Anda di halaman 1dari 21

Aliran ilmu kalam modern (muhammad abduh dan muhammad iqbal)

MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah ilmu kalam Semester I
DOSEN PENGAMPUH :
Naberi S,Ag,M,H
NIDN.2104057301

DISUSUN OLEH :
Ropiko (23.11.34.0110.0066)
Rendi Aldi Andi (23.11.34.0110.0065
Rudi(23.11.34.0101.0478
Al Farizi(23.11.34.0101.0458
Ahmad Fahri

JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MEMPAWAH (STAIM)
TAHUN AKADEMIK 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah Swt. Yang telah
memberikan banyak nikmatnya kepada kami. Sehingga kami mampu menyelesaikan
Tugas kelompok ini sesuai dengan waktu yang di rencanakan. Tugas ini kami buat
dalam rangka memenuhi salah satu syarat penilaian mata kuliah ilmu kalam. agar
Tugas yang kami susun dapat memberikan informasi yang akurat. Penyampaian
pembandingan materi dari referensi yang satu dengan yang lainnya akan menyatu
dalam satu Tugas kami. Kami sebagai penyusun pastinya tidak pernah lepas dari
kesalahan. Begitu pula dalam penyusunan Tugas ini, yang mempunyai banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kami mohon maaf atas segala kekurangannya.
Kami ucapkan terima kasih kepada dosen sebagai pengajar yang telah
membimbing kami dalam penyusunan makalah ini.tidak lupa pula kepada rekan –
rekan yang telah ikut berpartisipasi. Sehingga makalah ini selesai tepat pada
waktunya.

Mempawah 18 november 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………….ii
DAFTAR ISI.………………………………………………………………………..iii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………1
A. Latar Belakang……………………………………............…………………...1
B. Rumusan Masalah……………………………………………………………..2
C. Tujuan Masalah……………………………………………………………….2
D. Manfaat………………….…………………………………….………………2
BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………..3
A. Syekh Muhammad abduh…………………..………………………………... 3
B. Ahmad khan…………………………………………………..………………9
C. Muhammad Iqbal…………………………………………...………………..11
BAB III PENUTUP...……………………………………………………………….16
A. Kesimpulan…………………………………………………………………..16
B. Saran…………………………………………………………………………16
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………….17

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam Islamic Studies atau Dirasat Islamiyah, ilmu kalam (`ilm al-kalâm)
termasuk kajian yang pokok dan sentral. Ilmu ini termasuk rumpun ilmu ushuluddin
(dasar-dasar atau sumber-sumber pokok agama). Begitu sentralnya kedudukan ilmu
kalam dalam Dirasat Islamiyah sehingga ia menawari, mengarahkan sampai batas-
batas tertentu "mendominasi" arah, corak, muatan materi dan metodologi kajian-
kajian keislaman yang lain, seperti fikih, (al-ahwal al-syakhsyiyah, perbandingan
mazdhab, jinayah-siyasah), ushul fiqh, filsafah (Islam), ulum al-tafsir, ulum al-hadist,
teori dan praktik dakwah dan pendidikan Islam, bahkan sampai merembet pada
persoalan-persoalan yang terkait dengan pemikiran ekonomi dan politik Islam.
Sering kali dijumpai bahwa umat Islam, baik sebagai individu dan lebih-lebih
sebagai kelompok, mengalami kesulitan keagamaan -untuk tidak mengatakan tidak
siap-ketika harus berhadapan dengan arus dan gelombang budaya baru ini. Bangunan
keilmuan kalam klasik rupanya tidak cukup kokoh menyediakan seperangkat teori
dan metodologi yang banyak menjelaskan bagaiamana seorang agamawan yang baik
harus berhadapan, bergaul, bersentuhan, berhubungan dengan penganut agama-agama
yang lain dalam alam praksis sosial, budaya, ekonomi, dan politik.

1
B. Rumusan Masalah

1. Siapa saja tokoh pemikir ilmu kalam modern?


2. Bagaimanakah pemikiran-pemikiran para tokoh ilmu kalam modern?

C. tujuan
untuk melahirkan sikap yang toleran dan demokratis. Ilmu kalam itu posisinya
fundamental. Diantara ilmu-ilmu keislaman yang lain ini ilmu yang banyak bicara
seputar Tuhan. Bahkan perspektif ketuhanan juga beragam.

D. manfaat
memperkuat keimanan ataupun keyakinan terhadap Allah SWT melalui nalar atau
akal.
keimanan akan jauh lebih kuat karena kebenarannya tidak hanya diperoleh secara
filosofis tetapi juga secara logisataurasional.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Syekh Muhammad Abduh


1. Riwayat Singkat Muhammad Abduh
Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Abduh bin Hasan Khairullah, Ia
lahir di desa Mahallat Nashr Kabupaten Al-Buhairah, mesir pada tahun 1849 M. Ia
Bukan berasal dari keturunan orang kaya atau keturunan Bangsawan. Namun ayah di
kenal sebagai orang terhormat yang suka memberi pertolongan.
Kekerasan yang di terapkan oleh penguasa-penguasa Muhammad Ali dalam
memungut pajak menyebabkan penduduk berpindah-pindah tempat untuk
menghindari nya, Abduh lahir pada kondisi yang penuh deanga kecemasan ini
Pada mulanya abduh di kirim ayahnya ke masjid Al-Ahmadi, tetapi
belakangan tempat ini menjadi pusat kebudayaan selain Al-Azhar. Namun sisitem di
sana sangat menjengkelkan sehingga setelah dua tahun dia di sana, ia memutuskan
untuk kembali ke desanya dan bertani seperti saudaranya. Ketika kembali kedesa, ia
di kawinkan, pada sa’at itu ia berumur 16 Tahun. Semula ia bersikeras untuk tidak
melanjutkan studi nya, tetapi ia kembali belajar atas dorongan paman, Syekh
Darwish, yang banyak mempengaruhi kehidupan Abduh sebelum bertemu dengan
Jamaluddin Al-Afgani, atas jasa nya itu Abduh berkata “ia telah membebaskan aku
dari penjara kebodohan dan membimbingku menuju ilmu pengetahuan ”
Abduh melanjutkan studi ke Al -Azhar pada bulan Februari 1866, pada tahun
1871 Jamaluddin Al-Afgani tiba di mesir. Ketika itu abduh masih menjadi mahasiswa
al-azhar menyambut kedatangan nya. Ia selalu menghadiri pertemuan-pertemuan
ilmiahnya dan ia pun menjadi murid kesayangan Al-afgani. Al-afgani pulalah yang
mendorong abduh menulis dalam bidang social dan politik. Artikel-artikel
pembaharuan nya banyak di muat pada surat kabar Al-Ahram di Kairo.

3
Setelah menyelesaikan Studinya di Al-Azhar pada tahun 1877 dengan gelar
Alim, abduh mulai mengajar di Al-Azhar. Di Dar-ulum dan di rumahnya sendiri.
Ketika al-afgani di usir dari Mesir pada tahun 1879 karena di tuduh mengadakan
gerakan perlawanan terhadap Khedewi Taufiq, abduh juga di tuduh di dalamnya, ia di
buang keluar kota Kairo. Namun, pada tahun 1880, ia di perbolehkan kembali
keibukota, kemudian di angkat menjadi redaktur surat kabar resmi pemerintah mesir,
Al-Waqa’i al-mishriyyah.
Pada waktu itu kesadaran Nasional Mesir mulai tampak dan di bawah
pimpinan abduh, surat kabar resmi itu memuat artikel-artikel tentang urgenitas
nasional mesir, di samping berita-berita resmi.
Setelah revolusi Urabi 1882 (yang berakhir dengan kegagalan) abduh ketika
itu masih memimpin surat kabar Al-Waqa’i, ia di tuduh terlibat dalam revolusi besar
tersebut sehingga pemerintah Mesir memutuskan untuk mengasingkannya selama 3
tahun dengan memberi hak kepadanya untuk memilih tempat untuk pengasingannya.
Dan ia memilih Suriah. Ia menetap selama setahun. Kemudian ia menyusun gurunya
Al-afgani yang ketika itu berada di Paris. Di sana mereka menerbitkan surat kabar Al-
Urwah Al-Wutsqa, yang bertujuan mendirikan pan-islam menentang penjajah barat,
khususnya Inggris.
Tahun 1885 abduh di utus oleh surat kabar tersebut ke inggris untuk
menemui tokoh-tokoh negara itu yang bersimpati kepada rakyat Mesir
Tahun 1899. abduh di angkat menjadi Mufti Mesir, kedudukan besar itu ia
pegang sampai ia meninggal dunia Tahun 1905

2. Pemikiran-pemikiran Kalam Muhammad Abduh

a. Kedudukan Akal dan Fungsi Wahyu


Ada dua persoalan pokok yang menjadi fokus utama pemikiran Abduh,
sebagaimana diakuinya sendiri, yaitu:

4
Membebaskan akal pemikiran dari belenggu-belenggu taqlid yang menghambat
perkembangan pengetahuan agama sebagai mana haknya salaf al-ummah (ulama
sebelum abad ke-3 Hijriah), sebelum timbulnya perpecahan yakni memahami
langsung dari sumber pokoknya, Al-Qur’an.

1) Memperbaiki gaya bahasa Arab, baik yang digunakan dalam percakapan


resmi di kantor-kantor pemerintahan maupun dalam tulisan-tulisan media
massa.
Dua persoalan pokok itu muncul ketika ia meratapi perkembangan ummat
Islam pada masanya. Sebagaimana dijelaskan Sayyid Qutub, kondisi ummat Islam
saat ini dapat digambarkan sebagian “suatu masyarakat yang beku, kaku, menutup
rapat-rapt pintu ijtihad, mengabaikan peranan akal dalam memahami syari’at Allah
atau meng-istibnat-kan hukum-hukum, karena mereka telah merasa cukup dengan
hasil karya pendahulunya yang juga hidup dalam masa kebekuan akal (jumud) serta
yang berdasarkan khurafat-khurafat.
Atas dasar kedua fokus pikiran nya itu, Muhammad Abduh memberikan
peranan yang diberikan olehnya sehingga Harun Nasution menyimpulkan bahwa
Muhammad Abduh memberi kekuatan yang lebih tinggi kepada akal
daripada Mu’tazilah. Menurut Abduh akal dapat mengetahui hal-hal berikut ini:
a) Tuhan dan sifat-sifatnya
b) Keberadaan hidup diakhirat
c) Kebahagiaan jiwa diakhirat bergantung pada upaya mengenal tuhan
danberbuat baik, sedangkan kesengsaraanya bergantung pada sikap
tidak mengenal Tuhan dan melakukan perbuatan jahat
d) Kewajiban manusia mengenal tuhan
e) Kewajiban manusia untuk berbuat baik dan menjauhi perbuatan jahat
untuk kebahagiaan diakhirat
f) hukum-hukum mengenai kewajiban itu.

5
Dengan memperhatikan perbandingan Muhammad Abduh tentang peranan
akal diatas, dapat diketahui pula bagaimana fungsi wahyu baginya adalah sebagai
penolong (al-mu’min). kata ini pergunakan untuk menjelaskan fungsi wahyu bagi
akal manusia.
Wahyu, katanya, menolong akal untuk mengetahui sifat dan keadaan
kehidupan alam akhirat. Mengatur kehidupan masyarakat atas dasar prinsip-prinsip
umum yang dibawanya. Menyempurnakan akal tentang tuhan dan sifat-sifatnya. Dan
mengetahui cara beribadah serta berterima kasih pada Tuhan. dengan demikian,
wahyu bagi Abduh berfungsi sebagai konfirmasi, yaitu untuk menguatkan dan
menyempurnakan pengetahuan akal dan informasi.
Lebih jauh Abduh memandang bahwa menggunakan akal merupakan salah
satu dasar Islam. Iman seseorang tidak sempurna kalau tidak didasarkan pada akal.
Islam, kata nya, adalah agama yang pertama kali mengikat persaudaraan antara akal
dan agama. Menurutnya, kepercayaan kepada eksistensi Tuhan juga berdasarkan akal,
wahyu yang dibawa nabi tidak mungkin bertententangan dengan akal. Kalau ternyata
keduanya terdapat pertentangan, menurutnya, terdapat penyimpangan dalam tataran
interpretasi sehingga diperlukan interpretasi lain yang mendorong pada penyesuaian.

Bagi Abduh, disamping mempunyai daya pikir, manusia juga mempunyai


kebebasan memilih, yang merupakan sifat dasar alami yang ada dalam diri manusia.
Kalau sifat dasar ini dihilangkan dari dirinya, ia bukan manusia lagi, tetapi mahluk
lain. Manusia dengan akalnya mampu mempertimbangkan akibat perbuatan yang
dilakukannya. Kemudian mengambil keputusan dengan kemauannya sendiri, dan
selanjutnya mengwujudkan perbuatannya itu dengan daya yang ada dalam dirinya.

6
Karena manusia menurut hukum alam dan sunnatullah mempunyai kebebasan
dalam menentukan kemauan dan daya untuk mewujudkan kemauan, faham perbuatan
yang dipaksakan manusia atau Jabariyah tidak sejalan dengan pandangan hidup
Muhammad Abduh. Manusia, menurutnya, mempunyai kemampuan berpikir dan
kebebasan dalam memilih, namun tidak memiliki kebebasan absolut. Ia menyebut
orang yang mengatakan manusia mempunyai kebesan mutlak sebagai orang yang
angkuh.

c. Sifat-Sifat Tuhan
Dalam Risalah, ia menyebut sifat-sifat Tuhan. Adapun mengenai sifat itu
termasuk asensi Tuhan atau yang lain? Ia menjelaskan bahwa hal itu terletak di luar
kemampuan menusia. sungguhpun demikian, Harun Nasution melihat bahwa Abduh
cenderung kepada pendapat bahwa sifat termasuk asensi Tuhan walaupun tidak
secara tegas mengatakannya.

d. Kehendak Mutlak Tuhan


Karena yakin akan kebebasan dan kemampuan manusia, Abduh melihat
bahwa Tuhan tidak bersifat mutlak. Tuhan telah membatasi kehendak mutlak-Nya
dengan memberi kebebasan dan kesanggupan kepada manusia dalam mengwujudkan
perbuatan -perbuatannya. Kehendak mutlak Tuhan pun dibatasi
oleh Sunnatullah yang telah ditetapkannya. Didalamnya terkandung arti bahwa
Tuhan dengan kemauan-Nya sendiri telah membatasi kehendak-Nya
dengan Sunnatullah Sunnatullah yang diciptakan-Nya untuk mengatur alam ini.

e. Keadilan Tuhan
Karena memberi daya besar kepada akal dan kebebasan manusia, Abduh
mempunyai kecenderungan untuk memahami dan meninjau alam ini bukan hanya
dari segi kehendak mutlak tuhan, tetapi juga dari segi pandangan dan kepentingan
manusia. Ia berpendapat bahwa alam ini diciptakan untuk kepentingan manusia dan

7
tidak satupun ciptaan Tuhan yang tidak membawa mamfaat bagi manusia. Adapum
masalah keadilan Tuhan, ia memandangnya bukan hanya dari segi kemaha
sempurnaan-Nya, tapi juga dari pemikiran rasional manusia. Sifat ketidak adilan tidak
dapat diberikan kepada Tuhan karena ketidak adilan tidak sejalan dengan
kesempurnaan aturan alam semesta.

f. Antrofomorfisme
Karena Tuhan termasuk kedalam alam rohani, rasio tidak dapat menerima
faham bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat Jasmani. Abduh, yang memberi kekuatan
besar pada akal, berpendapat bahwa tidak mungkin asensi dan sifat-sifat Tuhan
mengambil bentuk tubuh atau roh mahluk dialam ini. Kata-kata wajah, tangan,
duduk sebaginya mesti difahami sesuai dengan pengertian yang diberikan orang arab
kepadanya. Dengan demikian, katanya, kata al-arsy dalam Al-Qur’an bearti kerajaan
atau kekuasaan, kata al-kursy bearti pengetahuan.

g. Melihat Tuhan
Muhammad Abduh tidak menjelaskan pendapatnya apakah Tuhan yang
bersifat rohan itu dapat dilihat oleh manusia dengan mata kepalanya dihari
perhitungan kelak? Ia hanya menyebutkan bahwa orang yang percaya
pada tanzih (keyakinan bahwa tidak ada suatupun dari mahluk yang menyerupai
tuhan) sepakat mengatakan bahwa Tuhan tak dapat digambarkan ataupun dijelaskan
dengan kata-kata. Kesanggupan melihat Tuhan dianugerahkan hanya kepada orang-
orang tertentu diakhirat.

h. Perbuatan Tuhan
Karena pendapat ada perbuatan tuhan yang wajib, Abduh sefaham
dengan Mu’tazilah dalam mengatakan bahwa wajib bagi tuhan untuk berbuat apa
yang terbaik buat manusia

8
B. Ahmad Khan
1. Riwayat singkat Ahmad Khan
Sayyid Ahmad Khan berasal dari keturunan Husein, cucu Nabi Muhammad
SAW melalui Fatimah dan Ali dan dia dilahirkan di Delhi pada tahun 1817 M. Nenek
dari Syyaid Ahmad Khan adalah Syyid Hadi yang menjadi pembesar istana pada
zaman Alamaghir II ( 1754-1759 ) dan dia sejak kecil mengenyam pendidikan
tradisional dalam wilayah pengetahuan Agama dan belajar bahasa Arab dan juga pula
belajar bahasa Persia. Ia adalah sosok orang yang gemar membaca buku dalam
berbagai bidang ilmu pengetahuan dan dia ketika berumur belasan tahun dia bekerja
pada serikat India Timur. Bekerja pula sebagai Hakim, tetapi pada tahun 1846 ia
kembali pulang ke kota kelahirannya Delhi. Di kota inilah dia gunakan waktunya dan
kesempatannya untuk menimba ilmu serta bergaul dengan tokoh – tokoh , pemuka
Agama dan sekaligus mempelajari serta melihat peninggalan – peninggalan kejayaan
Islam, seperti Nawab Ahmad Baksh, Nawab Mustafa Khan,Hakim Mahmud Khan,
dan Nawab Aminuddin.
Selama di Delhi Sayyid Ahmad Khan memulai untuk mengarang yang mana
karyanya yang pertama adalah Asar As – Sanadid. Dan pada tahun 1855 dia pindah
( hijrah ) ke Bijnore, di tempat ini pula dia tetap mengarang buku – buku penting
mengenai Islam di India. Pada tahun 1857 terjadi pemberontakan dan kekacauan di
akibatkan politik di Delhi yang menyebabkan timbulnya kekerasan ( Anarkis )
terhadap penduduk India. Ketika dia melihat keadaan masyarakat India kususnya
Delhi, ia berfikir untuk meninggalkan India menuju Mesir, tetapi dia sadar dan
terketuk hatinya harus memperjuangkan umat Islam India agar menjadi maju maka ia
berusaha mencegah terjadinya kekerasan dan konflik, serta mejadi penolong orang

9
Inggris dari pembunuhan, hingga di beri gelar Sir, tetapi ia menolaknya atas gelar
yang di berikan tersebut. Pada tahun 1861 ia mendirikan sekolah Inggris di
Muradabad, dan pada tahun 1878 ia juga mendirikan sekolah Mohammedan Angio
Oriental College ( MAOC ) di Aligarh yamg merupakan karya yamg paling
bersejarah dan berpengaruh untuk memajukan perkembangan dan kemajuan Islam di
India.
2. Pemikiran Kalam Sayyid Khan
Sayyid Ahmad Khan mempunyai kesamaan pemikian dengan M.abduh di
Mesir, hal ini dapt terlihat dari ide-ide yang di kemukakannya, terutama tentang akal
yang mendapat penghargaan tinggi dalam pandangan nya. Meskipun demikian
sebagai penganut ajaran islam yang ta’at dan percaya akan wahyu, ia berpendapat
bahwa akal bukanlah segala-galanya dan kekuatan akal pun terbatas.
Khan juga mepunyai faham yang sama dengan faham qadariyah, menurutnya
manusia telah di anugrahi tuhan dengan berbagai macam daya, di antaranya adalah
daya berfikir berupa akal, dan daya fisik untuk merealisasikan kehendaknya . karena
kuat nya kepercayaan terhadap hukum alam dan kerasnya mempertahankan konsep
hukum alam, ia di anggap kafir oleh sebahagian ummat Islam. Bahkan, ketika datang
ke India pada tahun 1869, Jamaluddin Al-Afghani menerima keluhan itu. Sebagai
tanggapan atas tuduhan tersebut, Jamaluddin mengarang sebuah buku yang berjudul
Ar-Radd Ad-Dahriyah.
Khan menentang keras faham Taklid. Khan berpendapat bahwa ummat Islam
India mundur karena mereka tidak mengikuti perkembangan zaman. Gaung
peradaban Islam klasik masih melenakan mereka sehingga tidak menyadari bahwa
peradaban baru telah timbul di Barat, peradaban baru ini timbul dengan berdasar pada
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, dan inilah penyebab utama bagi kemajuan dan
kekuatan orang barat.
Selanjutnya, khan mengemukakan bahwa Tuhan telah menetukan tabi’at atau
Nature (Sunnatullah) bagi setiap makhluk nya yang tetap dan tidak pernah berubah.
Menurutnya Islam adalah agama yang paling sesuai dengan hukum alam, karena

10
hukum alam adalah ciptaan Tuhan dan Al-Qur’an adalah firman nya maka sudah
tentu keduanya seiring sejalan dan tidak ada pertentangan.
Ia pun menolak semua yang bertentangan dengan logika dan hukum alam. Ia
hanya mau mengambil al-qur’an sebagai pedoman bagi ummat Islam, sedangkan
yang lain hanya bersifat membantu dan kurang begitu penting. Adapun alasan nya
penolakannya adalah karena hadis berisi moralitas sosial dari masyarakat Islam pada
abad pertama dan kedua sewaktu hadis itu di kumpulkan, sedangkan hukum Fiqih,
menurutnya, berisi moralitas masyarakat berikutnya sampai saat timbulnya mazhab-
mazhab.
Sebagai konsekuensi dari penolakan terhadap taklid, khan memandang perlu
di adakkan ijtihad –ijtihad baru untuk menyesuikan pelaksanaan ajaran-ajaran islam
dengan situasi dan kondisi masyarakat yang senantiasa mengalami perubahan.

C. Muhammad Iqbal
1. Riwayat Hidup Muhammad Iqbal
Muhammad iqbal di lahirkan di Sialkot pada tahun 1873. ia berasal dari
keluarga Kasta Brahmana Khasmir. Ayah nya adalah Nur Muhammad yang terkenal
Sholeh. Guru pertama nya adalah ayahnya. Kemudian di masukkan kedalam sebuah
Maktab untuk mempelajari Al-Qur’an, dan setelah itu ia di masukkan Scottish
Mission School, di bawah bimbingan Mir Hasan, ia di beri pelajaran agama, bahasa
Arab dan Persia. Setelah ia menyelesaikan sekolahnya, ia pergi ke Lahore, sebuah
kota besar di India untuk melanjutkan belajarnya di Government College. Di sini ia
bertemu dengan Thomas Arnord, se orang Orietalis yang menjadi guru besar dalam
bidang filsafat pada universitas tersebut.
Pada tahun 1905 setelah mendapatkan gelar M.A. di Government College,
Iqbal pergi ke Inggris untuk belajar filsafat pada Universitas Cambridge. Dua tahun
kemudian ia pindah ke Munich, Jerman. Di universitas ini ia mendapat gelar Ph.D.
dalam tasawuf dengan desertasi yang berjudul The Development Of Metaphysies In
Persia (perkembangan metafisika di persia).

11
Iqbal tinggal di Eropa kurang lebih tiga tahun, sekembalinya dari Munich. Ia
menjadi Advokat dan dosen.buku yang The Reconstruction of Religious Thought in
Islam adalah kumpulan dari ceramah –ceramahnya sejak tahun 1982 dan merupakan
karyanya yang terbesar dalam bidang Filsafat.
Pada tahun 1930, Iqbal memasuki bidang politik dan menjadi Konferensi
Tahunan liga Muslim di Allahabad, dan pada tahun 1932, ia ikut dalam koferensi
meja bundar di London yang membahas konstitusi baru bagi India. Pada bulan
Okteber tahun 1933, ia di undang ke Afganistan untuk membicarakan Universitas
Kabul. Pada tahun 1935, ia jatuh sakit dan bertambah parah setelah istrinya
meninggal dunia. Dan pada tahun itu ia meninggal pada tanggal 20 April 1935.

2. Pemikiran Kalam Muhammad Iqbal


Sebagai seorang pembaharu, Iqbal menyadari perlunya melakukan
pembaharuan dalam dunia Islam hal ini di sebabkan kebekuan ummat Islam dalam
pemikiran dan di tutupnya pintu Ijtihad. Mereka seperti kaum konservatif, menolak
kebiasaan berfikir Rasional kaum Mu’tazilah karena hal tersebut membawa
Disisntegrasi ummat Islam dan membahayakan kestabilan politik mereka.
Hal ini yang di anggap sebagai penyimpangan dari semangat Islam, semangat
dinamis dan kreatif. Islam tidak statis tetapi dapat di sesuaikan dengan perkembangan
zaman. Pintu ijtihad tidak pernah tertutup karena ijtihad merupakan ciri dari dinamika
yang harus di kembangkan dalam Islam. Lebih jauh ia menegaskan bahwa syari’at
pada prinsipnya tidak statis, tetapi merupakan alat untuk merespon individu dan
masyarakat, karena Islam selalu mendorong terwujudnya perkembangan
Besar nya penghargaan Iqbal terhadap gerak dan perubahan ini membawa
pemahaman yang di namis tentang Al-Qur’an dan hukum Islam. Tujuan di turunkan
Al-Qur’an, menurutnya adalah membangkitkan kesadaran manusia sehingga mampu
menerjemahkan dan memjabarkan nas-nas Al-qur’an yang bersifat global dalam
realita kehidupan dengan kemampuan nalar manusia dan dinamika masyarakat yang

12
selalu berubah inilah yang dalam rumusan Fiqh di sebut dengan ijtihad yang oleh
iqbal di sebut sebagai prinsip gerak dalam struktur islam.

Oleh karena itu, untuk mengembalikan semangat dinamika Islam, Ijtihad


harus di jadikan ijtihad kolektif. Menurut iqbal, peralihan kekuasaan ijtihad individu
yang mewakili mazhab tertentu kepada lembaga legeslatif Islam adalah salah satu
cara paling tepat untuk menggerakkan spirit dalam sisitem hukum islam yang selama
ini hilang dari ummat islam dan menyeru kapada kaum muslimin dan
mengembangkanya lebih lanjut.

a. Hakikat Teologi
Secara umum iqbal melihat teologi sebagai ilmu yang berdimensi ke imanan,
mendasarkan pada esensi Tauhid. Di dalamnya terdapat jiwa yang bergerak berupa
“persamaan, kesetiakawanan dan kebebas merdekaan” pandangan tentang ontologi
teologi membuatnya berhasil melihat anomali (penyimpangan) yang melekat pada
literatur ilmu kalam kalsik.

b. Pembuktian Tentang Tuhan


Dalam membukitikan eksitensi tuhan, iqbal menolak argumen kosmologi maupun
ontologis dan ia juga menolak argumen teleologis yang berusaha membuktikan
eksitensi tuhan yang mengatur ciptaannya dari sebelah luar. Walaupun demikian ia
menerima landasan teologis yang imanen (tetap ada). Untuk menompang hal itu,
iqbal menolak pandangan yang statis tentang Matter serta menerima pandangan
Whitehead tentangnya sebagai struktur kejadian dalam aliran dinamis yang tak
berhenti. Karakter nyata konsep tersebut di temukan iqbal dalam jangka waktu murni
nya bergson, yang tidak terjangkau oleh serial waktu. Dalam jangka waktu murni, ada
perubahan, tetapi tidak ada suksesi (penggantian) kesatuannya seperti kuman yang

13
didalamnya terdapat pengalaman- pengalaman nenek monyang individu, bukan
sebagai kumpulan, tetapi sebagai sesuatu kesatuan yang di didalam nya mendorong
setiap pengalaman untuk menyerap keseluruhannya. Dan dari individu “jangka waktu
murni” ini kemudian di transfer ke alam semesta dan membenarkan ego mutlak.
Gagasan inilah yang di bicarakan iqbal ke dalam al-qur’an. Jadi, iqbal telah
menafsirkan tuhan yang imanen bagi alam.

c. Jati Diri Manusia


Faham dinamisme iqbal berpengaruh besar terhadap jati diri manusia.
Penelusuran terhadap pendapat nya tentang persoalan ini dapat di lihat dari konsep
Ego, Ide Sentral dalam pemikiran filosofisnya. Kata itu di artikan dengan
kepribadian. Manusia hidup untuk mengetahui kepribadiannya serta menguatkan dan
mengembangkan bakatnya, bukan sebaliknya, yakni melemahkan pribadinya, seperti
yang di lakukan oleh para sufi yang menundukan jiwa sehingga fana dengan Allah
Pada hakikatnya menafikkan diri bukan lah ajaran Islam karena hakikat hidup
adalah bergerak, dan gerak adalah perubahan. Filsafat khudinya tampak nya
merupakan reaksi terhadap kondisi ummat Islam yang ketika itu telah di bawa oleh
kaum sufi semakin jauh dari tujuan dan maksud islam yang sebenarnya. Dengan
ajaran khudi nya, ia mengemukakan pandangan yang di namis tentang kehidupan
dunia.

d. Dosa
Iqbal secara tegas menyatakan dalam seluruh kuliahnya bahwa Al-Qur’an
menampilkan tentang kebebasan ego manusia yang bersifat kreatif. Dalam hubungan
ini ia mengembangkan cerita tentang kejatuhan Adam sebagai kisah yang berisi
pelajaran tentang, kebangkitan manusia dari kondisi primitif yang di kuasai hawa
nafsu naluriyah kepada pemilikan kepribadian bebas yang di perolehnya secara sadar,
sehingga mampu mengatasi kebimbangan dan kecendrungan untuk membangkang
dan timbulnya ego terbatas yang memiliki kemampuan untuk memilih” Allah telah

14
menyerahkan tanggung jawab yang penuh resiko ini, menunjukkan kepercayaan nya
yang besar kepada manusia. Maka kewajiban manusia adalah membenarkan adanya
kepercayaan ini. Namun pengakuan terhadap kemandirian (Manusia)itu melibatkan
pengakuan terhadap semua ketidak sempurnaan yang timbul dari keterbatasan
kemandirian itu
e. Surga dan Neraka
Surga dan Neraka, kata iqbal adalah keadaan, bukan tempat.gambaran tentang
keduanya dalam al-qur’an adalah penampilan – penampilan kenyataan batin secara
visual, yaitu sifatnya. Neraka menurut rumusan Al-Qur’an adalah Api Allah yang
menyala-nyala dan yang membumbung ke atas hati. Pernyataan yang menyakitkan
mengenai kegagalan manusai. Surga adalah kegembiraan karena mendapat
kemenangan dalam mengatasi berbagai dorongan yang menuju kepada perpecahan.
Tidak ada kutukan abadi dalam Islam.Neraka, sebagai mana di jelaskan dalam Al-
Qur’an, bukanlah kawah tempat penyiksaan abadi yang di sediakan tuhan. Ia adalah
pengalaman kolektif yang mendapat memperkeras ego sekali lagi agar lebih sensitif
terhadap tiupan angin sejuk dari kemahamurahan Allah. Surga juga bukan tempat
berlibur. Kehidupan ini hanya satu dan berkesinambungan.

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam peradaban Islam setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW terjadi
berbagai macam paham dalam ajaran Islam di mana umat Islam terpecah-pecah dan
pemikir kalam yang bermacam-macam dalam berpaham ajaran Agama Islam. Di
antaranya pemikiran kalam yang terkenal pada masa sekarang adalah :
1. Syehk Muhammad Abduh
2. Muhammad Iqbal
3. Sayyid Ahmad Khan
Dari ketiga tokoh ulama ini kita dapat mengambil pelajaran di mana para
ulama tersebut rela berkorban dalam menyebarluaskan pemikiran-pemikirannya di
dunia Islam yang mana umat Islam pada masa hidup para ulama ini sampai sekarang
sudah lalai dengan kenikmatan dunia. Oleh sebab itu ketiga tokoh ulama ini mengajak
umat Islam untuk kembali pada ajaran Islam yang sebenarnya..

B. Saran
Penulis berharap agar makalah ini bermamfaat guna menunjang pemahaman
terhadap mata kuliah Ilmu Kalam. Semoga makalah ini bermamfaat bagi pembaca
serta penulis sendiri. Penulis juga mengharapkan kritik dan saran guna perkembangan
kedepan dalam menyusun makalah kembali.

16
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Rozak, Ilmu Kalam, Pustaka Setia, Bandung 2001 Departemen Pendidikan
Nasional.,”Ensiklopedi Islam”,PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 2002 Nasution,
Harun, Dr, Prof. 1990. Pembaharuan Dalam Islam Sejarah Pemikiran Dan Gerakan.
Jakarta: PT Bulan Bintang.http://www.mail-archive.com/majelis

17

Anda mungkin juga menyukai