Disusun oleh :
Aprijudis Setiawan
1
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Robbil Alamien segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam dengan
kasih dan sayangnya telah mengantarkan penyusun untuk menyelesaikan makalah ini.
Sholawat dan salam semoga selalu tercurah kepada baginda nabi Muhammad SAW, khotamul
anbiya’i wal mursalin, semoga kita semua pada hari kiamat kelak mendapat syafa’at dari
beliau. Amien yaa robbal aalamien.
Makalah ini disusun dalam menyeselesaiakn tugas individu & kelompok pada mata kuliah
Pendekatan Studi Islam Dalam Perspektif Sejarah (PSIDPS). Dosen Pengampu Dr. Muslih
Hidayat. M.Pd.I. Pada program pasca sarjana IAI Al-Azhaar Lubuk Linggau. Dan tentunya
dalam Menyusun makalah ini ada kekurangan dan kesalahan, perlu kritik, saran dan masukan,
sehingga makalah ini berguna bagi umat manusia.
Akhirnya penulis sangat berharap melalui makalah yang sederhana ini, dapat memberi
manfaat dan sumbangsih pemikiran akademik yang berkelanjutan bagi para pembaca sekalian.
Aprijudis Setiawan
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………….ii
A. BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah………………………………………………………….4
B. Rumusan Masalah………………………………………………………………..5
C. Tujuan Penulisan………………………………………………………………….5
B. BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pemikiran Modern Dalam Islam……………………………………..6
B. Model Penelitian Pemikiran Dalam Islam……………………………………….7
C. Signifikansi Penelitian Pemikiran Modern Dalam Islam………………………..11
C. BAB III
PENUTUP
Kesimpulan…………………………………………………………………………...22
Saran …………………………………………………………………………………22
Daftar Pustaka……………………………………………………………………......23
3
BAB I
PENDAHULUAN
Kajian Model Pemikiran Modern Dalam Islam
1
HarunNasution, Pembaharuan dalam Islam Sejarah dan Gerakan (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), hlm.
10
2
Nur Khakim, Islam : Doktrin Pemikiran dan Realitas Historis (Yogyakarta: Aditya Press. 2002) hlm. 68
4
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian pemikiran modern dalam Islam?
2. Bagaimana model penelitian pemikiran dalam Islam?
3. Bagaimana signifikansi penelitian pemikiran modern dalam Islam?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pengertian pemikiran modern dalam Islam
2. Untuk mengetahui model penelitian pemikiran dalam Islam
3. Untuk mengetahui signifikansi penelitian pemikiran modern dalam Islam
5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pemikiran Modern Dalam Islam
Makna dari pemikiran Islam adalah semua hasil karya akal kaum muslim yang
menyangkut masalah-masalah akidah, syari’ah, dan kehidupan rohaniah dan jasmaniah,
kehidupan dunia, politik, ekonomi, sosial, dan lain sebagainya.
Dalam dunia akademis, umumnya pemikiran Islam meliputi bidang-bidang
ilmu kalam, Filsafat Islam, Tasawuf, dan Ushul Fiqh. Kalau nisbah pemikiran itu
kepada Islam, maka sudah seharusnya pemikiran itu tidak boleh berlawanan dan
bertentangan dengan ajaran pokok Islam yang bersumber kepada al-Qur’an dan Hadis.
Kalu pemikiran tersebut bertentangan dan tidak sesuai denagn ajaran Islam , maka tidak
boleh dinisbahkan kepada pemikiran Islam.3
Selanjutnya menyangkut masalah modernisme. Kata modernisme tidak hanya
berarti orientasi kepada kemoderenan, tetapi merupakan terminology khusus yang
intinya adalah memodernisasi pemahaman agama. Modernisme meyakini bahwa
kemajuan ilmiah dan budaya modern membawa konsekuensi reaktualisasi berbgai
ajaran keagamaan tradisional mengikuti disiplin pemahaman filsafat ilmiah yang
tinggi.4
Membicarakan sebuah pemikiran tidak bisa melepaskan diri dari hal-hal yang
melatar belakangi pemikiran modernis. Modernisasi menjadi tombak perubahan
pemikiran khusus dalam Islam. Secara sosiologis, pemikiran yang dilakukan dilatar
belakangi oleh perubahan sosial yang terjadi karena efek globalisasi dari proses
modernisasi. Perubahan yang disebabkan modernisasi adalah tantangan baru yang
dihadapi oleh masyarakat. Sehingga perubahan sosial ini akan mempengaruhi
pemikiran dan perilaku keagamaan diantaranya Nurkholis Madjid.
Sedangkan modernisasi menurut Nurkholis Madjid, dimaksudkan sebagai
penyegaran pemahaman, bukan inovasi atau pembaruan. Inti makna pembaruan adalah
up dating pemahaman kita terhadap ajaran agama kita dan cara mewujudkan ajaran
dalam masyarakat. Ajaran Islam itu sendiri menurutnya sudah sempurna. Tapi
pemahaman orang Islam sendiri terhadap ajaran Islam selalu berubah dan terus
berubah. Sedangkan tujuan modernisasi itu sendiri dilakukan, untuk membuat agama
3
Jurnal Tsaqafah, Tajdid dan Modernisasi Pemikiran Islam. Vol. 9, No. 2, November 2013. Hlm, 405
4
Munir al-Ba’lalabaki, Kamus Inggris-Arab, (Beirut: Dar al-Ilm li al-Malayin, 1974), hlm. 386
6
yang kita Yakini sepenih hati ini lebih fungsional dalam memberi jawaban terhadap
tantangan modern, maksud dari memberi jawaban adalah mengarahkan, membimbing
dan memberi makna kepadanya. Sementara, dari sisi lain, lanjut Nurkholis Madjid,
ialah untuk membuat modernitas lebih konsonan dengan tuntutan-tuntutan moral
sebagai wujud terpenting sikap pasrah kepada Allah.5
5
Dedi Djamaluddin Malik dan Idi Subandy Ibrahim, Zaman Baru Islam Indonesia (Bandung: Zaman
Wacana Mulia, 1998), hlm. 178
7
1. Model penelitian Deliar Noer
6
Prof. Dr. H. Abudin Nata, M.A Metodologi Studi Islam. PT. raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 348
8
tersebut telah tercapai- umpamanya- pada masa Indonesia merdeka. Sehingga timbul
masalah pilihan, kapada siapa kepemimpinan itu di serahkan.
Berdasarkan uraian di atas, terlihat jelas bahwa Deliar NOer telah memberikan
model penelitian yang memenuhi persyaratan sebagai penelitian sejarah, yang dalam
hal ini sejarah gerakan moderrn Islam di Indonesia tahun 1900-1942, dengan
kesimpulan yang secara akademis dapat di pertanggungjawabkan validitasnya.
Penelitian tersebut walaupun tidak secara eksplisit mengemukakan latar belakang
pemikiran, permasalahann tujuan, metode dan pendekatan setra kerangka analisis yang
di gunakan dalam penelitian, namun secara keseluruhan berbagai aspek yang
seharusnya ada dalam sebuah penelitian telah tertampung dalam penelitian yang di
lakukan Deliar Noer.7
Berdasarkan uraian di atas, tentang model penelitian pemikiran modern dalam
Islam yang dilakukan Deliar Noer dapat kita simpulkan sebagai berikut:
1. Asal usul Gerakan pembaharuan Islam di Indonesia dimulai dari Gerakan
Pendidikan dan social, kemunduran pada bidang politik yang terlihat dari kegiatan
partai-partai yang mendasarkan dirinya pada citra Islam.
2. Sifat Gerakan ini dibentuk oleh pemimpin organisasi serta lingkungan tempat
organisasi itu dibentuk.
7
Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam Sejarah Pemikiran Dan gerakan (Jakarta: Bulan Bintan ,1975)
9
dan mendasar dari suatu ajaran atau objek yang diteliti, serta didukung oleh data-data
historis yang dipercaya.8
Dari penelitian itu, Gibb mengemukakan tentang dasar-dasar alam pikiran
Islam, ketenggangan dalam Islam, dasar-dasar moderisme, agama kaum modern.
Hukum dan masyarakat serta Islam di dunia.
Terlihat bahwa model penelitian gerakan modern dalam Islam yang di lakukan
Gibb bersifat penelitian kepustakaan yaitu penelitian yang sepenuhnya menggunakan
bahan-bahan yang terdapat dalam sumber-sumber tertulis, khususnya buku buku nyang
dihasilkan para penulis sebelumnya.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitiannya itu adalah pendekatan filosofis
historis, yaiu penelitian yang menekankan pada upaya untuk menarik nilai-nilai
universal yang di dasarkan pada informasi yang terdapat dalam kitab suci dan di dukung
oleh kebenaran sejarah.9
8
Abudin Nata, hlm.389
9
Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, (Jakarta:LP2ES, 1980) hlm.13
10
pengetahuan. 10. Maka dari itu , umat Islam harus terlebih dahulu dibebaskan dari faham
jumud, taklid, Kembali lagi berijtihad dan Kembali kepada Islam yang murni.
10
Jurnal Kependidikan MI, Kajian Pemikiran Tokoh Modern Muhammad Abduh (Rekonstruksi
Pendidikan Islam) ,Vol. 6 No. 2.(2020), hlm. 1
11
antara suatu lingkaran dan diameternya. Kemudian Ummar Khayyam menciptakan
teori tentang angka-angka “irrasional” serta menulis buku yang sistematis tentang
mu’addalah (equation). Disusul kemudian Ibn Tsabit bin Qurrah pada abad IX
menciptakan hitungan integral dan menghubungkan antara geometri dan Al Jabar. At-
Thousi, al-Biruni, Abul Wafa mengerjakan teori tenang sainus dan melahirkan
“secante” beberapa abad sebelum Copernicus memulai usaha tersebut, serta
menerjemahkan karya-karya diophantos ahli matematika Yunani.
12
melakukan riset-riset/ penyelidikan ilmiah atas fenomena alam yang dalam bahasa
Al Qur’an biasa disebut sebagai tanda-tanda kebesaran Allah (baca: ayat-ayat
Kauniyah).11
Signifikansi dan relevansi Islam dengan pemikiran pada abad modern yaitu
dengan meninjau Kembali ajaran-ajaran Islam dan menafsirkannya dengan
interpretasi baru, untuk menjadikan Islam sebagai agama modern.
Dan di antara Umat Islam sendiri, terdapat beberapa tokoh yang melakukan
modernisasi keagamaan. Di antara mereka adalah Syed Ahmad Khan, Mohammad
Iqbal, Qosim Amin, dan Ali Abdul Raziq.
1. Modernisasi Syed Ahmad Khan (1817-1898 M). Pelopor modernisme di dunia
Islam adalah Sayid Ahmad Khan yang lahir di India. Pola pikirnya sangat sesuai
dengan makna dan tujuan modernisme itu sendiri, yaitu: berusaha
merelevansikan ajaran agama Islam dengan pengetahuan modern dengan jalan
menafsirkan kembali ajaran agama sesuai dengan pengetahuan modern.12
Tampaknya, Syed Ahmad Khan sangat berusaha keras untuk melestarikan
peradaban Barat dan membuka jalan bagi Kaum Muslim untuk meniru
peradaban Barat. Untuk mencapai hal itu, ia menempuh tiga prinsip: pertama,
bekerjasama dalam bidang politik (cooperation dengan Barat). Kedua,
mengimpor ilmu–ilmu Barat dalam lapangan kebudayaan, dengan membangun
Alligard Moslem University, dengan merombak kurikulumnya dan
memasukkan ilmu umum (sains dan teknologi), mengajarkan sastra dan bahasa
Eropa. Dalam hal ini, Khan melakukan tajdid, tetapi kurikulum yang diterapkan
tidak mencerminkan kurikulum yang Islami, apalagi menjamah masalah
Islamisasi Ilmu Pengetahuan. Ketiga, menafsir- kan kembali ajaran Islam dalam
lapangan pemikiran.13
11
Jurnal Fikroh. Vol. 4 No. 1 Juli 2010, hlm. 50-52
12
Sir Ahmad Khan, “Reenterpretation of Moslem theology”, dalam John J. Donohue dan John L.
Espesito (ed), Islam In Transition and Prespektives, (Jakarta: Rajawali, 1984), 61-64.
13
Basri Ahmad Dar, The Religious Thought of Sir Ahmad Khan, (Lahore: Institute of Islamic Culture,
1957), hlm. 270
13
hukum-hukum alam (naturalisme). Ia beranggapan bahwa al-Qur’an adalah
firman Allah dan hukum-hukum alam adalah perbuatan-Nya, maka tidak
mungkin firman Allah bertentangan dengan perbuatan-Nya. Lanjutnya, Umat
Islam cukup berpegang pada al- Qur’an, sehingga tidak memerlukan hadis.
Umat Islam tidak perlu bersandar kepada tafsir-tafsir klasik yang penuh dengan
khurafat dalam memahami al-Qur’an, tetapi mereka dapat menafsirkan al-
Qur’an sendiri dengan pengalaman dan ilmu pengetahuan modern.14
14
Khalil Abu Hamid abu ‘Ala, Jawanib min al-Hindi al-Islam, (Kairo:Maktabah al-ma’arif al-Hadisah,
1979), hlm. 41
15
Ibid, hlm. 113-118
16
Ibid, hlm. 275
14
Al-Afghani memberi contoh kehancuran penganut aliran ini, seperti Bangsa
Yunani karena mengadopsi aliran Abiqur.17 Bangsa Persi karena mengadopsi
aliran Muzdik.18 dan Bangsa Mesir karena mengadopsi aliran Kebatinan.
17
Jamal al-Din al-Afgani, al-Raddu ‘ala al-Dahriyyin, Terj. Muhammad Abduh, (Kairo: al-Salam al-
Alami, T. Th), hlm 59-60
18
Ibid, hlm. 63
19
Abu al-Hasan al-Nadawi, Mûjaz Târîkh Tajdîd Fikrah al-Islâmiyyah wa Fikrah al- Gharbiyyah, 163;
dan Islâm wa al-H{ârah al-Gharbiyyah, hlm. 110 dan 114.
20
Maulana Muhammad Ali, The Religion of Islam, (Lahore; T. Pn, 1971), hlm. 242
15
berpijak kepada pengalaman empiris dan bukan pada pemikiran para fuqaha.21
Ia berpendapat bahwa kebangkitan Islam yang dinanti-nantikan haruslah meniru
langkah Turki dan berbuat seperti mereka dengan meninjau kembali warisan-
warisan pemikiran Islam.22 Karena, Turki satu-satunya yang memerangi
stagnasi akidah dan bangkit dari kejumudan intelektual. Turki satu-satunya
bangsa yang benar-benar mengajak pada kebebasan berpikir, yang berangkat
dari alam ide kepada alam nyata.23 Iqbal kemudian mengemukakan kriteria
modernisasi yang diserukannya kepada Kaum Muslim, yakni menuntut
peninjauan kembali terhadap warisan-warisan intelektual salaf, merekonstruksi
syariah sedini mungkin sesuai dengan pemikiran dan pengalaman modern, serta
mengadakan interpretasi baru terhadap prinsip-prinsip yang fundamental.24
Pengaruh Turki yang cukup signifikan terhadap pemikiran Iqbal bukan
hanya datang dari Kemal Attaturk, tetapi juga datang dari Jalaluddin al-Rumi.
Di samping itu, Iqbal juga tepengaruh oleh aliran Filasaf Positivisme Agust
Comte yang Atheis; juga Dhiya’ ukap, yang mengumandangkan paham
persamaan gender antara laki-laki dan perempuan dalam hukum perkawinan,
talak, dan waris. Mereka itu dianggap sebagai cerminan gerakan modernisasi
dalam Islam.25
Iqbal juga terpengaruh oleh orientalis, Gold Ziher. Mengenai
penelitiannya terhadap hadis Nabi SAW, Iqbal menukil pendapat orientalis
Gold Ziher, bahwa penelitian yang mendalam tentang hadis-hadis dengan
menggunakan metode kritik sejarah menunjukkan bahwa hadis-hadis Nabi
SAW tidak dapat dipercaya kebenarannya, sehingga hadis yang menyangkut
hukum syariah perlu diteliti isinya.
Menanggapi Iqbal, Abu ‘Ala Maududi berkomentar:
“Tetapi Iqbal dengan segala kejeniusannya dalam bersyair, tidak
pernah lepas dari berbagai bahaya. Sayang sekali bahwa tulisan-
tulisannya tidak pernah sepi dari berbagai hal kontradiktif. Ia telah
21
Muhammad Iqbal, Tajdid al-Fikri al-Din fi al-Islam, Terj. Abbas Mahmud al-Aqad, (Kairo: Dar al-Taklif
wa al-Tarjamah wa al-Nasyr, 1955), hlm. 182
22
Ibid, hlm. 176
23
Bustami Muhammad. Said, Pembaharu dan Pembaharuan dalam Islam, Terj. Mahsun al-Mundzir,
(Gontor-Ponorogo: PSIA ISID, 1991), hlm. 148
24
Ibid, hlm. 139
25
Ibid, hlm. 192
16
melalui berbagai fase yang berbeda dalam perkembangan pemikiran
selama hidupnya. Ia tidak dapat membentuk pemikiran Islam yang
jernih kecuali tahun-tahun terakhir dari hidupnya. Di tahun-tahun
pertama dari kehidupannya pemikirannya tentang Islam bercampur dan
dipengauhi oleh pemikiran- pemikiran Barat”26
26
Maryam Jameela, Islam in theory and Practice, (Lahore: Muhammad Yusuf Khan, 1970), hlm. 99
27
Muhammad Imarah, Al-Masiriyun-al-A’mal al-Kamilah li Qasim Amin, Juz 1, (Beirut: al-Mu’assah al-
arabiyah li dirasah wa al-Nasyr, 1976), hlm. 292
17
Ia juga menghimbau bagi mereka kepada pergaulan bebas, antara laki-laki dan
perempuan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa modernisasi yang digagas oleh
Qasim Amin telah terlepas dari konteks tajdid dalam Islam, dan hanya merupakan
taghrîb (westernisasi) semata, bahkan tahrîf (penyelewengan) terhadap ajaran Islam
itu sendiri. Perkataan Amin bahwa syariah Islam adalah masalah yang tidak tetap
perlu dikritisi. Memang syariah Islam itu bersifat umum, ada yang harus tetap dan
ada yang boleh berubah, seperti rukun Iman dan rukun Islam jelas tidak boleh
berubah, tetapi model pakaian Islam boleh berubah sesuai dengan perkembangan
zaman dan tempat, asalkan tetap menutup aurat. Adapun pandangannya bahwa
tidak semua perkataan Nabi SAW merupakan bagian dari agama, menunjukkan
bahwa Amin ingin mengadakan sekularisasi bagi ajaran Islam. Padahal ajaran Islam
mencakup seluruh aspek kehidupan, tetapi hukumnya bermacam-macam, adanya
yang wajib, jaiz, mubah, makruh, dan haram. Hal tersebut menunjukkan bahwa
Islam itu luas dan luwes.
Anjuran Amin bagi para wanita untuk melepas jilbab dan mengikuti gaya
hidup bebas sebagaimana Masyarakat Barat merupakan upaya menghapuskan
syariah Islam dan menggantikannya dengan hukum Barat yang sekuler. Pendapat
ini jelas absurd, sebab kemajuan wanita Muslimah bukan ditentukan oleh hal
demikian, melainkan oleh pendidikan dan ketrampilannya. Juga perlu ditegaskan di
sini, bahwa Kaum Muslimah dapat maju dalam berbagai aspek kehidupan tanpa
harus mengadopsi hukum Barat.
28
Charle adam, Islam and modernization In Egypt, hlm. 252
18
yang dimaksud. Adapun hadis-hadis tentang imamah, baiat, jamaah, dan
sebagainya tidak patut dijadikan dalil oleh mereka yang menganggap khilafah
sebagai akidah atau hukum agama, sebab hadis itu tidak lebih sebagaimana
perkataan Isa mengenai hukum-hukum agama yang berkaitan dengan
pemerintahan Kaisar Romawi.
Raziq lebih mengedepankan substansi dari sebuah pemerintah- an, yakni
menegakkan keadilan. Ia tidak menghiraukan penamaan dari pemerintahan itu
sendiri. Apapun namanya, baik itu kesultanan, kepresidenan, atau kekaisaran,
yang penting adalah mereka harus mampu menegakkan keadilan.
“jika yang dikatakan oleh ahli fikih tentang imamah dan khilafah itu
sama dengan apa yang dimaksud oleh para ahli politik, maka benar apa
yang mereka katakan bahwa syiar agama dan kemaslahatan masyarakat
tergantung bentuk pemerintahannya; absolutisme atau terbatas, kerajaan
atau republik, diktator atau konstitusional, dengan demokrasi atau
sosialis.”29
29
D}iyâ’u al-Dîn al-Rais, al-Islam wa al-Khilâfah fî al-’Asri al-H}adîs; Naqd lî Kitâb “al- Islâm wa Us}ûl al-
H}ukm, (Kairo: Maktab Dâr al-Turâs, 1976), 256-257.
30
Ibid, hlm. 139-167
31
Ibid, hlm. 182-194
19
politik Barat yang sekuler untuk diterapkan dalam pemerintahan mereka, dan
meninggalkan sistem khilafah. Hal tersebut terangkum dalam pernyataannya:
“Dirikanlah Negara Islam!”, tetapi amalannya telah mencerminkan hal itu, dan
masalah ini tidak terbantahkan oleh fakta sejarah. Pada masa selanjutnya, hal
ini kemudian dicontoh oleh al-Khulafâ al- Râsyidûn.
32
Ali ‘Abd Raziq, Al-Islâm wa Us}ûl al-H}ukm: Bah}tsu al-Khilâfah wa al-H}ukûmah fî al-Islâm, (T. Tp:
Dâr al-Hilâl, Cet. I, 1925), 146.
20
ilmunya sangat bervariasi, apalagi oleh rakyat yang menentang Tuhan dan
syariah-Nya.
21
BAB
III
Kesimpulan
Jadi apa yang dilakukan oleh kaum modernis itu lebih bersifat taghrib
(westernisasi bahkan sekulerisasi ajaran Islam). Islam tidak menafikan adanya
inovasi kreatif dan dinamis dalam pemikiran masalah-masalah yang mungkin
berubah, tetapi bukan dalam hal-hal yang bersifat tetap. Namun karena nisbah
pemikiran tersebut ditujukan kepada Islam, maka pemikiran Islam tersebut
harus selalu berpegang teguh terhadap sumber-sumber al-qur’an dan hadis, baik
secara tersirat maupun tersurat.
SARAN
22
DAFTAR PUSTAKA
Nasution, Harun, 1975: Pembaharuan dalam Islam Sejarah dan Gerakan Jakarta: Bulan
Bintang
Nur, Khakim, Islam. 2002 : Doktrin Pemikiran dan Realitas Historis. Yogyakarta: Aditya Press.
Jurnal Tsaqafah, 2013: Tajdid dan Modernisasi Pemikiran Islam. Vol. 9, No. 2, November
Djamaluddin, Dedi, Malik dan Idi Subandy Ibrahim, 1998: Zaman Baru Islam Indonesia
Bandung: Zaman Wacana Mulia
Nata, Abudin Prof. Dr. H., M.A, tt: Metodologi Studi Islam. PT. raja Grafindo
Persada, Jakarta
Nasution, Harun, 1975, Pembaharuan Dalam Islam Sejarah Pemikiran Dan gerakan
Jakarta: Bulan Bintang
Jurnal Kependidikan MI, 2020: Kajian Pemikiran Tokoh Modern Muhammad Abduh
(Rekonstruksi Pendidikan Islam) ,Vol. 6 No. 2.
Jurnal Fikroh. Vol. 4 No. 1 Juli 2010
Ahmad Khan Sir, 1984: “Reenterpretation of Moslem theology”, dalam John J. Donohue dan
John L. Espesito (ed), Islam In Transition and Prespektives, Jakarta: Rajawali
Ahmad, Dar, Basri, 1957: The Religious Thought of Sir Ahmad Khan, Lahore: Institute of Islamic
Culture
Hamid abu ‘Ala, Khalil Abu Jawanib, 1979: min al-Hindi al-Islam, Kairo:Maktabah al-ma’arif al-
Hadisah
Al-Din al-Afgani Jamal, al-Raddu ‘ala al-Dahriyyin, Terj. Muhammad Abduh, Kairo: al-Salam al-
Alami, T. Th
Al-Hasan, al-Nadawi, Abu, Mûjaz Târîkh Tajdîd Fikrah al-Islâmiyyah wa Fikrah al- Gharbiyyah,
163; dan Islâm wa al-H{ârah al-Gharbiyyah
Iqbal, Muhammad, 1955: Tajdid al-Fikri al-Din fi al-Islam, Terj. Abbas Mahmud al-Aqad, Kairo:
Dar al-Taklif wa al-Tarjamah wa al-Nasyr
23
Said, Muhammad, Bustami,1991: Pembaharu dan Pembaharuan dalam Islam, Terj. Mahsun
al-Mundzir, Gontor-Ponorogo: PSIA ISID
Jameela, Maryam, 1970: Islam in theory and Practice, Lahore: Muhammad Yusuf Khan
Imarah, Muhammad, 1976: Al-Masiriyun-al-A’mal al-Kamilah li Qasim Amin, Juz 1, Beirut: al-
Mu’assah al-arabiyah li dirasah wa al-Nasyr
Al-Dîn al-Rais D}iyâ’u, 1976: al-Islam wa al-Khilâfah fî al-’Asri al-H}adîs; Naqd lî Kitâb “al- Islâm
wa Us}ûl al-H}ukm, Kairo: Maktab Dâr al-Turâs
Abd, Raziq, 1925: Ali, Al-Islâm wa Us}ûl al-H}ukm: Bah}tsu al-Khilâfah wa al-H}ukûmah fî al-
Islâm, T. Tp: Dâr al-Hilâl, Cet. I.
24