Anda di halaman 1dari 8

Pengertian Tari Piring

Tarian Piring (Minangkabau: Tari Piriang) merupakan sebuah seni tarian milik
orang Minangkabau yang berasal dari Sumatra Barat. Ia merupakan salah
satu seni tarian Minangkabau yang masih diamalkan penduduk Negeri
Sembilan keturunan Minangkabau.

Tarian ini memiliki gerakan yang menyerupai gerakan para petani semasa
bercucuk tanam, lembuat kerja menuai dan sebagainya. Tarian ini juga
melambangkan rasa gembira dan syukur dengan hasil tanaman mereka.
Tarian ini merupakan tarian gerak cepat dengan para penari memegang
piring di tapak tangan mereka, diiringi dengan lagu yang dimainkan oleh
talempong dan saluang. Kadangkala, piring-piring itu akan dilontar ke udara
atau pun dihempas ke tanah dan dipijak oleh penari-penari tersebut. Bagi
menambah unsur-unsur estetika , magis dan kejutan dalam tarian ini, penari
lelaki dan perempuan akan memijak npiring-piring pecah tanpa rasa takut
dan tidak pula luka. Penonton tentu akan berasa ngeri apabila kaca-kaca
pecah dan tajam itu dipijak sambil menari.

Tari Piring termasuk tari tradisional yang berumur ratusan tahun


berasal dari Solok Minangkabau, Sumatera Barat . Tarian ini meng-
gambarkan rasa kegembiraan tatkala musim panen tiba. Para muda-mudi
mengayunkan gerak langkah dengan menunjukkan keboleh-annya dalam
mempermainkan piring di tangannya. Ritual rasa syukur ini dilakukan oleh
beberapa gadis cantik dengan membawa sesaji dalam bentuk makanan yang
diletakkan di dalam piring. Para gadis didandani dengan pakaian yang bagus
lalu membawa makanan dalam piring tersebut dengan gerakan yang
dinamis. Setelah Islam masuk Minangkabau, tradisi tarian ini tetap
diteruskan, tapi hanya sebagai hiburan bagi masyarakat. Tarian ini diiringi
musik talempong, rebab atau rabab dan saluang.

Tarian Piring atau dalam bahasa Minangkabau Tari Piriang merupakan


sebuah seni tarian milik orang Minangkabau yang berasal dari Sumatra
Barat. Tari Piring merupakan salah satu seni tarian Minangkabau yang masih
diamalkan penduduk Negeri Sembilan keturunan Minangkabau.

Tarian ini memiliki gerakan yang menyerupai gerakan para petani


semasa bercucuk tanam, membuat kerja menuai dan sebagainya. Tarian ini
juga melambangkan rasa gembira dan syukur dengan hasil tanaman mereka.
Tarian ini merupakan tarian gerak cepat dengan para penari memegang
piring di tapak tangan mereka, diiringi dengan lagu yang dimainkan oleh
talempong dan saluang. Kadang piring-piring itu akan dilontar ke udara atau
pun dihempas ke tanah dan dipijak oleh penari-penari tersebut. Bagi
menambah unsur-unsur estetika , magis dan kejutan dalam tarian ini, penari
lelaki dan perempuan akan memijak piring-piring pecah tanpa rasa takut dan
tidak pula luka. Penonton tentu akan berasa ngeri apabila kaca-kaca pecah
dan tajam itu dipijak sambil menari.

Tari Piring
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Tari Piring di kota Bukittinggi, Sumatera Barat

Penari tari piring yang tengah memijak piring pecah

Tari Piring atau dalam bahasa Minangkabau disebut dengan Tari Piriang adalah salah satu seni
tari tradisional di Minangkabau yang berasal dari kota Solok, provinsi Sumatera Barat. Tarian ini
dimainkan dengan menggunakan piring sebagai media utama.[1] Piring-piring tersebut kemudian
diayun dengan gerakan-gerakan cepat yang teratur, tanpa terlepas dari genggaman tangan[2]. Tari
Piring merupakan sebuah simbol masyarakat Minangkabau. Di dalam tari piring gerak dasarnya
terdiri daripada langkah-langkah Silat Minangkabau atau Silek.[3]

Sejarah
Pada awalnya, tari ini merupakan ritual ucapan rasa syukur masyarakat setempat kepada dewa-
dewa setelah mendapatkan hasil panen yang melimpah ruah. Ritual dilakukan dengan membawa
sesaji dalam bentuk makanan yang kemudian diletakkan di dalam piring sembari melangkah
dengan gerakan yang dinamis[4].
Setelah masuknya agama Islam ke Minangkabau, tradisi tari piring tidak lagi digunakan sebagai
ritual ucapan rasa syukur kepada dewa-dewa[5]. Akan tetapi, tari tersebut digunakan sebagai
sarana hiburan bagi masyarakat banyak yang ditampilkan pada acara-acara keramaian.

Gerakan
Gerakan tari piring pada umumnya adalah meletakkan dua buah piring di atas dua telapak tangan
yang kemudian diayun dan diikuti oleh gerakan-gerakan tari yang cepat, dan diselingi dentingan
piring atau dentingan dua cincin di jari penari terhadap piring yang dibawanya. Pada akhir tarian,
biasanya piring-piring yang dibawakan oleh para penari dilemparkan ke lantai dan kemudian
para penari akan menari di atas pecahan-pecahan piring tersebut[6].

Tarian ini diiringi oleh alat musik Talempong dan Saluang. Jumlah penari biasanya berjumlah
ganjil yang terdiri dari tiga sampai tujuh orang. Kombinasi musik yang cepat dengan gerak
penari yang begitu lincah membuat pesona Tari Piring begitu menakjubkan. Pakaian yang
digunakan para penaripun haruslah pakaian yang cerah, dengan nuansa warna merah dan kuning
keemasan.

Tari Piring atau dalam bahasa Minangkabau disebut dengan Tari Piriang
adalah salah satu seni tari tradisonal di Minangkabau yang berasal dari kota
Solok, provinsi Sumatera Barat. Tarian ini dimainkan dengan menggunakan
piring sebagai media utama. Piring-piring tersebut kemudian diayun dengan
gerakan-gerakan cepat yang teratur, tanpa terlepas dari genggaman tangan.
Indonesia memang memiliki ragam kebudayaan yang menarik dan
indah. Letak geografis serta keragaman suku di nusantara juga turut
menghasilkan seni budaya yang majemuk penuh dengan pesonanya masing-
masing. Berbagai jenis tari-tarian yang menarik dan unik juga menjadi bukti
kemajemukan budaya Indonesia. Salah satunya adalah Tari Piring asal
Minang.

Tari Piring merupakan jenis seni tari yang berasal dari Sumatera Barat.
Dalam bahasa setempat tarian ini dikenal dengan nama Tari Piriang. Seperti
namanya, para penari memang membawa piring saat menari. Meski dahulu
tarian ini ditujukan untuk memberi persembahan para dewa ketika
memasuki masa panen, namun saat ini telah berubah menjadi tarian budaya
yang sering dipertunjukan di acara-acara besar.
Tari piring berkembang pertama kali sejak 800 tahun yang lalu hingga
zaman Sri Wijaya. Tarian ini juga berkembang ke neger-negeri melayu
lainnya seiring dengan jalur perdagangan pada masa tersebut. Meskipun
terdapat beragam perbedaan di tiap-tiap daerah di Sumatera Barat, namun
tarian ini memiliki kesamaan secara keseluruhan yakni konsep tentang
sebuah persembahan
Sebelum tarian dimulai, penari biasanya melakukan latihan serta
berbagai persiapan lain seperti pemeriksaan piring-piring yang akan
digunakan untuk menari. Piring yang kurang baik akan diganti dengan piring
dengan kondisi bagus agar tidak membahayakan si penari maupun
penonton.
Tari piring diawali dengan rebana dan gong yang dimainkan pemusik,
rangkaian tarian dimainkan secara besamaan oleh beberapa orang
penari.Ragam gerakan yang menantang gravitasi kerap ditunjukan membuat
para penonton merasa ngeri akan jatuhnya piring-piring dari tangan penari.
Sesekali terdengar bunyi gemerincing akibat ketukan cincin yang dipakai
oleh penari ke pring-piring yang digunakan sebagai properti tarian.
Tari piring memang memiliki peranan besar pada masyarakat
Minangkabau terutama saat perkawinan dilaksanakan. Meskipun hanya
sebagai hiburan sejak budaya Hindu hilang dari tanah Minang, tarian ini juga
memiliki nilai budaya yang besar dalam masyarakat terutama bagi keluarga
yang melangsungkan pesta perkawinan agar kedua mempelai memiliki
kehidupan yang harmonis dan tentram.

Tari piring memang menjadi kebanggan masyarakat Minang, tidak


heran salah satu ragam seni budaya Indonesia ini seringkali dipertontonkan
dalam setiap pesta pernikahan suku Minang meskipun tidak berdomisili di
Sumatera Barat. Tarian ini juga sudah sangat lekat dan menjadi salah satu
warisan kebudayaan Indonesia.

Estetika adalah salah satu cabang filsafat. Secara sederhana, estetika adalah
ilmu yang membahas keindahan, bagaimana ia bisa terbentuk, dan
bagaimana seseorang bisa merasakannya. Pembahasan lebih lanjut
mengenai estetika adalah sebuah filosofi yang mempelajari nilai-nilai
sensoris, yang kadang dianggap sebagai penilaian terhadap sentimen dan
rasa. Estetika merupakan cabang yang sangat dekat dengan filosofi seni.
Home Tari Sejarah Asal Usul Tari Piring serta Perkembangannya

Sejarah Asal Usul Tari Piring serta


Perkembangannya
Tari
Author admin - October 19, 2014
0

Sejarah Asal Usul Tari Piring serta Perkembangannya Tari piring merupakan salah satu tarian
khas Indonesia yang sangat unik karena saat menarikannya para penarinya akan membawa piring
di kedua tangan. Meskipun sangat terkenal, namun sayangnya tidak banyak dari kita yang
mengenal sejarah asal usul tari piring. Hal ini sangat disayangkan terutama karena tari piriang ini
merupakan seni tradisional dari Minangkabau yang harus terus dipertahankan.

Awal mula terciptanya tarian menggunakan piring


Pada zaman dahulu saat rakyat minang masih menyembah dewa-dewa, mereka percaya bahwa
dewa sudah memberikan kepada rakyat hasil panen yang melimpah serta melindungi mereka dari
mara bahaya. Sebab itu gadis penari akan memberikan hasil panen mereka pada dewa yang
ditaruh diatas piring. Mereka akan mengenakan pakaian adat yang cantik serta berperilaku lemah
lembut guna menghadap pada dewa. Sesaji tersebut dibawa kehadapan dewa sambil menari
dengan meliuk-liukkan piring untuk menunjukkan kemampuan mereka. Inilah awal mula
terciptanya tarian yang disinyalir telah dilakukan sejak 800 tahun yang lalu.

Tari ini bahkan terus berkembang pada zaman pemerintahan Sriwijaya, yang membuatnya sangat
dikenal di seluruh wilayah Sumatra Barat. Namun setelah kerajaan tersebut takluk oleh Kerajaan
Majapahit pada abat ke-16 maka beberapa penari pun ikut pindah ke melayu sebagai pengungsi
dari Sriwijaya. Mereka tiba di Malaysia serta Brunei Darusalam yang memiliki latar budaya
berbeda dengan budaya di minang, karena itulah tarian piring yang berada di daerah tersebut
kemudian berubah karena mereka harus mengikuti adat dari melayu sehingga terjadi sejarah asal
usul tari piring di daerah melayu.

Di Minang sendiri terjadi perubahan yang sangat drastis pada tari piring. Terlebih setelah
terdapat agama Islam yang diusung oleh Kerajaan Majapahit membuat persembahan pada dewa
tidak lagi dibutuhkan. Selanjutnya tari piring justru menjadi tarian yang dipersembahkan pada
raja maupun pejabat penting sebagai hiburan pada acara khusus di kerajaan.
Namun karena tarian ini semakin popular di kalangan rakyat minang, maka rakyat pun
melakukan tarian yang sama pada acara-acara rakyat. Dengan perkembangannya sebagai tarian
persembahan untuk menghibur raja dan tamu, maka tari ini juga digunakan sebagai persembahan
dalam acara pernikahan dimana sepasang mempelai dianggap sebagai raja dan ratu sehari.

Ciri khas dari tari piring


Seperti kita ketahui, piring tersebut awalnya digunakan untuk membawa sesaji pada dewa, maka
pada zaman dahulu akan banyak makanan yang ditaruh pada piring yang dibawa para penari.
Namun karena sesaji sudah tidak diperbolehkan lagi, maka piring tidak akan diisi apa-apa, tetapi
ada pula beberapa versi tari piring yang menambahkan lilin menyala yang ditempelkan pada
permukaan piring untuk membuat tarian tersebut menjadi lebih menarik.
Sesuai sejarah asal usul tari piring tarian ini hanya boleh ditarikan jika jumlah penarinya dalam
angka ganjil mulai dari satu, tiga, tujuh, maupun Sembilan. Biasanya tarian sendiri ditarikan
selama kurang lebih sepuluh menit hingga paling lama lima belas menit karena di dalamnya juga
terdapat ritual sembah pada raja atau pengantin yang dilakukan sebelum maupun sesudah tarian
berakhir.

Penari harus mengenakan pakaian yang indah terutama dalam warna merah menyala dan corak
emas yang dipercaya sebagai warna keberuntungan dan kekayaan. Untuk musiknya tarian piring
ini harus awalnya diiringi dengan menggunakan alat musik tradisional rebana dan gong saja.
Namun seiring dengan perkembangannya yang menuntut agar musik yang dimainkan harus
semakin menarik maka Saluang yaitu alat musik yang terbuat dari bambu, gendang serta
Talempong yaitu alat musik pukul dari kuningan, digunakan untuk menambah dinamikanya.

Urutan pembawaan tari piring yang menjadi bagian sejarah asal usul tari piring
Tari akan dimulai setelah pemusik memukul gong untuk memberi tanda, kemudian penari akan
masuk ke dalam arena dengan memberi sembah pada raja atau pengantin sebanyak tiga kali
sebagai tanda penghormatan mereka.

Selanjutnya tarian dimulai dengan meliuk-liukkan piring ke kanan dan kiri sesuai dengan
hentakan musik dalam gerakan dinamis yang cepat, namun piring tetap tidak boleh lepas dari
genggaman. Jika sampai piring terlepas maka penarinya akan menerima rasa malu yang luar
biasa terutama dari masyarakat adat minang sendirin.

Gerakan tarian ada yang mengambil dari gerakan silat tradisional dari Minangkabau, terutama
untuk tarian yang ditarikan oleh laki-laki. Piring yang dibawa juga saling ditumbukkan satu sama
lain agar muncul dentingan yang indah, namun kadang penari juga mengenakan cincin pada
kedua jari tengahnya untuk menghasilkan bunyi dentingan tersebut.

Terdapat piring dilantai yang sudah disusun dengan khusus yang mengarah menuju ke hadapan
pengantin. Penari kemudian menginjak susunan piring tersebut dengan hati-hati sehingga tidak
ada yang terlewat. Setelah sampai ke ujung susunan di hadapan pengantin, kemudian penari akan
bergerak mundur dengan langkah tetap menginjak susunan piring tadi, namun penari tidak boleh
sekali-kali menunjukkan punggungnya pada pengantin. Setelah penari berhasil kembali ke posisi
awalnya dengan mengikuti susunan piring maka mereka kembali melakukan sembah penutupan
pada pengantin sebanyak tiga kali.

Pada tarian piring yang lebih extrem piring akan dilemparkan ke lantai untuk dipecahkan dan
tarian dilanjutkan dengan penari yang menari di atas piring yang pecah tadi. Namun ajaibnya
para penari tersebut terus menari tanpa merasa kesakitan ataupun terluka akibat pecahan piring
yang mereka injak tadi. Hal ini kemudian menjadi salah satu keunikan yang membuat sejarah
asal usul tari piring semak

Anda mungkin juga menyukai