Riwayat: HistoricalJournal
Educational Studies Journal, 30(2), and
of History 2020 Humanities,
Volume 1 No (2), 2018, Hal 6-15
ABSTRACT ABSTRAK
This paper aims to raise the minds of Islamic Tulisan ini bertujuan untuk mengangkat
leaders namely Muhammad Abduh ranging pemikiran tokoh Islam yakni Muhammad
from how the biography of Muhammad Abduh; Abduh mulai dari Bagaimanakah biografi dari
What factors influenced the thought of Muhammad Abduh; Faktor apa sajakah yang
Muhammad Abduh; Apasajakah works of mempengaruhi pemikiran Muhammad Abduh;
Muhammad Abduh; and how the concept of Apasajakah karya-karya dari Muhammad
rational theology of Muhammad Abduh. The Abduh; dan Bagaimanakah konsep teologi
approach used is qualitative approach and using rasional Muhammad Abduh. Pendekatan yang
historical method. The result and discussion in digunakan adalah pendekatan kualitatif dan
this research is Muhammad Abduh was born in menggunakan metode sejarah. Adapun hasil
1265 H, coinciding with the year 1849 AD in a dan pembahasan dalam penelitian ini adalah
village in Gharbiyyah Province. His father, Muhammad Abduh lahir pada tahun 1265 H,
Abduh bin Hasan Khairallah, has a lineage with bertepatan dengan tahun 1849 M di sebuah desa
the Turkish nation, while his mother, has a di Propinsi Gharbiyyah. Ayahnya bernama
lineage with the great Muslim Umar bin Abduh bin Hasan Khairallah, mempunyai
Khattab. Some factors that can be considered to silsilah keturunan dengan bangsa Turki, sedang
influence the thought of Muhammad Abduh ibunya, mempunyai silsilah keturunan dengan
include in the field of theology, namely: First, orang besar Islam, Umar bin Khattab. Beberapa
Social factors, Second, Political factors, and faktor yang dapat dianggap mempengaruhi
third, Cultural factors. As for the works of pemikiran Muhammad Abduh termasuk dalam
Muhammad Abduh, both in the form of bidang teologi, yaitu: pertama, Faktor sosial,
lectures, lectures are: Al-Waridat, Wahdat al- Kedua, Faktor politik, dan ketiga, Faktor
Wujud, Syarh Nahj al-Balaghah, Falsafat al- kebudayaan. Adapun karya-karya Muhammad
Ijtima'l wa al-Tarikh, which describes the Abduh, baik berupa bahan ceramah, bahan
philosophy of history and development of kuliah yaitu: Al-Waridat, Wahdat al-Wujud,
society and etc. In the field of theology (akidah) Syarh Nahj al-Balaghah, Falsafat al-Ijtima’l wa
Muhammad Abduh discusses two main themes, al-Tarikh, yang menguraikan filsafat sejarah dan
namely: Liberation of Muslims from the creed perkembangan masyarakat dan lain-lain. Dalam
of the Jabriyyah and the granting of bidang teologi (akidah) Muhammad Abduh
understanding to Muslims, that reason is the membahas dua tema pokok, yakni: Pembebasan
favor of God and must be in harmony with umat Islam dari akidah kaum Jabariyah dan
religion and His treatise for humans. Neglecting pemberian pengertian kepada umat Islam,
the ability of reason, means to close the eyes of bahwa akal adalah nikmat dari Allah dan harus
God's blessings. selaras dengan agama dan risalah-Nya bagi
manusia. Melalaikan kemampuan akal, berarti
Keywords: Muhammad Abduh, Rational menutup mata dari nikmat Allah.
Theology.
Kata Kunci: Muhammad Abduh, Teologi
Rasional.
Author correspondence
Email: t.abdullahsakti@gmail.com
Available online at http://jurnal.unsyiah.ac.id/riwayat/
Riwayat: Educational Journal of History and Humanities,
Agustus 1(2), 2021, hal 6-15
Afghani yang paling setia. Di samping Tetapi pada tahun 1880 ia boleh kembali ke
diskusi-diskusi tentang ilmu-ilmu agama, Cairo dan kemudian diangkat menjadi
Muhammad Abduh belajar juga kepada redaktur surat kabar resmi pemerintah
Said Jamaluddin pengetahuan-pengetahuan Mesir Al-Waqa’I Al-Misriah, dibawah
modern, filsafat, sejarah, hukum dan pimpinannya surat kabar ini tidak hanya
ketata-negaraan dan lain-lain. Dan dari Al- menyiarkan berita-berita resmi tetapi juga
Afghani ia memperoleh perubahan cara artikel-artikel tentang kepentingan-
berpikir, kecintaan yang luar biasa untuk kepentingan nasional Mesir.
beramal bagi umat, ingin perbaikan dalam Pada tahun 1882 terjadi revolusi
bidang agama, akhlak dan pergaulan, Urabi Pasya yang memprotes politik
berjihad memutus mata rantai kekolotan rasialisme yang dijalankan penguasa Mesir.
dan cara-cara berpikir yang fanatik dan Dalam peristiwa ini Muhammad Abduh
merombaknya dengan cara berpikir lebih turut memainkan perananan, sehingga ia
maju dan kecenderungan yang sungguh- dipenjarakan dan kemudian dibuang keluar
sungguh untuk memperbaiki tulisan- negeri pada penghujung tahun 1882. Pada
tulisannya hingga mempengaruhi pendapat mulanya ia pergi ke Beirut, kemudian
umum dengan jalan menulis di surat-surat berangkat ke Paris atas permintaan gurunya
kabar (Ali, 1995:442). Jamaluddin Al-Afghani. Pada tahun 1884
Pengaruh pemikiran Al-Afghani ia bersama dengan gurunya tersebut
terhadap Abduh begitu besar, ide-ide membentuk gerakan Al-Urwah Al-Wusqa,
pembaharuan yang dibawanya banyak yang bertujuan untuk membangkitkan
mempengaruhi Abduh, bedanya, Al- semangat perjuangan seluruh umat Islam
Afghani menekankan pembaharuan di dalam menentang ekspansi Eropa ke dunia
bidang politik, sedangkan Abduh di bidang Islam. Untuk keperluan itu mereka juga
pendidikan (makalah- menerbitkan majalah Al-Urwah Al-Wusqa.
ibnu.blogspot.com/2009/03/konsep- Pada tahun 1885 Muhammad Abduh
teologi-muhammad-abduh.html, di akses kembali ke Beirut dan mengajar disana.
30 Desember 2017). Karena Abduh telah Pada tahun 1888, atas usaha teman-
memiliki cara berpikir yang lebih maju, temannya, ia dibolehkan pulang kembali ke
banyak membaca buku-buku filsafat, Mesir, tetapi tidak diizinkan mengajar,
banyak mempelajari perkembangan jalan kerana pemerintah takut akan pengaruhya
pikiran Rasionalis Islam (Mu’tazilah), kepada mahasiswa. Ia kemudian bekerja
maka guru-guru Al-Azhar pernah sebagai hakim pada pengadilan negeri, dan
menuduhnya telah meninggalkan mazhab pada akhir tahun 1890, ia diangkat manjadi
Asy-‘Ari. Terhadap tuduhan tersebut penasehat pada mahkamah tinggi. Pada
Abduh menjawab bahwa ia akan tahun 1894 ia diangkat menjadi anggota
meninggalkan taklid kepada siapapun juga, Majelis A’la dari Al-Azhar. Sebagai
dan hanya berpegang teguh kepada dalil anggota dari majelis ini ia membawa
yang dikemukakan (Abduh, 1992:viii). perubahan-perubahan dan perbaikan-
Pada tahun 1877 Muhammad perbaikan dalam tubuh Al-Azhar sebagai
Abduh menyelesaikan studinya di Al- Universitas. Di tahun 1899, ia diangkat
Azhar dengan mendapat gelar Alim. Ia menjadi Mufti Mesir. Kedudukan tinggi ini
kemudian mulai mengajar di Al-Azhar, di dipegangnya sampai ia meninggal dunia
Universitas Dar Al-Ulum dan juga di pada tahun 1905 (Nasution, 1997:62).
rumahnya sendiri. Sewaktu Al-Afghani
diusir dari Mesir pada tahun 1879, karena Keperibadian Muhammad Abduh
dituduh mengadakan gerakan menentang Suatu hal yang penting yang juga
Khedewi Taufik, Muhammad Abduh juga perlu untuk dilihat adalah kepribadian
dipandang turut campur dalam hal ini, Muhammad Abduh. Hal ini penting karena
sehingga ia dibuang keluar kota Cairo. pada dasarnya upaya memahami pikiran
8
Riwayat: Educational Journal of History and Humanities,
Agustus 1(2), 2021, hal 6-15
dan gagasan rasional serta tindakan tampaknya merasa memiliki akan lembaga
seseorang tidak akan berhasil dengan baik pendidikan Islam tinggi ini, dan oleh karena
tanpa memahami struktur kepribadiannya. itu ia merasa bertanggung jawab untuk
Dalam menggambarkan memajukannya. Berbarengan dengan
kepribadian Muhammad Abduh, ciri-ciri penampilan hidupnya yang memiliki rasa
utama kepribadian tersebut perlu dilihat tanggung jawab besar tersebut, tokoh
dengan seksama, dengan memperhatikan pembaruan Islam ini tampaknya juga
informasi-informasi orang yang dipandang pandai bergaul. Dalam kata lain, ia supel
paling kenal dan dekat dengan tokoh dan aktif berhubungan (bergaul) dengan
pembaharu ini. Orang yang terdekat orang lain.
dengan Muhammad Abduh tentulah Sebagai seorang yang berprestasi,
Muhammad Rasyid Ridha, sebab, baik dalam studi maupun dalam kehidupan
sebagaimana diakui Rasyid Ridha sendiri, bermasyarakat, Muhammad Abduh
kedekatan dan keterikatannya pada ternyata tidak hanya pandai, dalam arti luas
Muhammad Abduh adalah bagaikan ilmunya, tetapi juga cerdas. Hampir semua
kedekatan dan keterikatan seorang murid kalangan mengakui Muhammad Abduh
kepada gurunya yang senantiasa sebagai pribadi yang memiliki kecerdasan
memberikan tuntutan dan bimbingan, luar biasa. Namun demikian, menurut
sebagaimana yang berlaku dalam kebiasaan Rasyid Ridha, Muhammad Abduh sendiri
dan pandangan kaum sufi (Nawawi, menganggap dirinya sebagai orang yang
2002:43). biasa-biasa saja, tidak menonjolkan
Seperti dijelaskan oleh Rasyid kecerdasannya, hal demikian
Ridha, Muhammad Abduh dikenal sebagai mencerminkan sikapnya yang rendah hati.
orang yang berpegang teguh pada kejujuran Kepandaian dan kecerdasan dari
dan kebenaran yang ia yakini. Kejujuran Muhammad Abduh tentulah mempunyai
yang dimiliki, menurut Rasyid Ridha, pengaruh yang besar terhadap pola dan
tampaknya terbina dengan baik dalam sistem berpikirnya yang lurus. Kepandaian
jiwanya yang berani. Sifat berani dan kecerdasan seseorang pada lazimnya
Muhammad Abduh tampak dengan nyata membuat orang itu cenderung untuk
manakala ia mengajak rakyat Mesir untuk berpikir rasional. Hal positif lain yang
melawan kesewenang-wenangan tindakan dimiliki Muhammad Abduh adalah sifat
pemerintah, juga tampak dalam kegigihan murah hati, dalam kata lain, Muhammad
dalam mempertahankan pemikiran- Abduh termasuk dermawan.
pemikiran dan keyakinannya, walaupun Kedermawanannya, menurut Rasyid
pemikiran dan keyakinannya itu tidak Ridha, tidak perlu disangsikan, karena
sejalan dengan pendapat para ulama dan umumnya orang-orang miskin mengetahui
para hakim serta pandangan masyarakat benar akan sifatnya yang demikian itu.
pada umumnya (Nawawi, 2002:24). Di Penting pula untuk disebutkan,
samping kejujuran dan keberaniannya, Muhammad Abduh adalah seorang tokoh
Muhammad Abduh juga merupakan orang Islam yang teguh pendirian. Secara teknis,
yang memiliki semangat tinggi dalam ia memiliki jiwa istiqamah, yaitu satu sikap
menempuh kehidupan, terutama dalam yang mencerminkan suatu kondisi, di
studi dan pelaksanaan ibadatnya kepada samping keteguhan jiwanya, juga keutuhan
Tuhan. kepribadiannya. Ia, kata Rasyid Ridha
Di samping itu, Muhammad adalah orang yang teguh dalam membela
Abduh juga diketahui sebagai seorang yang kebenaran, tidak labil akhlak dan budi
memiliki rasa tanggung jawab yang besar. pekertinya, dan dalam bekerja ia
Hal itu seperti dilihat, antara lain, dalam melakukannya dengan cermat dan penuh
kepeduliannya untuk melakukan restorasi hati-hati.
terhadap Al-Azhar. Muhammad Abduh
9
Riwayat: Educational Journal of History and Humanities,
Agustus 1(2), 2021, hal 6-15
10
Riwayat: Educational Journal of History and Humanities,
Agustus 1(2), 2021, hal 6-15
Tafsir Surat al-‘Asr, tafsir yang mula- itu teologi tradisional juga dapat diartikan
mula dikuliahkan di al-Azhar kemudian dengan teologi menurut pada pemikiran
diceramahkan kepada kaum muslimin yang normatif dan tekstual, yaitu pemikiran
dan mahasiswa di al-Jazair. yang banyak terikat pada arti lafzhi atau
Tafsir Juz ‘Amma, tafsir Alquran juz 30 harfiah dari ayat-ayat Qur’an dan Sunnah
ini diajarkan oleh ‘Abduh di Madrasah (Ridha, 2006:370).
al-Khairiyah, isinya antara lain Teologi diketahui membahas
menghilangkan segala macam tahayul ajaran-ajaran dasar dari suatu agama.
dan syirik yang mungkin menghinggapi Dalam istilah Arab ajaran-ajaran dasar itu
kaum muslimin disebut Ushul al-Din (Nasution, 1985:ix).
Tafsir Muhammad Abduh, tafsir ini Teologi (ilmu tauhid) dalam pendapat
disusun oleh Muhammad Rasyid Ridha Abduh adalah ilmu yang membahas
dari kuliah yang diberikan ‘Abduh di al- tentang wujud Allah, sifat-sifatnya dan soal
Azhar dan baru sampai juz ke 10. kenabian. Definisi ini sebenarnya kurang
Setelah ‘Abduh wafat, Rasyid Ridhalah lengkap. Alam ini adalah ciptaan Tuhan,
yang meneruskan penafsiran tersebut dan oleh karena itu, teologi disamping hal-
hingga juz ke-12, yang dimuat dalam hal di atas, juga membahas hubungan
majalah al-Manar. Tuhan dengan makhluk-Nya (Nasution,
Al-Takrir fi al-Islah al-Muhakkimin al- 1987:28). Dalam bidang teologi (akidah)
Syar’iyah, buku ini ditulis sewaktu ia Muhammad Abduh membahas dua tema
menjabat Ketua Mahkamah Tinggi di pokok, yakni:
Kairo, ia memberikan sugesti terhadap (1) Pembebasan umat Islam dari akidah
perubahan-perubahan penting dalam kaum Jabariyah.
undang-undang syariat. Muhammad Abduh berpendapat,
(dorokabuju.blogspot.com/2012/02/mu sikap fanatik terhadap berbagai mazhab dan
hammad-abduh-anti-jumud-rasional- buku-buku yang ada secara mutlak, tidak
dan.html, diakses 11 Desember 2017) hanya berkaitan erat dengan kelemahan
kepribadian dan ilmu pengetahuan umat
Teologi Rasional Muhammad Abduh Islam di masa beliau, sehingga tidak lagi
Kata rasional berasal dari kata rasio selaras dengan al-Qur’an dan Hadits. Tetapi
yang berarti pemikiran secara logis (masuk berkaitan erat dengan akidah Jabariyah.
akal), akal budi, nalar. Rasional berarti Paham Jabariyah ini sama dengan taklid,
menurut pikiran dan pertimbangan yang penganut paham ini hidupnya tergantung
logis, menurut pikiran yang sehat, cocok kepada prinsip kebetulan (accident). Abduh
dengan akal. Dengan demikian teologi tidak rela melihat akidah Jabariyah
rasional dapat diartikan dengan teologi (fatallism) dianut oleh manusia, sebab
menurut pemikiran yang logis dan sehat. melemahkan jiwa, kemauan dan peranan
Kebalikan dari rasional adalah positif manusia. Maka, Abduh berjuang
tradisional, kata ini berasal dari tradisi yang mengikis habis paham Jabariyah, agar
berarti kebiasaan turun temurun (dari manusia berusaha (ikhtiar).
nenek moyang) yang masih dijalankan di Dalam menghadapi paham Jabariyah ini,
masyarakat, penilaian atau anggapan Abduh tidak memakai cara yang dilakukan
bahwa cara-cara yang telah ada merupakan oleh seorang filosof yang mengemukakan
cara yang baik. Tradisional berarti sikap pandangan hanya menurut satu segi
dan cara berfikir serta bertindak yang selalu pandangan tertentu. Ia mengemukakan
berpegang teguh pada norma dan adat pandangan dengan kritik dan
kebiasaan yang ada secara turun temurun pandangannya seperti ahli agama yang
menurut adat. Dapat disimpulkan teologi berpandangan luas. Jadi dasar
tradisional adalah teologi yang selalu pemikirannya agama, tujuan yang ingin
berpegang teguh pada tradisi. Di samping
11
Riwayat: Educational Journal of History and Humanities,
Agustus 1(2), 2021, hal 6-15
dicapainya juga tujuan agama, dan saran manusia mengembangkan akalnya untuk
antara dasar dan tujuannya juga agama. mencapai tingkat kehidupan yang lebih
Pendapat Abduh yang menyatakan tinggi. Begitu pun dalam masalah teologi.
bahwa manusia itu harus berikhtiar (usaha) Ia tidak pernah meninggalkan akal sebagai
didasarkan kepada ayat-ayat al-Qur’an, dan dasar dari teologi. Dalam sistem teologinya
nash-nash lainnya, yang menyatakan Muhammad Abduh berpendapat bahwa
balasan diakhirat sangat berkaitan erat akal mempunyai kekuatan yang tinggi.
dengan amal perbuatan yang dilakukan Menurutnya, Islam adalah agama yang
seseorang di dunia. Kepercayaan kepada rasional, agama yang sejalan dengan akal,
kekuatan akal membawa Muhammad bahkan agama yang didasarkan atas akal.
Abduh kepada paham bahwasanya Pemikiran rasional, menurutnya adalah
manusia mempunyai kebebasan dalam jalan untuk memperoleh iman sejati. Iman
kemauan dan perbuatan (free will and free tidaklah sempurna, kalau tidak didasarkan
act atau qadariyah). Ia menyatakan bahwa atas akal, iman harus berdasar pada
manusia mewujudkan perbuatannya keyakinan bukan pada pendapat, dan
dengan kemauan dan usahanya sendiri, akallah yang menjadi sumber keyakinan
dengan tidak melupakan bahwa di atasnya pada Tuhan, ilmu, serta kemahakuasaan-
masih ada kekuatan dan kekuasaan yang Nya dan pada Rasul (Nasution,1987:46).
lebih tinggi (Nasution, 1987:64-70). Muhammad Abduh juga menyatakan
Pemberian pengertian kepada umat Islam, bahwa Al-Qur’an memerintahkan kita
bahwa akal adalah nikmat dari Allah dan untuk berfikir dan mempergunakan akal
harus selaras dengan agama dan risalah- serta melarang kita memakai sikap taklid.
Nya bagi manusia. Melalaikan kemampuan Melihat kedudukan yang begitu
akal, berarti menutup mata dari nikmat penting diberikannya kepada akal, tidak
Allah. mengherankan kalau ia amat keras
Teologi menurut pandangan menentang taklid. Taklid, menurut
Muhammad Abduh dapat digambarkan pendapatnya, adalah salah satu sebab
sebagai Tuhan berada di puncak alam penting yang membawa kemunduran umat
wujud dan manusia ada di dasarnya. Islam. Ia mengkritik kaum ulama yang
Manusia yang berada di dasar ini berusaha mengajarkan bahwa umat Islam zaman
mengetahui Tuhannya dan Tuhan belakangan wajib mengikuti ajaran-ajaran
menurunkan wahyu karena kasihan hasil ijtihad ulama masa silam, sehingga
melihat kelemahan manusia dibandingkan pemikiran berhenti dan akal tidak berfungsi
kemahakuasaan-Nya. Manusia yang lagi di kalangan umat Islam. Beliau sangat
dimaksud oleh Muhammad Abduh di sini menyesalkan timbulnya sikap taklid yang
adalah kaum Khawas yakni orang-orang telah menjalar di setiap aspek kehidupan
yang terpilih dari golongan awam. Hal ini umat pada masa itu. Dengan demikian ia
dikarenakan kemampuan akal yang mengharap dapat meyakinkan umat Islam
dimiliki orang Khawas yang mampu bahwa Al-Quran menentang taklid. Ia
mencapai Tuhan serta alam ghaib yang berpendapat bahwa dengan membebaskan
berada pada puncak tertinggi dari alam umat Islam dari kekuasaan taklid dan
wujud (Nasution, 1987:43). Dan untuk menanamkan dalam diri mereka kebiasaan
mencapai pengetahuan tertinggi ini bisa memakai akal dalam menghadapi
melalui 2 cara, yaitu: akal dan wahyu. Akal problema-problema yang mereka hadapi,
bagi Muhammad Abduh adalah tonggak pembaharuan dapat berjalan dengan baik di
kehidupan manusia dan dasar dari dunia Islam.
kelangsungan hidupnya karena ialah yang Al-Qur’an mengajarkan
membedakan manusia dengan makhluk penggunaan akal dan meneliti fenomena
lainnya. Karena itu, beliau selalu berbicara alam untuk sampai kepada rahasia-rahasia
tentang pentingnya akal dan pentingnya yang terletak di belakangnnya. Dengan cara
12
Riwayat: Educational Journal of History and Humanities,
Agustus 1(2), 2021, hal 6-15
inilah akal sampai kepada kesimpulan dengan menakwilkan wahyu sesuai dengan
bahwa bagi alam nyata ini harus ada pendapat akalnya.
pencipta. Oleh karena itu menurutnya ada Kalau diikuti jalan pikiran
soal-soal keagamaan seperti adanya Tuhan Muhammad Abduh yang demikian
dan kekuasaan-Nya mengirimkan Rasul agaknya bisa dikatakan, bahwa dalam
tidak dapat diyakini, kecuali melalui mencari kebenaran ia bertolak dari
pertolongan akal. Di samping adanya pendapat akalnya. Artinya, ia lebih dulu
Tuhan, akal juga dapat mengetahui sifat- mencari kebenaran dengan akalnya,
sifat Tuhan, walaupun tidak seluruhnya. kemudian baru kembali kepada wahyu.
Misalnya Allah harus mempunyai sifat Sulaiman Dunya menilai cara berpikir
ilmu, terbukti dari adanya peraturan yang Muhammad Abduh yang demikian bukan
tepat dan sempurna yang mengatur alam cara berpikir kaum teolog, bahkan para
ini. Karena Allah mempunyai ilmu Ia teolog Muktazilah sendiri, tetapi ia telah
dengan sendirinya juga harus mempunyai memasuki cara berpikir kaum filosof yang
kemauan dan Ia juga harus mempunyai kembali kepada ayat setelah ia berusaha
kekuasaan (qudrah), kemudian Ia juga mencari argumen-argumen dengan akalnya
harus mempunyai kebebasan memilih (Lubis, 1993:169). Menurut Muhammad
(ikhtiyar), karena arti ikhtiyar adalah Abduh, akal dapat mengetahui hal-hal
melaksanakan kekuasaan sesuai dengan berikut ini:
pengetahuan dan kemauan. Ia juga harus a. Tuhan dan sifat-sifat-Nya;
Esa dan unik, karena kalau tidak maka b. Adanya hidup di akhirat;
peraturan alam ini akan menjadi kacau c. Kebahagiaan jiwa di akhirat
disebabkan masing-masing mempunyai bergantung pada mengenal Tuhan
ilmu dan kemauan berbeda, oleh karena itu dengan baik, sedang
Tuhan hanya satu (Nasution, 1987:50). kesengsaraannya bergantung pada
Disamping sifat-sifat ini, ada sifat- tidak mengenal Tuhan dan
sifat lain yang dibawa wahyu, karena tidak perbuatan jahat;
dapat diketahui akal, yaitu sifat-sifat yang d. Wajibnya manusia mengenal
berbentuk jasmani, seperti berbicara, Tuhan;
mendengar dan melihat. Adanya sifat-sifat e. Wajibnya manusia berbuat baik dan
ini wajib diyakini, karena wahyu wajibnya ia menjauhi perbuatan
mengatakan demikian. Selain wujud dan jahat untuk kebahagiaan hidup di
sifat-sifat Tuhan, akal juga dapat akhirat; dan
mengetahui apa yang baik dan apa yang f. Hukum-hukum mengenai
buruk, walaupun tidak terperinci. kewajiban-kewajiban itu.
Sebagaimana telah diuraikan di atas Pemikiran Teologi yang dicetuskan
bahwa Muhammad Abduh memberikan oleh Muhammad Abduh ini memang
peranan yang sangat besar kepada akal. berbeda dari teolog-teolog lain pada
Begitu besarnya peranan yang diberikan masanya. Dalam pendapat Muhammad
olehnya, sehingga Muhammad Abduh, Abduh, fungsi wahyu adalah sebagai
tampak dalam penilaian beberapa penulis, berikut:
mengikuti alur pemikiran Muktazilah a. Wahyu memberi keyakinan kepada
dalam memberikan fungsi yang besar manusia bahwa jiwanya akan terus
kepada akal. Fungsi akal digambarkan pula ada setelah tubuh mati. Wahyu
oleh pendapatnya yang mendahulukan akal menolong akal untuk mengetahui
dari wahyu ketika terjadi pertentangan akhirat dan keadaan hidup manusia
antara pendapat akal dengan tunjukan lahir di sana;
wahyu. Dalam pertentangan yang b. Wahyu menolong akal dalam
demikian, seperti yang dikatakannya, ia mengatur masyarakat atas dasar
tetap mendahulukan pendapat akalnya, prinsip-prinsip umum yang
13
Riwayat: Educational Journal of History and Humanities,
Agustus 1(2), 2021, hal 6-15
14
Riwayat: Educational Journal of History and Humanities,
Agustus 1(2), 2021, hal 6-15
http://makalah-
ibnu.blogspot.com/2009/03/konsep-
teologi-muhammad-abduh.html
John J. Donohue, John L. Esposite. (1995).
Islam dan Pembaharuan; Ensiklopedi Masalah-
Masalah, cet. v,Terj. Jakarta: Raja
Grafindo.
Kuntowijoyo. (2001). Pengantar Ilmu
Sejarah. Yogyakarta : Benteng Budaya.
Lubis, A. (1993). Pemikiran Muhammadiyah
dan Muhammad Abduh Suatu Studi
Perbandingan. Jakarta: Bulan Bintang.
Madkour, I. (1995). Aliran dan Teori Filsafat
Islam, cet.I. Jakarta : Bumi Aksara.
Moleong, L.J. (2007). Metodelogi Penelitian
Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Nasution. H. (1985). Teologi Islam. Jakarta:
UI Press.
15