Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

TEORI SOSIOLOGI IBNU KHALDUN DAN TEORI AUGUSTE COMTE

Diajukan Untuk Memenuhi Pada Mata Kuliah

“Sosiologi Pendidikan”

Disusun Oleh:

Kelompok :6

Kelas : PGMI 4

1. Siti Fatimah 1930201133


2. Zulfa Laila 1930201136
3. Wenny Octi Syaputri 1930201138

Dosen Pengampu : SITI FATIMAH, M.Pd.I

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH

PALEMBANG

2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh.

Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha
penyayang, kami panjatkan puji dan syukur atas kehadiratnya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayahnya kepada kami, sehingga kami bisa
selesaikan makalah Sosiologi Pendidikan. Serta kami berterimakasih kepada Ibu
SITI FATIMAH, M.Pd.I di Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang yang
telah memberikan tugas ini kepada kami.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang


membacanya. Serta berguna bagi saya sendiri maupun orang yang membacanya.
Sebelumnya saya mohon maaf apabila terdapat kata-kata yang kurang berkenan dan
saya memohon kritik dan saran yang membangun demi kebaikan dimasa depan.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Palembang, April 2022

Penulis

Kelompok 6

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1

A. Latar Belakang .................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ............................................................................... 2
C. Tujuan ................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................... 3

A. TEORI IBNU KHALDUN ................................................................. 3


1. Biografi Ibnu Khaldun .................................................................. 3
2. Teori Sosiologi Pendidikan Ibnu Khaldun ..................................... 5
B. TEORI AUGUSTE COMTE .............................................................. 7
1. Biografi Auguste Comte ............................................................... 7
2. Konsep Positivisme ....................................................................... 7
3. Konsep Static dan Dinamic ........................................................... 9
4. Tahap Perkembangan Masyarakat Menurut Auguste Comte ........ 13
5. Kebudayaan Materiil dan Non-Materil ......................................... 15

BAB III PENUTUP ....................................................................................... 17

A. Simpulan ............................................................................................. 17
B. Saran .................................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 18

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perubahan sosial selalu dialami oleh setiap masyarakat. pada
dasarnya masyarakat tidak dapat dipisahkan dengan perubahan sosial dan
kebudayaan. Perubahan sosial meliputi semua segi kehidupan masyarakat,
yaitu perubahan cara berpikir dan interaksi sesama warga menjadi semakin
rasional perubahan dalam sikap dan orientasi kehidupan ekonomi menjadi
makin komersial perubahan tata cara kerja sehari-hari yang makin ditandai
dengan pembagian kerja pada spesialisasi kegiatan yang makin tajam
Perubahan dalam kelembagaan dan kepemimpinan masyarakat yang makin
demokratis; perubahan dalam tata cara dan alat-alat kegiatan yang makin
modern dan efisien, dan lain-lainnya.
Sejarah sosiologi berasal dari ilmu filsafat (master scientiarum) yang
lahir pada saat-saat terakhir perkembangan ilmu pengetahuan Oleh karena
itu, sosiologi didasarkan pada kemajuan-kemajuan yang telah dicapai ilmu
pengetahuan lainnya. Sebenarnya sosiologi telah muncul sejak ratusan,
bahkan ribuan tahun yang lalu. Namun, sosiologi sebagai ilmu yang
mempelajari masyarakat baru lahir pada abad ke-18, tepatnya pada tahun
1842. Orang yang pertama kali memperkenalkan sosiologi sebagai ilmu
adalah seorang ahli filsafat bangsa Prancis bernama Auguste Comte. Dialah
yang disebut sebagai Bapak Sosiologi, karena Dia merupakan orang
pertama yang membedakan ruang lingkup dan isi sosiologi dari ruang
lingkup dan isi-isi ilmu sosial lainnya.
Sosiologi yang lahir pada tahun 1842 ditandai tatkala Auguste
Comte menerbitkan bukunya yang berjudul Positive-Philosophy. Banyak
pemikiran dan teori Comte yang sangat tersohor pada saat itu hingga
sekarang. Menurut Comte, sosiologi harus dibentuk berdasarkan
pengamatan atau observasi terhadap masyarakat bukan hanya sekadar
spekulasi-spekulasi perihal masyarakat.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana teori yang dikemukakan oleh Ibnu Khaldun?
2. Bagaimana teori yang dikemukakan oleh Auguste Comte?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui hasil dari teori yang dikemukakan oleh Ibnu Khaldun
2. Untuk mengetahui hasil teori yang dikemukakan oleh Auguste Comte

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Teori Ibnu Khaldun


1. Biografi Ibnu Khaldun
Ibnu khaldun adalah salah satu ilmuan muslim atau tokoh muslim
yang pemikirannya sangat berpengaruh terhadap berbagai bidang
seperti pendidikan, social dan lainnya. Nama lengkap beliau adalah
Abdul Rahman abu zaid waliyuddin ibn Khaldun al-maliki al-khadrami.
Beliau lahir pada tahun 733h/1332 M di Naisabur, dan meninggal dunia
pada tahun 808 H/1404 M dalam usia 74 tahun. Beliau adalah seseorang
yang tegas dalam menjalankan tugas, ahli dalam bidang sosiologi serta
bijak dalam menyelesaikan masalah. Ketokohan beliau popular sebagai
pakar sejarah, pakar sosiologi (Kemasyarakatan), ahli falsafah, dan
politik. Beliau mendapat pendidikan awal dari ayahnya tentang dasar-
dasar agama seperti Al-Qur’an, fikih, hadis, dan tauhid. Beliau juga
merupakan seorang hafidz al-qur’an sejak kecil. Ketika dewasa beliau
belajar liguistik bahasa arab seperti nahwu, dan sharraf, ushuluddin serta
kesusteraan1. Setelah itu, beliau juga mempelajari ilmu mantiq, sains,
falsafah, matematika, dan sejarah dari beberapa orang yang termukaka
dimasa itu. Di antara guru beliau yang utama adalah Muhammad ibn
abdul muhaimin. Beliau juga turut berguru dengan abu Abdullah ibn
Muhammad ibn Ibrahim al-alba yang mengajarrnya tentang sosiologi,
politik, dan pendidikan2.
Beliau dikenal sebagai sejarawan dan bapak sosiologi Islam yang
hafal Alquran sejak usia dini. Sebagai ahli politik Islam, ia pun dikenal
sebagai bapak Ekonomi Islam, karena pemikiran-pemikirannya tentang

1
Bensalem Himmish, Ibnu Khaldun Sang Maha Guru. (Tanggerang: Lentera Hati, 2010),
hlm. 522
2
Abd Rachman Assegaf, Aliran Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2013), hlm. 123

3
teori ekonomi yang logis dan realistis jauh telah dikemukakannya
sebelum Adam Smith (1723-1790) dan David Ricardo (1772-1823)
mengemukakan teori-teori ekonominya.
Menurut Abdullah: bahkan ketika memasuki usia remaja, tulisan-
tulisannya sudah menyebar ke mana-mana higga ke dunia eropa seperti
Kitab Al-Ibar wa Diwin Al-Mubtada wa Al-khabar, yang bagian
awalnya disebut dengan A-Muqaddimah Ibnu Khaldun. Hal tersebut
terkenal karena tulisan dan pemikiran Ibnu Khaldun yang sangat dalam
pengamatannya terhadap berbagai masyarakat yang dikenalnya dengan
ilmu, dan pengetahuan yang luas, serta beliau hidup di tengah-tengah
mereka dalam pengembaraannya yang luas pula3.
Selain itu dalam tugas-tugas yang diembannya penuh dengan
berbagai peristiwa, baik suka dan duka.Ia pun pernah menduduki
jabatan penting di Fes, Granada, dan Afrika Utara serta pernah menjadi
guru besar di Universitas al-Azhar, Kairo yang dibangun oleh Dinasti
Fathimiyyah. Dari sinilah ia melahirkan karya-karya yang monumental
hingga saat ini. Nama dan karyanya harum dan dikenal di berbagai
penjuru dunia.Panjang sekali jika kita berbicara tentang biografi Ibnu
Khaldun, namun ada tiga periode yang bisa kita ingat kembali dalam
perjalan hidup beliau.Periode pertama, masa dimana Ibnu Khaldun
menuntut berbagai bidang ilmu pengetahuan. Yakni, ia belajar Alquran,
tafsir, hadis, usul fikih, tauhid, fikih madzhab Maliki, ilmu nahwu dan
sharaf, ilmu balaghah, fisika dan matematika.
Pada periode ketiga kehidupan Ibnu Khaldun, yaitu berkonsentrasi
pada bidang penelitian dan penulisan, ia pun melengkapi dan merevisi
catatan-catatannya yang telah lama dibuatnya. Seperti kitab al-’ibar
(tujuh jilid) yang telah ia revisi dan ditambahnya bab-bab baru di
dalamnya, nama kitab ini pun menjadi Kitab al-Ibar wa Diwanul

3
Yusri Abdul Ghani Abdullah, Historiografi Islam, (Jakarta: Raja Garfindo Persada,
2004), hlm. 64

4
Mubtada’ awil Khabar fi Ayyamil ‘Arab wal ‘Ajam wal Barbar wa Man
‘Asharahum-min-Dzawis-Sulthanal-Akbar.
Kitab al-i’bar ini pernah juga diterjemahkan dan diterbitkan oleh De
Slane pada tahun 1863, dengan judul Les Prolegomenes d’Ibn
Khaldoun. Namun pengaruhnya baru terlihat setelah 27 tahun
kemudian.Tepatnya pada tahun 1890, yakni saat pendapat-pendapat
Ibnu Khaldun dikaji dan diadaptasi oleh sosiolog-sosiolog German
danAustria yang memberikan pencerahan bagi para sosiolog modern.
Bukan hanya itu mukaddimah dari kitab al-I’bar juga dijadikan sebgai
referensi oleh para ilmuan modern hingga diterjemahkan oleh berbagai
negara seperti Turki, Prancis, Eropa bagian barat, dan timur, Mesir,
India, dan lainnya sebagai acuan para ilmuan.
Menurut Tim FITK (2009: 245-246) DR. Bryan S. Turner, guru
besar sosiologi di Universitas of Aberdeen dalam artikelnya “The
Islamic Review and Arabic Affairs” di tahun 1970-an mengomentari
tentang karya Ibnu Khaldun yang menyatakan “tulisan-tulisan sosial,
dan sejarah dari Ibnu Khaldun hanya satu-satunya dari tradisi intelektual
yang diterima dan diakui di dunia Barat, terutama ahli-alhli sosiologi,
dan ekonomi yang menerjemahkannya dalam Bahasa Inggris, seperti
yang menonjol adalah muqaddimah (pendahuluan) dari tujuh jilid kitab
sejarah dunia yang beliau tulis dalam kitab al-Ibar wa Diwanul
Mubtada’ awil Khabar fi Ayyamil ‘Arab wal ‘Ajam wal Barbar wa Man
‘Asharahum min Dzawis Sulthan al-Akbar.

2. Teori Sosiologi Pendidikan Ibnu Khaldun


Formasi perilaku masyarakat yang disampaikan Ibnu Khaldun
sebagaimana diungkapkan sangatlah sosiologis. Walau sekali lagi, dia
sendiri tidak pernah menyatakan diri sebagai sosok penemu suatu
disiplin ilmu tertentu. Jika kita meminjam Charles Issawy bahwa
seluruh isi dari Mukaddimah menggambarkan kriteria sosiologisnya.
Buku ini terbagi dalam 6 bab di luar pendahulun dan penutup.

5
Katakanlah pada Bab I, lebih bersifat umum. Di situ berbicara tentang
Perubahan Masyarakat secara umum. Di dalam perubahan itupun
terlihat pernik-pernik sosiologisnya. Demikian pula dengan Bab II;
begitu terlihat perilaku pendidikan/sosiologi-pendidikannya yaitu
pengembangan masyarakat yang tidak beradab dan masyarakat beradab
yang disebutnya sebagai masyarakat badui yang sangat barbar diikuti
dengan masyarakat bangsa dan kabilah-kabilah berikut kondisi
kehidupan mereka4.
Sementara Bab III dan Bab IV sebagaimana diungkap bahwa, sangat
jelas berisi pemikiran sosiologi-pendidikan meskipun dia sendiri
menyinggung juga soal birokrasi kerajaan, kekhalifahan, struktur
kepangkatan dan jabatan dan pemerintahan. Disamping pemerintahan
negara sebagiamana dikenal sekarang5.
Menurut Ibu Khaldun dalam tulisan-tulisannya, hampir tidak
ditemukan adanya penemuan-penemuan baru yang orisinal dari sarjana-
sarjana muslim (maksudnya, mungkin berbeda dengan masyarakat
muslim terdahulu seperti Ibnu Sina yang menemukan alat-alat
kedokteran dan pengobatan, Abbas bin Firnas seorang sarjana muslim-
Spanyol di Cordoba sebagai Bapak Aljabar Dunia, Al-Khawarizmi
sebagai Bapak Optik Modern, tetapi Ibnu Khaldun dengan kegelisahan
yang mendalam dapat kita anggap berhasil keluar dari kegagalan
penemuan-penemuan baru itu. Kondisi demikian dapat kita lihat
misalnya, Ibnu Khaldun berhasil melakukan klasifikasi-klasifikasi atas
masyarakat dalam fenomena sosial dengan analisis-analisis objektif

4
Djaja Hendra, Sosiologi Pendidikan Dalam Pemikiran Ibnu Khaldun, Jurnal Pendidikan,
Vol. 3 No. 3 Edisi November 2021 hlm. 57
5
Almanaf, Pemikiran Ibnu Khaldun Tentang Pendidikan Relevansinya Dengan
Pendidikan Dunia Modern, jurnal Tarbawi, Vol. 17 No. 1, 2020, hlm. 34

6
melalui prosedur-prosedur yang dapat dipertanggung-jawabkan secara
ilmiah6.

B. Teori Auguste Comte


1. Biografi Auguste Comte
Auguste Comte dilahirkan di Mont Pellier, Perancis, tahun 1798.
Keluarganya beragama Katolik dan berdarah bangsawan. Namun
Auguste tidak terlalu perduli dengan kebangsawanannya. Dia mendapat
pendidikan di Ecole Polytechnique di Paris dan lama hidup disana.
Dikalangan teman-temannya Auguste Comte adalah mahasiswa yang
keras kepala dan suka memberontak7.
Auguste Comte memulai karir profesinya dengan memberi les
dibidang Matematika. Meski ia sudah memperoleh pendidikan dalam
Matematika, perhatian yang sebenarnya adalah pada masalah - masalah
kemanusiaan dan sosial. Minat ini mulai berkembang dibawah pengaruh
Saint Simont, yang memperkerjakan Auguste sebagai sekretarisnya.
Dan dengannya, Auguste menjalin kerja sama erat dengan
mengembangkan karya awalnya sendiri. Akan tetapi sesudah tujuh
tahun pasangan ini pecah karena perdebatan mengenai kepengarangan
karya bersama, dan Auguste comte pun menolak pembimbinganya itu.
Kondisi ekonomi Comte pun juga pas-pasan saja, dan hampir terus -
menerus hidup miskin. Di akhir hayatnya dia hidup dari pemberian
orang-orang yang mengaguminya dan pengikut-pengikut agama
humanitasnya.
2. Konsep Positivisme
Positivisme dijadikan sebagai sebuah filsafat pertama kali dilakukan
Comte diabad ke 19. Pada dasarnya positivisme adalah sebuah filsafat

6
Laeyendecter, Tata Perubahan dan Ketimpangan: Suatu Pengantar Sejarah Sosiologi,
(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1991), hlm. 45
7
Muhammad Syukur, Dasar- dasar Teori Sosiologi, (Depok: PT. RajaGrafindo Persada,
2008), hlm. 33

7
yang menyakini bahwa satu-satunya pengetahuan yang benar adalah
yang didasarkan pada actual-fisikal. Pengetahuan demikian hanya bisa
dihasilkan melalui penetapan teori-teori melalui metode saintifik yang
ketat, yang karenanya spekulasi metafisis harus dihindari.
Pendiri filsafat positivis yang sesungguhnya adalah Henry de Saint
Simon yang menjadi guru sekaligus teman diskusi Comte. Bagi Comte
untuk menciptakan masyarakat yang adil, diperlukan metode positif
yang kepastiannya tidak bisa diganggu gugat, metode positif ini
mempunyai 4 ciri, yaitu8:
a. Mengarah pada fakta-fakta
b. Mengarah pada perbaikan terus menerus dari syarat-syarat hidup
c. Berusaha ke arah kepastian
d. Berusaha ke arah kecermatan.
Aguste Comte merupakan sosok filsuf besar dan cukup berpengaruh
bagi perkembangan technoscience, dimana dia merupakan pengagas
dari aliran positivism, yaitu sebuah aliran filsafat barat yang timbul pada
abad XIX dan merupakan kelanjuran dari empirisme yang cukup
berpengaruh bagi peradaban manusia.
Adapun yang menjadi titik tolak dari pemikiran positivis ini adalah
apa yang telah diketahui adalah yang factual dan positif, sehingga
metafisika ditolaknya. Disini yang diamksud dengan “positif” adalah
segala hal yang tampak seperti apa adanya, sebatas pengalaman-
pengalaman objektif.
Model pemikiran tersebut, membuat akhirnya Comte menganggap
bahwa garis demarkasi antara sesuatu yang ilmiah dan tidak ilmiah
adalah varriabel, dimana comte untuk mengklarifikasi suatu pernyataan
itu bermakna atau tidak, ia melakukan verivikasi terhadap suatu gejala
dengan gejala-gejala lain untuk sampai kebenaran yang dimaksud.

8
Muhammad Syukur, Dasar- dasar Teori Sosiologi, (Depok: PT. RajaGrafindo Persada,
2008), hlm. 35

8
Singkatnya, filsafat Comte merupakan filsafat yang anti metafisis,
dimana dia hanya menerima fakta-fakta yang ditemukan secara positif-
ilmiah dan menjauhkan diri dari semua pertanyaan yang mengatasi
bidang ilmu-ilmu positif.

3. Konsep Static dan Dynamic


Auguste Comte membagi sosiologi menjadi dua bagian yaitu Social
Statics dan Social Dynamic9. Social statics dimaksudkannya sebagai
suatu study tentang hukum– hukum aksi dan reaksi antara bagian–
bagian dari suatu sistem sosial. Social statics merupakan bagian yang
paling elementer dari ilmu sosiologi, tetapi dia bukanlah bagian yang
paling penting dari study mengenai sosiologi, karena pada dasarnya
social statics merupakan hasil dari suatu pertumbuhan.
Bagian yang paling penting dari sosiologi menurut Auguste Comte
adalah apa yang disebutnya dengan social dynamic, yang
didefinisikannya sebagai teori tentang perkembangan dan kemajuan
masyarakat. Karena social dynamic merupakan study tentang sejarah
yang akan menghilangkan filsafat yang spekulatif tentang sejarah itu
sendiri.
Pembagian sosiologi kedalam dua bagian ini bukan berarti akan
memisahkannya satu sama lain. Bila social statics merupakan suatu
study tentang masyarakat yang saling berhubungan dan akan
menghasilkan pendekatan yang paling elementer terhadap sosiologi,
tetapi study tentang hubungan– hubungan sosial yang terjadi antara
bagian-bagian itu tidak akan pernah dapat dipelajari tanpa
memahaminya sebagai hasil dari suatu perkembangan. oleh karena itu,
Comte berpendapat bahwa tidaklah akan dapat diperoleh, suatu

9
Muhammad Syukur, Dasar- dasar Teori Sosiologi, (Depok: PT. RajaGrafindo Persada,
2008), hlm. 40

9
pemahaman yang layak dari suatu masalah sosial tanpa mengguanakan
pendekatan social dynamic atau pendekatan historis.
a. Social Dynamics
Social dynamics adalah teori tentang perkembangan
manusia. Comte tidak membicarakan tentang asal usul manusia
karena itu berada di luar batas ruang lingkup ilmu pengetahuan.
Karena ajaran filsafat positif yang diajukannya mengatakan bahwa
semua ilmu pengetahuan haruslah dapat dibuktikan dalam
kenyataan. Dia berpendapat bahwa di dalam masyarakat terjadi
perkembangan yang terus menerus, sekalipun dia juga
menambahkan bahwa perkembangan umum dari masyarakat tidak
merupakan jalan lurus.
Ada banyak hal yang mengganggu perkembangan suatu
masyarakat seperti faktor ras manusia sendiri, faktor iklim dan
faktor tindakan politik. Comte berpendapat bahwa jawaban tentang
perkembangan sosial harus dicari dari karakteristik yang
membedakan antara manusia dengan binatang. Menurut Comte,
yang membedakan manusia dengan binatang adalah perkembangan
inteligensi manusia yang lebih tinggi. Comte mengajukan hukum
tentang 3 tingkatan inteligensi manusia, yaitu pemikiran yang
bersifat theologis atau fictious, metaphisik atau abstrak, scientific
atau positive. Sjarah umat manusia sebenarnya ditentukan oleh
pertumbuhan dari pemikiran manusia, hukum tertinggi dari
sosiologi haruslah hukum tentang perkembangan inteligensi
manusia.
a) The Law of three stages
Merupakan hukum tentang perkembangan inteligensi
manusia, dan yang berlaku tidak hanya terhadap perkembangan
manusia, tetapi juga berlaku terhadap perkembangan individu.
Hukum ini merupakan generalisasi dari tiap bagian dari
pemikiran manusia yang berkembang semakin maju melalui 3

10
tahap pemikiran, yaitu The Telogical, or Fictitious; The
Metaphysical or Abstract; dan The Scientific, or Positive.
Tahap tingkatan pemikiran yang bersifat theological atau
fictious dibagi kedalam 3 bagian yaitu Fethism, adalah untuk
menggambarkan tingkatan pemikiran yang menganggap bahwa
semua gejala yang terjadi dan bergerak berada dibawah
pengaruh dari suatu kekuatan supernatural atau suatu kekuatan
ghaib. Dalam pemikiran ini, manusia menginterpretasikan
segala hal sebagai karya (hasil tindakan) dari supernatural being.
Oleh para ahli bidang agama dianggap sebagai tahap
perkembangan agama pada tingkatan yang animisme. Tetapi
evolusi pemikiran manusia berlangsung terus. Melalui suatu
proses atau daya imajinasi, manusia mulai menyederhanakan
daripada kekuatan-kekuatan gaib yang dianggap menguasai
segala benda-benda dan sesuatu yang bergerak itu. Proses
penyederhanaan ini menuju ke arah tahap pemikiran yang
bersifat polytheism. Polytheism, yaitu tingkat pemikiran bahwa
segala sesuatu yang di alam ini dikemudikan oleh kemauan
dewa-dewa. Dalam ini timbulah anggapan bahwa dewalah yang
menguasai gejala-gejala tertentu, dimana masing-masing dewa
itu hanya mengatur suatu kekuatan atau bagian khusus tertentu.
Dari tahap pemikiran polytheism, terjadilah hal-hal yang bersifat
kontradiktif, terutama mengenai kekuatan dari berbgai dewa.
Ada semacam kekayaan yang timbul dan manusia akhirnya tiba
pada suatu kesimpulan, bahwa dari berbagai dewa-dewa
tersebut, pastilah ada suatu dewa yang dianggap memiliki
kedudukan tertinggi, dibandingkan dengan dewa yang lain.
Tahap ini menjurus kearah strukturisasi dari para dewa tersebut,
yaitu anggapan atau pengakuan terhadap adanya dewa yang
tertinggi yang mengatur dewa-dewa yang lain. Dari pemikiran
penyederhanaan dewa-dewa tersebut, sampailah manusia pada

11
tingkat pemikiran yang menganggap bahwa hanya ada satu
Tuhan yang mengendalikan alam ini, yang disebut dengan
monotheism.
b) The Law of the hierarchie of the sciencies (hierarki dari ilmu
pengetahuan)
Di dalam menyusun susunan ilmu pengetahuan, Comte
menyadarkan diri kepada tingkat perkembangan pemikiran
manusia dengan segala tingkah laku yang terdapat didalamnya.
Sehingga sering kali terjadi didalam pemikiran manusia, kita
menemukan suatu tingkat pemikiran yang bersifat scientific.
Sekaligus pemikiran yang bersifat theologies didalam melihat
gejala-gejala atau kenyataan-kenyataan.
c) The Law of the correlation of practical activities
Comte yakin bahwa ada hubungan yang bersufat natural
antara cara berfikir yang theologies dengan militerisme. Cara
berfikir theologies mendorong timbulnya usaha-usaha untuk
menjawab semua persoalan melalui kekuatan(force). Karena itu,
kekuasaan dan kemenangan selalu menjadi tujuan daripada
masyarakat primitive dalam hubungan satu sama lain.
Pada tahap yang bersifat metafisis, prinsip-prinsip hukum
(khususnya hukum alam) menjadi dasar daripada organisasi
kemasyarakatan dan hubungan antara manusia. Tahap metafisis
yang bersifat legalistic demikian ini merupakan tahap transisi
menuju ke tahap yang bersifat positif.
d) The Law of the correlation of the feelings
Comte menganggap bahwa masyarakat hanya dapat
dipersatukan oleh feelings. Demikianlah, bahwa sejarah telah
memperlihatkan adanya korelasi antara perkembangan
pemikiran manusia dengan perkembangan dari social sentiment.
Didalam tahap yang teologis, sentiment sosial dan rasa simpati
hanya terbatas dalam masyarakat lokal atau terbatas dalam city

12
state. Tetapi dalam abad pertengahan, sosial sentiment
berkembang semakin meluas seiring dengan perkembangan
agama Kristen. Abad pertengahan adalah abad yang oleh Comte
dianggap sebagai abad dalam tahap metafisis. Tetapi dalam
tahap yang positif/ scientific, social simpati berkembang
menjadi semakin universal. Comte yakin bahwa sikap positif
dan scientific pikiraan manusia akan mampu
memperkembangkan semangat alturistis dan menguniversilkan
perasaan sosial(social simpati).

b. Social statics
Dengan social statics dimaksudkan Comte sebagai teori
tentang dasar masyarakat. Comte membagi sosiologi kedalam dua
bagian yang memiliki kedudukan yang tidak sama. Sekalipun social
statics adalah bagian yang lebih elememter didalam sosiologi tetapi
kedudukannya tidak begitu penting dibandingkan dengan social
dynamics. Fungsi dari sosial statics adalah untuk mencari hukum -
hukum tentang aksi dan reaksi dari pada berbagai bagian didalam
suatu sistem sosial. Sedangkan dalam sosial statics mencari hukum
-hukum tentang gejala- gejala sosial yang bersamaan waktu
terjadinya. Didalam sosial statics, terdapat 4 doktrin yaitu doktrin
tentang individu, keluarga, masyarakat dan negara.

4. Tahap Perkembangan Masyarakat Menurut Auguste Comte


Menurut Comte perkembangan manusia berlangsung dalam tiga
tahap10 :
a. Tahap teologis

10
Muhammad Syukur, Dasar- dasar Teori Sosiologi, (Depok: PT. RajaGrafindo Persada,
2008), hlm. 44-45

13
Dimulai sebelum tahun 1300 dan menjadi ciri dunia. Tahap
ini meyakini bahwa segala sesuatu yang terjadi di dunia ini
dikendalikan oleh kekuatan supranatural yang dimiliki oleh para
dewa, roh atau tuhan. Pemikiran ini menjadi dasar yang mutlak
untuk menjelaskan segala fenomena yang terjadi di sekitar manusia,
sehingga terkesan irasional. Dalam tahap teologis ini terdapat tiga
kepercayaan yang dianut masyarakat. Yang pertama fetisysme
(semuanya) dan dinamisme yang menganggap alam semesta ini
mempunyai jiwa. Kemudian animisme yang mempercayai dunia
sebagai kediaman roh-roh atau bangsa halus. Yang kedua politeisme
(memilih), sedikit lebih maju dari pada kepercayaan sebelumnya.
Politeisme mengelompokkan semua dan kejadian alam berdasarkan
kesamaan-kesamaan diantara mereka. Sehingga politeisme
menyederhanakan alam semesta yang beranekaragam. Contoh dari
politeisme, dulu disetiap sawah di desa berbeda mempunyai dewa
yang berbeda. Politeisme menganggap setiap sawah dimanapun
tempatnya mempunyai dewa yang sama, orang jawa mengatakan
dewa padi yaitu yaitu dewi sri. Yang terakhir, monoteisme yaitu
kepercayaan yang menganggap hanya ada satu Tuhan. Dalam tahap
teologis kami dapat mencontohkannya sebagai berikut
bergemuruhnya Guntur disebabkan raksasa yang sedang berperang.

b. Tahap metafisik
Tahap ini terjadi antara tahun 1300 sampai 1800. Pada tahap
ini manusia mengalami pergeseran cara berpikir. Pada tahap ini,
muncul konsep-konsep abstrak atau kekuatan abstrak selain tuhan
yakni alam. Segala kejadian di muka bumi adalah hukum alam yang
tidak dapat diubah. Contoh, pejabat negara adalah orang yang
berpendidikan dan telah mengenal ilmu pengetahuan namun ia
masih saja bergantung dan mempercayai kekuatan dukun.

14
c. Tahap positivisme
Pada tahap ini semua gejala alam atau fenomena yang terjadi
dapat dijelaskan secara ilmiah berdasarkan peninjauan, pengujian
dan dapat dibuktikan secara empiris. Tahap ini menjadikan ilmu
pengetahuan berkembang dan segala sesuatu menjadi lebih rasional,
sehingga tercipta dunia yang lebih baik karena orang cenderung
berhenti melakukan pencarian sebab mutlak (Tuhan atau alam) dan
lebih berkonsentrasi pada penelitian terhadap dunia sosial dan fisik
dalam upayanya menemukan hukum yang mengaturnya. Contoh,
tanaman padi subur bukan karena akibat kehendak dewi Sri
melainkan akibat dari perawatan dan pemupukan yang baik.

5. Kebudayaan Materiil dan Non-Materil


Pandangan comte mengenai transisi dari masyarakat militer ke
industry sudah jelas mengandung implikasi perubahan dalam
kebudayaan materil. Terutama munculnya industrialism tergantung
pada kemajuan teknologi dan kemajuan teknologi dalam teknologi
mencerminkan perubahan dan kebudayaan materil. Comte merasa
bahwa perubahan dalam kebudayaan non materil merupakan kunci
untuk memahami dinamika perubahan sosial.
Tekanan pada tingkat budaya kenyataan sosial yang dirintis oleh
comte, tidak dapat bertahan begitu sosiologi berkembang. Sehingga kita
dapat melihat bahwa masalah perubahan budaya pada akhirnya jauh
lebih kompleks daripada model-model perubahan budaya yang
ditawarkan oleh comte atau ahli sosial lainnya.
Aguste Comte merupakan manusia yang berjalan di tengah- tengah
antara ideologi yang berkembang (progresif vs konservatif), berada pada
ruang abu-abu (keilmiahan imu pengetahuan). Comte memberikan
sumbangsih cukup besar utnuk manusia walaupun, ilmu pengetahuan
yang dibangun merupakan ide generative dan produktifnya. Comte turut

15
mengembangkan kebudayaan dan menuliskan bahwa ”sebagai anak kita
menjadi seorang teolog, sebagai remaja kita menjadi ahli metafisika dan
sebagai manusia dewasa kita menjadi ahli ilmu alam11”.

11
Muhammad Syukur, Dasar- dasar Teori Sosiologi, (Depok: PT. RajaGrafindo Persada,
2008), hlm. 46

16
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan
Ketika kita berbicara sosiologi dalam berbagai bentuk tindakan
sosial seseorang, sebenarnya bukanlah sesuatu yang asing dan sekonyong-
konyong muncul begitu saja. Bahkan parapemikir beranggapan bahwa,
berbagai bentuk tindakan-tindakan sosial seseorang itu baru sama sekali
sehingga memunculkan istilah sosiologi di khasanah ilmu-ilmu sosial
sebagai disiplin termuda. Sejauh istilah tersebut sebagai sebuah istilah
sosiologi memang benar adanya. Tetapi jika yang dimaksud adalah
tindakan-tindakan sosial atau perilaku sosial seseorang maka perilaku sosial
seseorang dimaksud bukanlah sesuatu tindakan sosial yang sama sekali
baru.
Auguste comte masuk ke dalam lingkungan intelek berkat jasa dari
Saint-Simon yang kemudian ia mengembangkan sayapnya sendiri sesuai
dengan pemikirannya sendiri. Beberapa sumber penting yang menjadi latar
belakang yang menentukan jalan pikiran August Comte, yaitu:
1. Revolusi perancis dengan segala pemikiran yang berkembang pada
masa itu.
2. Aliran reaksioner dari para ahli pikir Thoecratic terutama yang bernama
De Maistre dan De Bonald
3. Lahirnya aliran yang dikembangkan oleh para pemikir sosialistik,
terutama yang diprakarsai oleh Sain–Simont.

B. Saran
Penulis tentunya masih menyadari jika makalah diatas masih
terdapat banyak kesalahan dan jauh dari kata sempurna. Penulis akan
memperbaiki makalah tersebut dengan berpedoman pada banyak sumber
serta kritik yang di bangun dari para pembaca.

17
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Yusri Abdul Ghani. 2004. Historiografi Islam. Jakarta: Raja Garfindo

Persada.

Almanaf. Pemikiran Ibnu Khaldun Tentang Pendidikan Relevansinya Dengan


Pendidikan Dunia Modern. jurnal Tarbawi, Vol. 17 No. 1, 2020, hlm. 34

Assegaf, Abd Rachman. 2013. Aliran Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta: Raja

Grafindo Persada.

Hendra, Djaja. Sosiologi Pendidikan Dalam Pemikiran Ibnu Khaldun. Jurnal


Pendidikan, Vol. 3 No. 3 Edisi November 2021 hlm. 57

Himmish, Bensalem. 2010. Ibnu Khaldun Sang Maha Guru. Tanggerang: Lentera

Hati.

Laeyendecter. 1991. Tata Perubahan dan Ketimpangan: Suatu Pengantar Sejarah


Sosiologi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

TIM Pakar Fakultas Tarbiyah. 2009. Pendidikan Islam dari Paradigma Klasik

Hingga Kontemporer. Malang: UIN-Maliki Press.

Syukur, Muhammad. 2018. Dasar- dasar Teori Sosiologi. Depok: PT.


RajaGrafindo Persada

18

Anda mungkin juga menyukai