PENDAHULUAN
Di Jawa Barat banyak ragam seni tari yang hidup dan berkembang di
Dalam berbagai macam seni diatas terdapat dua macam fungsi seni yang
terkandung di dalamnya. Pertama, seni tari yang bersifat kerohanian, artinya tari
upacara agama dan adat, seperti pada upacara ngaseuk di Baduy dipertunjukan
tari Tarawangsa (Ngekngek). Kedua, tari yang bersifat keduniawian yaitu tari
pergaulan dan tari hiburan, seperti halnya tari Banjet, Ubrug, Bangreng, Ketuk
Ketuk tilu adalah salah satu bentuk tari pergaulan yang termasuk paling
selanjutnya antara lain muncul gaya kaleran yang terkenal dengan nama
pamogoran.1
1
Iyus Rusliana, Penciptaan Tari Sunda gagasan global bersumber nilai lokal bandung,
Bandung,Etnoteater Publisher, hlm. 53-54.
1
2
populer yaitu jaipongan. Rupanya pada awal kemunculan tari jaipongan ini,
muda sampai kalngan elite paling atas. Kehadiran jaipongan di arena tari Jawa
Barat tidak bisa di pisahkan dari penciptanya yaitu Gugum Gumbira. Penari
yang handal ini sangat getol menggeluti tari rakyat Jawa Barat, terbukti pada
tahun 1970-an berhasil menciptakan sebuah tari hiburan pribadi yang digalinya
dari ketuk tilu dan pencak silat yang diberi nama jaipongan.2
relatif singkat didukung oleh kondisi sosial, ekonomi, dan politik yang pada saat
kebudayaan dan kesenian yang cukup berarti, yaitu dengan adanya muhibah-
muhibah seni ke luar negeri, maupun sebaliknya. Para pelaku seni dan budaya
terus berupaya untuk meningkatkan kualitas seni dan budayanya (Lubis dkk.,
2003: 429-430). Pada tahun 1986, Pemerintah telah bertekad untuk menggalakkan
2
Irawati Durban dan Soedarsono Tari Sunda : dulu, kini dan esok , 2005: Bandung P4ST
UPI. hlm. 173-174.
3
Ricklefs, M.C. 2001. Sejarah Indonesia Modern 1200-2004. Jakarta: Serambi, hlm.593-
594.
3
dipungkiri. Imaji Gugum dalam menciptakan Jaipongan tidak terlepas dari realitas
dan membaca keadaan masyarakat yang saat itu tengah mengalami perubahan dari
masyarakat tipe ini adalah berbentuk hiburan ringan dalam waktu singkat, glamor,
dan sedikit bernuansa erotis. Pada bentuk seni semacam ini, Gans (1975: 20)
menjadi seni industri yang konsekuensinya harus mengikuti selera massa. Tarian
wanita lebih ditonjolkan, karena wanita memiliki nilai estetika yang dianggap
banyak ditampilkan oleh penari yang bertubuh seksi, sintal serta sering ditarikan
dengan ekspresi yang sensual, sehingga goyangan tubuh secara spontan, seolah-
olah terkesan seronok dan menjadi goyangan sensasi. Selain itu, jaipongan selalu
sekarang gerak 3G pada Jaipongan merupakan sebuah kesatuan yang tidak bisa
dipisahkan dari sosok Ronggeng. Maka dari itu, tiga gerakan pinggul yang sensual
itu selalu menjadi polemik dan juga selalu menjadi topik pembicraan yang hangat
4
Een Herdiani, S.Sen., M.Hum, Dari Ketuk Tilu hingga Jaipongan (1920-an -2000-an).
(Disajikan dalam seminar Sejarah Nasional ke-9, 6 Juli 2010 di Hotel Bidakara Jakarta).
4
Terutama yang menilai tarian ini layak atau tidaknya untuk dipertontonkan dalam
forum-forum terhormat.5
memberikan Imbauan agar setidaknya mengurangi gerakan yang erotis dan juga
terhadap jaipongan ini, rupanya bukan yang pertama kali terjadi. Sebelumnya juga
pernah terjadi semasa Gubernur Aang Kunaefi. Pada waktu itu jaipongan sedang
marak di tengah masyarakat. Sikap dan penialai Gubernur seperti Pak Aang
Kunaefi ketika itu tidak bisa membendung dan mencegah minat masyarakat pada
jaipongan.6
tari jaipongan, para seniman sepakat untuk bertemu langsung dengan pak
duduk persoalan agar tidak berlarut-larut sehingga citra kesenian khas sunda
tersebut tetap terjaga. Menurut Gugum tarian jaipongan saat ini telah mengalami
Namuan, beliau menyangkan penilaian itu hanya ditujukan kepada tari jaipongan
5
Endang Caturwati, 2006, Perempuan dan Ronggeng di Tatar Sunda Telaah Sejarah
Budaya, Bandung:LBPB, hlm.90-95.
6
Pikiran Rakyat, 15 Februari 2009, Panggung Jaipong.
5
tidak terhadap kesenian lain, misalnya musik dangdut, seni lukis, seni patung dan
lainya.7
Setelah mengalami pertemuan antara para seninan Jawa Barat dengan Pak
Gubernur yang banyak menyeret banyak pihak agar ada kejelasan mengenai
Ketua Golkar Uu Rukmana, dan Tjetje Hidayat di rumah Gugum Gumbira, atas
perihal tari jaipongan. Dipertemuanya dengan para seniman ini, Pak Gubernur
jaipongan ini, polemik yang selalu menjadi buah bibir ini selalu ramai
tari jaipongan sungguh sangat luar biasanya, apalagi polemik ini diramaikan
Maka dari itu, Pandangan Para Ulama khusnya Ulama di Jawa Barat (MUI
Jaipongan ini yang bertujuan untuk menarik benang merah antara fenomena
7
Pikiran Rakyat, 9 Februari 2009, hlm. 1 dan7, soal Jaipongan, Seniman Siap Temui
Gubernur.
8
Pikiran Rakyat, 10 Februari 2008, hlm. 7, Gubernur Luruskan Polemik Jaipongan.
6
dalam hal ini, tari jaipongan tetap terpelihara dan tidak bertentangan dengan nilai-
mendasar yang akan dicari jawabannya dalam penelitian nanti. Adapun rumusan
Barat?
2. Bagaimana Polemik Seni Tari Jaipongan di Jawa Barat pada tahun 1980-
2009?
Arikunto (2002: 55) menambah, tujuan penelitian adalah rumusan kalimat yang
menunjukan adanya sesuatu hal yang diperoleh setelah penelitian selesai. Adapun
Jawa Barat.
7
2. Untuk Mengetahui Polemik Seni Tari Jaipongan di Jawa Barat pada tahun
1980-2009 terkait isu kritikan Gubernur Jawa Barat terhadap seni Tari
Jaipongan.
juga masa kini, bahkan secara terbatas bisa digunakan untuk mendeskripsikan hal-
langkah yang penelitian sejarah yang penulis lakuakan melalui bebrapa tahapan
sebagai berikut:
1.4.1. Heuristik
Tahapan ini merupakan langkah awal bagi penulis dalam proses mencari
permasalah yang akan dicari jawabanya dalam penulisan skripsi ini. Berdasarkan
penilitian ini adalah seputar pendapat para Ulama di jawa Barat tentang seni tari
jaipongan. Hal ini dilakukan agar peneliti mengetahui pendapat Ulama yang pro
dan kontra karena hal ini yang menurut saya menarik dan perlu dianggkat.
8
Selain itu yang harus dicari dan penting ditanyakan disini mengenai
pandangan ketua Fatwa MUI JABAR menegenai pandangan ulama di atas tentang
polemic mengenai isu yang sempat beredar pada tahun 1980-2009 yang menyeret
Gubernur Aang Kunaefi dan Ahmad Heryawan terhadap kritikanya terhadap seni
tari jaipongan tersebut. Semua ini bisa didapat dengan menggunakan studi
literature maupun lisan, pada setudi literatur, penulis mencari bahan pustaka
sebagai sumber data. Hal ini dilakukan karena penulis beranggapan bahwa bahan
ataupun sumber tertulis merupakan sesuatu yang paling umum dipakai sebagai
bahan kajian sejarah, seperti halnya dokumen, arsip, surat kabar, majalah,
biografi, dan autobiografi. Dan pada sumber lisan penulis melakukan wawancara
dengan dengan beberapa Ulama dan Ketua Fatwa MUI JABAR yang mewakili
Gugum Gumbira sebagai seniman sunda yang memang pencetus tari jaipongan itu
sendiri guna mencari informasi langsung dari pelaku sejarah itu sendiri agar data
katagari sumber primer yaitu, sumber tulisan berupa Koran-koran yang kami
peroleh di Balai Iklan Pikiran Rakyat di Jl. Kopo no. 304 bandung. Adapun
9
sumber lisan mengenai peristiwa yang ingin kami teliti kami mendaptkan
1. Bapak K.H Dr. Salim Umar (73 tahun) Ketua Fatwa MUI JABAR.
2. Bapak Drs. Enoh, M.Hum (63 tahun) Pembina Lembaga Seni Musli
3. Bapak Dr. H. Aziz Taufik Hirzi, Drs., M.Si (62 tahun) Ketua Lembaga
Jaipongan.
adalah:
Jaipongan.
Polemik Jaipongan.
6. Endang Caturwati, 2007, Tari di tatar sunda, Bandung; Sunan Ambu Pers.
Persada.
12. Irawati durban dan Soedarsono, 2005, Tari Sunda : dulu, kini dan esok ,
14. Iyus Rusliana, 2009, Kompilasi Istilah Tari Sunda, Bandung: Jurusan Tari STSI
Bandung .
11
15. Iyus Rusliana, Penciptaan Tari Sunda: gagasan global bersumber nilai
(UI Press).
19. M.M. Sharif, 1984, A bout Iqbal and His Trought, Terj. Yusuf Jamil,Iqbal
20. Nina Lubis, dkk, 2003, Kota Bontang Sejarah Sosial Ekonomi, Pusat
22. Rasjoyo, 1994, Pendidikan Seni Rupa untuk SMU Kelas I, Jakarta:
Erlangga.
Serambi.
25. Sidi Gazalba, dalam Enok Risdayah, 2003, Pengantar Budaya Sunda,
Bandung: BAIK.
26. Soedarsono, 1972, Jawa dan Bali, Dua Pusat Perkembangan Drama Tari
27. Sri Hermawati D.A., dkk, 2008, Seni Budaya Jilid 1 , Jakarta: Direktorat
28. Sri Hermawati D.A., dkk, 2008, Seni Budaya Jilid 2, Jakarta : Direktorat
29. Sugiyanto, et.al., 1999, Kerajinan Tangan dan Kesenian Untuk SLTP, Jilid
I, Jakarta: Erlangga.
30. Sujarno dkk, 2003, seni pertunjukan tradisional, Nilai, Fungsi dan
Mizan.
32. Tati Narwati, 2003, Wajah Tari Sunda Dari Masa Ke masa,Bandung:
P4ST UPI.
33. Yusuf Al-Qordlowi, 2002, Fiqh al-Ghinawa al- Musiqy fi Dhau al-Qur'an wa as-
Sunnah, Ter. LESPISI A. FulexBisyri, et, al., FikihMusik Dan LaguPerspektif al-
kami dapat baik dari perpustakaan maupun dari media elektronik seperti internet
sebagai berikut:
http://tatenggunadi-rumahsastrabahasa.blogspot.com/2012/01/tari-jaipong-
2. Een Herdiani, S.Sen., M.Hum, Dari Ketuk Tilu hingga Jaipongan (1920-
3. Pikiran Rakyat, 2 Januari 2009, hlm.1 dan 7, Jabar Akan Miliki Kawasan
Seni Budaya.
4. Pikiran Rakyat, 7 Februari 2009, hlm. 31, Seni Kesenian dan Ingatan
Historis.
Jurnal, Vol. 1.
1.4.2. Kritik
membedakan mana yang benar dan mana yang tidak benar. Kritik sumber
dari sumber itu. Adapun kegunaan pengujian tersebut dilakukan untuk mengetahui
otoritas dan kredibilitas dari sumber yang diperoleh. Pada tahapan ini penulis
mengktik sumber lisan yang penulis peroleh. Pertama dalam mengkrtisi hal ini
pasti dilakukan kritik eksteren dengan melihat keadaan fisik narasumber yang
mereka terkait dan ikut serta dalam sebuah perisitiwa itu menjadi pertimbangan
pertama penulis. Untuk kritik internya sendiri penulis mengkritisi data-data yang
14
sumber primer yang ada di dalam dokumen baik yang primer maupun yang
sekunder.
Sedangkan untuk sumber tulisan penulis hanya mengktisi bagian isi saja,
hal ini dilakukan karena penulis tidak menemukan naskah yang diharuskanya
untuk di kritisi secara fisik atau eksternya. Penulis dapat menggolongkan sumber
tulis yang tergolong ke dalam sumber primer atau sekunder dengan mengkritisi
bagian konten atau isinya saja, dalam artian apakah isi dari dokumen itu sudah
jelas merepresentasi terhadap peristiwa yang kami teliti atau hanya sebagai
pendukung saja. Maka dari itu, dalam tahapan kritik ini penulis mencoba
membandingkan isi atau konten dari dokumen baik buku dengan peristiwa yang
kami teliti. Dalam tahapan ini konsep jaringan sangat diperlukan untuk mengajar
1.4.3. Interpretasi
Dalam tahapan interpretasi berbagai fakta yang lepas satu sama lain
peristiwa satu dimasukan kedalam keseluruhan konteks peristiwa yang lain yang
informasi yang sesuai dengan pokok bahsan, juga berusaha meminimalisir unsur
informasi. oleh karena itu diusahakan diadakan analisis dan sintetis. Proses analis
dilihat dari segi kehalusan dan keindahan.9 Setiap bangsa, suku bansa, bahkan
setiap diri manusia mempunyai seni. Demikian pula indonesia yang dihuni oleh
ratusan suku bangsa mempunyai kesenian yang tentunya beraneka ragam. Jawa
merupakan salah satu suku yang relatif besar di Indonesia juga memiliki kesenian
dan dialek yang bermacam-macam. Hal itu bisa dilihat dari banyaknya hasil
adalah seni tari. Setiap suku di indonesia memiliki seni tari yang spesifik yang
berkembang pada masing-masing suku. Tari atau tarian merupakan salah satu
jenis ekspresi jiwa seni manusia yang diungkapkan melalui gerak-gerak dan ritme
yang indah. Maksud indah disini adalah bukan hanya berarti bagus, tetapi indah
yang memberikan kepuasan dan kesan yang baik pada orang lain sebagai
penikmat seni. Gerak-gerak dan ritme yang indah itu sebenarnya merupakan
pancaran jiwa manusia dan jiwa itu bisa berupa akal, kehendak dan emosi.11
Barat. Jaipong adalah sebuah seni pertunjukan yang lahir dan berkembang di
9
Departemen Pendidikan Nasional, 2008, Kamu Besar Bahasa Indonesia edisi Keempat.
Jakarta, 2008, PT Gramedia Pustaka Utama.
10
Sujarno dkk, 2003, seni pertunjukan tradisional, Nilai, Fungsi dan tantanganya,
yogyakarta: kementrian kebudayaan dan pariwisata. Hlm. 1.
11
Soedarsono, 1972, Jawa dan Bali, Dua Pusat Perkembangan Drama Tari Tradisional
di Indonesia. Yogyakart: Gadjah Mada University Press.hlm. 5.
16
daerah Jawa Barat, yaitu Bandung, Karawang, Subang, Bekasi, Purwakarta dan
musik dan tari yang berakar dari beberapa seni pertunjukan tradisional Sunda,
seperti Ketuk Tilu, Pencak Silat, Ronggeng, Topeng, Tayub, Bangreng dan
Bajidor.
kepemilikan dari milik individu menjadi milik bersama orang Sunda. Bahkan
Jaipong telah menjadi salah satu identitas kesenian Sunda. Castell (2010)
Sunda. Jaipong menjadi salah satu identitas mereka. Identitas itu adalah sesuatu
yang dibangun atau diciptakan, misalnya nama, bahasa atau kebudayaan. Identitas
pemaknaan individu sebagai aktor dan dibangun melalui sebuah proses yang
nilai-nilai moralitas dan agama, dimana agama diakui sebagai seperangkat aturan
aturan bagi manusia, baik dalam hal hubungan manusia dalam kehidupan
(Zakiyuddin, 2003:28). Adanya konflik tentang penampilan karya seni yang tidak
yang hebat, sadis, tragis, bahkan saling mencemooh dan menyakiti. Kejadian
menderita krisis nilai dan krisis kesadaran atau distorsi moral dalam kehidupan
Krisis nilai, krisis kesadaran dan krisis moral yang terjadi akibat ulah
menyesakkan dada bagi orang yang beraliran seni. Adanya krisis tersebut seolah-
masyarakat. Padahal kalau dilihat dari filosofi estetika seni merupakan bentuk
keindahan yang menjadikan manusia aktif dan kreatif. Keindahan seni mampu
memberikan ide yang hampir tak terbatas. Bukan seni yang menyebabkan krisis
pengetahuan individu dimana dia merasa sebagai bagian anggota kelompok yang
memiliki kesamaan emosi serta nilai. Identitas seseorang juga merupakan konsep
diri seseorang sebagai anggota kelompok (Abrams & Hogg, 1990). Identitas bisa
berupa kebangsaan, ras, etnik, kelas, pekerja, agama, umur, gender, suku,
keturunan dan lain-lain. Pendekatan dalam identitas sosial erat kaitannya dengan
(Hogg & Abrams, 1988). Identitas sosial juga dapat dilihat bagaimana kategori
12
Atip Nurhari, 2010, Membangun Moralitas Seni Melalui Pendidikan, Jurnal, Vol. 1,
hlm. 79.
18
sosial yang ada dalam masyarakat ternyata tidak terbentuk secara sejajar, tetapi
sangat luar biasa. Sorotan tertuju pada masalah 3G (gitek, geol, dan goyang)
dari para penari wanita yang dicuatkan oleh pemberitaan mass media. Padahal
3G ini bukan konsep yang ada dalam tari Jaipongan, itu hanya asumsi para
Aang Kunaefi yang menjabat sebagai Gubernur Jawa Barat saat itu, sempat
masalah ini berbagai forum saresehan digelar oleh pihak pemerintah maupun
Kejadian serupa terjadi pada tahun 2009 yang melibatkan Gubernur Jabar Ahmad
Heryaman karena marak beredar isu mengenai kritikan Aher terhadap seni tari
jaipongan yang menuai tanggapan serius dari para seniman Sunda. Polemik itu
Hal seperti diatas juga sebenarnya pernah terjadi kepada Tati Saleh dan
Yeti Mamat yang merupakan penari jaipongan era 1980. Mereka bisa tertunduk
diam ketika istri gubernur jawabarat (waktu itu) melarang keduanya ahar tidak
menari secara erotik dan sensual. Bahkan ketika dicekal pun, Tati Saleh masi
juga tidak mengerti apa yang salah pada tarianya sampai-sampai Ny Aang
Bagi mereka sebenarnya goyang pinggul dan tebar pesona merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari olah tarian. Tetapi bagi istri Gubernur hal itu dianggap
telah melecehkan nilai perempuan. Apa boleh buat, kekuasaan lebih menentukan
otoritas dan Tati Saleh maupun Yeti Mamat dipaksa untuk di bawah otoritas itu.
Sebenarnya kemunculan stigma seperti ini berakar dari asumsi mereka yang
melihat gerakan penari jaipongan identik dengan Tarian para ronggeng yang
jaipongan masih melekat sebagai muatan kuat daya tarik para peminatnya, yaitu
laki-laki (bajidor). Menurut R.M. Soedarsona bahwa selama masih ada laki-laki,
hiburan seperti halnya jaipongan ataupun sejenisnya, maka kesenian ini tidak akan
punah.
terpisahkan sejak zaman dahulu kala, khususnya dari masa feodalisme, dimana
pada saat itu seksualisme terlegitimasi oleh mitos-mitos. Selain itu dalam sajian
pertunjukan jaipongan, peranan rias dan busana merupakan bagian yang paling
penting bagi para sinden maupun penari untuk dapat mengubah penampilan dan
membangkitkan rasa percaya diri. Mulai dari persoalan wajah, bentuk sanggul,
model dan warna kebaya, serta corak kain yang dipakai sengaja dipasang
sedemikian rupa untuk memikat penonton, khususnya para bajidor yang pada
umunya adalah laki-laki yang tergila-gila oleh kecantikan, goyang pinggul serta
20
dibentuk dengan khusu agar dapat memberikan kesan seksi dan merangsang.13
ternadap pelaku seni jaipongan. Sepeerti banyak ditulis dalam buku pro dan
kontra selalu mewarnai perjalan seni tari pertujukan rakyat ini. Hal ini seolah-olah
umat Islam terutama yang berkaitan dengan hiburan dan seni. Hal ini disebabkan
banyaknya manusia yang sudah terjebak pada kelalaian dan melampaui batas
dalam menyikapi hiburan dan seni yang erat hubunganya dengan perasaan, hati,
akal dan pikiran.Namun pada kenyataanya, hiburan dan seni ini telah
lurus14
Maka dari itu, dalam menganalis polemik di atas menganai seni tari
sebuah dimensi kausalitas pertarungan ide, wacana, atau gerakan yang lahir dalam
satu kebudayaan atau pemikiran yang satu sama lainya saling terkait dan
kemudian saling bersifat reaktif. Teori ini memberikan sebuah kerangka pikir,
bahwa munculnya setiap ide, wacana atau suatu gerakan pemikiran memiki relasi
13
Srintil ( media Perempuan Multikultural, 2004, Politik tubuh seksualitas perempuan
seni, Depok: Kajian Perempuan Desantara. Hlm.37-50.
14
Yusuf Al-Qordlowi, 2002, Fiqh al-Ghinawa al- Musiqy fi Dhau al-Qur'an wa as-
Sunnah, Ter. LESPISI A. FulexBisyri, et, al., FikihMusik Dan LaguPerspektif al-Quran Dan as-
Sunnah, Bandung : Mujahid Press, hlm. 15.
15
Arnold J. Toynbee, The Study of History, vol 1, London: Oxfrod Universitypress,
1955, h. 23 Arnold J. Toynbee dan Sarah Marshal Toynbee. Minatnya terhadap sejarah diilhami
dan banyak dipengaruhi oleh ibunya dan pamanya, seorang pelayar yang banyak berlayar kemanca
negara. Pendidikan tingginya diraih dari 0xfrod University, Inggris. Lihat dalam A, Syafii
Maarif. Peta bumi intelektualisme Islam di Indonesia, Bandung Mizan, hlm. 75.
21
yang saling berkait dengan berbagai faktor-faktor penyebab. Oleh sebab itu,
segala bentuk gerakan dan pemikiran yang kemudian berujung pada munculnya
mengambil posisi dalam bentuk atau pola respon dan tantangan terhadap situasi
Teori Challange end Response juga bisa diartikan sebagai teori yang
kejadian.17
pemerintahan dan elite politik hingga masyarakat biasa terjadi karena Jaipongan
sebagai seni tari pertunjukan rakyat di sajikan dengan etika yang buruk. Apalagi
masyarkat yang setuju dengan sajian jaipongan ini maupun masyrakat yang
Kalau sudah seperti ini yang menjadi perhatian adalah pendapat para
ulama dalam menggapi hal ini, bisa saja tanggapan para ulama ini pula sebagai
respon dari polemik yang terjadi terhadap seni tari jaipongan di Jawa Barat.
(sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi), menurut Ibn Hajar al-Asqalani
(773-852 H), dalam Fath Al-Bariy, adalah sebagian dari hadits yang ditemukan
16
R. Moh Alo, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: LkiS, 2007, hlm. 65.
17
George Ritzer, Sosiologi Ilmu Pengetahuan berparadigma ganda, terj. Alimandan
jakarta Raja Grafindo Persada, 2004 hlm. 26.
22
dalam beberapa kitab hadits. Diperkuat juga dalam Al-Quran dengan firman
Allah: Kemudian Kami wariskan Al-Kitab kepada yang Kami pilih dari hamba-
hamba Kami (QS 35:32). Juga pada Surat Al-Baqarah ayat 213, yang
kitab suci agar masing-masing, melalui kitab suci memberikan keputusan atau
masyarakat mereka. Berangkat dari kedua ayat tersebut, juga dari ungkapan para
ulama adalah pewaris para nabi, dapat dipahami bahwa para ulama melalui
masyarakat seharunya ulama mampu menegahi semua aspek sosial ini secara
bujaksana. Sebagimana tugas dan amanahnya sebagai pewaris para nabi seperti
halnya MUI sebagai Majelis yang mewakili dan mewadahi semua fatwa dari para
1.4.4. Historiografi
18
Dr. M. Quraish Shihab, 2007, Membumikan Al-Quran, Bandung: Mizan, hlm 374.
23
anlisisnya karena pada akhirnya penulis harus menghasilkan suatu sintesis dari
yang telah melalui tahapan penafsiran sehingga menjadi kesatuan yang utuh yang
dapat menghasilkan jawaban dari apa yang menjadi pertanyaan pada latar
satupun bentuk karya atau penelitian seseorang yang terputus dari usaha
intelektual generasi sebelumnya. Artinya, tidak ada sebuah pemikiran yang benar-
benar baru dan orisinil yang tanpa terikat dengan pemikiran sebelumnya. Yang
tentang seni tari Jaipongan baik sejarah dan juga perkembanganya di Jawa Barat.
Kampanye Tari Jaipong Sebagai Daya Tarik Tarian Tradisional karya Karina
19
Helius Sjamsudin, 1996, Metodologi Sejarah, Jakarta: Depdikbud, Proyek Pendidikan
Tenaga Akademik, hlm. 153.
24
Pertunjukan Tari Sunda karya Lalan Ramlan, Dari Ketuk Tilu hingga Jaipongan
Adapun karya ilmiah yang membahas Polemik seni tari Jaiponganya itu
sendiri penulis rasa belum ada. Sepengetahuan penulis sampai saat ini, yang selalu
disinggung dalam pembuatan karya Ilmiah mengenai seni tari Jaipongan hanya
dari sudut sejarah dan perkembanganya saja seperti halnya karya ilmiah di atas,
walaupun ada hanya dibahas sekilas saja dan tidak secara mendalam. Beda halnya
dengan penulis yang mengkaji polemik seni tari Jaipongan secara mendalam.
polemik tersebut. Secara Metode jelaslah metode yang digunakan penulis yaitu
metode sejarah sehingga dalam penulisan karya ilmiah ini penulis membatasi
Sistematika Penulisan.
macam-macam seni, sifat dasar seni dan fungsi seni), Tari (pengertian
tari, macam gerak tari dan fungsi tari), Seni Jaipongan di Jawa Barat
munculnya seni tari jaipongan, kreasi awal seni tari jaipongan, sumber
Selaku seniman dan Konseptor seni tari Jaipongan), ( pro dan kontra
JABAR.
Daftar Pustaka
Lampiran-lampiran