Anda di halaman 1dari 20

PROSES TERJADINYA PERANG PUNISIA

PAPER
Diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah sejarah afrika

KELAS B

Dosen Pengampu :
Drs. Sugiyanto, M.Hum

Disusun Oleh:
1. As’ad Syamsul 180210302080

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH


JURUSANPENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2021
Terjadinya proses perang Punisia
Perang Punisia I (264-241 SM)
Perang Punisia adalah peperangan yang terjadi antara Romawi dengan
Kartago pada tahun 264-146 SM, perang ini merupakan perang terbesar di dunia
kuno. Perang ini terjadi akibat adanya keinginan Romawi untuk memperluas
daerah kekuasaannya. Kekaisaran Kartago adalah penguasa daerah mediterania
dengan maritimnya yang kuat. Peperangan ini merupakan titik balik yang berarti
bahwa peradaban Mediterania kuno akan menjadi dunia modern melalui Eropa,
bukan melalui Afrika. Kemenangan Romawi terhadap Kartago dalam peperangan
ini memberikan Romawi status unggul hingga pembagian Romawi menjadi
Romawi Barat dan Timur oleh Diocletian tahun 286 M.
Perang Phunicia Pertama (264 -241 SM) adalah perang pertama dari tiga
perang besar yang terjadi antara Kartago melawan Romawi. Selama 23 tahun,
kedua kekuatan tersebut bersaing demi supremasi di Laut Mediterania bagian
barat, khususnya di pulau Sisilia dan laut di sekitarnya, tetapi mencakup juga
semenanjung Apennine dan Afrika Utara. Pada masa-masa awal konflik, Kartago
yang terletak di Tunisia modern, merupakan kekuatan dominan di Mediterania
Barat. Namun Republik Romawi pada akhirnya berhasil memenangkan perang
ini. Akibatnya Romawi bisa memaksa Kartago menyepakati suatu perjanjian
sangat memberatkan pihak Kartago, khususnya dalam bidang militer dan
ekonomi. Serangkaian perang antara Romawi dan Kartago disebut oleh orang
Romawi sebagai "Perang Punisia" karena nama Latin untuk bangsa Kartago
adalah Punici, berasal dari kata Phoenici, yang merujuk pada bangsa Funisia,
leluhur bangsa Kartago.
A. Faktor Penyebab
Perang Phunicia adalah suatu peristiwa sejarah yang terjadi antara Kartago
dengan Romawi, hal ini disebabkan karena keduanya sama-sama menginginkan
daerah Sicilia. Mesina merupakan daerah bagian dari kota Syracuse di Sicilia

1
yang telah jatuh ketangan orang Kartago, oleh karena itu Romawi merasa
terancam, sehingga Romawi menyerang Kartago di Mesina. (Sugiyanto, 2009).
Pada tahun 265 SM orang Fenisia datang dari pelabuhan Mediterania di Tirus
(di tempat yang sekarang bernama Lebanon) mendirikan kota Kartago di pantai
utara Afrika, tepat di utara Tunisia modern, sekitar 814 SM. Kartago adalah kota
terkaya dan paling maju di wilayah ini, dan juga wilayahnya serta memiliki
kekuatan angkatan laut yang mumpuni. Kartago sering terlibat konflik dengan
beberapa kekuatan disekitarnya, seperti Yunani. Namun secara historis Kartago
memiliki hubungan yang baik dengan Romawi, hal ini dibuktikan dengan
beberapa perjanjian dagang yang disepakati antara Kartago dan Romawi. wilayah
Romawi mencakup Semenanjung Italia bagian tengah & selatan. Di seberang
selatannya, terdapat Kerajaan Kartago yang wilayahnya terbentang di pantai
utara Benua Afrika. Selain pesisir utara Afrika, wilayah Kartago juga mencakup
pulau-pulau kecil di sebelah barat Romawi seperti Pulau Korsika, Sardinia, &
Sisilia bagian barat. Keberhasilan Kartago menguasai wilayah-wilayah tersebut
tidak lepas dari angkatan lautnya yang superior. Berkat angkatan lautnya pulalah,
Kartago bisa mendominasi aktivitas perdagangan yang berlangsung di Laut
Mediterania. Hubungan Kartago dengan Romawi sendiri pada masa itu bisa
dibilang harmonis. Namun semuanya berubah saat kedua negara tersebut terlibat
perebutan pengaruh di Pulau Sisilia.
Pada 264 SM, Roma memutuskan untuk campur tangan dalam sebuah
perselisihan di pantai barat pulau Sisilia yang melibatkan sebuah serangan oleh
tentara dari kota Syracuse melawan kota Messina. Sementara itu disisi lain
Kartago mendukung Syracuse, sedangkan Roma mendukung Messina, dan
perselisihan tersebut berujung menjadi konflik antara Kartago dengan Roma serta
perebutan kontrol terhadap Sisilia. Untuk menghadapi Angkatan Laut Kartago
yang kuat, Romawi kemudian membangun seluruh armada lautnya selama 20
tahun. Angkatan Laut Romawi mencetak kemenangan pertama di laut atas

2
Kartago pada tahun 260 SM di Mylae. Dan kemenangan besar dalam
Pertempuran Ecnomus di 256 SM.
Pada tahun 288 SM, sekelompok tentara bayaran dari Campania di Selatan
Italia menguasai kota Messana di ujung timur laut Sisilia. Mereka mulai
menyebut diri mereka Mamertini (Mamertines). Mereka melakukan pembantaian
dan mengusir sebagian besar penduduk, tindakan Mamertini tersebut lantas
menuai rasa tidak suka dari Syracuse, negara yang terletak di Pulau Sisilia
tenggara. Maka, Hieron II selaku raja Syracuse kemudian mengerahkan
pasukannya untuk memerangi Mamertini. Berada dalam kondisi terdesak, pada
tahun 265 SM Mamertini kemudian meminta bantuan kepada Kartago &
Romawi. Permintaan tersebut langsung disanggupi oleh Kartago yang kemudian
mengirimkan pasukannya ke Messana. Sementara itu di lain pihak, Romawi
akhirnya turut menyatakan kesediaannya untuk mengirimkan pasukan ke
Messana. Romawi berharap dengan mengirimkan pasukan ke Messana, Romawi
bisa mengimbangi pengaruh Kartago di Sisilia. Saat Mamertini menerima kabar
jika Romawi setuju untuk mengirimkan pasukannya, Mamertini langsung
mengusir keluar pasukan Kartago yang sudah lebih dulu berada di Messana.
Merasa tidak terima dengan peristiwa tersebut, Kartago pun kemudian menjalin
persekutuan dengan Syracuse untuk bersama-sama memerangi Romawi &
Mamertini, sekaligus menandai dimulainya Perang Punisia Pertama. (Burton,
2018).
Meskipun invasi ke Afrika Utara pada tahun yang sama berakhir dengan
kekalahan, Romawi menolak untuk menyerah dan melakukan kembali
pertempuran laut pada tahun 241 SM dan memenangkannya. Dengan
modernisasi angkatan lautnya, Romawi kemudian berhasil menjadikan Sisilia
sebagai wilayah kekuasaan Romawi pertama di luar wilayah kekuasaan
sebelumnya.

Jalannya Perang

3
 Dimulai di Sisilia

Pasukan darat Romawi akhirnya tiba di Messana pada tahun 264 SM. Sesudah
itu, pasukan Romawi bergerak ke arah selatan & berhasil mendesak mundur
pasukan Syracuse. Supaya wilayahnya tidak direbut oleh Romawi, Hieron II pun
terpaksa menyerah & menjalin persekutuan dengan Romawi. Dengan tunduknya
Syracuse, Romawi kini bisa mengalihkan fokusnya ke laut. Romawi sadar bahwa
jika mereka ingin memperkuat kedudukannya di Sisilia, mereka harus bisa
menghentikan pasukan laut Kartago. Namun permasalahannya adalah jika
Kartago merupakan salah satu kekuatan maritim terkuat pada masanya, pasukan
Romawi pada waktu itu belum memiliki pengalaman tempur di laut.

Untuk mengatasi masalah tersebut, Romawi lantas membangun 20 kapal


trireme (kapal dengan 3 baris dayung) & 100 kapal quinquereme (kapal dengan 3
baris dayung, namun dengan jumlah pendayung lebih banyak) hanya dalam
kurun waktu 60 hari dengan memakai kapal Kartago yang terdampar sebagai
patokan desainnya. Sambil menunggu kapal-kapal tersebut selesai dirakit,
pasukan Romawi melakukan simulasi pertempuran laut di atas barisan kursi yang
ditata di atas daratan. Romawi juga membuat perangkat khusus bernama
"corvus", sejenis jembatan kecil yang bagian bawahnya dilengkapi dengan duri
pengait. Rencana Romawi adalah saat kapalnya sudah berjarak cukup dekat
dengan kapal musuh, pasukan Romawi bisa mengaitkan corvus ke kapal musuh
& kemudian menaikinya untuk menyeberang ke kapal musuh. Sesudah itu,
pasukan Romawi bisa memanfaatkan keterampilan mereka dalam pertempuran
jarak dekat untuk mengalahkan pasukan musuh & merebut kapalnya. Sebelum
Romawi menggunakan corvus, taktik yang lazim digunakan dalam peperangan di
Laut Mediterania pada masa itu adalah dengan menabrakkan haluan kapal ke
badan kapal musuh (ramming) supaya kapal musuh oleng & penumpangnya
berjatuhan ke laut.

4
Penggunaan corvus terbukti sebagai inovasi jitu. Dalam Pertempuran Mylae di
tahun 260 SM, armada Romawi yang berkekuatan 145 kapal berhasil
mengalahkan armada Kartago yang berkekuatan 130 kapal. Selain karena faktor
penggunaan corvus & keunggulan jumlah kapal, alasan lain kenapa pasukan
Romawi bisa keluar sebagai pemenang adalah karena pasukan Kartago
cenderung menganggap remeh lawannya & tidak mencoba menata kapal-
kapalnya dalam formasi tempur yang rapi. Kemenangan pasukan Romawi di laut
terus berlanjut dalam Pertempuran Ecnomus (256 SM), salah satu pertempuran
laut terbesar dalam sejarah pra-Masehi. Dalam pertempuran tersebut, sebanyak
330 kapal perang Romawi berhadapan dengan lebih dari 300 kapal perang
Kartago. Untuk memecah belah formasi pasukan Kartago, Romawi memecah
armadanya ke dalam 4 kelompok tempur berbeda. Hasilnya efektif. Pasukan
Romawi berhasil menenggelamkan 100 kapal Kartago & hanya kehilangan 24
kapal.

 Berlanjut ke Afrika

Sukses mengalahkan Kartago di laut, pasukan Romawi kemudian


melancarkan invasi langsung ke Afrika & berhasil menduduki ibukota Kartago
pada tahun 255 SM. Namun peruntungan Romawi tersebut tidak berlanjut lebih
jauh setelah pasukan Kartago yang diperkuat oleh 100 ekor gajah perang
mendapat bala bantuan dalam wujud belasan ribu tentara bayaran (12.000 infantri
& 4.000 pasukan berkuda). Akibat serangan balik dari pasukan Kartago tersebut,
sebanyak 12.000 prajurit Romawi gugur di medan perang. Sementara sebanyak
2.000 lainnya yang masih hidup terpaksa melarikan diri keluar Afrika. Namun
akibat timbulnya pemberontakan di wilayah Libya, Kartago terpaksa harus
menunda niatnya untuk menginvasi langsung wilayah Romawi. Bentrokan antara
pasukan Romawi & Kartago baru timbul kembali sejak tahun 254 SM di Pulau
Sisilia & perairan sekitarnya.

5
Perang dalam fase ini didominasi oleh kemenangan pasukan Romawi di darat
& kemenangan pasukan Kartago di laut. Terpaan cuaca buruk & bertambahnya
berat kapal akibat keberadaan corvus menjadi penyebab kenapa pasukan laut
Romawi tidak sesuperior tahun-tahun sebelumnya. Melemahnya kekuatan
Romawi di front laut lantas dimanfaatkan oleh pasukan Kartago pimpinan
Hamilcar Barca untuk menyerang kota-kota di pesisir Italia. Titik balik bagi
Romawi akhirnya tiba pada tahun 242 SM. Berkat uang pinjaman dari orang-
orang kaya Romawi, Romawi kini memiliki 200 kapal perang baru. Pada tahun
241 SM, armada laut tersebut berhasil mengalahkan armada Kartago di
Kepulauan Aegate / Aegadia, sebelah barat Pulau Sisilia. Akibat kekalahan
tersebut, Kartago yang kini dilanda krisis keuangan terpaksa meminta
perundingan damai kepada Romawi. Perjanjian yang mengakhiri perang Punichia
pertama adalah Perjanjian Lutatius yang isinya meliputi, Kartago harus pergi dari
Pulau Sisilia, Kartago juga diharuskan membayar uang ganti rugi perang sebesar
3.200 talent perak kepada Romawi dalam kurun waktu 10 tahun (talent adalah
skala unit timbangan yang banyak digunakan pada masa Sebelum Masehi).
Peristiwa ini sekaligus menandai berakhirnya Perang Punisia Pertama dengan
kemenangan Romawi. (Burton, 2018).

Perang Punisia II (218-201 SM)


Perang Punisia Kedua (alias The Hannibalic War) terjadi antara Kartago dan
Roma antara tahun 218 dan 201 SM. Sementara Perang Punisia Pertama telah
terjadi sebagian besar untuk menguasai Sisilia, Perang Punisia Kedua
melibatkan konfrontasi di Spanyol, Italia, Sisilia, Sardinia, dan Afrika Utara. Itu
Kartago dipimpin oleh Hannibal, salah satu komandan paling berbakat dalam
sejarah, tetapi orang Romawi Jenderal besar mereka sendiri Scipio Africanus,
dan dialah yang menyerang Kartago di tanah air, dengan mengalahkan Hannibal
dan memberikan kemenangan terakhir. Kartago akan bangkit sebentar lagi

6
selama 50 tahun Perang Punisia Ketiga kemudian, tetapi posisinya sebagai
kekuatan Mediterania yang besar sekarang hilang selamanya.
 Penyebab Terjadinya Perang
Mengikuti ketentuan penyerahan pada 241 SM, Kartago, setelah kalah dalam
perang terpanjang dalam sejarah kuno hingga saat itu, setuju untuk mundur dari
Sisilia dan membayar ganti rugi kepada Roma dengan 3.200 talenta. Perang
Punisia Pertama sangat merugikan kedua belah pihak tetapi sumber daya Roma
yang tampaknya tidak pernah habis, terutama kemampuannya untuk
memperbaharui yang besar armada laut berarti bahwa, pada akhirnya, Kartago
tidak dapat bersaing dengan Negara adidaya terbaru Mediterania. Bangsa
Romawi mengambil alih mantel Kartago sebagai penguasa lautan dan
karenanya, jika Kartago ingin merebut kembali kendali daribebuyutannya musuh,
ia harus bertempur di darat, dan itu membutuhkan uang, banyak sekali.
Sebelum Kartago dapat memikirkan Roma, pertama-tama Kartago harus
berurusan dengan kerusuhan yang terus berlanjut lebih dekat dengan rumah.
Dalam apa yang disebut Truceless War (juga Mercenary War) antara 241 dan
237 SM, Kartago harus menghentikan pemberontakan gabungan dari tentara
bayaran, dimengerti kesal karena tidak dibayar untuk upaya mereka dalam
Perang Punisia pertama, Kelompok Libya, dan beberapa kota seperti Tunis dan
Utica. Hamilcar Barca dipanggil kembali dari Sisilia dan dia bergabung dengan
Hanno yang Agung, yang baru-baru ini menjadi penting penaklukan di Libya,
untuk menghentikan pemberontakan. Sementara itu, Roma menguasai Sardinia
yang merupakan sumber biji-bijian terpenting di Kartago.
Tanpa armada yang signifikan dan kehilangan benteng strategis penting
mereka di Sisilia, Corsica dan Sardinia, orang Kartago harus mencari sumber
uang di tempat lain untuk didanai tentara mereka. Jawabannya adalah Spanyol.
Mereka sudah lama menguasai Fenisia tua koloni di sana, dan itu telah terbukti
sebagai sumberkaya perak yang. Karenanya, Hamilcar Barca dikirim pada tahun
237 SM untuk memperluas wilayah Kartago, yang dilakukannya, mendirikan

7
base di Gades (Cadiz) dan mendirikanbaru kota Akra Leuce. Dia menambah
kekuatannya sendiri dengan rekrutan lokal dan mengumpulkan 50.000 tentara
dengan korps 100 gajah. Tribute in uang jika tidak orang diambil dari kota-kota
lokal dan tambang perak baru dikerjakan.
Hasdrubal the Fair mengambil alih dari Hamilcar Barca setelah kematiannya
dengan tenggelam pada 229 SM dan menambahkan 10.000 infanteri ke
pasukannya dan 8.000 kavaleri, sementara gajah perangnya juga dua kali lipat
menjadi 200. Sekarang Kartago menguasai setengah dari Semenanjung Iberia.
Kemudian pada tahun 221 SM a wajah baru tiba di tempat kejadian: Hannibal,
putra tertua Hamilcar Barca. Ayah Hannibal telah membuat putranya bersumpah
tidak akan pernah menjadi teman Roma, dan dengan platform kekayaan yang
kokoh dan senjata, dia tidak mengecewakan untuk komandan, masih hanya 26,
akan menjadi yang terbesar di Roma pernah menjadi musuh. Perang Kartagho
versus Romawi yang telah berakhir dengan perjanjian perdamaian tersebut di
atas, tidak menutup kemungkinan terjadinya revan sebagai pelampasan dalam
Kartagho. Orang-orang Kartagho, yang merasa malu sebagai akibat dari
kekalahan itu segera membangun kekuatan mereka di Spanyol untuk menyiapkan
suatu invansi ke jazirah Italia. Jatuhnya kota Sarguntum daerah Koloni Yunani
ke tangan Kartagho, merupakan ancaman bagi Romawi sebab Yunani sebagai
sekutu Romawi . dalam hal ini jendral Hamilcar Barcas yang telah menguasai
Sarguntum dan pernah mendirikan suatu kota yang diberinama Kartagona
(Kartagho baru) bermaksud ingin menyerah kembali daerah Romawi. Akan
tetapi sebelum ia melaksanakan telah meninggal dunia. Sedangkan rencana itu
kemudian dilanjutkan oleh putranya yang bernama Hanibal. 226 SM Hasdrubal
telah menandatangani perjanjian dengan Roma, prihatin di Carthage's
berkembang kekaisaran yang, bukan untuk menyeberangi Sungai Ebro di
Spanyol selatan, tetapi Hannibal, sekarang secara keseluruhan perintah di
Spanyol, lebih ambisius. Dia menginvasi pedalaman yang lebih dalam dan
kemudian mengepung dan menaklukkan Saguntum (Sagunto modern, tepat di

8
utara Valencia), sekutu lama Roma, pada tahun 219 SM. Tindakan ini mendapat
persetujuan dari pemerintah Kartago tetapi akan membuktikan satu langkah
terlalu jauh untuk orang Romawi yang, karena sekarang berurusan dengan Galia
utara yang merepotkan dan Illyria, menuntut Hannibal diserahkan untuk
hukuman yang sesuai. Kartago menurun dan Roma mengumumkan perang pada
Maret 218 SM. Perang Punisia Kedua sedang berlangsung.
 Terjadinya Perang
Jenderal Hanibal dalam peperangan ini menjalankan strategi Perang, dengan
membagi dua kekuatan. Untuk mengadakan penyerangan ke Italia dipimpin oleh
Hanibal sendiri, dan untuk kedaerah Spanyol dipimpin oleh Hasdrubal (Saudara
Iparnya)
Jendral Hanibal mengerahkan kekuatannya disektar perbuatan Pyrence
melewati pegunungan alpen lanas kelembah po. Seorang sejarawan Yunani,
Pilybius telah menulis tentang perjlanan Hanibal yang menjelajahi puncak Alpen
yang tertinggi itu. Dalam perjlanan mendaki puncak Alpen mendapat serangan
dari suku bangsa setempat yang bermusuhan dengan Hanibal, telah menyerang
romongan ekspedisi itu dalam kekacauan tersebut banyak kawanan ternak yang
tersesat dan terbunuh. Hanya beberapa diantara gajah-gajah yang bergerak
lamban digunakan untuk mengangkut barang-barang itu dapat bertahan hidup
setelah selesai melintasi pegunungan Alpen. Tetapi ketika daerah Cisalvina yang
baru direbut oleh Romawi, menyambut kedatagan Hanibal yang tiba di tempat
itu. Kedatangan Hanibal dianggap sebagai pembebas dan diterima baik untuk
bersama melawan Romawi
Untuk mencapai italia utara, Hanibal membentuk pasukan Infantri baru,
karena yang lama tinggal 20.000, akibat serangan suku bangsa di pegunugan
Alpen, dengan merekrut orang-orang sekutunya, yakni tentara-tentara dari suku
Gaul. Dengan terus maju ke selatan, Hanibal mengalahkan orang-orang Romawi
yang berada di Canne (216 SM). Dari 80.000 serdadu Romawi yang terlibat
pernag 70.000 diantaranya dilaporkan telah hilang atau tewas, di Cannae yang

9
menurut para ahli sejara militer dianggap suatu Contoh yang hampir untuk suatu
perang pemusnahan
Hanibal tidak dapat menundukan polis-polis di Italia secara permanen, sebab
polis-polis itu ekah loyal kepada Roma sehingga langsung berada di bawah
perlindungan Roma, Jendral Romawi yang cerdik dan sabar, Fabius Cunetator,
menolak untuk menampilkan pasukan Roma yang baru dibentuk karena resiko
timblnya peristiwa Cannae kedua. Untuk menghindari pertempuran besar.
Strateginya dengan memakai cara, melemahkan kekuatan musuh sedikit demi
sedikit secara bertahap akhirnya membuat pasukan Hanibal kehabisan tenaga dan
perbekalan mereka. Dengan demikian tetap gagal usaha Hanibal untuk
mengalahkan dan menguasai Italia pada tahun 204 SM
Dalam menghadapi tentara Kartagho, pemimpin tentara Romawi yang pernah
menyerbu ke Afrika Utara , dengan kemenangannya yang dijuluki “Africanus”
ialah Corenilius scipio, sehubungan dengan strategi Hanibal yang digunakan
menyerang Romawi yaitu secara tidak langsung, maka mengambil langkah
dengan membuat strategi Mengisolir
Startegi yang digunakan oleh Cornellius Scipio (Romawi) yaitu mengsolir
Hanibal:
a. Corenelius Scipio dikirim ke Spanyol untuk melawan Hasdubral (Seorang
menantu Hamikar Barcas) supaya tidak bisa membantu Hanibal
b. Menguasai hubungan Kartagho, sisilia, sebab saragosa membantu
Kartagho
c. Hanibal ketika hendak minta tolong “raja” Pyrhus di Tunani, tetapi yunani
lebih dahulu didatangi oleh Romawi, sehingga Yunani biasa membantu
Hanibal
d. Kota capua yang membantu Hanibal dapat dihancurkan oleh Roma
e. Sargosa dapat direbut Romawi di bawah marcoulus (P. Suwaryadi,
1978:63 dalam Sugiyanto, 2009)

10
Dalam peperangan antara Kartagho Versus Romawi, ternyata pihak Romawi
lebih unggul, serangan Romawi lebih unggul. Serangan yang dipimpin oleh
Cornelius Scipio di Spanyol berhasil dengan baik. Selanjutnya mengadakan
penyerangan ke Kartagho yang akhirnya berjumpa dengan Hanibal di Zarna
pada tahun 202 SM, di daerah inilah Hanibal kalah, kemudian lari ke Syiria
yang waktu itu dikuasi oleh Anticous Agung. Maka pada tahun 202SM
diadakan perdamaian dengan luar negeri :

a. Kartgho harus tunduk kepada pemerintah Romawi


b. Semua kapal perang dan gajah-gajah perang diserahkan kepada Romawi
c. Membaya Pampasan perang 10.000 talen
d. Daerah Kartgho di luar Afrika diambil oleh Romawi yaitum Sicilia,
Spanyol, Galia Sisalpina, Italia Utara
e. Kartagho diberikan kebebasan berdagang (ibid:-63-64 dalam Sugiyanto,
2009)
Dengan perjanjian tersebut kekuasaan Romawi semakin kuat di laut
tengah. Sebalinya bagi Kartagho hampir tak mmpunyai kedaulatan penuh
kecuali di sector perdagangan. Kendatipun demikian bukanlah berarti bangsa
Romwai tidak menaruh kekhawatiran akan kemungkinan muncylnya kembali
Kartagho sebagai Ancaman Romawi. (Sugiyanto, 2009)
 Zama dan Kemenangan
Pada Oktober 202 SM, tentara Hannibal dan Scipio bertemu di dataran
dibarat Tunisiadekat Naraggara. Kedua komandan benar-benar bertemu
langsung dalam sebuah konferensi di mana Hannibal mungkin meminta
penyelesaian damai tetapi Scipio mungkin tertarik akhiri perang panjang
dengan pertarungan besar dan dapatkan kemenangan kembali di Roma.
Pertempuran itu disebut sebagai 'pertempuran Zama' karena kota itu ada di
tangan Hannibal rute ke medan perang. Scipio menerjunkan 30.000 infanteri
dan 5.500 kavaleri, termasuk 6.000 infanteri dan 4.000 kavaleri dari

11
Masinissa. Campuran Hannibal dari veteran Italia dan anggota baru
berjumlah sekitar 45.000 orang dan termasuk 2.000 kavaleri Numidian dari
Tychaeus sekutu mereka.
Pasukan Hannibal bertempur dengan baik, terutama para veteran yang
ditempatkan di barisan belakang tiga, tetapi 80 gajah perang Kartago dengan
mudah ditangani oleh Scipio, yang telah ditempatkan legionernya sehingga
dapat membuat saluran yang memungkinkan hewan melewatinya kapan
mereka menyerang. Mereka kemudian digiring kembali ke arah gerakan
Kartago malapetaka di sana. Kavaleri Romawi dan Numidian kemudian
menyerang pasukan Hannibal di belakang, dan kemenangan adalah milik
mereka. 20.000 Kartago telah jatuh sementara Roma menderita kurang dari
5.000 kematian.
Perang Punisia Kedua hilang dan Hannibal menggugat persyaratan
perdamaian. Bangsa Romawi bersikeras Kartago menyerahkan seluruh
armadanya (kecuali 10 kapal yang remeh), semua gajah, dan semua tahanan
Romawi. Lebih jauh, Kartago tidak dapat berperang tanpa perang Roma izin,
harus mengakui wilayah raja Numidian baru Masinissa, dan membayar
reparasi ke Roma sejumlah besar 10.000 talenta selama setengah abad
berikutnya. Bangsa Romawi juga menguasai Spanyol selatan.
Pada awal perang, kedua belah pihak kira-kira memiliki kekuatan yang
sama dalam berperang tanah. Roma memiliki angkatan laut yang jauh lebih
unggul, tetapi Kartago memiliki komandan terbaik di Hannibal. Namun,
sekali lagi, sumber daya Roma yang tampaknya tak habis-habisnya dalam hal
manusia, kapal, dan uang, dikombinasikan dengan keterampilan di medan
perang dan penguasaan lautan, telah terjamin Roma bisa mengganti kerugian
lebih mudah daripada Kartago. Dan, dalam pertempuran terakhir di Zama,
Scipio telah menunjukkan apa yang bisa dicapai dengan mengadaptasi taktik
standar untuk mengalahkan musuh tertentu. Ini akan menjadi pelajaran yang
dipelajari dengan baik dan diulangi lagi dan lagi oleh Tentara Romawi,

12
sekarang terlatih dengan baik dalam pertempuran di banyak teater secara
bersamaan. Roma, dengan musuh terbesarnya dihancurkan, sekarang, dan
akan tetap ada selama berabad-abad, the master Mediterania yang tak
tertandingi.
1.1.1 Perang Punisia III (149-146 SM)
Perang Punisia Ketiga terjadi antara Kartago dan Roma antara tahun
149 dan 146 SM. Kartago punya sudah kalah dalam dua perang melawan
Roma, tetapi serangan mereka terhadap tetangga Numidian mereka membuat
Roma kalah alasan yang sempurna untuk menghancurkan musuh yang
merepotkan ini untuk selamanya. Seperti yang dinyatakan Cato di Senat,
'Kartago harus dihancurkan'. Setelah pengepungan yang lama, kota itu
akhirnya dipecat dan orang-orang Kartago dijual sebagai budak. Salah satu
kekuatan terbesar di Mediterania kuno telah terhapus dari peta.
 Penyebab Perang
Kartago telah kalah dalam Perang Punisia Pertama (264-241 SM) dan
menguasai Sisilia, kemudian kembali dikalahkan dalam Perang Punisia
Kedua (218-201 SM) dan kehilangan Spanyol Kerajaan, armadanya, dan aksi
militer kemerdekaan. Dalam kedua perang tersebut, Orang Kartago juga telah
dipaksa untuk membayar ganti rugi besar-besaran kepada Roma. Namun,
Kartago pulih dari Perang Punisia Kedua dengan relatif cepat dan koin dan
perdagangan barangdari periode ini telah ditemukan di seluruh Mediterania
(bahkan di Balkan) yang membuktikan kemakmuran kota berdasarkan
perdagangan. Kartago terus berlanjut bersahabat dengan Roma juga,
menyatakan jenderal besar mereka Hannibal - Romawi musuh No. 1 -
pengasingan ketika dia melarikan diri ke pengadilan Antiokhus III. Kota
menjadi penting sumber biji-bijian dan barley untuk Roma juga; mereka
berhasil membayar reparasi secara teratur dari Perang Punisia Kedua, dan
bahkan memberikan bantuan militer untuk kampanye Roma di tempat lain.

13
Namun, seiring berlalunya abad kedua SM, orang Kartago secara
bertahap menjadi lebih agresif dalam tuntutan mereka untuk mengendalikan
nasib mereka sendiri. Kartago sangat membenci hilangnya wilayahnya ke
Numidia di bawah pemerintahan Masinissa. The Numidians punya terus
memperluas kendali teritorial mereka sehingga pada akhirnya mereka
menguasai setengah dari wilayah Kartago seperti yang berdiri pada 200 SM.
Orang Carthaginians menanggapi serangan ke Oroscopa dengan mengirimkan
pasukan yang terdiri dari 31.000 orang untuk melawan raja Numidian 150
SM. Kampanye Kartago adalah bencana dan pasukan mereka dimusnahkan,
kecuali Roma sekarang memiliki alasan yang sempurna untuk akhirnya
menghancurkan musuh lamanya untuk selamanya, sack Kartago, dan ambil
rampasan perang yang mudah. Tokoh-tokoh seperti Marcus Porcius Cato
(Cato the Elder), yang telah melihat sendiri kebangkitan Kartago selama
kunjungan diplomatik pada tahun 153 SM, terus-menerus menuntut di Senat
Romawi seperti yang telah dilancarkan kaum Kartago perang tanpa izin
Romawi, dan lebih buruk lagi, telah dilakukan terhadap sekutu Roma,
'Kartago harus dihancurkan'. Perang Punisia Ketiga akan segera dimulai.
 Roma Menyatakan Perang
Orang Kartago mengirim utusan ke Roma untuk menjelaskan tindakan
dan keluhan mereka terhadap Masinissa, tetapi mereka ditolak. Banyak
senator telah mendorong aksi militer melawan Kartago selama dua atau tiga
tahun terakhir, dan sekarang tampaknya menjadi pukulan terakhir. Kemudian,
perkembangan penting mungkin telah membujuk anggota yang lebih berhati-
hati Senat. Melihat tulisannya di dinding, Utica, mungkin dengan bijak,
membelot ke Romawi sebab. Sekutu lama Kartago, kota itu akan menjadi
pelabuhan yang bagus bagi orang Romawi kekuatan invasi hanya berlayar
satu hari dari Kartago. Pada 149 SM, Senat melanjutkan a sandiwara
diplomasi dengan meminta 300 anak bangsawan Kartago sebagai sandera tapi
kemudian mengungkapkan niat sebenarnya dengan akhirnya menyatakan

14
perang untuk ketiga kalinya di Carthage. Pasukan hingga 80.000 infanteri dan
4.000 kavaleri dikirim keUtara Afrika. Bangsa Romawi pertama kali
menuntut Kartago penyerahan tanpa syarat di mana syarat mereka
membubarkan tentara mereka, menyerahkan semua senjata, dan
membebaskan semua tahanan. Di di atas itu dan mungkin menunjukkan niat
Roma untuk menghancurkan Kartago tidak peduli yang terjadi, orang
Kartago disuruh meninggalkan Kartago sepenuhnya dan bermukim kembali
di tempat lain tidak lebih dari 16 kilometer ke pantai. Kartago, sekarang tanpa
apa-apa banyak kerugian, memutuskan untuk berdiri. Budak dibebaskan dari
kota dan tentara Kartago dari 30.000 ingat dari perbatasan Numidian. Kota
dan 200.000 penduduknya bersiap untuk apa yang akan menjadi
pengepungan selama tiga tahun.
 Kartagho Terkepung
Pasukan Romawi dipimpin oleh konsul Marcius Censorinus dan Manius
Manilius tetapi pertunangan pertama tidak berjalan dengan baik, dan Kartago,
dengan benteng pertahanannya yang besar, melawan pengepungan Romawi
di kota. Kartago memiliki pertahanan sekitar 34 kilometer dinding untuk
berlindung di belakang, bagian dibangun dalam garis pertahanan tiga
sementara bagian lainnya dilindungi oleh pagar, parit, dan laut. Mereka
menolak segalanya orang Romawi bisa melempar mereka. Lebih penting lagi,
Romawi tidak dapat sepenuhnya melakukannya memblokir pelabuhan di
mana kapal dagang masih berhasil memasok kembali kota. Diatas dari
bahwa, Carthaginians mengirimkan serangan mendadak untuk melakukan
serangan balik, termasuk kapal-kapal api yang dipasang armada Romawi
terbakar. Mereka berhasil dalam serangan lain untuk menghancurkan
beberapa orang Romawi mesin pengepungan, dan kemudian epidemi melanda
para pengepung di musim panas yang panjang tahun 148 SM.
Sementara itu, tentara Kartago tetap menjadi perlawanan yang keras
kepala di pedesaan. Kota Hippacra menolak untuk menyerah melawan

15
serangan Romawi yang berkelanjutan dipimpin oleh konsul Piso, dan bahkan
orang Numidia, di bawah raja baru Bithyas, mengirim 800 orang kavaleri
untuk bergabung dengan tentara darat Kartago. Bangsa Romawi
mengharapkan yang cepat dan mudah menyerah, tapi itu mulai terlihat seperti
Perang Punisia Ketiga mungkin tumbuh ke proporsi epik dari perang
sebelumnya.
Tindakan yang lebih drastis diperlukan dan diambil pada tahun 147 SM
ketika orang Romawi, sekarang diperintahkan oleh konsul muda dan cakap
Publius Cornelius Scipio Aemilianus, membangun a tembok pengepungan
yang lebih baik di sekitar Kartago dan pelabuhannya, termasuk tahi lalat di
sisi selatan kota. Struktur terakhir ini akan memblokir akses tunggal ke
perdagangan Kartago pelabuhan yang mengarah pada gilirannya ke
pelabuhan angkatan laut dalam yang melingkar besar. Akhirnya, Kartago
tidak bisa lagi dipasok melalui laut. Dalam keputusasaan, armada Kartago
kecil dua kali mencoba mematahkan blokade dengan berlayar melalui pintu
keluar kedua yang baru dibuat ke pelabuhan tetapi kedua kali mereka
terpaksa mundur.
Scipio kemudian secara sistematis menyerang tembok dekat pelabuhan
menggunakan tahi lalat sebagai pangkalan. Orang Kartago menanggapi
dengan menyerang dan membakar beberapa pengepungan Romawi mesin,
tetapi Scipio bertahan dan berhasil mengendalikan pintu masuk baru yang
digali orang Carthaginians. Sekali lagi kota itu benar-benar terputus, dan
Scipio membuat pengepungan tampaknya jauh lebih mudah daripada yang
dilakukan para pendahulunya. Tentara Kartago terkurung di Nepheris, 25
kilometer selatan Kartago, dan tidak dapat membantu kota. Pada musim
dingin tahun 147/146 SM Scipio merasa cukup percaya diri untuk
meninggalkan Kartago tersedak dari cengkeramannya dan mengalahkan
tentara di Nepheris setelahtiga minggu pengepungan.

16
 Kehancuran Kartagho
Pukulan palu Romawi terakhir terjadi pada musim semi tahun 146 SM
ketika mereka melancarkan serangan habis-habisan di Kartago. Sekali lagi,
area pelabuhan dipilih sebagai titik masuk, dan kali ini, orang Romawi
menerobos pertahanan dan perlahan-lahan maju kota. Setelah tujuh hari
perkelahian jalanan yang brutal dan penjarahan yang menghabiskan banyak
waktu oleh para legiun yang tidak disiplin, hanya benteng yang tersisa untuk
direbut. Di sini Carthaginian Komandan Hasdrubal dan 900 desertir Roman
putus asa diadakan di kuil Eshmun. Mereka tidak bisa mengharapkan belas
kasihan, dan Hasdrubal menyiksa tahanan Romawi di benteng di awal
pertempuran, bahkan jika dilakukan untuk menguatkan tekad Carthaginians,
sekarang pasti telah disesali. Saat serangan Romawi semakin kuat, Hasdrubal
menyerahkan dirinya, tetapi karena malu dan marah, istrinya melemparkan
dirinya dan istrinya dua anak ke tumpukan kayu pemakaman besar-besaran di
mana tentara terakhir yang tersisa juga berkomitmen. Kartago akhirnya jatuh.
Semua penduduk diperbudak dan kota dihancurkan sama sekali (mitos
bahwa tanah kemudian ditaburi garam untuk mencegah pemukiman kembali
adalah penemuan selanjutnya). Sebuah kutukan kemudian menyerang siapa
saja yang mencoba untuk memukimkan kembali daerah tersebut. Afrika Utara
kemudian dibuat provinsi Romawi sedangkan- kotakota itu yang setia kepada
Roma, seperti yang baru ibukota Utica, diberi hak istimewa kebebasan dari
pajak. Untuk eksploitasinya, Scipio menjadi Cornelius Scipio Aemilianus
Africanus (kemudian dikenal sebagai Scipio Africanus the Lebih muda untuk
membedakannya dari kakeknya yang senama, Scipio Africanus the Elder)
dan dianugerahi kemenangan di Roma.
Kartago akan tetap tidak berpenghuni sampai kota itu didirikan kembali
oleh Julius Caesar dan selanjutnya didorong oleh Augustus seabad kemudian.
Sebagaimana sejarah ditulis oleh para pemenang, maka Budaya Punisia terus-
menerus dihancurkan dan difitnah oleh beberapa generasi penulis Romawi,

17
tetapi tetap sangat tangguh, seperti halnya bahasa Punisia, di pedesaan dan
pemukiman yang lebih kecil di Afrika Utara lama setelah Perang Punisia
merampasnya kota boneka.

18
DAFTAR PUSTAKA

Burton, J. Paul. 2018. First Punic War (264-241 bce). Australia: Australian National
University.
Sugiyanto. 2009. Sejarah Afrika. Jember: Universitas Jember.
Bagnall, N. 2005. Perang Punisia. Thomas Dunne Books.
Hoyos, D. et al. 2015. Rekan dari Punic Wars. Wiley-Blackwell.
Broughton,T.R.S.1986.Magistrates of the Roman Republic3 vols. Atlanta: GA.
Apud M. Cary, H. H. Sculard.2008. Istoria Romei până la domnia lui Constantin,
EdiţiaaIII-a, traducere de Simona Ceauşu. Bucureşti: Editura All.

Cf. Coordonator ştiinţific prof.univ. dr. doc. Dumitru Tudor.1982. Enciclopedia


civilizaţiei romane. Bucureşti: Editura Ştiinţifică şi Enciclopedică.

19

Anda mungkin juga menyukai