Anda di halaman 1dari 11

ILMU KALAM MODERN

(Pemikiran Muhammad Abduh dan Muhammad Iqbal)

Tugas untuk memenuhi mata kuliah Ilmu Kalam


Dosen Pengampu Abdulloh Hasan S.Pd.I.,M.S.I

Disusun Oleh:
Ramdlan Maulidi (214110302149)
Daffa Hanif Antoni (214110302142)
Layudzah Khoirul Kholifah (214110302077)
Putri Nurkhasanah (214110302073 )
Tiara Putri Noer Septi P (21411030201)7

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI Prof. K.H SAIFUDIN ZUHRI


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah Puji syukur kami curahkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas makalah Ilmu Kalam dengan Tema Ilmu Kalam Modern
(Pokok-pokok Pemikiran Kalam Muhammad Abduh/Muhammad Iqbal).

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari
bapak dosen yang mengampu mata kuliah Ilmu Kalam. Makalah ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan tentang Ilmu Kalam bagi para pembaca dan
bagi para penulis juga tentunya.

Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah


Ilmu Kalam yang telah memberikan tugas sehingga dapat menambah wawasan
dan pengetahuan sesuai dengan bidang yang kami tekuni.Kami juga mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Semoga makalah yang kami buat
dapat bermanfaat dan dapat digunakan sebaik mungkin demi kesempurnaan
makalah.

Purwokerto, 23 Oktober 2021


Penulis

Kelompok 5

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................1

DAFTAR ISI.......................................................................................................................2

BAB I
PENDAHULUAN..............................................................................................................3

1.1 Latar Belakang...................................................................................................3

1.2 Rumusuan Masalah............................................................................................4

BAB II
PEMBAHASAN.................................................................................................................5

2.1 Pengertian Kalam Modern.................................................................................5

2.2 Pemikiran Kalam Muhammad Abduh..............................................................6

2.3 Pemikiran Kalam Muhammad Iqbal...............................................................8

BAB III
KESIMPULAN...............................................................................................................10

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu ciri pemikiran teologi modern adalah rasional 1.Banyak tokoh Islam
yang mencoba melakukan pemikiran itu di antaranya adalah Muhammad
Abduh. Beliau adalah seorang tokoh salaf yang menghargai kekuatan akal dan
tetap memegang teks-teks agama, meskipun ia tidak menghambakan diri pada
teks-teks agama tersebut. Muhammad Abduh seorang Pemikir Pembaru Islam
yang sangat berpengaruh di dalam sejarah pemikiran Islam. Pemikirannya
membawa dampak yang signifikan dalam berbagai tatanan kehidupan
pemikiran masyarakat meliputi aspek penafsiran Al-Qur'an, pendidikan, social
masyarakat, politik, peradaban dan sebagainya. Pemikiran Abduh begitu
mendalam pengaruhnya bagi kehidupan umat Islam, baik di negeri
kelahirannya Mesir, maupun dunia Arab lainnya, bahkan sampai ke dunia
Islam luar Arab seperti Indonesia. Kelahiran gerakan pembaharuan, seperti
Muhammadiyah, Al-Irsyad dan Persaturan Islam tidak bisa dilepaskan dari
pengaruh pemikiran Muhammad Abduh. Bahkan pemikirannya tentang
modernisme begitu dikenal dan banyak menjadi rujukan bagi para pemikir
Barat. Paradigma yang mendasari proses pembaruan di dunia Islam terutama
didasarkan pada argumen bahwa prinsip dasar Islam mengandung benih-benih
agama rasional, kesadaran sosial dan moralitas yang bisa menjadi dasar
kehidupan modern. Rasionalitas juga dilihat mampu menciptakan sebuah elit
keagamaan yang bisa mengartikulasikan dan menafsirkan makna nilai-nilai
Islam yang sesungguhnya dan karenanya memberikan fondasi bagi lahirnya
masyarakat baru2.2 Muhammad Abduh : Konsep Rasionalisme Dalam Islam
(Nurlelah Abbas) 53

1
Pius A Partanto & M. Dahlan al-Barry, Kamus Ilmiyah Populer, (Surabaya : Arkola, 2001), h.653-
654.
2
, Surabaya : Lembaga Pengkajian Agama dan Masyarakat /LPAM, 2002, h. 41

3
Dalam melakukan reformasi pemikiran, Muhammad Abduh berusaha
menyeimbangkan antara kelompok yang berpegang teguh pada kejumudan
taqlid dan mereka yang berlebihan dalam mengikuti Barat baik itu pada
budaya dan disiplin ilmu yang mereka miliki. Sebagaimana yang diungkapan
oleh Muhammad Abduh dalam metode pembaharuannya: sesungguhnya aku
menyeru kepada kebebasan berfikir dari ikatan belenggu taqlid dan memahami
agama sebagaimana salaful ummat terdahulu. Yang dimaksud dengan salaful
umat di sini adalah kembali kepada sumber-sumber yang asli yaitu Al-Qur'an
dan Al-Hadits sebagaimana yang dipraktikkan oleh para salafus shaleh
terdahulu.

1.2 Rumusan Masalah


a. Bagaimana pengertian Ilmu kalam modern?
b. Bagaimana pemikiran kalam menurut Muhammad Abduh?
c. Bagaimana pemikiran kalam menurut Muhammad Iqbal?

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kalam Modern


Secara teologis Islam merupakan sistem nilai yang bersifat
ilahiyah, tetapi dari sudut sosiologis, ia merupakan fenomena peradaban,
kultural dan realitas sosial dalam kehidupan manusia.ia tidak dapat
menghindarkan diri dari kenyataan sosial lain, yaitu perubahan apalagi, di
lihat dari pandangan ajaran islam sendiri, perubahan adalah sunnatullah
yang merupakan salah satu sifat asasi manusia dan alam raya secara
keseluruhan.Pandangan umat islam terhadap modernitas barat dapat dibagi
menjadi 3 kelompok, yaitu modernis (ashraniyyun hadatsiyun),
tradisionalis atau salafi (salafiyyun) dan kaum elektis (tadzabdzub).Yang
pertama menganjurkan adopsi modernitas berat sebagai model yang tepat
bagi masa kini. Artinya sebagai model secara historis memaksakan dirinya
sebagai paradigma peradaban modern untuk masa kini dan masa depan.
Sikap kaum salafi sebaliknya berupaya mengembalikan kejayaan islam
masa lalu sebelum terjadinya penyimpangan dan kemunduran. Sedangkan
yang terakhir (kaum elektif) berupaya menghadapi unsur-unsur yang
terbaik,, baik yang terdapat dalam model barat modern maupun dalam
islam masa lalu , serta menyatukan diantara keduanya dalam bentuk yang
dianggap memenuhi kedua model tersebut.Era modern secara umum
dimulai ketika masyarakat Eropa menyadari tentang pentingnya kembali
berfikir filsafat. Para pemikir Eropa kembali bergelut dalam dunia ide yang
dikembangkan dalam tataran praktis menjadi gerakan penciptaan alat-ala
yang mampu memudahkan segala urusan manusia. Mereka menyebutnya
dengan „moda‟ atau modern‟. Era ini terjadi pada awal-awal abad ke-16,
yang dikenal dengan istilah ‘renaissance’. Sementara dalam islam, bermula
dari kesadaran umat Islam untuk bangkit dari ketepurukan pasca
keruntuhan Bani Abbasiyah. Periode modern ini terjadi sejak tahun 1800-
an hingga sekarang. Pada periode ini,

5
muncul banyak tokoh yang menyerukan ide-ide sekaligus gerakan
pembaharuan yang bermuatan visi peradaban islam. Mereka inimerupakan
para pendakwah rasional.Berbicara tentang corak pemikiran kalam
modern, tentu saja akan sangat bervariasi, sesuai dengan situasi dan
kondisi masyarakanya. Pada masyarakat yang maju, barangkali pemikiran
kalamnya cenderung ke arah rasional, yang mengharuskan segala sesuatu
dapat bersifat logis dan empiris. Pada masyarakat berkembang,
kemungkinan besar berada pada garis tengahnya. Sementara pada
masyarakat tertinggal, pemikiran kalam akan cenderung mengarah pada
konsep jabariyah yang pasrah pada segala sesuatu yang saat itu ada di
hadapannya3.
2.2 Pemikiran Kalam Modern Muhammad Abduh
Syekh Muhammad Abduh, nama lengkapnya adalah Muhammad
bin Abduh bin Hasan Khairullah. Dilahirkan di desa Mahallat Nashr di
kabupaten Buhairah, Mesir, pada tahun 1849 M. Bagi Abduh, di samping
mempunyai daya pikir, manusia juga mempunyai kebebasan memilih yang
merupakan sifat dasar alaminya. Jika sifat dasar ini dihilangkan dari
manusia maka dia bukan manusia lagi, melainkan makhluk lain. Manusia
dengan akalnya mempertimbangkan akibat perbuatan yang dilakukannya,
kemudian mengambil keputusan dengan kemauannya dan mewujudkan
perbuatannya dengan daya yang ada dalam dirinya4. Di zamannya hingga
wafat.Abduh adalah seorang tokoh salaf, yang banyak mencurahkan
perhatiannya pada teks agama (Al-Qur’an). Kendati demikian, ia sangat
menghargai peranan akal. Ia juga menguasai materi perbedaan yang terjadi
di antara kelompok teologi Islam.
Muhammad abduh berpendapat bahwa islam adalah agama tauhid,
memahami tauhid, tidak lepas dari penggunaan akal, di samping wahyu
jadi sandaran. Akal punya ruang gerak yang begitu lebar untuk
memahaminya

3
Faizal Amin, Ilmu Kalam Sebuah Tawaran Pergeseran Paradigma Pengkajian Teologi Islam
(Pontianak: STAIN Pontianak Press, 2012), hlm. 89-90
4
Elamansyah, Kuliah Ilmu Kalam Formula Meluruskan Keyakinan Umat di Era
Digital(Pontianak: IAIN Pontianak Press, 2017), hlm. 157-160.

6
secara hakiki, sesuai dengan hakikatnya5.8 Dalam hal memandang wahyu,
Muhammad Abduh sejalan dengan kaum Mu‟tazilah. Ia tidak sepakat
dengan pandangan teologi Maturidiyah Samarkan dan menurut
Muhammad Abduh, akal dapat mengetahui beberapa hal sebagai berikut :
Tuhan dan sifat-sifat-Nya. Keberadaan hidup di akhirat. Kebahagian jiwa
di akhirat bergantung pada upaya mengenal Tuhan dan berbuat baik,
sedangkan kesengsaraannya bergantung pada sikap tidak mengenal Tuhan
dan melakukan perbuatan jahat. Kewajiban manusia mengenal Tuhan.
Kewajiban manusia untuk berbuat baik dan menjauhi perbuatan jahat
untuk kebahagiaan di akhirat. Hukum-hukum mengenai kewajiban-
kewajiban itu. Dalam masalah wahyu, untuk menetap suatu keputusan
Muhammad Abduh dan Mu‟tazilah tidak memberikan peran yang mutlak,
tapi itu tidak berarti bahwa wahyu tidak diperlukan. Wahyu tetap
merupakan sandaran awal, di mana harus diinterprestasikan dengan akal
pikiran.Mengenal keadilan Tuhan, secara impilisit menggambarkan
keyakinan Muhammad Abduh akan adanya perbuatan-perbuatan wajib
bagi Tuhan.
Paham akan adanya kewajiban bagi Tuhan ini sejalan dengan
penadapatnya bahwa kehendak Tuhan tidak bersifat absolute. Teorinya
tentang sunah Allah (sunnatullah) mengandung arti bahwa Tuhan tidak
bertindak seperti raja, yang zalim, yang tidak tunduk kepada hukum, tetapi
Tuhan mengatur segalanya sesuai dengan hukum-Nya. Menurut Abduh
jalan yang dipakai untuk mengetahui Tuhan, bukanlah wahyu saja, tetapi
juga akal. Akal dengan kekuatan yang ada dalam dirinya berusaha
memperoleh pengetahuan tentang Tuhan dan wahyu. Untuk memperkuat
pengetahuan akal itu dan untuk menyampaikan kepada manusia apa yang
tidak diketahui akalnya. Inilah dasar sistem teologi Muhammad Abduh
yang juga diterapkan kepada aliran-aliran teologi Islam.Abduh menyebut
sifat- sifat Tuhan dalam Risalahnya. Mengenal masalah apakah sifat itu
termasuk esesnsi Tuhan atau yang lain? Ia menjelaskan bahwa hal itu
terlretak di luar

5
Prof. Dr. M. Yunan Yusuf, Alam Pikiran Islam Pemikiran Kalam (Jakarta: PRENADAMEDIA
GROUP, 2014), hlm. 195-243

7
kemampuan manusia utuk mengetahuinya. Walaupun demikian, Harun
Nasution melihat Abduh cenderung pada pendapat bahwa sifat Tuhan itu
termasuk esensi Tuhan, meski Abduh sendiri tidak tegas
mengatakannya.Dengan demikian, jelaslah bahwa Muhammad Abduh
cenderung pada corak teolpgi Mu‟tazilah, di mana peranan akal sangat
dominan dalam menetapkan suatu teori keputusan-keputusan teologisnya.
Hal ini tidak mengherankan, karena pada era modern, peranan akal sangat
kuat dalam teori-teori ilmu pengetahuan. Kondisi ini disebabkan oleh
kuatnya pengaruh filsafat dalam kehidupan modern pasca kebangkitan
filsafat Yunani di menurut Muhammad Abduh, akal dapat mengetahui
beberapa hal sebagai berikut : Tuhan dan sifat-sifat-Nya. Keberadaan
hidup di akhirat. Kebahagian jiwa di akhirat bergantung pada upaya
mengenal Tuhan dan berbuat baik, sedangkan kesengsaraannya bergantung
pada sikap tidak mengenal Tuhan dan melakukan perbuatan jahat.
Kewajiban manusia mengenal Tuhan. Kewajiban manusia untuk berbuat
baik dan menjauhi perbuatan jahat untuk kebahagiaan di akhirat. Hukum-
hukum mengenai kewajiban-kewajiban itu.23Dengan memperhatikan
pandangan Muhammad Abduh tentang peranan akal di atas, dapat pula
diketahui bagaimana fungsi wahyu baginya. Akal dan wahyu menurut
Abduh, mempunyai fungsi sebagai berikut: Wahyu memberi keyakinan
kepada manusia bahwa jiwanya akan terus ada setelah tubuh mati. Wahyu
menolong akal untuk mengetahui akhirat dan keadaan hidup manusia di
sana. Wahyu menolong akal dalam mengatur masyarakat atas dasar
prinsip- prinsip umum yang dibawanya sebagai sumber ketenteraman
hidup dalam masyarakat. Wahyu menolong akal agar dapat mengetahui
cara beribadah, dan berterimakasih pada Allah. Wahyu mempunyai fungsi
konfirmasi untuk menggunakan pendapat akal melalui sifat kesucian dan
kemutlakan yang terdapat dalam wahyu yang bisa memberi manfaat bagi
manusia 27

2.3 Pemikiran kalam modern menurut Muhammad Iqbal

8
Muhammad Iqbal adalah tokoh penyair, filosof dan pembaharu
pemikiran dalam Islam. Lahir di Sialkot, Punjab, India, pada tanggal 22
Pebruari 1873 M. Ia berasal dari keluaraa kasta Brahmana Khamsir,
ayahnya bernama Nur Muhammad yang terkenaal shaleh dan sufi,
sehingga mendorong Iqbal kecil untuk menghafal Al-
Qur‟an .Dibandingkan sebagai teolog, Muhammad Iqbal sesungguhnya
lebih dikenal sebagai seorang filosof eksistensialis(Gerakan filosofis yang
menganut paham bahwa tiap orangharus menciptakan maknadi alam
semesta yang tak jelas,kacau,dan tampak hampa ini). Oleh karena itu,
kesulitan untuk menemukan pandangan-pandangannya mengenai wacana-
wacana kalam klasik, seperti fungsi akal dan wahyu, perbuatan tuhan,
perbuatan manusia, dan kewajiban- kewajiban tuhan. Itu bukan berarti ia
tidak sama sekali menyinggung ilmu kalam. Sebagaimana akan terlihat
nanti sering menyinggung beberapa aliran kalam yang pernah muncul
dalam sejarah silam.Selain seorang filosof ia juga seorang sastrawan yang
dengan sentuhan syairnya mampu membangkitkan umat Islam. Pemikiran
teologinya yaitu mengkritik tiga dalil kosmologis, ideologis, dan ontologis.
Muhammad Iqbal dengan pemikiran Asrori Khadi-nya, hendak
membangun pribadi manusia yang kreatif, dinamis dan produktif. Dengan
demikian, dapat dikategorikan bahwa pemikiran kalam Muhammad Abduh
pendahulunya. Intinya hanya satu, yaitu pemabaharuan pemikiran Islam ke
arah modern dalam berbagai segi kehidupan. Karenanya, ia menolak
berpasrah pada nasib yang dialami dengan tanpa bergerak untuk berbuat
yang lebih baik. Takdir Tuhan dan kehendak mutlak-Nya, harus ditentukan
dengan perbuatan manusia, sehingga Tuhan akan mengamininya.
Pemikiran semacam ini sangatlah Qadari dan jauh dari Jabari yang
dikembangkan pada pemikiran kalam awal Islam.

9
BAB 3
KESIMPULAN

lmu kalam merupakan ilmu yang mempelajari tentang ketuhanan


dari segala sesuatu yang berhubungan dengan-Nya yang dapat
memperkuat keyakinan terhadap-Nya dan mampu memberikan hujjah
dan argumentasi.Ilmu kalam klasik adalah teologi islam yang lebih
cenderung kepada pembahasan tentang teosentris atau ketuhanan yang
menjadi pokok pembahasannya.Ilmu kalam modern secara teologis
islam merupakan sistem nilai yang bersifat ilahiyah, tetapi dari sudut
sosiologis, ia merupakan fenomena peradaban, kultural, dan realitas
sosial dalam kehidupan manusia.
Kalam merupakan kajian dari berbagai rumpun ilmu-ilmu
keIslaman. Kalam sebagai ilmu harus dibebaskan dari sejarah konflik
yang mencekam peradaban. Dahulu cerita kalam masih mengabadikan
sejarah konfliktual. Saat ini kalam harus jauh dikembangkan untuk
merespon masalah-masalah baru di zaman modern. Polemik identitas antar
golongan dalam catatan sejarah kalam jangan menjadi warisan turun
temurun. Kajian kalam sebagai basis ilmu katauhidan harus menjadi
sarana perbaikan dalam peradaban duniawi saat-saat ini. kalam
haruslah kajian ketuhanan yang membebaskan. Untuk itu, kalam harus
berdialog secara terbuka dan kritis tehadap ilmu-ilmu modern.
Hubungan kalam dengan kajian-kajian baru sifatnya haruslah
inetgratif-interkonektif. Selama ini kalam sifatnya hanya mondisiplin,
dan kini kalam harus bergerak pada kajian yang interdisipliner dengan
merespon berbagai perkembangan baru.

10

Anda mungkin juga menyukai