Anda di halaman 1dari 4

1.

Tari Piring
Sejarah Tari Piring

Menurut laman Kemendikbud, tari piring diperkirakan sudah ada se


jak abad ke-12. Saat itu, masyarakat Minangkabau masih menyembah dewa-dewa. Awalnya,
tari piring ini dijadikan untuk pemujaan masyarakat Minangkabau terhadap Dewi Padi atas
hasil panen.
Namun, kedatangan agama Islam membawa perubahan pada kepercayaan dan konsep tari ini.
Kini tari piring tidak lagi dipersembahkan kepada dewa-dewa, tetapi justru dilakukan sebagai
sarana hiburan seperti acara pernikahan atau upacara adat.

Gerakan Tari Piring


Tari piring juga disebut dengan tari kelompok yang dibawakan lebih dari dua penari. Ciri
khas dari tari piring adalah para penari membawa piring di kedua tangannya, dengan
permukaan piring menghadap ke luar.
Tari piring ditarikan dengan gerakan-gerakan yang dinamis, lincah, energik dan bahkan
terkesan akrobatik karena sering menampilkan gerakan-gerakan yang sulit.
Mengutip dalam buku 'Seni dan Budaya' karya Harry Sulastianto, dkk, gerakan-gerakan yang
terdapat dalam Tari Piring antara lain gerak batanam (bertanam), gerak manyabik (menyabit),
gerak mengirik (mengirik padi), dan gerak baguliang (berguling).
Gerakan-gerakan tersebut merupakan gambaran peristiwa kegiatan masyarakat dalam
bekerja. Tari piring diiringi oleh musik tradisional yang disebut talempong. Musik talempong
terdiri atas enam buah talempong, satu buah gong kecil, satu buah tambua, satu buah botol
dan sejenis kerincing.
Alat-alat tersebut dibunyikan dengan cara dipukul dengan alat pemukul yang disebut
panokok, kecuali tambua yang dipukul dengan tangan dan kerincing yang dipukulkan ke
tangan.

Pola Lantai Tari Piring


Tari piring dilakukan dengan pola garis lintasan tarian. Ada sekitar enam pola lantai dalam
tarian ini yaitu spiral, baris, lingkaran besar, lingkaran kecil, vertikal dan horizontal. Masing-
masing penari juga membentuk pola lantai bergerak maju dan mundur berdasarkan pola lantai
vertikal dan bergerak ke samping dengan pola lantai horizontal.
Jumlah penari tari piring umumnya berjumlah ganjil yang terdiri dari tiga sampai tujuh orang.
Penari mengenakan pakaian adat berwarna cerah dengan nuansa merah dan kuning keemasan
lengkap dengan tutup kepala.
2. Tari Kecak
Sejarah

Di tahun 1930-an, seniman Bali bernama Wayan Limbak dan pelukis asal Jerman bernama
Walter Spies menciptakan tarian kecak. Tarian ini terinspirasi dari ritual tradisional yang
dilakukan masyarakat Bali yang kemudian diadaptasi dalam cerita Ramayana dalam
kepercayaan Hindu untuk dipertontonkan sebagai pertunjukkan seni saat turis datang ke Bali.
Tari kecak biasanya dilakukan oleh puluhan laki-laki bertelanjang dada dan mengenakan kain
kotak-kota di pinggang hingga atas dengkul.
Tari kecak pertama kali dipentaskan di beberapa desa saja salah satunya adalah Desa Bona,
Gianyar. Namun berkembang ke seluruh daerah di Bali dan selalu dihadirkan saat kegiatan-
kegiatan seperti festival yang dilaksanakan oleh pemerintah maupun swasta.

Gerakan dan Properti Tari Kecak


Gerak penari kecak tidak harus mengikuti pakem-pakem tari yang diiringi oleh gamelan.
Sehingga dalam tari kecak ini gerak tubuh penari lebih santai dan yang lebih diutamakan
adalah jalan cerita dan perpaduan suara.
Tarian kecak juga disebut dengan ritual sanghyang. Dalam tarian ini ada beberapa properti
yang terlihat yaitu bara api, bunga kamboja, gelang kerincing, selendang hitam putih, topeng
hingga tempat sesaji yang membuat tari kecak terkesan semakin sakral dan mistis.

Makna Pertunjukkan Tari Kecak


Ketika menonton tari kecak, pastikan kamu membaca skrip ringkas yang diberikan saat
membeli tiket agar memahami makna dari tarian kecak.
Tari kecak merupakan ritual shangyang atau tradisi menolak bala yang diselipkan kisah
Ramayana di dalamnya. Tari kecak menceritakan tentang pencarian Permaisuri Shinta, Raja
Rama dibantu oleh Hanoman. Hanoman lalu memporakporandakan tempat penyekapan
Permaisuri Shinta dengan membakarnya. Namun Hanoman justru terkepung oleh prajurit
Raja dan Rahwana dan hampir terbakar.
Pada awalnya Raja Rama mengalami kekalahan, tetapi tidak menyurutkan kesungguhan Raja
Rama menyelamatkan permaisurinya. Raja Rama berdoa dengan sungguh dan kemudian
berusaha kembali. Pada akhirnya Raja Rama dapat menyelamatkan Permaisurinya.
Sehingga makna nilai moral dalam tarian kecak ini ialah kasih yang tulus akan menang
dengan doa dan kesungguhan.
3. Tari Saman
Sejarah Tari Saman

Tidak diketahui secara pasti kapan tari Saman mulai muncul. Namun, tarian yang diciptakan
oleh Syekh Muhammad Saman ini, disinyalir sudah ada sejak tahun 1700-an atau berusia
lebih dari 300 tahun. Minat yang besar masyarakat Gayo terhadap permainan rakyat ini
menumbuhkan keinginan dari Syekh Saman untuk menyisipkan syair-syair sebagai pujian
kepada Allah SWT.
Tari Saman juga dikenal sebagai salah satu seni tari Islam. Pasalnya, tarian ini memiliki
unsur-unsur keislaman, sehingga jika unsur-unsur tersebut dipisahkan dari seninya, Saman
bukan lagi menjadi sebuah seni.
Di samping itu, tari Saman Aceh telah menjadi suatu warisan budaya yang hingga kini masih
hidup. Untuk itu, tari Saman kemudian mendapat pengakuan dari UNESCO pada 24
November 2011 sebagai warisan tak benda milik masyarakat Aceh.

Gerakan Tari Saman


Tari Saman memiliki beberapa unsur gerak, yaitu gerak tepukan tangan dan tepuk dada.
Gerakan ini berupa gerak guncang, kirep, linggang, dan surang-surang. Gerakan lain dari tari
ini berupa dua baris penari bernyanyi sambil bertepuk dan penari lainnya mengharmoniskan
gerakan.
Selain itu, ada juga gerakan tangan yang dominan. Terdapat berbagai macam gerakan tangan,
seperti cilok (gerakan ringan ujung jari), cerkop (kedua tangan berhimpit dan serah), dan
tepok (gerakan tepuk dalam berbagai posisi).

Makna Tari Saman


Sebagaimana kita tahu, tari Saman memiliki unsur-unsur atau nilai keislaman di dalamnya.
Pada awalnya, tarian ini merupakan bagian dari aktivitas sebuah aliran Tariqat atau Tarekat,
yang secara bahasa berarti “jalan”, kemudian dimaknai sebagai jalan menuju Tuhan, tasawuf,
dan ilmu batin.
Dalam setiap gerakan tari Saman memiliki makna serta filosofi yang mendalam. Mulanya,
Syekh Saman menciptakan gerak tari ini untuk sarana berzikir kepada Allah SWT. Hal ini
terlihat pada aturan gerak dan sikap badan yang menyertai gerak.
Tari Saman juga kerap digunakan untuk media penyampaian pesan (dakwah). Tarian ini
mencerminkan pendidikan, keagamaan, sopan santun, dan kepahlawanan. Hal ini bisa dilihat
dari lagu dan syair pada tari Saman yang mengandung nilai dakwah dan nasehat.
TUGAS KLIPING
GAMBAR TARI DAERAH

D
I
S
U
S
U
N
OLEH :

Nama : Deanti Esa Cempaka Putri

Kelas :V

Mapel : Tema 2

Guru Pembimbing : Meidiawati, S.Pd

SD NEGERI 15 PALEMBANG

TAHUN AJARAN 2022/2023

Anda mungkin juga menyukai