SKRIPSI
OLEH
ANDI WAWAN
A1A211020
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kependidikan (S.Pd.)
pada Jurusan/Program Studi Pendidikan Sejarah
OLEH
ANDI WAWAN
A1A211020
Kabupaten Bombana” adalah asli, merupakan hasil karya saya sendiri, tidak
pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik di perguruan
tinggi manapun, dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis oleh
orang lain, kecuali secara tertulis dikutip dalam skripsi ini dan disebutkan sumber
Apabila di kemudian hari ditemukan bahwa dalam naskah skripsi ini dapat
dibuktikan adanya unsur-unsur plagiasi, saya bersedia skripsi ini digugurkan dan
gelar akademik yang telah saya peroleh dibatalkan, serta diproses menurut
ANDI WAWAN
NIM. A1A211020
ii
HALAMAN PERSETUJUAN
Skripsi berjudul
Oleh
ANDI WAWAN
NIM. A1A211020
telah disetujui untuk diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana
pada Jurusan/Program Studi Pendidikan Sejarah
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Haluoleo.
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui,
Ketua Jurusan/Program Studi Pendidikan Sejarah
iii
HALAMAN PENGESAHAN
SKRIPSI
Oleh
ANDI WAWAN
NIM. A1A211020
JURUSAN/PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
Disahkan oleh
Dekan FKIP Universitas Halu Oleo,
iv
ABSTRAK
v
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat
salah satu syarat dalam menyelesaikan Program Studi Sejarah Fakultas Keguruan
Dr. H. Mursidin T., M.Pd., selaku pembimbing I, dan (2) Dra. Aswati M.,
penyusunan Skripsi ini, baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu
4. Bapak dan Ibu Dosen yang telah memberikan bekal pengetahuan dan nasehat
vi
5. Seluruh Informan yang telah bersedia memberikan informasi berkaitan dengan
data penelitian.
6. Kepada Ayahanda dan Ibunda, yang telah memberi support dan doa yang
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, baik
penyajian maupun teknik penulisan karena keterbatasan penulis. Untuk itu koreksi
dan saran sangat penulis harapkan untuk perbaikan selanjutnya. Akhir kata,
semoga skripsi ini dapat memberikan tambahan ilmu pengetahuan kepada penulis
Penulis
vii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian ..................................................................... 6
D. Manfaat Penelitian ................................................................... 6
viii
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Sejarah Kedatangan Masyarakat Suku Bugis di
Boepinang ................................................................................ 35
B. Filosofi Hidup Masyarakat suku Bugis di Kelurahan
Boepinang Kecamatan Poleang Kabupaten Bombana ........... 40
C. Sejarah Budaya Masyarakat Suku Bugis di Kelurahan
Boepinang Kecamatan Poleang Kabupaten Bombana ........... 43
D. Perkembangan Budaya Masyarakat Suku Bugis di
Kelurahan Boepinang Kecamatan Poleang Kabupaten
Bombana .................................................................................. 70
E. Strategi Masyarakat Suku Bugis dalam Mempertahankan
Budaya di Kelurahan Boepinang Kecamatan Poleang
Kabupaten Bombana ............................................................... 76
BAB VI PENUTUP
A. Simpulan ................................................................................. 85
B. Saran ........................................................................................ 86
C. Implikasi Hasil Penelitian Terhadap Pembelajaran di
Sekolah .................................................................................... 87
ix
DAFTAR TABEL
x
DAFTAR LAMPIRAN
xi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu ciri khas Negara Indonesia adalah keragaman suku, etnis, dan
budayanya. Keragaman ini budaya ini dimiliki oleh setiap suku yang tinggal di
wilayah Indonesia yang membentang dari ujung barat hingga ujung timur negara
ini, dan setiap suku memiliki budaya yang berbeda-beda. Dalam keberagaman
suku dan budaya, terkandung nilai-nilai yang menjadi pedoman hidup masyarakat
kenyataannya, globalisasi itu dapat menggeser nilai-nilai budaya lokal oleh nilai
konsepsi eksplisit dan implisit yang khas suatu kelompok atau masyarakat. Nilai
yang hanya dapat disimpulkan dan ditafsirkan dari ucapan, perbuatan dan materi
yang dibuat manusia yang diturunkan melalui suatu aktivitas ritual atau
pendidikan. Karena itu, fungsi langsung nilai adalah untuk mengarahkan tingkah
1
2
Lebih jauh, makna dari sebuah nilai dapat mengikat setiap individu untuk
terhadap tingkah laku secara terus menerus dan berkelanjutan. Itu artinya, dengan
nilai setiap pelaku dapat merepresentasikan tuntutan termasuk secara biologis dan
Dalam konteks itu, perlu dilakukan pelbagai upaya yang salah satunya
pendukungnya.
istiadat, dan lain-lain kemampuan serta kebiasaan yang diterima oleh masyarakat
wacana bagi masyarakat untuk terus menerus menyesuaikan diri atau merespons
perubahan baik yang diakibatkan dari dalam maupun perubahan dari luar
masa sekarang, berupa pola-pola atau citra (image) dari tingkah laku termasuk di
prakteknya, tradisi berwujud pada suatu aktivitas yang dilakukan secara terus
menerus dan berulang sebagai upaya peneguhan pola-pola tingkah laku yang
tradisi seperti itu, berupa aktivitas sekitar daur kehidupan, lingkungan alam, dan
(local wisdom) yang dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan lokal yang bersifat
4
bijaksana, penuh kearifan, bernilai yang tertanam dan diikuti oleh warga
kepada yang Maha Pencipta, Yang Maha Tunggal, menjadikan spirit bagi manusia
budaya, falsah hidup, untuk menompang kehidupan mereka baik berada di daerah
masyarakat Bugis di wilayah asalnya. Bahasa merupakan salah satu bagian dari
budaya Bugis yang beraneka ragam dalam bentuk butir-butir kearifan lokal yang
menjadi lahan yang subur untuk memperkaya khasanah budaya bangsa. Selain itu
masih banyak bentuk-bentuk kearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat Bugis
yang mendiami wilayah ini seperti, tradisi atau upacara perkawinan, tradisi atau
5
upacara pertanian (pembukaan lahan dan pesta panen), tradisi atau upacara
merupakan salah satu bagian dari beragamnya kebudayaan dari suku-suku yang
ada di Indonesia. Budaya yang begitu beragam member kearifan tersendiri bagi
yang tak ternilai harganya, maka peran serta pemerintah yang berkompeten untuk
oleh zaman.
sebahagian besar budaya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia, seiring dengan itu
telah banyak kearifan lokal yang dimiliki oleh bangsa ini terkikis sedikit demi
sedikit. Pengaruh ini berdampak juga pada budaya yang dimiliki oleh masyarakat
penerus masyarakat ini lebih tertarik dengan permainan yang disodorkan oleh
teknologi, akibatnya banyak kearifan lokal mulai terkikis sedikit demi sedikit,
bahkan sampai-sampai mereka tidak pernah tahu kalau tradisi, adat, budaya, yang
harus mereka lestarikan dan jaga serta diwariskan lagi kegenerasi berikutnya.
Uraian tersebut di atas telah memberi inspirasi penulis untuk menggali dan
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
sebagai berikut:
7
muda.
KAJIAN PUSTAKA
A. Konsep Sejarah
Kartodirdjo (2002: 89) membagi sejarah menjadi dua, yaitu sejarah dalam
arti objektif yang merupakan kejadian dan peristiwa sejarah yang tidak dapat
terulang dan sejarah dalam arti subjektif atau suatu kontruksi (bangunan) yang
disusun oleh penulis sebagai suatu uraian cerita (kisah). Kisah tersebut merupakan
suatu kesatuan rangkaian dan fakta-fakta yang saling berkaitan. Sejarah sebagai
fakta dan sumber sejarah yang dilakukan oleh sejarawan atau dengan kata lain
Selanjutnya sebagai suatu disiplin ilmu, ilmu sejarah setara dengan ilmu-
ilmu lain karena dalam penyusunannya telah menggunakan metode analisis yang
kritis, walaupun ada proses-proses tertentu yang berbeda dengan proses ilmiah
menurut criteria ilmu pengetahuan lainnya. Karena itu sebagai mana ilmu-ilmu
lain, sejarah sebagai suatu ilmu pengetahuan juga mempunyai pengertian dan
kajian tersendiri.
Pada dasarnya suatu ilmu tidak dapat berdiri sendiri melainkan saling
berkaitan antara satu sama lain. Ilmu sejarah misalnya untuk mengetahui
sejarah, karena fungsi ilmu sejarah adalah upaya penelusuran jejak-jejak masa
8
9
lampau sehingga yang ada sekarang menjadi jelas. Sejalan dengan itu,
Hal tersebut berarti bahwa hampir semua tindakan manusia itu adalah
“kebudayaan” karena hanya sedikit kegiatan manusia yang tanpa belajar. Hal itu
dahulu makan dengan tangan sekarang semakin maju dan orang bisa membuat alat
dan bersih.
Selain itu juga ada nilai budaya yang terkandung dalam kebudayaan. Nilai
budaya adalah tingkat yang paling tinggi paling abstrak dari adat istiadat. Nilai
budaya berfungsi juga sebagai pedoman hidup manusia dalam masyarakat, tetapi
sebagai konsep, suatu nilai budaya yang bersifat sangat umum, mempunyai ruang
lingkup yang sangat luas, dan biasanya sulit diterangkan secara rasional dan nyata.
Namun justru karena sifatnya yang umum, luas, dan tidak konkret, maka nilai-
nilai budaya dalam suatu kebudayaan berada dalam daerah emosional dari alam
jiwa para individu yang menjadi warga dan kebudayaan yang bersangkutan
kepantasan” atau “harga kebaikan”. Yang dapat dikatakan “penting” dan “tidak
penting” ataupun “mendalam” dan “dangkal”, tetap kualifikasi tersebut tak dapat
Nilai budaya adalah hal-hal yang dianggap baik, benar dan atau pantas,
Pengarahan diri yang dipandu oleh nilai-nilai budaya itu mengacu kepada
11
bahwa nilai-nilai budaya itu bisa berkenaan dengan hubungan manusai dengan:
Tuhan, sesama manusia, alam, kerja, waktu dan lain-lain. Mengenai hubungan
manusia antara manusia dan manusia, misalnya dapat dipercinci dalam varian-
varian: antara anak dan orang tua, antara atasan dan bawahan, antara pria dan
wanita ataupun antara kenalan lama yang baru dikenal dan seterusnya. Setiap
tubuh yang benar, ragam dan register bahasa yang tepat atau ketentuan-ketentuan
berkenaan dengan hal-hal lain seperti pola busana yang tepat, penggunaan warna
yang tepat yang dinilai “pantas” untuk acara-acara tertentu dan sebagainya.
saling tidak sesuai dengan antara suku bangsa yang satu dan suku bangsa lainya.
Itulah kondisi di dalam bangsa Indonesia yang perlu diasuh dengan arif dan penuh
“karakter/watak yang baik” itu pun dapat berbeda-beda antar budaya seperti suku
menemukan norma untuk perilaku yang teratur, serta kesenian verbal pada
bentuk budaya daerah dapat menambah eratnya kaitan solidaritas masyarakat yang
bersangkutan.
Kemudian, yang perlu dipegang di sini bahwa setiap orang yang memiliki
budaya daerah setempat dan menganut nilai-nilainya, harus bisa memperluas diri
untuk memahami diri sebagai bangsa Indonesia, bukan berpegang sempit kepada
nilai-nila aslinya. Artinya tiap-tiap orang yang semula diarahkan oleh “wilayah
budaya” (culture area) daerah dan sukunya sendiri bahwa selanjutnya perlu
memperluas wilayah budaya itu menjadi wilyah budaya Indonesia. Misalnya Suku
Bali, tanpa kehilangan ciri kebalianya harus mampu merasakan sebagai orang
Indonesia. Demikian juga yang terjadi pada Suku Bugis, Jawa, Batak,Lombok dan
pandangan dan sikap budayanya, bukan mengubah dan menggantikan budaya asli
dapat menjadi akar bagi perkembangan pribadi setiap perorangan. Oleh karena itu
manusiawi yang mutlak. Orang yang tidak memiliki kepribadian atau identitas,
karakterisasinya karena merasa tidak ada akarnya. Jadi, sekali lagi, kekhasan
secara mantap tanpa rasa kehawatiran. Justru manusia yang kuat akarnya dalam
budaya sendiri akan mampu menapung pengaruh itu secara selektif sesuai dengan
kepribadianya.
Orang yang memiliki jati diri dapat dikatakan orang yang tidak mudah
menerima pengaruh dari luar perubahan dalam masyarakat akan nampak begitu
(1990: 342) bahwa kebudayaan adalah suatu yang kompleks yang mencakup
14
kompleks.
Salah satunya adalah perubahan lingkungan yang dapat menuntut perubahan yang
bersifat adaptif, sebab lainnya adalah bahwa suatu kebetulan atau karena ada
sebab lainnya.
1. Sebab yang berasal dari masyarakat dan kebudayaan itu sendiri, seperti
terbuka yang berada dalam jalur hubungan dengan masyarakat dan kebudyaan
Perubahan kebudayaan bisa lambat atau memakan waktu yang lama dan bisa juga
adalah penemuan baru, difusi, hilangnya unsur kebudayaan atau akulturasi. Factor
dan lainnya sebagai acuan prilaku dan tanggapan atas apa yang akan terjadi atau
Koentjaraninggra (1982: 24) bahwa nilai budaya adalah aspek ideal yang terwujud
dalam konsepsi-konsepsi abstrak yang hidup dalam pikiran sebahagian besar dari
warga suatu masyarakat mengenai apa yang harus dan dianggap penting dan
budaya adalah tingkat yang paling abstrak dari adat terdiri dari konsepsi yang
hidup dalam pikiran sebagian besar dari masyarakat mengenai hal-hal yang harus
mereka anggap amanat bernilai dalam hidupnya. Dalam wujud yang paling
konkret. Aspek nilai budaya ini berupa norma-norm, aturan-aturan hukum yang
hidup dalam pikiran masyarakat mengenai hal-hal yang mereka anggap amanat
aturan-aturan dan hukum yang mengaturt tindak budaya yang ada dan menjadi
Nilai budaya yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah nilai budaya
yang hidup dalam pikiran masyarakat mengenai hal-hal yang mereka anggap
yang mengatur tindak budaya yang beradap dan menjadi pedoman manusia dalam
bersifat umum yang sangat penting serta bernilai bagi kehidupan masyarakat.
Nilai budaya itu menjadi acuan tingkah laku sebagian besar anggota masyarakat
17
yang bersangkutan; berada dalam alam pikiran mereka dan sulit untuk diterangkan
secara rasional. Nilai budaya bersifat langgeng, tidak mudah berubah aaupun
tergantikan dengan nilai budaya yang lain. Anggota masyarakat memiliki nilai
sebagai hasil proses belajar sejak masa kanak kanak hingga dewasa yang telah
serta berpedoman kepada nilai-nilai atau sistem nilai yang ada dan hidup dalam
tindakan dan perilaku manusia, baik secara individual, kelompok atau masyarakat
secara keseluruhan tentang baik buruk, benar salah, patut atau tidak patut.
dua kata yaitu kearifan (wisdom) berarti kebijaksaan dan lokal (local) berarti
memaparkan kearifan lokal atau sering disebut local wisdom dapat dipahami
bertindak dan bersikap terhadap sesuatu, objek, atau peristiwa yang terjadi dalam
dalam bertindak atau bersikap sebagai hasil penilaian terhadap sesuatu, objek,
atau peristiwa yang terjadi. Sebagai sebuah istilah wisdom sering diartikan sebagai
"kearifan/kebijaksanaan".
18
merupakan suatu gagasan konseptual yang hidup dalam masyarakat, tumbuh dan
berkaitan dengan kehiudupan yang sakral sampai dengan yang profan (bagai
keseharian dari hidup dan sifatnya baisa-biasa saja). Hal senada disampaikan oleh
Sartini (2014: 29) yang mengatakan bahwa kearifan lokal (wisdom) dapat
penuh kearifan, bernilai baik yang tertanam dan diikuti oleh anggota
masyarakatnya.
Adapun menurut Keraf (2010: 369) bahwa kearifan lokal adalah sebagai
berikut yang dimaksud dengan kearifan tradisional di sini adalah semua bentuk
ekologis.
suku-suku bangsa. Kearifan dalam arti luas tidak hanya berupa norma-norma dan
pengertian tersebut maka yang termasuk sebagai penjabaran “kearifan lokal” itu
terjabar dalam seluruh warisan budaya, baik yang tangible maupun yang
dalam sistem lokal yang sudah dialami bersama-sama. Proses evolusi yang begitu
panjang dan melakat dalam masyarakat dapat menjadikan kearifan lokal sebagai
hidup bersama secara dinamis dan damai. Pengertian ini melihat kearifan lokal
tidak sekedar sebagai acuan tingkah-laku seorang, tetapi lebih jauh, yaitu mampu
Dari pendapat para ahli diatas dapat dinyatakan bahwa kearifan lokal
Secara subtansial, kearifan lokal itu nilai-nilai yang berlaku dalam suatu
jika dikatakan bahwa kearifan lokal merupakan etentitas yang sangat menentukan
harkat dan martabat manusia dalam komunitasnya. Hal itu berarti kearfian lokal
yang di dalamnya berisi unsur kecerdasan kreativitas dan pengetahuan lokal dari
peradaban masyarakat.
lokal ini akan mewujud menjadi tradisi atau agama". Dalam masyarakat kita,
dalam nilai-nilai yang berlaku dalam kelompok masyarakat tertentu. Nilai-nilai itu
bagian hidup tak terpisahkan yang dapat diamati melalui sikap dan perilaku
mereka sehari-hari.
merupakan tata aturan tak tertulis yang menjadi acuan masyarakat yang meliputi
seluruh aspek kehidupan, berupa: (1) Tata aturan yang menyangkut hubungan
antar sesama manusia, misalnya dalam interaksi sosial baik antar individu
adat, aturan perkawinan antar klan, tata karma dalam kehidupan sehari-hari (2)
tumbuhan yang lebih bertujuan pada upaya konservasi alam (3) Tata aturan yang
menyangkut hubungan manusia dengan yang gaib, misalnya Tuhan dan roh-roh
gaib. Kearifan lokal dapat berupa adat istiadat, institusi, kata-kata bijak, pepatah
F. Penelitian Relevan
berbagai kalangan baik berbentuk hasil penelitian maupun tugas akhir mahasiswa.
Salah satunya adalah hasil penelitian yang dilakukan La Mani (2012), yang
terlepas dari arus nilai-nilai kearifan lokal yang berasal dari Keraton Yogyakarta
akan tetapi ketiga nilai ini belum dimasukkan dalam produk hukum Kabupaten
Sleman. Nilai-nilai itu yakni; 1) Hamemayu Hayuning Bawana, (2) Sawiji Greget
Sleman yakni nilai-nilai kearifan lokal sesuai dengan karakter dan sifat
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan kurang lebih satu bulan yakni dimulai pada
Tanggal 26 Februari sampai dengan Tanggal 26 Maret 2018. Lokasi penelitian ini
B. Pendekatan Penelitian
strukturis. Dimana dalam pendekatan ini lebih menekankan pada aspek proses
bahwa banyak aspek prosesual dapat dimengerti apabila dikaitkan dengan aspek
strukturalnya atau dengan kata lain proses hanya dapat berjalan dalam kerangka
struktural.
Sumber data penelitan ini terdiri atas tiga, yakni sumber tertulis, sumber
lisan, dan benda. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Helius
(2007: 62-76) bahwa sumber data penelitian terdiri atas; sumber tertulis, sumber
1. Sumber tertulis, yaitu data yang diperoleh melalui telaah buku-buku sejarah di
22
23
perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara, ruang baca FKIP
2. Sumber lisan, yaitu data yang diperoleh melalui keterangan lisan atau hasil
diantaranya tokoh adat, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, guru, lurah, dan
camat.
3. Sumber visual, yaitu data yang diperoleh melalui pengamatan secara langsung
terhadap benda-benda atau alat-alat yang berkaitan dengan tradisi adat istiadat,
serta bentuk budaya lain yang dianggap relevan dengan penelitian ini.
D. Heuristik
yang diteliti.
24
E. Kritik Sumber
Pada tahapan ini peneliti mengadakan penilaian terhadap data yang sudah
bisa didapatkan data yang benar-benar akurat, sehingga dapat dipakai dalam
penulisan sejarah.
aspek-aspek luar dari sumber sejarah. Sebelum semua kesaksian yang berhasil
maka terlebih dahulu harus dilakukan pemeriksaan yang ketat. Atas dasar
berbagai alasan atau syarat, setiap sumber harus dinyatakan dahulu otentik dan
integral. Saksi mata atau penulis itu harus diketahui sebagai orang yang dapat
dipercaya. Kesaksian itu harus dapat dipahami dengan jelas. Sebelum sumber-
sumber sejarah dapat digunakan dengan aman, paling tidak ada sejumlah lima
mengatakan itu, (2) apakah dengan satu atau cara lain kesaksian itu telah
diubah?; (3) apa sebenarnya yang dimaksud oleh orang itu dengan
kesaksiannya itu; (4) apakah orang yang memberikan kesaksian itu seorang
saksi mata yang kompeten, apakah ia mengetahui fakta itu; dan (5) apakah
25
saksi itu mengatakan yang sebenarnya dan memberikan kepada kita fakta yang
diketahui itu? (Syamsuddin, 2007). Kritik eksternal ialah suatu penelitian atas
asal-usul dari sumber, suatu pemeriksaan atas catatan atau peninggalan itu
mengetahui apakah pada suatu waktu sejak asal mulanya sumber itu telah
diberikan oleh orang ini atau pada waktu ini; dan (b) kesaksian yang telah
diberikan itu telah bertahan tanpa ada perubahan, tanpa ada suatu tambahan-
2. Kritik internal menekankan aspek dalam, yaitu: isi dari sumber kesaksian.
atas dua penyelidikan, yaitu: pertama, arti sebenarnya dari kesaksian itu harus
dipahami dengan kata lain sumber informasi harus dipahami dengan baik.
didapatkan.
F. Historiografi
penelitian.
yang diteliti.
BAB IV
A. Keadaan Geografis
berbatasan dengan:
pegunungan. Kondisi alam semacam ini, sangat berpotensi besar khususnya dalam
bidang pertanian dan perkebunan dengan iklim dan curah hujan rata-rata 150-300
mm pertahun dan suhu rata-rata berkisar antara 29°C-32°C. Dengan kondisi iklim
seperti ini sangat cocok untuk menanam kelapa maupun coklat (kakao).
dan perkebunan, dan mereka tergolong sebagai petani yang sukses. Hal ini
didukung oleh kegigihan dan keuletan masyarakat yang pada umumnya berprofesi
27
28
sebagai petani juga memiliki pekerjaan sampingan seperti pedagang (H. Abdul
B. Keadaan Demografis
memiliki jumlah yang tinggi sebanyak 308 dan terendah adalah kelompok umur
Dilihat dari kelompok umur dan jenis kelamin, maka jumlah yang tertinggi
adalah perempuan sebesar 1394 jiwa, sedangkan laki-laki mencapai 1354 dari
tertinggi pada jenis kelamin laki-laki adalah kelompok umur 20-24 tahun yaitu
sebanyak 178 jiwa dan menyusul kelompok umur 35-39 tahun yaitu sebanyak 168
29
jiwa, 25-29 tahun sebanyak 139 jiwa, 10-14 tahun sebanyak 138 jiwa, 44-49 tahun
sebanyak 131 jiwa, 40-44 tahun sebanyak 122 jiwa, 5-9 tahun sebanyak 112 jiwa,
30-34 tahun sebanyak 98 jiwa, 15-19 tahun sebanyak 79 jiwa, 50-54 tahun
sebanyak 56 jiwa, 0-4 tahun sebanyak 49 jiwa, 55-59 tahun sebanyak 47 jiwa,
sedangkan yang paling rendah adalah kelompok umur 60 tahun keatas yaitu
sebanyak 37 jiwa.
kelompok umur 15-19 tahun yaitu sebanyak 187 jiwa dan menyusul kelompok
umur 25-29 tahun sebanyak 162 jiwa, 10-14 tahun sebanyak 149 jiwa, 25-29
tahun sebanyak 140 jiwa, 20-24 tahun sebanyak 124 jiwa, 44-49 tahun sebanyak
119 jiwa, 40-44 tahun sebanyak 112 jiwa, 55-59 tahun sebanyak 77 jiwa, 5-9
C. Mata Pencaharian
demikian dalam variasi tersebut yang menonjol adalah petani dan perkebunan,
Boepinang mayoritas adalah petani sebanyak 960 orang atau 43,3%, Pedagang
menempati urutan kedua dengan jumlah 841 atau 38,1%, sedangkan PNS
menempati urutan ketiga yakni dengan jumlah 150 orang atau 6,8%, serta nelayan
menempati urutan keempat yakni 144 orang atau 6,5% dan sisanya bermata
pencaharian lainnya menempati urutan yang terendah yakni 115 orang atau 5,2%.
31
1. Agama
keselarasan dan keseimbangan dunia dan akhirat kelak adalah bidang keagamaan,
beragama Islam dan hanya sebagian kecil yang beragama Kristen, serta yang
menciptakan kerukunan hidup yang harmonis serta keamanan yang kondusif. Hal
ini dapat dilihat dari awal menetapnya di daerah Kelurahan Boepinang dimana
aspek kehidupan sosial masyarakat berjalan dengan baik, tertib, aman dan
harmonis serta selalu rukun dan saling menghormati antar pemeluk agama yang
Boepinang yang beragama Islam berjumlah 2747 jiwa atau 99,99%, sedangkan
penduduk yang beragama Kristen berjumlah 1 jiwa atau 0,01%. Penduduk yang
32
beragama Hindu dan Budha tidak ada, dari semua jumlah penduduk Kelurahan
Boepinang.
2. Pendidikan
kemampuan dan cara berpikir petani dan pedagang dalam mengelola usahanya.
Semakin tinggi pendidikan formal petani dan pedagang, maka pengetahuan dan
wawasannya semakin luas serta cara berpikirnya akan semakin rasional. Dengan
formal sampai tingkat SLTP. Pada kondisi pendidikan yang demikian petani dan
yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti dan
jujur, berkepribadian, disiplin dan bekerja keras, bertanggung jawab dan mandiri,
cerdas dan terampil serta sehat jasmani dan rohani. Untuk mencapai tujuan
Dasar (SD) dan sekolah guru, perkembangan terus ditingkatkan dan didatangkan
tenaga pengajar dari luar Kecamatan Poleang Tengah seperti dari Poleang
meningkat.
melihat dan memilih jalur pendidikan sebagai langkah yang paling efektif dalam
pencapaian kualitas anak didik yang handal baik dari segi kualitas iman dan taqwa
terhadap Tuhan Yang Maha Esa maupun dari segi kualitas ilmu pengetahuan dan
3. Kebudayaan
mengucapkan tabe’ (permisi) sambil berbungkuk setengah badan bila lewat depan
bahasa Bugis yang artinya ya), ramah, dan menghargai orang yang lebih tua serta
4. Kesenian
kesenian yang dapat ditemui di Kelurahan Boepinang yaitu Tari Paduppa Bosara.
34
orang Bugis yang datang atau dapat dikatakan sebagai tari selamat datang dari
suku Bugis, orang Bugis jika kedatangan tamu senantiasa menghidangkan bosara
merupakan satu wilayah kecamatan yang sekarang ini telah mekar menjadi tujuh
kecamatan. Wilayah poleang yang ada saat ini merupakan jelmaan dari wilayah
XIV. Kerajaan polea pertama dipimpin oleh seseorang dengan gelar Tamotua
(orang yang dituakan) yang dibantu oleh seseorang dijuluki mbue atau seseorang
sesepuh atau nenek bertugas sebagai dukun. (Rekson, dkk., 2015:249). Kerajaan
federasi dari kerajaan Bone. Akan tetapi imbas perang antara Bone dan Buton
melawan Gowa maka Bone dan Buton mempererat ikatan dengan menukar
wilayah federasi kerajaan. Melalui suatu perjanjian antara sultan Buton VIII
Sultan Mardan Ali, raja Bone, raja-raja Keu Wia, Lembo Pari, Wonua Carambau,
dan Raja Selayar di Lueno Ute Labua maka Kerajaan Poleang, Moronene,
Rumbia, dan Kabaena masuk dalam federasi Kesultanan Buton, dan sebagai
2015:255).
berasal dari kata polea yang berarti “bawaan”. Bawaan yang dimaksud adalah
35
36
benda berupa tanah liat yang berasal dari Bone Sulawesi Selatan diletakkan di
wilayah kekuasaan Kerajaan Moronene sekitar akhir abad ke-19. Pada awal
Suku Bugis dan Suku Moronene melakukan suatu perjanjian yang melahirkan
wilayah pesisir pantai. Sebagai tandanya, diletakkanlah tanah liat yang dibawa
yang berasal dari Palaka Bone Sulawesi Selatan kepada Sultan Buton kemudian
diberikan kepada Raja Lembo Pari dan diletakan di Wita Nimbula yang lebih
dalam Bahasa Bugis yang berarti bawaan maka lahirlah nama Poleang (Rekson,
dkk., 2015:249).
pemerintahan Raja Suu di Moronene sekitar akhir abad ke-19. Utusan Raja Bone
Belanda akan berkuasa di Wilayah Kerajaan Bone bahkan bisa sampai di Kerajaan
Kemudian Raja Suu mengirim utusan untuk bertemu Raja Bone dengan
tujuan memperjelas maksud dari kerjasama antara dua kerajaan. Setelah mencapai
segenggam tanah dari Raja Bone. Tanah tersebut ditanam di halaman istana Raja
Suu dan menjadi tanda ikatan persahabatan antara Kerajaan Bone dan Kerajaan
Poleang pada saat itu telah beranak pinak dan membentuk kampung-kampung di
Secara historis nama “Poleang” berasal dan Bahasa Bugis yang berarti
“yang dibawa” atau tanah yang dibawa. Istilah ini muncul sehubungan dengan
kedatangan pertama Orang Bugis di daerah ini yang merupakan witayah yang
wilayah yang sekarang bernama Poleang yang berarti “Tanah yang dibawa dan
Bone” dan selanjutnya menyampaikan kepada Raja Bone bahwa daerah yang
berada di sebelah Timur Bone yang kemudian disebut “Tanah Lau” atau tanah
kita yang ada di timur, dan merupakan wilayah Kerajaan Bone dan Orang Bugis
Kerajaan Bone (Bone ri Lau), dan sewaktu-waktu Raja Bone menyeberang Teluk
Bone menuju Tanah Lau untuk menangkap rusa dengan jalan “rengngeng
Pajjongang” yang merupakan suatu padang luas tempat hidup banyak rusa liar.
38
sebagai kawasan peternakan kuda dan kerbau pada saat itu. Letaknya berbatasan
sebelah selatan terlentang Teluk Bone (Kampung Baru), di sebelah barat terdapat
air yang merupakan sungai kecil airnya coklat kemerahan) (Hafid, 2016:45).
Daeng Mattengah sekitar tahun 1906 seusai Perang Bone melawan Belanda atau
untuk mencari kehidupan yang lebih baik dengan cara bertani, berdagangan,
menangkap ikan, dan sewaktu-waktu mereka berburu rusa untuk kebutuhan lauk.
Kedatangan inigran Bugis di Tanah Poleang (segenggam tanah yang dibawa dan
seberang Tanah Bugis kemudian disimpan di sekitar Kali Mulaeno tempat mereka
pertama kali berlabuh dan menginjakkan kakinya) kemudian dikenal sebagai Salo
sebelum kemerdekaan, ada juga akibat konflik politik sekitar tahun 1949 setelah
tradisi dalam etos kultur “siri dan na-pace”. Perjuangan DI/TII di Poleang
wilayah itu adalah warga dari Sulawesi Selatan. Sehingga tidak sedikit para
yang disebut Tanah Poleang atau Tanah Bangkala (tanah yang berwarna
keemasan), yang merupakan simbol tanah leluhur yang dibawa dari Pusat Ibu
Kota Kerajaan Bone yang ada di Watampone. Keyakinan ini menunjukkan bahwa
mereka selalu mengingat akan kampung halaman, sehingga apa saja yang
memiliki kemiripan dengan suatu benda atau tempat, selalu dikaitkan dengan
mendorong upaya perbaikan kesalahan, baik disebabkan oleh diri sendiri ataupun
orang lain (dalam hal ini kesalahan yang dibuat Belanda karena ingin menguasai
Kerajaan Bone), dengan cara meninggalkan negeri dan menetap di negeri orang
lain. Di tempat baru itu mereka bekerja dengan baik, diawali dengan mengakui
nainappaki sompe (yakinkan diri anda sudah tiba di tempat tujuan sebelum anda
jamatta nainappaki moto (selesaikan pekerjaan esok hari sebelum bangun tidur di
waktu subuh).
menangkap ikan, bertani dan berburu rusa. Rombongan yang datang selanjutnya,
sebagian dan mereka memilih tidak kembali ke Bone, tetapi menetap di Poleang,
dan berusaha untuk memperbaiki hidup dan menjalin hubungan baik dengan
penduduk yang datang lebih awal dan penduduk yang datang kemudian, mereka
memegang prinsip Perantau Bugis: tegi-tegi sore lopie’ konitu taro sengereng
dulu sampai sekarang ini telah memberikan pengaruh yang besar. Beberapa fakta
historis pengaruh Bugis Bone di daerah ini, seperti: Nama Kampung Teppoe’,
Batu Pute. Demikian pula nama Tongko Seng, yang berarti rumah yang beratap
Setiap orang tentunya harus harus memiliki pandangan hidup, begitu pula
suku bugis di Boepinang. Seperti diketahui bahwa nenek moyang suku bugis di
Boepinang adalah para perantau dari Bone Sulawesi Selatan. Nenek moyang
mereka dikenal sebagai pekerja keras dan merantau jauh untuk mengubah nasib
Moronene sebagai suku pertama yang mendiami wilayah Bombana. Filosofi hidup
yang dianut adalah “kegasi sanree lopi’e kotisu to taro sengereng”. Filosofi ini
menurut Hammade (58 Tahun) mengandung arti bahwa para perantau Bugis tidak
boleh jumawa, merasa dirinya hebat dan bertindak sesuka hati di negeri rantau.
barunya. Ia harus mau menerima dan toleransi dengan adat dan budaya setempat,
bagian dari masyarakat itu sendiri. Ibarat pepatah Melayu, dimana bumi di pijak
disana langit dijunjung. Maka falsafah Bugis ini bermakna, dimanapun perahuku
memiliki prinsip kehidupan yang sangat dalam yakni “Siri na Pacce”. Informan
perbuatan yang tidak baik. Bagi mereka pantang untuk melakukan perbuatan
memalukan yang bertentangan dengan norma agama, hukum maupun adat dan
kesopanan. Harga diri bagi orang Bugis merupakan sesuatu yang paling berharga,
Maret 2018).
bahwa “pace” merupakan sebuah sikap yang dapat merasakan penderitaan sesama
manusia dan tentunya sikap ini akan senantiasa memunculkan solidaritas bagai
42
sesama manusia. Berpegang teguh pada prinsip kehidupan yang mampu perasakan
pederitaan sesama manusia maka hal itu akan memicu keinginan untuk senantiasa
Maret 2018).
Bugis menganut filosofi “reso temanginggi naletei pammase puang“. Menurut Hj.
Nyameng (58 Tahun), filosofi itu mengandung arti bahwa di dalam mengarungi
kehidupan, manusia Bugis senantiasa bekerja secara keras, tekun dan pantang
menyerah sehingga keberhasilan akan dicapai karena rahmat Tuhan yang maha
kuasa. Dalam bekerja dan berusaha, pantang berputus asa karena semakin giat
bekerja maka semakin banyak rintangan yang dihadapi. Setiap kegagalan yang
didapat akan mendekatkan kesuksesan karena menurut orang Bugis semua orang
sukses pernah mengalami kegagalan. Hanya dengan kerja keras, setiap usaha pasti
bisa dicapai dan tuhan sangat menyenangi orang yang bekerja keras. (Wawancara,
Maret 2018).
dengan sesama manusia karena kesuksesan tidak akan bisa dicapai tanpa bantuan
dengan manusia termasuk dengan relasi bisnis dan rekan kerja hendaknya kita
dan saling menghargai (sipalalebbi). Jika ketiga sikap ini diterapkan maka
ada orang lain yang membutuhkan bantuan kita, tanpa memandang siapa dia tetap
membahayakan diri kita tetap harus diberi pertolongan (Wawancara, Maret 2018).
Karakter orang bugis sebagai pekerja keras, jujur, berani, dan bertanggung
jawab menerapkan filosofi “Taro’ ada’ taro gau”. Menurut Hammade (58 Tahun)
filosofi ini memiliki makna “satu kata satu perbuatan”. Artinya, apa yang
diucapkan itu yang juga dilakukan. Bukan lain yang diucapkan, lain juga yang
dilakukan. Prinsip ini juga merupakan simbol loyalitas terhadap apa yang
2018).
Sulawesi Selatan. Budaya masyarakat Boepinang saat ini adalah Budaya Bugis
yang dibawa oleh nenek moyang mereka dari daerah asal. Terdapat beberapa
budaya yang ada dalam masyarakat Poleang yang masih bertahan sampai saat ini.
44
1. Mappalili
perumahan di Tepi Pantai Boepinang di sekitar Muara Kali Boepinang dan hidup
Mattengah diberi lahan pertanian di padang rumput yang luas bagian pedalaman
padang rumput yang luas itu dijadikan tempat berternak kuda (Hafid, 2016: 47).
pertanian untuk perkebunan padi ladang. Setelah lahannya bersih, disiapkan ritual
mappalili untuk mulai menanam padi. Ritual ini merupakan ritual menanam padi
Mappalili berasal dari kata palili yang memiliki makna untuk menjaga
tanaman padi dari hama atau penyakit. Mappalili adalah ritual turun-temurun yang
mulai menanam padi. Acara adat Mappalili yang digelar selama tiga hari, diawali
dengan acara "atteddu arajang" atau membangunkan alat pembajak yang bertuah,
45
diiringi musik tradisional dan pemangku adat yang menggunakan baju adat.
Pada hari pertama upacara Mappalili dimulai pada siang hari yakni pukul
dibunyikan. Selanjutnya pada pukul 17.30 menuju Maghrib, Assa'ra Allo dengan
drum tradisional. Acara selanjutnya dilakukan pada 20.00 setelah shalat Isya, diisi
Pakarena Bura'ne, masyarakat yang hadir disuguhkan kue tradisional. Acara ini
orang. Tepat pukul 05:30, para rombongan dari Palili pergi ke sawah
Puncak acara pada hari ketiga yakni "majjori" atau memulai membajak
sawah. Acara tersebut tak kalah meriahnya dengan dua acara sebelumnya. Karena
setelah prosesi majjori itu dilakukan, diikuti acara siram-siraman air sebagai
bentuk suka-cita oleh pemangku adat dan masyarakat setempat. Setelah itu, proses
selanjutnya adalah mallekke wae dan labu lalle yakni mengambil air di sungai dan
2. Mapadendang
suatu pesta syukur atas keberhasilan dalam menanam padi kepada yang maha
kuasa. Mapadendang sendiri merupakan suatu pesta yang diadaakan secara besar-
46
besaran. Yakni acara penumbukan gabah pada lesung dengan tongkat besar
yang lain. Disebut juga sebagai pensucian gabah yang dalam artian masih terikat
dengan batangnya dan terhubung dengan tanah menjadi ase (beras) yang nantinya
akan menyatu dengan manusianya. Olehnya itu, perlu dilakukan pensucian agar
lebih berberkah.
Acara semacam ini tidak hanya sekedar menumbuk saja. Alur ceritanya
bahwa para ibu-ibu rumah tangga dekat rumah akan diundang lalu mulai
menumbuk. Dengan nada dan tempo yang teratur, ibu-ibu tersebut pun kadang
menyanyikan beberapa lagu yang masih terkait dengan apa yang mereka kerjakan.
berbagai daerah, begitu selesai mereka lalu menjemur dibawah terik matahari.
Kegiatan ini merupakan hal yang sangat sering dilakukan oleh para petani orang
bugis. Dikenal juga Manre ase baru yang merupakan lanjutan setelah
mapadendang.
kemarau pada malam hari saat bulan purnama. Pada dasarnya mapadendang
berupa bunyi tumbukan alu ke lesung yang silih berganti sewaktu menumbuk
padi. Komponen utama dalam acara ini yaitu 6 perempuan, 3 pria, bilik Baruga,
sebuah pertunjukan unik yang menghasilkan bunyian irama teratur atau nada dari
47
kelihaian pemain. Para perempuan yang beraksi dalam bilik baruga disebut
Pakkindona, sedang pria yang menari dan menabur bagian ujung lesung disebut
Pakkambona. Bilik baruga terbuat dari bambu, serta memiliki pagar yang terbuat
pakaian adat. Bagi wanita diwajibkan untuk memakai baju bodo. Laki-laki
memakai lilit kepala serta berbaju hitam, seluar lutut kemudian melilitkan kain
sarung hitam bercorak. Alat yang digunakan dalam Mapadendang seperti: Lesung
panjangnya berukuran kurang lebih 1,5 meter dan maksimal 3 meter, lebarnya 50
cm. Bentuk lesungnya mirip perahu kecil, namun berbentuk persegi panjang.
Enam batang alat penumbuk yang biasanya terbuat dari kayu yang keras atau pun
bambu berukuran setinggi orang dan ada dua jenis alat penumbuk yang berukuran
Personil yang bertugas dalam memainkan seni menumbuk lensung ini atau
mapadendang dipimpin oleh dua orang, masing-masing berada di ulu atau kepala
lesung guna mengatur ritme dan tempo irama dengan menggunakan alat
badan lesung adalah mereka perempuan atau laki-laki yang sudah mahir dengan
menggunakan bambu atau kayu yang berukuran setinggi badan orang atau
penumbuknya.
Seiring dengan nada yang lahir dari kepiawaian para penumbuk, biasanya
dua orang laki-laki melakukan tari pakarena. Isi lesung yang ditumbuk berisi
48
dengan gabah atau padi ketan putih/hitam yang masih muda dan biasanya kalau
musim panen tidak dijumpai lagi padi muda, maka biasanya padi tua yang diambil
sebagai pengganti, akan tetapi sebelum ditumbuk padi itu terlebidahulu direbus
selama 5 sampai 10 menit atau direndam air mendidih selama 30 menit kemudian
disangrai dengan menggunakan wajan yang terbuat dari tanah liat tanpa
menampanya memakai alat pattapi yang terbuat dari anyaman bambu dan rotan
yang berdiameter seperti tudung saji di bawah sinar rembulan dan cahaya dari
sulo atau lampu penerangan yang terbuat dari bambu/obor minyak tanah.
bersih karena sudah dipisahkan antara padi dan kulitnya, maka perempuan lainnya
menyiapkan kelapa habis diparut dan gula merah yang sudah diperhalus kemudian
dicampur menjadi satu bersama dengan nasi dari padi yang telah ditumbuk. Maka
terbuatlah satu penganan atau racikan kue tradisional yang dikenal dengan nama
laulung.
Saat musim panen tiba para warga biasanya memotong ujung batang padi
Biasanya setelah terkumpul lantas padi hasil panenan itu dirontokkan dengan cara
menumbuk dalam sebuah lesung. Suara benturan antara kayu penumbuk, yang
disebut alu, dan lesung ini biasanya terdengar nyaring. Membentuk irama ketukan
yang khas rancak bertalu-talu. Gerakan dan bunyi tumbukan berirama inilah yang
Ritual ini juga biasa dilakukan saat menyimpan bibit padi di possi bolla,
sebuah tempat khusus terletak di pusat rumah yang ditujukan untuk menjaga agar
tak satu binatang pun lewat di atasnya. Lalu ritual itu dirangkai dengan massureq,
membaca meong palo karallae, salah satu epos Lagaligo tentang padi. Dan ketika
panen tiba digelarlah katto bokko, ritual panen raya yang biasanya diiringi dengan
Mapadendang.
dan tiga pria, atau secara berpasang-pasangan, petani saling berhadapan dengan
masing-masing alu di tangan. Diiringi tabuhan rebana, petikan kacapi dan suling
bambu khas suku Bugis, petani mulai memecah biji padi yang telah ditelakkan ke
rebana.
Syukur (85 Tahun) menyatakan bahwa: Pada saat memecah biji padi itulah, ada
nilai kearifan dan bersamaan yang tercipta. Dalam budaya ini, strata antara
pemilik sawah maupun buruhnya, sama. Petani yang memiliki sawah luas atau
hanya sepetak pun, di ritual ini dianggap tidak ada bedanya. (Wawancara, 3 Maret
2018)
Hal yang sama dikatakan oleh tokoh masyarakat Boepinang yang lain
menjaga dan melestarikan seni serta budaya daerah. Pemerintah daerah, harus
hasil usaha bertani umumnya mengenal ritual bercocok tanam. Mulai dari turun ke
sawah, membajak, sampai tiba waktunya panen raya. Ada upacara mappalili
sebelum pembajakan tanah. Ritual ini juga biasa dilakukan saat menyimpan bibit
padi di possi balla, sebuah tempat khusus terletak di pusat rumah yang ditujukan
3. Macceratasi
Acara Macceratasi atau pesta laut adalah salah satu manifestasi budaya
Tuhan maupun dengan seluruh makhluk hidup dan lingkungan hidupnya di alam
ini. Macceratasi ini adalah salah satu acara mengucapkan doa syukur atas nikmat
dan rejeki dari hasil laut yang melimpah sebagai karunia dari Tuhan maha esa.
Acara ini dilakukan ditepi pantai tepat pada garis pantai pada saat pasang
surut yang terjauh. Dan merupakan batas pertemuan antara dua lingkungan hidup
atau ekologi yaitu pertemuan antara habitat daratan dengan habitat lautan. Di
dalam acara ini hubungan fungsional antara setiap mahluk hidup, baik manusia
maupun flora dan fauna, dengan seluruh isi alam ini akan ditata kembali dan akan
ketentuan-ketentuan adat yang sakral, yang telah ditetapkan oleh Tuhan sebagai
darah bagi kehidupan laut. Dengan pelaksanaan upacara adat ini, masyarakat yang
Itulah bagian utama dari prosesi Upacara Adat Macceratasi. Kendati intinya
hampir sama dengan upacara laut yang biasa dilakukan masyarakat nelayan
tradisional lainnya. Namun upacara adat yang satu ini punya hiburan tersendiri.
Tawar untuk meminta berkah kepada Allah SWT. Sehari kemudian diadakan
beramai-ramai oleh nelayan bagang, baik dari Suku Bugis, Mandar maupun
kekeluargaan antarnelayan.
kesenian hadrah, musik tradisional, dan atraksi pencak silat. Usai pelepasan
bagang, ditampilkan atraksi meniti di atas tali yang biasa dilakukan oleh lelaki
Suku Bajau.
keseimbangan abadi di alam ini yang merupakan manifestasi yang hakiki dari
4. Aqiqah
bayi yang baru lahir, satu ekor kambing untuk perempuan dan dua ekor kambing
untuk laki-laki yang dilaksanakan pada hari ketujuh kelahiran bayi sebagai
ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT atas rahmat kelahiran sang buah hati
tersebut.
Bayi yang baru lahir tersebut disediakan dua ekor ayam yang masih muda
yang menjadi simbol bayi diharapkan bisa bertumbuh dengan baik dan cepat serta
sebutir telur ayam yang menjadi pengharapan asupan gizi sang bayi selama
saat prosesi aqiqah, dahi bayi dan ibunya pun disentuhkan dengan ayam-ayam
tersebut. Selain itu disediakan pula sebuah kelapa muda yang dibuka dan airnya
digunakan untuk membasahi gunting guna memotong rambut sang bayi. Kelapa
hari ke-7, ke-14, dan ke-21. Pada upacara ini ada 2 tata-cara pokok yaitu:
Persiapan-persiapan yang diperlukan pada upacara ini antara lain: kue, songkol,
pisang berbagai jenis. Kemudian alat-alat antara lain: gunting, kelapa muda yang
53
telah dilubangi, patties atau lilin, dan dupa. Pemotongan hewan bagi anak laki-
sedangakan anak wanita dianjurkan 1 ekor, juga dewasa, jantan dan sehat. Secara
bala dari gangguan roh-roh jahat. Pembacaan Barzanji pada saat dupa dan lilin
dibakar, Barzanji mulai dibaca, anak yang telah diaqikah ditimang oleh dukun
beranak atau ibunya atau siapa saja yang ditunjuk di sekitar pembaca Barzanji.
Saat bacaan tiba pada kalimat “Asyarakal Badru Alaina”, ibu yang memangku si
bayi diangkat ke tengah-tengah para penggunting yang telah diundang untuk acara
sangat kental dengan makna penyelamatan lingkungan dan pesan moral agar
melihat dalam perspektif jangka panjang sampai lintas generasi, bukan berfikir
secara instan sehingga kelahiran sebuah generasi baru tidak merusak atau
kekerabatan.
dengan gelar karaeng, andi, atau daeng, dengan masyarakat biasa. Sebagai anak
kelapa. Dalam acara aqiqah, bibit kelapa tersebut dihias dengan indah dan ditaruh
dalam kamar bayi. Beras yang ditaruh dalam baskom juga dihias dengan bentuk
kepala manusia.
54
Penanaman kelapa ini merupakan upaya agar bayi yang baru lahir telah
dari akar sampai ujung daun tersebut akan berbuah ketika sang bayi sudah
Terdapat pesan moral yang penting bahwa segala sesuatu telah dipersiapkan bagi
kehidupan bayi dalam perspektif jangka panjang dan tidak merusak alam.
Bayi yang baru lahir juga disediakan dua ekor ayam yang masih usia muda
dan sebutir telur ayam. Ayam merupakan binatang yang bisa berkembang biak
dengan cepat dan memiliki nilai gizi yang sangat bagus. Untuk mengenalkan diri
dengan binatang, saat prosesi aqiqah, dahi bayi dan ibunya disentuhkan dengan
ayam-ayam tersebut.
Selain itu disediakan pula sebuah kelapa muda yang dibuka dan airnya
digunakan untuk membasahi gunting guna memotong rambut sang bayi. Kelapa
lilin kecil merupakan simbol agar kehidupannya selalu diliputi jalan terang.
Ditambah pula dengan dua buah pala yang berisi pengharapan agar bayi tersebut
bisa bermanfaat bagi orang lain. Ia akan selalu ada ketika orang lain
membutuhkannya.
dinyalakan pula dupa untuk wewangian dalam prosesi potong rambut bayi yang
dilakukan oleh dukun bayi terlatih yang telah membantu merawat bayi.
Bagi dukun bayi, mereka diberi sedekah berupa 12 macam jenis kue yang
ditaruh dalam satu nampan, 8 liter beras dan uang 20 ribu rupiah yang dibawa
pulang setelah prosesi tersebut selesai. Ari-ari yang merupakan bagian tubuh bayi
saat dilahirkan menjadi bagian penting. Setelah dicuci, ari-ari tersebut ditanam
dengan harapan agar bayi tersebut selalu ingat akan kampung halaman dimana ia
dilahirkan.
malam aqiqah. Pada acara tersebut rambut bayi dipotong dan ada pula pembagian
kerabat dan relasi diundang. Keluarga dekat telah berdatangan sehari sebelumnya
untuk membantu menyiapkan pesta. Para tamu yang datang biasanya memberikan
sumbangan atau kado untuk bayi. Tamu-tamu juga turut melihat si kecil yang kini
5. Mabbarasanji
Bukti nyata dan sikap kesantunan Islam terhadap budaya dan tradisi Bugis
Muhammad SAW, dalam setiap hajatan dan acara, doa-doa selamatan, bahkan
dilakukan oleh umat Islam atau pun sebuah ritual yang harus dilakukan di setiap
hari kelahiran Nabi. Barzanji hanya dilakukan untuk mengambil hikmah dan
yang lazim dilakukan oleh masyarakatnya. Pembacaan kitab Barzanji pun tidak
hanya dilakukan pada saat perayaan hari kelahiran nabi saja, tetapi juga dilakukan
Tujuannya memohon berkah kepada Allah agar apa yang dihajatkan terkabul.
makanan yang disajikan sebelum dan saat pembacaan Barzanji pada upacara
Jenis makanan tersebut juga tidak begitu beda dengan sajian makanan
Bugis memang unik dibanding tradisi Barzanji yang dilakukan oleh masyarakat di
daerah lain yang ada di Indonesia. Keunikannya terletak pada Barzanji yang
upacara adat mereka, serta adanya akulturasi Islam dan pra-Islam pada tradisi
tersebut. Hal inilah yang menarik untuk diteliti dan diadakan penelusuran lebih
Hal ini terjadi pula pada Perayaan Hari - hari besar islam dengan nuansa
dan warna sinkretisme, seperti perayaan maulid Nabi Muhammad SAW dengan
Maulid Nabi adalah: Isra Mi’raj, Sepuluh Muharram, bahkan pada hari raya Idul
Fitri dan Idul Adha, masih banyak masyarakat menyelenggarakan Barzanji atau
anrong guru ke rumahnya untuk membacakan segala jenis dan rupa makanan,
6. Mappacci
Adat Bugis yang sudah menjadi keharusan untuk dilakukan bagi keturunan darah
Bugis. Prosesi Mappacci pernikahan adat Bugis dilaksanakan pada saat menjelang
acara akad nikah atau ijab kabul keesokan harinya. Mappacci adalah salah satu
upacara adat Bugis yang dalam pelaksanaannya menggunakan daun pacar atau
Pacci. Menggunakan daun Pacci ini berhubungan dengan kata paccing yang
dalam bahasa Bugis memiliki arti kesucian dan jiwa yang bersih.
58
prosesi ini didahului dengan mappanré temme (khatam Al-Quran) dan barazanji.
Dengan begitu prosesi Mappacci pernikahan adat Bugis ini terasa lebih sakral dan
khidmat. Hal itu juga yang mengartikan Mapacci juga sebagai simbol akan
sembarangan, karena memiliki urutan dan tata caranya sendiri, seperti berikut:
penjemputan mempelai atau yang biasa disebut padduppa dalam adat Bugis untuk
menyimbolkan harga diri. Pucuk daun pisang yang diletakan diatas bantal yang
daun pisang diletakkan pula daun nangka sebanyak 7 atau 9 lembar sebagai
permakna sebuah harapan. Sebuah piring yang berisi wenno, yaitu beras yang
Tai bani, patti atau lilin yang bermakna sebagai suluh penerang atau simbol
kehidupan yang senantiasa rukun. Daun pacar atau pacci sebagai simbol dari
59
kebersihan dan kesucian sang mempelai wanita yang akan segera menempuh
hidup baru di keesokan harinya. Daun pacci yang menjadi bahan utama
calon pengantin wanita disesuaikan dengan stratifikasi sosial calon mempelai itu
7 orang atau duappitu. Sedangkan untuk golongan yang berada di bawahnya bisa
1 x 9 atau 1 x 7 orang.
sedikit daun pacci yang telah dihaluskan dan dibentuk bulat, lalu diletakkan daun
dan diusap ke tangan calon mempelai. Dimulai dengan telapak tangan kanan,
kemudian telapak tangan kiri, lalu disertai dengan doa semoga calon mempelai
diberikan rokok. Pada jaman dahulu pemberian rokok tidak ada dan diganti
dengan pemberian sirih yang telah dilipat-lipat lengkap dengan segala isinya.
Tetapi karena saat ini sudah jarang orang yang memakan sirih maka diganti
dengan rokok.
60
Poleang. Prosesi Mappacci pernikahan adat Bugis yang sakral dan penuh dengan
kesucian ini membuat suasana dalam prosesi sangat khidmat dan sakral. Begitu
7. Ammateang
Upacara adat ammateang atau upacara adat kematian yang dalam adat
dalam suatu kampung meninggal dunia. Keluarga dan kerabat dekat maupun
kerabat yang jauh, juga masyarakat sekitar lingkungan rumah orang yang
seperti sarung atau kebutuhan untuk mengurus mayat, selain itu ada juga yang
membawa pussolo (amplop berisi uang sebagai tanda turut berduka cita).
yaitu mabbolo (menyiramkan air ke tubuh mayat diiringi pembacaan do’a dan
(membersihkan anus dan kemaluan mayat yang biasa dilakukan oleh salah
seorang anggota keluarga seperti anak, adik atau oleh orang tuanya) dan
pakaian si mayat ketika hidupnya lengkap dengan sarung, baju, celana, dan lain
61
sebagainya. Ini menjadi hal unik di mana orang yang memandi mayat akan
mendapat imbalan dari kelurga duka berupa barang orang yang meniggal.
kain kaci (kain kafan) oleh keluarga terdekatnya. Setelah itu imam dan beberapa
keranda. Dalam tradisi bugis di kampung saya keranda hanya sekali pakai atau
golongan bangsawan) yang terbentuk 3 susun. Walasuji atau baruga bermotif segi
empat belah ketupat ini sudah tidak asing lagi dalam khasanah peradaban
masyarakat Bugis.
sepanjang liang lahat yang akan diletakan diatas timbunan liang lahat apabila
jenazahnya telah dikuburkan. Dan apabila, semua tata cara keislaman telah selesai
maka jenazah pun diusung oleh beberapa orang keluar rumah lalu diletakan
diatas ulereng.
Tata cara membawa usungan atau ulureng ini terbilang unik dimana
dilihat dari tata caranya yang masih di lestarikan masyarakat bugis dahulu.
segera diturunkan kedalam liang lahat. Imam atau tokoh masyarakat kemudian
itu, mayat mulai ditimbuni tanah sampai selesai. Lalu Imam membacakan talkin
malaikat penjaga kubur dengan lancar. Diatas pusara diletakan buah kelapa yang
telah dibelah dua dan tetap ditinggalkan diatas kuburan itu. Diletakan pula payung
dan cekko-cekko’. Hal ini juga masih merupakan warisan kepercayaan lama orang
Bugis, bahwa meskipun seseorang telah meninggal dunia, akan tetapi arwahnya
masih tetap berkeliaran. Karena itu, kelapa dan airnya yang diletakan diatas
kuburan dimaksudkan sebagai minuman bagi arwah orang yang telah meninggal,
keturunan.
Sekarang ini, ada kebiasaan baru setelah jenazah dikuburkan, yaitu imam
atau ustadz dipesankan oleh keluarga orang yang sudah meninggal itu agar
dengan kematian dan persiapan menghadapi kematian, bahwa kematian itu pasti
dengan berbuat baik dan amal kebajikan sebanyak mungkin. Sebelum rombongan
duka diadakan tahlilan dan khatam Al-Quran, yaitu membaca al-Quran secara
jenazah.Biasa dalakukan selamatan tujuh hari atau empat puluh harinya. Sekarang
saja. Bilampenni yang dilaksanakan dalam tiga malam itu lebih sering dipakai
masyarakat bugis dan dalam tiga malam itu. Keluarga yang berduka setiap tiga
malam selalu menyediakan makan berupa nasi dan lauk-pauk pada sore hari yang
diwadahi dalam baki atau wadah besar/nampan besar yang disimpan dekat posi
bola atau pusat tiang rumah. Makanan yang ada dalam baki itu biasanya dimakan
bilampenni yaitu, pada esok harinya dilakukan dzikir barzanji, dilanjutkan santap
beberapa hari kemudian, biasanya pada hari ketiga, ketujuh, keempat puluh, hari
64
keseratus atau kapanpun keluarga jenazah mampu dilaksanakan satu upacara adat
yang disebut mattampung, dalam upacara adat ini dilakukan penyembelihan sapi.
8. Marraga
seni. Permainan ini mirip olah raga sepak takraw. Marraga memerlukan
kecekatan, ketangkasan dan kelincahan. Permainan yang berasal dari malaka ini,
konon hanya dimainkan oleh para bangsawan Bugis pada saat diadakan upacara-
upacara resmo kerajaan seperti, pelantikan raja dan perkawinan anggota kerajaan.
Dewasa ini marraga bukan hanya dimainkan oleh para bangsawan, tetapi juga
dilakukan pada sebidang tanah datar yang permukaannya dibuat lingkaran dengan
garis tengah minimal 6 meter. Perlatan yang digunakan adalah raga, yaitu sejenis
bola yang terbuat dari rotan yang dibelah-belah, diraut halus kemudian dianyam.
menerima raga dari permain lain) harus melambungkan raga tersebut agar jangan
raga adalah dengan menggunakan kaki, tangan, bahu, dada dan anggota tubuh
lainnya, tetapi tidak boleh dipegang. Tinggi rendahanya lambungan raga ada yang
sarring/anrong sempak); ada yang sedikit melampaui kepala (sepak biasa); dan
ada yang dibawah pusar (sempak caddi). Hal itu tergantung dari keahlian dan
keinginan permain.orang yang dianggap mahir (niak sempakna atau niak belona),
selain dapat mempertahankan raga agar tidak jatuh ke tanah, juga dapat
suasana bermain (caraddeko anggalle raga), sepakannya bervariasi dan sulit ditiru
Pemain yang posisinya pas dengan jatuhnya raga, maka dia yang harus memulai
kecermatan, demokrasi dan sportivitas. Nilai kerja keras dan kerja sama tercermin
dari usaha para permain untuk menjaga dengan berbagai macam cara agar raga
tidak jatuh ke tanah. Nilai kecermatan tercermin dari usaha permain untuk
menyepak raga ke sasaran yang dituju, sehingga raga tidak keluar dari arena
menunjukkan keahliannya dan nilai sportivitas tercermin dari pemain yang dengan
9. Maggasing (Gasing)
ini bersumber dari peralatan pokok yang digunakan dalam bermain yaitu gasing.
Jumlah pemain Maggasing adalah dua sampai enam orang. Secara umum
dewasa.
di lapangan pada waktu pagi dan atau sore hari. Peralatan yang digunakan adalah
sebuah gasing yang terbuat dari kayu yang berkualitas baik, seperti: kayu jati,
teras batang nangka, kayu bayam, teras batang jambu dan kepundung. Kayu
tersebut dibentuk dengan garis tengah antara 2,5 - 4 cm. Bagian bawahnya agak
kira-kira 2 mm. Saat ini tonjolan tersebut sebagian besar sudah menggunakan
paku besi. Paku inilah yang nantinya akan menyentuh tanah sewaktu gasing
berputar. Peralatan lainnya adalah ulang atau benang yang diameternya sekitar 1
mm dan panjangnya 3 meter. Salah satu ujung benang dibuhul kuat-kuat. Ujung
yang lain dikaitkan pada sekerat kayu kecil sebesar lidi yang panjangnya 3 cm.
Sekerat kayu ini berfungsi sebagai penahan benang sewaktu gasing dilontarkan.
Pada permainan pertama yang dinilai tidak hanya bentuk, keindahan, ukuran,
67
tinggi badan gasing, kehalusan rautannya dan lamanya putaran, tetapi juga
gasing lawan dari lingkaran. Pemain yang dapat melakukannya dianggap sebagai
pemenang.
dan sekaligus keindahan serta ketangkasan dan kecermatan. Nilai keserasian dan
keindahan tercermin dalam pembuatan gasing. Dalam konteks ini gasing tidak
hanya dapat berputar, tetapi keserasian bentuk dan keindahan sehingga enak
Tentunya ini membutuhkan ketangkasan dan kecermatan. Sebab jika tidak, sulit
10. Mallogo/Allogo
Kerinduan ini bukti bahwa mereka begitu terikat pada tradisi leluhurnya.
Pada masa lalu, selain masyarakat awam, Mallogo juga lazim dimainkan
oleh kaum bangsawan. Oleh karena itu, terdapat dua jenis logo. logo untuk
68
bangsawan terbuat dari tanduk kerbau, seng, atau besi yang disepuh emas,
dari tempurung kelapa kering dan sebilah bamboo sebagai pemukul (paqcampaq).
logo dibuat dua bentuk, yaitu logo kecil ukuruan 7-8 cm sebanyak 6-8 buah dan
Mallogo dimainkan oleh dua orang atau lebih. Rata-rata pemain adalah
di pinggir sawah atau halaman rumah. Secara umum, ada tiga aturan dalam
semua logo, dan ia kembali dapat memukul. Jika pemain pertama tidak dapat
menancapkan salah satu sudutnya ke tanah. Jarak antar logo kurang lebih 10 cm.
logo besar diletangkan di tempat menembak atau memukul. Jarak tembak diatur
sesuai kesepakatan pemain. Pemain yang dahulu memukul juga diatur sesuai
Salah satu pemain mulai memukul logo besar sembari duduk atau
jongkok. Jika dapat menjatuhkan semua logo kecil, ia mendapat nilai dan dapat
memukul lagi. Sebaliknya, jika tidak, maka pemukul berganti ke pemain yang
pemainnya. Olahraga. Nilai ini tercermin dari gerakan pemain saat memukul atau
mengajarkan budi pekerti bagi anak. Oleh karena itu, permainan ini penting untuk
Dalam permainan ini ada nilai menjaga kekompakan dan seni. Tercermin
Seni. Nilai seni tercermin dari bentuk logo dan alat pemukulnya yang bagi
11. Majjeka
Majjeka berasal dari kata jeka yang artinya jalan, merupakan permainan
masyarakat pada umumnya. Jumlah pemain antara 2-4 orang. Permainan ini
Perlengkapan permainan terdiri atas tempurung kelapa yang utuh dan kuat dan
tiap belahan ujungnya diberi lubang. Juga terdapat dua utas tali yang panjangnya
kurang lebih 1,5 meter. Tali diikatkan ke dalam tempurung kelapa yang telah di
lubangi setelah itu tempurung kelapa dimainkan dengan cara menginjakkan kaki
motorik halus dan motorik kasar anak. Selain itu, Majjeka juga melatih semangat
70
anak dan mengajarkan anak untuk dapat memanfaatkan bahan di sekitar. Untuk
mudah didapatkan. Hanya dengan bahan tempurung kelapa atau yang familiar
disebut batok, tali dan alat untuk melubangi batok, kita sudah dapat membuatnya.
setempat atau kecerdasan setempat. Secara umum budaya dapat dipahami sebagai
akal budinya untuk bertindak dan bersikap terhadap sesuatu, objek, atau peristiwa
yang terjadi dalam ruang tertentu. Budaya adalah warisan ajaran hidup yang
disampaikan oleh para pendahulu suatu suku atau bangsa bagi penerusnya.
Warisan ajaran hidup itu melalui berbagai karya, berbentuk tertulis, karya seni
budaya lokal sendiri adalah pengetahuan lokal yang sudah sedemikian menyatu
dengan sistem kepercayaan, norma, dan budaya serta diekspresikan dalam tradisi
dan mitos yang dianut dalam jangka waktu yang lama dalam suatu masyarakat.
Hal penting sekali adalah usaha pemupukan serta pengembangan kearifan lokal
71
tersebut yang berfungsi dalam seluruh kehidupan masyarakat, baik dalam gaya
hidup masyarakat, dalam pola dan sikap hidup, persepsi, maupun dalam orientasi
masyarakat.
lisan dan tulisan. Media tulisan dituangkan melalui naskah lontaraq. Dalam
lontaraq ini, orang Bugis menyimpan ilmu dan kearifan masa lalunya, termasuk
Kearifan lokal merupakan hasil adaptasi suatu komunitas yang berasal dari
untuk bertahan hidup dalam suatu lingkungannya yang menyatu dengan sistem
kepercayaan, norma, budaya dan diekspresikan di dalam tradisi dan mitos yang
dianut dalam jangka waktu yang lama. Proses regenerasi kearifan lokal dilakukan
melalui tradisi lisan (cerita rakyat) dan karya-karya sastra, seperti babad, suluk,
Nilai-nilai kearifan budaya lokal itu jika tidak dijaga dan dipelihara,
Meskipun demikian ada pula kearifan lokal masyarakan Bugis yang tetap
sudah tidak tidak ditemukan lagi, karena masyarakat yang bercocok tanam sudah
sangat sedikit. Selain itu, alat tradisional yang dulu digunakan untuk bertani sudah
tidak digunakan lagi dan diganti dengan alat yang lebih modern. Sebagaimana
“Mapadendang itu tradisi menumbuk padi. Dulu merontokkan padi itu dengan
pertemuan muda-mudi yang ingin mencari pasangan hidup. Dalam ritual itu setiap
tingkah lakunya.
bahwa kami dari jauh hari yang lihai ber-mapadendang ini begitu risau sejak
masuknya alat-alat teknologi sehingga tradisi adat masyarakat sudah tidak dapat
yang gaib nan cantik butiran-butiran padi itu juga berhak istirahat dan menerima
sumber kehidupan sudah pudar, appatinro bine, sebuah ritual khusus yang
diperuntukkan buat bibit padi sebelum ditabur di persemaian, yang makin jarang
bibit itu bisa cepat tumbuh dan cepat panen. (Wawancara, 25 Maret 2018)
yang efektif, telah mengubah kepercayaan hidup petani. Sekarang orang bertani
sekadar menggarap saja kemudian menanam dan menunggu panen. Orang bekerja
Sayangnya tradisi yang sangat bagus ini bagi sebagian masyarakat hanya
menjadi simbol saja karena perubahan kondisi sosial masyarakat. Perubahan dari
masyarakat agraris dengan kepemilikan tanah yang luas tentu tidak mengalami
masalah dalam menjalankan tradisi ini. Tetapi ketika masyarakat sudah hidup di
tampaknya perlu ada perubahan tradisi yang lebih fleksibel terkait dengan
penyelamatan lingkungan.
teralkulturasi oleh ajaran agama Islam. Jadi masyarakat Bugis di Boepinang masih
Mappaci, dan Ammateang tetap dilaksanakan dalam kondisi apapun, baik orang
mampu secara ekonomi maupun tidak. Karena bagi mereka ritual keagamaan
Tahun) yang menyatakan bahwa: Ritual keagamaan itu adalah kewajiban yang
harus dilaksanakan, meskipun didalamnya ada budaya Bugis yang tidak terdapat
kadang-kadang demi gengsi maka harus dilaksanakan secara besar dan ramai.
Tapi terus terang, acara aqiqah, mabbarsanji, mappaci, dan ammateang tetap
yang tersimpan didalamnya, adalah nilai yang timbul dalam masyrakat itu sendiri.
membentuk karakter masyarakat yang ramah dan terkenal tinggi akan kemauan
dan kerja kerasnya untuk menggapai harapan dan cita-cita, melalui permainan
tradisionalnya.
anak. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Informan bernama Hj. Nyameng (58
setiap tahap permainan ini anak-anak sudah melatih diri untuk bersikap ulet, jujur,
setia kawan, dan disiplin agar dapat mencapai apa yang dicita-citakan.
Semakin berkurangnya lahan bermain juga merupakan salah satu aspek yang
Maret 2018)
76
bertahan hidup yang menyatu dengan sistem kepercayaan, norma, budaya dan
diekspresikan di dalam tradisi yang dianut dalam jangka waktu yang lama.
dari suatu sifat dan tingkah laku masyarakat mengenai kebudayaan lokal, yang
pendahulu.
pengaruh eksternal, tetapi juga akibat pengaruh internal karena berubahnya cara
makna dan fungsi suatu budaya, maka masyarakat Boepinang akan selalu
lokal mestinya terlihat secara jelas dalam konsep ketahanan budaya lokal yang
mestinya nilai kaearifan budaya lokal tetap terjaga dan menjadi niilai yang tetap
ketahanan budaya lokal dan pelestarian dan pengembangan unsur unsur budaya
berorientasi ke masa depan. Bahwa mempertahankan jati diri dan karakter etnis
untuk memberi pendidikan yang baik dan pemahaman tentang adat budaya agar
78
kehidupannya tenang dan harmonis serta memiliki silaturahmi yang baik dengan
anak keluarganya agar adat istiadat dalam suatu lingkungan keluarga besarnya
seperti nilai-nilai budaya Bugis. Bukan itu saja, generasi muda juga harus sadar
Kearifan lokal budaya Bugis ini menunjukkan identitas dan karakter yang harus
Nilai-nilai budaya Bugis perlu dipertahankan sejak saat ini. Pertama, harus
disadari bahwa memang telah terjadi “pergeseran nilai”, nilai yang mendominasi
kehidupan kalangan generasi muda saat ini adalah Budaya Barat. Anak-anak
rock‘n roll ketimbang memakai sarung Bugis atau gamis dan memainkan lagu
kasidahan. Kondisi semacam itu memang tetap ada, tapi sudah melembaga di
yang harus dipertahankan. Cara yang paling baik untuk mempertahankan kearifan
yang menyatakan bahwa: Salah satu cara untuk mempertahankan kearifan local
adat tidak mesti dilaksanakan hanya sebatas sesepuh atau para orang tua, tetapi
harus melibatkan para generasi muda. Jika budaya tetap eksis dilaksanakan maka
generasi muda akan melihat dan mengenal budayanya sendiri, hingga kelak dia
didorongnya ke menara gading sebagai konsep yang agung dan tak perlu dikaji
dianggapnya modern dengan sangat baik dan cepat dapat diserapnya melalui
berbagai media.
seperti menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa Inggis dari pada mengakses
sebagai identitas “kampungan”. Demikian pula dalam hal tata karma (etika), nilai
Dalam sebuah pesta perkawinan misalnya, jarang lagi kita melihat remaja-
remaja yang datang menggunakan sarung dan kopiah. Yang banyak adalah
menggunakan jas dan celana, bahkan ada yang menggunakan jeans dan kemeja
80
ataupun kaos. Rambut gondrong dan anting sebelah juga sudah menjadi bagian
kehidupan remaja saat ini. Ini memang bukan inti dari kebudayaan, karena
kebudayaan bukan sekedar selera musik dan kesenian saja Musik dan kesenian
dan juga properties lainnya hanyalah bahagian kecil dari sebuah kebudayaan.
Musik dan kesenian hanyalah sebuah ikon kebudayaan. Namun ikon-ikon tersebut
kebudayaannya sendiri.
strategi yang dilakukan adalah menanamkan rasa bangga kepada masyarakat bugis
kegiatan budaya atau penggunaan pakaian adat, tetapi harus bangga dengan
Syukur (85 Tahun) yang menyatakan bahwa: Salah satu cara untuk
yang telah diletakkan oleh para ahli (Toacca) yang berkaitan dengan kehidupan
sosiokultural masyarakat. Karena itu adat dan hukum adat menjadi bahagian
penting dari sebuah kebudayaan. Nilai-nilai dasar budaya Bugis tumbuh dari
pemikiran (konsep) adat yang telah diletakkann oleh para Toacca, seperti
81
generasi kemudian memang bukan tak beralasan. Kita bisa melihat bagaimana
degradasi budaya yang berlangsung di hampir semua sektor nilai yang ada. Para
pejabat tak lagi “sipakatau”, dan “siri” tak lagi menjadi bagian penting dalam
memegang amanah atau jabatan. Kata Sipakatau dan Siri pun akhirnya tinggal
daerah ini. Salah satu fungsinya adalah sebagai upaya untuk melestarikan budaya
perkembangan masyarakat.
masyarakat sejak dini. Salah satu cara yang dilakukan adalah melalui pendidikan
formal (sekolah). Penerapan kurikulum sekolah formal dalam hal ini muatan local
muatan local merupakan peluang yang bagus bagi tiap sekolah untuk menumbuh
PENUTUP
A. Simpulan
ke Poleang sekitar akhir tahun 1900-an. Kearifan lokal tesebut antara lain:
Poleang Kabupaten Bombana ada yang berkembang dan ada yang telah
tentang budaya dan adat istiadat bugis, membentuk lembaga adat Bugis di
82
83
(Muatan Lokal).
B. Saran
budaya dalam masyarakat karena budaya ini memiliki nilai positif dalam
yang memiliki nilai kearifan lokal karena dapat menjadi ajang budaya yang
tersebut.
Sejarah merupakan salah satu mata pelajaran IPS yang diajarkan mulai
budaya pada masa kini yang bertujuan agar siswa memperoleh kemampuan
sosial dalam rangka menemukan dan menumbuhkan jati diri bangsa di tengah-
sejarah di Sekolah bertujuan untuk membimbing para peserta didik agar mampu
memberikan nilai karena tidak hanya mengetahui fakta sejarah, melainkan juga
dengan pelajaran sejarah dapat diajarkan pada tingkat SMP kelas VIII semester II
pada mata pelajaran IPS pokok bahasan Keragaman Suku Bangsa dan Budaya di
85
tokoh sejarah yang berskala nasional pada masa Hindu-Buddha dan Islam,
Indonesia.
ada di daerah tempat tinggal, menyebutkan budaya yang ada di daerah tempat
tinggal. Untuk membahas materi pelajaran ini diperlukan waktu selama 2x35
menit untuk SMP. Adapun strategi yang digunakan oleh guru dalam mengajarkan
khususnya bagi siswa SMP. Tujuan yang dapat diperoleh setelah mempelajari
hasil penelitian ini adalah siswa akan mampu memiliki pengetahuan tentang
Kabupaten Bombana.
DAFTAR PUSTAKA
Echols, M Jhon dan Hassan, Shadly. 2014. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama
Elly M. Setiadi dan Usman Kolip 2011. Pengantar Sosiologi: Pemahaman Fakta
dan Gejala Permasalahan sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya.
Kencana: Jakarta
86
87
Rekson, SL., Basrin, M., Zainudin, T., Anton, F. 2015. Sejarah Peradaban
Moronene. Kendari: Lukita.
Ridwan, Nurman Ali. 2007. Landasan Keilmuan Kearifan Lokal. Ibda Vol 5, No
1 Jan-Jun. 2000
Sartini, Ni Wayan. 2014. Menggali Nilai Kearifan Lokal Budaya Jawa Lewat
Ungkapan. Jurnal Bahasa dan Sastra. V(1) Hlm, 28-37
Tamburaka, Rustam E., dkk., 2010, Sejarah Sulawesi Tenggara dan 45 Tahun
Sultra Membangun. Cetakan Kedua. Unhalu Press: Kendari.
88
DAFTAR INFORMAN
3. Nama : Tahirman
Umur : 30 Tahun
Pekerjan : Wiraswasta
Alamat : Jln. Merdeka Boepinang
4. Nama : Hammade
Umur : 58 Tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Jl. Merdeka Boepinang
Lampiran 1.
Lokasi
Penelitian
91
Lampiran 2.
DOKUMENTASI PENELITIAN