Anda di halaman 1dari 136

PERUBAHAN SOSIAL DAN BUDAYA MASYARAKAT KEMIREN

1996 - 2015

SKRIPSI

Oleh:
Adi Sahrul
NIM 180210302060

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH


JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2022
PERUBAHAN SOSIAL DAN BUDAYA MASYARAKAT KEMIREN
1996 - 2015

SKRIPSI

Diajukan guna memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan


studi pada Program Studi Pendidikan Sejarah Jurusan Pendidikan
Ilmu Pengetahuan Sosial (S1) dan mencapai gelar Sarjana
Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Oleh:
Adi Sahrul
NIM 180210302060

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH


JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2022
PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan untuk:


1. Bapak Asbulah, Ibu Suriyati, dik Ach. Syarif Hidayatulloh, dan dik Aura
Salsabila yang telah mencurahkan cinta, kasih sayang, dan selalu memberikan
doa kepada saya.
2. Tunangan saya Sapta Ayu Rohmania, S.Pd., yang selalu memberikan motivasi
serta semangat dari waktu ke waktu.
3. Bapak Drs. Marjono, M.Hum. dan Ibu Rully Putri Nirmala Puji, S.Pd., M.Ed.
sebagai dosen pembimbing yang sabar memberi arahan dalam penulisan skripsi.
4. Guru sejak SD hingga SMA dan dosen Pendidikan Sejarah yang telah berjasa
menyalurkan ilmu pengetahuannya kepada saya.
5. Almamater Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jember.

iii
MOTTO

Belajar sangat penting dalam hidup, bukan hanya bertujuan mencari nilai tetapi
membuat kita berproses lebih baik, untuk mencapai kesuksesan, seriuslah belajar
serta imbangi dengan doa1

1
Rohmania, S.A. 2022. Pengembangan Instrumen Evaluasi Pembelajaran Sejarah Berbasis WEB
WORDWALL Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas X IPA Di MA DARUL HUDA GIRI KAB.
BANYUWANGI. Skripsi. Banyuwangi: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas 17
Agustus 1945 Banyuwangi

iv
PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : Adi Sahrul
NIM : 180210302060
menyatakan dengan sesungguhnya bahwa karya ilmiah yang berjudul “Perubahan
Sosial Dan Budaya Masyarakat Kemiren 1996 - 2015” adalah benar-benar hasil
karya sendiri, kecuali kutipan yang sudah saya sebutkan sumbernya, belum pernah
diajukan pada institusi manapun, dan bukan karya jiplakan. Saya bertanggung
jawab atas keabsahan dan kebenaran isinya sesuai dengan sikap ilmiah yang harus
dijunjung tinggi.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, tanpa ada tekanan
dan paksaan dari pihak manapun serta bersedia mendapat sanksi akademik jika
ternyata di kemudian hari pernyataan ini tidak benar.

Jember, 25 November 2022


Yang menyatakan,

Adi Sahrul
NIM: 180210302060

v
SKRIPSI

PERUBAHAN SOSIAL DAN BUDAYA MASYARAKAT KEMIREN


1996 – 2015

Oleh
Adi Sahrul
NIM 180210302060

Pembimbing
Dosen Pembimbing Utama Drs. Marjono, M.Hum.
Dosen Pembimbing Anggota Rully Putri Nirmala Puji, S.Pd, M.Ed

vi
PENGESAHAN

Skripsi berjudul “Perubahan Sosial Dan Budaya Masyarakat Kemiren 1996 - 2015”
karya Adi Sahrul telah diuji dan disahkan pada:
Hari, tanggal : 25 November 2022
Tempat : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jember.

Tim Penguji

Ketua, Sekretaris,

Drs. Marjono, M.Hum. Rully Putri Nirmala Puji,S.Pd, M.Ed.


NIP. 196004221988021001 NIP. 199107102019032019

Anggota I, Anggota II,

Prof.Dr. Bambang Soepeno, M. Pd. Drs. Sumarjono, M.Si.


NIP. 19600612987021001 NIP. 195808231987021001

Mengesahkan
Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Jember

Prof. Dr. Bambang Soepeno, M. Pd.


NIP 19600612987021001

vii
RINGKASAN

Perubahan Sosial Dan Budaya Masyarakat Kemiren 1996 - 2015; Adi Sahrul;
180210302060; 2022: xvi + 121 halaman; Program Studi Pendidikan Sejarah
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Jember.

Topik yang menjadi pokok bahasan dalam skripsi ini adalah perubahan
sosial dan budaya dengan memfokuskan kajian pembahasan mengenai struktur
sosial dan kehidupan budaya masyarakat Kemiren 1996 - 2015. Struktur sosial
masyarakat Kemiren tahun 1996 meliputi organisasi Karang Taruna dan LAO,
Kelompok sosial Pokdarwis dan kelompok Homestay, serta norma sosial
kesopanan. Seiring berjalannya waktu tahun 2008, pemerintah desa A.A. Tahrim
membangkitkan kembali para pemuda dengan membentuk tatanan struktur yang
baru seperti Ariman sebagai ketua organisasi Karang Taruna, adanya struktur yang
jelas membuat program kerja menjadi terarah seiiring masuknya arus pariwisata ke
desa Kemiren. Berkembangnya arus pariwisata membuat golongan tua antisipasi
adanya unsur budaya asing yang masuk, maka dibentuklah Lembaga Adat Osing
(LAO), sedangkan golongan muda membentuk Kelompok Sadar Wisata
(Pokdarwis) untuk lebih menggali potensi budaya untuk dimanfaatkan sebagai
komoditi pariwisata yang berlandaskan CBT. Kehidupan budaya masyarakat
Kemiren mengalami perubahan pada ritual adat bersih desa tahun 1996 bersifat
sakral ke arah profan. Ritual adat tersebut dikemas menjadi paket wisata tahun
2015, menu hidangan tumpeng pecel pitik mengalami komodifikasi.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah
perubahan struktur sosial masyarakat Kemiren tahun 1996 - 2015; (2)
Bagaimanakah perubahan kehidupan budaya masyarakat di Desa Kemiren tahun
1996 - 2015?. Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Untuk menganalisis
perubahan struktur sosial masyarakat Kemiren tahun 1996 - 2015; (2) Untuk
menganalisis perubahan kehidupan budaya masyarakat di Desa Kemiren tahun
1996 - 2015. Metode yang digunakan merupakan (1) Heuristik, proses

viii
pengumpulan sumber untuk memperoleh data, materi, dan evidensi sejarah; (2)
Kritik, proses penulis mencari kebenaran informasi pada suatu sumber dengan cara
kritik ekstern dan kritik intern; (3) Interpretasi, proses mengkaitkan fakta-fakta
sejarah agar dapat diberi makna; dan (4) Historiografi, proses menyajikan hasil
penelitian dalam bentuk tertulis. Historiografi yang dilaksanakan disokong dengan
pendekatan Antropologi Budaya dan teori Evolusi Herbert Spencer.
Hasil dari penelitian ini adalah: (1) Perubahan struktur sosial masyarakat
Kemiren yang dimulai dengan penataan kembali tatanan struktur organisasi secara
formal yang disokong oleh pemerintah desa A.A Tahrim pada tahun 2008 sehingga
membentuk organisasi sosial lebih tertata, menciptakan proker dan
mngimplementasikan dalam pemberdayaan masyarakat di Desa Kemiren terbagi
menjadi dua yaitu praktik sosial pemberdayaan sebagai penguatan kebudayaan
masyarakat Kemiren dibuktikan dengan peran karang taruna ikut berpartisipasi
terhadap berjalannya Tradisi Mepe Kasur di tiap tahunnya dan praktik sosial
pemberdayaan sebagai pengembangan pariwisata berbasis ekonomi mandiri
dengan membuat Pesantogan Kemangi yang menarik wisatawan berkunjung ke
desa Kemiren. (2) Perubahan masyarakat Kemiren dalam kehidupan budaya
ditandai dengan ritual adat bersih desa slametan bersih desa tahun 1996 bersifat
sakral dengan ciri khas hidangan tumpeng pecel pithik, dalam perkembangannya
tahun 2015 tumpeng dikomodifikasi yang dihidangkan berjumlah seribu buah atau
Sewu, kemudian secara resmi masuk dalam agenda tahunan B-Fest sehingga ritual
adat tersebut dikemas menjadi paket wisata.
Penelitian ini menyimpulkan Masyarakat Kemiren mengalami perubahan
sosial yang ditunjukkan pada struktur masyarakatnya. Pada tahun 2008, organisasi,
kelompok sosial, memiliki struktur yang jelas membuat program kerja menjadi
terarah seiiring masuknya arus pariwisata ke desa Kemiren. Implemestasinya
mengahdapi arus pariwisata, dibentuklah Lembaga Adat Osing (LAO), sedangkan
golongan muda membentuk Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis). Sedangkan
dalam kehidupan budaya mengalami perubahan pada ritual adat bersih desa bersifat
sakral ke arah profan. Ritual adat tersebut dikomodifikasi menjadi paket wisata
pada tahun 2015.

ix
PRAKATA

Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perubahan Sosial dan
Budaya Masyarakat Kemiren 1996 - 2015”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi
syarat menyelesaikan pendidikan strata satu (S1) pada Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jember.
Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena
itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Iwan Taruna, M.Eng., selaku Rektor Universitas Jember;
2. Prof. Dr. Bambang Soepeno, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Jember, sekaligus penguji utama yang telah
meluangkan waktu untuk memberikan kritik dan saran demi kesempurnaan
dalam penulisan skripsi ini;
3. Dr. Sumardi, M.Hum., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jember;
4. Drs. Marjono, M.Hum., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP
Universitas Jember, sekaligus pembimbing utama yang telah meluangkan
waktu, pikiran, dan perhatiannya dalam penulisan skripsi;
5. Rully Putri Nirmala Puji, S.Pd, M.Ed., selaku pembimbing anggota yang telah
meluangkan tenaga dan waktunya untuk memberi masukan dan arahan dalam
penulisan skripsi;
6. Drs. Sumarjono, M.Si., selaku penguji anggota yang telah meluangkan waktu
untuk memberikan kritik dan saran demi kesempurnaan dalam penulisan skripsi
ini;
7. Drs. Kayan Swastika, M.Si., selaku Dosen Pembimbing Akademik (DPA);
8. Dosen Program Studi Pendidikan Sejarah yang telah memberikan ilmunya
kepada saya;
9. Bapak Asbulah dan Ibu Suriyati yang telah memberikan dukungan moral dan
material hingga dapat terselesaikannya skripsi ini;

x
10. Adik Ach. Syarif Hidayatulloh dan Aura Salsabila yang senantiasa mendo’akan
dan memberikan kasih sayang serta semangat kepada penulis. Tidak lupa kakek
saya Riyanto dan alm Marzuki, nenek saya Satuni dan Siti Aminah, Pak Lik
Abdul Wahid dan seluruh saudara yang selalu mensupport selama ini;
11. Bapak M. Rochmat, Ibu Salmah, dek Sapta Ayu Rohmania, mas Suni, mbak
Irmah, dek Hanif, dek caca, terima kasih atas semua do’a dan dukungan yang
diberikan dari waktu ke waktu;
12. Seluruh Informan yang tercantum dalam lampiran, terima kasih atas seluruh
informasi dan pengalaman yang diberikan. Serta pihak Desa Kemiren yang
memberikan kesempatan bagi saya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini;
13. Seluruh pihak yang memberi dukungan dan bantuan dalam penulisan skripsi ini
yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Jember, 25 November 2022

Penulis

xi
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ................................................................................... i


HALAMAN JUDUL ...................................................................................... ii
HALAMAN PERSEMBAHAN ..................................................................... iii
HALAMAN MOTTO .................................................................................... iv
HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................ v
HALAMAN SKRIPSI.................................................................................... vi
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ vii
RINGKASAN ................................................................................................. viii
PRAKATA ..................................................................................................... x
DAFTAR ISI .................................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiv
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xvi
BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang Permasalahan.................................................. 1
1.2 Penegasan Judul ........................................................................ 6
1.3 Ruang Lingkup Penelitian ........................................................ 8
1.4 Rumusan Masalah ..................................................................... 9
1.5 Tujuan Penelitian ...................................................................... 9
1.6 Manfaat Penelitian .................................................................... 9
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 11
2.1 Sejarah Penelitian dan Penulisan.............................................. 11
2.2 Kerangka Konseptual ................................................................ 16
BAB 3. METODE PENELITIAN ................................................................. 18
3.1 Heuristik .................................................................................... 18
3.2 Kritik.......................................................................................... 19
3.3 Interpretasi ................................................................................ 21
3.4 Historiografi .............................................................................. 21
BAB 4. PERUBAHAN STRUKTUR SOSIAL MASYARAKAT

xii
KEMIREN TAHUN 1996 - 2015 ..................................................... 24
4.1 Organisasi Sosial Masyarakat Kemiren ................................... 24
4.1.1 Organisasi Karang Taruna................................................... 25
4.1.2 Lembaga Adat Osing (LAO) ............................................... 34
4.2 Kelompok Sosial Masyarakat Kemiren .................................... 36
4.2.1 Kelompok Jasa Penginapan................................................. 37
4.2.2 Pokdarwis Kencana Kemiren .............................................. 39
4.3 Norma – Norma Pada Masyarakat Kemiren ........................... 46
BAB 5. PERUBAHAN KEHIDUPAN BUDAYA MASYARAKAT
KEMIREN TAHUN 1996 - 2015 ..................................................... 50
5.1 Budaya Ritual Adat Bersih Desa 1996 - 2006 ........................... 50
5.1.1 Ritual Bersih Desa Tradisi Barong Ider Bumi ...................... 52
5.1.2 Ritual Bersih Desa Slametan Desa ....................................... 57
5.2 Komodifikasi Ritual Adat Bersih Desa Menjadi Tradisi
Tumpeng Sewu ........................................................................... 60
5.3 Pengaruh Komodifikasi Ritual Adat Bersih Desa Menjadi
Tradisi Tumpeng Sewu .............................................................. 66
BAB 6. PENUTUP ........................................................................................ 70
6.1 Simpulan .................................................................................... 70
6.2 Saran .......................................................................................... 71
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 73
LAMPIRAN ................................................................................................... 78

xiii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Ritual ke makam Buyut Cili .......................................................... 35


Gambar 4.2 Pamflet Pemasaran Online Produk Desa Kemiren 2014 ................ 42
Gambar 4.3 Rizal Harista selaku Pemandu wisata bersama wisatawan 2014 .... 42
Gambar 4.4 Bantuan Dana Untuk Kawasan Rumah Adat 2015 ........................ 44
Gambar 4.5 Poster Festival Tumpeng Sewu 2015............................................. 45
Gambar 4.6 Gaya Berpakaian Masyarakat Kemiren Pada Saat Acara
Menumbuk Kopi ......................................................................... 47
Gambar 5.1 Ziarah ke makam Buyut Cili ......................................................... 53
Gambar 5.2 Arak – Arakan Barong Ider Bumi ................................................. 55
Gambar 5.3 Menu Ritual Slametan Desa .......................................................... 59
Gambar 5.4 Kalender Banyuwangi Festival 2015 ............................................. 65
Gambar 5.5 Oncor atau Obor dalam pelaksanaan Festival Tumpeng Sewu
2015 ............................................................................................. 65

xiv
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan 1996 ............ 26


Tabel 4.2 Tata Guna Tanah di Desa Kemiren 1995-1996 ................................. 29
Tabel 4.3 Data Kunjungan Wisatawan Ke Desa Kemiren ................................. 33

xv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Matrik Penelitian ........................................................................ 78


Lampiran 2. Pedoman Penelusuran Sumber Sejarah. ...................................... 79
Lampiran 3. Daftar Informan. ........................................................................ 80
Lampiran 4. Daftar Pertanyaan Wawancara Informan. .................................. 81
Lampiran 5. Hasil Wawancara. ...................................................................... 84
Lampiran 6. Surat Ijin Penelitian .................................................................... 102
Lampiran 7. Peta Lokasi Penelitian ................................................................ 107
Lampiran 8. Dokumentasi Pengambilan Data ................................................. 108
Lampiran 9. Arsip SK Penetapan Desa Wisata Adat Kemiren 1996 ............... 112
Lampiran 10. Alat Kebersihan Organisasi Karang Taruna 1996 ..................... 113
Lampiran 11. Komodifikasi Ritual Bersih Desa Slametan Desa Menjadi
Festival Tumpeng Sewu 2015 .................................................... 115
Lampiran 12. Unit Usaha Kolaborasi LAO, Karang Taruna, dan Pokdarwis ... 117
Lampiran 13. Produk Unggulan Usaha Cafe Jaran Goyang ........................... 119
Lampiran 14. Peta Homestay Desa Kemiren .................................................. 121

xvi
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Permasalahan


Bangsa Indonesia memiliki bermacam – macam kelompok etnik dan
lazimnya disebut dengan suku bangsa. Suku bangsa tersebut tersebar di seluruh
wilayah Nusantara dalam ragam kesatuan kehidupan sosial budaya. Masing-
masing kesatuan sosial, baik mu1ai yang kecil, besar, baik yang sederhana
maupun kompleks dan canggih, mengembangkan sistem budaya, sistem sosial
serta sistem teknologi yang beranekaragam dalam rangka menyesuaikan diri
dengan lingkungannya secara aktif (Tobing, N. L. dkk. 1993: 3). Berbagai suku
bangsa mengembangkan kondisi lingkungan budayanya masing – masing yang
memiliki ciri khas serta menempati suatu wilayah tertentu. Setiap suku bangsa
mempunyai pola atau lingkungan sosial budayanya sendiri – sendiri yang
mencerminkan sifat keberagaman dan menjadi salah satu implementasi semboyan
Negara Indonesia yakni Bhinneka Tunggal Ika, yaitu beragam namun tetap dalam
satu kesatuan bangsa Indonesia.
Kabupaten Banyuwangi merupakan salah satu kabupaten yang berada di
provinsi Jawa Timur, dihuni berbagai kelompok etnik atau suku bangsa. Suku
bangsa tersebut diantaranya, yakni suku Jawa, suku Madura, dan suku asli
Banyuwangi yaitu suku Using atau biasa dikenal dengan Lare Osing (Laros) atau
Wong Using. Suku Jawa menempati urutan pertama dengan perkiraan 60% dari
total populasi yang ada di 24 total kecamatan yang tersebar di seluruh wilayah
Banyuwangi, suku Using 20%, suku Madura 12%, dan 1% lainnya (Wayang,
Ahmad, dkk. 2018: 63-64). Meskipun suku Using merupakan etnik khas
Banyuwangi, namun masyarakat Using bukanlah penduduk mayoritas di 24 total
kecamatan yang tersebar di seluruh Banyuwangi. Masyarakat Using banyak
mendiami di daerah kecamatan Glagah, Desa Kemiren. Di lihat dari sisi
keagamaan, masyarakat Banyuwangi terdiri atas Islam dengan pemeluk sebesar
1.386.633 jiwa (95,33%), Hindu sebanyak 35.958 jiwa (2,47%), Protestan
sebanyak 16.503 jiwa (1,13%), Katolik sebanyak 9.016 jiwa (0,62%) dan pemeluk
2

agama Budha termasuk Khong Hu Chu sebanyak 6.471 jiwa (0,44%)


(Anoegrajekti, 2016: 106). Seluruh penduduk di Desa Kemiren merupakan
masyarakat suku Using dan mayoritas beragama Islam. Sehingga dalam
melaksanakan ritual selalu berkaitan dengan ajaran agama Islam. Syariat dalam
agama Islam kerapkali bergandengan dengan keunikan tradisi masyarakat
Kemiren. Keunikan tradisi masyarakat Kemiren dilihat dari ritual bersih desa,
sebagai reaksi atas wabah penyakit pada zaman dahulu yang sedang musim
paceklik (banyak orang sakit) sehingga Buyut masyarakat Kemiren yaitu Buyut
Cili mempercayai untuk mengadakan Selametan Desa bersama dengan urun
sedekah makanan yang dikumpulkan menjadi satu. Ritual bersih desa
dilaksanakan sebagai rasa syukur dan sebagai tolak bala. Sedangkan dalam Islam
juga dianjurkan bahwasannya bersedekah dapat mencegah datangnya bencana atas
ijin Allah SWT. Dengan begitu masyarakat Kemiren masih mempertahankan
tradisi – tradisi dan adat istiadat yang berpengaruh terhadap kehidupan sosial dan
budayanya.
Kehidupan sosial dan budaya masyarakat Kemiren sebelum tahun 1996
bersifat tertutup. Kegiatan sehari hari kental dengan prinsip gotong royong dan
diselimuti kekuatan kekerabatan yang tinggi. Hal ini menjadi penyebab
masyarakat Kemiren bersifat tertutup dengan masyarakat luar. Kehidupan
masyarakat Kemiren menjadi berubah, terbuka seiring ditetapkannya Desa
Kemiren sebagai Desa Wisata pada tanggal 11 Juli 1996 oleh Bupati Turyono
Purnomo Sidik (Fitriana, 2021: 73). Penetapan desa Kemiren menjadi desa wisata
mendapat respon pro kontra dari masyarakat. Respon positif muncul dari kalangan
muda yang ingin desanya maju. Sementara kelompok tua ingin mempertahankan
adat istiadat dan tradisinya tidak terpengaruh dengan budaya asing. Tokoh adat
Kemiren yaitu Suhaimi dan Setyo Herfendi meminta agar adat istiadat seperti
ritual adat buyut cili, upacara ider bumi, selametan bersih desa tetap dilestarikan.
Masyarakat Kemiren menyikapi penetapan desa wisata ikut serta dalam
pengembangan desa wisata. Tradisi – tradisi dan budaya yang ditampilkan
ditangani oleh orang Kemiren sehingga tidak mengahapus makna ritual yang
disajikan kepada wisatawan. Penetapan desa wisata mendorong masyarakat untuk
3

berpartisipasi, mengembangkan, dan beradaptasi dengan kehadiran pariwisata,


sehingga membawa dampak terjadinya perubahan sosial dan budaya.
Menurut Abdulah, et al (2011: 217) perubahan sosial dan budaya adalah
gejala berubahnya unsur - unsur budaya dan struktur sosial yang ada pada
masyarakat. Unsur budaya universal terdiri dari bahasa, sistem mata pencaharian,
sistem pengetahuan, sistem sosial, sistem teknologi, sistem kepercayaan, dan
sistem kesenian (Koentjaraningrat, 2002: 54). Kemudian struktur sosial yang
dapat mengalami perubahan misalnya lembaga - lembaga sosial, lembaga
keagamaan, dan norma – norma atau aturan. Masyarakat Kemiren yang ada pada
masa kini juga merupakan hasil perkembangan masa lampau. Dalam kurun waktu
yang lama dan secara bertahap, tidak menutup kemungkinan terjadinya perubahan
- perubahan respon serta pemahaman masyarakat Kemiren terhadap lingkungan
efektifnya.
Sebagai Desa Wisata Adat di kecamatan Glagah kabupaten Banyuwangi,
masyarakat Kemiren memiliki ciri khas serta keunikan tersendiri dari masyarakat
lainnya. Ciri khas desa Kemiren diantaranya terlihat pada struktur sosial dan
budaya masyarakatnya. Ciri khas yang pertama, arus pariwisata memberikan
dampak pada perubahan struktur sosial, organisasi sosial bekerjasama dengan
masyarakat untuk mengelola pengembangan desa wisata. Organisasi sosialnya
terlibat dalam kegiatan pariwisata seperti pendataan wisatawan, ikut serta
membangun infrastruktur dan kegiatan promosi wisata. Ciri khas yang kedua,
masyarakat Kemiren memiliki budaya yang unik, salah satunya budaya ritual
bersih desa. Kehadiran pariwisata membuat budaya tersebut mengalami
pengemasan dan dikomodifikasi menjadi festival Tumpeng Sewu sehingga lebih
mudah diterima oleh wisatawan. Kegiatan pariwisata tersebut secara evolutif
merubah struktur sosial masyarakat Kemiren.
Menurut Soerjono Soekanto, (2017: 194) struktur sosial merupakan suatu
jaringan daripada unsur-unsur sosial yang pokok dalam masyarakat mencakup
organisasi sosial, stratifikasi sosial, kelompok sosial, kekuasaan dan wewenang,
norma-norma dan kebudayaan. Masyarakat akan membentuk suatu organisasi
sosial dan kelompok sosial untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
4

Organisasi sosial masyarakat Desa Kemiren pada tahun 1996 meliputi


Karang Taruna, Panti Keterampilan Kewanitaan (PKK), dan Kelompok tani.
Karang Taruna pada tahun 1996 hampir tidak ada perannya, walaupun badan
pengurusnya ada. Faktor yang mencolok yakni para remaja sibuk ikut serta dalam
membantu orang tua ke sawah dari pagi hingga sore hari. Kemudian dalam
organisasi PKK mempunyai kelemahan yaitu kurangnya motivator sebagai
penggerak jalannya organisasi, keadaan organisasi PKK di desa Kemiren tahun
1996 sama halnya dengan Karang Taruna, tidak aktif dan tidak berjalan. Pengurus
PKK umumnya dihuni oleh istri-istri para pejabat desa setempat, ternyata
pengurusnya hanya sebatas berpendidikan sekolah dasar (SD). Kemampuan
berorganisasi yang rendah menyebabkan organisasi PKK dan Karang Taruna
tidak berjalan sesuai yang diharapkan. organisasi Kelompok Tani yang hanya
berjalan dengan baik walaupun teknologi yang diperkenalkan dalam penyuluhan
kepada masyarakat masih tergolong tradisional, seperti pupuk, cara menyingkal
atau membajak, serta bibit yang unggul. Organisasi non formal di bidang ekonomi
yaitu Arisan atau kelompok arisan ditujukan guna menunjang kehidupan ekonomi
masyarakat Desa Kemiren itu sendiri.
Dalam perkembangannya, perubahan organisasi sosial terlihat pada
berfungsinya organisasi tersebut dengan baik. Hal ini ditandai dengan aktifnya
peran Karang Taruna di Desa Kemiren tahun 2010 dalam keikutsertaan
menyelenggarakan event pertama di Wisata Osing (WO), kemudian sebagian dari
anggota Karang Taruna yang mempunyai bakat seni dan kecintaan terhadap
budaya, khususnya budaya Kemiren, maka tahun 2014 membentuk sebuah
kelompok yang diberi nama Pokdarwis yaitu Kelompok Sadar Wisata. Salah satu
tujuannya adalah mempromosikan budaya masyarakat Kemiren kepada
masyarakat luar sehingga menjadi objek pariwisata. Penetapan desa Kemiren
menjadi desa wisata memunculkan status dan fungsi baru yang dikhususkan untuk
pengembangan desa.
Perubahan juga terjadi pada budaya masyarakat di Desa Kemiren sejak
ditetapkannya menjadi Desa Wisata. Sebagai ciri khas sebagai kelompok etnik
yang terdapat di Banyuwangi, masyarakat Kemiren memiliki berbagai macam
5

bentuk budaya. Salah satu budaya yang unik di desa Kemiren yaitu, Tradisi
Tumpeng sewu yang diadakan setiap tahun. Tradisi Tumpeng sewu merupakan
salah satu ritual adat dengan penyajian hidangan makanan yaitu tumpeng sebagai
simbol tradisi yang dijalankan. Menurut Anderson (2005, dalam Indiarti 2015)
makanan adalah aspek penting dari eksistensi manusia, karenanya makanan
berperan penting sebagai elemen dari sebuah ritual, upacara, dan kegiatan
keagamaan. Selain itu, terdapat makna makna tertentu didalamnya tidak hanya
sebagai sumber tenaga saja, melainkan mengandung makna filosofis disetiap
bagiannya maupun proses pembuatannya.
Ritual adat bersih desa di Kemiren diadakan dengan melakukan selametan.
Tumpeng sewu berasal dari kegiatan Selametan Desa yang mempercayai bahwa
kegiatan tersebut dilaksanakan sebagai ritual bersih desa agar selalu dalam
lindungan-Nya dan sebagai rasa syukur terhadap Tuhan atas melimpahnya hasil
panen. Dalam pekembangannya, sejak tahun 2015, Tumpeng Sewu secara resmi
masuk dalam agenda tahunan Banyuwangi Festival sehingga tumpeng sewu yang
berawal dari selametan bersih desa bertransformasi menjadi Festival Tumpeng
Sewu. Ritual adat tersebut dikemas menjadi paket wisata yang awalnya bersifat
sakral beralih ke arah profan secara evolutif.
Berdasarkan uraian di atas, penulis memiliki ketertarikan untuk melakukan
penelitian tentang perubahan kehidupan sosial dan budaya, khususnya pada
masyarakat Kemiren pada 1996 – 2015. Alasan pertama, Awalnya implementasi
dari organisasi tahun 1996 tidak produktif meskipun lengkap dengan adanya
badan pengurus dari organisasi tersebut menjadi persoalan utama dalam struktur
sosial masyarakat Kemiren. Dengan ditetapkannya desa Kemiren sebagai desa
wisata memunculkan status dan fungsi baru yang dikhususkan untuk
pengembangan desa. Peran serta implementasi dari organisasi tersebut berubah
secara evolutif menarik untuk diteliti.
Alasan kedua, masyarakat Kemiren berhadapan dengan kompleksnya
pesoalan arus pariwisata yang meningkat sehingga berpengaruh terhadap
munculnya kelompok sosial yaitu Pokdarwis, salah satu tujuannya adalah
mempromosikan budaya masyarakat Kemiren kepada masyarakat luar sehingga
6

menjadi objek pariwisata menarik untuk dibahas terkait kelompok sosial yang ada
pada masyarakat di Desa Kemiren.
Alasan ketiga, Tradisi Tumpeng Sewu dibahas oleh penulis karena
diantara event festival budaya lain di Banyuwangi, keunikannya sebagai salah
satu budaya dan tradisi masyarakat Kemiren berisi kegiatan selametan dengan
menonjolkan kuliner ritual berupa tumpeng Pecel pithik. Tumpeng Pecel Pithik
yang biasanya disajikan hanya sebagai ritual khusus kini dalam Festival disajikan
sebagai komoditas dan alat promosi kebudayaan menarik untuk diteliti lebih
lanjut. Berdasarkan alasan yang telah diuraikan, penulis dapat menjadikan
ketertarikan-ketertarikan tersebut menjadi sebuah penelitian yang akan dituangkan
dalam karya ilmiah.
Urgensi dari penelitian ini adalah sebagai pengetahuan bagaimana strategi
masyarakat di Desa Kemiren dalam menghadapi perubahan tersebut serta aspek-
aspek yang dapat dijadikan sebagai media pembelajaran materi Perubahan sosial
kelas XII SMA/MA. Berdasarkan uraian yang telah dijabarkan di atas, maka
peneliti ingin mengetahui serta mendeskripsikan tentang perubahan struktur sosial
yang meliputi organisasi sosial, kelompok sosial, norma-norma dan kehidupan
budaya yang terfokus pada ritual selametan bersih desa yang bertansformasi
menjadi tradisi tumpeng sewu dengan penelitian berjudul “Perubahan Sosial Dan
Budaya Masyarakat Kemiren 1996 - 2015”.

1.2 Penegasan Judul


Penelitian ini membahas tentang “Perubahan Sosial dan Budaya
Masyarakat Kemiren 1996 – 2015”. Untuk menghindari terjadinya kesalahan
dalam menginterpretasikan kata serta istilah yang terdapat pada judul ini, penulis
memberikan batasan – batasan penelitian. Selain itu diperuntukkan bagi pembaca
agar tidak terjadi kesalah fahaman dalam mengartikan maksud penelitian yang
dilakukan.
Pengertian Perubahan menurut Soekanto (2017:257) adalah Setiap
masyarakat manusia pasti mengalami perubahan – perubahan dalam hidupnya,
yang dapat berpengaruh secara terbatas maupun berpengaruh luas, ada juga
7

perubahan yang dilakukan secara lambat maupun dilakukan dengan cepat.


Sedangkan definisi lain, Perubahan merupakan sesuatu yang tumbuh berkembang
dan tidak dapat dicegah dalam kehidupan manusia. Setiap masyarakat pasti akan
mengalami suatu perubahan dalam kehidupannya (Nursafitri, 2020: 181).
Berdasarkan dua pengertian perubahan menurut ahli tersebut, dapat
dipahami bahwa makna dari “perubahan” adalah suatu proses dari masa lampau
yang berkembang hingga masa sekarang dan berorientasi kedepan yang
mempunyai pengaruh dan terjadi secara lambat maupun dilakukan dengan cepat,
dalam konteks penelitian ini maka perubahan yang dimaksud akan berkaitan erat
dengan berkembang dan berubahnya sosial dan budaya masyarakat Kemiren
dalam kurun 1996 – 2015 yang terjadi secara evolutif dengan faktor – faktor yang
mempengaruhinya seperti ditetapkan desa Kemiren sebagai desa wisata adat,
masuknya teknologi modern, serta masuknya pariwisata.
Menurut Supardan (2011 dalam Prasetyo, 2018: 8) Sosial adalah
masyarakat sebagai objek kajian ilmu – ilmu sosial. Sehingga sosial merupakan
seluruh kajian yang menempatkan masyarakat sebagai objek utama kajiannya.
Sedangkan budaya merupakan bentuk jamak dari kata budi dan daya yang
memliki arti cinta, karsa, dan rasa. Kata budaya sebenarnya berasal dari bahasa
Sanskerta, budhayah, yaitu bentuk jamak dari kata buddhi yang mempunyai arti
akal atau budi dan dapat dikaitkan dengan akal serta budi manusia (Elly, 2017:
27). Menurut Mumtazinur (2019: 20) budaya adalah erat kaitannya dengan
kemampuan manusia dalam mengolah alam seperti mengelola sumber – sumber
kehidupan seperti halnya mengolah pertanian.
Menurut Abdulah, et al (2011: 217) perubahan sosial dan budaya adalah
gejala berubahnya unsur – unsur budaya dan struktur sosial yang ada pada
masyarakat. Struktur sosial yang dapat mengalami perubahan missalnya lembaga-
lembaga sosial, lembaga keagamaan, dan lainnya. Kemudian unsur budaya
universal terdiri dari bahasa, sistem mata pencaharian, sistem pengetahuan, sistem
sosial, sistem teknologi, sistem kepercayaan, dan sistem kesenian
(Koentjaraningrat, 2002: 54). Penelitian ini fokus membahas struktur sosial yang
meliputi organisasi sosial, kelompok sosial, norma-norma. Sedangkan budayanya
8

terfokus pada ritual selametan bersih desa yang mengalami perubahan menjadi
tradisi tumpeng sewu, hal tersebut akan dideskripsikan pada penelitian ini.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka pengertian judul “Perubahan Sosial
dan Budaya Masyarakat Kemiren 1996 - 2015” adalah berubahnya kehidupan
sosial dan budaya masyarakat Kemiren yang meliputi struktur sosial dan tradisi
tumpeng sewu yang berkembang secara evolutif pada tahun 1996 hingga 2015.

1.3 Ruang Lingkup Penelitian


Penyusunan ruang lingkup penelitian ditujukan agar penelitian yang
dilaksanakan lebih fokus pada permasalahan yang ingin dikaji dan untuk
mengurangi terjadinya pembahasan yang diluar konteks. Ruang lingkup penelitian
ini meliputi aspek waktu (temporal), tempat (spasial), dan materi.
Ruang lingkup waktu (temporal) penelitian ini dimulai dari tahun 1996
hingga tahun 2015, karena pada 11 Juli tahun 1996 Desa Kemiren ditetapkan
menjadi Desa Wisata yang membawa perubahan terhadap masyarakat Kemiren
menjadi terbuka terhadap masyarakat luar. Pada tahun 2010 hingga 2015
masuknya arus pariwisata membuat pola pikir masyarakat Kemiren semakin maju
dan membuat perubahan dalam struktur sosial yang meliputi organisasi sosial,
kelompok sosial, norma – norma dan budayanya yang fokus pada ritual selametan
bersih desa. Tumpeng Sewu diangkat menjadi Festival pada 2015 karena
keunikannya dalam menyajikan tumpeng berjumlah seribu. Sejak 2015, Tumpeng
Sewu secara resmi masuk dalam agenda tahunan Banyuwangi Festival sehingga
tumpeng sewu yang berawal dari slametan desa bertransformasi menjadi Festival
Tumpeng Sewu. Hal ini menjadi alasan penulis menetapkan tahun 2015 menjadi
batas akhir penelitian. Peneliti akan bersikap fleksibel dalam aspek lingkup waktu,
sesuatu hal yang masih memiliki keterkaitan erat dengan perubahan sosial dan
budaya dapat menjadi perhatian penelitian agar dapat menguraikan permasalahan
dari runtutan waktu yang jelas.
Ruang lingkup tempat (spasial) yang dikaji dalam penelitian ini adalah
Desa Kemiren Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi. Seluruh perubahan
9

dan perkembangan yang dilakukan masyarakat tentu saja berkaitan erat dengan
kondisi sosial dan budaya masyarakat di Desa Kemiren.
Aspek materi penelitian ini fokus pada perubahan struktur sosial meliputi
organisasi sosial yaitu Karang Taruna dan Lembaga Adat Osing, kelompok sosial
yaitu Kelompok Homestay dan Kelompok Sadar Wisata, norma-norma
masyarakat Kemiren, dan kehidupan budaya pada tradisi Tumpeng Sewu yang
bersifat sakral berubah ke arah profan. Tradisi Tumpeng Sewu berawal dari ritual
adat bersih desa yang bertransformasi secara evolutif.

1.4 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan maka rumusan masalah
yang dirancang yaitu:
1. Bagaimanakah perubahan struktur sosial masyarakat Kemiren tahun 1996 -
2015?
2. Bagaimanakah perubahan kehidupan budaya masyarakat di Desa Kemiren
tahun 1996 - 2015?

1.5 Tujuan Penelitian


1. Untuk menganalisis perubahan struktur sosial masyarakat Kemiren tahun 1996
- 2015
2. Untuk menganalisis perubahan kehidupan budaya masyarakat di Desa
Kemiren tahun 1996 - 2015

1.6 Manfaat Penelitian


Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka manfaat penelitian ini yaitu:
1. Bagi dosen dan pengajar, penelitian ini diharapkan bisa menambah referensi
terkait perubahan sosial dan budaya
2. Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini diharapkan bisa menambah referensi
serta masukan terkait tempat Desa Wisata Kemiren maupun pola kehidupan
sosial dan budaya masyarakat Kemiren
10

3. Bagi masyarakat dan pemerintah kabupaten Banyuwangi, penelitian ini


diharapkan bisa menjadi tambahan pengetahuan dalam memelihara tradisi-
tradisi Suku Using dan menambah eksistensi budaya masyarakat Kemiren
yang memiliki nilai – nilai tersendiri yang wajib dipertahankan dalam arus
modernisasi maupun tingkat pariwisata yang tinggi.
4. Penelitian ini juga dapat bermanfaat sebagai rujukan dan sumbangan
pengetahuan berdasarkan teori dan bidang ilmu yang digunakan.
11

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan pustaka merupakan tinjauan dari hasil penelitian terdahulu yang


pernah dilakukan yang berguna untuk membantu penulisan sejarah yang diteliti.
Dalam tinajauan pustaka ini peneliti mengambil beberaa jurnal dan skripsi yang
memiliki keterkaitan dengan penelitian yang akan peneliti lakukan. Pustaka yang
berkaitan dengan penelitian perlu ditinjau dan dianalisis hubungannya dengan
tema penelitian untuk membantu melengkapi hasil penelitian. Hal tersebut berupa
penelitian terdahulu terkait tema penelitian yang dapat dijadikan dasar dalam
penelitian yang akan dilakukan. Tinjauan pustaka dalam penelitian ini dilakukan
dengan menguraikan hasil telaah teori dan hasil penelitian terdahulu yang relevan
dengan penelitian penulis tentang “Perubahan Sosial dan Budaya Masyarakat
Kemiren 1996-2015”. Telaah teori dan hasil penelitian dari penelitian terdahulu
dimaksudkan untuk meletakkan kedudukan dan posisi penelitian yang dilakukan.
Tinjauan pustaka bisa berupa sumber buku, jurnal ilmiah, dan skripsi terdahulu.

2.1 Sejarah Penelitian dan Penulisan


Penelitian peneitian terdahulu berupa skripsi dan jurnal yang membahas
mengenai Sosial Budaya Masyarakat di Desa Kemiren. Beberapa penelitian
berikut ini dapat menjadi dasar yang membantu dalam pengumpulan data – data
yang melengkapi judul tema penelitian Perubahan Sosial Budaya Masyarakat di
Desa Kemiren.
Nursafitri (2020) dalam penelitiannya yang berjudul “Perubahan Sosial
Masyarakat Suku Osing Di Desa Kemiren”, membahas mengenai bentuk – bentuk
perubahan sosial yang terjadi di masyarakat Using Kemiren setelah dijadikan
sebagai Desa Wisata Adat Kemiren. Kemudian membahas terkait strategi
masyarakat Using untuk bisa berdaptasi dengan perubahan yang terjadi. Hasil
penelitian tersebut menyebutkan bahwa terjadi perubahan pada masyarakat Using
yaitu berupa pola pemikiran masyarakat Using yang semakin maju dan modern.
Terbentuknya beberapa organisasi – organisasi yang menjadi struktur baru yang
ada di masyarakat, serta jenis pekerjaan yang bergerak di dalam ranah pariwisata.
12

Interaksi yang terjadi antara masyarakat Using Kemiren dengan wisatawan


dikhawatirkan akan memberikan dampak yang signifikan terhadap kehidupan
masyarakat Using di Kemiren. oleh karena itu masyarakat Using mempunyai
strategi tersendiri dalam menghadapi perubahan yang terjadi. Selain itu
masyarakat Using masih mempertahankan budaya lokal mereka seperti,
menjunjung tinggi tradsi – tradisi suku Using dan mengunjungi makam Buyut
Cili.
Berdasarkan tinjauan pustaka yang dilakukan, penelitian oleh Nursafitri
telah memberikan gambaran terkait perubahan sosial masyarakat Kemiren.
Namun, penelitian ini tidaklah memiliki fokus utama pada perubahan sosial dan
budaya masyarakat Kemiren, penelitian memberikan uraian terhadap berbagai
perubahan secara umum pada aspek ekonomi, sosial, budaya, pariwisata.
Sehingga materi perubahan sosial dan budaya dibahas secara garis besar saja.
Selanjutnya, penulis akan melakukan penelitian yang memiliki fokus terhadap
perubahan sosial dan budaya sehingga akan terdapat pengembangan dan
pendalaman materi tentang bagaimana perubahan masyarakat Kemiren dalam
struktur sosial yang meliputi organisasi sosial, dan kelompok sosial. Penulis akan
menyorot sudut pandang berkembang dan berubahnya struktur sosial masyarakat
Kemiren yang dibahas pada penelitian tersebut.
Isnaeni (2016) dalam penelitiannya yang berjudul “Makna Nonverbal
Dalam Tradisi Tumpeng Sewu Di Desa Adat Osing Kemiren Banyuwangi”
membahas mengenai asal usul, rangkaian upacara adat dari tradisi Tumpeng
Sewu, rangkaian Upacara Adat sebelum Tradisi Tumpeng Sewu diantaranya
adalah Mepe Kasur, Arak-arakan Barong Kemiren di siang harinya dan
dilanjutkan acara selametan tumpeng pada malamnya. Selain itu, dibahas tentang
makna nonverbal yang terkandung dalam tradisi Tumpeng Sewu di Desa Adat
Using Kemiren Banyuwangi.
Penelitian ini pada dasarnya terfokus pada uraian kondisi dan berubahnya
budaya ritual bersih desa sebelum dan sesudah dijadikan festival Tumpeng Sewu.
Masyarakat Kemiren dan berusaha tetap mempertahankan budaya asli Desa
Kemiren dengan cara peraturan perundang – undangan, formalisasi dan pelatihan
13

seni tradisional, penggunaan media massa dan publikasi. Pembahasan kondisi


budaya masyarakat Kemiren masa lampau dan proses berubahnya ke arah
komodifikasi budaya dalam penelitian ini dapat menjadi rujukan terhadap
penelitian yang akan dilakukan dengan diterapkannya pengembangan materi
dengan menambahkan pembahasan perihal proses komodifiaksi budaya ritual
bersih desa menjadi festival tradisi Tumpeng Sewu.
Sebagai pelengkap deskripsi yang disajikan terdapat beberapa pustaka
yang dijadikan sebagai data yang diolah menjadi fakta. Tobing (1993) dalam buku
“Pola Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat Using Di Kabupaten Banyuwangi
Propinsi Jawa Timur” menjelaskan mengenai nilai – nilai budaya yang dimiliki
oleh Desa Kemiren. Sumber buku ini menjelaskan mengenai sistem kemasyarakat
Kemiren dan sistem organisasi sebelum dijadikan sebagai Desa Wisata.
Organisasi sosial formal yaitu organisasi yang berada di dalam masyarakat atas
dasar perintah dari pemerintah daerah. Tujuan organisasi tersebut mengoordinasi
dan menampung aspirasi – aspirasi masyarakat sesuai dengan bidangnya masing –
masing. Organisasi tersebut juga menampung pesan dari pemerintah daerah yang
kemudian lebih mudah diteruskan kepada warga masyarakat. Kelemahan dari
organisasi – organisasi tersebut adalah kurang aktif karena faktor kesibukan
masing – masing masyarakatnya dalam menekuni mata pencahariannya. Sumber
buku ini juga menjelaskan mengenai sistem pengetahuan dan teknolgi masyarakat
Kemiren sebelum dijadikan sebagai Desa Wisata. Teknologi dan pengetahuan
berfokus pada sector mata pencaharian yaitu bertani. Kepemilikan lahan pertanian
guna lahan produksi dapat dimiliki dengan dua cara, yakni berasl dari pembelian
dan warisan. Untuk tata pengelolaan sawah juga bersifat tradisional turun
temurun, namun penggunaan pupuk kimia sudah ada di Desa ini. Peralatan yang
digunakan dlam megolah persawahan yaitu, garu atau teter, singkal, arit, dan
cangkul.
Penelitian ini memiliki uraian yang lengkap dalam menjelaskan kondisi
kehidupan sosial dan budaya masyarakat Kemiren menjelang tahun 1996 saja,
yang di dalamnya dibahas terkait empat unsur utama sosial budaya yaitu mata
pencaharian, lembaga sosial, sistem kepercayaan, ilmu pengetahuan dan
14

teknologi. Sorotan penelitian ini adalah menjabarkan kondisi lembaga sosial


menjelang tahun 1996, akan tetapi tidak menguraikan perubahan – perubahannya.
Sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan penulis hanya akan terfokus pada
Struktur Sosial. Kemudian, pada penelitian yang akan dilakukan selanjutnya,
penulis akan memberikan pengembangan penjabaran tentang kondisi sosial dan
budaya masyarakat Kemiren tersebut beserta perkembangan dan perubahannya.
Penulis juga akan memberikan perluasan dalam aspek ruang lingkup waktu
menjadi tahun 1996 hingga 2015.
Wijayanti (2017) dalam bukunya yang berjudul “Kemiren: Potret Budaya
Adat Osing”. Buku ini membahas mengenai potret pelestarian sistem kepercayaan
dan budaya adat Kemiren melalui pelaksanaan tradisi Tumpeng Sewu desa
kemiren. Tradisi masyarakat Kemiren mirip kesenian suku Tengger dan susku
Bali karena memiliki unsur msitik serta unik. Namun dalam perkembangannya
unsur mistik dan tertutup bergeser ke arah pertunjukan khalayak umum.
Buku ini menjadi rujukan pelengkap atas penelitian perubahan sosial dan
budaya masyarakat Kemiren di Banyuwangi. Penulis dalam buku tersebut
terfokus membahas pelestarian budaya masyarakat Kemiren melalui pelaksanaan
upacara adat, selametan bersih desa, selametan petani di sawah, disinggung pula
terkait adanya dinamika terhadap pelaksanaan masing – masing kepercayaan
tersebut. Namun, tidak dijelaskan secara detail terkait scope temporal awal mula
perubahan yang terjadi. Pembahasan dalam penelitian ini dapat menjadi rujukan
terhadap penelitian yang akan dilakukan dengan diterapkannya pengembangan
materi dengan menambahkan pembahasan perihal budaya yang di dalamnya
terdapat pergeseran unsur mistik dan tertutup ke arah pertunjukan khalayak
umum.
Sumber buku selanjutnya Peserta KKN UM (2017) yang berjudul
“Inventarisasi Kebudayaan, Kesenian, dan Kuliner Desa Kemiren”, buku ini
fokus kajian didalamnya terbagi menjadi empat penjabaran, yaitu kondisi secara
umum Desa Kemiren, Kesenian, Budaya, dan Kuliner Desa Kemiren. Bagian dari
buku ini yang berkaitan dengan tema penelitian yaitu pembahasan mengenai
keadaan umum desa Kemiren dan unsur budayanya. Secara umum menjelaskan
15

apa alasan utama Desa Kemiren bisa ditetapkan sebagai Desa Wisata Adat pada
tahun 1996 yang kemudian menjadi tonggak awal adanya perubahan kehidupan
sosial dan budaya. Dalam perkembangannya banyak wisatawan yang berkunjung,
menimbulkan interaksi sosial antara masyarakat Kemiren dengan wisatawan
meningkat yang kemudian munculnya lembaga sosial sebagai suatu jembatan
interaksi. Melalui tinjauan tersebut, penulis menemukan bahwa isi dari penelitian
ini memiliki fokus yang cukup dominan terhadap dinamika budaya masyarakat
Kemiren didalamnya terbagi menjadi empat penjabaran, yaitu kondisi secara
umum Desa Kemiren, Kesenian, Budaya, dan Kuliner Desa Kemiren. Selanjutnya,
penulis memfokuskan diri untuk membahas perihal perubahan sosial dan budaya,
yang menjadi sorotan dalam penelitian tersebut adalah sejarah tradisi Tumpeng
Sewu. Penulis juga akan mengembangkan pembahasan struktur sosial masyarakat
Kemiren.
Alfianto (2016) dalam penelitiannya yang berjudul “Praktik Sosial
Karang Taruna Mekarsari Dalam Pemberdayaan Masyarakat Di Desa Wisata
Osing”. Penelitian ini membahas bagaimana praktik sosial pemberdayaan
masyarakat yang dilakukan oleh karang taruna di Desa Kemiren. Bagian dari
penelitian ini yang berkaitan dengan tema penelitian yaitu pembahasan mengenai
peran organisasi sosial Karang Taruna yang ada di Desa Kemiren. Kemudian
penelitian ini menjelaskan praktik-praktik sosial yang dilakukan oleh karang
taruna berbeda-beda, karena terdapat dua kategori praktik sosial, yaitu pertama
praktik sosial pemberdayaan masyarakat berbasis ekonomi mandiri dan kedua
praktik sosial pemberdayaan masyarakat sebagai upaya penguatan kebudayaan
masyarakat Kemiren. Berdasarkan tinjauan tersebut, penulis akan
mengembangkan sub pembahasan struktur sosial masyarakat Kemiren yang
meliputi organisasi Karang Taruna.
Berdasarkan tinjauan pustaka di atas, dapat dipahami bahwa telah terdapat
penelitian-penelitian terdahulu yang membahas mengenai sosial dan budaya
masyarakat Kemiren. Namun, mayoritas penelitian terdahulu tidak memberikan
perhatian yang besar pada perubahannya secara terperinci. Melihat penelitian-
penelitian terdahulu yang masih belum memberi perhatian besar terhadap
16

perubahan sosial dan budaya masyarakat Kemiren, maka posisi penelitian ini
adalah sebagai pengembangan dari penelitian-penelitian terdahulu dengan
mengkaji lebih mendalam terkait perubahan sosial dan budaya masyarakat
Kemiren dengan fokus kajian pada struktur sosial dan tradisi Tumpeng Sewu
selama tahun 1996 hingga 2015.

2.2 Kerangka Konseptual


Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Antropologi budaya
merupakan cabang dari antropologi yang menyelidiki kebudayaan. Pada
umumnya ada terdapat berbagai kebudayaan, pada bangsa di muka bumi ini, yang
menyelidiki bagaimana manusia mampu berkebudayaan dan mengembangkan
kebudayaannya sepanjang zaman. Antropologi yang meneliti soal asal usul atau
terjadi evolusi makhluk sosial. Menurut Siregar (2000:4 dalam Prasetyo, 2018:
17) Antropologi budaya baru bisa muncul, ketika orang mulai mempertanyakan
kebudayaannya sendiri. Antropologi budaya adalah ilmu yang mempelajari
tingkah laku manusia, baik tingkah laku antar individu atau kelompok (Van, J.B.
1987: 21).
Pendekatan Antropolgi budaya yaang dilakukan pada masyarakat Kemiren
ini berfungsi untuk menganalisis dan mengetahui nilai – nilai yang terkandung
pada sosial dan budaya masyarakat di Desa Kemiren, menjelaskan bagaimana
mengenai praktik-praktik sosial seperti organisasi sosial, kelompok sosial, norma-
norma yang ada pada masyarakat Kemiren, memahami budaya di Desa
Kemiren.tahun 1996 – 2015.
Teori yang digunakan untuk membantu menjelaskan fakta bahwa
masyarakat Kemiren mengalami perubahan dalam kehidupan sosial budaya yaitu
teori evolusi Herbert Spencer. Teori evolusi yang dikemukakan oleh Herbert
Spencer menyatakan bahwa peralihan masyarakat melalui serangkaian tahap yang
berawal dari tahap kelompok suku yang homogen dan sederhana ketahap
masyarakat modern yang kompleks. Perubahan – perubahan tersebut dipengaruhi
oleh pemikiran – pmikiran manusia yang senantiasa bergerak maju (Tabah, Silvia,
tanpa tahun: 79). Evolusi secara umum diartikan sebagai perubahan – perubahan
17

secara lambat dalam segala aspek demi memperoleh perbaikan kearah yang lebih
baik. Titik terpenting yang menjadi tolak ukur kemajuan dari masyarakat yaitu
tahap lepas landas (Soepeno, 2017:147).
Relevansi teori Evolusi Herbert Spencer dengan penelitian ini yaitu
membantu menunjukkan bahwa terdapat perubahan masyarakat secara bertahap
dan lambat di Desa Kemiren dari yang masyarakatnya merupakan bagian dari
masyarakat tradisional, mulai ke arah masyarakat modern ditandai dengan
munculnya perubahan struktur sosial dan budaya masyarakatnya yang bersifat
sakral berubah ke arah profan. Hal ini sesuai dengan pandangan Herbert Spencer
bahwasannya perubahan itu dapat dilihat dari cara mereka hidup, keyakinan yang
dianut, dan cara perkembangan sistem pemerintahan pada tiap tahapnya.
18

BAB 3. METODE PENELITIAN

Metode penlitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode


historis atau metode sejarah. Metode penelitian sejarah adalah sebuah kegiatan
mengkaji secara mendalam mengenai peristiwa-peristiwa dan
peninggalanpeninggalan terdahulu (Gottschalk, 1975: 32). Terdapat 4 metode
dalam penelitian sejarah yaitu Heuristik, Kritik, Interpretasi, dan Historiografi.

3.1 Heuristik
Heuristik merupakan kegiatan mencari sumber-sumber untuk
mendapatkan data-data, materi sejarah, atau evidensi sejarah (Sjamsuddin, 2019:
55). Tahapan ini peneliti mengumpulkan data sebanyak banyaknya seperti data
dokumen, hasil pengamatan, dan wawancara menggunakan sejarah lisan. Data
data tersebut digunakan dalam proses penulisan sejarah sebagai hasil penelitian.
Heuristik, tahapan pengumpulan sumber sejarah terkait tema dan topik yang
diteliti.
Sumber Primer yang digunakan sebagai bahan atau data penelitian ini
yaitu Arsip SK Bupati Kepala Daerah Tingkat II Banyuwangi Nomor 401 Tahun
1996 dijadikan sumber primer karena sebagai bukti konkrit adanya penetapan
desa Kemiren sebagai Desa wisata adat yang menjadi tonggak awal dari
perubahan masyarakat Kemiren, dan sumber lisan berupa wawancara yang
berkaitan dengan kajian materi struktur sosial dan tradisi Tumpeng Sewu yaitu
Suhaimi selaku ketua Lembaga Adat Desa Kemiren, A.A. Tahrim selaku tokoh
masyarakat Desa Kemiren dan Kepala Desa periode 2008 - 2012, M. Arifin selaku
Kepala Desa Kemiren 2019 - 2024, Sae Pandji selaku Tokoh masyarakat dan
anggota lembaga adat Desa Kemiren, Sukar selaku Ketua Kelompok Tani, Mas
Tuki selaku pengurus Karang Taruna 2008 - 2015, Suwandi selaku ketua Karang
Taruna 1996, Moh. Efendy selaku Pengurus Pokdarwis, data data dari Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan maupun Pemerintah Kabupaten Banyuwangi.
Data berupa dokumen dan pustaka sebagai sumber sekunder yang
melengkapi data wawancara diantaranya adalah (1) Inventarisasi Kebudayaan,
19

Kesenian, dan Kuliner Desa Kemiren karya peserta KKN UM; (2) Makna
Nonverbal Dalam Tradisi Tumpeng Sewu Di Desa Adat Osing Kemiren
Banyuwangi karya Isnaeni; (3) Kemiren Potret Budaya Adat Osing karya
Wijayanti; (4) Kemiren 2 Menguak Potret Pelaku Budaya Adat Osing karya
Wijayanti; (5) Kemiren 3 Pelestarian Budaya Di Luar Nalar karya Wijayanti; (6)
Kemiren 4 Pelestarian Budaya Melalui Akuntansi Berkebudayaan karya
Wijayanti; (7) Benang Merah Peradaban Blambangan karya Suhalik; (8) Praktik
Sosial Karang Taruna Mekarsari Dalam Pemberdayaan Masyarakat Di Desa
Wisata Osing karya Alfianto. Sumber sumber tersebut dapat digunakan sebagai
rujukan penelitian yang dilakukan. Namun, sumber tersebut akan terus bertambah
seiring dengan kegiatan pengumpulan referensi lain yang relevan sebagi rujukan
penelitian.
Seluruh sumber yang telah diperoleh tersebut diperoleh melalui berbagai
cara seperti halnya dari koleksi perpustakaan, toko buku, dikumpulkan secara
daring, dan cara-cara lainnya. Hasil heuristik di atas terbilang bersifat sementara,
seiring berjalannya waktu penulis akan terus berusaha mengumpulkan sumber
yang relevan dengan penelitian agar mampu menjelaskan penelitian secara
mendalam.

3. 2 Kritik Sumber
Setelah melakukan tahapan heuristik yang merupakan pengumpulan data,
maka tahap selanjutnya yaitu kritik sumber. Peneliti melakukan kegiatan dalam
kritik sumber yaitu mengadakan kritik terhadap sumber primer maupun sumber
sekunder. Kegiatan kritik dilakukan dengan cara menilai, menguji, menyeleksi
sumber apakah sesuai benar benar asli dan relevan dengan subyek yang disusun.
Kritik sumber sejarah dibagi menjadi dua macam yaitu kritik ekstern dan intern.
Kritik ekstern digunakan untuk menguji keaslian sumber, menurut Kuntowijoyo
(2005: 101) baik dokumen tertulis, artefak, sumber lisan, dan sumber kuantitaif
harus dibuktikan keasliannya. Perlu adanya verifikasi kapan dan di mana sumber
tersebut dibuat, disini sumber yang diperoleh adalah sumber buku mengenai
20

sosial budaya masyarakat Kemiren yang merupakan sumber resmi yang dapat
dipertanggungjawabkan keasliaannya.
Setelah melakukan kritik ekstern yaitu dilanjutkan dengan kritik intern
untuk menilai kelayakan dan kredibilitas sumber yang dikumpulkan. Kegiatan
kritik intern diperlukan untuk mengetahui apakah sumber yang didapat mampu
dipercaya atau tidak. Tujuan dari pengujian ini untuk memverifikasi antar sumber
yang diperoleh melalui studi pustaka berupa dokumentasi dan studi lapang berupa
wawancara maupun observasi.
Kritik ekstern terhadap sumber sumber yang digunakan oleh peneliti
sebagai berikut: (1) Inventarisasi Kebudayaan, Kesenian, dan Kuliner Desa
Kemiren yang ditulis peserta KKN UM (2017) merupakan penelitian yang
dilakukan di Desa Kemiren pada tahun dibuat. Sumber ini layak digunakan karena
tahun terbit dan tempat relevan dengan judul yang peneliti teliti; (2) Makna
Nonverbal Dalam Tradisi Tumpeng Sewu Di Desa Adat Osing Kemiren
Banyuwangi karya Isnaeni (2016) sumber ini dapat digunakan sebagai sumber
yang relevan karena tahun terbit dan tempat relevan dengan judul yang peneliti
teliti; (3) Kemiren Potret Budaya Adat Osing karya Wijayanti (2017). Sumber ini
relevan digunakan untuk menggali bagaimana awal mula kehidupan sosial budaya
masyarakat Kemiren. Masyarakat Kemiren sebagai pelaku budaya dan sekaligus
pelestari budaya tersebut memaksimalkan tetap memegang teguh tradisi tradisi
leluhur namun mengalami pengemasan ke dalam paket wisata dan Banyuwangi
festival. Berikutnya yaitu kegiatan kritik internal yaitu menguji kelayakan dan
kredibilitas sumber: (1) sumber yang berjudul Inventarisasi Kebudayaan,
Kesenian, dan Kuliner Desa Kemiren yang ditulis peserta KKN UM (2017)
kredibel digunakan karena di dalamnya memuat foto foto penelitian secara
langsung yang dapat digunakan sebagai acuan bagaimana berlangsungnya acara
adat Kemiren yang menmbulkan berkerumunnya wisatawan dan saling interaksi
dengan masyarakat Kemiren; (2) sumber yang berjudul Makna Nonverbal Dalam
Tradisi Tumpeng Sewu Di Desa Adat Osing Kemiren Banyuwangi karya Isnaeni
(2016) merupakan penelitian kredibel karena peneliti melakukan penelitian
langsung di Desa Kemiren dan didukung dengan data data yang vaild; (3) sumber
21

yang berjudul Kemiren Potret Budaya Adat Osing karya Wijayanti (2017).
Sumber ini kredibel dan dapat digunakan untuk menggali bagaimana awal mula
kehidupan sosial dan budaya masyarakat Kemiren. Wijayanti menggunakan data
data yang valid dan melakukan observasi serta wawancara salah satunya kepada
pelaku budaya Using Kemiren yakni Samsul dan Bu Temuk sang maestro
Gandrung. Berdasarkan kritik sumber diatas, sumber sumber tersebut layak
digunakan untuk membantu menggali fakta sejarah bagaimana perubahan sosial
dan budaya masyarakat Kemiren 1996 - 2015.

3.3 Interpretasi
Setelah melakukan uji keotentikan sumber data hingga memeproleh fakta
sejarah dalam tahapan heuristik, maka dilakukan kegiatan interpretasi. Kegiatan
interpretasi data yaitu kegiatan menyimpulkan kesaksian yang dapat dipercaya
dengan membandingkan sumber satu dengan lainnya. Setalah itu disusun secara
kronologis. Proses penyeleksian sumber sumber yang telah dilakukan melalui
tahapan kritik sumber selanjutnya dipilih sumber berisi fakta manakah yang
relevan dan tidak relevan. Kemudian hal tersbut dutafsirkan sesuai dengan tafsir
peneliti sesuai dengan fakta yang telah diseleksi sebelumnya. Peneliti tidak serta
merta semaunya sendiri dalam menginterpretasi namun harus mencamtumkan
sumber data yang diperoleh. Interpretasi dilakukan dengan menghubungkan
makna atau tafsirannya dari hasil kegiatan dokumentasi, observasi, dan
wawancara selanjutnya membandingkan masing masing. Informasi yang dianggap
terbukti kebenarannya sajalah yang dapat dikisahkan dalam suatu cerita sejarah
pada tahap historiografi.

3.4 Historiografi
Tahap akhir dalam penelitian ini yakni kegiatn penyusunan ksaksian atau
summber dapatUdipercaya itu mejadi kisah atau penyajiian yang bermaknaa
sebagai hasil penelitian. Berdasarkan susunan interpretasi data tersebut, kemudian
dirangkai ke dalam bentuk deskriptif analisis. Historiografi adalah kegiatan
rekontruksi yang imajinatif berdasarkan data yang diperoleh dengan menempuh
22

proses metode sejarah. Tahap yang terakhir dalam metode sejarah adalah
historiografi. Historiografi merupakan cara untuk merekonstruksi suau kesaksian
atau kisah masa lampau berdasarkan sumber yang diperoleh. Historiografi dalam
ilmu sejarah merupakan titik puncak seluruh kegiatan penelitian sejarawan. Dalam
metodolohi sejarah, historiografi merupakan bagian terakhir. Bisa dibilang bagian
ini merupakan letak tuntutan terberat bagi sejarawan untuk membuktikan
legitimasi dirinya, sekaligus sebagai bentuk disiplin ilmiah Sundoro (Sundoro,
2013: 30).
Historiografi, yaitu sebuah kegiatan untuk menyajikan hasil kedalam
bentuk tulisan yang dikomunikasikan kepada pembaca, pada tahapan ini hal yang
perlu diperhatikan adalah penyampaian secara jelas, lugas, dan mengedepankan
kebenaran ilmiah. Historiografi yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah
berkenaan dengan Perubahan Sosial dan Budaya Masyarakat Kemiren 1996 -
2015, penulisan sejarah dilakukan berdasarkan fakta-fakta yang dihimpun dan
diubah menjadi sebuah kisah yang harmonis, kronologis, dan logis.
Kerangka dari penelitian terdiri dari 6 bab. Bab 1. Pendahuluan adalah
bagian pendahuluan yang didalamnya membahas latar belakang masalah, ruang
lingkup penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat pebelitian.
Bab 2. Tinjauan Pustaka berisi tinjauan terhadap berbagai pustaka yang relevan
dengan penelitian, yakni penelitian-penelitian terdahulu yang memiliki keterkaitan
dengan Perubahan sosial dan budaya masyarakat Kemiren 1996 - 2015, selain itu
terdapat pula pendekatan dan teori yang dianggap sesuai dengan keberlangsungan
penelitian. Bab 3. Metode Penelitian, membahas mengenai metode penelitian
sejarah yang dilaksanakan, yakni heuristik, kritik, dan historiografi, metode
tersebut merupakan yang umumnya digunakan dalam penelitian dan penulisan
sejarah.
Hasil penelitian dijabarkan pada bab 4, 5, dan 6. Pada bab 4 pembahasan
didalamnya mencakup kondisi struktur sosial masyarakat Kemiren 1996 - 2015.
peneliti memaparkan hasil penelitian terkait struktur sosial masyarakat di Desa
Kemiren yang di dalamnya berisi organisasi sosial, kelompok sosial, dan norma -
23

norma pada masyarakat. Fokus kajiannya yaitu mengkaji perkembangan dan


perubahan struktur sosial yang terjadi secara evolutif sejak tahun 1996 - 2015.
Pada bab 5, peneliti akan menjelaskan perihal perubahan kehidupan
budaya masyarakat Desa Kemiren tahun 1996 - 2015. Penulis fokus mengkaji
ritual adat bersih desa slametan desa yang berubah menjadi tradisi Tumpeng Sewu
yang meliputi Awal mula ritual adat bersih desa, kemudian komodifikasi ritual
adat bersih desa menjadi Tradisi Tumpeng Sewu. Pengkajian dilanjutkan dengan
menulis perubahan serta perkembangan yang terjadi. Pengaruh dari komodifikasi
ritual adat bersih desa menjadi Tradisi Tumpeng Sewu juga menjadi perhatian
pembahasan pada bab 5. Penelitian diakhiri dengan Bab 6, berisi mengenai dua
sub pembahasan yaitu simpulan dan saran. Simpulan berisi mengenai kesimpulan
dari jawaban yang ada pada rumusan masalah yang telah di jabarkan. Saran berisi
mengenai usulan yang di berikan kepada peneliti setelah melakukan penelitian ini.
BAB 4. PERUBAHAN STRUKTUR SOSIAL MASYARAKAT KEMIREN
TAHUN 1996 – 2015

Masalah struktur sosial pada masyarakat Kemiren tahun 1996 – 2015


begitu kompleks, tidak aktifnya organisasi, kelompok sosial, dan memudarnya
norma – norma. Kecilnya kegiatan dan peranannya karena kurangnya motivator,
rendahnya kemampuan, dan kesadaran berorganisasi. Upaya masyarakat Kemiren
beserta pemerintah desa menjadikan tatanan struktur sosial yang lebih produktif
dan memiliki fokus mencapai tujuan dari organisasi maupun kelompok sosial
yang ada, sehingga dapat memberikan perubahan yang lebih baik untuk
kesejahteraan masyarakatnya. Bagaimana keberadaan, peran, dan perubahan dari
organisasi sosial yaitu Karang Taruna dan Lembaga Adat Osing (LAO),
kelompok sosial yaitu Kelompok Jasa Penginapan dan Pokdarwis, norma - norma
pada masyarakat Kemiren tersebut akan dibahas pada bab ini.

4.1 Organisasi Sosial Masyarakat Kemiren


Organisasi sosial adalah suatu wadah pergaulan yang disusun secara jelas
antara petugas dan tugasnya berhubungan dengan usaha mencapai tujuan tertentu,
yang umumnya berhubungan dengan aspek keamanan anggota organisasi tersebut
(Dirdjosisworo dalam Satari, 2006: 4). Tujuan berorganisasi yang utama yaitu
dapat mencapai tujuan-tujuan yang diharapkan serta menambah kemampuan
dalam mengerjakan suatu pekerjaan. Dengan begitu melalui organisasi manusia
dapat melaksanakan aneka macam tugas atau pekerjaan secara lebih efisien
dibandingkan dengan situasi dengan apabila manusia tersebut bekerja sendiri
tanpa adanya bantuan orang lain.
Organisasi sosial di desa Kemiren tahun 1996 di dalam masyarakat
didasari oleh adanya instruksi dari pemerintah daerah maupun berasal dari
masyarakat yang diperuntukkan sebagai kepentingan masyarakat dalam
kehidupan sehari hari. Organisasi sosial yang ada pada tahun 1996 diantaranya
Karang Taruna, PKK, Lembaga Adat Osing (LAO), Panti Keterampilan
Kewanitaan, Lembaga Keagamaan yaitu Sapto Darmo dan Purwo Ayu Mardi
25

Utomo (PAMU). Dengan begitu organisasi yang menjadi fokus kajian sub bab
meliputi Karang Taruna, kemudian Lembaga Adat Osing (LAO), karena dominan
terlibat dalam mengembangkan desa wisata Kemiren. Kedua organisasi tersebut
mempunyai peran masing – masing dalam mengembangkan desa wisata, peran
beserta perubahan yang terjadi menjadi fokus pembahasan.

4.1.1 Organisasi Karang Taruna


Organisasi karang taruna sudah menyebar di sebagian besar desa maupun
kelurahan di wilayah Indonesia sejak tahun 1970. Kondisi karang taruna di suatu
desa berbeda dengan desa lainnya, begitu juga keberadaan karang taruna di desa
Kemiren. Keberadaan karang taruna di awal tahun 1996 sebagai wadah berkumpul
para pemuda di desa Kemiren. Para pemuda tersebut diantaranya Suwandi,
Suroso, Dillah, Misdin, Yusronik, Apung dan lainnya (wawancara dengan Mas
Tuki, 15 Agustus 2022). Keenam pemuda tersebut yang lebih dominan berkumpul
bertempat di aula kantor desa Kemiren pada hari minggu.
Kegiatan berkumpul dilakukan secara nonformal, tidak ada jadwal khusus
berkumpul yang ditentukan sehingga hari minggu malam menjadi opsi utama.
Kegiatan yang dilakukan Suwandi di aula kantor desa beserta pemuda lainnya
adalah membahas seputar kebersihan lingkungan sekitar, Suwandi mengusulkan
sampah – sampah di sepanjang jalan Dusun Krajan hingga Dusun Kedaleman
harus dibersihkan, namun seringkali topik pembicaraan melebar ke kegiatan
sehari hari yang bersifat random (wawancara dengan Suwandi, 15 September
2022). Dengan begitu perkumpulan beserta diskusi yang dilaksanakan berjalan
nonformal, hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa persoalan.
Persoalan pertama yang dihadapi adalah struktur organisasi karang taruna
belum terbentuk, karena kurangnya motivator penggerak di dalam organisasi
Karang Taruna desa Kemiren. Motivator adalah seseorang yang menimbulkan
semangat atau dorongan untuk berorganisasi atau bekerja (Tobing, 1993: 66).
Akibatnya karang taruna belum memiliki struktur organisasi seperti ketua, wakil
ketua, sekretaris, bendahara dan lainnya. Sutris selaku Kepala Desa 1996
menganggap bahwa hal tersebut bukan suatu permasalahan, hal ini ditandai
26

dengan berkumpulnya para pemuda desa Kemiren dinilai cukup menjadi


kelengkapan dari suatu pemerintahan desa yang baik untuk formalitas semata.
Para pemuda yang ikut serta dalam berkumpul sudah dianggap menjadi pengurus
karang taruna tanpa ada struktur yang tertulis.
Wawasan berorganisasi yang tergolong rendah turut menjadi persoalan.
Para pemuda yang ikutserta dalam perkumpulan organisasi memiliki latar
belakang berpendidikan tamat sekolah dasar dan sebagian putus sekolah saat di
jenjang sekolah dasar. Para pemuda yang dimaksud adalah Suwandi tamat SD,
Suroso tamat SD, Dillah tidak tamat SD (berhenti pada kelas 5), Misdin tamat SD,
Yusronik tamat SD, Apung tidak tamat SD (berhenti pada kelas 3) (wawancara
dengan Suwandi, 15 September 2022). Komposisi masyarakat Kemiren menurut
tingkat pendidikan pada awal tahun 1996 akan disajikan di bawah ini.

Tabel 4.1 Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan 1996

Tingkat Pendidikan Jiwa %


Belum Sekolah 432 17,7
Tidak Tamat SD 354 14,5
Tamat SD 1022 41,8
Tamat SMTP 166 6,8
Tamat SMTA 53 2,2
Buta Huruf 415 17,0
Jumlah 2445 100,0
Sumber: Profil Desa Kemiren

Berdasarkan data tersebut menunjukkan bahwa pendidikan formal


masyarakat Desa Kemiren masih tergolong rendah. Presentase tertinggi tingkat
pendidikan masyarakat Kemiren tamat di sekolah dasar. Tingkat pendidikan yang
rendah berpengaruh terhadap pola pikir masyarakat juga termasuk para pemuda
desa Kemiren. Akibatnya para pemuda karang taruna pada tahun 1996
menjalankan proker seadanya berbekal pengetahuan bersifat dasar yang
didiskusikan secara nonformal.
27

Karang Taruna desa Kemiren memiliki program kerja. Program diusulkan


ke Sutris selaku Kepala Desa 1996, kemudian program tersebut disetujui dengan
mengadakan pengumuman pada saat dilaksanakan sholat Jum’at di Masjid.
Program yang pertama yaitu menciptakan lingkungan yang bersih dan asri,
kegiatannya berupa penataan lingkungan yang dilaksanakan dengan kerja bakti
bersama masyarakat. Waktu pelaksanaan terbagi menjadi dua, yang pertama hari
Jum’at di wilayah masjid Kemiren yang terletak di Dusun Kedaleman, Desa
Kemiren. Waktu pelaksanaan kedua pada hari Minggu di sepanjang jalan
permukiman masyarakat Kemiren yang terletak di Dusun Krajan dan Dusun
Kedaleman, Desa Kemiren.
Kegiatan kerja bakti di lingkungan Dusun Krajan dikoordinasi oleh Abdul
karim sebagai ketua RT bersama Suwandi, Suroso, Dillah, Yusronik serta warga
dusun Krajan. Alat yang digunakan yakni cangkul, arit, karung, korek api, sapu.
Semuanya mempunyai peran masing – masing, Suwandi berkumpul dengan
Suroso, Dillah, Yusronik bersama pemuda lainnya di dusun Krajan. Yusronik
mencangkul di got untuk membersihkan sampah, Dillah mencangkul di pinggir
jalan yang dipenuhi rumput liar (wawancara dengan Suwandi, 15 September
2022). Kegiatan rabas atau memotong rumput dilakukan oleh Suwandi bersama
Suroso yang mengumpulkan hasil potongan rumput dan sampah, kemudian
dikumpulkan ke dalam satu blok penampungan yang pada akhirnya dibakar secara
bersama – sama.
Kegiatan kerja bakti juga dilaksanakan di dusun Kedaleman desa Kemiren,
yang dikoordinasi oleh Misto, Jamhari, dan Mislan. Pengurus karang taruna yang
terlibat yakni Misdin dan Apung karena keduanya bertempat tinggal di dusun
Kedaleman. Kegiatan yang dilakukan hampir sama dengan kerja bakti di
lingkungan dusun Krajan. Perbedaannya adalah Apung dan Misdin ikut serta
memperbaiki saluran irigasi di pinggir jalan yang menuju area persawahan.
Kegiatan tersebut dilaksanakan pada hari minggu pukul 06:00 WIB secara gotong
royong hingga selesai (wawancara dengan Suwandi, 15 September 2022).
Kegiatan dilakukan tanpa adanya paksaan, tidak ada sanksi maupun denda jika
28

berhalangan ikut serta kerja bakti. Dengan begitu kegiatan kerja bakti
direalisasikan dengan kesadaran diri masing – masing.
Dalam perkembangannya pada Juli 1996, organisasi Karang Taruna Desa
Kemiren mendapat perhatian dari Sutris selaku Kepala Desa. Karena dinilai bisa
menjadi wadah berkumpulnya para pemuda. Di sisi lain, Desa Kemiren ditetapkan
menjadi desa wisata pada 11 Juli 1996 oleh Bupati Turyono Purnomo Sidik
melalui SK no. 401 tahun 1996. Sebagai desa wisata di kabupaten Banyuwangi,
pemerintah berupaya melibatkan masyarakat mulai dari segi perencanaan,
pembangunan, dan pengelolaan (Alfianto, 2016: 4). Karang Taruna dan tokoh
masyarakat menjadi terlibat untuk merealisasikan. Hal tersebut menjadi tonggak
awal perubahan organisasi sosial Karang Taruna di desa Kemiren. Karang Taruna
memiliki nama tersendiri yaitu Karang Taruna Mekar Sari, diketuai oleh Suwandi
yang memiliki latar belakang lulusan Sekolah Dasar (wawancara dengan Mas
Tuki, 15 Agustus 2022). Istilah Mekar mempunyai makna menuju karya
sedangkan Sari mempunyai makna sehat, aman, religius dan intelektual.
Penambahan nama yang melekat pada organisasi tersebut disepakati secara
bersama sama.
Perubahan nama pada organisasi Karang Taruna diharapkan dapat
menjalankan tugas untuk merealisasikan program kerja yang telah dicanangkan.
Namun organisasi tersebut tetap tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan.
Adanya pembangunan desa setelah penetapan Desa Wisata dilakukan oleh
masyarakat di luar organisasi. Kegiatan sehari hari pemuda desa Kemiren
ikutserta membantu orang tua pergi ke sawah dalam menekuni mata pencaharian
(Tobing, 1993:64-65). Letak geografis desa Kemiren yaitu di sebalah timur
berbatasan langsung dengan kelurahan Banjarsari, kemudian sebalah barat
berbatasan dengan desa Taman Suruh, di sebelah selatan berbatasan dengan desa
Olehsari, dan di sebelah utara berbatasan dengan desa Jambesari yang merupakan
wilayah dari kecamatan giri. Luas wilayah desa Kemiren keseluruhan yaitu
177,052 km2. (Tobing, 1993:9). Masyarakat di desa ini memanfaatkan hampir
sebagain besar dari wilayah tersebut (Lihat tabel 4.2) untuk area persawahan.
29

Tabel 4.2 Tata Guna Tanah di Desa Kemiren 1995-1996

Jenis Penggunaan Tanah Ha %


Perumahan dan pekarangan 8,000 4,5
Persawahan 105,000 59,3
Kebun campuran 59,047 53,3
Lain – Lain 0,005 2,9
Jumlah 177,052 100,00
Sumber: Profil Desa Kemiren

Berdasarkan data tersebut menunjukkan bahwa tanah di desa Kemiren saat


itu banyak dimanfatkan guna dijadikan lahan pertanian basah (persawahan)
(Fitriana, 2021: 31). Pertanian menjadi mata pencaharian utama masyarakat
Kemiren sehingga berdampak pada kegiatan sehari – hari para pemudanya.
Kegiatan sehari hari Suwandi dengan teman – temannya ikutserta membantu
orang tuanya ke sawah dalam mencukupi kebutuhan ekonomi, kecuali Apung dan
Yusronik bekerja buruh gebros atau memanen padi yang sudah siap untuk
dipanen.
Program menciptakan lingkungan desa Kemiren yang bersih dan asri tetap
terlaksana ditahun tahun seterusnya. Kegiatan organisasi karang taruna tidak ada
perubahan yang signifikan dari tahun 1996 hingga 2007 dipengaruhi oleh dua
faktor. Faktor pertama adalah faktor internal yang para pemudanya memiliki latar
belakang wawasan sekolah dasar sehingga pola pikirnya bersifat umum, belum
adanya struktur oragnisasi yang membuat tidak ada aktor penggerak di dalam
organisasi, dan persoalan para pemuda yang kegiatannya terfokus pada mata
pencaharian. Faktor yang kedua adalah Sutrisno selaku kepala desa tahun 1996
lengser pada awal 1999 digantikan oleh Bambang Sugiarto. Krisis moneter tahun
1999 berpengaruh kepada kebijakan Bambang Sugiarto yang terfokus pada
pengendalian ekonomi masyarakat Kemiren, ditandai dengan melakukan
pengendalian harga pupuk untuk para petani di Kemiren. Hal ini mengakibatkan
kepala desa tidak memberikan perhatian terhadap organisasi. Akibatnya
30

organisasi karang taruna mekar sari mengalami vakum sejak akhir 1998 hingga
2007 tidak ada perubahan kegiatan yang dominan di dalam organisasi selain
melakukan program kerja bakti bersama.
Pada awal tahun 2008, organisasi tersebut mulai muncul kembali dan
memperbaiki tatanan struktur yang baru. Tatanan kepengurusan sudah dibentuk
diantaranya, Ariman sebagai ketua, Mas Tuki sebagai wakil ketua, Jainal sebagai
sekretaris dan Muarip sebagai bendahara. Selain itu, 17 pemuda sebagai anggota
organisasi tersebut diantaranya, Sulaeman, Kolidi, Mursid, Ahmad, Saifulloh,
Munip, Zakariyya, Rosyid, Bambang, Munir, Irpan, Jarimi, Sukir, Gofar, Syafi’i,
Buang, dan Mujib. Jumlah secara keseluruhan terdapat 21 pemuda organisasi
karang taruna mekar sari pada tahun 2008 (wawancara dengan Mas Tuki, 15
Agustus 2022). Perubahan struktur kepengurusan di dalam organisasi karang
taruna mulai mendapatkan titik terang serta menjadikan tatanan organisasi yang
jelas dan teratur.
Perubahan kepengurusan yang baru mempunyai pengaruh terhadap
program kerja dan kegiatan di dalamnya. Organisasi tersebut memiliki fokus pada
praktik sosial pemberdayaan masyarakat sebagai cara untuk melestarikan
kebudayaan masyarakat Kemiren. Dalam seminggu sekali diadakan pertemuan
atau diskusi dan diakhiri dengan iuran bersama untuk keperluan kas organisasi.
Setiap nominal iuran yang dilaksanakan bersifat bebas (wawancara dengan M.
Arifin, 19 Mei 2022).
Organisasi karang taruna melakukan diskusi terbuka dengan tokoh
masyarakat yaitu Suhaimi, Tahrim, Sae Panji dan pemerintah desa terkait
pelestarian budaya masyarakat Kemiren yang turun temurun, yaitu kegiatan
menjemur kasur secara bersama sama sejak pagi hingga sore hari. Kegiatan
tersebut dikenal dengan sebutan Tradisi Mepe Kasur (Wawancara dengan
A.Tahrim, 22 Mei 2022). Tradisi ini pada mulanya ditujukan agar lebih
meningkatkan kebersihan lingkungan dan kesehatan masyarakat Kemiren
(Inventarisasi Desa Kemiren, 2017: 49).
Peran dari Karang Taruna Mekar Sari adalah menyiapkan dan
mengumpulkan data satu persatu kesediaan kasur dari masyarakat Kemiren
31

seluruhnya. Awalnya terdapat penolakan karena sebagian masyarakat lebih


mementingkan pekerjaan daripada mengikuti kegiatan tersebut. Karang Taruna
Mekar sari ikut turun tangan dengan memberikan upah berupa uang dengan
kisaran Rp. 5.000,00 – 10.000,00; pada sebagian masyarakat yang menolak,
dengan tujuan agar tetap mengikuti kegiatan tradisi Mepe Kasur. Adanya bantuan
pemuda karang taruna disambut positif oleh masyarakat Kemiren. Ariman selaku
ketua karang taruna melakukan koordinasi guna menyatukan waktu pelaksanaan
tradisi Mepe Kasur tersebut bersama tokoh masyarakat yaitu Suhaimi, Tahrim,
Sae Panji. Hasil diskusi diambil keputusan bahwasannya Tradisi mepe kasur di
kemiren dilakukan setiap awal bulan Dzulhijah. Sejak 2008 tradisi Mepe Kasur
dilaksanakan satu kali setiap tahunnya. Tahun berikutnya yaitu 2009, organisasi
karang taruna memiliki fokus ikut serta dalam penyelenggaraan tradisi Mepe
kasur. Dengan begitu organisasi karang taruna mekar sari telah berpartisipasi
dengan melakukan praktik sosial pemberdayaan sebagai penguatan kebudayaan
masyarakat Kemiren.
Arus pariwisata memasuki babak baru pada tahun 2010 di desa Kemiren,
budaya - budaya dari masyarakat Kemiren dijadikan objek wisatanya. Objek
wisata menawarkan suasana alam dan budaya yang kental (Permadi, 2019: 11).
Organisasi Karang Taruna Mekar Sari semakin berkembang dan mengalami
perubahan berupa terpecahnya dua praktik sosial besar, yang semula hanya
terfokus pada pemberdayaan masyarakat dan pelestarian kebudayaan. Dengan
masuknya wisatawan ke desa Kemiren, berubah ke arah pemberdayaan
masyarakat yang berupaya untuk membuka lapangan pekerjaan dan meningkatkan
pendapatan masyarakat (Alfianto, 2016: 5). Desa wisata adat di Desa Kemiren
tentu saja telah memberikan kontribusi bagi masyarakat setempat dan yang
terpenting meningkatkan kualitas hidup dari kemiskinan, sesuai dengan Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri No:
PM.26/UM.001/MKP/2010 yakni meningkatkan keberdayaan dan kemandirian
masyarakat, dan kelompok peduli setempat dalam menanggulangi kemiskinan di
wialayahnya serta meningkatkan modal masyarakat seperti kesadaran kritis,
potensi sosial dan budaya serta kearifan lokal.
32

Seiring dengan pesatnya pariwisata, Badan Usaha Milik Desa (BUMDES)


menaungi Karang Taruna Mekar Sari dalam mewujudkan tujuannya untuk
membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat Kemiren pada tahun 2010.
Kolaborasi yang dijalin antara Organisasi Karang Taruna Mekar Sari dengan
BUMDES bermula dari karang taruna yang membutuhkan dana besar guna
mencapai program kerja yang berkembang yaitu pemberdayaan masyarakat
sebagai pengembangan pariwisata berbasis ekonomi mandiri. BUMDES desa
Kemiren diketuai oleh Meiris Kurniawan menjalin kerjasama dengan ketua
karang taruna mekarsari yaitu Ariman. Kerjasama tersebut mengahsilkan aset desa
yang penting yakni Pesantogan Kemangi.
Pesantogan Kemangi adalah memanfaatkan masakan khas masyarakat
Kemiren, usaha tersebut bertempat di Desa Kemiren. Pesantogan Kemangi
menyediakan aneka kuliner khas seperti, kucur, kopi cemeng, pecel pitik, dan
ayam kesrut sebagai menunya. Pesantogan kemangi menjadi pusat tempat dari
pemuda organisasi tersebut (Inventarisasi Desa Kemiren, 2017: 62). Pesantogan
Kemangi berjalan dari tahun 2010 ke tahun – tahun berikutnya dengan formasi
menyerap tenaga kerja masyarakat Kemiren yang memiliki keahlian masing –
masing. Ariman bersama Mas Tuki lebih dominan mengembangkan racikan kopi
cemeng khas Kemiren, lalu menyuguhkannya kepada wisatawan yang
berkunjung. Anggota karang taruna lainnya turut membantu, dengan begitu
organisasi karang taruna mekarsari mengalami perkembangan pada kegiatannya
yang dilakukan lebih produktif dan bermanfaat (wawancara dengan Mas Tuki, 15
Agustus 2022).
Modal dari pemerintah desa memberikan bantuan pada tahun 2015 berupa
dua buah rumah adat Using untuk mengembangkan usaha. Sejak 20 Oktober
2015, didirikan usaha Artshop dan sablon Kemangi yang beranggotakan 7 orang
pemuda yang terdiri dari 4 laki - laki di bagian Sablon Kemangi dan 3 perempuan
di bagian Artshop Kemangi. Selain itu pemuda karang taruna menjembatani
masyarakat Kemiren membuka pasar kuliner di dekat Kantor Desa yang
menjadikan pusat keramaian wisatawan yang berkunjung. Data kunjungan
33

wisatawan ke Desa Kemiren (lihat tabel 4.3) meningkat berturut turut sejak 2012
hingga 2015.
Tabel 4.3 Data Kunjungan Wisatawan Ke Desa Kemiren

No. Tahun Wisatawan Wisatawan Total


Domestik Mancanegara
1. 2012 4287 26 4313
2. 2013 4312 37 4349
3. 2014 5163 32 5195
4. 2015 5317 39 5356
Sumber: Pokdarwis Kencana Kemiren

Berdasarkan data tersebut menunjukkan bahwa jumlah wisatawan yang


berkunjung ke Desa Kemiren meningkat tiap tahunnya. Hal tersebut tidak lepas
dari peran organisasi Karang Taruna Mekar Sari dalam pengelolaan serta
implementasi dan kerjasama dengan Bumdes dalam pemberdayaan masyarakat
mengalami perubahan yang signifikan. Tatanan struktur kepengurusan yang
teratur turut menjadi pemicu perubahan organisasi karang taruna desa Kemiren.
Masyarakat Kemiren mulai beradaptasi dan berangsur menerima
masuknya arus pariwisata. Dengan begitu Praktik sosial Karang Taruna Mekarsari
Dalam Pemberdayaan Masyarakat Di Desa Kemiren terbagi menjadi dua yaitu
praktik sosial pemberdayaan sebagai penguatan kebudayaan masyarakat Kemiren
dibuktikan dengan peran karang taruna ikut berpartisipasi terhadap berjalannya
Tradisi Mepe Kasur di tiap tahunnya dan praktik sosial pemberdayaan sebagai
pengembangan pariwisata berbasis ekonomi mandiri dengan membuat Pesantogan
Kemangi yang menarik wisatawan berkunjung ke desa Kemiren.

4.1.2 Lembaga Adat Osing (LAO)


Lembaga Adat Osing di desa Kemiren sebelum dibentuk secara resmi oleh
pemerintah desa, namanya adalah sesepuh adat. Sesepuh adat diberi kewenangan
untuk memimpin, menjaga, dan melestarikan tradisi dan kebudayaan masyarakat
34

Kemiren salah satunya adalah ritual adat bersih desa. Peran beserta proses
perubahan dari sesepuh adat menjadi suatu organisasi nonformal yaitu Lembaga
Adat Osing (LAO) akan dijelaskan di bawah ini.
Masyarakat Using di Kemiren disebut sebagai Indigenous people yang
merupakan pewaris Blambangan di bagian ujung timur tanah Jawa. Kehidupan
Orang Using dengan kegiatan agraris menjadikan mereka sebagai masyarakt yang
lekat dengan wasiat nenek moyang terkait dengan hubungan mengenai siklus
hidup hingga ranah sosial berupa kegiatan ritual adat bersih desa erat kaitannya
dengan permohonan kesuburan dan pembersihan desa akan tolak balak (Saputra,
2014). Sesepuh desa adat ada sejak turun temurun sejak 1665 masa Kerajaan
Blambangan, pemimpin dari sesepuh desa diambil dari setiap garis keturunan
Buyut masyarakat Kemiren yaitu Buyut Cili. Suhaimi dan Setyo Herfendi
merupakan keturunan Buyut Cili pada tahun 1996, sehingga keduanya
bertanggung jawab memimpin setiap pelaksanaan ritual yang salah satunya ritual
bersih desa.
Jadwal pelaksanaan ritual adat bersih desa harus berdasarkan ketentuan
sesepuh desa. Karena ijin pelaksanaan dari Setyo Herfendi berdasarkan ritual di
makam petilasan Buyut Cili (lihat gambar 4.1). Pada 1996 ritual adat bersih desa
jatuh pada bulan Syawal berdasarkan instruksi Setyo Herfendi, hal tersebut
menunjukkan bahwasannya salah peran pertama dari sesepuh desa adalah
melestarikan hukum adat dalam menentukan jadwal pelaksanaan ritual adat yang
akan dijalankan bersama masyarakat Kemiren.

Gambar 4.1 Ritual ke makam Buyut Cili (Sumber: Dokumentasi


Pokdarwis)
35

Peran sesepuh desa selanjutnya adalah memimpin proses awal hingga


akhir ritual bersih desa. Kegiatan dilaksanakan di kediaman Suhaimi dengan
dihadiri sebagian dari masyarakat Kemiren. Kediaman Suhaimi terletak di dusun
Krajan, RT 002(Saeman Jurito), RW 002 (Sunarto) Desa Kemiren. Prosesi ritual
bersih desa diawali dengan adanya hidangan ritual seperti tumpeng pecel pithik,
tumpeng srakat, dan sego golong. Masyarakat yang terlibat dalam proses ritual
antara lain, Suhaimi, Setyo Herfendi, Sae pandji, Sukar, Sapari, Sutris, Misji,
Suwandi, dan lainnya (wawancara dengan Suhaimi, 21 Mei 2022). Proses ritual
bersifat sakral yang dipimpin doa oleh Suhaimi, dilanjutkan dengan makan
bersama sama. Keunikan ritual yang dijalankan membuat masyarakat Kemiren
kaya akan tradisi – tradisinya, sehingga menjadi salah satu daya tarik desa
Kemiren ditetapkan menjadi desa wisata .
Penetapan desa wisata pada Juli 1996 mendapat respon kontra oleh
Sesepuh Desa yang ingin mempertahankan adat istiadat dan tradisinya tidak
terpengaruh dengan budaya asing. Tokoh adat Kemiren yaitu Suhaimi dan Setyo
Herfendi meminta agar adat istiadat seperti ritual adat buyut cili dan selametan
bersih desa tetap dilestarikan. Perubahan status desa wisata 1996 tidak
berpengaruh terhadap tradisi yang dijalankan, melainkan fokus pembangunan
infrsatruktur jalan di dusun Krajan hingga dusun Kedaleman Desa Kemiren.
Dengan begitu Pemerintah Banyuwangi tidak melarang adanya pelaksanaan
tradisi yang dipimpin oleh sesepuh desa setelah tahun 1996, tradisi tersebut
berjalan sesuai hukum adat yang berlaku ditahun tahun seterusnya.
Dalam perkembangannya status desa wisata mencapai babak baru di tahun
2014, Dewan Perwakilan Republik Indonesia dan Presiden Indonesia
mengeluarkan perpu nomor 6 tahun 2014 tentang desa. Berdasarkan perpu
tersebut status desa wisata harus mempunyai suatu lembaga adat secara resmi
diakui oleh pemerintah desa Kemiren maupun pemerintah Kabupaten
Banyuwangi. Implikasi adanya peraturan UU tersebut, Pada 27 November 2015
diadakan musyawarah di aula kantor desa Kemiren yang terletak di dusun Krajan.
Musyawarah dihadiri oleh sesepuh desa yaitu Suhaimi, Setyo Herfendi, Ahmad
Abdul Tahrim, Sukar, Sapari, dan lainnya. Musyawarah dipimpin langsung oleh
36

Lilik Yuliati selaku Kepala desa beserta Eko Suwilin Adiyono selaku Sekdes
Kemiren (wawancara dengan Suhaimi, 21 Mei 2022). Topik musyawarah fokus
pada pembentukan Lembaga Adat berdasrkan pertimbangan yang mengacu pada
perpu nomor 6 tahun 2014 tentang desa.
Hasil musyawarah diputuskan Suhaimi sebagai ketua Lembaga Adat
Osing (LAO) atas pemilihan dari masyarakat Kemiren yang hadir. Hasil
musyawarah adat dituangkan dalam keputusan dan disampaikan kepada Kepala
desa, Camat, Bupati, Gubernur, dan Menteri dalam negeri. Dengan pembentukan
Lembaga Adat Osing mendorong masyarakat untuk berpartisipasi,
mengembangkan, dan beradaptasi dengan kehadiran pariwisata.

4.2 Kelompok Sosial Masyarakat Kemiren


Seorang individu dalam masyarakat akan banyak berhubungan dengan
kelompok sosial, baik yang kecil seperti keluarga ataupun kelompok besar seperti
desa, masyarakat, dan bangsa. Kelompok sosial adalah himpunan atau kesatuan-
kesatuan manusia yang hidup bersama karena saling berhubungan di antara
mereka timbal balik dan saling memengaruhi. Kelompok sosial yang ada di desa
Kemiren antara lain Kelompok tani, Kelompok Pembaca dan Pendengar Lontar
Yusuf, Kelompok Lontar Yusuf Milenial (LYM), Kelompok Arisan, Kelompok
Pengajian Nur Hidayah, Kelompok Fatayath Roudhlotul Ulum, Paguyuban Thulik
Kemiren (Pathok), Kelompok Jasa Penginapan (Jasa Homestay), dan Kelompok
Sadar Wisata (Pokdarwis). Dengan begitu kelompok sosial yang menjadi fokus
kajian sub bab ini meliputi Kelompok jasa penginapan dan Pokdarwis, karena
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perubahan sosial masyarakat
Kemiren dalam bentuk mengembangkan desa wisata. peran beserta perubahan
yang terjadi menjadi fokus pembahasan.

4.2.1 Kelompok Jasa Penginapan


Penginapan merupakan akomodasi jenis tempat tinggal dalam perjalanan
dimana setiap individu tinggal jauh dari rumah lebih dari satu hari keperluan
tempat untuk istirahat, berteduh, dan keselamatan (Suyanto, 2013: 178).
37

Keberadaan jasa penginapan di Desa Kemiren merupakan bentuk inisiatif dari


salah satu masyarakat Kemiren yaitu Fikri, yang mempunyai pola pikir berinisiatif
menyediakan jasa penginapan bagi wisatawan yang berkunjung agar lebih lama
dalam berkunjung. Peran beserta proses perubahan dari homestay desa Kemiren
sebagai jasa penginapan akan dijelaskan di bawah ini.
Masyarakat Kemiren mulai terbuka dengan masuknya wisatawan di desa
Kemiren. Arus pariwisata meningkat merupakan bentuk implikasi Pokdarwis
gencar dalam mempromosikan budaya masyarakat Kemiren. Wisatawan tertarik
untuk berkunjung menyaksikan keunikan tradisi yang dipertunjukkan ke khalayak
umum. Fikri salah satu masyarakat Kemiren yang mempunyai ide sehingga
membangun sebuah tempat penginapan bagi wisatawan yang diberi nama
Kedaton Wetan (wawancara dengan M. Efendy, 14 Agustus 2022). Nama
Kedaton Wetan diambil dari istilah lain Kerajaan Blambangan pada masa
Majapahit lama, yaitu Kedaton Wetan Majapahit.
Fasilitas homestay Kedaton Wetan diantaranya Kamar tidur, kamar mandi,
kipas angin, sarapan pagi, televisi (Inventarisasi Desa Kemiren, 2017: 34). Kamar
dengan konsep rumah adat Using yang dindingnya berbahan kayu jati. Kasur yang
digunakan merupakan barang antik yaitu kasur merah hitam yang terbuat dari
kapuk khas masyarakat desa Kemiren. Harga bagi wisatawan mulai dari Rp
150.000,00. Salah satu wisatawan yang pernah menginap yaitu Wahid merupakan
salah satu wisatawan asal Besuki yang tercatat menginap selama 2 malam di
homestay Kedaton Wetan, yang bertepatan adanya rangkaian acara bersih desa
yang hingga 3 hari pada bulan Agustus 2014 (wawancara dengan M. Efendy, 14
Agustus 2022). Hari pertama, kegiatannya berupa ritual ziarah ke makam Buyut
Cili yang dilakukan oleh Setyo Herfendi. Hari kedua tradisi Mepe Kasur yang
boleh disaksikan oleh wisatawan, kemudian puncaknya hari ke 3 yaitu adanya
tradisi Barong Ider Bumi. Jasa penginapan pertama yang ada di desa Kemiren ini
mendapat respon positif oleh pemerintah desa yakni Lilik Yulianti, karena dinilai
dapat menambah daya tarik wisatawan dalam berkunjung. Hal ini berdampak
adanya peningkatan pendapatan yang menunjang kebutuhan ekonomi.
38

Lahirnya Kedaton Wetan memiliki pengaruh yang besar terhadap


masyarakat Kemiren lainnya. Arus pariwisata yang terus meningkat membuat Edy
Saputro selaku ketua pokdarwis menggandeng Fikri selaku pemilik homestay
pertama di Desa Kemiren. Diskusi tertutup dilakukan di kediaman Fikri pada
malam hari di bulan Oktober 2014. Edy mengusulkan bahwasannya masyarakat
Kemiren lainnnya termotivasi ikut membangun tempat penginapan bagi
wisatawan. Dukungan muncul dari Fikri selaku aktor dalam urusan penginapan,
kemudian bersedia untuk membantu masyarakat lainnya. Diskusi nonformal
dilanjutkan besok harinya di kantor desa bersama Lilik Yulianti selaku Kepala
Desa, hasil keputusannya terdapat dukungan penuh berupa dana sebesar Rp
4.000.000,00 untuk menambah fasilitas seperti perbaikan toilet, petunjuk arah
jalan, dan tong sampah (wawancara dengan M. Efendy, 14 Agustus 2022).
Masyarakat Kemiren menyambut dengan positif program tersebut, Edy
Saputro bertugas obervasi ke rumah warga untuk mengecek kelayakan rumahnya
yang ingin dijadikan homestay. Terdapat 55 pendaftar yang tempat tinggalnya
ingin dijadikan homestay. Sedangkan Fikri memberikan sosialisasi bersama Rizal
Harista, dan lainnya kepada warga yang akan terlibat dalam penyedia jasa
penginapan, berupa pengarahan menyambut tamu dengan keramah tamahan,
menjaga kebersihan lingkungan, dan bertanggung jawab atas wisatawan yang
menginap. Terdapat 47 tempat penginapan yang layak dihuni oleh wisatawan
karena ditunjang fasilitas seperti kamar tidur, kamar mandi, dan ruang tamu.
Calon pemilik homestay bergotong royong bersama Pokdarwis memperbaiki
fasilitas penginapan tersebut. Pada awal tahun 2015, homestay di desa Kemiren
berjumlah menjadi 48 unit dan beroperasi dengan baik.
Edy Saputro selaku ketua Pokdarwis menaungi seluruh jasa peenginapan
yang membentuk suatu kelompok penyedia jasa homestay sebanyak 48 orang,
kebijakan harga diputuskan sebesar Rp. 150.000,00 per malam di keseluruhan
homestay di Desa Kemiren (wawancara dengan M. Efendy, 14 Agustus 2022).
Antusiasme masyarakat Kemiren dalam menyambut wisatawan sangat tinggi,
salah satunya Ti’anah yang memiliki jasa penginapan yang terletak di dusun
Krajan mendapatkan tamu yang bermalam dari Surabaya diantaranya yang
39

bernama Sulistyowati, Agus, Ferdian, dan Bella. Kunjungan mereka tidak lepas
adanya tradisi Tumpeng Sewu yang digelar pada tahun 2015. Dengan begitu
akomodasi jasa penginapan memberikan kesejahteraan sosial bagi masyarakat
Kemiren.

4.2.2 Pokdarwis Kencana Kemiren


Arus pariwisata yang memasuki desa Kemiren secara dominan sejak tahun
2010, yang menjadikan budaya masyarakat Kemiren sebagai objek wisatanya.
Namun, banyak masyarakat kurang memanfaatkan lapangan pekerjaan yang
tersedia sejak adanya pengembangan desa wisata tersebut. Tidak adanya fasilitator
dan komunikator terhadap sistem pelaksanaan pengembangan CBT (Community
Based Tourism) pada desa wisata Kemiren yang terdiri atas dimensi sosial dan
budaya. Dengan begitu terbentuk kelompok sosial yang memiliki fokus terhadap
pengembangan desa wisata yaitu Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis).
Kelompok Sadar Wisata atau Pokdarwis merupakan suatu kelompok sosial
yang dibentuk karena adanya perubahan ketentuan mengenai Desa Wisata yang
diturunkan oleh Pemerintah Banyuwangi pada Perda Kabupaten Banyuwangi
tentang fungsi dan tujuan Desa Wisata yang mana pengelolaan desa wisata
dilaksanakan oleh Kelompok Sadar Wisata. Pokdarwis juga dibentuk atas dasar
agar dapat berperan menjadi fasilitator dan komunikator pengembangan desa
wisata (Riannada, 2021: 317). Sebelum adanya Pokdarwis, Desa Wisata Kemiren
dikelola oleh BUMDes dan berkolaborasi dengan para pemuda, khususnya
Karang Taruna Mekar Sari. Namun mengalami persoalan pada pemasaran
destinasi wisata Desa Wisata Kemiren, belum dilakukan secara maksimal karena
pemasaran yang dilakukan dari mulut ke mulut belum berbasis sosial media.
Dalam mewujudkan tujuan pengembangan desa wisata dan mengatasi
persoalan yang ada, maka dibentuklah suatu kelompok sosial yaitu Pokdarwis.
Tahap awal pembentukan kelompok sosial Pokdarwis dilakukan dengan memilih
calon ketua Pokdarwis Kencana dimulai dengan musyawarah yang dihadiri oleh
Lilik Yuliati selaku kepala desa Kemiren, Badan Permusyawaratan Desa (BPD),
Suhaimi selaku ketua adat, RT/RW Desa Kemiren, Abdul Tahrim, Sae Pandji,
40

Sukar selaku tokoh masyarakat serta pemuda Desa Kemiren pada awal tahun 2014
(wawancara dengan M. Efendy, 14 Agustus 2022). Adapun hasil dari musyawarah
menyatakan bahwa yang menjadi ketua Pokdarwis adalah Moh. Edy Saputro
seorang mahasiswa Politeknik Negeri Banyuwangi Program studi Manajemen
Bisnis Pariwisata.
Tahap selanjutnya adalah tahap perumusan dilakukan setelah Ketua
Pokdarwis menetapkan struktur pengurus untuk mengelola desa wisata Kemiren
yaitu wakil, sekretaris, bendahara dan anggota lainnya. Moh. Efendy selaku wakil
ketua, Rini Muryani selaku sekretaris, Hepi Suciati selaku bendahara, Davit
Handrian Dika dan Wahyu NC. selaku Sie Keamanan dan Ketertiban, Dedi Teguh
Slamet dan Ananda Sandra M. selaku Sie Kebersihan dan Keindahan, Zesy Irama,
Kezia Fitriyani, Ahmad Ferdiansyah selaku Sie Daya Tarik Wisata dan Kenangan,
Ade Pramana Putra dan Fathur Rifqi F. selaku Sie Humas dan Pengembangan
SDM, Dikri Wahyu Pramana P. dan Herman Yogi A. selaku Sie Pengembangan
Usaha, Rianto Agus dan Budi Santoso selaku Sie Kesenian dan Budaya, dan
anggota lainnya yaitu Rizal Harista, Ahmad Khoiri, Nanang Hidayat, dan Putri
Ayu Permatasari (wawancara dengan M. Efendy, 14 Agustus 2022).
Tahap perumusan visi, misi, dan program dipimpin oleh Ketua Pokdarwis
Kencana yang menjalin koordinasi dengan penasehat dan pengawas Pokdarwis
melalui musyawarah desa. Perumusan visi dan misi dilakukan bersama dengan
berlandaskan pada Peraturan Daerah Kabupaten Banyuwangi Nomor 1 Tahun
2010 tentang Desa Wisata. Visi Pokdarwis di awal pembentukan adalah
menjadikan wisata Banyuwangi yang mandiri, berkelas Internasional dan
memberikan kesejahteraan bagi masyarakat menggunakan sistem CBT atau
Comunity Based Tourism. Misi Pokdarwis adalah berperan aktif sebagai
penggerak Sapta Pesona, menjadi mitra pemerintah dan masyarakat untuk
memajukan kepariwisataan Banyuwangi, membangun pariwisata berbasis
kearifan lokal, berperan aktif sebagai penggerak ekonomi masyarakat, dan
menjadi percontohan Asosiasi Pokdarwis tingkat nasional (Mabruri, 2020: 7).
Sedangkan program kerja Pokdarwis Kencana Desa Kemiren untuk satu tahun
kedepan diusulkan oleh pengelola Pokdarwis melalui musyawarah desa, yang
41

kemudian mendapat masukan dari penasehat. Program kerja utama Pokdarwis


adalah pemasaran offline dan online produk-produk Desa Kemiren, meningkatkan
SDM pengelola wisata berbasis kuliner dan meningkatkan SDM pengelolaan
homestay.
Sebagai perwujudan program kerja yang telah dicanangkan sejak awal
tahun 2014, pokdarwis gencar mempromosikan budaya - budaya dari masyarakat
Kemiren berupa pembuatan pamflet yang disebarkan secara online di sosial media
(lihat gambar 4.1). Sosial media yang digunakan yakni Instagram melalui akunnya
yang bernama desa_kemiren, Facebook yang bernama Pokdarwis Desa Kemiren,
dan Youtube channelnya desa kemiren. Pempublikasian ini ditujukan agar
menarik masyarakat di luar desa Kemiren dan mengetahui potensi keunikan
kuliner, budaya serta tradisinya.

Gambar 4.2 Pamflet Pemasaran Online Produk Desa Kemiren 2014


(Sumber: Dokumentasi Pokdarwis)

Adanya manajemen pemasaran yang baik yang dilakukan Pokdarwis sejak


tahun 2014, usaha kuliner, Artshop, dan Sablon dapat berjalan dan berkolaborasi
dengan organisasi Karang Taruna Mekarsari. Pemuda Karang Taruna menyerap
tenaga kerja masyarakat Kemiren guna fokus pada masakan dan kuliner,
sedangkan manajemen dan pempublikasian dikelola oleh Pokdarwis Kencana.
Untuk menikmati paket wisata budaya, para pengunjung dikenai biaya sebesar Rp
3.000.000,- per group atau per kelompok dengan kapasitas maksimal 100 orang.
Untuk paket wisata edukasi biaya yang dikeluarkan oleh wisatawan untuk paket
wisata ini yaitu Rp 30.000,- per orang dengan kapasitas 20 sampai 100 orang.
42

Sedangkan paket wisata kuliner wisatawan bisa menikmati makanan khas Desa
Kemiren dengan harga paket wisata sebesar Rp 32.500,- per orang dengan
kapasitas 7 sampai 100 orang. Dengan begitu, wisatawan mendapatkan pelayanan
pendampingan oleh pemandu wisata yaitu Edy Saputro dari Pokdarwis (lihat
gambar 4.2).

Gambar 4.3 Rizal Harista selaku Pemandu wisata bersama wisatawan


2014 (Sumber: Dokumentasi Pokdarwis)

Selain itu, Desa Kemiren memiliki 55 buah akomodasi untuk wisatawan


berupa homestay yang tersebar di Desa Wisata Adat Kemiren dan homestay
tersebut merupakan rumah – rumah adat dari masyarakat setempat yang memang
disewakan bagi para wisatawan yang ingin menginap di desa kemiren (Sagita,
2017: 92). Dimana dalam mengelola unit usaha ini terdapat 55 tempat homestay
yang satu rumahnya terdiri 1 sampai 4 kamar, dengan masing-masing kamar diisi
oleh 2 orang. Adapun rumah warga yang dikelola menjadi homestay dibandrol
dengan harga Rp 140.000,- per orang per hari dengan mendapatkan fasilitas
makan 3 kali sehari dengan menu makanan khas masyarakat Desa Kemiren.
Pemuda – pemuda Pokdarwis berperan melengkapi kekurangan-kekurangan yang
ada, seperti petunjuk arah menuju destinasi wisata yang belum ada, penambahan
tempat sampah yang kurang memadahi di destinasi wisata.
Dalam kurun satu tahun Pokdarwis menjalankan semua program kerjanya
yang dimulai sejak awal hingga akhir tahun 2014. BPD Desa Kemiren selaku
pengawas Pokdarwis Kencana telah melaksanakan rapat atau musyawarah desa
yang diselenggarakan di balai desa Kemiren sebagai bentuk monitoring dan
evaluasi kinerja Pokdarwis dalam satu tahun terakhir dan melakukan koordinasi
terhadap kegiatan yang sedang dijalankan oleh Pokdarwis Kencana. Evaluasi yang
43

dilakukan menyebabkan beberapa perubahan yang terjadi pada Pokdarwis


Kencana Desa Kemiren.
Perubahan dibuktikan dengan adanya penambahan anggota kelompok
sosial Pokdarwis yang tahun sebelumnya berjumlah 20 orang, namun sejak awal
tahun 2015 bertambah 27 orang. Hal tersebut dikarenakan Pokdarwis
membutuhkan sumber daya manusia yang terampil dalam kegiatan pengembangan
pariwisata. Perubahan jumlah anggota secara otomatis merubah pula struktur
kepengurusan Pokdarwis, perubahan tersebut diantaranya, Moh. Edy Saputro
sebagai ketua, Muh. Nanda Alhakim sebagai wakil ketua, Hidayatur Rochman
sebagai sekretaris, Muh. Efendy sebagai bendahara, Sandi Agustianto sebagai Sie
Keamanan dan Ketertiban, Davit Handrian sebagai Sie Kebersihan dan
Keindahan, Rizal Harista sebagai Sie Daya Tarik Wisata dan Kenangan, Ade
Pramana Putra sebagai Sie Humas dan Pengembangan SDM, Herman Yogi
sebagai Sie Pengembangan Usaha, dan anggota lainnya yaitu Ahmad Ferdiansyah,
Dedy Teguh S., Kezia Fitriani, Ahmad Khoiri, Maswiya I, Sherly Putri, Mega
Ayu, Dita K., Yesi P., Tiara Novita, Budi S., Hepi S., Riyanto Agus, Rini
Muryani, Zesy Irama, Ananda S., Putri Ayu, dan Moh Fathur R. Struktur
kepengurusan yang baru pada Januari 2015 menjadikan Pokdarwis menggeser dan
merubah program kerja yang ada di tahun sebelumnya (wawancara dengan M.
Efendy, 14 Agustus 2022).. Program kerja yang dicanangkan yakni
memaksimalkan kawasan Rumah Adat Using di dusun Sukosari Desa Kemiren
dan menjadikan budaya dan tradisi lokal sebagai daya tarik utama pariwista desa
Kemiren.
Pelaksanaan program kerja yang pertama dibantu oleh pemerintah desa
setempat. Bentuk apresiasi yang diberikan Pemerintah Desa Kemiren dalam
mengelola Desa Wisata Kemiren adalah dengan mendukung pemberian bantuan
dana yang dikelola Pokdarwis Kencana. Bantuan tersebut diperoleh dari dana desa
yang diwujudkan berupa bangunan atau barang. Dana tersebut sebesar Rp
50.000.000,- (lihat gambar 4.3) yang digunakan untuk merenovasi bangunan
cagar budaya rumah adat using dikawasan dusun Sukosari, Desa Kemiren. Semua
44

anggta pokdarwis bergotong royong ikut serta merenovasi kawasan rumah adat
tersebut.

Gambar 4.4 Bantuan Dana Untuk Kawasan Rumah Adat 2015 (Sumber:
Dokumentasi Pokdarwis)

Selanjutnya implementasi pelaksanaan program kerja Pokdarwis yang


kedua adalah terlibatnya mengantarkan Festival tumpeng sewu ke dalam
Banyuwangi Festival pada tahun 2015 (lihat gambar 4.4). Ditahun sebelumnya
Pokdarwis berhasil mengangkat budaya kuliner khas Kemiren ke dalam warung
makan yang bernama Pesantogan Kemangi. Kini Pokdarwis berusaha penuh
menjadikan budaya dan tradisi lokal sebagai daya tarik utama pariwista desa
Kemiren. Rangkaian dalam festival tumpeng sewu diantaranya, pagi hingga sore
hari diadakan kegiatan mepe kasur dan barong ider bumi, dilanjutkan acara
selametan tumpeng berjumlah seribu buah pada malam harinya. Ketiga rangkaian
acara tersebut mempunyai makna masing - masing, yaitu Barong Ider Bumi
merupakan kegiatan adat untuk menolak balak, Mepe Kasur ditujukan guna lebih
menjaga kebersihan lingkungan dan Acara Tumpeng Sewu diartikan sebagai acara
tasyakuran atau bersedekah (Riannada, 2021: 321).
45

Gambar 4.5 Poster Festival Tumpeng Sewu 2015 (Sumber: Dokumentasi


Pokdarwis)

Kelompok Pokdarwis memiliki peran sebagai yang mengoordinir


pemesanan tumpeng, dan Kelompok Karang Taruna bertugas sebagai
penyambutan tamu. Namun terjadi persoalan bahwa terdapat warga yang menjual
tumpeng lebih murah yaitu seharga Rp. 200.000, sedangkan yang tertera di
pamphlet atau poster yang telah dikoordinir oleh Pokdarwis dihargai sejumlah Rp.
250.000. Adanya koordinasi dari Pokdarwis dan Karang Taruna membuat acara
berjalan lancar. Koordinasi tersebut menghasilkan keputusan bahwasannya harga
tumpeng harus mengikuti aturan yang tertera di pamphlet (Fitriana, 2021: 65).
Sistematika pemesanan tumpeng yang lebih terkoordinir menghadirkan
keuntungan bagi masyarakat desa kemiren sendiri. Hal tersebut juga menambah
jumlah tumpeng yang disajikan serta menambah kemeriahan acara ketika masuk
dalam tahapan acara makan bersama. Daya Tarik dan sensasi merasakan
bagaimana mengikuti prosesi ritual adat bersih desa menjadi tujuan utama
pengunjung datang berwisata. Keberhasilan Kelompok Sadar Wisata tersebut
membawa sejumlah adat istiadat dan kebudayaaan masyarakat Kemiren masuk ke
dalam agenda festival tahunan Banyuwangi sejak 2015.

4.3 Norma – Norma Pada Masyarakat Kemiren


Norma sosial adalah kebiasaan umum atau aturan yang menjadi pedoman
perilaku yang sudah ada dalam suatu kelompok masyarakat dan memiliki batasan
wilayah tertentu. Norma yang ada pada masyarakat Kemiren ditujukan untuk
melestarikan hukum - hukum adat, uniknya hanya diketahui secara lisan berupa
46

fatwa dan belum ada yang secara tertulis (wawancara dengan M. Arifin, 19 Mei
2022). Adat istiadat dan budaya yang melekat menjadikan adanya norma – norma
yang berlaku di lingkup masyarakat Kemiren. Norma sosial yang menjadi pokok
pembahasan di dalam masyarakat Kemiren diantaranya keberadaan dan perubahan
norma kesopanan dan adat istiadat (custom) secara evolutif menjadi fokus
pembahasan di bawah ini.
Masyarakat Kemiren tahun 1996 kental dengan norma kesopanan yakni
gaya berpakaian saat upacara adat dan adat istiadat ritual khusus pada saat
sebelum melakukan pekerjaan. Persoalan yang muncul terdapat pergeseran serta
perubahan pada masing-masing norma tersebut. Norma – norma yang semula
bersifat sakral berubah ke arah profan yang ditujukan kepada khalayak umum.
Nilai sosial merupakan bagian penting dalam kebudayaan. Karena nilai sosial
menjadi bagian dari kebudayaan, maka perubahan kebudayaan berpengaruh
terhadap nilai dan norma sosial (Mumtazinur. 2019:43).
Dalam segi berpakaian, masyarakat Kemiren mempunyai pola berbeda
dengan masyarakat lainnya. Mereka memiliki pakaian kerja, pakaian sehari-hari
dan pakaian pesta atau upacara adat. mempunyai bahan dan wama yang dominan
yaitu bahan beludru berwama hitam. Perempuan masyarakat Kemiren memakai
batik bludru hitam polos menjadi aturan tersendiri di tahun 1996. Dengan
masuknya arus pariwisata di tahun 2010, perempuan di desa Kemiren tidak
diwajibkan memakai pakaian tersebut. Gaya berpakaian tersebut mengalami
pergeseran berupa waktu tertentu saja (lihat gambar 4.5). Berpakaian tersebut
hanya dijumpai pada saat ada acara pariwisata dan upacara adat agar memakai
pakaian khas Kemiren tersebut.
47

Gambar 4.6 Gaya Berpakaian Masyarakat Kemiren Pada Saat Acara


Menumbuk Kopi (Sumber: Dokumentasi Desa Kemiren)

Norma sosial pada masyarakat Kemiren selanjutnya yaitu adanya adat


sitiadat yang mengatur terkait ritual khusus sebelum bekerja. Pada tahun 1996,
norma tersebut sudah turun temurun menjadi budaya masyarakat Kemiren.
Masyarakat Kemiren yang menjadikan pertanian sebagai mata pencaharian pokok
mereka, dapat dipastikan akan melaksanakan ritual khusus tersebut pada tahun
1996, kecuali sebagaian kecil dari masyarakat Kemiren lainnya yang bekerja
selain petani maka tidak mengadakan ritual tersebut.
Suhaimi, Ketua adat Desa Kemiren mengatakan bahwa ritual tersebut
memiliki filosofi tersendiri yang mendalam bagi masyarakat Desa Kemiren.
Ritual dilakukan secara bertahap, mulai dari memulai membajak sawah hingga
tanaman tersebut tiba saatnya untuk dipanen.

“Ritual yang dilakukan petani itu sudah menjadi welurine wong


tuwek bengen, atau budaya orang tua dulu. Kelendi – kelendio kudu
dilakoni teko anak putu kene mau, atau bagaimanapun harus
dilaksanakan dari anak cucu sekarang ini. Jika tidak dilakukan pasti ada
hukuman atau semacam balak yang akan menimpa si keluarga petani
tersebut, entah meninggal, cerai, sakit, atau padinya diserang penyakit.
Ujung-ujungnya pasti akan dikaitkan ke acara ritual tersebut.” (Suhaimi).

Acara ritual khusus tersebut dilakukan oleh setiap keluarga petani yang
hendak melakukan cocok tanam. Ritual paling awal dinamakan labuh nyingkal,
ritual ini dilakukan sebelum dimulainya membajak sawah. Ritual ini diikuti oleh
tetangga dari pemilik sawah tersebut, sedangkan acaranya dilaksanakan di pagi
hari dan di sawahnya secara langsung. Menu yang disediakan dalam ritual ini
meliputi jenang abang, jenang lemu, olahan pecel pitik (pecel ayam), dan untuk
opsionalnya memakai getihan cengkaruk (nasi yang dikeringkan). Jenang abang
sendiri terbuat dari beras ketan yang dicampur dengan gula merah yang asli dari
gula aren atau biasa disebut gula jawa. Kemudian, Jenang lemu itu tepung beras
dan di bagian tengahnya ada gula merah ditiriskan di atasnya. Sedangkan bibit
padinya harus ditunggu sekitar 40 hari dan jika ingin ditanam harus melalui proses
sawani yang terdiri dari dringuk, kunyit, dan bawang merah. Proses 40 hari itu
48

dinamakan ngurit atau menunggu bibit padi layak untuk ditanam. Kemudian jika
saat menanam padi, diadakan ritual kembali yang dinamakan labuh tandur, menu
selametannya antara lain, jenang abang dan nasi serta urap kinangan atau yang
disebut punar di letakkan di pondok sawah.
Tahun dibawah 2000.an memang para petani dipekerjakan secara
kekeluargaan dan yang mengerjakan semuanya secara keluarga tanpa
mempekerjakan orang lain. Sistem upah juga berbeda, harus nunggu masa panen
tiba. Saat padi masih baru mengisi atau dianggap semacam hamil, ada ritual
khusus lagi, menu ritualnya rujak, punar, yang dinamakan slametan peteteng.
Lama menanam padi sejak membajak sawah hingga tiba panen sekurang
kurangnya sekitar 6 bulan lamanya. Dengan begitu proeses mulai awal hingga
akhir dalam menanam padi bagi petani asli Desa Kemiren. Yang mana
diperlakukan selayaknya wanita, maka disebut dengan Dewi Sri. Jika tidak
dilaksanakan, maka dikhawatirkan akan tertimpa balak atau semacam bencana
terhadap keluarga maupun petani itu sendiri. Hal itu sudah menjadi weluri atau
adat istiadat di masyarakat Kemiren (wawancara dengan bapak Suhaimi, 21 Mei
2022).
Disverifikasi jenis mata pencaharian masyarakat Kemiren sejak tahun
2008 menjadi faktor tergerusnya norma – norma yang mengatur perilaku
masyarakat Kemiren. Sebagian besar masyarakat Kemiren sudah tidak melakukan
ritual tersebut sebelum bekerja (Wawancara dengan Sukar, 21 Mei 2022). Namun,
tokoh masyarakat Kemiren berupaya agar aturan tersebut tetap ada dan berlaku
dengan diusahakan bekerjasama dengan pemuda organisasi karang taruna dan
Pokdarwis guna mempublikasikan acara tersebut dan diperkenalkan ke
wisatawan. Pada akhirnya terdapat pergeseran nilai – nilai norma yang
sebelumnya bersifat sakral berubah ke arah profan.
BAB 5. PERUBAHAN KEHIDUPAN BUDAYA MASYARAKAT
KEMIREN TAHUN 1996 – 2015

Kehidupan budaya pada masyarakat memilliki kaitan erat dengan tempat


suatu masyarakat itu berada. Desa Kemiren merupakan salah satu tempat dimana
masyarakatnya memegang teguh ritual adat yang diyakininya. Ritual yang
dijalankan oleh masyarakat Kemiren, sudah tentu tidak lepas dengan makna.
Budaya ritual bersih desa memiliki makna sebagai rasa syukur terhadap Tuhan,
menghormati kepada Dhanyang atau leluhur desa, memiliki keyakinan yang kuat
sebagai tolak bala’. Dalam perkembangannya ritual adat bersih desa
bertransformasi menjadi Festival Tumpeng Sewu ketika arus pariwisata masuk.
Perubahan tersebut tidak mengahapus makna dari ritual adat bersih desa, karena
sesepuh desa mempertahankan dengan tidak merubah hari pelaksanaannya. Dengan
begitu, keberadaan budaya ritual adat bersih desa 1996-2006, proses komodifikasi
ritual adat bersih desa menjadi tradisi tumpeng sewu 2007-2015, kemudian
pengaruhnya terhadap masyarakat Kemiren akan dijabarkan di bawah ini.

5.1 Budaya Ritual Adat Bersih Desa 1996 - 2006


Ritual adat bersih desa adalah ritual yang di dalamnya berisi kegiatan
berkaitan dengan penyucian suatu tempat dengan suatu perayaan yang bertujuan
untuk membersihkan berbagai sesuatu yang berbahaya (Geertz, 2014:110).
Beberapa hal berbahaya yang dimaksud adalah sebagai cobaan untuk memperteguh
keyakinan berupa diturunkannya penyakit pada masyarakat, bencana alam, gagal
panen, peristiwa yang menyedihkan lainnya. Dengan begitu masyarakat
berkeyakinan bahwa kegiatan ritual bersih desa dapat mencegah sehingga terhindar
dari bencana.
Ritual bersih desa di desa Kemiren pada tahun 1996 didasari atas keyakinan
masyarakatnya memegang teguh adat istiadat atau tradisinya secara turun temurun.
Adat istiadat yang kental salah satunya tercermin pada ritual adat bersih desa yang
dilaksanakan sebanyak dua kali dalam satu tahun, karena memiliki kaitan erat
dengan peristiwa semasa Buyut Cili masih hidup.
51

Semasa hidupnya Buyut Cili merupakan seorang patih Mataram yang


melarikan diri ke Kerajaan Macan Putih di Bumi Blambangan bersama istrinya
yang bernama Marni (Inventaris Desa Kemiren, 2017:39). Pelarian tersebut didasari
atas kegegeran di Mataram yang semakin kuat pengaruh islamnya, kemudian Buyut
Cili mengabdikan diri di Kerajaan Macan Putih yang dipimpin oleh Prabu Tawang
Alun. Raja tersebut mempunyai peliharaan harimau putih yang hanya mau diberi
makan daging manusia yang kurus, cacat, bertubuh kecil, seperti halnya
karakteristik istri dari Buyut Cili. Mendengar bahwa Raja Kerajaan Macan putih
adalah seorang kanibalis, Buyut Cili bersama istrinya melarikan diri ke kaki gunung
Ijen yang penuh dengan pohon kemiri, pohon duren atau durian, sehingga
dinamakan Desa Kemiren.
Kehidupan Buyut Cili di Desa Kemiren mengalami ujian yang berat yaitu
pageblug (wabah penyakit) yang menyerang sebagian masyarakat Kemiren yang
menyebabkan kematian secara mendadak. Di sisi lain bencana juga melanda desa
Kemiren gagal panen karena diserang hama (Sufia, 2016: 7). Menanggapi hal
tersebut, buyut Cili berdoa kepada yang maha kuasa agar diberi jalan keluar.
Berlatar belakang seorang patih Mataram, buyut Cili mendapatkan wangsit melalui
mimpinya yakni disebutkan bahwa untuk mengusir penyakit, bencana hama yang
melanda, masyarakat harus menggelar ritual arak arakan barong. Kemudian mimpi
tersebut diteruskan ke beberapa masyarakat. Seusai melaksanakan ritual arak
barong berkeliling, hama perlahan menghilang sehingga masyarakat dapat
memanen hasil tanamnya secara melimpah. Keadaan yang membaik tersebut
membuat masyarakat bersyukur kepada yang maha kuasa.
Tanda ucapan syukur tersebut direpresentasikan dengan mengadakan
slametan oleh Buyut Cili. Sepeninggal Buyut Cili, ritual arak barong terus
dilaksanakan yang pada akhirnya disebut Barong Ider Bumi, untuk slametannya
dikenal dengan ngirim duo atau slametan desa. Maka ritual adat bersih desa di desa
Kemiren dilaksanakan sebanyak dua kali dalam satu tahun. Dengan begitu ritual
adat bersih desa yang menjadi fokus kajian sub bab meliputi tradisi Barong Ider
Bumi, kemudian Slametan Desa, kedua ritual dikaji dalam tahap awal pelaksanaan
hingga akhir ritual pada tahun 1996 - 2006 menjadi fokus pembahasan.
52

5.1.1 Ritual Bersih Desa Tradisi Barong Ider Bumi


Tradisi Barong Ider Bumi adalah sebuah ritual dengan mengarak barong
yang diselenggarakan oleh masyarakat Kemiren kecamatan Glagah kabupaten
Banyuwangi (Anoegrajekti, 2016: 387). Istilah ider bumi berasal dari dua kata yaitu
ider memiliki arti berkeliling kemana mana, sedangkan bumi berarti jagat atau
tempat berpijak. Maka, Barong Ider Bumi adalah kegiatan mengelilingi wilayah
desa Kemiren dengan menggunakan atraksi barong, dengan tujuan ungkapan rasa
syukur atas keselamatan masyarakat, kemudian diyakini sebagai tolak bala’ di masa
yang akan datang. Dengan begitu, masyarakat Kemiren selalu melaksanakannya
setiap tahun sekali.
Pelaksanaan Tradisi Barong Ider Bumi tahun 1996 dilaksanakan pada hari
kedua di bulan Syawal (Inventaris Desa Kemiren, 2017:39). Hari pelaksanaan
tersebut sudah turun temurun disepakati karena bulan Syawal merupakan bulan
sakral dalam islam yaitu Idul Fitri, sedangkan pemilihan hari kedua dikarenakan
hari pertama di bulan Syawal digunakan untuk menyambung silahturahmi dalam
kerabat maupun saudara di hari suci tersebut. Begitupun acara ritual barong ider
bumi bersifat sakral bagi masyarakat Kemiren, kesakralan tersebut dapat dilihat
pada prosesi awal hingga akhir ritual dijalankan.
Proses pelaksanaan tradisi barong ider bumi banyak melalui serangkaian
tahapan, sehingga melibatkan tokoh adat yang meliputi Suhaimi selaku tetua adat
Kemiren, Sapi’i selaku pemilik atau pewaris barong, Setyo Herfendi selaku pemilik
garis keturunan dari Buyut Cili, kemudian masyarakat Kemiren secara umum.
Prosesi awal dilakukan oleh Suhaimi di malam terakhir bulan Ramadhan 1996,
sebagai tetua adat Kemiren memberi tahukan langsung datang ke rumah pemilik
Barong yang bernama Sapi’i, agar atraksi keliling menggunakan barong pada hari
dilaksanakan dapat berjalan dengan baik. Kemudian rangkaian acara ritual ada
sebanyak tiga tahapan yang dijalankan hingga selesai.
Tahap awal prosesi pada ritual barong ider bumi yaitu kegiatan ziarah ke
makam Buyut Cili di hari pertama bulan Syawal, dipimpin oleh Setyo Herfendi.
Letak makam buyut Cili terletak di sisi utara desa Kemiren, tepatnya di tengah –
tengah sawah terdapat bangunan sederhana (Lihat Gambar 5.1) yang terbuat dari
53

gedhek (Mudjijono, 2007:61). Gedhek merupakan anyaman bambu yang digunakan


sebagai tembok sebuah bangunan, bangunan dari makam tersebut berukuran 1,5 m
x 1,5 m di dalamnya terdapat batu agak besar yang diyakini sebagai makam Buyut
Cili sebagai tempat Ziarah.

Gambar 5.1 Ziarah ke makam Buyut Cili (Sumber: Dokumentasi Pokdarwis)

Kegiatan Ziarah yang dilakukan hampir sama dengan Ziarah umat islam
lainnya karena seluruh penduduk di Desa Kemiren 1996 mayoritas beragama Islam,
namun adanya pengaruh sinkretisme budaya yang tinggi sehingga masyarakat
Kemiren tetap berpegang teguh kepada adat istiadatnya (Anoegrajekti, 2016: 106).
Adat istiadat tersebut tercermin adanya perbedaan dengan ziarah pada umumnya,
perbedaan terletak pada proses ziarah. Ziarah pada umumnya membawa bunga
secukupnya untuk ditabur di atas makam, namun Ziarah di makam buyut Cili
membawa sesaji yang telah turun temurun. Sesaji yang dibawa diantaranya nasi
gurih, ayam kampung kuah lembarang, kemudian ramesan.
Nasi gurih merupakan nasi yang ditaruh di atas tampah yang beralaskan
daun pisang, di atasnya ditutup kembali dengan daun pisang kemudian diratakan
agar dapat dipasangi lauk yang terdiri dari gimbal jagung, dadar telur, sate aseman
daging sapi, abon ayam, irisan mentimun, dua paha dan dua sayap ayam yang ditata
sesuai dengan 4 penjuru mata angina diselingi dengan jeroan ayam goreng, dan
ditambahkan kerupuk rambak (kerupuk kulit sapi) pada bagian atasnya.
Ayam Kampung Kuah Lembarang adalah ayam dipotong-potong lalu
dimasak dengan santan yang dibumbui merica, kemiri, bawang merah, bawang
putih, sereh, lengkuas, jahe, kencur, kunyit, dan ketumbar yang dihaluskan.
54

Kemudian terdapat Ramesan yang merupakan berbagai macam jajanan tradisional


yang terdiri dari Rengginang, Peyek Kacang, Sumping (nagasari), Klemben, Onde
– onde, Pisang Raja, Donat, Tali Abrem, Ketan Rokok (ketan kukus yang dimakan
bersamaan dengan tape buntut yang berasal dari fermentasi ketan yang dibungkus
dengan daun kemiri), Arang – arang, Lemper, Jenang dodol, Keripik Singkong, dan
Bugis (wawancara dengan Suhaimi, 21 Mei 2022). Hal tersebut dilakukan sebagai
bentuk penghormatan masyarakat Kemiren yang diwakili Setyo Herfendi kepada
buyut Cili, yang menganggap Buyut Cili semasa hidupnya menyukai jenis makanan
tersebut. Dengan begitu, dilanjutkan rangkaian tahapan selanjutnya di hari kedua
bulan Syawal.
Tahap kedua dalam pelaksanaan Tradisi Barong Ider Bumi adalah
mengadakan atraksi Barong di sepanjang jalan desa Kemiren dari ujung timur
perbatasan (dusun Krajan) hingga ujung perbatasan barat (dusun Kedaleman) yang
disebut arak – arakan Barong. Arak - arakan barong dilaksanakan pada siang
menjelang sore hari sekitar pukul 14.00-17.00 WIB (Inventaris Desa Kemiren,
2017:39-40). Pada pelaksanaanya pukul 14.00 WIB dimulai dengan melakukan
ritual sederhana di dalam rumah pewaris Barong yaitu Sapi’i, ritual tersebut
bernama sembur othik-othik yakni ritual melempar (menyembur) uang logam
sebanyak ratusan koin yang dicampur dengan beras kuning, bunga, dalam talam.
Melempar uang logam dalam ritual ini melambangkan usaha warga untuk
membuang sial dari Desa Kemiren, pemakaian beras kuning dikarenakan di
Kemiren mayoritas tanaman padinya sudah mulai menguning dalam artian
mengharapkan panen dapat berjalan dengan baik, kemudian percampuran bunga
juga ditujukan agar masyarakat Kemiren seluruhnya mewangi melambangkan
kesejahteraan. Setelah ritual othik – othik selesai, dilanjutkan dengan membawa
Barong beserta personil lainnya yang dikoordinasi oleh Sapi’i di pusaran gerbang
masuk dusun Krajan.
Personil Barong terdiri dari pitik – pitikan yang diperankan oleh Jauhari dan
Taslim, macan keduk ijo diperankan oleh Hadi Pranoto, Barong diperankan oleh
Sucipto dan Karim, didampingi oleh Sapi’i selaku pemilik Barong. Suhaimi selaku
tetua adat ikut berjalan mengarak barong-barong tersebut sambil membakar
55

kemenyan, dupa, barong diarak berkeliling menggunakan tabuhan kendang, gong,


gamelan (wawancara dengan Suhaimi, 21 Mei 2022). Arak – arakan tersebut
berjalan kaki sejauh dua kilo meter dari arah timur dusun Krajan menuju perbatasan
ujung barat dusun Kedaleman (Lihat Gambar 5.2). Kegiatan arak – arakan tersebut
melambangkan hewan – hewan dilihat dari adanya atraksi pitik pitikan yang
melambangkan hewan ayam, macan keduk melambangkan sosok harimau,
sedangkan Barong memiliki filosofi yang mendalam.

Gambar 5.2 Arak – Arakan Barong Ider Bumi (Sumber: Dokumentasi Pokdarwis)

Barong Kemiren mengandung sebuah pengetahuan akan kehidupan


masyarakat Kemiren yang lebih sering dikenal dengan kearifan lokal (Mudjijono,
2007: 68). Bagian-bagian Barong beserta makna yang terkandung didalamnya yaitu
mulut Barong yang mangap (terbuka) mengandung makna bahwa dalam menjalani
kehidupan di bumi manusia dilarang untuk merasa hebat yang pada akhirnya
bersifat sombong. Sayap mempunyai filosofi bahwa agar dapat terbang setinggi-
tingginya. Kumis Barong atau Brengos Barong mengandung makna bahwa ketika
berbicara tidak boleh mengos-mengos atau mengada-ada harus sesuai dengan fakta
yang terjadi. Mata barong yang melotot mempunyai filosofi bahwa pandangan
harus selalu jauh kedepan dalam hal ini bisa diartikan visioner, yang terakhir
Selebrak putih mengandung makna bahwa semua garis keturunan manusia
dikumpulkan menjadi satu (bersatu) maka manusia akan kuat. Persatuan tersebut
tercermin pada arak – arakan yang diikuti seluruh masyarakat Kemiren hingga
selesai, kemudian dilanjutkan tahap selanjutnya.
Tahap pelaksanaan ketiga merupakan tahap penutup pada tradisi barong ider
bumi yaitu mengadakan slametan di rumah Sapi’i selaku pewaris barong Kemiren.
56

slametan tersebut hanya diikuti oleh Suhaimi tetua adat, Setyo Herfendi keturunan
Buyut Cili, Sapi’i, Jauhari, Taslim, Hadi Pranoto, Sucipto, Karim, dan lainnya
(wawancara dengan Suhaimi, 21 Mei 2022). Suhaimi sebagai pemimpin doa lalu
diakhiri dengan makan secara bersama sama, menu yang dihidangkan terdapat nasi
liwet, pecel phitik, sayur urap, buah pisang, kemudian air berwadah kendi untuk
minumannya.
Dalam perkembangannya, terdapat perubahan penambahan menu hidangan
slametan setelah prosesi arak – arakan Barong Ider Bumi pada tahun 2002. Menu
hidangan ritual terdapat dua tambahan, yang pertama jajanan pasar diantaranya
klepon, orog – orog, kulpang, putu, lemper, sumping atau nagasari, kucur, awug,
bikang. Menu yang kedua yaitu jangan tawon, masakan yang berkuah asam disertai
dengan bayi tawon atau lebah di dalamnya sebagai bahan dasar. Makna dari
masakan jangan tawon ini yaitu myakne sing awon atau yang berarti agar tidak
terjadi sesuatu yang buruk (Fitrriana, 2021: 54).
Menu hidangan tersebut tidak wajib disediakan, namun tergantung kondisi
yang terjadi, seperti pada tahun 2002 terdapat kunjungan Samsul Hadi selaku
Bupati Banyuwangi ke desa Kemiren dalam rangka peneguhan identitas suku
Using. Menyambut kedatangan pemerintah daerah tersebut, Bambang Sugiarto
selaku kepala desa Kemiren menghimbau agar pelaksanaan ritual bersih desa
barong ider bumi dilaksanakan dengan semestinya, kemudian terdapat penambahan
menu tersebut untuk memperkenalkan bahwasannya Jajanan tersebut bersmakna
sebagai nilai keikhlasan keluarga barong yang hidup dalam kesederhanaan.
Ritual Barong Ider Bumi juga mengalami perkembangan perluasan rute arak
- arakannya, area perarakan barong pada tahun 1996 hingga 1999 memiliki areal
yang lebih sempit daripada area ritual Barong Ider Bumi di tahun 2000.an (Achmad,
2021: 44). Hal ini dikarenakan pada 1996-1999 pemukiman masyarakat Kemiren
hanya terpusat di sisi timur Desa yaitu dusun Krajan, sementara di era 2000.an
pemukiman masyarakat Kemiren sudah melebar menuju sisi barat desa, kemudian
berkembang ke area utara perbatasan dengan desa Jambesari. Perkembangan pola
pemukiman ini yang membuat rute arak arakan Barong lebih meluas. Ritual
57

tersebut berjalan secara continue di hari kedua bulan Syawal setiap tahun sekali di
tahun- tahun berikutnya.

5.1.2 Ritual Bersih Desa Slametan Desa


Slametan Desa di Kemiren merupakan ritual kedua dari ritual adat bersih
desa yang dilaksanakan pada hari Minggu malam Senin atau hari Kamis malam
Jum’at di awal bulan Dzulhijjah (bulan haji). Hari Minggu maupun Kamis
merupakan hari yang dianggap sakral oleh masyarakat Kemiren (Fitriana, 2021:35-
36). Kesakralan tersebut diambil dari leluhur masyarakat Kemiren yaitu Buyut Cili
yang ngili atau melarikan diri dari Mataram ke bumi Blambangan pada hari Minggu
malam. Kemudian di bumi Blambangan mengabdikan diri di kerajaan Macan Putih
yang rajanya bernama Prabu Tawang Alun yang memiliki sifat Kanibalis, sehingga
Buyut Cili mengungsi pada hari Kamis malam ke hutan lebat yang dipenuhi pohon
kemiri dan duren atau durian yang saat ini disebut Kemiren. Dengan begitu
menjadikan dasar pemilihan kedua hari tersebut menjadi hari pelaksanaan ritual
adat bersih desa slametan desa.
Pelaksanaan ritual slametan desa tahun 1996 dilaksanakan pada hari
Minggu maupun Kamis bulan Dzulhijah, namun setiap lingkungan keluarga
berbeda hari pelaksanaannya. Ritual yang dijalankan memiliki waktu pelaksanaan
yang tidak serentak di setiap lingkungan RT di masing – masing dusun desa
Kemiren. Perbedaan pelaksanaan tersebut dipengaruhi oleh dua faktor, faktor
pertama adalah kesiapan masyarakat di lingkungan tersebut menyediakan jenis
berbagai hidangan yang akan disuguhkan pada saat ritual.
Faktor yang kedua yaitu keputusan hari pelaksanaan mengacu pada
kehendak RT dilingkungan masing-masing dusun desa Kemiren berdasarkan
pertimbangan masyarakatnya. Dengan begitu, ritual adat bersih desa tahun 1996
dilaksanakan di bulan Dzulhijah meski hari pelaksanaan berdasarkan
lingkungannya masing – masing. Rangkaian pelaksanaan ritual bersih desa
slametan desa terbagi menjadi empat tahap.
Tahap pertama pelaksanaan di pagi hari pukul 07.00 WIB yaitu
Mengadakan Ziarah ke makam Buyut Cili dilaksanakan oleh Setyo Herfendi
58

dengan membawa sesaji yang di dalamnya terdapat nasi gurih, ayam kampung kuah
lembarang, kemudian ramesan seperti halnya pada saat dilaksanakan tradisi Barong
Ider Bumi. Sesaji tersebut merupakan hasil kepercayaan masyarakat Kemiren yang
menganggap Buyut Cili semasa hidupnya menyukai jenis makanan tersebut
(wawancara dengan Sae Pandji, 27 Mei 2022). Kegiatan ziarah diyakini sebagai
permintaan ijin awal pelaksanaan ritual bersih desa. Ijin pelaksanaan menjadi
sebuah kewajiban dikarenakan masyarakat Kemiren kental dengan kepercayaan
kepada mbaurekso atau Danyang Desa, lalu dilanjutkan tahap kedua pada sore
harinya pukul 15.00 - selesai WIB.
Tahap kedua pelaksanaan berkaitan dengan menu hidangan ritual slametan
desa yang dilakukan oleh para ibu – ibu desa Kemiren. Tidak semua masyarakat
kaum perempuan ikutserta dalam memasak hidangan slametan desa, dikarenakan
tidak dilakukan serentak (Inventaris Desa Kemiren, 2017: 62). Hal tersebut
bergantung pada lingkungan RT masing-masing sesuai kedua faktor yang sudah
dijelaskan di atas. Ibu – ibu di RT Abdul Karim dusun Krajan 1996 yang
berpartisipasi diantaranya Supiati istri dari Rayis, Sukasiyah istri dari Sukar, dan
lainnya. Supiati bertugas sebagai menanak nasi, sedangkan Sukasiyah dibantu oleh
yang lain memasak pecel pithik sebagai menu hidangan inti ritual slametan desa.
Menu hidangan dalam ritual bersih desa diantaranya nasi, tumpeng pecel
pitik, kemudian air minum dari kendi (lihat gambar 5.3). Pecel Pithik adalah
suwiran ayam pethetheng (ayam kampung utuh tanpa jeroan yang dipanggang di
atas bara kayu) dicampuri bumbu pecel khas Using yang berbahan kemiri, kacang
tanah goreng, garam, cabai besar yang digoreng, terasi bakar, bawang putih bakar
yang dihaluskan, dan parutan kelapa muda beserta sedikit airnya. Jika sudah
matang, pecel phitik diletakkan di sebuah wadah yang bernama nyiru ditutup
atasnya dengan daun pisang.
Hubungan antara hidangan dengan makna yang terkandung didalamnya
pada ritual adat bersih desa slametan desa begitu erat (Mayyana, 2018: 13). Pecel
pithik ini mengandung makna mugo mugo barang hang diucel ucel dadio barang
hang apik yang berarti harapan akan segala yang diupayakan membuahkan hasil
yang baik. Beberapa juga percaya akan makna pithik berarti titik, yang berarti
59

sebuah tujuan sehingga menyantap pecel pithik merupakan harapan dalam meraih
tujuan atau cita cita yang diinginkan (Indiarti, 2015:116-117).

Gambar 5.3 Menu Ritual Slametan Desa (Sumber: Dokumentasi Pokdarwis)

Makanan juga berhubungan dengan gender, dimana hanya masyarakat


dengan jenis kelamin perempuan saja yang memasak makanan untuk slametan,
yang memakan hidangan hanya pihak laki-laki karena sudah menjadi tradisi turun
temurun sejak semasa Buyut Cili hidup. Perempuan yang memasak tidak boleh
dalam keadaan mesntruasi, hal ini dimaksudkan agar makanan yang dimasak juga
suci karena untuk kegiatan yang dianggap sakral yakni ritual adat bersih desa.
Kesakralan rangkaian acara ritual tersebut juga ditunjukkan pada tahap ketiga
bagian ritual.
Penyaalaan obor merupakan tahap ketiga dari ritual slametan desa yang
dilakukan pada saat menjelang pelaksanaan inti (Mayyana, 2018: 61). Setelah
sholat Magrib, pelaksanaan diawali dengan penyalaan obor oleh Suhaimi, sehingga
ketika dilaksanakan, masyarakat hanya diterangi oleh cahaya obor. Api yang
digunakan untuk menyalakan obor menggunakan api blue fire dari gunung Ijen.
Pengambilan api di gunung Ijen dilakukan oleh tetua adat Desa Kemiren yaitu
Suhaimi. Penyalaan obor tidak boleh dilakukan oleh semua masyarakat, hanya
Suhaimi saja yang diperbolehkan untuk menyalakan obor di sepanjang jalan RT
Abdul Karim dusun Krajan tempat ritual slametan desa berlangsung, karena ketua
adat sebagai pemimpin atas prosesi ritual yang sedang dijalankan.
Acara tahap keempat adalah inti dari ritual slametan desa, di lingkungan
dusun Krajan dikoordinasi oleh Abdul karim sebagai ketua RT bersama masyarakat
lingkungannya Sae pandji, Sukar, Ahmad Sapari, Suhami, Rayis, Sutris, Misji,
60

Suwandi, dan tetangga lainnya. Kegiatan dilakukan tepat di pekarangan rumah Sae
Pandji (sekarang Kedaton Wetan). Proses ritual diawali dengan doa yang dipimpin
oleh Sae Pandji yang diikuti oleh masyarakat yang ikut serta. Kegiatan diakhiri
dengan makan secara bersama sama (wawancara dengan Suhaimi, 21 Mei 2022).
Prosesi ritual adat bersih desa slametan desa di Kemiren berjalan dengan khidmat
yang bersifat sakral karena hanya diikuti oleh masyarakat Kemiren sendiri.
Dijalankannya ritual tersebut mempunyai dasar sebagai ucapan rasa syukur yang
telah diberikan panen rezeki melimpah sehingga berharap kedepannya tetap dalam
keadaan yang baik, dijauhkan dari bala’. Ritual tersebut berjalan secara
berkelanjutan setiap tahun sekali pada awal bulan Dzulhijjah di tahun- tahun
berikutnya.

5.2 Komodifikasi Ritual Adat Bersih Desa Menjadi Tradisi Tumpeng Sewu
2007 - 2015
Desa Kemiren sebagai Desa Wisata tentunya mengalami pengembangan
fasilitas dan infrastruktur untuk mendukung kegiatan pariwisata. Sehingga
masyarakatnya mulai terbuka dengan menerima unsur unsur asing yang termasuk
komodifikasi budaya. Komodifikasi budaya adalah cara mengubah bagian tertentu
dari suatu produk budaya sehingga menjadi lebih menarik, diharapkan mampu
meningkatkan nilai tawar, baik dari sisi ekonomi maupun popularitas (Saputra,
2017: 249). Komodifikasi budaya berdasarkan kriteria di atas telah terjadi pada
ritual bersih desa slametan desa yang menjadi tradisi Tumpeng Sewu seperti uraian
berikut ini.
Budaya masyarakat Kemiren mendapatkan perhatian khusus pada saat
Ahmad Abdul Tahrim menjabat sebagai kepala desa tahun 2007. Pemerintah desa
berinisiatif mencoba suatu hal yang unik untuk diperkenalkan ke masyarakat
Kemiren secara umum. Keunikan tersebut didapatkan dari kasur (alas tempat tidur)
masyarakat Kemiren yang khas berwarna merah dan hitam (Wayang, Ahmad, 2018:
64). Masyarakat Kemiren mempunyai kebiasaan mejemur kasurnya dengan tujuan
agar kasur mejadi bersih kembali.
61

Fenomena tersebut membuat A. A. Tahrim selaku kepala desa berinisiatif


mengajak masyarakat Kemiren menjemur kasurnya secara serentak di hari yang
bersamaan. Inisiatif dari A. A. Tahrim ini menuai banyak respon pro kontra dari
kalangan masyarakat Kemiren (Wawancara dengan A.A. Tahrim, 22 Mei 2022).
Kalangan karang taruna yang diketuai oleh Ariman menyetujui inisiatif tersebut
karena karang taruna tertarik ikutserta dalam melestarikan budaya menjemur kasur.
Sedangkan kalangan kontra muncul pada sebagian pemilik kasur, alasan yang
menjadi dasar penolakan adalah waktu penjemuran kasur secara serentak dinilai
suatu hal yang memaksa.
Permasalahan pro kontra di kalangan masyarakat Kemiren mendorong A.A.
Tahrim selaku kepala desa mengajak musyawarah di kantor desa pada bulan
Desember tahun 2007. Kegiatan musyawarah dihadiri oleh staf pemerintah desa,
sesepuh desa yakni Setyo Herfendi, Suhaimi, Sae Pandji, beserta perwakilan dari
ketua karang taruna yaitu Ariman dan Mas Tuki selaku wakil ketua. Topik
musyawarah adalah membicarakan terkait melanjutkan kegiatan mepe kasur pada
masyarakat Kemiren (wawancara dengan Suhaimi, 21 Mei 2022).
Hasil musyawarah tersebut membuahkan dua keputusan yang dikeluarkan
oleh kepala desa, keputusan pertama adalah kegiatan mepe kasur tetap akan
dilaksanakan. Sedangkan masyarakat yang kontra akan diberikan imbalan berupa
uang senilai Rp 5000,00/kasur. Pendanaan dikeluarkan dari dana pribadi A.A.
Tahrim, dibantu kas pihak karang taruna desa Kemiren. Keputusan yang kedua,
ritual bersih desa sejak tahun depan (tahun 2008) akan dilaksanakan serentak
dengan kegiatan mepe kasur di siang harinya. Hasil musyawarah tersebut disetujui
oleh seluruh yang ikutserta dalam musyawarah, kemudian disampaikan kepada
masyarakat Kemiren melalui perwakilan RT di dua dusun yaitu dusun Krajan dan
Kedaleman. Dengan begitu, diharapkan bisa meredam kalangan yang kontra
terhadap kegiatan tersebut.
Selang satu tahun pada 29 November atau tanggal 1 bulan Dzulhijjah 2008,
ritual bersih desa dilaksanakan secara serentak yang dipimpin langsung oleh A.A.
Tahrim selaku kepala desa. Penambahan kegiatan mepe kasur dalam rangkaian
62

tahapan pada ritual bersih desa membuat adanya perubahan yang mencolok.
Terdapat perubahan yang mencolok pada prosesi ritual bersih desa tahun 2008.
Perubahan yang terjadi adalah seluruh kegiatan secara serentak dilakukan
pada hari pertama bulan Dzulhijjah. Kegiatan dilakukan di pinggir sepaanjang jalan
aspalan yang di sebelah timur batas desa (dusun Krajan) hingga ujung barat
perbatasan desa (dusun kedaleman). Kegiatan dimulai sejak pukul 07.00 – 15.00
WIB, kemudian kasur segera dijemur diringi dengan doa dan memercikan air bunga
dihalaman rumah (Inventarisasi Desa Kemiren, 2017: 50). Kasur yang dikeluarkan
kurang lebih sebanyak 2000-3000 kasur (Wayang, 2018: 64). Prosesi malamnya
dilanjutkan slametan bersama, dengan menu air minum dari kendi, tumpeng pecel
pitik, sego golong dan sesepuh desa yang sama pada saat ritual bersih desa di tahun
sebelumnya yaitu Suhaimi. Ritual bersih desa dilaksanakan satu hari dengan
tambahan mepe kasur di siang harinya, kegiatan mepe kasur ini yang kemudian
dikenal sebagai tradisi mepe kasur. Ritual berjalan dengan khidmat yang dipimpin
oleh Suhaimi, kegiatan ritual juga bersifat sakral karena hanya dilakukan dan
disaksikan oleh masyarakat Kemiren sendiri. Ritual bersih desa dilaksanakan secara
berkelanjutan di tahun berikutnya.
Seiring dengan berkembangnya teknologi dan zaman yang mengarah
kepada modernisasi, kondisi kearifan lokal mulai disusupi suatu komodifikasi
(Fitriana, 2021: 70). Komodifikasi diartikan sebagai perubahan fungsi suatu benda,
jasa, atau entitas lain yang umumnya tidak dipandang sebagai suatu produk
komersial menjadi komoditas. Maka dasar yang menjadi terciptanya Festival
Tumpeng Sewu yang menjadikan Kuliner ritual yaitu Tumpeng Pecel Pithik
menjadi komoditas yang diperjualbelikan sehingga mampu menarik wisatawan.
Komodifikasi ritual bersih desa bukanlah hal yang instan, namun modifikasi
melalui sejumlah deretan sejarah beserta faktor yang panjang di tahun 2013 - 2015.
Faktor pertama terjadinya komodifikasi budaya ritual bersih desa adalah
motif ekonomi. Ekspresi kebudayaan lokal cenderung dimodifikasi agar sesuai
kebutuhan pariwisata sehingga dapat dijual kepada wisatawan Masyarakat lokal
seolah hanya menjadi pelaku wisata, hanyut dalam dekapan dominasi ataupun
hegemoni kaum kapitalis (Widyastuti, 2011:47). Nur adalah salah satu pelaku
63

pembuatan tumpeng pecel pitik sejak tahun 2013 yang dijual kepada wisatawan
dengan harga Rp 150.000,00/Tumpeng. Hal tersebut menambah pendapatan
masyarakat sekitar dikarenakan adanya pesanan pengunjung yang ingin merasakan
bagaimana salah satu ritual adat bersih desa berlangsung namun belum
berkesempatan datang tepat pada Festival Tumpeng Sewu dilaksanakan.
Faktor yang kedua adalah lengsernya kepala desa Kemiren A.A. Tahrim
digantikan oleh Lilik Yulianti pada tahun 2014. Masa awal pemerintahannya
menjabat, Tumpeng Sewu dianggap menjadi tradisi dan ditetapkan oleh
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan menjadi salah satu Warisan Budaya Tak
Benda Nasional dari tiga Warisan Budaya Tak Benda di Kabupaten Banyuwangi.
Sebagai reaksi atas julukan tersebut, pemerintah desa mengambil kebijakan secara
tertulis maupun tidak tertulis terkait pelestarian Tradisi Tumpeng Sewu (Kismalia,
2016:59). Lilik Yulianti membuat kebijakan tertulis dengan membentuk secara
resmi lembaga adat osing yang diketuai oleh Suhaimi dengan tujuan untuk
membina masyarakat tetap menjaga kesakralan dalam menjalankan ritual.
Kebijakan tak tertulis disampaikan oleh Lilik Yuliati kepada Pokdarwis dan Karang
Taruna untuk melakukan pembinaan kepada masyarakat dengan tujuan lebih kreatif
dalam membuat tumpeng sehingga lebih menarik wisatawan. Tumpeng di Desa
Kemiren memang tidak berbentuk terlalu mengerucut seberti gunung secara
sempurna. Berbeda dengan tumpeng lainnya, tumpeng di Kemiren membuatnya
dibentuk dengan kukusan dan ditempatkan dalam posisi terbalik.
Berdasarkan beberapa faktor dan perubahan tersebut, ritual adat bersih desa
lebih dikenal dengan sebutan tradisi Tumpeng Sewu. Disebut “Tumpeng sewu”
karena tumpeng yang merupakan hidangan wajib, disajikan oleh tiap keluarga
sehingga jumlah dari tumpeng tersebut banyak kaitannya dengan kata “Sewu” yang
identik dipakai untuk menyebut seuatu dengan jumlah yang banyak. Sebutan
tersebut dimaksudkan juga sebagai kepentingan promosi wisata (Indiarti, 2015: 13).
Melihat keunikan budaya yang dimiliki masyarakat Kemiren tersebut, pemerintah
banyuwangi menawarkan agar tradisi Tumpeng Sewu dimasukkan ke dalam
Banyuwangi Festival (B-Fest) 2015. Pemerintah desa Kemiren Lilik Yulianti
64

merespon dengan mengadakan musyawarah kembali dengan LAO, Pokdarwis,


Karang Taruna di kantor desa Kemiren.
Musyawarah tersebut berjalan alot hingga menuai pro kontra kembali,
kalangan pemuda pokdarwis dengan karang taruna yang hadir inginkan budaya
masyarakat Kemiren diikutkan ke B-Fest dengan tujuan budaya masyarakat desa
Kemiren semakin maju dikenal wisatawan berbagai daerah. Sedangkan pihak
kontra muncul dari kalangan tua yang menginginkan acara ritual tetap berjalan
sakral tanpa dihadiri oleh masyarakat luar yang kemungkinan besar mengganggu
prosesi ritual.
Pemerintah desa sepakat untuk mengambil jalan tengah dengan cara
megikutkan tradisi Tumpeng Sewu ke B-Fest dengan ketentuan – ketentuan
tertentu. Ketentuan terkait dengan masuknya tradisi Tumpeng Sewu kedalam
agenda Banyuwangi Festival, antara lain yaitu masyarakat Desa Kemiren tidak
keberatan membuka tradisi Tumpeng Sewu untuk wisatawan, akan tetapi dengan
syarat bahwa waktu pelaksanaan tradisi Tumpeng Sewu akan dilaksanakan sesuai
dengan sebelum-sebelumnya, tidak dapat diubah-ubah mengikuti tata aturan dari
Pemerintah Banyuwangi (Mayyana, 2018: 76-77). Hal tersebut dilakukan karena
waktu pelaksanaan tradisi Tumpeng Sewu yaitu pada hari Kamis atau Minggu pada
bulan Dzulhijjah sudah ada sejak ritual bersih desa diadakan di Desa Kemiren.
Selain itu dipercaya merupakan hari yang baik untuk melaksanakan tradisi
Tumpeng Sewu.
Pada 2015, Tumpeng Sewu secara resmi masuk dalam agenda tahunan
Banyuwangi Festival (Lihat Gambar 5.4) sehingga tumpeng sewu yang berawal
dari slametan desa bertransformasi menjadi Festival Tumpeng Sewu. Hal tersebut
mengangkat sebuah tradisi sekaligus menjadikannya sebagai potensi pariwisata
yang menarik minat pengunjung.
65

Gambar 5. 4 Kalender Banyuwangi Festival 2015 (Sumber: Dokumentasi


Pokdarwis)

Pelaksanaan Festival Tumpeng Sewu pada Kamis, 17 September 2015


memiliki serangkaian acara yaitu kegiatan Mepe Kasur warna hitam merah pada
pagi hari, dilanjutkan pada sekitar pukul 2 sore yaitu terdapat upacara ritual ke
makam Buyut Cili yang hanya dilakuakan oleh sesepuh desa saja yaitu Setyo
Herfendi. Kemudian dilanjutkan dengan persiapan acara puncak di malam hari
yaitu menyajikan hidangan tumpeng di sepanjang jalan utama Desa Kemiren
dengan menggelar tikar. Sebelum acara dimulai dilakukan penyalaan obor. Pada
setiap tumpeng di sepanjang jalan terdapat oncor (obor). Uniknya, obor tersebut
memiliki api yang spesial diambil dari kawah gunung Ijen oleh ketua adat yaitu
Suhami, yang dikenal dengan sebutan blue fire (lihat gambar 5.5). Hal tersebut
dilakukan karena kesucian api dinilai dari betapa sulitnya mendapatkannya.

Gambar 5.5 Oncor atau Obor dalam pelaksanaan Festival Tumpeng Sewu 2015
(Sumber: Dokumentasi Pokdarwis)

Berbagai daya tarik seperti obor hingga kuliner yang disajikan sendiri
berperan dalam menarik pengunjung untuk datang ke Desa Kemiren. Fenomena
66

penjualan Pecel Pithik pun mulai terjadi pada masa kepemimpinan Bu Lilik
berlangsung. Pihak pihak yang masuk dalam struktur formal mulai berani menjual
kesakralan budaya yang dimiliki (Rahmadani, 2018:61). Pecel pithik kemudian
menjadi icon dari pelaksanaan Festival Kuliner Tumpeng Sewu berguna tidak
hanya pada satu festival saja namun sebagai asset ekonomi yang menjadi potensi
pariwisata di Desa Kemiren melalui kegiatan ritual ritual yang dilakukan.
Praktik komodifikasi terjadi pada Ritual Adat Bersih Desa Kemiren dimana
hidangan khas dalam Slametan pada Festival Tumpeng Sewu yang merupakan
bagian dari acara ritual adat bersih desa dijadikan komoditas yang mampu
diperjualbelikan kepada pengunjung atau wisatawan. Kegiatan yang mendukung
komodifikasi ritual adat bersih desa yaitu penyelenggaraan Festival Tumpeng Sewu
yang menyajikan kuliner khas ritual yaitu Tumpeng Pecel Pithik sebagai ikon
sekaligus menjadi komoditas. Padahal fungsi kuliner Tumpeng Pecel Pithik
sebenarnya dari Festival Tumpeng Sewu merupakan hidangan dalam Ritual Adat
Bersih Desa yang disajikan sebagai ucapan rasa syukur masyarakat atas panen yang
berlimpah serta penghormatan kepada leluhur sehingga menjadi kepercayaan untuk
menolak bala’.

5.3 Pengaruh Komodifikasi Ritual Adat Bersih Desa Menjadi Tradisi


Tumpeng Sewu
Pariwisata mengarah pada kepuasan manusia secara duniawi hal tersebut
bertolak belakang dengan ritual adat yang mengarah pada religiusitas masyarakat
secara rohani. Namun munculnya pariwisata yang mengangkat ritual adat yang
dikemas dalam sebuah Festival tentu memiliki dampak terhadap masyarakat.
Komodifikasi budaya berupa ritual adat bersih desa menjadi tradisi tumpeng sewu
memiliki pengaruh positif dalam bidang ekonomi. Pengaruh positif bagi
masyarakat Kemiren dalam bidang ekonomi akan dijelaskan di bawah ini.
Adanya Banyuwangi Festival (B-Fest) memiliki banyak pengaruh terhadap
event – event yang dimasukkan ke dalam B-Fest, salah satunya adalah tradisi
tumpeng sewu. Sebelum adanya banyuwangi Festival, Tumpeng Sewu merupakan
ritual bersih desa yang hanya dihadiri oleh masyarakat desa Kemiren saja
67

(Mayyana, 2018:66). Namun semenjak tadisi tumpeng sewu dimasukkan ke dalam


agenda festival tahunan tersebut, maka banyak wisatawan yang tertarik berkunjung
ke desa Kemiren untuk mengikuti kegiatan tradisi tersebut.
Banyaknya wisatawan yang berkunjung tidak lepas dengan adanya peran
promosi yang digencarkan oleh pemkab Banyuwangi dengan menyebar poster
kalender festival tahun 2015. Dengan banyaknya wisatawan yang hadir pada tradisi
Tumpeng Sewu, kemudian mulai membuat masyarakat desa Kemiren khususnya
pihak desa melihat sebuah peluang untuk mendapatkan keuntungan lebih dengan
melakukan modifikasi budaya. Harapannya adalah akan lebih banyak wisatawan
yang datang sehingga dapat memberikan keuntungan pada masyarakat Kemiren.
Begitu banyaknya budaya yang ada di Banyuwangi maka seharusnya
masyarakat mampu menghayati dan menikmati budaya daerahnya sebagai asset
budaya nasional. Pagelaran yang ditujukan seharusnya berisi budaya agar sekiranya
pengunjung dapat menginterpretasikannya menjadi senang (Sugiyanto, 1994 dalam
Fitriana, 2021: 76). Menu tumpeng pecel pitik yang dahulunya hanya dijadikan
ritual, kini dijadikan komoditi utama untuk meraup penghasilan. Selain itu,
Modifikasi budaya dilakukan masyarakat Kemiren dengan tujuan menyenangkan
wisatawan, karena tradisi berjalan satu hari tiap tahunnya, bagi wisatawan yang
datang di luar jadwal festival bisa menikmati hidangan tersebut.
Wisatawan yang tertarik berpartisipasi dalam prosesi tradisi tumpeng
seweu tersebut sengaja memesan tumpeng kepada masyarakat Kemiren sendiri. Hal
ini dimanfaatkan bagi ibu-ibu yang ingin mendapat keuntungan disamping kegiatan
tradisi Tumpeng sewu sebagai hasil dari proses komodifikasi ritual adat bersih desa
(Wawancara dengan M. Arifin, 19 Mei 2022). Adanya Tumpeng Pecel Pithik
dijajakan sebagai komoditas seperti yang diungkapkan oleh Saniyah. Tumpeng
pecel pitik merupakan makanan khas yang dilaksanakan untuk ritual. Tumpeng
pecel pitik berisi urap-urap, gorengan tempe tahu, tumpeng pecel pithik dengan
ayam kampung, Saniyah menjual dengan harga Rp 250.000,00. Namun terjadi
persoalan bahwa terdapat masyarakat yaitu Nur yang menjual tumpeng lebih murah
yaitu seharga Rp. 200.000,00 kepada wisatawan.
68

Persoalan ini dapat diatasi oleh koordinasi pemerintah desa Lilik Yulianti
dengan pemuda dari Pokdarwis yaitu M. Edy Saputro selaku ketua dan Herman
Yogi selaku sie pengembang usaha. Kemudian dibuat poster ketentuan harga agar
tidak terjadi kesenjangan antar penjual tumpeng. Pamphlet atau poster yang telah
dikoordinir oleh Pokdarwis dihargai sejumlah Rp. 250.000. Adanya koordinasi dari
Pokdarwis dan Karang Taruna membuat acara berjalan lancar. Koordinasi tersebut
menghasilkan keputusan bahwasannya harga tumpeng harus mengikuti aturan yang
tertera di pamphlet, dengan begitu Saniyah dan Nur mematok harga sesuai
peraturan.
Sistematika pemesanan tumpeng yang lebih terkoordinir menghadirkan
keuntungan bagi masyarakat desa kemiren sendiri. Hal tersebut juga menambah
jumlah tumpeng yang disajikan serta menambah kemeriahan acara ketika masuk
dalam tahapan acara makan bersama. Daya tarik dan sensasi merasakan bagaimana
mengikuti prosesi ritual dari tradisi tumpeng sewu menjadi tujuan utama
pengunjung datang berwisata.
Pelaksanaan Tumpeng Sewu memicu penjualan tumpeng di luar acara
berlangsung. Desa Kemiren mencatat bahwa pada 2015, sebanyak 800 tumpeng
terjual. Masyarakat yang menerima pesanan memiliki untung Rp 150.000 pada tiap
tumpeng, pihak pokdarwis dan karang taruna yang berperan dalam menjajakan
tumpeng dan mengkoordinir pemesanan mendapat keuntungan sebesar 100.000
tiap penjualan satu tumpeng (wawancara dengan M. Efendy, 14 Agustus 2022). Nur
juga menjelaskan bahwa dengan adanya Festival Tumpeng Sewu ini berdampak
pada perekonomian masyarakat tidak hanya pada hari berlangsungnya festival saja,
tetapi juga pada hari hari biasa apabila ada tamu yang berkunjung di Desa Kemiren
biasanya mereka meminta untuk membuatkan Tumpeng Sewu Mini di sepanjang
jalan gang dekat Balai Desa. Hal tersebut menambah pendapatan masyarakat sekitar
dikarenakan adanya pesanan pengunjung yang ingin merasakan bagaimana salah
satu ritual adat bersih desa berlangsung namun belum berkesempatan datang tepat
pada Festival Tumpeng Sewu.
Festival Tumpeng Sewu yang menyuguhkan salah satu kuliner ritual adat
bersih desa dianggap sebagai salah satu jenis pariwisata budaya. Industri Pariwisata
69

merupakan kumpulan usaha pariwisata yang saling terkait dalam rangka


menghasilkan barang atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dalam
penyelenggaraan pariwisata (Spillane1985: 87-88). Hal tersebut mengakibatkan
desa Kemiren sebagai lokasi diselenggarakannya Festival Tumpeng Sewu dianggap
sebagai industri pariwisata. Komodifikasi budaya yang dilakukan oleh masyarakat
Kemiren merupakan bentuk kreativitas masyarakatnya sendiri, yang mempunyai
tujuan motif ekonomi menjual makanan khas ritual yaitu tumpeng pecel pitik.
Pemerintah desa beserta organisasi masyarakat secara kompak mendorong proses
komodifikasi budaya ritual bersih desa menjadi tradisi tumpeng sewu dengan
maksud memberdayakan masyarakatnya dengan tetap mempertimbangkan
kesakralan ritual yang tidak berani mengubah hari pelaksanaan serta prosesinya.
BAB 6. PENUTUP

6.1 Simpulan
Masyarakat Kemiren mengalami perubahan sosial yang ditunjukkan pada
struktur masyarakatnya. Perubahan tersebut didasari oleh permasalahan struktur
sosial masyarakat Kemiren 1996 yaitu tidak aktifnya organisasi, kelompok sosial,
dan memudarnya norma – norma pada masyarakat Kemiren. Hal tersebut
dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya struktur organisasi karang taruna
belum terbentuk, karena kurangnya motivator penggerak di dalam organisasi
Karang Taruna desa Kemiren 1996. Pemerintah desa yang belum memberikan
perhatian terhadap organisasi dan kelompok sosial. Akibatnya organisasi karang
taruna mengalami vakum sejak akhir 1998 hingga 2007 tidak ada perubahan
kegiatan yang dominan di dalam organisasi selain melakukan program kerja bakti
bersama. Pada tahun 2008, pemerintah desa A.A. Tahrim membangkitkan kembali
para pemuda dengan membentuk tatanan struktur yang baru seperti Ariman sebagai
ketua organisasi Karang Taruna, adanya struktur yang jelas membuat program kerja
menjadi terarah seiiring masuknya arus pariwisata ke desa Kemiren.
Berkembangnya arus pariwisata membuat golongan tua antisipasi adanya unsur
budaya asing yang masuk, maka dibentuklah Lembaga Adat Osing (LAO),
sedangkan golongan muda membentuk Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) untuk
lebih menggali potensi budaya untuk dimanfaatkan sebagai komoditi pariwisata
yang berlandaskan CBT. Implementasi peran ditunjukkan sejak 2011 – 2015
wisatawan meningkat, dengan begitu tatanan struktur sosial masyarakat Kemiren
mengalami perubahan yang signifikan sehingga menjadikan organisasi sosial,
kelompok sosial menjadi jelas.
Kehidupan budaya masyarakat Kemiren mengalami perubahan pada ritual
adat bersih desa tahun 1996 bersifat sakral. Kesakralan tersebut dilihat dari prosesi
kegiatan slametan bersih desanya. Sesepuh adat hanya membolehkan yang
memakan hidangan ritual hanyalah para laki – laki, dikarenakan perempuan hanya
bertugas memasak hidangan ritual, Ritual yang khas adalah tumpeng pecel pithik.
Tumpeng pecel pitik mengalami komodifikasi sejak tahun 2015, Tumpeng yang
71

dihidangkan berjumlah seribu buah atau Sewu, kemudian secara resmi masuk dalam
agenda tahunan B-Fest sehingga tumpeng sewu yang berawal dari selametan bersih
desa bertransformasi menjadi Festival Tumpeng Sewu. Ritual adat tersebut dikemas
menjadi paket wisata yang awalnya bersifat sakral beralih ke arah profan seperti
hidangan pecel pithik dapat dinikmati secara bebas tanpa ada batasan gender,
sehingga masyarakat Kemiren memanfaatkan untuk menjadikan komoditi dengan
motif ekonomi menambah penghasilan. Dengan begitu perubahan yang terjadi
menghasilkan pengaruh yang positif pada kesejahteraan masyarakat Kemiren.

6.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian terkait perubahan sosial dan budaya
masyarakat Kemiren 1996 - 2015, maka penulis memberi saran terhadap
masyarakat Kemiren dan almamater sebagai berikut:
1. Saran bagi masyarakat Kemiren
Masyarakat Kemiren memerlukan pertimbangan secara matang dalam
mengimplentasikan tradisi ke dalam pengemasan paket wisata. Tradisi yang
dikemas dalam paket wisata B-Fest yaitu Ritual adat bersih desa yang mengalami
perubahan menjadi Tradisi Tumpeng Sewu. Namun, masyarakat Kemiren
khususnya golongan tua justru menolak perubahan dikarenakan kuatnya memegang
teguh adat istiadat leluhurnya, kemudian disepakati untuk hari pelaksanaan
mengikuti adat istiadat yang ada. Peristiwa tersebut dapat menjadi pertimbangan
bagi masyarakat Kemiren golongan pemuda untuk tidak terburu-buru dalam
menetapkan keputusan komodifikasi ritual yang ada, sehingga paket wisata yang
diawarkan berdasarkan paket wisata edukasi budaya dengan ciri khas dari budaya
tersebut tidak dapat dihilangkan.
Masyarakat Kemiren perlu memiliki kesiapan menghadapi arus pariwisata
yang terus meningkat di masa depan, hal tersebut bisa dipersiapkan dengan cara
melanjutkan program kerja organisasi sosial Karang Taruna, Pokdarwis, Kelompok
Homestay, Lembaga Adat yang lebih inovatif sesuai CBT (Community Based
Tourism). Program kerja yang inovatif wajib diimplemestasikan seperti penyediaan
toilet umum, perbaikan jalan menuju rumah adat Sukosari, digitalisasi mini book,
72

yang dapat mearik wisatawan berkunjung ke Desa Kemiren. Dengan begitu,


keberlanjutan program kerja dari organisasi sosial kemudian kelompok sosial dapat
mencegah penurunan jumlah wisatawan yang berkunjung.
Masyarakat Kemiren juga dapat melakukan pelatihan bahasa asing seperti
bahasa Inggris agar memudahkan wisatawan asing berkomunikasi dengan baik,
namun tetap mempertahankan bahasa Using sebagai bahasa daerah. pelatihan-
pelatihan yang akan membantu masyarakat Kemiren untuk menyesuaikan dengan
perkembangan kepariwisataan.
2. Saran bagi Almamater
Penelitian ini dapat menjadi referensi tambahan bagi peneliti lain dalam
melakukan penelitian sejenis dan menjadi bentuk pelaksanaan Tri Dharma
Perguruan Tinggi bagi Universitas Jember.
73

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, C.F. 2022. Dinamika Makna Tradisi Arak Arakan Barong Suku Using Di
Desa Kemiren Kecamatan Glagah Kabupaten Banyuwangi Di Tengah
Globalisasi (Studi Kasus: Transformasi Makna Tradisi Bagi Generasi
Milenial). Skripsi. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Alfianto, R.D. 2016. Praktik Sosial Karang Taruna Mekarsari Dalam


Pemberdayaan Masyarakat Di Desa Wisata Osing. Jurnal
Administrasi Publik, Volume 2, Nomor 6

Anoegrajekti, Novi. 2008. Using Banyuwangi. Artikel. Diadaptasi dari


https://desantara.or.id/using-banyuwangi-2/

Anoegrajekti, dkk. 2016. Jejak Langkah Perubahan Dari Using Sampai Indonesia
Yogyakarta: Ombak

Anoegrajekti, dkk. 2016. Kebudayaan Using Konstruksi, Identitas, Dan


Pengembangannya. Yogyakarta: Ombak

Fawaid. 2015. Eksistensi Seni Tari Gandrung Di Desa Kemiren Kecamatan Glagah
Kabupaten Banyuwangi. Skripsi. Jember: Universitas Jember

Fitriana, C.A. 2021. Festival Kuliner Tumpeng Sewu Dalam Ritual Adat Bersih
Desa Kemiren Sebagai Obyek Pariwisata 2015 – 2019. Skripsi. Jember:
Universitas Jember

Gotschalk, L. Mengerti Sejarah. Terjemahan oleh Nugroho Notosusanto. 2015.


Jakarta: UI Press.

Hasanah, Widiyatul. 2021. Kebijakan Strategi Pembangunan Pariwisata Di


Kabupaten Banyuwangi Berdasarkan Perda No 13 Tahun 2o12 Tentang
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan. Skripsi. Jember: Universitas
Muhammadiyah Jember

Ilham, Sri Nasution. 2014. IBD, ISD, IAD. Bandar Lampung: Fak. Dakwah IAIN
Raden Intan

Indiarti, Wiwin. 2016. Masa Lalu Masa Kini Banyuwangi Identitas Kota dalam
Geliat Hibriditas dan Komodifikasi Budaya di Perbatasan Timur Jawa.
Tidak Diterbitkan. International Conference. Universitas PGRI
Banyuwangi

Isnaeni, 2016. Makna Nonverbal Dalam Tradisi Tumpeng Sewu Di Desa Adat
Osing Kemiren Banyuwangi. Jurnal Fisipol, Volume 1, Nomor 3
74

Kismalia, R.I. 2016. Kebijakan Pemerintah Desa Kemiren Dalam Pelestarian


Tradisi Tumpeng Sewu. Skripsi. Jember: Universitas Jember

Koentjaraningrat. 1980. Pengantar Antropologi. Jakarta : Aksara Baru.

Koentjaraningrat. 2002. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Kuntowijoyo. 2013. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: T. Wacana

Kurnia, dkk. 2010. Pelestarian Pola Permukiman Masyarakat Using Di Desa


Kemiren Kabupaten Banyuwangi. Jurnal Tata Kota dan Daerah. Volume
2, Nomor 1

Mayyana, Chelvi. 2018. Rekayasa Budaya Tradisi Bersih Desa Masyarakat


Kemiren (Studi Pada Rekayasa Budaya Ritual “ Tumpeng Sewu”
Masyarakat Desa Kemiren-Banyuwangi). Skripsi. Malang: Universitas
Brawijaya

Moeis, S. 2008. Struktur Sosial : Kelompok Dalam Masyarakat. Bandung: FPIPS


UPI Bandung

Mujdjijono, 2007. Komunitas Adat Using Di Desa Kemiren, Kecamatan Glagah


Kabupaten Banyuwangi. Banyuwangi: Departemen Kebudayaan Dan
Pariwisata

Mujiyanti. 2012. Perubahan Sosial Budaya Masyarakat Kali Code Tahun 1980 –
1992. Skripsi. Surakarta: Universitas Sebelas Maret Surakarta

Mumtazinur. 2019. Ilmu Sosial & Budaya Dasar. Aceh: Lembaga Kajian Konstitusi
Indonesia (Lkki)

Nursafitri, Heni, dkk. 2020. Perubahan Sosial Masyarakat Suku Osing Di Desa
Kemiren Sebagai Media Pebelajaran Sosiologi. Jurnal Pendidikan
Sosiologi. Volume 2, Nomor 3

Nyoman, Suarsana. 2016. Tokoh-Tokoh Teori Evolusi Dan Difusi Kebudayaan.


Tidak Diterbitkan. Bahan Ajar. Bali: Universitas Udayana

Pemerintah Banyuwangi. 1996. Surat Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II


Banyuwangi Nomor 401 Tahun 1996 Tentang Penetapan Lokasi Desa
Wisata Using Di Kabupaten Daerah Tingkat II Banyuwangi. Banyuwangi:
Jaringan Dokumentasi Dan Informasi Hukum

Permadi. 2019. Sinergisitas Pemerintah Dan Masyarakat Dalam Upaya


Pengembangan Desa Wisata (Studi Di Desa Wisata Adat Suku Osing
75

Kemiren Kecamatan Glagah Kabupaten Banyuwangi). Jurnal Pariwisata.


Jember: UNMUH

Prasetyo. 2018. Dinamika Sosial Budaya Petani Kopi Rakyat Di Desa Mulyorejo
Kecamatan Silo Kabuppaten Jember Tahun 2000-2017. Skripsi. Jember:
Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Jember

Rahmadani, Erma. 2018. (Re)Festivalisasi Ritual Tumpeng Sewu Di Desa Wisata


Adat Using Kemiren Banyuwangi. Skripsi.Jember: Universitas Jember

Riannada, Rezy. 2021. Peran Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Kencana Dalam
Pengembangan Desa Wisata Adat Osing Kemiren. Jurnal Mahasiswa
Pendidikan Luar Sekolah. Vol 10 No 1

Rohmania, S.A. 2022. Pengembangan Instrumen Evaluasi Pembelajaran Sejarah


Berbasis Web Wordwall Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas X
IPA Di MA Darul Huda Giri Kab. Banyuwangi. Skripsi. Banyuwangi:
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas 17 Agustus 1945

Sagita, R.A.W. dkk. 2017. Prosiding Penelitian Lapang. Bali: Fakultas Pariwisata,
Universitas Udayana

Saputra, dkk. 2017. Merajut Kearifan Lokal: Tradisi Dan Ritual Dalam Arus
Global. Jurnal. Jember: Universitas Jember

Sari, D. D. 2016. Peranan Karang Taruna Dalam Meningkatkan Kepedulian Sosial


Pemuda. Jurnal Pendidikan. Lampung: UNILA

Setiadi, Elly, dkk. 2006. Ilmu Sosial Dan Budaya Dasar. Jakarta: Kencana

Soekanto, Soerjono. 2017. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo


Persada

Soepeno, B. 2015. Fungsi dan Aplikasi Teori Dalam Penelitian Sosial. Jember:
UPT Penerbitan Universitas Jember

Spillane, J. J. 1987. Ekonomi Pariwisata: Sejarah dan Prospeknya. Yogyakarta:


Penerbit Kanisius

Sufia, dkk. 2016. Kearifan Lokal Dalam Melestarikan Lingkungan Hidup (Studi
Kasus Masyarakat Adat Desa Kemiren Kecamatan Glagah Kabupaten
Banyuwangi). Jurnal Pendidikan. Volume: 1 Nomor: 4. EISSN: 2502-471X

Suhalik. 2011. Benang Merah Peradaban Blambangan. Banyuwangi: SMA 1 Giri


76

Sutedjo, A.C. 2018. Perancangan Destination Branding Desa Kemiren Berbasis


Budaya Sebagai Wisata Desa Adat. Skripsi. Surabaya: Institut Bisnis dan
Informatika STIKOM Surabaya

Suyanto, B. 2013. Sosiologi Ekonomi: Kapitalisme dan Konsumsi di Era


Masyarakat Post-Modernisme. Jakarta: Kencana.

Tabah, S.H. Tanpa Tahun. Perubahan Sosial Budaya. Tidak Diterbitkan:


Universitas Islam Negeri Sumatera Utara

Tanpa nama. 2017. Inventarisasi Kebudayaan, kesenian dan kuliner Desa


Kemiren. Malang: UM

Tobing, N. L.dkk. 1993. Pola Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat Using Di


Kabupaten Banyuwangi Propinsi Jawa Timur. Jakarta: Direktorat Sejarah
Dan Nilai Tradisional

Van, J.Baal. 1987. Sejarah Dan Pertumbuhan Teori Antropologi Budaya (Hingga
Dekade 1970). Jakarta: PT Gramedia

Wayang, Ahmad, dkk. 2018. Kultur dan Tradisi Nusantara Praktik Baik Penggiat
Literasi Nusantara. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan
KebudayaanDirektorat Pembinaan Pendidikan Keaksaraan dan Kesetaraan

Wijaya, P.Y., 2007. Studi Rumah Adat Suku Osing Banyuwangi Jawa Timur.
Jurnal Simposium Nasional. ISSN 1412-9612

Wijayanti, dkk. 2017. Kemiren: Potret Budaya Adat Osing. Yogyakarta: Azyan
Mitra Media

Wijayanti, dkk. 2018. Kemiren 2: Menguak Potret Pelaku Budaya Osing.


Yogyakarta: Azyan Mitra Media

Wijayanti, dkk. 2019. Kemiren 3: Pelestarian Budaya Di Luar Nalar. Yogyakarta:


Azyan Mitra Media

Wijayanti, dkk. 2020. Kemiren 4: Pelestarian Budaya Melalui Akuntansi


Berkebudayaan. Lumajang: Widya Gama Press

Sumber Lisan

Ahmad Abdul Tahrim selaku Kepala Desa Kemiren 2007 – 2012 dan anggota
lembaga adat Desa Kemiren, wawancara pada tanggal 22 Mei 2022

Mas Tuki selaku pengurus Karang Taruna 2008 – 2015, wawancara pada tanggal
15 Agustus 2022
77

M. Arifin selaku Kepala Desa Kemiren 2019 – 2024, wawancara pada tanggal 19
Mei 2022

M. Efendy selaku wakil ketua Pokdarwis 2014 dan Bendahara Pokdarwis 2015,
wawancara pada tanggal 14 Agustus 2022

Sae Panji selaku Tokoh masyarakat dan anggota lembaga adat Desa Kemiren,
wawancara pada tanggal 27 Mei 2022

Suhaimi selaku Ketua Adat Desa Kemiren, wawancara pada tanggal 21 Mei 2022

Sukar selaku Ketua Kelompok Tani Desa Kemiren, wawancara pada tanggal 21
Mei 2022

Suwandi selaku ketua Karang Taruna 1996, wawancara pada tanggal 15 September
2022

Sumber Internet

https://kbbi.lektur.id/matapencaharian#:~:text=Menurut%20Kamus%20Besar%20
Bahasa%20Indonesia,biaya%20hidup%20sehari%2Dhari). [diakses pada 3
juni 2022]
LAMPIRAN

Lampiran 1. Matrik Penelitian


Topik Judul Penelitian Jenis dan Sifat Penelitian Permasalahan Sumber Data Metode Penelitian
1 2 3 4 5 6
Perubahan Sosial dan Perubahan Sosial dan a. Jenis Penelitian: 1. Bagaimanakah a. Sumber tertulis: a. Metode Penelitian:
Budaya Budaya Masyarakat Penelitian Sejarah perubahan struktur Buku, Dokumen, 1. Heuristik
Kemiren 1996 - 2015 b. Sifat Penelitian: sosial masyarakat Arsip Foto 2. Kritik
Penelitian Lapang Kemiren tahun 1996 - b. Sumber Lisan: 3. Interpretasi
2015? Wawancara 4. Historiografi
2. Bagaimanakah b. Pendekatan:
perubahan kehidupan Antropologi Budaya
budaya masyarakat di c. Teori:
Desa Kemiren tahun Teori Evolusi Herbert
1996 - 2015? Spencer

78
Lampiran 2. Pedoman Penelusuran Sumber Sejarah
NO. Informasi yang dibutuhkan Satuan Wilayah Bentuk Sumber Teknik Pengumpulan
Data
1. Perubahan struktur sosial masyarakat Desa Kemiren Data Kualitatif 1. Teknik Dokumentasi
Kemiren tahun 1996 - 2015 2. Teknik Observasi
3. Teknik Wawancara
2. Perubahan kehidupan budaya Desa Kemiren Data Kualitatif 1. Teknik Dokumentasi
masyarakat di Desa Kemiren tahun 2. Teknik Observasi
1996 - 2015 3. Teknik Wawancara

79
Lampiran 3. Daftar Informan
No. Nama Alamat Umur Jabatan
1. Ahmad Abdul Tahrim Desa Kemiren, Kecamatan Glagah 54 tahun Kepala Desa Kemiren 2007 – 2012 dan anggota
Banyuwangi lembaga adat Desa Kemiren
2. M. Arifin Desa Kemiren, Kecamatan Glagah 39 tahun Kepala Desa Kemiren 2019 – 2024
Banyuwangi
3. M. Efendy Desa Kemiren, Kecamatan Glagah 28 tahun Wakil ketua Pokdarwis 2014 dan Bendahara
Banyuwangi Pokdarwis 2015
4. Mas Tuki Desa Kemiren, Kecamatan Glagah 40 tahun pengurus Karang Taruna 2008 – 2015
Banyuwangi
5. Sae Pandji Desa Kemiren, Kecamatan Glagah 65 tahun Tokoh masyarakat dan anggota lembaga adat
Banyuwangi Desa Kemiren
6. Suhaimi Desa Kemiren, Kecamatan Glagah 63 tahun Ketua Adat Desa Kemiren
Banyuwangi
7. Sukar Desa Kemiren, Kecamatan Glagah 77 tahun Ketua Kelompok Tani Desa Kemiren
Banyuwangi
8. Suwandi Desa Kemiren, Kecamatan Glagah 46 tahun Ketua Karang Taruna Mekar Sari 1996
Banyuwangi

80
81

Lampiran 4. Pertanyaan Wawancara


Daftar Pertanyaan

1. Apa saja organisasi yang dibentuk oleh pemerintah desa pada 1996 - 2015?
2. Sejak kapan masing - masing organisasi tersebut dibentuk?
3. Apa urgensi dari pembentukan organisasi tersebut?
4. Bagaimana implementasi atau pengaruhnya terhadap masyarakat Kemiren?
5. Apa saja kendala atau permasalahan dalam implementasi kinerja organisasi
sosial yang terjadi pada tahun 1996 - 2015?
6. Bagaimana menurut bapak/ibu terkait peran pemerintah desa pada tahun 1996 -
2015 terhadap organisasi sosial?
7. Bagaimana perkembangan dari masing - masing organisasi tersebut dari awal
didirikan hingga berjalannya organisasi pada 2015?
8. Apa saja kelompok sosial yang ada pada tahun 1996 - 2015?
9. Sejak kapan masing - masing kelompok sosial tersebut dibentuk?
10. Apa urgensi dari pembentukan dari masing - masing kelompok sosial tersebut?
11. Bagaimana implementasi atau pengaruhnya terhadap masyarakat Kemiren?
12. Apa saja kendala dalam implementasi kinerja kelompok sosial yang terjadi pada
tahun 1996 - 2015?
13. Bagaimana menurut bapak/ibu terkait peran pemerintah desa pada tahun 1996 -
2015 terhadap kelompok sosial?
14. Bagaimana perkembangan dari masing - masing kelompok sosial tersebut dari
awal didirikan hingga berjalannya organisasi pada 2015?
15. Apakah ada organisasi sosial maupun kelompok sosial yang dibuat masyarakat
sendiri?
16. Bagaimana perkembangan masing-masing organisasi maupun kelompok
tersebut dari 1996 - 2015?
17. Sejak kapan lembaga adat desa Kemiren didirikan?
18. Bagaimana proses mendirikan lembaga adat tersebut?
19. Apa urgensi dalam mendirikan lembaga adat Kemiren tersebut?
20. Bagaimana peran dan perkembangan lembaga adat tersebut 1996 - 2015?
82

21. Sejak kapan Karang Taruna di desa Kemiren dibentuk?


22. Apa tujuan awal dari organisasi Karang Taruna Desa Kemiren?
23. Bagaimana struktur kepengurusan (ketua, anggota) dari organisasi Karang
Taruna pada tahun 1996 - 2015?
24. Apa sajakah program – program tahun 1996 - 2015?
25. Apa kendala dari pelaksanaan program-program Karang Taruna tahun 1996 -
2015?
26. Bagaimana implementasi atau pengaruhnya terhadap masyarakat Kemiren 1996
- 2015?
27. Bagaimana perkembangan Karang Taruna terhadap pengembangan desa
wisata?
28. Sejak kapan Pokdarwis di desa Kemiren dibentuk?
29. Bagaimana proses pembentukan Pokdarwis?
30. Apa tujuan awal dari Pokdarwis Desa Kemiren?
31. Bagaimana struktur kepengurusan (ketua, anggota) dari Pokdarwis tersebut?
32. Apa sajakah program – program dari pokdarwis sejak awal pembentukan
hingga 2015?
33. Apa kendala dari pelaksanaan program-program tersebut?
34. Bagaimana implementasi atau pengaruhnya terhadap masyarakat Kemiren sejak
awal pembentukan hingga 2015?
35. Bagaimana perkembangan dan perubahan Pokdarwis terhadap pengembangan
desa wisata di Kemiren?
36. Apa saja norma - norma sosial di masyarakat Kemiren?
37. Bagaimana dinamika dari norma - norma tersebut sejak 1996 - 2015?
38. Bagaimanakah asal usul Ritual Adat Bersih Desa di Desa Kemiren?
39. Bagaimana makna dan tujuan dilaksanakannya Ritual Adat Bersih Desa
Kemiren?
40. Bagaimana tahapan berlangsungnya Ritual Adat Bersih Desa Kemiren?
41. Bagaimanakah persiapan pembuatan Hidangan dan adakah kiat - kiat khusus
dalam proses memasak hidangan untuk persembahan kepada leluhur kaitannya
dengan serangkaian Ritual Adat Selametan Desa Kemiren?
83

42. Bagaimanakah menurut anda mengenai adanya perubahan terkait


berlangsungnya Ritual Adat Selametan Desa Kemiren bersamaan dengan
Festival Tumpeng Sewu?
43. Bagaimana kaitannya dengan slametan ke makam dhanyang desa Buyut Cili?
44. Bagaimanakah peran pemerintah dalam berlangsungnya Ritual Adat Selametan
Desa Kemiren maupun Festival Tumpeng Sewu?
45. Bagaimanakah dampak yang dirasakan anda sebagai pemangku adat setelah
berlangsungnya Festival Tumpeng Sewu?
46. Bagaimanakah dampak yang dirasakan anda sebagai masyarakat Kemiren
setelah berlangsungnya Festival Tumpeng Sewu?
84

Lampiran 5. Hasil Wawancara

Nama : Ahmad Abdul Tahrim


Usia : 54 tahun
Jabatan : Kepala Desa Kemiren 2007 – 2012 dan anggota lembaga adat Desa
Kemiren
Alamat : Desa Kemiren
Organisasi sangat minim sekali jika dibawah tahun 2000, dan sekitar tahun
2007 baru ada perkembangan ada sema’an Al-Qur’an dan Kelompok Jam’iyyah
tahlil per RT, biayanya itu dari masyarakat itu sendiri sebelum 2007, setelah tahun
2007 istilah pancen atau dana dari masyarakat tersebut dihilangkan. Diganti dengan
biaya dana pribadi Kepala Desa era 2007-2012. Fatayat dan muslimat juga lebih
berkembang. karena ingin masyarakat kompak dalam melakukan acara-acara
tersebut yang kemudian lebih berkembang menjadi sema’an al Qur’an yang
dulunya hanya mocoan lontar saja. Selain itu masyarakat Kemiren dominan petani
dan buruh, selain itu juga ada yang sebagai tentara, polisi, guru, tukang batu, itu
sebagian kecil. Karena faktor lingkungan dan lingkungan di sini kebanyakan air,
jadi lahannya digunakan untuk persawahan atau agraris. Kebanyakan lahan
persawahan diperoleh melalui warisan orang tuanya dahulu, barang siapa yang
kakek neneknya membabat lahan maka anak cucunya akan kaya, seperti itu. Sejak
tahun diatas tahun 2000 sudah mulai berkembang, tetapi masih didominasi oleh
pertanian sebagai mata pencaharian utama, untuk alatnya masih tradisional dan
pupuknya menggunakan pupuk organik, pupuk kandang, bukan dari pupuk kimia,
dan masa panennya alami hingga 6 bulan lamanya. Di masa 2008 Bu ratna di
Kemiren mendapatkan bantuan mesin doser ada 8 dan 2 traktor untuk masyarakat
Kemiren sebagai program ijonisasi, yang kemungkinan menghabiskan dana.
Sebesar 125 juta rupiah.
Tradisi di Kemiren ini sangat banyak, kemudian saya juga peduli dengan
tradisi - tradisi di Kemiren, bahkan saya sendiri menciptakan tradisi Mepe Kasur
dengan gagasan yang dapat diterima sekarang. Saya ingin memperkenalkan
gagasan mengenai menjemur kasur secara bersama – sama kepada masyarakat
85

Kemiren secara luas. Pada tahun 2008 saya adakan musyawarah bersama Suhaimi,
Sae, sama golongan pemuda itu untuk ikut serta mengsosialisasikan kepada
masyarakat secara umum.
Tujuan awal dari gagasan atau ide adalah untuk lebih mementingkan
kesehatan masyarakat Kemiren (Suku Using) itu sendiri. Karena dengan menjemur
kasur, maka debu dan kotoran – kotoran yang menempel akan terangkat dan hilang
apabila dijemur. Selain itu juga untuk menjaga kebersihan lingkungan setempat.
Tapi menuai banyak respon dari kalangan masyarakat Kemiren (Suku Osing), ada
sebagian masyarakat yang mendukung (pro) dengan gagasan beliau dan ada pula
yang tidak setuju (kontra). Bahkan saya adalah kepala desa Kemiren yang pernah
mengalami didemo oleh masyarakat sendiri, dikira saya sudah gila banyak gagasan
dan inisiatif. Kemudian, diadakan musyawarah kembali yang menghasilkan dua
keputusan yang dikeluarkan, keputusan pertama adalah kegiatan mepe kasur tetap
akan dilaksanakan. Sedangkan masyarakat yang kontra akan diberikan imbalan
berupa uang senilai Rp 5000,00/kasur. Sejak itulah tradisi mepe kasur dilaksanakan
hingga sekarang tanpa ada yang kontra.

Banyuwangi, 22 Mei 2022

A. A. Tahrim
86

Nama : M. Arifin
Usia : 39 tahun
Jabatan: Kepala Desa Kemiren 2019 – 2024
Alamat: Desa Kemiren
Organisasi dan Kelompok sosial yang pembentukannya formal yaitu yang
pertama LAZIS, kemudian Lembaga Amal Zakat yang kemudian diambil alih
menjadi LAZIS-NU. Yang kedua Karang Taruna yang setiap desa – desa pasti ada.
Yang ketiga kelompok sosial POKDARWIS yaitu Kelompok Sadar Wisata dan
yang keempat Lembaga Adat Using dan semuanya sudah di SKkan. Karang Taruna
dibentuk sudah sejak lama, sejak jaman remaja saya sudah ada yang namanya
Karang Taruna tersebut. Kemungkinan rentang tahun 90.an sudah masuk ke Desa
Kemiren ini. Jika Pokdarwis sendiri dibentuk pada 2014, masa bupati Abdullah
Azwar Anas dikarenakan bapak Anas memfokuskan meningkatkan wisata di
Banyuwangi. Untruk Lembaga Adat Using sendiri sejak lama yaitu pada tahun
2001 masa bupati Samsul Hadi. Karang Taruna bertujuan untuk mengkader kader
para pemuda – pemuda Using Desa Kemiren. Pokdarwis bertujuan menata,
mengelola, dan mempublikasikan atau memanajemen tata kelola Desa Kemiren di
bidang wisata. Karena Desa Kemiren itu sendiri terkenal akan tradisi serta
budayanya. Mereka yang memberikan inovasi, melestarikan budaya – budaya di
Desa Kemiren. Selain itu juga dari segi marketing juga peran dari Pokdarwis
tersebut. Jika lembaga adat memberikan warning atau memberikan hukum – hukum
adat secara lisan dan belum ada yang secara tersurat, semacam fatwa agar dapat
menjaga adat istiadat yang ada di Desa Kemiren ini.
Lembaga Amil Zakat (LAZIS) memiliki peran sosial di lingkup masyarakat,
seperti mengurus kegiatan perzakatan, namun berkembang dan lebih memiliki
banyak program seperti, mengadakan bakti sosial setiap bulanya, santunan anak
yatim yang tujuannya memberdayakan masyarakat. Untuk rekrut anggotanya
terbuka untuk umum masyarakat Desa Kemiren. Untuk yang para pemuda kita
taruh di Pokdarwis dan Karang Taruna, karena mereka dinilai mampu untuk
menguasai media dan alat komunikasi. Jika yang tua – tua sebagian ditaruh di Lazis
dan Lembaga Adat untuk kepentingan berfatwa dan melestarikan tradisi sesuai adat
87

istiadat Desa Kemiren. Dalam perjalanannya kelompok sosial Pokdarwis, awalnya


saling berbenturan karena tahun 2014 pak Jokowi mencanangkan Badan Usaha
Indonesia sedangkan Pokdarwis itu sendiri berperan sebagai tata kelola atau
memanajemen tentang pariwisata yang ada. Kemudian agar kedua lembaga tersebut
saling berjalan maka Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) berkolaborasi dengan
Pokdarwis tersebut, Bumdes yang menaungi organisasi Pokdarwis. Namun jika
Karang Taruna diluar dari Bumdes dikarenakan anggotanya masih Sekolah
Menengah Atas, beda dengan anggota Pokdarwis yang sudah lulus SMA atau
sedang Kuliah. Dengan tujuan dapat memajukan Desa di dalam bidang tersebut
menggunakan daya intelektualnya.
Kendalanya lebih dominan kepada anggota dari organisasi yang dihuni oleh
golongan anak muda, egonya tinggi atau lebih mengedepankan egonya sendiri.
Misalnya dalam berorganisasi belum benar – benar paham, bonceng cewek tanda
kutip pacaranlah, disaat musyawarah berkumpul laki – laki dan perempuan maka
timbul saling suka. Di sisi lain yang awalnya anggota dari Karang Taruna beralih
menjadi anggota Pokdarwis karena mereka suka budaya dan seni serta punya skill
di bidang tersebut. Pemerintah desa ikut andil mengatasi kendala organisasi tersebut
supaya lebih maju dan berkembang. Kita ikutkan sosialisasi soal seni dan budaya,
pariwisata dan juga kita bina agar mereka tahu cara berorganisasi yang benar. Maka
dari itu mereka mulai mengerti dan bisa berpikiran dewasa. Dulu ya, Karang Taruna
semasa Pak Anas kita kasih nama semacam Warung Kemangi di bawah naungan
Bumdes. Warung Kemangi menyediakan kuliner khas Desa Kemiren seperti, kucur,
pecel pitik, ayam kesrut. Karang Taruna kolab dengan Pokdarwis, Pokdarwis lebih
condong ke arah publikasi, promosi, tata kelola manajemen, sedangkan Karang
Taruna fokus ke masakan atau menunya. Kemudian perubahan karena warung
dinilai kurang memadai maka dibuat pasar kuliner oleh Karang Taruna. Dalam
seminggu sekali diadakan pertemuan atau diskusi dan diakhiri dengan iuran
bersama untuk keperluan kas organisasi. Setiap nominal iuran yang dilaksanakan
bersifat bebas.
Dana memang dari BUMDES, tetapi jika dana kegiatan seperti Pokdarwis
ingin pengikutan lomba video kreatif terkait Desa Kemiren melalui event itu tinggal
88

mereka mengajukan proposal kepada kami, jika sudah terverifikasi maka akan kami
acc, jika Karang Taruna pertahun kita anggarkan entah itu untuk modal alat sablon,
pembelian alat seperti burdah semacam tabuhan hadrah namun ukurannya lebih
besar. Gunanya untuk menghibur saat orang Kemiren mengadakan acara besar atau
hajatan. Untuk Lembaga Adat sendiri selalu mengajukan proposal untuk anggaran
mocopat Mocoan Lontar Yusuf dan kita biayai untuk segala biaya kegiatannya.

Banyuwangi, 19 Mei 2022

M. Arifin
89

Nama : M. Efendy
Usia : 28 tahun
Jabatan : wakil ketua Pokdarwis 2014 dan Bendahara Pokdarwis 2015
Alamat : Desa Kemiren
Pada tahun 2014 Pokdarwis mulai muncul, alasannya karena peraturan
daerah dari kabupaten Banyuwangi meminta adanya pokdarwis karena ada
destinasi wisata jadi kabupaten meminta adanya pokdarwis. Tidak ada persyaratan
yang harus ini itu jika ingin menjadi anggota, awalnya ya karena komunitas atau
tempat perkumpulan pamuda atau remaja Kemiren. Tujuan pokoknya yaitu
Mengakomodir wisatawan yang berkunjung, Mengelola destinasi wisata,
Mempromosikan destinasi wisata di media sosial seperti Youtube, Tiktok, dan
Instagram. Anggaran pertahun dari ADD , adalah anggaran adat. Asal usul
prosesnya melalui serangkaian tahapan, Tahap awal pembentukan kelompok sosial
Pokdarwis dilakukan dengan memilih calon ketua Pokdarwis Kencana dimulai
dengan musyawarah yang dihadiri oleh Lilik Yuliati selaku kepala desa Kemiren,
Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Suhaimi selaku ketua adat, RT/RW Desa
Kemiren, Abdul Tahrim, Sae Pandji, Sukar selaku tokoh masyarakat serta pemuda
Desa Kemiren pada awal tahun 2014. Hasil musyawarah menyatakan bahwa yang
menjadi ketua Pokdarwis adalah Moh. Edy Saputro.

Tahap kedua membuat dan mengatur pengurusnya, diantaranya Moh.


Efendy selaku wakil ketua, Rini Muryani selaku sekretaris, Hepi Suciati selaku
bendahara, Davit Handrian Dika dan Wahyu NC. selaku Sie Keamanan dan
Ketertiban, Dedi Teguh Slamet dan Ananda Sandra M. selaku Sie Kebersihan dan
Keindahan, Zesy Irama, Kezia Fitriyani, Ahmad Ferdiansyah selaku Sie Daya Tarik
Wisata dan Kenangan, Ade Pramana Putra dan Fathur Rifqi F. selaku Sie Humas
dan Pengembangan SDM, Dikri Wahyu Pramana P. dan Herman Yogi A. selaku
Sie Pengembangan Usaha, Rianto Agus dan Budi Santoso selaku Sie Kesenian dan
Budaya, dan anggota lainnya yaitu Rizal Harista, Ahmad Khoiri, Nanang Hidayat,
dan Putri Ayu Permatasari. Tahap ketiga dan keempat perumusan visi misi
dilanjutkan proker. Proker fokus menangani promosi budaya masyarakat Kemiren
yang diimplemtasikan dalam membuat unit usaha warung pesantogan kemangi,
90

sablon, mengembangkan dan membantu jasa homestay. Jasa Penginapan sejak Fikri
salah satu masyarakat Kemiren yang mempunyai ide sehingga membangun sebuah
tempat penginapan bagi wisatawan yang diberi nama Kedaton Wetan. Harga bagi
wisatawan mulai dari Rp 150.000,00. Salah satu wisatawan yang pernah menginap
yaitu Wahid merupakan salah satu wisatawan asal Besuki yang tercatat menginap
selama 2 malam di homestay Kedaton Wetan, yang bertepatan adanya rangkaian
acara bersih desa yang hingga 3 hari pada bulan Agustus 2014. Edy Saputro ketua
pokdarwis bertemu Fikri selaku pemilik homestay pertama di Desa Kemiren.
Diskusi tertutup dilakukan di rumah Fikri pada malam hari di bulan Oktober 2014.
Edy mengusulkan bahwasannya masyarakat Kemiren lainnnya termotivasi ikut
membangun tempat penginapan bagi wisatawan. Dukungan muncul dari Fikri
selaku aktor dalam urusan penginapan, kemudian bersedia untuk membantu
masyarakat lainnya. Diskusi nonformal dilanjutkan besok harinya di kantor desa
bersama Lilik Yulianti selaku Kepala Desa, hasil keputusannya terdapat dukungan
penuh berupa dana sebesar Rp 4.000.000,00 untuk menambah fasilitas seperti
perbaikan toilet, petunjuk arah jalan, dan tong sampah. Pada akhirnya muncul
sebuah kebijakan harga diputuskan sebesar Rp. 150.000,00 per malam di
keseluruhan homestay di Desa Kemiren.
Pokdarwis pada tahun 2015 ini mengalami banyak perubahan, bukan lagi
fokus unit usaha, namun juga memiliki fokus pada rumah adat using di Sukosari,
Desa Kemiren. Struktur organisasi juga mengalami perubahan diantaranya, Moh.
Edy Saputro sebagai ketua, Muh. Nanda Alhakim sebagai wakil ketua, Hidayatur
Rochman sebagai sekretaris, Muh. Efendy sebagai bendahara, Sandi Agustianto
sebagai Sie Keamanan dan Ketertiban, Davit Handrian sebagai Sie Kebersihan dan
Keindahan, Rizal Harista sebagai Sie Daya Tarik Wisata dan Kenangan, Ade
Pramana Putra sebagai Sie Humas dan Pengembangan SDM, Herman Yogi sebagai
Sie Pengembangan Usaha, dan anggota lainnya yaitu Ahmad Ferdiansyah, Dedy
Teguh S., Kezia Fitriani, Ahmad Khoiri, Maswiya I, Sherly Putri, Mega Ayu, Dita
K., Yesi P., Tiara Novita, Budi S., Hepi S., Riyanto Agus, Rini Muryani, Zesy
Irama, Ananda S., Putri Ayu, dan Moh Fathur R. Kita usaha pariwisata adalah
dibawah naungan bumdes pada unit usahanya. Kita ada SHU kita ada 30% untuk
91

Bumdes. Kalau sablon ini produknya lebih ke temen temen pribadi untuk
mensuport kegiatan wisata. Kalau untuk sablonnya diluar tapi kita ada yang desain
ada unsur-unsur atau kulturnya baru kita jual. Lebih pendukung wisata seperti oleh-
oleh. Dananya kan terbatas. Masyarakat yang menerima pesanan memiliki untung
Rp 150.000 pada tiap tumpeng, pihak pokdarwis dan karang taruna yang berperan
dalam menjajakan tumpeng dan mengkoordinir pemesanan mendapat keuntungan
sebesar 100.000 tiap penjualan satu tumpen. Kalau membuat destinasi wisata yang
akomodasinya bagus perlu dana lebih tapi yang didapatkannya jadi tidak mau di
dapat tidak mau ya harus menuggu beberapa tahun untuk anggaran pertama dan
anggaran ke dua kita juga pada tahun 2015 akhir atau awal 2016 pokok sebelum
pandemi mendapatkan nominasi juara 2 lomba wisata seindonesia ketegori budaya.
Jadi kita dapat nominal akomodasi wisata sekitar 400 an juta itu dibuat untuk
pembangunan. Seperti rumah adat itu termasuk desinasi wisata juga. Kalau ada
reservasi atau kesenian untuk aulanya dibawah kontrol kita tapi untuk jasa makanan
itu dari masyarakat disana kalau disini juga ada pasar kemiren awalnya dari kita
dan dibikinkan struktur sendiri.

Banyuwangi, 14 Agustus 2022

M. Efendy
92

Nama : Mas Tuki


Usia : 40 tahun
Jabatan : Pengurus Karang Taruna 2008 – 2015
Alamat : Desa Kemiren
Karang taruna dibentuk saya kurang tahu terkait kapan dibentuk, sebelum
saya itu sudah ada. Sepertinya sempat vakum juga. Saya mengikuti mulai 2008,
seinget saya off beberapa tahun gitu ada kekosongan jadi saya dan teman-teman
saya membuat karang taruna. Keberadaan karang taruna di awal tahun 1996 sebagai
wadah berkumpul para pemuda di desa Kemiren. Para pemuda tersebut diantaranya
Suwandi, Suroso, Dillah, Misdin, Yusronik, Apung dan lain - lain. Tujuannya Salah
satu tujuannya agar ada wadah untuk membuat teman-teman berkumpul. Seringkali
sebelum adanya karang taruna itu jarang ada perkumpulan. Disikan dibagi kubu,
ada perpecahan jadi berawal dari situ teman-teman membuat kubu timur dan barat
kumpul bersama Adanya keinginan agar pemuda berkontribusi terhadap desa.
Karang Taruna memiliki nama tersendiri yaitu Karang Taruna Mekar Sari setelah
menjadi desa adat wisata, diketuai oleh Suwandi yang memiliki latar belakang
lulusan SD.
Pada tahun 2008, organisasi tersebut mulai muncul kembali dan
memperbaiki tatanan struktur yang baru. Tatanan kepengurusan sudah dibentuk
jumlah secara keseluruhan terdapat 21 pemuda diantaranya, Ariman sebagai ketua,
Mas Tuki sebagai wakil ketua, Jainal sebagai sekretaris dan Muarip sebagai
bendahara. Selain itu, 17 pemuda sebagai anggota organisasi tersebut diantaranya,
Sulaeman, Kolidi, Mursid, Ahmad, Saifulloh, Munip, Zakariyya, Rosyid,
Bambang, Munir, Irpan, Jarimi, Sukir, Gofar, Syafi’i, Buang, dan Mujib. Tetapi
secara aktivitasnya strukturnya tidak formal tetapi dikerjakan secara bersama yang
terpenting kumpul dulu. Karena ketika tidak dihadirkan semua takutnya ada kontra
atau omongan tidak enak. Kubu barat dan timur dikumpulkan dulu lalu membahas
bersama tentang kegiatan. Kalau ider bumi memang sudah ada, tetapi secara
kemasan acaranya lebih dimeriahkan lagi. Tumpeng sewu pun dulu memang sudah
ada, yang awalnya hanya per blok lingkungan-lingkungan sekarang bersama-sama
93

dijadikan dalam satu malam. Seperti festival kopi sepuluh ewu juga.tetapi saya
lebih fokus di paguyuban saya dulu yaitu paguyuban thulik kemiren (PATHOK).
Kendala besar itu tidak ada, artinya memang dalam satu perkumpulan pasti
ada. Pada saat diawal 2008 kan ada yang masih bujang dan ada juga yang sudah
menikah. Karena kita bergeraknya tidak dari sisi materi tetapi adanya kenginan
membangun desa yang sampai sekarang masih dinikmati generasi setelah saya.
Keterlibatan karang taruna pada tradisi Mepe Kasur Ditahun 2008 sebelumnya
sudah ada tetapi, setelah tahun 2008 kita kemas seperti ider bumi dulu hanya ada
barong sekarang sudah ditambah lagi , dikemas lagi dan dioptimalkan lagi.
Tumpeng sewu pun juga dulu hanya perkampung dan perlingkungan diadakan
malam senin atau malam jum’atnya tetapi sekarang disatukan dalam satu malam.
Kendala tetap ada pastinya masyarakat yang pro kontra masyarakat tidak semuanya
100% setuju masalah program yang ada.
Sesuai yang saya harapkan sejak dulu. Potensi diri yang ada di setiap orang
berbeda yang saya terapkan di PATHOK artinya ada teman saya yang dibidang seni
akan menjadi koordinator dibidang seni. Ketika dipertukangan saya membuat
pentas seni sa serahkan juga pada bidangnya. Jadi bisa mengeksplor potensi diri
saya lebih suka seperti itu. Bisa mengurangi hal-hal negatif yang bisa mengarah hal
positif. Generasi dulu yang membuat sebagai tonggak awal sedangkan yang
sekarang yang lebih susah karena generasi sekarang harus menjaga dan
mempertahankan. Meskipun sekarang ada kegiatan saya juga tidak sungkan untuk
membantu dan tugas saya menjadi rem mereka. Anak muda kan biasanya loss, saya
juga pernah muda dan tidak ada yang mengerem jadi untuk sekarang selain berbagi
pengalaman juga menjadi rem yang bisa mengingatkan mereka.
Banyuwangi, 15 Agustus 2022

Mas Tuki
94

Nama : Sae Pandji


Usia : 65 tahun
Jabatan : Tokoh masyarakat dan anggota lembaga adat Desa Kemiren
Alamat : Desa Kemiren
Alat tradisional masyarakat Kemiren sangat banyak, seperti singkal
tradisional, alat gali tanah yang dulu sering digunakan saat ingin buat Rumah Using.
Kemudian jika ingin merokok maka punya korek khas yang tanpa batrei korek
kayak sekarang untuk membakar sampah juga dari korek tersebut. Ada Tombak dan
tulup yang dahulu tahun 90.an masih digunakan untuk berburu di hutan Kemiren
sini, pada saat masih banyak pohon kemiri dan durian. Buyut cili memiliki kaitan
erat dengan makanan nasi gurih, ayam kampung kuah lembarang, kemudian
ramesan seperti halnya pada saat dilaksanakan tradisi Barong Ider Bumi. Sesaji
tersebut merupakan hasil kepercayaan masyarakat Kemiren yang menganggap
Buyut Cili semasa hidupnya menyukai jenis makanan tersebut. Jika tahun dibawah
2000 bentuk fisiknya mayoritas rumah Using masih seperti itu tadi yang saya
ceritakan.
Adanya perubahan sejak bupati samsul hadi, karena banyak tukang batu dan
bangunan, kemudian memperhitungkan daya tahannya, maka diplester atau di
semen alas rumahnya, awalnya gedek diganti dengan batu bata untuk ditembok.
Kemudian diatas tahun 2005, Rumah Using semakin langka karena banyak yang
dijual oleh masyarakat demi kepentingan pribadi. Banyak wisatawan yang
berkunjung juga semasa pak Anas juga membuat saya memutuskan untuk memilih
kramik sebagai alas rumah Using saya ini. Genteng dan kayu masih asli dari dahulu,
jika tiruan-tiruan banyak, hanya 3 rumah yang masih benar-benar asli. Aksi jual
beli rumah Using yang dilakukan semakin marak dan banyak tiruan yang menjual,
seperti di daerah di petang sana banyak yang menjual maupun beli.
Banyuwangi, 27 Mei 2022

Sae Pandji
95

Nama : Suhaimi
Usia : 63 tahun
Jabatan : Ketua Adat Desa Kemiren
Alamat : Desa Kemiren
Lembaga adat didirikan pada tahun 2015, untuk sebelumnya tidak ada,
hanya saja namanya perkumpulan sesepuh Desa Kemiren. Proses pembentukan
diawali musyawarah dihadiri oleh sesepuh desa yaitu Suhaimi, Setyo Herfendi,
Ahmad Abdul Tahrim, Sukar, Sapari, dan lainnya. Musyawarah dipimpin langsung
oleh Lilik Yuliati selaku Kepala desa beserta Eko Suwilin Adiyono selaku Sekdes
Kemiren. Topik musyawarah fokus pada pembentukan Lembaga Adat berdasrkan
pertimbangan yang mengacu pada perpu nomor 6 tahun 2014 tentang desa.
Ceritanya awalnya seperti ini, karena Desa Kemiren ditetapkan sebagai desa
wisata Using 1996, banyak mengalami kedatangan tamu atau wisatawan pada
2010.an, studi banding dan peneliti – peneliti berdatangan. Jika semuanya
kebingungan ingin tanya soal Desa Kemiren, maka sulit atau kebingungan ingin
tanya ke siapa, maka dari itu didirikannya Lembaga Adat Using. Selain itu juga
sesuai keputusan bersama, maka saya ditunjuk sebagai ketua adatnya. Alasan
dibentuknya juga ada peningkatan wisata pada masa Azwar Anas, sebelum itu
hanya sebatas status desa wisata saja pada 1996. Fungsi LAO adalah untuk
melestarikan adat-adat yang ada di Desa Kemiren, seperti acara rutin tahunan, dan
tanggung jawab pelestarian budaya adat. Terdapat organisasi maupun kelompok
non formal termasuk namanya adalah Persatuan Mocoan Lontar Yusuf, Persatuan
sanggar seni dan barong, Mocoan lontar yusup sudah turun temurun dan terus
dilestraikan.
Pada masa Purnomo Sidik, itu Kemiren sudah menjadi desa wisata adat
Using 1996, itupun ada spot dari kabupaten untuk melestarikan mocoan lontar
yusup yang dilaksanakan setiap malam sabtu di setiap minggunya bertempat di
Wisata Osing (WO). Pada hari minggunya dilaksanakan tari-tarian disana. Masa
pak Samsul Hadi juga diadakan pelatihan – pelatihan gandrung di sini. Untuk bu
Ratna Ani Lestari tidak mengadakan kegiatan kayaknya. Kemudian ke masa Azwar
Anas di Sukosari dibuatlah kumpulan rumah asli adat Using, budaya lebih digali
96

dan untuk dipromosikan menjadi objek wisatanya. Masyarakat merasa berkembang


dan status desa wisata baru dirasakan di masa bupati Azwar Anas. Doa khusus atau
ritual yang digunakan masyarakat saat mulai bekerja ataupun masa panen. memang
dipertahankan oleh para petani di sini, yang termasuk dalam kearifan lokal ya. Mau
membajak tanah sawah itu ada ritual dulu semacam selamatan gitu, yang diberi
nama labuh nyingkal. Setelah itu ada labuh tandur juga ada doa ritualnya. Setelah
padi itu bunting maka diadakan selametan lagi yang mana dalam selametannya
memakai rujak kecut dan diperlakukan layaknya manusia perempuan dan percaya
bahwa padi itu bagaikan dewi sri. Setelah menjelang panen maka diadakan juga
ritual, jadi tidak serta merta langsung panen, yang diberi nama labuh gampung.
Diambil lima tangkai padi dipotong bersama daunnya layaknya rambut dengan
istilah dikeling atau dikepang dan dijadikan satu. Selain itu juga disiapkan juga
kaca, bedak, cermin, dalam satu wadah lalu dibawa ke arah pondok serta
digantungkan. Kemudian bisa dilanjutkan proses untuk menanam padi tersebut.
Itulah proeses mulai awal hingga akhir dalam proses menanam padi bagi petani asli
Desa Kemiren. Yang mana diperlakukan selayaknya wanita, makanya disebut
dengan Dewi Sri. Jika tidak dilaksanakan, maka akan ketimpa balak atau semacam
bencana terhadap keluarga maupun petani itu sendiri. Untuk anggota selametannya
juga tetangga dari pemilik sawah tersebut. Selain itu Kemiren terkenal dengan
tradisi Tumpeng Sewu yang mana juga melalui rangkaian ritual, yang pertama ritual
ke makam buyut Cili. Ritual tersebut bisa dikatakan Ziarah, pada umumnya
membawa bunga secukupnya untuk ditabur di atas makam, namun Ziarah di makam
buyut Cili membawa sesaji yang telah turun temurun. Sesaji yang dibawa
diantaranya nasi gurih, ayam kampung kuah lembarang, kemudian ramesan.
Dilanjutkan arak arakan barong, arak arakan tersebut sambil membakar kemenyan,
dupa, barong diarak berkeliling menggunakan tabuhan kendang, gong, gamelan.
Malamnya juga diadakan slametan, slametan tersebut hanya diikuti oleh Suhaimi
tetua adat, Setyo Herfendi keturunan Buyut Cili, Sapi’i, Jauhari, Taslim, Hadi
Pranoto, Sucipto, Karim. Proses ritual diawali dengan doa yang dipimpin oleh Sae
Pandji yang diikuti oleh masyarakat yang ikut serta. Kegiatan diakhiri dengan
makan secara bersama sama.
97

Adanya program untuk pelestarian adat budaya kemudian dulu semasa


bupati Azwar Anas di daerah dusun Sukosari, pemuda-pemuda menyewa sawah
guna memberikan kesempatan bagi wisatawan yang ingin melihat proses
penanaman padi beserta proses ritualnya. Mereka bisa praktek juga cara menanam,
jadi fokus ke kearifan lokal. Tapi di sini adat istiadatnya jarang tertulis maka selalu
dilaksanakan dan dilestarikan.

Banyuwangi, 21 Mei 2022

Suhaimi
98

Nama : Sukar
Usia : 77 tahun
Jabatan : Ketua Kelompok Tani Desa Kemiren
Alamat : Desa Kemiren
Norma - normanya ada pada ritual pertama itu namanya labuh nyingkal pada
saat ingin membajak sawah. Selametannya macam – macam dan tidak sama antar
yang punya sawah, sejak dahulu tergantung warisan tradisi yang turun temurun, ada
yang memakai jenang abang, jenang lemu, maupun olahan pecel pitik (pecel ayam).
Tempat selametannya di sawah, di awal tempat alat bajak akan masuk biasanya
seperti itu. Untuk kami pribadi selametannya ada semacam jenang abang, jenang
lemu, dan getihan cengkaruk. Jenang abang sendiri terbuat dari beras ketan yang
dicampur dengan gula merah yang asli dari gula aren atau biasa disebut gula jawa.
Kemudian, Jenang lemu itu tepung beras dan di bagian tengahnya ada gula merah
ditiriskan di atasnya. Sedangkan bibitnya padinya harus ditunggu sekitar 40 hari
dan jika ingin ditanam harus melalui proses sawani yang terdiri dari dringuk,
kunyit, dan bawang merah. Proses 40 hari itu dinamakan ngurit atau menunggu
bibit padi layak untuk ditanam. Kemudian jika saat menanam padi, ada ritual lagi
yang dinamakan labuh tandur, menu selametannya antara lain, jenang abang dan
nasi serta urap kinangan atau yang disebut punar di letakkan di pondok sawah.
Tahun dibawah 2000.an memang para petani dikerjakan secara kekeluargaan dan
yang mengerjakan semuanya secara keluarga tanpa mempekerjakan orang lain.
Sistem upah juga berbeda, harus nunggu masa panen tiba. Saat padi masih baru
mengisi atau dianggap semacam hamil, ada ritual khusus lagi, menu selametannya
rujak, punar, yang dinamakan slametan peteteng. Menunggu panen dah setelah itu.
3-4 bulan menunggu panen. Jika ditotal sejak bajak sawah ya hampir 7 atau 6 bulan.
Tanah yang dibajak memakai sapi tanahnya lebih bagus hasilnya dan dalam
banget, akan tetapi semenjak memakai traktor kualitas tanahnya sangat halus
namun dangkal untuk kedalamannya. Kemudian mengenai pupuk, dulu cukup
pupuk organik murni, sekarang banyak campuran orea dan ke tanah persawahan
buruk. Untuk acara ritual pertanian banyak yang meninggalkan karena faktor
kepemilikan sawah oleh sebagian masyarakat luar Desa Kemiren. Disverifikasi
99

jenis mata pencaharian masyarakat Kemiren sejak tahun 2008 menjadi faktor
tergerusnya norma – norma yang mengatur perilaku masyarakat Kemiren. Sebagian
besar masyarakat Kemiren sudah tidak melakukan ritual tersebut sebelum bekerja.

Banyuwangi, 21 Mei 2022

Sukar
100

Nama : Suwandi
Usia : 46 tahun
Jabatan : Ketua Karang Taruna Mekar Sari 1996
Alamat : Desa Kemiren
Karang taruna dahulu itu pada zaman saya, masih belum ada istilah
pengurus atau struktur resmi, itu baru ada pada masa generasinya Mas Tuki.
Kegiatan berkumpul dilakukan tidak ada jadwal khusus berkumpul yang ditentukan
sehingga hari minggu malam menjadi opsi utama. Kegiatan yang dilakukan
Suwandi di aula kantor desa beserta pemuda lainnya adalah membahas seputar
kebersihan lingkungan sekitar, saya mengusulkan sampah – sampah di sepanjang
jalan Dusun Krajan hingga Dusun Kedaleman harus dibersihkan, namun
pembicaraan juga ngelantur kemana - kemana. Pengetahuan saya terbatas karena
juga pendidikan tamat SD, jika Suroso tamat SD, Dillah tidak tamat SD (berhenti
pada kelas 5), Misdin tamat SD, Yusronik tamat SD, Apung tidak tamat SD
(berhenti pada kelas 3). Rata - rata karena fokus urusan pekerjaan, ada yang
membantu orang tua di sawah, ada yang kerja karena anak SD dahulu fisiknya
sudah kuat dan bertenaga besar.
Kegiatan kerja bakti di lingkungan Dusun Krajan dikoordinasi oleh Abdul
karim sebagai ketua RT bersama Suroso, Dillah, Yusronik serta warga dusun
Krajan. Alat yang digunakan yakni cangkul, arit, karung, korek api, sapu.
Semuanya mempunyai peran masing – masing, saya berkumpul dengan Suroso,
Dillah, Yusronik bersama pemuda lainnya di dusun Krajan. Yusronik mencangkul
di got untuk membersihkan sampah, Dillah mencangkul di pinggir jalan yang
dipenuhi rumput liar. Kegiatan rabas bersama Suroso yang mengumpulkan hasil
potongan rumput dan sampah, kemudian dikumpulkan ke dalam satu blok
penampungan yang pada akhirnya dibakar secara bersama – sama. Kegiatan kerja
bakti juga dilaksanakan di dusun Kedaleman desa Kemiren, yang dikoordinasi oleh
Misto, Jamhari, dan Mislan. Pengurus karang taruna yang terlibat yakni Misdin dan
Apung karena keduanya bertempat tinggal di dusun Kedaleman. Kegiatan yang
dilakukan hampir sama dengan kerja bakti di lingkungan dusun Krajan.
Perbedaannya adalah Apung dan Misdin ikut serta memperbaiki saluran irigasi di
101

pinggir jalan yang menuju area persawahan. Kegiatan tersebut dilaksanakan pada
hari minggu pukul 06:00 WIB secara gotong royong hingga selesai. Mulai tahun
1996 hingga masa Pak Tuki itu ya hanya begitu saja kegiatannya, karena ekonomi
dahulu sulit dan lebih mementingkan ke sawah, urusan kumpul bersama teman -
teman itu hanya dinomor duakan.

Banyuwangi, 15 September 2022

Suwandi
102

Lampiran 6. Surat Ijin Penelitian


103
104
105
106
107

Lampiran 7. Peta Lokasi Penelitian

Peta Kabupaten Banyuwangi


(Sumber : peta-kota.blogspot.com)

Peta Desa Kemiren


(Sumber: Data Kecamatan Glagah)
108

Lampiran 8. Dokumentasi Pengambilan Data

Gambar 8.1 Wawancara dengan M. Arifin selaku Kepala Desa Kemiren 2019 –
2024

Gambar 8.2 Wawancara dengan Suhaimi selaku Ketua Adat Desa Kemiren
109

Gambar 8.3 Wawancara dengan Sukar selaku Ketua Kelompok Tani Desa
Kemiren

Gambar 8.4 Wawancara dengan Tahrim selaku Kepala Desa Kemiren 2007 - 2012
dan anggota lembaga adat Desa Kemiren
110

Gambar 8.5 Wawancara dengan Sae Panji selaku Tokoh masyarakat dan anggota
lembaga adat Desa Kemiren

Gambar 8.6 Wawancara dengan Mas Tuki selaku pengurus Karang Taruna 2008 -
2015
111

Gambar 8.7 Wawancara dengan M. Efendy selaku wakil ketua Pokdarwis 2014
dan Bendahara Pokdarwis 2015

Gambar 8.8 Wawancara dengan Suwandi selaku ketua Karang Taruna 1996
112

Lampiran 9. Arsip SK Penetapan Desa Wisata Adat Kemiren 1996

Gambar 9.1 Foto Awal SK Penetapan Desa Wisata Adat Kemiren 1996
Sumber: Arsip Desa Kemiren

Gambar 9.1 Foto Akhir SK Penetapan Desa Wisata Adat Kemiren 1996
Sumber: Arsip Desa Kemiren
113

Lampiran 10. Alat Kebersihan Organisasi Karang Taruna 1996

Gambar 10.1 Kapak, Skrop, Pengutik, Tali Dadung


Sumber: Dokumentasi Pribadi

Gambar 10.2 Korek Api yang digunakan untuk membakar sampah pada saat kerja
bakti bersama
Sumber: Dokumentasi Pribadi
114

Gambar 10.3 Pisau dan sejenis Parang


Sumber: Dokumentasi Pribadi

Gambar 10.4 Kemoceng yang terbuat dari serabut pohon Lirang


Sumber: Dokumentasi Pribadi
115

Lampiran 11. Komodifikasi Ritual Bersih Desa Slametan Desa Menjadi


Festival Tumpeng Sewu 2015

Gambar 11.1 Kegiatan Arak Barong pukul 15.00 WIB


Sumber: Arsip Pokdarwis Desa Kemiren

Gambar 11.2 Kegiatan Penyalaan Obor pukul 18.00 WIB


Sumber: Arsip Pokdarwis Desa Kemiren
116

Gambar 11.3 Kegiatan makan bersama dihadiri jajaran Bupati A. Azwar Anas
Sumber: Arsip Pokdarwis Desa Kemiren

Gambar 11.3 Kegiatan makan bersama masyarakat Kemiren tanpa batasan gender
Sumber: Arsip Pokdarwis Desa Kemiren
117

Lampiran 12. Unit Usaha Kolaborasi LAO, Karang Taruna, dan Pokdarwis

Gambar 12.1 Pesantogan Kemangi


Sumber: Arsip Pokdarwis

Gambar 12.2 Jasa Sablon dan Batik Isoen


Sumber: Arsip Pokdarwis
118

Gambar 12.3 Cafe Jaran Goyang yang menyediakan kopi khas Kemiren
Sumber: Dokumentasi Pribadi

Gambar 12.4 Kopi Kemiren Arabica di Cafe Jaran Goyang


Sumber: Dokumentasi Pribadi
119

Lampiran 13. Produk Unggulan Usaha Cafe Jaran Goyang

Gambar 13.1 Kopi Kemiren Arabika


Sumber: Arsip Desa Kemiren

Gambar 13.2 Kopi Kemiren Arabika Lanang


Sumber: Arsip Desa Kemiren
120

Gambar 13.3 Kopi Kemiren Robusta


Sumber: Arsip Desa Kemiren

Gambar 13.4 Kopi Kemiren Robusta Lanang


Sumber: Arsip Desa Kemiren
121

Lampiran 14. Peta Homestay Desa Kemiren

Gambar 14.1 Peta Wisata Desa Kemiren Kec. Glagah


Sumber: Arsip Desa Kemiren

Gambar 14.2 Peta Homestay Desa Kemiren Kec. Glagah


Sumber: Arsip Desa Kemiren

Anda mungkin juga menyukai