Tari Piring
Sejarah Tari Piring
Tidak diketahui secara pasti kapan tari Saman mulai muncul. Namun, tarian yang diciptakan
oleh Syekh Muhammad Saman ini, disinyalir sudah ada sejak tahun 1700-an atau berusia
lebih dari 300 tahun. Minat yang besar masyarakat Gayo terhadap permainan rakyat ini
menumbuhkan keinginan dari Syekh Saman untuk menyisipkan syair-syair sebagai pujian
kepada Allah SWT.
Mengutip dari media.neliti.com, pada waktu negeri Aceh berperang, Syekh Saman
menambahkan syair-syair tersendiri untuk menambah semangat juang rakyat Aceh. Dalam
perkemabangannya, gaung tari Saman semakin kuat ketika dipertunjukan dalam Pekan
Budaya Aceh (PKA) II pada 1972. Sejak saat itu, tari Saman semakin populer dan mulai
diperhitungkan, baik nasional maupun di dunia internasional.
Tari Saman juga dikenal sebagai salah satu seni tari Islam. Pasalnya, tarian ini memiliki
unsur-unsur keislaman, sehingga jika unsur-unsur tersebut dipisahkan dari seninya, Saman
bukan lagi menjadi sebuah seni.
Di samping itu, tari Saman Aceh telah menjadi suatu warisan budaya yang hingga kini masih
hidup. Untuk itu, tari Saman kemudian mendapat pengakuan dari UNESCO pada 24
November 2011 sebagai warisan tak benda milik masyarakat Aceh.
3. Tari Jaipong
Sejarah Tari Jaipong
Haji Suanda adalah seniman berbakat yang berasal dari Karawang. Beliau memiliki bakat
luar biasa dan mempunyai kemampuan menguasai beberapa jenis kesenian tradisional dari
berbagai daerah, khusunya Karawang. Beberapa jenis seni daerah yang dikuasai adalah Ketuk
Tilu, Wayang Golek, Topeng Benjet dan Pencak Silat.
Pada tahun 1976, Haji Suanda melakukan inovasi dengan mencampurkan beberapa gerakan
kesenian yang ia kuasai, terutama Pencak Silat, Wayang Golek dan Ketuk Tilu. Hasilnya dari
penggabungan tersebut maka lahirlah karya seni unik yang disukai masyarakat, dimana pada
saat itu pertunjukan yang ia gelar belum diberi nama tari jaipong.
Sebagai pengiring pementasan tersebut, digunakan alat musik seperti Degung, Gendang,
Gong dan alat musik ketuk lainnya, sehingga membuat musik peniring tarian ini sangat unik
dan enerjik.
Dalam setiap pertunjukan juga diiringi oleh nyanyian dari seorang yang disebut sinden.
Selanjutnya kesenian ini menarik minat Gugum Gumbira, seorang seniman Sunda hingga
mempelajarinya.
Ketika Gugum Gumbira telah menguasai tarian ini, beliau kemudian mengemas ulang
gerakan-gerakan pada tarian tersebut sehingga tercipta tari jaipong. Pada saat itu pula tarian
ini mulai diperkenalkan kepada masyarakat Bandung.
Tarian ini mengalami perkembangan pesat pada tahun 1979. Perkembangan tersbut meliputi
pementasan serta properti yang digunakan oleh penarinya. Kondisi ini menjadikan tari
jaipongan dikenal hampir diseluruh wilayah Jawa Barat, seperti Cianjur, Sukabumi hingga
Bogor. Bahkan masyarakat diluar Jawa Barat pun mulai mengenalnya.
Perkembangan Tari Jaipong
Dalam perkembangannya, tari jaipong kemudian melahirkan para penari handa seperti Tatit
Saleh, Yeti Mamat, Eli Somali serta Pepen Dedi Kirniadi. Jaipongan memberikan kontribusi
besar bagi para pecinta seni untuk lebih serius mengenalkan tarian rakyat yang kurang
mendapat perhatian. Kepopuleran tari jaipong membuat sanggar-sanggar tari bermunculan
dan mengajarkan kepada masyarakat.
Terdapat gaya atau ciri khas lain yang dikenal dengan sebutan “kaleran”. Jaipongan jenis ini
mengandung gerakan erotis, humoris, semangat, spontanitas dan lebih sederhana.
Hal tersebut dapat dilihat dari pola penyajian saat pementasaan tarian. Pola tersebut seperti
Ibing Pola yang popular di daerah Bandung, serta Ibing Saka yang tidak berpola dan
berkembang di daerah Subang dan Karawang, serta disebut jaipongan gaya kaleran.
Saat ini tari jaipong dianggap sebagai salah satu kesenian tari khas Jawa Barat, meskipun
faktanya berasal dari Karawang. Tari ini biasanya ditampilkan pada acara penting, seperti
pertunjukan untuk menyambut tamu-tambu besar yang berkunjung ke Jawa Barat.
D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
Kelas :V
SD NEGERI 15 PALEMBANG