAO,
Kelompok sosial Pokdarwis dan kelompok Homestay, serta norma sosial
kesopanan. Seiring berjalannya waktu tahun 2008, pemerintah desa A.A. Tahrim
membangkitkan kembali para pemuda dengan membentuk tatanan struktur yang
baru seperti Ariman sebagai ketua organisasi Karang Taruna, adanya struktur yang
jelas membuat program kerja menjadi terarah seiiring masuknya arus pariwisata ke
desa Kemiren. Berkembangnya arus pariwisata membuat golongan tua antisipasi
adanya unsur budaya asing yang masuk, maka dibentuklah Lembaga Adat Osing
(LAO), sedangkan golongan muda membentuk Kelompok Sadar Wisata
(Pokdarwis) untuk lebih menggali potensi budaya untuk dimanfaatkan sebagai
komoditi pariwisata yang berlandaskan CBT. Kehidupan budaya masyarakat
Kemiren mengalami perubahan pada ritual adat bersih desa tahun 1996 bersifat
sakral ke arah profan. Ritual adat tersebut dikemas menjadi paket wisata tahun
2015, menu hidangan tumpeng pecel pitik mengalami komodifikasi.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah
perubahan struktur sosial masyarakat Kemiren tahun 1996 - 2015; (2)
Bagaimanakah perubahan kehidupan budaya masyarakat di Desa Kemiren tahun
1996 - 2015?. Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Untuk menganalisis
perubahan struktur sosial masyarakat Kemiren tahun 1996 - 2015; (2) Untuk
menganalisis perubahan kehidupan budaya masyarakat di Desa Kemiren tahun
1996 - 2015. Metode yang digunakan merupakan (1) Heuristik, proses
viii
pengumpulan sumber untuk memperoleh data, materi, dan evidensi sejarah; (2)
Kritik, proses penulis mencari kebenaran informasi pada suatu sumber dengan cara
kritik ekstern dan kritik intern; (3) Interpretasi, proses mengkaitkan fakta-fakta
sejarah agar dapat diberi makna; dan (4) Historiografi, proses menyajikan hasil
penelitian dalam bentuk tertulis. Historiografi yang dilaksanakan disokong dengan
pendekatan Antropologi Budaya dan teori Evolusi Herbert Spencer.
Hasil dari penelitian ini adalah: (1) Perubahan struktur sosial masyarakat
Kemiren yang dimulai dengan penataan kembali tatanan struktur organisasi secara
formal yang disokong oleh pemerintah desa A.A Tahrim pada tahun 2008 sehingga
membentuk organisasi sosial lebih tertata, menciptakan proker dan
mngimplementasikan dalam pemberdayaan masyarakat di Desa Kemiren terbagi
menjadi dua yaitu praktik sosial pemberdayaan sebagai penguatan kebudayaan
masyarakat Kemiren dibuktikan dengan peran karang taruna ikut berpartisipasi
terhadap berjalannya Tradisi Mepe Kasur di tiap tahunnya dan praktik sosial
pemberdayaan sebagai pengembangan pariwisata berbasis ekonomi mandiri
dengan membuat Pesantogan Kemangi yang menarik wisatawan berkunjung ke
desa Kemiren. (2) Perubahan masyarakat Kemiren dalam kehidupan budaya
ditandai dengan ritual adat bersih desa slametan bersih desa tahun 1996 bersifat
sakral dengan ciri khas hidangan tumpeng pecel pithik, dalam perkembangannya
tahun 2015 tumpeng dikomodifikasi yang dihidangkan berjumlah seribu buah atau
Sewu, kemudian secara resmi masuk dalam agenda tahunan B-Fest sehingga ritual
adat tersebut dikemas menjadi paket wisata.
Penelitian ini menyimpulkan Masyarakat Kemiren mengalami perubahan
sosial yang ditunjukkan pada struktur masyarakatnya. Pada tahun 2008, organisasi,
kelompok sosial, memiliki struktur yang jelas membuat program kerja menjadi
terarah seiiring masuknya arus pariwisata ke desa Kemiren. Implemestasinya
mengahdapi arus pariwisata, dibentuklah Lembaga Adat Osing (LAO), sedangkan
golongan muda membentuk Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis). Sedangkan
dalam kehidupan budaya mengalami perubahan pada ritual adat bersih desa bersifat
sakral ke arah profan. Ritual adat tersebut dikomodifikasi menjadi paket wisata
pada tahun 2015.
ix
PRAKATA
Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perubahan Sosial dan
Budaya Masyarakat Kemiren 1996 - 2015”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi
syarat menyelesaikan pendidikan strata satu (S1) pada Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jember.
Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena
itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Iwan Taruna, M.Eng., selaku Rektor Universitas Jember;
2. Prof. Dr. Bambang Soepeno, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Jember, sekaligus penguji utama yang telah
meluangkan waktu untuk memberikan kritik dan saran demi kesempurnaan
dalam penulisan skripsi ini;
3. Dr. Sumardi, M.Hum., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jember;
4. Drs. Marjono, M.Hum., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP
Universitas Jember, sekaligus pembimbing utama yang telah meluangkan
waktu, pikiran, dan perhatiannya dalam penulisan skripsi;
5. Rully Putri Nirmala Puji, S.Pd, M.Ed., selaku pembimbing anggota yang telah
meluangkan tenaga dan waktunya untuk memberi masukan dan arahan dalam
penulisan skripsi;
6. Drs. Sumarjono, M.Si., selaku penguji anggota yang telah meluangkan waktu
untuk memberikan kritik dan saran demi kesempurnaan dalam penulisan skripsi
ini;
7. Drs. Kayan Swastika, M.Si., selaku Dosen Pembimbing Akademik (DPA);
8. Dosen Program Studi Pendidikan Sejarah yang telah memberikan ilmunya
kepada saya;
9. Bapak Asbulah dan Ibu Suriyati yang telah memberikan dukungan moral dan
material hingga dapat terselesaikannya skripsi ini;
x
10. Adik Ach. Syarif Hidayatulloh dan Aura Salsabila yang senantiasa mendo’akan
dan memberikan kasih sayang serta semangat kepada penulis. Tidak lupa kakek
saya Riyanto dan alm Marzuki, nenek saya Satuni dan Siti Aminah, Pak Lik
Abdul Wahid dan seluruh saudara yang selalu mensupport selama ini;
11. Bapak M. Rochmat, Ibu Salmah, dek Sapta Ayu Rohmania, mas Suni, mbak
Irmah, dek Hanif, dek caca, terima kasih atas semua do’a dan dukungan yang
diberikan dari waktu ke waktu;
12. Seluruh Informan yang tercantum dalam lampiran, terima kasih atas seluruh
informasi dan pengalaman yang diberikan. Serta pihak Desa Kemiren yang
memberikan kesempatan bagi saya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini;
13. Seluruh pihak yang memberi dukungan dan bantuan dalam penulisan skripsi ini
yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Penulis
xi
DAFTAR ISI
xii
KEMIREN TAHUN 1996 - 2015 ..................................................... 24
4.1 Organisasi Sosial Masyarakat Kemiren ................................... 24
4.1.1 Organisasi Karang Taruna................................................... 25
4.1.2 Lembaga Adat Osing (LAO) ............................................... 34
4.2 Kelompok Sosial Masyarakat Kemiren .................................... 36
4.2.1 Kelompok Jasa Penginapan................................................. 37
4.2.2 Pokdarwis Kencana Kemiren .............................................. 39
4.3 Norma – Norma Pada Masyarakat Kemiren ........................... 46
BAB 5. PERUBAHAN KEHIDUPAN BUDAYA MASYARAKAT
KEMIREN TAHUN 1996 - 2015 ..................................................... 50
5.1 Budaya Ritual Adat Bersih Desa 1996 - 2006 ........................... 50
5.1.1 Ritual Bersih Desa Tradisi Barong Ider Bumi ...................... 52
5.1.2 Ritual Bersih Desa Slametan Desa ....................................... 57
5.2 Komodifikasi Ritual Adat Bersih Desa Menjadi Tradisi
Tumpeng Sewu ........................................................................... 60
5.3 Pengaruh Komodifikasi Ritual Adat Bersih Desa Menjadi
Tradisi Tumpeng Sewu .............................................................. 66
BAB 6. PENUTUP ........................................................................................ 70
6.1 Simpulan .................................................................................... 70
6.2 Saran .......................................................................................... 71
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 73
LAMPIRAN ................................................................................................... 78
xiii
DAFTAR GAMBAR
xiv
DAFTAR TABEL
xv
DAFTAR LAMPIRAN
xvi
BAB 1. PENDAHULUAN
bentuk budaya. Salah satu budaya yang unik di desa Kemiren yaitu, Tradisi
Tumpeng sewu yang diadakan setiap tahun. Tradisi Tumpeng sewu merupakan
salah satu ritual adat dengan penyajian hidangan makanan yaitu tumpeng sebagai
simbol tradisi yang dijalankan. Menurut Anderson (2005, dalam Indiarti 2015)
makanan adalah aspek penting dari eksistensi manusia, karenanya makanan
berperan penting sebagai elemen dari sebuah ritual, upacara, dan kegiatan
keagamaan. Selain itu, terdapat makna makna tertentu didalamnya tidak hanya
sebagai sumber tenaga saja, melainkan mengandung makna filosofis disetiap
bagiannya maupun proses pembuatannya.
Ritual adat bersih desa di Kemiren diadakan dengan melakukan selametan.
Tumpeng sewu berasal dari kegiatan Selametan Desa yang mempercayai bahwa
kegiatan tersebut dilaksanakan sebagai ritual bersih desa agar selalu dalam
lindungan-Nya dan sebagai rasa syukur terhadap Tuhan atas melimpahnya hasil
panen. Dalam pekembangannya, sejak tahun 2015, Tumpeng Sewu secara resmi
masuk dalam agenda tahunan Banyuwangi Festival sehingga tumpeng sewu yang
berawal dari selametan bersih desa bertransformasi menjadi Festival Tumpeng
Sewu. Ritual adat tersebut dikemas menjadi paket wisata yang awalnya bersifat
sakral beralih ke arah profan secara evolutif.
Berdasarkan uraian di atas, penulis memiliki ketertarikan untuk melakukan
penelitian tentang perubahan kehidupan sosial dan budaya, khususnya pada
masyarakat Kemiren pada 1996 – 2015. Alasan pertama, Awalnya implementasi
dari organisasi tahun 1996 tidak produktif meskipun lengkap dengan adanya
badan pengurus dari organisasi tersebut menjadi persoalan utama dalam struktur
sosial masyarakat Kemiren. Dengan ditetapkannya desa Kemiren sebagai desa
wisata memunculkan status dan fungsi baru yang dikhususkan untuk
pengembangan desa. Peran serta implementasi dari organisasi tersebut berubah
secara evolutif menarik untuk diteliti.
Alasan kedua, masyarakat Kemiren berhadapan dengan kompleksnya
pesoalan arus pariwisata yang meningkat sehingga berpengaruh terhadap
munculnya kelompok sosial yaitu Pokdarwis, salah satu tujuannya adalah
mempromosikan budaya masyarakat Kemiren kepada masyarakat luar sehingga
6
menjadi objek pariwisata menarik untuk dibahas terkait kelompok sosial yang ada
pada masyarakat di Desa Kemiren.
Alasan ketiga, Tradisi Tumpeng Sewu dibahas oleh penulis karena
diantara event festival budaya lain di Banyuwangi, keunikannya sebagai salah
satu budaya dan tradisi masyarakat Kemiren berisi kegiatan selametan dengan
menonjolkan kuliner ritual berupa tumpeng Pecel pithik. Tumpeng Pecel Pithik
yang biasanya disajikan hanya sebagai ritual khusus kini dalam Festival disajikan
sebagai komoditas dan alat promosi kebudayaan menarik untuk diteliti lebih
lanjut. Berdasarkan alasan yang telah diuraikan, penulis dapat menjadikan
ketertarikan-ketertarikan tersebut menjadi sebuah penelitian yang akan dituangkan
dalam karya ilmiah.
Urgensi dari penelitian ini adalah sebagai pengetahuan bagaimana strategi
masyarakat di Desa Kemiren dalam menghadapi perubahan tersebut serta aspek-
aspek yang dapat dijadikan sebagai media pembelajaran materi Perubahan sosial
kelas XII SMA/MA. Berdasarkan uraian yang telah dijabarkan di atas, maka
peneliti ingin mengetahui serta mendeskripsikan tentang perubahan struktur sosial
yang meliputi organisasi sosial, kelompok sosial, norma-norma dan kehidupan
budaya yang terfokus pada ritual selametan bersih desa yang bertansformasi
menjadi tradisi tumpeng sewu dengan penelitian berjudul “Perubahan Sosial Dan
Budaya Masyarakat Kemiren 1996 - 2015”.
terfokus pada ritual selametan bersih desa yang mengalami perubahan menjadi
tradisi tumpeng sewu, hal tersebut akan dideskripsikan pada penelitian ini.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka pengertian judul “Perubahan Sosial
dan Budaya Masyarakat Kemiren 1996 - 2015” adalah berubahnya kehidupan
sosial dan budaya masyarakat Kemiren yang meliputi struktur sosial dan tradisi
tumpeng sewu yang berkembang secara evolutif pada tahun 1996 hingga 2015.
dan perkembangan yang dilakukan masyarakat tentu saja berkaitan erat dengan
kondisi sosial dan budaya masyarakat di Desa Kemiren.
Aspek materi penelitian ini fokus pada perubahan struktur sosial meliputi
organisasi sosial yaitu Karang Taruna dan Lembaga Adat Osing, kelompok sosial
yaitu Kelompok Homestay dan Kelompok Sadar Wisata, norma-norma
masyarakat Kemiren, dan kehidupan budaya pada tradisi Tumpeng Sewu yang
bersifat sakral berubah ke arah profan. Tradisi Tumpeng Sewu berawal dari ritual
adat bersih desa yang bertransformasi secara evolutif.
apa alasan utama Desa Kemiren bisa ditetapkan sebagai Desa Wisata Adat pada
tahun 1996 yang kemudian menjadi tonggak awal adanya perubahan kehidupan
sosial dan budaya. Dalam perkembangannya banyak wisatawan yang berkunjung,
menimbulkan interaksi sosial antara masyarakat Kemiren dengan wisatawan
meningkat yang kemudian munculnya lembaga sosial sebagai suatu jembatan
interaksi. Melalui tinjauan tersebut, penulis menemukan bahwa isi dari penelitian
ini memiliki fokus yang cukup dominan terhadap dinamika budaya masyarakat
Kemiren didalamnya terbagi menjadi empat penjabaran, yaitu kondisi secara
umum Desa Kemiren, Kesenian, Budaya, dan Kuliner Desa Kemiren. Selanjutnya,
penulis memfokuskan diri untuk membahas perihal perubahan sosial dan budaya,
yang menjadi sorotan dalam penelitian tersebut adalah sejarah tradisi Tumpeng
Sewu. Penulis juga akan mengembangkan pembahasan struktur sosial masyarakat
Kemiren.
Alfianto (2016) dalam penelitiannya yang berjudul “Praktik Sosial
Karang Taruna Mekarsari Dalam Pemberdayaan Masyarakat Di Desa Wisata
Osing”. Penelitian ini membahas bagaimana praktik sosial pemberdayaan
masyarakat yang dilakukan oleh karang taruna di Desa Kemiren. Bagian dari
penelitian ini yang berkaitan dengan tema penelitian yaitu pembahasan mengenai
peran organisasi sosial Karang Taruna yang ada di Desa Kemiren. Kemudian
penelitian ini menjelaskan praktik-praktik sosial yang dilakukan oleh karang
taruna berbeda-beda, karena terdapat dua kategori praktik sosial, yaitu pertama
praktik sosial pemberdayaan masyarakat berbasis ekonomi mandiri dan kedua
praktik sosial pemberdayaan masyarakat sebagai upaya penguatan kebudayaan
masyarakat Kemiren. Berdasarkan tinjauan tersebut, penulis akan
mengembangkan sub pembahasan struktur sosial masyarakat Kemiren yang
meliputi organisasi Karang Taruna.
Berdasarkan tinjauan pustaka di atas, dapat dipahami bahwa telah terdapat
penelitian-penelitian terdahulu yang membahas mengenai sosial dan budaya
masyarakat Kemiren. Namun, mayoritas penelitian terdahulu tidak memberikan
perhatian yang besar pada perubahannya secara terperinci. Melihat penelitian-
penelitian terdahulu yang masih belum memberi perhatian besar terhadap
16
perubahan sosial dan budaya masyarakat Kemiren, maka posisi penelitian ini
adalah sebagai pengembangan dari penelitian-penelitian terdahulu dengan
mengkaji lebih mendalam terkait perubahan sosial dan budaya masyarakat
Kemiren dengan fokus kajian pada struktur sosial dan tradisi Tumpeng Sewu
selama tahun 1996 hingga 2015.
secara lambat dalam segala aspek demi memperoleh perbaikan kearah yang lebih
baik. Titik terpenting yang menjadi tolak ukur kemajuan dari masyarakat yaitu
tahap lepas landas (Soepeno, 2017:147).
Relevansi teori Evolusi Herbert Spencer dengan penelitian ini yaitu
membantu menunjukkan bahwa terdapat perubahan masyarakat secara bertahap
dan lambat di Desa Kemiren dari yang masyarakatnya merupakan bagian dari
masyarakat tradisional, mulai ke arah masyarakat modern ditandai dengan
munculnya perubahan struktur sosial dan budaya masyarakatnya yang bersifat
sakral berubah ke arah profan. Hal ini sesuai dengan pandangan Herbert Spencer
bahwasannya perubahan itu dapat dilihat dari cara mereka hidup, keyakinan yang
dianut, dan cara perkembangan sistem pemerintahan pada tiap tahapnya.
18
3.1 Heuristik
Heuristik merupakan kegiatan mencari sumber-sumber untuk
mendapatkan data-data, materi sejarah, atau evidensi sejarah (Sjamsuddin, 2019:
55). Tahapan ini peneliti mengumpulkan data sebanyak banyaknya seperti data
dokumen, hasil pengamatan, dan wawancara menggunakan sejarah lisan. Data
data tersebut digunakan dalam proses penulisan sejarah sebagai hasil penelitian.
Heuristik, tahapan pengumpulan sumber sejarah terkait tema dan topik yang
diteliti.
Sumber Primer yang digunakan sebagai bahan atau data penelitian ini
yaitu Arsip SK Bupati Kepala Daerah Tingkat II Banyuwangi Nomor 401 Tahun
1996 dijadikan sumber primer karena sebagai bukti konkrit adanya penetapan
desa Kemiren sebagai Desa wisata adat yang menjadi tonggak awal dari
perubahan masyarakat Kemiren, dan sumber lisan berupa wawancara yang
berkaitan dengan kajian materi struktur sosial dan tradisi Tumpeng Sewu yaitu
Suhaimi selaku ketua Lembaga Adat Desa Kemiren, A.A. Tahrim selaku tokoh
masyarakat Desa Kemiren dan Kepala Desa periode 2008 - 2012, M. Arifin selaku
Kepala Desa Kemiren 2019 - 2024, Sae Pandji selaku Tokoh masyarakat dan
anggota lembaga adat Desa Kemiren, Sukar selaku Ketua Kelompok Tani, Mas
Tuki selaku pengurus Karang Taruna 2008 - 2015, Suwandi selaku ketua Karang
Taruna 1996, Moh. Efendy selaku Pengurus Pokdarwis, data data dari Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan maupun Pemerintah Kabupaten Banyuwangi.
Data berupa dokumen dan pustaka sebagai sumber sekunder yang
melengkapi data wawancara diantaranya adalah (1) Inventarisasi Kebudayaan,
19
Kesenian, dan Kuliner Desa Kemiren karya peserta KKN UM; (2) Makna
Nonverbal Dalam Tradisi Tumpeng Sewu Di Desa Adat Osing Kemiren
Banyuwangi karya Isnaeni; (3) Kemiren Potret Budaya Adat Osing karya
Wijayanti; (4) Kemiren 2 Menguak Potret Pelaku Budaya Adat Osing karya
Wijayanti; (5) Kemiren 3 Pelestarian Budaya Di Luar Nalar karya Wijayanti; (6)
Kemiren 4 Pelestarian Budaya Melalui Akuntansi Berkebudayaan karya
Wijayanti; (7) Benang Merah Peradaban Blambangan karya Suhalik; (8) Praktik
Sosial Karang Taruna Mekarsari Dalam Pemberdayaan Masyarakat Di Desa
Wisata Osing karya Alfianto. Sumber sumber tersebut dapat digunakan sebagai
rujukan penelitian yang dilakukan. Namun, sumber tersebut akan terus bertambah
seiring dengan kegiatan pengumpulan referensi lain yang relevan sebagi rujukan
penelitian.
Seluruh sumber yang telah diperoleh tersebut diperoleh melalui berbagai
cara seperti halnya dari koleksi perpustakaan, toko buku, dikumpulkan secara
daring, dan cara-cara lainnya. Hasil heuristik di atas terbilang bersifat sementara,
seiring berjalannya waktu penulis akan terus berusaha mengumpulkan sumber
yang relevan dengan penelitian agar mampu menjelaskan penelitian secara
mendalam.
3. 2 Kritik Sumber
Setelah melakukan tahapan heuristik yang merupakan pengumpulan data,
maka tahap selanjutnya yaitu kritik sumber. Peneliti melakukan kegiatan dalam
kritik sumber yaitu mengadakan kritik terhadap sumber primer maupun sumber
sekunder. Kegiatan kritik dilakukan dengan cara menilai, menguji, menyeleksi
sumber apakah sesuai benar benar asli dan relevan dengan subyek yang disusun.
Kritik sumber sejarah dibagi menjadi dua macam yaitu kritik ekstern dan intern.
Kritik ekstern digunakan untuk menguji keaslian sumber, menurut Kuntowijoyo
(2005: 101) baik dokumen tertulis, artefak, sumber lisan, dan sumber kuantitaif
harus dibuktikan keasliannya. Perlu adanya verifikasi kapan dan di mana sumber
tersebut dibuat, disini sumber yang diperoleh adalah sumber buku mengenai
20
sosial budaya masyarakat Kemiren yang merupakan sumber resmi yang dapat
dipertanggungjawabkan keasliaannya.
Setelah melakukan kritik ekstern yaitu dilanjutkan dengan kritik intern
untuk menilai kelayakan dan kredibilitas sumber yang dikumpulkan. Kegiatan
kritik intern diperlukan untuk mengetahui apakah sumber yang didapat mampu
dipercaya atau tidak. Tujuan dari pengujian ini untuk memverifikasi antar sumber
yang diperoleh melalui studi pustaka berupa dokumentasi dan studi lapang berupa
wawancara maupun observasi.
Kritik ekstern terhadap sumber sumber yang digunakan oleh peneliti
sebagai berikut: (1) Inventarisasi Kebudayaan, Kesenian, dan Kuliner Desa
Kemiren yang ditulis peserta KKN UM (2017) merupakan penelitian yang
dilakukan di Desa Kemiren pada tahun dibuat. Sumber ini layak digunakan karena
tahun terbit dan tempat relevan dengan judul yang peneliti teliti; (2) Makna
Nonverbal Dalam Tradisi Tumpeng Sewu Di Desa Adat Osing Kemiren
Banyuwangi karya Isnaeni (2016) sumber ini dapat digunakan sebagai sumber
yang relevan karena tahun terbit dan tempat relevan dengan judul yang peneliti
teliti; (3) Kemiren Potret Budaya Adat Osing karya Wijayanti (2017). Sumber ini
relevan digunakan untuk menggali bagaimana awal mula kehidupan sosial budaya
masyarakat Kemiren. Masyarakat Kemiren sebagai pelaku budaya dan sekaligus
pelestari budaya tersebut memaksimalkan tetap memegang teguh tradisi tradisi
leluhur namun mengalami pengemasan ke dalam paket wisata dan Banyuwangi
festival. Berikutnya yaitu kegiatan kritik internal yaitu menguji kelayakan dan
kredibilitas sumber: (1) sumber yang berjudul Inventarisasi Kebudayaan,
Kesenian, dan Kuliner Desa Kemiren yang ditulis peserta KKN UM (2017)
kredibel digunakan karena di dalamnya memuat foto foto penelitian secara
langsung yang dapat digunakan sebagai acuan bagaimana berlangsungnya acara
adat Kemiren yang menmbulkan berkerumunnya wisatawan dan saling interaksi
dengan masyarakat Kemiren; (2) sumber yang berjudul Makna Nonverbal Dalam
Tradisi Tumpeng Sewu Di Desa Adat Osing Kemiren Banyuwangi karya Isnaeni
(2016) merupakan penelitian kredibel karena peneliti melakukan penelitian
langsung di Desa Kemiren dan didukung dengan data data yang vaild; (3) sumber
21
yang berjudul Kemiren Potret Budaya Adat Osing karya Wijayanti (2017).
Sumber ini kredibel dan dapat digunakan untuk menggali bagaimana awal mula
kehidupan sosial dan budaya masyarakat Kemiren. Wijayanti menggunakan data
data yang valid dan melakukan observasi serta wawancara salah satunya kepada
pelaku budaya Using Kemiren yakni Samsul dan Bu Temuk sang maestro
Gandrung. Berdasarkan kritik sumber diatas, sumber sumber tersebut layak
digunakan untuk membantu menggali fakta sejarah bagaimana perubahan sosial
dan budaya masyarakat Kemiren 1996 - 2015.
3.3 Interpretasi
Setelah melakukan uji keotentikan sumber data hingga memeproleh fakta
sejarah dalam tahapan heuristik, maka dilakukan kegiatan interpretasi. Kegiatan
interpretasi data yaitu kegiatan menyimpulkan kesaksian yang dapat dipercaya
dengan membandingkan sumber satu dengan lainnya. Setalah itu disusun secara
kronologis. Proses penyeleksian sumber sumber yang telah dilakukan melalui
tahapan kritik sumber selanjutnya dipilih sumber berisi fakta manakah yang
relevan dan tidak relevan. Kemudian hal tersbut dutafsirkan sesuai dengan tafsir
peneliti sesuai dengan fakta yang telah diseleksi sebelumnya. Peneliti tidak serta
merta semaunya sendiri dalam menginterpretasi namun harus mencamtumkan
sumber data yang diperoleh. Interpretasi dilakukan dengan menghubungkan
makna atau tafsirannya dari hasil kegiatan dokumentasi, observasi, dan
wawancara selanjutnya membandingkan masing masing. Informasi yang dianggap
terbukti kebenarannya sajalah yang dapat dikisahkan dalam suatu cerita sejarah
pada tahap historiografi.
3.4 Historiografi
Tahap akhir dalam penelitian ini yakni kegiatn penyusunan ksaksian atau
summber dapatUdipercaya itu mejadi kisah atau penyajiian yang bermaknaa
sebagai hasil penelitian. Berdasarkan susunan interpretasi data tersebut, kemudian
dirangkai ke dalam bentuk deskriptif analisis. Historiografi adalah kegiatan
rekontruksi yang imajinatif berdasarkan data yang diperoleh dengan menempuh
22
proses metode sejarah. Tahap yang terakhir dalam metode sejarah adalah
historiografi. Historiografi merupakan cara untuk merekonstruksi suau kesaksian
atau kisah masa lampau berdasarkan sumber yang diperoleh. Historiografi dalam
ilmu sejarah merupakan titik puncak seluruh kegiatan penelitian sejarawan. Dalam
metodolohi sejarah, historiografi merupakan bagian terakhir. Bisa dibilang bagian
ini merupakan letak tuntutan terberat bagi sejarawan untuk membuktikan
legitimasi dirinya, sekaligus sebagai bentuk disiplin ilmiah Sundoro (Sundoro,
2013: 30).
Historiografi, yaitu sebuah kegiatan untuk menyajikan hasil kedalam
bentuk tulisan yang dikomunikasikan kepada pembaca, pada tahapan ini hal yang
perlu diperhatikan adalah penyampaian secara jelas, lugas, dan mengedepankan
kebenaran ilmiah. Historiografi yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah
berkenaan dengan Perubahan Sosial dan Budaya Masyarakat Kemiren 1996 -
2015, penulisan sejarah dilakukan berdasarkan fakta-fakta yang dihimpun dan
diubah menjadi sebuah kisah yang harmonis, kronologis, dan logis.
Kerangka dari penelitian terdiri dari 6 bab. Bab 1. Pendahuluan adalah
bagian pendahuluan yang didalamnya membahas latar belakang masalah, ruang
lingkup penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat pebelitian.
Bab 2. Tinjauan Pustaka berisi tinjauan terhadap berbagai pustaka yang relevan
dengan penelitian, yakni penelitian-penelitian terdahulu yang memiliki keterkaitan
dengan Perubahan sosial dan budaya masyarakat Kemiren 1996 - 2015, selain itu
terdapat pula pendekatan dan teori yang dianggap sesuai dengan keberlangsungan
penelitian. Bab 3. Metode Penelitian, membahas mengenai metode penelitian
sejarah yang dilaksanakan, yakni heuristik, kritik, dan historiografi, metode
tersebut merupakan yang umumnya digunakan dalam penelitian dan penulisan
sejarah.
Hasil penelitian dijabarkan pada bab 4, 5, dan 6. Pada bab 4 pembahasan
didalamnya mencakup kondisi struktur sosial masyarakat Kemiren 1996 - 2015.
peneliti memaparkan hasil penelitian terkait struktur sosial masyarakat di Desa
Kemiren yang di dalamnya berisi organisasi sosial, kelompok sosial, dan norma -
23
Utomo (PAMU). Dengan begitu organisasi yang menjadi fokus kajian sub bab
meliputi Karang Taruna, kemudian Lembaga Adat Osing (LAO), karena dominan
terlibat dalam mengembangkan desa wisata Kemiren. Kedua organisasi tersebut
mempunyai peran masing – masing dalam mengembangkan desa wisata, peran
beserta perubahan yang terjadi menjadi fokus pembahasan.
berhalangan ikut serta kerja bakti. Dengan begitu kegiatan kerja bakti
direalisasikan dengan kesadaran diri masing – masing.
Dalam perkembangannya pada Juli 1996, organisasi Karang Taruna Desa
Kemiren mendapat perhatian dari Sutris selaku Kepala Desa. Karena dinilai bisa
menjadi wadah berkumpulnya para pemuda. Di sisi lain, Desa Kemiren ditetapkan
menjadi desa wisata pada 11 Juli 1996 oleh Bupati Turyono Purnomo Sidik
melalui SK no. 401 tahun 1996. Sebagai desa wisata di kabupaten Banyuwangi,
pemerintah berupaya melibatkan masyarakat mulai dari segi perencanaan,
pembangunan, dan pengelolaan (Alfianto, 2016: 4). Karang Taruna dan tokoh
masyarakat menjadi terlibat untuk merealisasikan. Hal tersebut menjadi tonggak
awal perubahan organisasi sosial Karang Taruna di desa Kemiren. Karang Taruna
memiliki nama tersendiri yaitu Karang Taruna Mekar Sari, diketuai oleh Suwandi
yang memiliki latar belakang lulusan Sekolah Dasar (wawancara dengan Mas
Tuki, 15 Agustus 2022). Istilah Mekar mempunyai makna menuju karya
sedangkan Sari mempunyai makna sehat, aman, religius dan intelektual.
Penambahan nama yang melekat pada organisasi tersebut disepakati secara
bersama sama.
Perubahan nama pada organisasi Karang Taruna diharapkan dapat
menjalankan tugas untuk merealisasikan program kerja yang telah dicanangkan.
Namun organisasi tersebut tetap tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan.
Adanya pembangunan desa setelah penetapan Desa Wisata dilakukan oleh
masyarakat di luar organisasi. Kegiatan sehari hari pemuda desa Kemiren
ikutserta membantu orang tua pergi ke sawah dalam menekuni mata pencaharian
(Tobing, 1993:64-65). Letak geografis desa Kemiren yaitu di sebalah timur
berbatasan langsung dengan kelurahan Banjarsari, kemudian sebalah barat
berbatasan dengan desa Taman Suruh, di sebelah selatan berbatasan dengan desa
Olehsari, dan di sebelah utara berbatasan dengan desa Jambesari yang merupakan
wilayah dari kecamatan giri. Luas wilayah desa Kemiren keseluruhan yaitu
177,052 km2. (Tobing, 1993:9). Masyarakat di desa ini memanfaatkan hampir
sebagain besar dari wilayah tersebut (Lihat tabel 4.2) untuk area persawahan.
29
organisasi karang taruna mekar sari mengalami vakum sejak akhir 1998 hingga
2007 tidak ada perubahan kegiatan yang dominan di dalam organisasi selain
melakukan program kerja bakti bersama.
Pada awal tahun 2008, organisasi tersebut mulai muncul kembali dan
memperbaiki tatanan struktur yang baru. Tatanan kepengurusan sudah dibentuk
diantaranya, Ariman sebagai ketua, Mas Tuki sebagai wakil ketua, Jainal sebagai
sekretaris dan Muarip sebagai bendahara. Selain itu, 17 pemuda sebagai anggota
organisasi tersebut diantaranya, Sulaeman, Kolidi, Mursid, Ahmad, Saifulloh,
Munip, Zakariyya, Rosyid, Bambang, Munir, Irpan, Jarimi, Sukir, Gofar, Syafi’i,
Buang, dan Mujib. Jumlah secara keseluruhan terdapat 21 pemuda organisasi
karang taruna mekar sari pada tahun 2008 (wawancara dengan Mas Tuki, 15
Agustus 2022). Perubahan struktur kepengurusan di dalam organisasi karang
taruna mulai mendapatkan titik terang serta menjadikan tatanan organisasi yang
jelas dan teratur.
Perubahan kepengurusan yang baru mempunyai pengaruh terhadap
program kerja dan kegiatan di dalamnya. Organisasi tersebut memiliki fokus pada
praktik sosial pemberdayaan masyarakat sebagai cara untuk melestarikan
kebudayaan masyarakat Kemiren. Dalam seminggu sekali diadakan pertemuan
atau diskusi dan diakhiri dengan iuran bersama untuk keperluan kas organisasi.
Setiap nominal iuran yang dilaksanakan bersifat bebas (wawancara dengan M.
Arifin, 19 Mei 2022).
Organisasi karang taruna melakukan diskusi terbuka dengan tokoh
masyarakat yaitu Suhaimi, Tahrim, Sae Panji dan pemerintah desa terkait
pelestarian budaya masyarakat Kemiren yang turun temurun, yaitu kegiatan
menjemur kasur secara bersama sama sejak pagi hingga sore hari. Kegiatan
tersebut dikenal dengan sebutan Tradisi Mepe Kasur (Wawancara dengan
A.Tahrim, 22 Mei 2022). Tradisi ini pada mulanya ditujukan agar lebih
meningkatkan kebersihan lingkungan dan kesehatan masyarakat Kemiren
(Inventarisasi Desa Kemiren, 2017: 49).
Peran dari Karang Taruna Mekar Sari adalah menyiapkan dan
mengumpulkan data satu persatu kesediaan kasur dari masyarakat Kemiren
31
wisatawan ke Desa Kemiren (lihat tabel 4.3) meningkat berturut turut sejak 2012
hingga 2015.
Tabel 4.3 Data Kunjungan Wisatawan Ke Desa Kemiren
Kemiren salah satunya adalah ritual adat bersih desa. Peran beserta proses
perubahan dari sesepuh adat menjadi suatu organisasi nonformal yaitu Lembaga
Adat Osing (LAO) akan dijelaskan di bawah ini.
Masyarakat Using di Kemiren disebut sebagai Indigenous people yang
merupakan pewaris Blambangan di bagian ujung timur tanah Jawa. Kehidupan
Orang Using dengan kegiatan agraris menjadikan mereka sebagai masyarakt yang
lekat dengan wasiat nenek moyang terkait dengan hubungan mengenai siklus
hidup hingga ranah sosial berupa kegiatan ritual adat bersih desa erat kaitannya
dengan permohonan kesuburan dan pembersihan desa akan tolak balak (Saputra,
2014). Sesepuh desa adat ada sejak turun temurun sejak 1665 masa Kerajaan
Blambangan, pemimpin dari sesepuh desa diambil dari setiap garis keturunan
Buyut masyarakat Kemiren yaitu Buyut Cili. Suhaimi dan Setyo Herfendi
merupakan keturunan Buyut Cili pada tahun 1996, sehingga keduanya
bertanggung jawab memimpin setiap pelaksanaan ritual yang salah satunya ritual
bersih desa.
Jadwal pelaksanaan ritual adat bersih desa harus berdasarkan ketentuan
sesepuh desa. Karena ijin pelaksanaan dari Setyo Herfendi berdasarkan ritual di
makam petilasan Buyut Cili (lihat gambar 4.1). Pada 1996 ritual adat bersih desa
jatuh pada bulan Syawal berdasarkan instruksi Setyo Herfendi, hal tersebut
menunjukkan bahwasannya salah peran pertama dari sesepuh desa adalah
melestarikan hukum adat dalam menentukan jadwal pelaksanaan ritual adat yang
akan dijalankan bersama masyarakat Kemiren.
Lilik Yuliati selaku Kepala desa beserta Eko Suwilin Adiyono selaku Sekdes
Kemiren (wawancara dengan Suhaimi, 21 Mei 2022). Topik musyawarah fokus
pada pembentukan Lembaga Adat berdasrkan pertimbangan yang mengacu pada
perpu nomor 6 tahun 2014 tentang desa.
Hasil musyawarah diputuskan Suhaimi sebagai ketua Lembaga Adat
Osing (LAO) atas pemilihan dari masyarakat Kemiren yang hadir. Hasil
musyawarah adat dituangkan dalam keputusan dan disampaikan kepada Kepala
desa, Camat, Bupati, Gubernur, dan Menteri dalam negeri. Dengan pembentukan
Lembaga Adat Osing mendorong masyarakat untuk berpartisipasi,
mengembangkan, dan beradaptasi dengan kehadiran pariwisata.
bernama Sulistyowati, Agus, Ferdian, dan Bella. Kunjungan mereka tidak lepas
adanya tradisi Tumpeng Sewu yang digelar pada tahun 2015. Dengan begitu
akomodasi jasa penginapan memberikan kesejahteraan sosial bagi masyarakat
Kemiren.
Sukar selaku tokoh masyarakat serta pemuda Desa Kemiren pada awal tahun 2014
(wawancara dengan M. Efendy, 14 Agustus 2022). Adapun hasil dari musyawarah
menyatakan bahwa yang menjadi ketua Pokdarwis adalah Moh. Edy Saputro
seorang mahasiswa Politeknik Negeri Banyuwangi Program studi Manajemen
Bisnis Pariwisata.
Tahap selanjutnya adalah tahap perumusan dilakukan setelah Ketua
Pokdarwis menetapkan struktur pengurus untuk mengelola desa wisata Kemiren
yaitu wakil, sekretaris, bendahara dan anggota lainnya. Moh. Efendy selaku wakil
ketua, Rini Muryani selaku sekretaris, Hepi Suciati selaku bendahara, Davit
Handrian Dika dan Wahyu NC. selaku Sie Keamanan dan Ketertiban, Dedi Teguh
Slamet dan Ananda Sandra M. selaku Sie Kebersihan dan Keindahan, Zesy Irama,
Kezia Fitriyani, Ahmad Ferdiansyah selaku Sie Daya Tarik Wisata dan Kenangan,
Ade Pramana Putra dan Fathur Rifqi F. selaku Sie Humas dan Pengembangan
SDM, Dikri Wahyu Pramana P. dan Herman Yogi A. selaku Sie Pengembangan
Usaha, Rianto Agus dan Budi Santoso selaku Sie Kesenian dan Budaya, dan
anggota lainnya yaitu Rizal Harista, Ahmad Khoiri, Nanang Hidayat, dan Putri
Ayu Permatasari (wawancara dengan M. Efendy, 14 Agustus 2022).
Tahap perumusan visi, misi, dan program dipimpin oleh Ketua Pokdarwis
Kencana yang menjalin koordinasi dengan penasehat dan pengawas Pokdarwis
melalui musyawarah desa. Perumusan visi dan misi dilakukan bersama dengan
berlandaskan pada Peraturan Daerah Kabupaten Banyuwangi Nomor 1 Tahun
2010 tentang Desa Wisata. Visi Pokdarwis di awal pembentukan adalah
menjadikan wisata Banyuwangi yang mandiri, berkelas Internasional dan
memberikan kesejahteraan bagi masyarakat menggunakan sistem CBT atau
Comunity Based Tourism. Misi Pokdarwis adalah berperan aktif sebagai
penggerak Sapta Pesona, menjadi mitra pemerintah dan masyarakat untuk
memajukan kepariwisataan Banyuwangi, membangun pariwisata berbasis
kearifan lokal, berperan aktif sebagai penggerak ekonomi masyarakat, dan
menjadi percontohan Asosiasi Pokdarwis tingkat nasional (Mabruri, 2020: 7).
Sedangkan program kerja Pokdarwis Kencana Desa Kemiren untuk satu tahun
kedepan diusulkan oleh pengelola Pokdarwis melalui musyawarah desa, yang
41
Sedangkan paket wisata kuliner wisatawan bisa menikmati makanan khas Desa
Kemiren dengan harga paket wisata sebesar Rp 32.500,- per orang dengan
kapasitas 7 sampai 100 orang. Dengan begitu, wisatawan mendapatkan pelayanan
pendampingan oleh pemandu wisata yaitu Edy Saputro dari Pokdarwis (lihat
gambar 4.2).
anggta pokdarwis bergotong royong ikut serta merenovasi kawasan rumah adat
tersebut.
Gambar 4.4 Bantuan Dana Untuk Kawasan Rumah Adat 2015 (Sumber:
Dokumentasi Pokdarwis)
fatwa dan belum ada yang secara tertulis (wawancara dengan M. Arifin, 19 Mei
2022). Adat istiadat dan budaya yang melekat menjadikan adanya norma – norma
yang berlaku di lingkup masyarakat Kemiren. Norma sosial yang menjadi pokok
pembahasan di dalam masyarakat Kemiren diantaranya keberadaan dan perubahan
norma kesopanan dan adat istiadat (custom) secara evolutif menjadi fokus
pembahasan di bawah ini.
Masyarakat Kemiren tahun 1996 kental dengan norma kesopanan yakni
gaya berpakaian saat upacara adat dan adat istiadat ritual khusus pada saat
sebelum melakukan pekerjaan. Persoalan yang muncul terdapat pergeseran serta
perubahan pada masing-masing norma tersebut. Norma – norma yang semula
bersifat sakral berubah ke arah profan yang ditujukan kepada khalayak umum.
Nilai sosial merupakan bagian penting dalam kebudayaan. Karena nilai sosial
menjadi bagian dari kebudayaan, maka perubahan kebudayaan berpengaruh
terhadap nilai dan norma sosial (Mumtazinur. 2019:43).
Dalam segi berpakaian, masyarakat Kemiren mempunyai pola berbeda
dengan masyarakat lainnya. Mereka memiliki pakaian kerja, pakaian sehari-hari
dan pakaian pesta atau upacara adat. mempunyai bahan dan wama yang dominan
yaitu bahan beludru berwama hitam. Perempuan masyarakat Kemiren memakai
batik bludru hitam polos menjadi aturan tersendiri di tahun 1996. Dengan
masuknya arus pariwisata di tahun 2010, perempuan di desa Kemiren tidak
diwajibkan memakai pakaian tersebut. Gaya berpakaian tersebut mengalami
pergeseran berupa waktu tertentu saja (lihat gambar 4.5). Berpakaian tersebut
hanya dijumpai pada saat ada acara pariwisata dan upacara adat agar memakai
pakaian khas Kemiren tersebut.
47
Acara ritual khusus tersebut dilakukan oleh setiap keluarga petani yang
hendak melakukan cocok tanam. Ritual paling awal dinamakan labuh nyingkal,
ritual ini dilakukan sebelum dimulainya membajak sawah. Ritual ini diikuti oleh
tetangga dari pemilik sawah tersebut, sedangkan acaranya dilaksanakan di pagi
hari dan di sawahnya secara langsung. Menu yang disediakan dalam ritual ini
meliputi jenang abang, jenang lemu, olahan pecel pitik (pecel ayam), dan untuk
opsionalnya memakai getihan cengkaruk (nasi yang dikeringkan). Jenang abang
sendiri terbuat dari beras ketan yang dicampur dengan gula merah yang asli dari
gula aren atau biasa disebut gula jawa. Kemudian, Jenang lemu itu tepung beras
dan di bagian tengahnya ada gula merah ditiriskan di atasnya. Sedangkan bibit
padinya harus ditunggu sekitar 40 hari dan jika ingin ditanam harus melalui proses
sawani yang terdiri dari dringuk, kunyit, dan bawang merah. Proses 40 hari itu
48
dinamakan ngurit atau menunggu bibit padi layak untuk ditanam. Kemudian jika
saat menanam padi, diadakan ritual kembali yang dinamakan labuh tandur, menu
selametannya antara lain, jenang abang dan nasi serta urap kinangan atau yang
disebut punar di letakkan di pondok sawah.
Tahun dibawah 2000.an memang para petani dipekerjakan secara
kekeluargaan dan yang mengerjakan semuanya secara keluarga tanpa
mempekerjakan orang lain. Sistem upah juga berbeda, harus nunggu masa panen
tiba. Saat padi masih baru mengisi atau dianggap semacam hamil, ada ritual
khusus lagi, menu ritualnya rujak, punar, yang dinamakan slametan peteteng.
Lama menanam padi sejak membajak sawah hingga tiba panen sekurang
kurangnya sekitar 6 bulan lamanya. Dengan begitu proeses mulai awal hingga
akhir dalam menanam padi bagi petani asli Desa Kemiren. Yang mana
diperlakukan selayaknya wanita, maka disebut dengan Dewi Sri. Jika tidak
dilaksanakan, maka dikhawatirkan akan tertimpa balak atau semacam bencana
terhadap keluarga maupun petani itu sendiri. Hal itu sudah menjadi weluri atau
adat istiadat di masyarakat Kemiren (wawancara dengan bapak Suhaimi, 21 Mei
2022).
Disverifikasi jenis mata pencaharian masyarakat Kemiren sejak tahun
2008 menjadi faktor tergerusnya norma – norma yang mengatur perilaku
masyarakat Kemiren. Sebagian besar masyarakat Kemiren sudah tidak melakukan
ritual tersebut sebelum bekerja (Wawancara dengan Sukar, 21 Mei 2022). Namun,
tokoh masyarakat Kemiren berupaya agar aturan tersebut tetap ada dan berlaku
dengan diusahakan bekerjasama dengan pemuda organisasi karang taruna dan
Pokdarwis guna mempublikasikan acara tersebut dan diperkenalkan ke
wisatawan. Pada akhirnya terdapat pergeseran nilai – nilai norma yang
sebelumnya bersifat sakral berubah ke arah profan.
BAB 5. PERUBAHAN KEHIDUPAN BUDAYA MASYARAKAT
KEMIREN TAHUN 1996 – 2015
Kegiatan Ziarah yang dilakukan hampir sama dengan Ziarah umat islam
lainnya karena seluruh penduduk di Desa Kemiren 1996 mayoritas beragama Islam,
namun adanya pengaruh sinkretisme budaya yang tinggi sehingga masyarakat
Kemiren tetap berpegang teguh kepada adat istiadatnya (Anoegrajekti, 2016: 106).
Adat istiadat tersebut tercermin adanya perbedaan dengan ziarah pada umumnya,
perbedaan terletak pada proses ziarah. Ziarah pada umumnya membawa bunga
secukupnya untuk ditabur di atas makam, namun Ziarah di makam buyut Cili
membawa sesaji yang telah turun temurun. Sesaji yang dibawa diantaranya nasi
gurih, ayam kampung kuah lembarang, kemudian ramesan.
Nasi gurih merupakan nasi yang ditaruh di atas tampah yang beralaskan
daun pisang, di atasnya ditutup kembali dengan daun pisang kemudian diratakan
agar dapat dipasangi lauk yang terdiri dari gimbal jagung, dadar telur, sate aseman
daging sapi, abon ayam, irisan mentimun, dua paha dan dua sayap ayam yang ditata
sesuai dengan 4 penjuru mata angina diselingi dengan jeroan ayam goreng, dan
ditambahkan kerupuk rambak (kerupuk kulit sapi) pada bagian atasnya.
Ayam Kampung Kuah Lembarang adalah ayam dipotong-potong lalu
dimasak dengan santan yang dibumbui merica, kemiri, bawang merah, bawang
putih, sereh, lengkuas, jahe, kencur, kunyit, dan ketumbar yang dihaluskan.
54
Gambar 5.2 Arak – Arakan Barong Ider Bumi (Sumber: Dokumentasi Pokdarwis)
slametan tersebut hanya diikuti oleh Suhaimi tetua adat, Setyo Herfendi keturunan
Buyut Cili, Sapi’i, Jauhari, Taslim, Hadi Pranoto, Sucipto, Karim, dan lainnya
(wawancara dengan Suhaimi, 21 Mei 2022). Suhaimi sebagai pemimpin doa lalu
diakhiri dengan makan secara bersama sama, menu yang dihidangkan terdapat nasi
liwet, pecel phitik, sayur urap, buah pisang, kemudian air berwadah kendi untuk
minumannya.
Dalam perkembangannya, terdapat perubahan penambahan menu hidangan
slametan setelah prosesi arak – arakan Barong Ider Bumi pada tahun 2002. Menu
hidangan ritual terdapat dua tambahan, yang pertama jajanan pasar diantaranya
klepon, orog – orog, kulpang, putu, lemper, sumping atau nagasari, kucur, awug,
bikang. Menu yang kedua yaitu jangan tawon, masakan yang berkuah asam disertai
dengan bayi tawon atau lebah di dalamnya sebagai bahan dasar. Makna dari
masakan jangan tawon ini yaitu myakne sing awon atau yang berarti agar tidak
terjadi sesuatu yang buruk (Fitrriana, 2021: 54).
Menu hidangan tersebut tidak wajib disediakan, namun tergantung kondisi
yang terjadi, seperti pada tahun 2002 terdapat kunjungan Samsul Hadi selaku
Bupati Banyuwangi ke desa Kemiren dalam rangka peneguhan identitas suku
Using. Menyambut kedatangan pemerintah daerah tersebut, Bambang Sugiarto
selaku kepala desa Kemiren menghimbau agar pelaksanaan ritual bersih desa
barong ider bumi dilaksanakan dengan semestinya, kemudian terdapat penambahan
menu tersebut untuk memperkenalkan bahwasannya Jajanan tersebut bersmakna
sebagai nilai keikhlasan keluarga barong yang hidup dalam kesederhanaan.
Ritual Barong Ider Bumi juga mengalami perkembangan perluasan rute arak
- arakannya, area perarakan barong pada tahun 1996 hingga 1999 memiliki areal
yang lebih sempit daripada area ritual Barong Ider Bumi di tahun 2000.an (Achmad,
2021: 44). Hal ini dikarenakan pada 1996-1999 pemukiman masyarakat Kemiren
hanya terpusat di sisi timur Desa yaitu dusun Krajan, sementara di era 2000.an
pemukiman masyarakat Kemiren sudah melebar menuju sisi barat desa, kemudian
berkembang ke area utara perbatasan dengan desa Jambesari. Perkembangan pola
pemukiman ini yang membuat rute arak arakan Barong lebih meluas. Ritual
57
tersebut berjalan secara continue di hari kedua bulan Syawal setiap tahun sekali di
tahun- tahun berikutnya.
dengan membawa sesaji yang di dalamnya terdapat nasi gurih, ayam kampung kuah
lembarang, kemudian ramesan seperti halnya pada saat dilaksanakan tradisi Barong
Ider Bumi. Sesaji tersebut merupakan hasil kepercayaan masyarakat Kemiren yang
menganggap Buyut Cili semasa hidupnya menyukai jenis makanan tersebut
(wawancara dengan Sae Pandji, 27 Mei 2022). Kegiatan ziarah diyakini sebagai
permintaan ijin awal pelaksanaan ritual bersih desa. Ijin pelaksanaan menjadi
sebuah kewajiban dikarenakan masyarakat Kemiren kental dengan kepercayaan
kepada mbaurekso atau Danyang Desa, lalu dilanjutkan tahap kedua pada sore
harinya pukul 15.00 - selesai WIB.
Tahap kedua pelaksanaan berkaitan dengan menu hidangan ritual slametan
desa yang dilakukan oleh para ibu – ibu desa Kemiren. Tidak semua masyarakat
kaum perempuan ikutserta dalam memasak hidangan slametan desa, dikarenakan
tidak dilakukan serentak (Inventaris Desa Kemiren, 2017: 62). Hal tersebut
bergantung pada lingkungan RT masing-masing sesuai kedua faktor yang sudah
dijelaskan di atas. Ibu – ibu di RT Abdul Karim dusun Krajan 1996 yang
berpartisipasi diantaranya Supiati istri dari Rayis, Sukasiyah istri dari Sukar, dan
lainnya. Supiati bertugas sebagai menanak nasi, sedangkan Sukasiyah dibantu oleh
yang lain memasak pecel pithik sebagai menu hidangan inti ritual slametan desa.
Menu hidangan dalam ritual bersih desa diantaranya nasi, tumpeng pecel
pitik, kemudian air minum dari kendi (lihat gambar 5.3). Pecel Pithik adalah
suwiran ayam pethetheng (ayam kampung utuh tanpa jeroan yang dipanggang di
atas bara kayu) dicampuri bumbu pecel khas Using yang berbahan kemiri, kacang
tanah goreng, garam, cabai besar yang digoreng, terasi bakar, bawang putih bakar
yang dihaluskan, dan parutan kelapa muda beserta sedikit airnya. Jika sudah
matang, pecel phitik diletakkan di sebuah wadah yang bernama nyiru ditutup
atasnya dengan daun pisang.
Hubungan antara hidangan dengan makna yang terkandung didalamnya
pada ritual adat bersih desa slametan desa begitu erat (Mayyana, 2018: 13). Pecel
pithik ini mengandung makna mugo mugo barang hang diucel ucel dadio barang
hang apik yang berarti harapan akan segala yang diupayakan membuahkan hasil
yang baik. Beberapa juga percaya akan makna pithik berarti titik, yang berarti
59
sebuah tujuan sehingga menyantap pecel pithik merupakan harapan dalam meraih
tujuan atau cita cita yang diinginkan (Indiarti, 2015:116-117).
Suwandi, dan tetangga lainnya. Kegiatan dilakukan tepat di pekarangan rumah Sae
Pandji (sekarang Kedaton Wetan). Proses ritual diawali dengan doa yang dipimpin
oleh Sae Pandji yang diikuti oleh masyarakat yang ikut serta. Kegiatan diakhiri
dengan makan secara bersama sama (wawancara dengan Suhaimi, 21 Mei 2022).
Prosesi ritual adat bersih desa slametan desa di Kemiren berjalan dengan khidmat
yang bersifat sakral karena hanya diikuti oleh masyarakat Kemiren sendiri.
Dijalankannya ritual tersebut mempunyai dasar sebagai ucapan rasa syukur yang
telah diberikan panen rezeki melimpah sehingga berharap kedepannya tetap dalam
keadaan yang baik, dijauhkan dari bala’. Ritual tersebut berjalan secara
berkelanjutan setiap tahun sekali pada awal bulan Dzulhijjah di tahun- tahun
berikutnya.
5.2 Komodifikasi Ritual Adat Bersih Desa Menjadi Tradisi Tumpeng Sewu
2007 - 2015
Desa Kemiren sebagai Desa Wisata tentunya mengalami pengembangan
fasilitas dan infrastruktur untuk mendukung kegiatan pariwisata. Sehingga
masyarakatnya mulai terbuka dengan menerima unsur unsur asing yang termasuk
komodifikasi budaya. Komodifikasi budaya adalah cara mengubah bagian tertentu
dari suatu produk budaya sehingga menjadi lebih menarik, diharapkan mampu
meningkatkan nilai tawar, baik dari sisi ekonomi maupun popularitas (Saputra,
2017: 249). Komodifikasi budaya berdasarkan kriteria di atas telah terjadi pada
ritual bersih desa slametan desa yang menjadi tradisi Tumpeng Sewu seperti uraian
berikut ini.
Budaya masyarakat Kemiren mendapatkan perhatian khusus pada saat
Ahmad Abdul Tahrim menjabat sebagai kepala desa tahun 2007. Pemerintah desa
berinisiatif mencoba suatu hal yang unik untuk diperkenalkan ke masyarakat
Kemiren secara umum. Keunikan tersebut didapatkan dari kasur (alas tempat tidur)
masyarakat Kemiren yang khas berwarna merah dan hitam (Wayang, Ahmad, 2018:
64). Masyarakat Kemiren mempunyai kebiasaan mejemur kasurnya dengan tujuan
agar kasur mejadi bersih kembali.
61
tahapan pada ritual bersih desa membuat adanya perubahan yang mencolok.
Terdapat perubahan yang mencolok pada prosesi ritual bersih desa tahun 2008.
Perubahan yang terjadi adalah seluruh kegiatan secara serentak dilakukan
pada hari pertama bulan Dzulhijjah. Kegiatan dilakukan di pinggir sepaanjang jalan
aspalan yang di sebelah timur batas desa (dusun Krajan) hingga ujung barat
perbatasan desa (dusun kedaleman). Kegiatan dimulai sejak pukul 07.00 – 15.00
WIB, kemudian kasur segera dijemur diringi dengan doa dan memercikan air bunga
dihalaman rumah (Inventarisasi Desa Kemiren, 2017: 50). Kasur yang dikeluarkan
kurang lebih sebanyak 2000-3000 kasur (Wayang, 2018: 64). Prosesi malamnya
dilanjutkan slametan bersama, dengan menu air minum dari kendi, tumpeng pecel
pitik, sego golong dan sesepuh desa yang sama pada saat ritual bersih desa di tahun
sebelumnya yaitu Suhaimi. Ritual bersih desa dilaksanakan satu hari dengan
tambahan mepe kasur di siang harinya, kegiatan mepe kasur ini yang kemudian
dikenal sebagai tradisi mepe kasur. Ritual berjalan dengan khidmat yang dipimpin
oleh Suhaimi, kegiatan ritual juga bersifat sakral karena hanya dilakukan dan
disaksikan oleh masyarakat Kemiren sendiri. Ritual bersih desa dilaksanakan secara
berkelanjutan di tahun berikutnya.
Seiring dengan berkembangnya teknologi dan zaman yang mengarah
kepada modernisasi, kondisi kearifan lokal mulai disusupi suatu komodifikasi
(Fitriana, 2021: 70). Komodifikasi diartikan sebagai perubahan fungsi suatu benda,
jasa, atau entitas lain yang umumnya tidak dipandang sebagai suatu produk
komersial menjadi komoditas. Maka dasar yang menjadi terciptanya Festival
Tumpeng Sewu yang menjadikan Kuliner ritual yaitu Tumpeng Pecel Pithik
menjadi komoditas yang diperjualbelikan sehingga mampu menarik wisatawan.
Komodifikasi ritual bersih desa bukanlah hal yang instan, namun modifikasi
melalui sejumlah deretan sejarah beserta faktor yang panjang di tahun 2013 - 2015.
Faktor pertama terjadinya komodifikasi budaya ritual bersih desa adalah
motif ekonomi. Ekspresi kebudayaan lokal cenderung dimodifikasi agar sesuai
kebutuhan pariwisata sehingga dapat dijual kepada wisatawan Masyarakat lokal
seolah hanya menjadi pelaku wisata, hanyut dalam dekapan dominasi ataupun
hegemoni kaum kapitalis (Widyastuti, 2011:47). Nur adalah salah satu pelaku
63
pembuatan tumpeng pecel pitik sejak tahun 2013 yang dijual kepada wisatawan
dengan harga Rp 150.000,00/Tumpeng. Hal tersebut menambah pendapatan
masyarakat sekitar dikarenakan adanya pesanan pengunjung yang ingin merasakan
bagaimana salah satu ritual adat bersih desa berlangsung namun belum
berkesempatan datang tepat pada Festival Tumpeng Sewu dilaksanakan.
Faktor yang kedua adalah lengsernya kepala desa Kemiren A.A. Tahrim
digantikan oleh Lilik Yulianti pada tahun 2014. Masa awal pemerintahannya
menjabat, Tumpeng Sewu dianggap menjadi tradisi dan ditetapkan oleh
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan menjadi salah satu Warisan Budaya Tak
Benda Nasional dari tiga Warisan Budaya Tak Benda di Kabupaten Banyuwangi.
Sebagai reaksi atas julukan tersebut, pemerintah desa mengambil kebijakan secara
tertulis maupun tidak tertulis terkait pelestarian Tradisi Tumpeng Sewu (Kismalia,
2016:59). Lilik Yulianti membuat kebijakan tertulis dengan membentuk secara
resmi lembaga adat osing yang diketuai oleh Suhaimi dengan tujuan untuk
membina masyarakat tetap menjaga kesakralan dalam menjalankan ritual.
Kebijakan tak tertulis disampaikan oleh Lilik Yuliati kepada Pokdarwis dan Karang
Taruna untuk melakukan pembinaan kepada masyarakat dengan tujuan lebih kreatif
dalam membuat tumpeng sehingga lebih menarik wisatawan. Tumpeng di Desa
Kemiren memang tidak berbentuk terlalu mengerucut seberti gunung secara
sempurna. Berbeda dengan tumpeng lainnya, tumpeng di Kemiren membuatnya
dibentuk dengan kukusan dan ditempatkan dalam posisi terbalik.
Berdasarkan beberapa faktor dan perubahan tersebut, ritual adat bersih desa
lebih dikenal dengan sebutan tradisi Tumpeng Sewu. Disebut “Tumpeng sewu”
karena tumpeng yang merupakan hidangan wajib, disajikan oleh tiap keluarga
sehingga jumlah dari tumpeng tersebut banyak kaitannya dengan kata “Sewu” yang
identik dipakai untuk menyebut seuatu dengan jumlah yang banyak. Sebutan
tersebut dimaksudkan juga sebagai kepentingan promosi wisata (Indiarti, 2015: 13).
Melihat keunikan budaya yang dimiliki masyarakat Kemiren tersebut, pemerintah
banyuwangi menawarkan agar tradisi Tumpeng Sewu dimasukkan ke dalam
Banyuwangi Festival (B-Fest) 2015. Pemerintah desa Kemiren Lilik Yulianti
64
Gambar 5.5 Oncor atau Obor dalam pelaksanaan Festival Tumpeng Sewu 2015
(Sumber: Dokumentasi Pokdarwis)
Berbagai daya tarik seperti obor hingga kuliner yang disajikan sendiri
berperan dalam menarik pengunjung untuk datang ke Desa Kemiren. Fenomena
66
penjualan Pecel Pithik pun mulai terjadi pada masa kepemimpinan Bu Lilik
berlangsung. Pihak pihak yang masuk dalam struktur formal mulai berani menjual
kesakralan budaya yang dimiliki (Rahmadani, 2018:61). Pecel pithik kemudian
menjadi icon dari pelaksanaan Festival Kuliner Tumpeng Sewu berguna tidak
hanya pada satu festival saja namun sebagai asset ekonomi yang menjadi potensi
pariwisata di Desa Kemiren melalui kegiatan ritual ritual yang dilakukan.
Praktik komodifikasi terjadi pada Ritual Adat Bersih Desa Kemiren dimana
hidangan khas dalam Slametan pada Festival Tumpeng Sewu yang merupakan
bagian dari acara ritual adat bersih desa dijadikan komoditas yang mampu
diperjualbelikan kepada pengunjung atau wisatawan. Kegiatan yang mendukung
komodifikasi ritual adat bersih desa yaitu penyelenggaraan Festival Tumpeng Sewu
yang menyajikan kuliner khas ritual yaitu Tumpeng Pecel Pithik sebagai ikon
sekaligus menjadi komoditas. Padahal fungsi kuliner Tumpeng Pecel Pithik
sebenarnya dari Festival Tumpeng Sewu merupakan hidangan dalam Ritual Adat
Bersih Desa yang disajikan sebagai ucapan rasa syukur masyarakat atas panen yang
berlimpah serta penghormatan kepada leluhur sehingga menjadi kepercayaan untuk
menolak bala’.
Persoalan ini dapat diatasi oleh koordinasi pemerintah desa Lilik Yulianti
dengan pemuda dari Pokdarwis yaitu M. Edy Saputro selaku ketua dan Herman
Yogi selaku sie pengembang usaha. Kemudian dibuat poster ketentuan harga agar
tidak terjadi kesenjangan antar penjual tumpeng. Pamphlet atau poster yang telah
dikoordinir oleh Pokdarwis dihargai sejumlah Rp. 250.000. Adanya koordinasi dari
Pokdarwis dan Karang Taruna membuat acara berjalan lancar. Koordinasi tersebut
menghasilkan keputusan bahwasannya harga tumpeng harus mengikuti aturan yang
tertera di pamphlet, dengan begitu Saniyah dan Nur mematok harga sesuai
peraturan.
Sistematika pemesanan tumpeng yang lebih terkoordinir menghadirkan
keuntungan bagi masyarakat desa kemiren sendiri. Hal tersebut juga menambah
jumlah tumpeng yang disajikan serta menambah kemeriahan acara ketika masuk
dalam tahapan acara makan bersama. Daya tarik dan sensasi merasakan bagaimana
mengikuti prosesi ritual dari tradisi tumpeng sewu menjadi tujuan utama
pengunjung datang berwisata.
Pelaksanaan Tumpeng Sewu memicu penjualan tumpeng di luar acara
berlangsung. Desa Kemiren mencatat bahwa pada 2015, sebanyak 800 tumpeng
terjual. Masyarakat yang menerima pesanan memiliki untung Rp 150.000 pada tiap
tumpeng, pihak pokdarwis dan karang taruna yang berperan dalam menjajakan
tumpeng dan mengkoordinir pemesanan mendapat keuntungan sebesar 100.000
tiap penjualan satu tumpeng (wawancara dengan M. Efendy, 14 Agustus 2022). Nur
juga menjelaskan bahwa dengan adanya Festival Tumpeng Sewu ini berdampak
pada perekonomian masyarakat tidak hanya pada hari berlangsungnya festival saja,
tetapi juga pada hari hari biasa apabila ada tamu yang berkunjung di Desa Kemiren
biasanya mereka meminta untuk membuatkan Tumpeng Sewu Mini di sepanjang
jalan gang dekat Balai Desa. Hal tersebut menambah pendapatan masyarakat sekitar
dikarenakan adanya pesanan pengunjung yang ingin merasakan bagaimana salah
satu ritual adat bersih desa berlangsung namun belum berkesempatan datang tepat
pada Festival Tumpeng Sewu.
Festival Tumpeng Sewu yang menyuguhkan salah satu kuliner ritual adat
bersih desa dianggap sebagai salah satu jenis pariwisata budaya. Industri Pariwisata
69
6.1 Simpulan
Masyarakat Kemiren mengalami perubahan sosial yang ditunjukkan pada
struktur masyarakatnya. Perubahan tersebut didasari oleh permasalahan struktur
sosial masyarakat Kemiren 1996 yaitu tidak aktifnya organisasi, kelompok sosial,
dan memudarnya norma – norma pada masyarakat Kemiren. Hal tersebut
dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya struktur organisasi karang taruna
belum terbentuk, karena kurangnya motivator penggerak di dalam organisasi
Karang Taruna desa Kemiren 1996. Pemerintah desa yang belum memberikan
perhatian terhadap organisasi dan kelompok sosial. Akibatnya organisasi karang
taruna mengalami vakum sejak akhir 1998 hingga 2007 tidak ada perubahan
kegiatan yang dominan di dalam organisasi selain melakukan program kerja bakti
bersama. Pada tahun 2008, pemerintah desa A.A. Tahrim membangkitkan kembali
para pemuda dengan membentuk tatanan struktur yang baru seperti Ariman sebagai
ketua organisasi Karang Taruna, adanya struktur yang jelas membuat program kerja
menjadi terarah seiiring masuknya arus pariwisata ke desa Kemiren.
Berkembangnya arus pariwisata membuat golongan tua antisipasi adanya unsur
budaya asing yang masuk, maka dibentuklah Lembaga Adat Osing (LAO),
sedangkan golongan muda membentuk Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) untuk
lebih menggali potensi budaya untuk dimanfaatkan sebagai komoditi pariwisata
yang berlandaskan CBT. Implementasi peran ditunjukkan sejak 2011 – 2015
wisatawan meningkat, dengan begitu tatanan struktur sosial masyarakat Kemiren
mengalami perubahan yang signifikan sehingga menjadikan organisasi sosial,
kelompok sosial menjadi jelas.
Kehidupan budaya masyarakat Kemiren mengalami perubahan pada ritual
adat bersih desa tahun 1996 bersifat sakral. Kesakralan tersebut dilihat dari prosesi
kegiatan slametan bersih desanya. Sesepuh adat hanya membolehkan yang
memakan hidangan ritual hanyalah para laki – laki, dikarenakan perempuan hanya
bertugas memasak hidangan ritual, Ritual yang khas adalah tumpeng pecel pithik.
Tumpeng pecel pitik mengalami komodifikasi sejak tahun 2015, Tumpeng yang
71
dihidangkan berjumlah seribu buah atau Sewu, kemudian secara resmi masuk dalam
agenda tahunan B-Fest sehingga tumpeng sewu yang berawal dari selametan bersih
desa bertransformasi menjadi Festival Tumpeng Sewu. Ritual adat tersebut dikemas
menjadi paket wisata yang awalnya bersifat sakral beralih ke arah profan seperti
hidangan pecel pithik dapat dinikmati secara bebas tanpa ada batasan gender,
sehingga masyarakat Kemiren memanfaatkan untuk menjadikan komoditi dengan
motif ekonomi menambah penghasilan. Dengan begitu perubahan yang terjadi
menghasilkan pengaruh yang positif pada kesejahteraan masyarakat Kemiren.
6.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian terkait perubahan sosial dan budaya
masyarakat Kemiren 1996 - 2015, maka penulis memberi saran terhadap
masyarakat Kemiren dan almamater sebagai berikut:
1. Saran bagi masyarakat Kemiren
Masyarakat Kemiren memerlukan pertimbangan secara matang dalam
mengimplentasikan tradisi ke dalam pengemasan paket wisata. Tradisi yang
dikemas dalam paket wisata B-Fest yaitu Ritual adat bersih desa yang mengalami
perubahan menjadi Tradisi Tumpeng Sewu. Namun, masyarakat Kemiren
khususnya golongan tua justru menolak perubahan dikarenakan kuatnya memegang
teguh adat istiadat leluhurnya, kemudian disepakati untuk hari pelaksanaan
mengikuti adat istiadat yang ada. Peristiwa tersebut dapat menjadi pertimbangan
bagi masyarakat Kemiren golongan pemuda untuk tidak terburu-buru dalam
menetapkan keputusan komodifikasi ritual yang ada, sehingga paket wisata yang
diawarkan berdasarkan paket wisata edukasi budaya dengan ciri khas dari budaya
tersebut tidak dapat dihilangkan.
Masyarakat Kemiren perlu memiliki kesiapan menghadapi arus pariwisata
yang terus meningkat di masa depan, hal tersebut bisa dipersiapkan dengan cara
melanjutkan program kerja organisasi sosial Karang Taruna, Pokdarwis, Kelompok
Homestay, Lembaga Adat yang lebih inovatif sesuai CBT (Community Based
Tourism). Program kerja yang inovatif wajib diimplemestasikan seperti penyediaan
toilet umum, perbaikan jalan menuju rumah adat Sukosari, digitalisasi mini book,
72
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, C.F. 2022. Dinamika Makna Tradisi Arak Arakan Barong Suku Using Di
Desa Kemiren Kecamatan Glagah Kabupaten Banyuwangi Di Tengah
Globalisasi (Studi Kasus: Transformasi Makna Tradisi Bagi Generasi
Milenial). Skripsi. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Anoegrajekti, dkk. 2016. Jejak Langkah Perubahan Dari Using Sampai Indonesia
Yogyakarta: Ombak
Fawaid. 2015. Eksistensi Seni Tari Gandrung Di Desa Kemiren Kecamatan Glagah
Kabupaten Banyuwangi. Skripsi. Jember: Universitas Jember
Fitriana, C.A. 2021. Festival Kuliner Tumpeng Sewu Dalam Ritual Adat Bersih
Desa Kemiren Sebagai Obyek Pariwisata 2015 – 2019. Skripsi. Jember:
Universitas Jember
Ilham, Sri Nasution. 2014. IBD, ISD, IAD. Bandar Lampung: Fak. Dakwah IAIN
Raden Intan
Indiarti, Wiwin. 2016. Masa Lalu Masa Kini Banyuwangi Identitas Kota dalam
Geliat Hibriditas dan Komodifikasi Budaya di Perbatasan Timur Jawa.
Tidak Diterbitkan. International Conference. Universitas PGRI
Banyuwangi
Isnaeni, 2016. Makna Nonverbal Dalam Tradisi Tumpeng Sewu Di Desa Adat
Osing Kemiren Banyuwangi. Jurnal Fisipol, Volume 1, Nomor 3
74
Mujiyanti. 2012. Perubahan Sosial Budaya Masyarakat Kali Code Tahun 1980 –
1992. Skripsi. Surakarta: Universitas Sebelas Maret Surakarta
Mumtazinur. 2019. Ilmu Sosial & Budaya Dasar. Aceh: Lembaga Kajian Konstitusi
Indonesia (Lkki)
Nursafitri, Heni, dkk. 2020. Perubahan Sosial Masyarakat Suku Osing Di Desa
Kemiren Sebagai Media Pebelajaran Sosiologi. Jurnal Pendidikan
Sosiologi. Volume 2, Nomor 3
Prasetyo. 2018. Dinamika Sosial Budaya Petani Kopi Rakyat Di Desa Mulyorejo
Kecamatan Silo Kabuppaten Jember Tahun 2000-2017. Skripsi. Jember:
Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Jember
Riannada, Rezy. 2021. Peran Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Kencana Dalam
Pengembangan Desa Wisata Adat Osing Kemiren. Jurnal Mahasiswa
Pendidikan Luar Sekolah. Vol 10 No 1
Sagita, R.A.W. dkk. 2017. Prosiding Penelitian Lapang. Bali: Fakultas Pariwisata,
Universitas Udayana
Saputra, dkk. 2017. Merajut Kearifan Lokal: Tradisi Dan Ritual Dalam Arus
Global. Jurnal. Jember: Universitas Jember
Setiadi, Elly, dkk. 2006. Ilmu Sosial Dan Budaya Dasar. Jakarta: Kencana
Soepeno, B. 2015. Fungsi dan Aplikasi Teori Dalam Penelitian Sosial. Jember:
UPT Penerbitan Universitas Jember
Sufia, dkk. 2016. Kearifan Lokal Dalam Melestarikan Lingkungan Hidup (Studi
Kasus Masyarakat Adat Desa Kemiren Kecamatan Glagah Kabupaten
Banyuwangi). Jurnal Pendidikan. Volume: 1 Nomor: 4. EISSN: 2502-471X
Van, J.Baal. 1987. Sejarah Dan Pertumbuhan Teori Antropologi Budaya (Hingga
Dekade 1970). Jakarta: PT Gramedia
Wayang, Ahmad, dkk. 2018. Kultur dan Tradisi Nusantara Praktik Baik Penggiat
Literasi Nusantara. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan
KebudayaanDirektorat Pembinaan Pendidikan Keaksaraan dan Kesetaraan
Wijaya, P.Y., 2007. Studi Rumah Adat Suku Osing Banyuwangi Jawa Timur.
Jurnal Simposium Nasional. ISSN 1412-9612
Wijayanti, dkk. 2017. Kemiren: Potret Budaya Adat Osing. Yogyakarta: Azyan
Mitra Media
Sumber Lisan
Ahmad Abdul Tahrim selaku Kepala Desa Kemiren 2007 – 2012 dan anggota
lembaga adat Desa Kemiren, wawancara pada tanggal 22 Mei 2022
Mas Tuki selaku pengurus Karang Taruna 2008 – 2015, wawancara pada tanggal
15 Agustus 2022
77
M. Arifin selaku Kepala Desa Kemiren 2019 – 2024, wawancara pada tanggal 19
Mei 2022
M. Efendy selaku wakil ketua Pokdarwis 2014 dan Bendahara Pokdarwis 2015,
wawancara pada tanggal 14 Agustus 2022
Sae Panji selaku Tokoh masyarakat dan anggota lembaga adat Desa Kemiren,
wawancara pada tanggal 27 Mei 2022
Suhaimi selaku Ketua Adat Desa Kemiren, wawancara pada tanggal 21 Mei 2022
Sukar selaku Ketua Kelompok Tani Desa Kemiren, wawancara pada tanggal 21
Mei 2022
Suwandi selaku ketua Karang Taruna 1996, wawancara pada tanggal 15 September
2022
Sumber Internet
https://kbbi.lektur.id/matapencaharian#:~:text=Menurut%20Kamus%20Besar%20
Bahasa%20Indonesia,biaya%20hidup%20sehari%2Dhari). [diakses pada 3
juni 2022]
LAMPIRAN
78
Lampiran 2. Pedoman Penelusuran Sumber Sejarah
NO. Informasi yang dibutuhkan Satuan Wilayah Bentuk Sumber Teknik Pengumpulan
Data
1. Perubahan struktur sosial masyarakat Desa Kemiren Data Kualitatif 1. Teknik Dokumentasi
Kemiren tahun 1996 - 2015 2. Teknik Observasi
3. Teknik Wawancara
2. Perubahan kehidupan budaya Desa Kemiren Data Kualitatif 1. Teknik Dokumentasi
masyarakat di Desa Kemiren tahun 2. Teknik Observasi
1996 - 2015 3. Teknik Wawancara
79
Lampiran 3. Daftar Informan
No. Nama Alamat Umur Jabatan
1. Ahmad Abdul Tahrim Desa Kemiren, Kecamatan Glagah 54 tahun Kepala Desa Kemiren 2007 – 2012 dan anggota
Banyuwangi lembaga adat Desa Kemiren
2. M. Arifin Desa Kemiren, Kecamatan Glagah 39 tahun Kepala Desa Kemiren 2019 – 2024
Banyuwangi
3. M. Efendy Desa Kemiren, Kecamatan Glagah 28 tahun Wakil ketua Pokdarwis 2014 dan Bendahara
Banyuwangi Pokdarwis 2015
4. Mas Tuki Desa Kemiren, Kecamatan Glagah 40 tahun pengurus Karang Taruna 2008 – 2015
Banyuwangi
5. Sae Pandji Desa Kemiren, Kecamatan Glagah 65 tahun Tokoh masyarakat dan anggota lembaga adat
Banyuwangi Desa Kemiren
6. Suhaimi Desa Kemiren, Kecamatan Glagah 63 tahun Ketua Adat Desa Kemiren
Banyuwangi
7. Sukar Desa Kemiren, Kecamatan Glagah 77 tahun Ketua Kelompok Tani Desa Kemiren
Banyuwangi
8. Suwandi Desa Kemiren, Kecamatan Glagah 46 tahun Ketua Karang Taruna Mekar Sari 1996
Banyuwangi
80
81
1. Apa saja organisasi yang dibentuk oleh pemerintah desa pada 1996 - 2015?
2. Sejak kapan masing - masing organisasi tersebut dibentuk?
3. Apa urgensi dari pembentukan organisasi tersebut?
4. Bagaimana implementasi atau pengaruhnya terhadap masyarakat Kemiren?
5. Apa saja kendala atau permasalahan dalam implementasi kinerja organisasi
sosial yang terjadi pada tahun 1996 - 2015?
6. Bagaimana menurut bapak/ibu terkait peran pemerintah desa pada tahun 1996 -
2015 terhadap organisasi sosial?
7. Bagaimana perkembangan dari masing - masing organisasi tersebut dari awal
didirikan hingga berjalannya organisasi pada 2015?
8. Apa saja kelompok sosial yang ada pada tahun 1996 - 2015?
9. Sejak kapan masing - masing kelompok sosial tersebut dibentuk?
10. Apa urgensi dari pembentukan dari masing - masing kelompok sosial tersebut?
11. Bagaimana implementasi atau pengaruhnya terhadap masyarakat Kemiren?
12. Apa saja kendala dalam implementasi kinerja kelompok sosial yang terjadi pada
tahun 1996 - 2015?
13. Bagaimana menurut bapak/ibu terkait peran pemerintah desa pada tahun 1996 -
2015 terhadap kelompok sosial?
14. Bagaimana perkembangan dari masing - masing kelompok sosial tersebut dari
awal didirikan hingga berjalannya organisasi pada 2015?
15. Apakah ada organisasi sosial maupun kelompok sosial yang dibuat masyarakat
sendiri?
16. Bagaimana perkembangan masing-masing organisasi maupun kelompok
tersebut dari 1996 - 2015?
17. Sejak kapan lembaga adat desa Kemiren didirikan?
18. Bagaimana proses mendirikan lembaga adat tersebut?
19. Apa urgensi dalam mendirikan lembaga adat Kemiren tersebut?
20. Bagaimana peran dan perkembangan lembaga adat tersebut 1996 - 2015?
82
Kemiren secara luas. Pada tahun 2008 saya adakan musyawarah bersama Suhaimi,
Sae, sama golongan pemuda itu untuk ikut serta mengsosialisasikan kepada
masyarakat secara umum.
Tujuan awal dari gagasan atau ide adalah untuk lebih mementingkan
kesehatan masyarakat Kemiren (Suku Using) itu sendiri. Karena dengan menjemur
kasur, maka debu dan kotoran – kotoran yang menempel akan terangkat dan hilang
apabila dijemur. Selain itu juga untuk menjaga kebersihan lingkungan setempat.
Tapi menuai banyak respon dari kalangan masyarakat Kemiren (Suku Osing), ada
sebagian masyarakat yang mendukung (pro) dengan gagasan beliau dan ada pula
yang tidak setuju (kontra). Bahkan saya adalah kepala desa Kemiren yang pernah
mengalami didemo oleh masyarakat sendiri, dikira saya sudah gila banyak gagasan
dan inisiatif. Kemudian, diadakan musyawarah kembali yang menghasilkan dua
keputusan yang dikeluarkan, keputusan pertama adalah kegiatan mepe kasur tetap
akan dilaksanakan. Sedangkan masyarakat yang kontra akan diberikan imbalan
berupa uang senilai Rp 5000,00/kasur. Sejak itulah tradisi mepe kasur dilaksanakan
hingga sekarang tanpa ada yang kontra.
A. A. Tahrim
86
Nama : M. Arifin
Usia : 39 tahun
Jabatan: Kepala Desa Kemiren 2019 – 2024
Alamat: Desa Kemiren
Organisasi dan Kelompok sosial yang pembentukannya formal yaitu yang
pertama LAZIS, kemudian Lembaga Amal Zakat yang kemudian diambil alih
menjadi LAZIS-NU. Yang kedua Karang Taruna yang setiap desa – desa pasti ada.
Yang ketiga kelompok sosial POKDARWIS yaitu Kelompok Sadar Wisata dan
yang keempat Lembaga Adat Using dan semuanya sudah di SKkan. Karang Taruna
dibentuk sudah sejak lama, sejak jaman remaja saya sudah ada yang namanya
Karang Taruna tersebut. Kemungkinan rentang tahun 90.an sudah masuk ke Desa
Kemiren ini. Jika Pokdarwis sendiri dibentuk pada 2014, masa bupati Abdullah
Azwar Anas dikarenakan bapak Anas memfokuskan meningkatkan wisata di
Banyuwangi. Untruk Lembaga Adat Using sendiri sejak lama yaitu pada tahun
2001 masa bupati Samsul Hadi. Karang Taruna bertujuan untuk mengkader kader
para pemuda – pemuda Using Desa Kemiren. Pokdarwis bertujuan menata,
mengelola, dan mempublikasikan atau memanajemen tata kelola Desa Kemiren di
bidang wisata. Karena Desa Kemiren itu sendiri terkenal akan tradisi serta
budayanya. Mereka yang memberikan inovasi, melestarikan budaya – budaya di
Desa Kemiren. Selain itu juga dari segi marketing juga peran dari Pokdarwis
tersebut. Jika lembaga adat memberikan warning atau memberikan hukum – hukum
adat secara lisan dan belum ada yang secara tersurat, semacam fatwa agar dapat
menjaga adat istiadat yang ada di Desa Kemiren ini.
Lembaga Amil Zakat (LAZIS) memiliki peran sosial di lingkup masyarakat,
seperti mengurus kegiatan perzakatan, namun berkembang dan lebih memiliki
banyak program seperti, mengadakan bakti sosial setiap bulanya, santunan anak
yatim yang tujuannya memberdayakan masyarakat. Untuk rekrut anggotanya
terbuka untuk umum masyarakat Desa Kemiren. Untuk yang para pemuda kita
taruh di Pokdarwis dan Karang Taruna, karena mereka dinilai mampu untuk
menguasai media dan alat komunikasi. Jika yang tua – tua sebagian ditaruh di Lazis
dan Lembaga Adat untuk kepentingan berfatwa dan melestarikan tradisi sesuai adat
87
mereka mengajukan proposal kepada kami, jika sudah terverifikasi maka akan kami
acc, jika Karang Taruna pertahun kita anggarkan entah itu untuk modal alat sablon,
pembelian alat seperti burdah semacam tabuhan hadrah namun ukurannya lebih
besar. Gunanya untuk menghibur saat orang Kemiren mengadakan acara besar atau
hajatan. Untuk Lembaga Adat sendiri selalu mengajukan proposal untuk anggaran
mocopat Mocoan Lontar Yusuf dan kita biayai untuk segala biaya kegiatannya.
M. Arifin
89
Nama : M. Efendy
Usia : 28 tahun
Jabatan : wakil ketua Pokdarwis 2014 dan Bendahara Pokdarwis 2015
Alamat : Desa Kemiren
Pada tahun 2014 Pokdarwis mulai muncul, alasannya karena peraturan
daerah dari kabupaten Banyuwangi meminta adanya pokdarwis karena ada
destinasi wisata jadi kabupaten meminta adanya pokdarwis. Tidak ada persyaratan
yang harus ini itu jika ingin menjadi anggota, awalnya ya karena komunitas atau
tempat perkumpulan pamuda atau remaja Kemiren. Tujuan pokoknya yaitu
Mengakomodir wisatawan yang berkunjung, Mengelola destinasi wisata,
Mempromosikan destinasi wisata di media sosial seperti Youtube, Tiktok, dan
Instagram. Anggaran pertahun dari ADD , adalah anggaran adat. Asal usul
prosesnya melalui serangkaian tahapan, Tahap awal pembentukan kelompok sosial
Pokdarwis dilakukan dengan memilih calon ketua Pokdarwis Kencana dimulai
dengan musyawarah yang dihadiri oleh Lilik Yuliati selaku kepala desa Kemiren,
Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Suhaimi selaku ketua adat, RT/RW Desa
Kemiren, Abdul Tahrim, Sae Pandji, Sukar selaku tokoh masyarakat serta pemuda
Desa Kemiren pada awal tahun 2014. Hasil musyawarah menyatakan bahwa yang
menjadi ketua Pokdarwis adalah Moh. Edy Saputro.
sablon, mengembangkan dan membantu jasa homestay. Jasa Penginapan sejak Fikri
salah satu masyarakat Kemiren yang mempunyai ide sehingga membangun sebuah
tempat penginapan bagi wisatawan yang diberi nama Kedaton Wetan. Harga bagi
wisatawan mulai dari Rp 150.000,00. Salah satu wisatawan yang pernah menginap
yaitu Wahid merupakan salah satu wisatawan asal Besuki yang tercatat menginap
selama 2 malam di homestay Kedaton Wetan, yang bertepatan adanya rangkaian
acara bersih desa yang hingga 3 hari pada bulan Agustus 2014. Edy Saputro ketua
pokdarwis bertemu Fikri selaku pemilik homestay pertama di Desa Kemiren.
Diskusi tertutup dilakukan di rumah Fikri pada malam hari di bulan Oktober 2014.
Edy mengusulkan bahwasannya masyarakat Kemiren lainnnya termotivasi ikut
membangun tempat penginapan bagi wisatawan. Dukungan muncul dari Fikri
selaku aktor dalam urusan penginapan, kemudian bersedia untuk membantu
masyarakat lainnya. Diskusi nonformal dilanjutkan besok harinya di kantor desa
bersama Lilik Yulianti selaku Kepala Desa, hasil keputusannya terdapat dukungan
penuh berupa dana sebesar Rp 4.000.000,00 untuk menambah fasilitas seperti
perbaikan toilet, petunjuk arah jalan, dan tong sampah. Pada akhirnya muncul
sebuah kebijakan harga diputuskan sebesar Rp. 150.000,00 per malam di
keseluruhan homestay di Desa Kemiren.
Pokdarwis pada tahun 2015 ini mengalami banyak perubahan, bukan lagi
fokus unit usaha, namun juga memiliki fokus pada rumah adat using di Sukosari,
Desa Kemiren. Struktur organisasi juga mengalami perubahan diantaranya, Moh.
Edy Saputro sebagai ketua, Muh. Nanda Alhakim sebagai wakil ketua, Hidayatur
Rochman sebagai sekretaris, Muh. Efendy sebagai bendahara, Sandi Agustianto
sebagai Sie Keamanan dan Ketertiban, Davit Handrian sebagai Sie Kebersihan dan
Keindahan, Rizal Harista sebagai Sie Daya Tarik Wisata dan Kenangan, Ade
Pramana Putra sebagai Sie Humas dan Pengembangan SDM, Herman Yogi sebagai
Sie Pengembangan Usaha, dan anggota lainnya yaitu Ahmad Ferdiansyah, Dedy
Teguh S., Kezia Fitriani, Ahmad Khoiri, Maswiya I, Sherly Putri, Mega Ayu, Dita
K., Yesi P., Tiara Novita, Budi S., Hepi S., Riyanto Agus, Rini Muryani, Zesy
Irama, Ananda S., Putri Ayu, dan Moh Fathur R. Kita usaha pariwisata adalah
dibawah naungan bumdes pada unit usahanya. Kita ada SHU kita ada 30% untuk
91
Bumdes. Kalau sablon ini produknya lebih ke temen temen pribadi untuk
mensuport kegiatan wisata. Kalau untuk sablonnya diluar tapi kita ada yang desain
ada unsur-unsur atau kulturnya baru kita jual. Lebih pendukung wisata seperti oleh-
oleh. Dananya kan terbatas. Masyarakat yang menerima pesanan memiliki untung
Rp 150.000 pada tiap tumpeng, pihak pokdarwis dan karang taruna yang berperan
dalam menjajakan tumpeng dan mengkoordinir pemesanan mendapat keuntungan
sebesar 100.000 tiap penjualan satu tumpen. Kalau membuat destinasi wisata yang
akomodasinya bagus perlu dana lebih tapi yang didapatkannya jadi tidak mau di
dapat tidak mau ya harus menuggu beberapa tahun untuk anggaran pertama dan
anggaran ke dua kita juga pada tahun 2015 akhir atau awal 2016 pokok sebelum
pandemi mendapatkan nominasi juara 2 lomba wisata seindonesia ketegori budaya.
Jadi kita dapat nominal akomodasi wisata sekitar 400 an juta itu dibuat untuk
pembangunan. Seperti rumah adat itu termasuk desinasi wisata juga. Kalau ada
reservasi atau kesenian untuk aulanya dibawah kontrol kita tapi untuk jasa makanan
itu dari masyarakat disana kalau disini juga ada pasar kemiren awalnya dari kita
dan dibikinkan struktur sendiri.
M. Efendy
92
dijadikan dalam satu malam. Seperti festival kopi sepuluh ewu juga.tetapi saya
lebih fokus di paguyuban saya dulu yaitu paguyuban thulik kemiren (PATHOK).
Kendala besar itu tidak ada, artinya memang dalam satu perkumpulan pasti
ada. Pada saat diawal 2008 kan ada yang masih bujang dan ada juga yang sudah
menikah. Karena kita bergeraknya tidak dari sisi materi tetapi adanya kenginan
membangun desa yang sampai sekarang masih dinikmati generasi setelah saya.
Keterlibatan karang taruna pada tradisi Mepe Kasur Ditahun 2008 sebelumnya
sudah ada tetapi, setelah tahun 2008 kita kemas seperti ider bumi dulu hanya ada
barong sekarang sudah ditambah lagi , dikemas lagi dan dioptimalkan lagi.
Tumpeng sewu pun juga dulu hanya perkampung dan perlingkungan diadakan
malam senin atau malam jum’atnya tetapi sekarang disatukan dalam satu malam.
Kendala tetap ada pastinya masyarakat yang pro kontra masyarakat tidak semuanya
100% setuju masalah program yang ada.
Sesuai yang saya harapkan sejak dulu. Potensi diri yang ada di setiap orang
berbeda yang saya terapkan di PATHOK artinya ada teman saya yang dibidang seni
akan menjadi koordinator dibidang seni. Ketika dipertukangan saya membuat
pentas seni sa serahkan juga pada bidangnya. Jadi bisa mengeksplor potensi diri
saya lebih suka seperti itu. Bisa mengurangi hal-hal negatif yang bisa mengarah hal
positif. Generasi dulu yang membuat sebagai tonggak awal sedangkan yang
sekarang yang lebih susah karena generasi sekarang harus menjaga dan
mempertahankan. Meskipun sekarang ada kegiatan saya juga tidak sungkan untuk
membantu dan tugas saya menjadi rem mereka. Anak muda kan biasanya loss, saya
juga pernah muda dan tidak ada yang mengerem jadi untuk sekarang selain berbagi
pengalaman juga menjadi rem yang bisa mengingatkan mereka.
Banyuwangi, 15 Agustus 2022
Mas Tuki
94
Sae Pandji
95
Nama : Suhaimi
Usia : 63 tahun
Jabatan : Ketua Adat Desa Kemiren
Alamat : Desa Kemiren
Lembaga adat didirikan pada tahun 2015, untuk sebelumnya tidak ada,
hanya saja namanya perkumpulan sesepuh Desa Kemiren. Proses pembentukan
diawali musyawarah dihadiri oleh sesepuh desa yaitu Suhaimi, Setyo Herfendi,
Ahmad Abdul Tahrim, Sukar, Sapari, dan lainnya. Musyawarah dipimpin langsung
oleh Lilik Yuliati selaku Kepala desa beserta Eko Suwilin Adiyono selaku Sekdes
Kemiren. Topik musyawarah fokus pada pembentukan Lembaga Adat berdasrkan
pertimbangan yang mengacu pada perpu nomor 6 tahun 2014 tentang desa.
Ceritanya awalnya seperti ini, karena Desa Kemiren ditetapkan sebagai desa
wisata Using 1996, banyak mengalami kedatangan tamu atau wisatawan pada
2010.an, studi banding dan peneliti – peneliti berdatangan. Jika semuanya
kebingungan ingin tanya soal Desa Kemiren, maka sulit atau kebingungan ingin
tanya ke siapa, maka dari itu didirikannya Lembaga Adat Using. Selain itu juga
sesuai keputusan bersama, maka saya ditunjuk sebagai ketua adatnya. Alasan
dibentuknya juga ada peningkatan wisata pada masa Azwar Anas, sebelum itu
hanya sebatas status desa wisata saja pada 1996. Fungsi LAO adalah untuk
melestarikan adat-adat yang ada di Desa Kemiren, seperti acara rutin tahunan, dan
tanggung jawab pelestarian budaya adat. Terdapat organisasi maupun kelompok
non formal termasuk namanya adalah Persatuan Mocoan Lontar Yusuf, Persatuan
sanggar seni dan barong, Mocoan lontar yusup sudah turun temurun dan terus
dilestraikan.
Pada masa Purnomo Sidik, itu Kemiren sudah menjadi desa wisata adat
Using 1996, itupun ada spot dari kabupaten untuk melestarikan mocoan lontar
yusup yang dilaksanakan setiap malam sabtu di setiap minggunya bertempat di
Wisata Osing (WO). Pada hari minggunya dilaksanakan tari-tarian disana. Masa
pak Samsul Hadi juga diadakan pelatihan – pelatihan gandrung di sini. Untuk bu
Ratna Ani Lestari tidak mengadakan kegiatan kayaknya. Kemudian ke masa Azwar
Anas di Sukosari dibuatlah kumpulan rumah asli adat Using, budaya lebih digali
96
Suhaimi
98
Nama : Sukar
Usia : 77 tahun
Jabatan : Ketua Kelompok Tani Desa Kemiren
Alamat : Desa Kemiren
Norma - normanya ada pada ritual pertama itu namanya labuh nyingkal pada
saat ingin membajak sawah. Selametannya macam – macam dan tidak sama antar
yang punya sawah, sejak dahulu tergantung warisan tradisi yang turun temurun, ada
yang memakai jenang abang, jenang lemu, maupun olahan pecel pitik (pecel ayam).
Tempat selametannya di sawah, di awal tempat alat bajak akan masuk biasanya
seperti itu. Untuk kami pribadi selametannya ada semacam jenang abang, jenang
lemu, dan getihan cengkaruk. Jenang abang sendiri terbuat dari beras ketan yang
dicampur dengan gula merah yang asli dari gula aren atau biasa disebut gula jawa.
Kemudian, Jenang lemu itu tepung beras dan di bagian tengahnya ada gula merah
ditiriskan di atasnya. Sedangkan bibitnya padinya harus ditunggu sekitar 40 hari
dan jika ingin ditanam harus melalui proses sawani yang terdiri dari dringuk,
kunyit, dan bawang merah. Proses 40 hari itu dinamakan ngurit atau menunggu
bibit padi layak untuk ditanam. Kemudian jika saat menanam padi, ada ritual lagi
yang dinamakan labuh tandur, menu selametannya antara lain, jenang abang dan
nasi serta urap kinangan atau yang disebut punar di letakkan di pondok sawah.
Tahun dibawah 2000.an memang para petani dikerjakan secara kekeluargaan dan
yang mengerjakan semuanya secara keluarga tanpa mempekerjakan orang lain.
Sistem upah juga berbeda, harus nunggu masa panen tiba. Saat padi masih baru
mengisi atau dianggap semacam hamil, ada ritual khusus lagi, menu selametannya
rujak, punar, yang dinamakan slametan peteteng. Menunggu panen dah setelah itu.
3-4 bulan menunggu panen. Jika ditotal sejak bajak sawah ya hampir 7 atau 6 bulan.
Tanah yang dibajak memakai sapi tanahnya lebih bagus hasilnya dan dalam
banget, akan tetapi semenjak memakai traktor kualitas tanahnya sangat halus
namun dangkal untuk kedalamannya. Kemudian mengenai pupuk, dulu cukup
pupuk organik murni, sekarang banyak campuran orea dan ke tanah persawahan
buruk. Untuk acara ritual pertanian banyak yang meninggalkan karena faktor
kepemilikan sawah oleh sebagian masyarakat luar Desa Kemiren. Disverifikasi
99
jenis mata pencaharian masyarakat Kemiren sejak tahun 2008 menjadi faktor
tergerusnya norma – norma yang mengatur perilaku masyarakat Kemiren. Sebagian
besar masyarakat Kemiren sudah tidak melakukan ritual tersebut sebelum bekerja.
Sukar
100
Nama : Suwandi
Usia : 46 tahun
Jabatan : Ketua Karang Taruna Mekar Sari 1996
Alamat : Desa Kemiren
Karang taruna dahulu itu pada zaman saya, masih belum ada istilah
pengurus atau struktur resmi, itu baru ada pada masa generasinya Mas Tuki.
Kegiatan berkumpul dilakukan tidak ada jadwal khusus berkumpul yang ditentukan
sehingga hari minggu malam menjadi opsi utama. Kegiatan yang dilakukan
Suwandi di aula kantor desa beserta pemuda lainnya adalah membahas seputar
kebersihan lingkungan sekitar, saya mengusulkan sampah – sampah di sepanjang
jalan Dusun Krajan hingga Dusun Kedaleman harus dibersihkan, namun
pembicaraan juga ngelantur kemana - kemana. Pengetahuan saya terbatas karena
juga pendidikan tamat SD, jika Suroso tamat SD, Dillah tidak tamat SD (berhenti
pada kelas 5), Misdin tamat SD, Yusronik tamat SD, Apung tidak tamat SD
(berhenti pada kelas 3). Rata - rata karena fokus urusan pekerjaan, ada yang
membantu orang tua di sawah, ada yang kerja karena anak SD dahulu fisiknya
sudah kuat dan bertenaga besar.
Kegiatan kerja bakti di lingkungan Dusun Krajan dikoordinasi oleh Abdul
karim sebagai ketua RT bersama Suroso, Dillah, Yusronik serta warga dusun
Krajan. Alat yang digunakan yakni cangkul, arit, karung, korek api, sapu.
Semuanya mempunyai peran masing – masing, saya berkumpul dengan Suroso,
Dillah, Yusronik bersama pemuda lainnya di dusun Krajan. Yusronik mencangkul
di got untuk membersihkan sampah, Dillah mencangkul di pinggir jalan yang
dipenuhi rumput liar. Kegiatan rabas bersama Suroso yang mengumpulkan hasil
potongan rumput dan sampah, kemudian dikumpulkan ke dalam satu blok
penampungan yang pada akhirnya dibakar secara bersama – sama. Kegiatan kerja
bakti juga dilaksanakan di dusun Kedaleman desa Kemiren, yang dikoordinasi oleh
Misto, Jamhari, dan Mislan. Pengurus karang taruna yang terlibat yakni Misdin dan
Apung karena keduanya bertempat tinggal di dusun Kedaleman. Kegiatan yang
dilakukan hampir sama dengan kerja bakti di lingkungan dusun Krajan.
Perbedaannya adalah Apung dan Misdin ikut serta memperbaiki saluran irigasi di
101
pinggir jalan yang menuju area persawahan. Kegiatan tersebut dilaksanakan pada
hari minggu pukul 06:00 WIB secara gotong royong hingga selesai. Mulai tahun
1996 hingga masa Pak Tuki itu ya hanya begitu saja kegiatannya, karena ekonomi
dahulu sulit dan lebih mementingkan ke sawah, urusan kumpul bersama teman -
teman itu hanya dinomor duakan.
Suwandi
102
Gambar 8.1 Wawancara dengan M. Arifin selaku Kepala Desa Kemiren 2019 –
2024
Gambar 8.2 Wawancara dengan Suhaimi selaku Ketua Adat Desa Kemiren
109
Gambar 8.3 Wawancara dengan Sukar selaku Ketua Kelompok Tani Desa
Kemiren
Gambar 8.4 Wawancara dengan Tahrim selaku Kepala Desa Kemiren 2007 - 2012
dan anggota lembaga adat Desa Kemiren
110
Gambar 8.5 Wawancara dengan Sae Panji selaku Tokoh masyarakat dan anggota
lembaga adat Desa Kemiren
Gambar 8.6 Wawancara dengan Mas Tuki selaku pengurus Karang Taruna 2008 -
2015
111
Gambar 8.7 Wawancara dengan M. Efendy selaku wakil ketua Pokdarwis 2014
dan Bendahara Pokdarwis 2015
Gambar 8.8 Wawancara dengan Suwandi selaku ketua Karang Taruna 1996
112
Gambar 9.1 Foto Awal SK Penetapan Desa Wisata Adat Kemiren 1996
Sumber: Arsip Desa Kemiren
Gambar 9.1 Foto Akhir SK Penetapan Desa Wisata Adat Kemiren 1996
Sumber: Arsip Desa Kemiren
113
Gambar 10.2 Korek Api yang digunakan untuk membakar sampah pada saat kerja
bakti bersama
Sumber: Dokumentasi Pribadi
114
Gambar 11.3 Kegiatan makan bersama dihadiri jajaran Bupati A. Azwar Anas
Sumber: Arsip Pokdarwis Desa Kemiren
Gambar 11.3 Kegiatan makan bersama masyarakat Kemiren tanpa batasan gender
Sumber: Arsip Pokdarwis Desa Kemiren
117
Lampiran 12. Unit Usaha Kolaborasi LAO, Karang Taruna, dan Pokdarwis
Gambar 12.3 Cafe Jaran Goyang yang menyediakan kopi khas Kemiren
Sumber: Dokumentasi Pribadi