Anda di halaman 1dari 27

Perang Teluk I-II

(Gulf War I-II)

0
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Suatu negara tidak mungkin dapat berdiri sendiri, seperti halnya manusia atau

individu sebagai makhluk sosial. Suatu negara pasti akan membutuhkan bantuan dari

negara lain dan akan negara tersebut akan menjalin sebuah kerjasama, dimana negara

satu dengan negara lain akan saling mengisi kekurangannya dalam berbagai

komponen. Bahkan ada pula negara yang memiliki keterkaitan serta ketergantungan

dalam aspek ekonomi, sosial, dan politik. Salah satunya adalah negara dengan

negara-negara lain. Dinamakan masyarakat global, ditandai adanya saling

ketergantungan antar bangsa, adanya persaingan yang ketat dalam suatu kompetisi

dan dunia cenderung berkembang kearah perebutan pengaruh antar bangsa, baik

lingkup regional, ataupun lingkup global.


Namun pada kenyataanya masih banyak hubungan yang bertentangan antara

negara satu dengan yang lain. Yang mengakibatkan terjadinya konflik dan terusiknya

perdamaian dunia. Konflik biasanya dipicu dengan adanya masalah dalam hal sosial,

ekonomi, politik, agama maupun kebudayaan. Terjadinya konflik akibat adanya

keserakahan, kurang saling menghargai dan mengerti antara satu dengan yang lain.

Absennya perdamaian sesungguhnya cermin dari kebijakan ekonomi, politik,

finansial yang tidak berkeadilan. Kebijakan politik tidak memihak pada tegaknya

keadilan dan kedamaian.

B. Rumusan Masalah

1
1. Bagaimana latar belakang terjadinya Perang Teluk I, proses jalannya perang

dan dampak terjadinya perang?


2. Bagaimana latar belakang terjadinya Perang Teluk II, proses jalannya perang

dan dampak terjadinya perang?

C. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang dapat ditarik dari

pembuatan makalah ini adalah:

1. Mengetahui latar belakang terjadinya Perang Teluk I, proses jalannya perang

dan dampak terjadinya perang.


2. Mengetahui latar belakang terjadinya Perang Teluk II, proses jalannya perang

dan dampak terjadinya perang.

D. Manfaat

1. Bagi siswa

Dapat mengetahui sejarah terkait Perang Teluk 1 dan Perang Teluk II,

membuka wawasan dan meningkatkan kesadaran terkait masalah perdamaian

dunia.

2. Bagi guru

Dapat mengukur kemampuan siswa dalam menyelesaikan tugas yang sudah

diberikan.

BAB II

PEMBAHASAN

2
A. Latar Belakang Terjadinya Perang Teluk I (Irak-Kuwait)

Perang Teluk Persia (Gulf War) merupakan perang yang terjadi antara Irak

melawan Kuwait. Perang akibat adanya invasi Irak atas sebuah negara kecil yang

kaya minyak di Timur tengah, Kuwait pada tanggal 2 Agustus 1990. Invasi ini di

tandai dengan penyerangan yang dilakukan dua brigade pasukan khusus Republik

Irak menguasai istana Amir dan Bank Sentral Kuwait. Penyerangan dilakukan dengan

dalil bahwa Presiden Saddam Hussein akan menemukan emas Kuwait di tempat

tersebut. Namun, setelah menguasai kedua tempat tersebut, Saddam Hussein tidak

menemukan emas sebagaimana yang diharapkan. Warga Kuwait lebih senang

melakukan investasi ke luar dari negaranya dibandingkan dengan berinvestasi di

Bank Sentral Kuwait sendiri12

Selain daripada itu, perang dipicu oleh karena terjadinya pelanggaran kuota

minyak yang dilakukan oleh pemerintah Kuwait, Arab, dan Uni Emirat Arab dalam

memproduksi minyak secara melimpah sehingga harga minyak menjadi turun secara

drastis. Akibatnya, Irak yang hanya mengandalkan minyak mentah sebagai masukan

devisa negaranya mengalami kemerosotan yang sangat hebat setelah Inggris

menemukan sumur minyak baru di Alaska, Laut Utara, dan negara bekas jajahan Uni

Sovyet. Persaingan harga yang begitu ketat dari hasil sumur minyak baru tersebut

memaksa Irak harus menurunkan minyaknya jauh di bawah harga yang telah
1

Norman Cigar, “Iraq’s Strategic Mindset and the Gulf War,” (Journal of StrategicStudies,
1992), hal. 9-11.

2
Norman Friedman, Desert Victory. Annapolis, (Md.: Naval Institute Press, 1991), hal. 66, 108-
111.

3
ditetapkan. Hal ini menyebabkan Irak semakin terpuruk, terlebih lagi pada saat itu,

Irak sedang melakukan rehabilitasi pembangunan akibat perang melawan Iran di

tahun 1980-1988. Oleh karena itu, Irak menuduh Kuwait telah mencuri minyak Irak

di Ladang Minyak Rumeyla yang terletak diperbatasan daerah yang disengketakan.

Selain dari pada itu, keinginan kuat Presiden Saddam Hussein menjadi orang nomor

satu di dunia Arab juga merupakan dampak dari Irak ingin menguasai Kuwait

secepatnya. Keinginan kuat ini dilatarbelakangi karena para penasehat Saddam

Hussein percaya bahwa negara Arab tidak mendukung keberadaan Amerika Serikat

atas Israel yang bersifat imperialis di wilayah Timur Tengah 3. Presiden Saddam

Hussen memiliki keyakinan bahwa Amerika Serikat tidak akan melakukan

penyerangan terhadap negaranya sehingga Irak melakukan percepatan penyerangan

ke wilayah Kuwait.

Terdapat 4 alasan yang melatar-belakangi invasi Irak menuju Kuwait:

1. Pada masa Perang Teluk Persia I Irak diestimasi menghabiskan dana antara $94

sampai $112 miliar, pada saat itu ekonomi Irak sedang mengalami hambatan

sehingga membutuhkan pinjaman dana dari negara tetangga seperti Arab Saudi,

Kuwait dan Uni Emirat Arab sebanyak $55 miliar. Irak sendiri masih

membutuhkan $230 miliar untuk merekonstruksi Irak pasca perang Teluk I.

Invasi ke Kuwait diharapkan mampu mengurangi hutang dan memberikan aliran

ekonomi baru dari hasil alam Kuwait.

Nuha Al-Radi, Baghdad Diaries, (London: Saqi Books, 1998), hal. 51

4
2. Irak menganggap Kuwait merupakan bagian Irak dan berusaha menaklukkannya

sekaligus sebagai bentuk ambisi Saddam Hussein unuk menguasai negara lemah di

bagian selatan Irak


3. Konflik perbatasan yang tak kunjung usai dimana Irak mengklaim Kuwait telah

mengambil minyak secara illegal diwilayah teritorinya


4. Pasca perang Teluk Persia I antara Irak dan Iran, hubungan bilateral antara Irak

dan Kuwait memburuk. Negara-negara Arab termasuk Kuwait yang membantu

Irak selama masa peran merasa tidak menerima rasa terimakasih dari Irak.

B. Jalannya Perang Teluk I

Jalur diplomasi antara Irak dengan Kuwait maupun Arab Saudi mengalami

kegagalan sehingga Irak menggelar pasukannya di perbatasan Irak-Kuwait. Pada 2

Agustus 1990 pukul 4.30 waktu setempat, sekitar 300.000 tentara Irak dengan di

dukung 3500 tank, puluhan rudal Scud, Mic-29 dan beberapa pesawat Mirage

menyerbu Kuwait. Pasukan Irak hanya membutuhkan waktu sekitar 4 jam untuk

menguasai seluruh Kuwait. Keberhasilan ini karena pengalaman tempur pasukan Irak

selama Perang Teluk I dan perimbangan kekuatan yang mencolok antara Irak dengan

Kuwait.4

Invasi Irak ke Kuwait ini menimbulkan reaksi dunia internasional. DK PBB

segera mengadakan sidang guna membahas situasi di Kuwait. Hasil sidang yaitu

keluarnya Resolusi DK PBB No.660 yang berisi kutukan terhadap tindakan Irak

menduduki Kuwait. Selanjutnya DK PBB juga memerintahkan kepada Irak agar

Isawati. Sejarah Timur Tengah (Sejarah Asia Barat) Jilid 2: Dari Revolusi Libya Sampai
Revolusi Melati 2011), (Yogyakarta: Ombak, 2013), hal. 49.

5
meninggalkan Kuwait tanpa syarat. PBB memberi batas sampai 29 November 1990

untuk keluar dari Kuwait.

Saddam Hussein menegaskan bahwa Kuwait yang diduduki sejak 2 Agustus

1990 merupakan propinsi ke-19 dari negara Irak. Status ini tidak dapat diubah oleh

pihak manapun. Bahkan Irak tidak akan mundur satu inci pun dari wilayahnya.

Saddam Hussein kemudian mengangkat Ali Hassan Al-Majid sebagai Gubernur

Kuwait yang selanjutnya mengumpulkan para sukarelawan untuk bertempur melawan

Kuwait5

Pada Januari 1991 waktu Baghdad, operasi pembebasan Kuwait yang diberi

nama “Operation Desert Storm” (Operasi Badai Gurun) dimulai, dengan

dilancarkannya serangan udara oleh pesawat-pesawat tempur F-15 dan pesawat

gabungan pasukan multinasional. Serangan tersebut juga didukung oleh tembakan

rudal Tomhawk dari kapal-kapal Multinasional di Teluk. Pada serangan pertama

pasukan multinasional mengerahkan serangannya pada sasaran-sasarannya sebuah

pabrik yang diperkirakan memproduksi gas syaraf dan gas mostar yang terletak di

sekitar 40 km barat daya Kota Samara. Pabrik ini merupakan pabrik kimia terbesar di

Irak.

Pada serangan pertama, Irak tidak melakukan pembalasan. Baru pada 18

Januari 1991, Irak melepaskan 8 rudal Scud ke Israel dan Arab Saudi. Serangan

balasna Irak ke Israel dimaksudkan untuk memperluas Perang Teluk I dengan

melibatkan Israel sehingga diharapkan koalisi pasukan multinasional pimpinan AS

Ibid., hal. 49.

6
akan pecah dan negara-negara Arab akan membantu Irak. Namun karena lobi AS

terhadap Israel, maka Israel tidak membalas serangan Irak.

Pada 19 Januari 1991, pasukan multinasional kembali melakukan serangan

udara terhadap Kota Baghdad. Serangan tersebut dimaksudkan untuk menghancurkan

peluncur-peluncur peluru kendali Scud milik Irak. Serangan rudal Scud ke Tel Aviv

dan Dahran menewaskan 4 orang sipil dan melukai beberapa warga Israel. Pada

waktu yang sama, pasukan multinasional juga berhasil melakukan serangan udara

sebanyak 10.000 serangan udara.

Selama Perang Teluk I, pihak pasukan multinasional pimpinan AS lebih

banyak mengandalkan serangan udara daripada darat. Hal ini didasarkan pada

pengalaman pahit AS selama Perang Vietnam. Serangan udara juga dimaksudkan agar

mampu menghancurkan industri vital Irak serta ekonomi militer yang

menghubungkan Irak dengan Kuwait. Dengan demikian, diharapkan pasukan Irak

akan keluar dari bunker-bunker perlindungan dan mental pasukan Irak akan merosot

sehingga akan menyerah dan tertekan. Dengan hancurnya infrastruktur Irak juga

diharapkan akan menimbulkan pemberontakan dalam negeri Irak.6

Pada 29 Januari 1991, tanpa diduga sebelumnya, tank-tank Irak berhasil

memasuki Kota Khafji di Arab Saudi dan menduudkinya selama dua hari. Serangan

tersebut mengakibatkan pasukan multinasional semakin gencar dalam membalas

serangan dari pasukan Irak. Pada 13 Februari, bom-bom AS menghantam bunker-

bunker sipil Irak yang menewaskan 300 orang penduduk sipil Irak.

Ibid., hal. 49-51.

7
Sampai pada 23 Februari 1991, pasukan multinasional pimpinan AS melancarkan

ultimatum terhadap Irak, yaitu jika pasukan Irak tidak segera ditarik mundur dari

Kuwait, maka perang darat akan pecah. Sebaliknya justru Irak menyikapi ultimatum

tersebut dengan menyatakan bahwa pasukannya siap berperang. Pada 24 Februari

1991, perang darat pecah. Pada hari berikutnya, pasukan multinasional berhasil

menawan 20.000 tentara Irak serta menghancurkan ratusan tank. Pada 26 Februari

nya, Irak mengumumkan pasukannya siap mundur dari wilayah Kuwait. Pada 27

Februari, panglima tentara pasukan multinasional, Jenderal Norman Schwarzkopf

mengatakan paling tidak 29 Devisi Irak dan lebih dari 300.000 tentara Irak berhasil

dilumpuhkan. Pada 28 Februari pukul 05.00 GMT, George Bush memerintahkan

penghentian serangan yang menandai berakhirnya Perang Teluk I .

Pecahnya Perang Teluk I mencerminkan betapa lemahnya PBB dalam

mengatasi masalah Internasional. Hal ini tidak hanya terlihat jelas dari

ketidakefektifan sanksi ekonomi dan resolusi-resolusi Dewan Keamanan PBB, tetapi

juga terlihatdari ketidakmampuan PBB mengatasai tekanan-tekanan yang dilakukan

negera-negara besar, khususnya Amerika Serikat. Hal ini berarti pecahnya Perang

Teluk II kembali membuktikan bahwa PBB pada hakikatnya memang lebih banyak

melayani Negara-negara besar seperti Amerika Serikat daripada memperhatikan

nasib-nasib bangsa-bangsa yang lemah seperti memecahkan dan memperjuangkan

nasib bangsa Palestina.

C. Dampak Perang Teluk I

1. Memanasnya Suhu Politik di Timur Tengah

8
Invasi Irak ke Kuwait telah menyebabkan suhu politik di Timur Tengah

semakin meningkat. Memanasnya suhu politik dapat dilihat dengan adannya

pembantaian 22 warga Palestina oleh Israel di Yerussalem Timur pada 8 Oktober

1990. Tragedi Yerusalem sangat berkaitan erat dengan situasi di kawasan Teluk Parsi.

Dalam Perang Teluk I, Saddam Hussein berhasil tampil sebagai motor kubu radikal

melawan kubu moderat, yaitu rezim-rezim yang berkuasa di Mesir, Arab Saudi dan

Negara-negara monarki teluk lainnya. Bangsa Palestina yang selama ini merasa

kecewa terhadap tingkah laku politik rezim-rezim tersebut seakan menemukan sosok

idola pada diri Saddam Husein. Apabila dalam Perang Teluk I selanjutnya yang

dilihat Palestina bahwa yang dihadapi Irak tidak hanya Kuwait tetapi pasukan

multinasional pimpinan Amerika Serikat yang selalu menganakemaskan Israel,

musuh Palestina.

Dukungan rakyat Palestina terhadap Saddam Hussein tidak terlepas dari

sejunlah factor, yaitu : (1) sekitar 170.000 orang Palestina tinggal di Irak (2)

kegagalan proses perdamaian melalui jalur diplomasi (3) perlakuan tidak simpatik

bekas penguasa Kuwait (4) desakan opini public Palestina di daerah Tepi Barat dan

Jalur Gaza untuk mendukung Saddam. Pada waktu Perang Teluk I, Saddam juga

memanfaatkan momentum yaitu menuntut penarikan mundur tentara Israel dari

Palestina sebagai prasyarat mundurnya tentara Irak dari Kuwait. Semangat gerakan

intifadhah warga Palestina di daerah pendudukan yang sebelum pecah Krisis Teluk I

tampak melemah, kembali bergelora. Perang Teluk I merupakan momentum yang

tepat bagi rakyat Palestina untuk kembali bangkit dan berjuang melawan Israel.

9
Pada 12 Oktober 1990, juga terjadi pembunuhan terhadap pemimpin milisi

manorit, Jenderal Michel Aoun di Libanon. Di Mesir, Ketua Parlemen Mesir Rifa’at

Mahghoub dan tiga pengawalnya ditembak mati oleh orang-orang tak dikenal.

Pemerintah Mesir menduga bahwa pembunuhan misterius tersebut didalangi oleh

unsure-unsur pendukung Saddam Husein, yaitu bisa terdiri dari para agen Saddam

atau para ekstremis Palestina. Jika sangkaan tersebut terbukti, maka terbunuhnya

Mahghoub bisa dianggap sebagai salah satu “getah pahit” yang harus dirasakan Mesir

akibat Perang Teluk I.

Dampak perang Teluk I bagi Mesir juga terasa dibidang ekonomi. Perang

Teluk I telah mengakibatkan meningkatnya jumlah pengangguran karena terusirnya

ratusan ribu tenaga kerja Mesir dari Irak dan Kuwait. Pemerintah Mesir menuduh

rezim Saddam Hussein telah merampok lebih dari US$ 12 miliar harta benda tenga

kerja Mesir dari Irak dan Kuwait. Kembalinya lebih sejuta tenaga kerja kerja Mesir

dari Irak dan Kuwait tidak hanya berdampak kurangnya anggaran pendapatan

Pemerintah Mesir, tetapi juga menimbulkan masalah sosial ekonominya yang lebih

serius, terutama yang berkaitan dengan sector lapangan kerja, perumahan dan

pendidikan. Perang Teluk I juga mengakibatkan merosotnya pendapatan Mesir dari

sector pariwisata. Sebelum terjadinya Perang Teluk I, sector pariwisata telah

menyumbangkan sekitar 10% dari total pendapatan luar negeri. Akibat perang

Teluk I, pendapatan dari sector pariwisata menurun US$ 400 juta sampai

US$ 1 miliar karena banyak turis yang membatalkan rencana kunjungan ke Mesir.7

M.Riza Shihbudi, Bara Timur Tengah, (Jakarta: Mizan, 1991), hal. 57.

10
2. Irak merugi secara ekonomi, dikucilkan dari dunia Internasional dan Krisis

Dalam Negeri

Perang Teluk I membawa dampak yang luar biasa bagi Irak di bidang

ekonomi. Dapat dikatakan bahwa Irak merupakan Negara yang paling parah dan

menderita di sector ekonomi akibat Perang Teluk I. Secara kasar, kerugian Irak di

bidang ekonomi akibat Perang Teluk I ditaksir sekitar 500 triliun. Disamping itu Irak

harus membayar kerugian perang sebesar 14 miliar dolar AS. Meskipun demikian

Kuwait juga harus menerima kenyataan bahwa 300 dari 500 sumur minyaknya

banyak yang hancur akibat aksi bumi hangus yang dilakukan pasukan Irak.

Perang Teluk I juga mengakibatkkan Saddam Hussein dan Negara Irak

semakin terpojok dan terisolasi dari dunia Internasional Sanksi Ekonomi yang

dijatuhkan oleh Dewan Keamanan PBB yang didukung oleh blokade militer Amerika

Serikat dan sekutunya sangat menyulitkan posisi Saddam Husein dalam pergaulan

Intenasional. Dalam bidang olahragapun, Irak tidak berhak turut serta didalamnya.

Irak disingkirkan dari Pesta Olahraga Asia atau Asian Games tahun 1990 di Beijing

dan dari Federasi Sepakbola Internasional (FIFA). Bahkan pada 30 November 1990,

Dewan Keamanan PBB atas desakan Amerika Serikat dan sekutunya mengesahkan

Resolusi No. 678 yang memberikan legitimasi bagi penggunaan kekuatan militer

untuk menggempur pasukan Irak. Akibat Perang Teluk I, Irak dikucilkan dari hampir

semua sektor kehidupan internasional, baik politik, ekonomi, militer maupun sosial

budaya.

Selain dikucilkan dalam pergaulan Internasional, kondisi dalam negeri Irak

juga cukup memperihatinkan, terutama dalam bidang politik. Akibat Perang Teluk I,

11
Saddam Husein harus menghadapi berbagai kelompok politik yang berusaha

menggulingkan kekuasaannya. Sebaliknya, Amerika Serikat dan negara-negara Barat

semakin mencengkeram Irak dengan menguasai Iran bagian Selatan dengan dalih

menjaga balance of power di kawasan tersebut dan melindungi kaum Syiah yang

selama ini ditindas oleh Saddam Husein. Larangan bagi Irak untuk terbang di Irak

Selatan yang notabene masih menjadi bagian dari wilayah Irak merupakan tamparan

yang mneyakitkan bagi kedaulatan Negara Irak.8

3. Normalisasi hubungan antara Irak dengan Iran

Perang Teluk II selain sebagai bencana ternyata juga berdampak positif bagi

perbaikan hubungan anatar Irak dengan Iran yang bersitegang selama delapan tahun

selama Perang Irak-Iran. Salah satu factor menarik yang mendorong usaha

normalisasi adalah kekecewaan Saddam terhadap Negara-negara Arab yang selama

Perang Irak Iran. Sebagian besar mendukungnya kemudian justru secara mengejutkan

balik menyerangnya dalam Perang Teluk I. Dalam posisi yang semakin terjepit, maka

tidak ada jalan lain bagi Irak untuk mendekati bekas musunya dalam perang Irak-Iran.

Sikap tersebut diambil oleh Irak setelah melihat bahwa Iran berusaha bersikap netral

dalam Perang Teluk I. Meskipun Iran mengencam invasi Irak ke Kuwait, tetapi disis

lain Iran juga sangat menentang kehadiran pasukan multinasional dan kekuatan

militer untuk menyelesaikan masalah Perang Teluk I.

Pada Agustus 1990, Saddam Husein membuat kejutan ketika memutuskan

untuk menerima seluruh syarat yang diajukan oleh Iran demi tercapainya perdamaian

Ibid., hal.59.

12
antara Irak dan Iran. Di antara syarat tersebut adalah diberlakukannya kembali

Perjanjian Aljiers tahun 1975 yang pernah dibatalkan secara sepihak oleh Saddam

serta ditaatinya seluruh pasal Resolusi Dewan Keamanan PBB No.598 tahun 1988.

Pada awal September 1990, Menteri Luar Negeri Irak Tariq Azis berkunjung ke Iran.

Pada pertengahan November 1990, Menlu Iran Ali Akbar Velayati sebagai balasan

kunjungan Tariq Azis mengunjungi Irak. Inilah saling kunjung pertama antara pejabat

tinggi kedua Negara sejak Revolusi Islam Iran tahun 1979. Kunjungan Tariq Azis ke

Iran Velayati ke Irak menandai era baru dalam hubungan kedua Negara yang selama

delapan tahun terlibat perang.

Berbeda dengan upaya normalisasi hubungan Iran-Amerika Serikat yang

masih mendapat tantangan keras dari kaum mullah radikal, normalisasi hubungan

Irak-Iran justru mendapat dukungan penuh dari hamper seluruh elite politik

Iran.”New Day for Iran-Iraq, Old Threat From US”, merupakan salah satu judul tajuk

rencana harian Kayhan Internasional yang mencerminkan aspirasi kaum mullah garis

keras. Bahkan pada 10 September 1990, Ayatullah Shadeq Khalkhali, anggota Majlis

Syura Islami dan para tokoh garis keras secara terbuka mendesak pembentukan

aliansi militer Irak-Iran guna menghadapi Israel, Amerika Serikat dan Arab Saudi.

D. Latar Belakang terjadinya Perang Teluk II

Tragedi 11 September 2001 menjadi momentum bagi Presiden Bush dan

kelompok hawkish untuk merealisasikan gagasan mereka, antara lain untuk

mengubah rezim di Irak dan menyingkirkan Saddam Hussein. Pada 17 September

2002. Presiden Bush mengeluarkan Strategi Keamanan Nasional (National Security

13
Strategy/NSS) pemerintahannya. Konsep ini disebut NSS-2002 yang merupakan

doktrin kebijakan keamanan terbaru Amerika Serikat dan sering pula disebut sebagai

Doktrin Bush. Dapat dikatakan bahwa doktrin baru yang menjadi kebijakan resmi

Amerika Serikat itu seakan-akan menyatakan bahwa pemerintah Bush akan

memerangi terorisme menurut caranya sendiri dengan melanggar hukum

internasional. Isi Doktrin Bush ini juga menunjukkan bahwa Amerika Serikat tidak

ingin cita-citanya menciptakan Tata Dunia Baru (The New World Order) yang

seluruhnya mengandung nilai-nilai Americana mendapat tantangan. Disamping itu

doktrin ini merupakan bagian dari langkah Amerika Serikat untuk mengekalkan gelar

“The Sole Superpower” di muka bumi.

Teori-teori mengenai motivasi dibalik invasi Amerika Serikat terhadap Irak ini

akan dapat diidentifikasi dengan baik jika kita menganalisis perkembangan politik

luar negeri pasca perang dingin dan situasi dalam negeri Amerika Serikat. Setelah

Perang Dingin, politik luar negeri Amerika Serikat mempunyai banyak dimensi.

Diantara dimensi-dimensi tersebut yang paling penting dan utama adalah dimensi

kebijakan politik/diplomasi, kebijakan ekonomi dan kebijakan militer dengan lebih

menitik beratkan pada keamanan internasional.

Selain itu keagresifan Amerika Serikat dalam memerangi negara-negara yang

tidak mendukung kepentingan Amerika Serikat dapat dilihat dari perubahan

paradigma yang dikembangkan dalam sistem pertahanan, yakni menyangkut

paradigma pertahanan “pre-emptive self defence” (menghancurkan negara yang

dianggap sebagai ancaman untuk pertahanan diri Amerika Serikat). Paradigma ini

memberi landasan untuk menyerang negara-negara yang dianggap menjadi ancaman

14
bagi Amerika Serikat termasuk Irak. Amerika Serikat juga mempunyai kepentingan

untuk menyebarkan ideologi Amerika Serikat yakni demokrasi dan liberalisme

ekonomi.

Dalam konteks ini kita dapat melihat bahwa salah satu tujuan invasi Amerika

Serikat terhadap Irak untuk mendorong terjadinya proses demokratisasi di Irak.

Meskipun ada kemungkinan fakta lain bahwa motivasi invasi Amerika Serikat

sebenarnya ke Irak untuk menyingkirkan Saddam Hussein yang menjadi ancaman

Amerika Serikat dengan memunculkan fakta bahwa pemerintah Saddam adalah

otoriter dan despotis.9

E. Jalannya Perang Teluk II

Pada hari Selasa, 18 Maret 2003 melalui pidatonya Bush mengultimatum

Saddam Hussein dan putra-putranya untuk meninggalkan Irak dalam waktu 48 jam

atau menghadapi perang. Namun ultimatum tersebut tidak digubris oleh Presiden Irak

Saddam Hussein dan bahkan mereka menyatakan telah siap untuk berperang.

Akhirnya pada hari Kamis tanggal 20 Maret 2003 pukul 05.35 waktu

Baghdad, hanya sekitar 95 menit dari batas akhir ultimatum 48 jam yang ditetapkan

Amerika Serikat bagi Presiden Irak untuk mundur dari jabatannya, perang yang

dilancarkan Amerika Serikat dan Inggris terhadap Irak dimulai. Peluru kendali

penjelajah Tomahawk mulai menghantam sasaran-sasaran tertentu di ibukota Irak,

Baghdad.

Siti Muti’ah Setiawati, Irak Di bawah Kekuasaan Amerika, Dampaknya Bagi Stabilitas Politik
Timur Tengah dan Reaksi (Rakyat) Indonesia, (Yogyakarta: PPMTT HI FISIPOL UGM, 2004), hal.
77-81.

15
Sementara itu selain serangan udara yang dilancarkan di kota Baghdad

penyerangan darat terjadi di Ummu Qashr sebuah kota kecil yang berada di

perbatasan Irak-Kuwait. Dimulai dari sinilah kekuatan militer Amerika Serikat

melintasi perbatasan dan masuk ke Irak.10 Irak pun tidak tinggal diam dan mulai

melakukan perlawanan dengan menembakkan enam rudal Scud ke Kuwait, beberapa

jam setelah serangan awal Amerika Serikat ke Irak dimulai. Sebagian besar rudal

scud Irak menghantam tempat-tempat di wilayah Kuwait utara. Serangan rudal scud

Irak ke Kuwait ini merupakan aksi balasan Irak mengingat Kuwait menjadi tempat

konsentrasi terbesar pasukan Amerika Serikat dan sekutunya.11 Sampai dengan

Jum’at, 21 Maret 2003 malam, berita yang muncul dari medan perang di Irak adalah

bahwa pasukan Amerika Serikat telah memasuki Irak sejauh 160 kilometer.

Sementara dari udara, pesawat tempur Amerika Serikat dan Inggris terus mengebom

berbagai sasaran penting di Ibukota Baghdad. Sasarannya adalah istana Presiden

Saddam Hussein, markas besar partai Baath dan instalasi militer yang masih tersisa.

Di samping melakukan serangan militer, Amerika Serikat juga merusak sistem

telekomunikasi untuk memutus rantai komando antara para petinggi Irak dan

tingkatan-tingkatan dibawahnya. Namun listrik sengaja tidak dipadamkan karena baik

Amerika Serikat maupun Irak sangat memerlukan radio atau televisi untuk

mempengaruhi dan menggalang opini publik. Amerika Serikat memerlukan radio dan
10

Alauddin Al Mudarris, Huru-Hara Irak Isyarat Akhir Zaman, (Yogyakarta: Hikmah, 2004),
hal. 72.

11
Musthafa Abd. Rahman, Geliat Irak Menuju Era Pasca Saddam (Laporan dari Lapangan).
(Jakarta: Kompas, 2003), hal.1.

16
televisi untuk mengajak tentara dan rakyat Irak meninggalkan Saddam dan

menyerahkan diri. Sedangkan Saddam memerlukan radio dan televisi untuk menjaga

agar tentara dan rakyat tetap setiap padanya dan mau berjuang untuknya. Sementara

itu, upaya-upaya bom bunuh diri juga sangat banyak. Akan tetapi karena lemahnya

sarana yang dimiliki oleh pers Irak, maka sulit bagi mereka untuk mengungkap

semuannya. Sebagai contoh adalah upaya bom bunuh diri yang dilakukan Ali Ja’far

Musa an-Nu’man di kota Najaf yang menewaskan 11 tentara Amerika Serikat,

menghancurkan 2 tank tentara Amerika Serikat dan 2 kendaraan pengangkut tentara.

Peristiwa ini terjadi pada awal operasi pasukan relawan, Sabtu 29 Maret, dimana

Musa an-Nu’man membawa mobil dan meledakkannya di tengah pasukan musuh.

Amerika Serikat pun mengakui perisitwa ini, yang kemudian disiarkan oleh beberapa

pers internasional.12 Fenomena friendly fire atau salah tembak teman sendiri sangat

kental mewarnai pasukan Amerika Serikat dalam Perang Teluk II. Sistem senjata

yang macet, antena patah dan kegagalan sistem komunikasi sangat berperan dalam

membedakan kawan atau lawan. Apalagi dengan keletihan yang dialami para tentara

Amerika Serikat ini sehingga kesalahan fatal tidak dapat dihindari.

Pada 7 April 2003, pasukan Inggris berhasil menguasai Basra, kota terbesar

kedua di Irak. Hari itu, dilakukan 1500 misi penerbangan, antara lain 500 misi

serangan, 35 misi pengisian bahan bakar, 400 misi kargo, 175 misi pengawasan,

kontrol, komando dan mata-mata. Pada 9 April 2003, kota Baghdad jatuh dan

12

Alauddin Al Mudarris, Huru-Hara Irak Isyarat Akhir Zaman, hal. 78.

17
pasukan Amerika Serikat pun berhasil menguasai kota. Meskipun begitu pertempuran

sporadik masih berlanjut di seluruh pelosok kota.

Setelah Baghdad dikuasai Amerika Serikat, Saddam Hussein dinyatakan

menghilang dan tidak diketahui jejaknya. Pada 14 April 2003, Pentagon menyatakan

bahwa pertempuan besar di Irak selesai setelah pasukan Amerika Serikat merebut

Tikrit kota kelahiran Saddam. Sementara itu, keberadaan Saddam Hussein tidak

diketahui.

Tanggal 14 April 2003, Jenderal Jay Garner ditunjuk oleh Amerika Serikat

untuk mengendalikan Irak sampai terbentuk pemerintah baru. Garner pun

mengadakan pertemuan dengan sejumlah pemimpin Irak dan mulai merencanakan

pembentukan pemerintahan federal Irak. Pertemuan itu dilaksanakan di Al Ur, dekat

Nasiriya, Irak selatan dan berhasil mengeluarkan 13 keputusan signifikan yang

menjadi pondasi bagi sistem negara dan pemerintah Irak pasca Saddam Hussein.13

Pada tanggal 1 Mei 2003, Presiden George W. Bush, di atas kapal USS

Abraham Lincoln menyatakan bahwa perang telah selesai. Selanjutnya Presiden Bush

menyatakan bahwa kemenangan berada di pihak pasukan gabungan pimpinan

Amerika Serikat. Sejak saat itu pula maka dimulailah fase stabilitas dan rekonstruksi

Irak pasca perang.

Pada 13 Desember 2003, Saddam Hussein berhasil ditangkap oleh Divisi

Infanteri Ke-4 Amerika Serikat. Saddam ditemukan di sebuah lubang di Ad Dawr,

sebelah tenggara Tikrit. Saddam disergap oleh pasukan Amerika Serikat di sebuah

13

Musthafa Abd. Rahman, Geliat Irak Menuju Era Pasca Saddam, hal. 207.

18
peternakan kambing dalam sebuah lubang berukuran 1 x 0,5 meter persegi yang

disamarkan dengan kotoran dan batu bata.

Bush sudah menyatakan bahwa perang telah selesai sejak 1 Mei 2003, namun

aksi perlawanan bersenjata rakyat Irak tak kunjung usai. Sepeninggal Saddam rakyat

Irak menentang pendudukan yang dilakukan Amerika Serikat dan sekutunya terhadap

Irak. Jadi meskipun perang sudah berakhir, tetapi perlawanan bersenjata masih sering

terjadi.

F. Dampak Perang Teluk II

Tumbangnya patung Saddam Hussein secara simbolis melambangkan

runtuhnya rezim Saddam Hussein. Perang telah dinyatakan selesai oleh Presiden

Bush dan selanjutnya Irak jatuh ke tangan pasukan pendudukan pimpinan Amerika

Serikat. Setelah tumbangnya Saddam Hussein Irak memasuki babak baru yang sangat

berbeda dengan sebelumnya. Dari perang yang berlangsung selama 43 hari ini dapat

dikatakan bahwa Irak mengalami kekalahan. Amerika Serikat telah berhasil untuk

menjatuhkan rezim Saddam Hussein dan membentuk pemerintah baru di Irak yang

dijanjikannya lebih demokratis. Dampak politik setelah tumbangnya rezim Saddam

ini maka secara otomatis Irak menjadi daerah pendudukan Amerika Serikat. Amerika

Serikat yang akan membentuk pemerintah transisi Irak untuk menuju pemerintah

yang permanen tanpa campur tangan asing.14

Runtuhnya Saddam Hussein tidak serta merta membuat Irak aman dan damai,

pertama-tama menciptakan kekosongan kekuasaan. Akibatnya adalah memberi


14

Siti Muti’ah Setiawati, Irak Di bawah Kekuasaan Amerika, hal. 183.

19
peluang bagi lahirnya manifesto politik yang chaotik dan kadang-kadang berakhir

dengan kerusuhan. Semua itu dilakukan rakyat Irak yang tiba-tiba memperoleh

kebebasan terlepas dari pemerintahan tirani. Rakyat Irak benar-benar bebas dan tidak

terkendali karena tidak ada aturan yang harus ditaati. Tidak aneh kalau kemudian

banyak terjadi tindak kriminal, perampokan dan penculikan. Aksi bom bunuh diri

juga terjadi dan sasarannya tidak hanya tentara pendudukan tetapi juga rakyat dan

para tokoh Irak. Kondisi ini menumbuhkan kebencian mendalam dari rakyat Irak

terhadap pasukan pendudukan pimpinan Amerika Serikat. Walau pernah menganggap

Amerika Serikat sebagai ”pembebas” ketika berhasil menumbangkan rezim Saddam

Hussein, perasaan terbebas itu seketika berubah ketika situasi di Irak setelah Saddam

jatuh tidak menjadi lebih baik secara ekonomi, sosial, politik dan keamanan.

Sejak rezim Saddam Hussein jatuh, Irak benar-benar bebas karena tidak ada

lagi hukum yang mengikat, tidak ada lagi peradilan dan polisi yang baru dibentukpun

benar-benar tidak berdaya. Kelompok-kelompok bersenjata muncul dimana-mana

untuk melawan tentara pendudukan. Kelompok-kelompok bersenjata ini yang

kemudian secara lantang menyatakan agar pasukan pendudukan segera angkat kaki

dari Irak. Pernyataan itu diwujudkan dengan berbagai aksi perlawanan terhadap

pasukan pendudukan. Setiap hari di bulan-bulan awal pendudukan selalu tersiar kabar

ada tentara Amerika Serikat atau Inggris yang tewas. Entah itu karena menjadi korban

para penembak jitu, korban peledak bom bunuh diri atau korban penyerangan. Aksi

penyerangan kelompok bersenjata Irak ini selalu dibalas oleh pasukan pendudukan.

Di bidang ekonomi Irak mengalami kerugian besar karena hancurnya

infrastruktur yang hancur akibat perang. Kehancuran terjadi pada gedung-gedung

20
pemerintah rumah sakit, pemukiman penduduk, jalan-jalan, pusat perdagangan serta

tempat-tempat umum lainnya. Keuntungan dibidang ekonomi hanyalah dicabutnya

sanksi ekonomi berupa embargo yang telah dialami Irak sejak Perang Teluk II usai.

Selain kerugian ekonomi banyak sekali korban yang berjatuhan, baik sipil maupun

kalangan militer. Propaganda Amerika Serikat menyerang Irak dengan tujuan

membebaskan rakyat Irak sama sekali tidak terbukti. Justru yang kebanyakan menjadi

korban tindakan mereka adalah warga sipil Irak, pada hari ketujuh peperangan sudah

ada 350 orang yang meninggal dan tak kurang dari 4000 orang mengalami luka-luka.

Perang juga berakibat memicu anarkisme di Irak. Setelah perang rata-rata

penduduk Irak mengungkapkan kekecewaannya atas tiadanya makanan, air bersih,

telepon dan listrik. Sementara itu pasar dan pertokoan sepi karena tidak ada barang

lagi yang bisa dijual. Barang-barang yang masih ada adalah sisa-sisa sebelum invasi

Amerika Serikat dan Inggris ke Irak di mulai. Para pemilik toko itu lebih memilih

menyimpan barang-barang itu daripada menjualnya. Akhirnya masyarakat hanya

mengharap adanya bantuan makanan, minuman dan juga obat-obatan.15

Instabilitas keamanan di Irak juga terus berlangsung karena terjadi banyak

sekali penjarahan dan kerusuhan. Penjarahan dan pengrusakan banyak terjadi di

rumah sakit, universitas, museum, perusahaan besar, hotel mewah atau rumah pejabat

teras pemerintahan Irak.16

15

Musthafa Abd. Rahman, Geliat Irak Menuju Era Pasca Saddam, hal.192.
16
Budiarto Shambazy, Obrak-Abrik Irak. (Jakarta: Kompas, 2003), hal. 167.

21
Perang Teluk III juga berdampak pada hilangnya benda-benda bernilai sejarah

adiluhung yang tersimpan di museum karena adanya penjarahan. Invasi pasukan

gabungan Amerika Serikat atas Irak tidak hanya melahirkan penderitaan bagi orang-

orang tak berdosa, tetapi juga menghilangkan warisan kebudayaan masa lampau yaitu

kebudayaan Sumeria, Babilonia dan Assiria. Ketika pesawat-pesawat tempur Amerika

Serikat dan Inggris melepaskan peluru kendali ke bumi Irak, seakan merupakan

pertanda bahwa saat itu pula peradapan manusia di kubur dalam-dalam. Negara Irak

sebelumnya ibarat buku sejarah, arkeologi dan antropologi yang begitu tebal yang

dimulai sejak dunia ada hingga masa yang akan datang. Cerita tentang Irak yang

merupakan negara asal mula peradapan manusia telah hancur akibat perang. Perang

telah mengakibatkan salah satu laboratorium sejarah yang terpenting di dunia dengan

terpaksa harus hancur.17

Pemilihan Umum di Irak pasca perang diselenggarakan hari Minggu, 30

Januari 2005 untuk memilih 275 anggota Dewan Nasional serta anggota DPRD untuk

18 provinsi di Irak. Dari hasil perhitungan suara diumumkan bahwa kelompok Islam

Syiah memenangkan Pemilu dengan meraih 48 persen suara. Sementara kelompok

Islam Sunni yang pada pemerintahan sebelumnya berkuasa duduk pada peringkat

enam dengan meraih 21.342 suara.

Diselenggarakannya Pemilu dan terbentuknya pemerintahan baru di Irak

belum juga membuat tentara pendudukan angkat kaki dari Irak. Tentara pendudukan

tetap bercokol di Irak dan kelompok-kelompok bersenjata terus melakukan

perlawanan. Aksi penyerangan dan bom bunuh diri masih terus terjadi hingga
17
Trias Kuncahyono, Dari Damascus ke Baghdad, (Jakarta: Kompas, 2004), hal. 191.

22
sekarang sebagai bentuk perlawanan terhadap pasukan pendudukan. Aksi ini tidak

hanya mengancam tentara pendudukan tetapi juga mengancam warga sipil Irak. Baku

tembak masih sering terjadi sehingga keamanan masih sulit untuk terwujud, meski

pemerintahan yang baru sudah terbentuk. Selama pasukan pendudukan masih

bercokol di Irak maka kelompok-kelompok bersenjata masih terus beraksi dan selama

itu pula maka rakyat Irak masih jauh dari rasa aman.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pasca perang Dunia II wilayah Asia Barat mengalami beberapa gejolak dalam

bidang ekonomi dan politik. Gejolak tersebut ditandai antara lain melalui beberapa

peristiwa seperti Krisis Suez 1956-1957, embargo minyak perang Arab – Israel tahun

1973-1974, hingga revolusi Iran 1978 -1979. Pengelolaan sumber minyak dan

ketersediaan air bersih merupakan isu internal kawasan yang paling sering

diperbincangkan. Keduanya menjadi bahan/objek subur dalam kajian kawasan

23
tersebut pada jelang abad modern hingga saat ini. Disamping itu, isu Pan-Arabisme

dan Fundamentalisme merupakan isu sensitif yang telah berkembang sejak awal abad

dua puluh hingga sekarang. Sementara itu, presentase keterlibatan dunia Internasional

terhadap isu-isu tersebut mencapai 70% dari total konflik yang pernah ada. Dalam

catatan sejarah, keterlibatan asing di era modern yang didominasi oleh Barat,

utamanya Amerika dan sukutu-sekutunya.

Kondisi Irak selama Perang Teluk II berbanding terbalik dengan Perang Irak-

Iran. Pada Perang Irak-Iran, Irak mendapat dukungan dari mayoritas negara-negara

Arab, namun hal tersebut tidak terjadi dalam Perang Teluk I. Hampir seluruh sekutu

Irak selama Perang Teluk I berubah memusuhi Irak termasuk Amerika Serikat.

Dalam rangka menjawab tantangan Saddam Hussein untuk meakukan invasi

ke Kuwait, maka pada 2 Agustus 1990 AS menempatkan 210.000 tentaranya. Jumlah

ini merupakan yang terbesar sejak terlibat dalam Perang Vietnam. Irak dihadapkan

pada kenyataan bahwa mereka harus berhadapan dengan pasukan multinasional yang

membantu Kuwait. Irak memang sempat berhasil masuk ke wilayah Kuwait, namun

hal tersebut tidak bertahan lama karena pasukan multinasional mampu mengusir Irak

dari Kuwait. Hal tersebut sesuai dengan Resolusi Nomor 678 yang pada intinya

memberikan kewenangan kepada pasukan Multinasional pimpinan Amerika Serikat

untuk menggunakan segala cara jika Irak tidak menarik diri dari Kuwait sampai 15

Januari 1991.Secara umum, invasi Irak ke Kuwait mengalami kegagalan.

Perang Teluk II dimulai dari serangan militer Amerika Serikat ke Irak pada

hari Kamis, 20 Maret 2003. Perang berlangsung dengan kesenjangan kekuatan

persenjataan antara kedua belah pihak. Amerika Serikat unggul dalam bidang

24
persenjataan dan jumlah pasukan. Pada tanggal 9 April 2003, Baghdad telah jatuh dan

pasukan Amerika Serikat berhasil menurunkan Saddam Hussein dari kursi

kepresidenan Irak. Peperangan berlangsung selama 43 hari dan pada 1 Mei 2003,

Presiden Bush menyatakan bahwa perang telah selesai dengan kemenangan di pihak

pasukan gabungan pimpinan Amerika Serikat. Dalam Perang Teluk II, Irak

mengalami kekalahan dan selanjutnya berada di bawah kekuasaan Amerika Serikat.

Setelah Saddam turun dari kekuasaannya Irak mengalami kekosongan

kekuasaan. Sampai terbentuknya Dewan Pemerintahan Sementara dan pemerintahan

baru hasil pemilu, kondisi di Irak belum stabil. Setelah perang selesai, aksi kriminal

di Irak meningkat dengan banyaknya perampokan, penculikan, pemerkosaan dan

penjarahan. Di Irak juga sering terjadi bom bunuh diri dan juga aksi perlawanan

bersenjata untuk mengusir pasukan pendudukan Amerika Serikat yang belum juga

angkat kaki dari Irak. Kondisi perekonomian Irak hancur dengan rusaknya

infrastruktur dan banyaknya pengangguran

25
26

Anda mungkin juga menyukai