Anda di halaman 1dari 26

NILAI DASAR PERJUANGAN (NDP) HMI sebagai NILAI DASAR PERADABAN

(TELAAH KRITIS GAGASAN UTAMA CAKNUR DALAM BUKU ISLAM


DOKTRIN PERADABAN)1
OLEH : FAIZ AL ZAWAHIR2
A. MUQADIMAH
Ketika mendapat kabar tentang LK3 yang akan dilaksanakan oleh PB-HMI yang salah satu
persaratannya adalah membuat critical review terhadap dua karya yang begitu menginsfirasi yaiu
“Islam Doktrin Pradaban” karya mahaguru bangsa almarhum Nurcholis Madjid dan yang kedua
“Muslim Intelegensia” masterpiece karya Yudi latif. Setelah dipertimbangkan saya memilih buku
islam doktrin peradaban buah karya ayahanda nurcholis madjid dengan berbagai pertimbangan.
Pertama, cak nur panggilan akrab ayahanda Nurcholis Majid adalah tokoh yang begitu
menginsfirasi diri saya. Karena dengan membaca fikirannya dalam NDP HMI mengubah pola fikir
saya tentang agama,kehidupan terlbih tentang pandangan saya tentang islam. Kedua, pemikiran
caknur dalam bukunya Islam Doktrin Peradaban sangat berhubungan bahkan menjadi salah satu
buku wajib dalam memahami Nilai-Nilai Dasar Perjuangan (NDP) HMI. Sehingga dalam
pemahaman saya NDP HMI bukan lagi sebagai Nilai-Nilai Dasar Perjuangan melainkan sebagai
“NILAI DASAR PERADABAN” .
Tentunya dalam tulisan singkat ini saya tidaklah berani menempatkannya sebagai “critical
review” karena tentunya saya menyadari kapasitas diri untuk memberikan kritik terhadap
pemikiran ayahanda nurcholis Madjid meskipun sebagaimana menurut imam Alfarabi kritik
adalah bentuk penghormatan. Pada tulisan ini saya hanya mencoba mentelaah fikiran caknur dalam
bukunya islam doktrin peradaban dan Nilai Dasar Perjuangan HMI,sehingga dalam pemahaman
saya NDP HMI tidak hanya menjadi Nilai Nilai Dasar Perjuangan melainkan telah menjadi NILAI
DASAR PERADABAN. yang mana dalam dua karya ayahanda caknur tersebut kita bisa
memahami dimensi islam sebagai pondasi membangun peradaban.
Tulisan ini meski dinamakan sebagai critical review terhadap buku islam doktrin peradaban
karya ayahanda Nurcholis Madjid,tentunya penulis menyadari bahwa tulisan ini belumlah pantas
dinamakan sebagai critical review terhadap buku tersebut dikarenakan banyak sekali nilai yang
terkandung dalam buku tersebut selain daripada terbatasnya ilmu dan pemahaman penulis.

1
Critical Review Terhadap Pemikiran Nurcholis Madjid Dalam Buku Islam Doktrin Peradaban Terbitan Paramadina
cetakan ke V 2005
Dibuat Guna Memnuhi Salah Satu Persaratan LK3 PB-HMI
2
Anggota biasa HMI yang tumbuh dan berkembang dilingkungan HMI Komisariat Tarbiyah Cabang Kabupaten
Bandung.
Dalam kancah kecendikiaan nasional, kita banyak mengenal tokoh yang kapasitas
intelektualnya tidak diragukan lagi. Nurcholish Madjid (Cak Nur), Kuntowijoyo, Abdurrahman
Wahid (Gus Dur), Frans Magnis Suseno, Y.B. Mangunwijaya, dan Driyarkara merupakan nama-
nama yang menurut pengamatan penulis layak dikategorikan sebagai cendikiawan kelas wahid di
negeri ini. Tiga nama yang disebut pertama adalah kaum cendikia yang lahir dari rahim umat
Islam, sementara dua nama terakhir adalah cendikiawan-cendikiawan yang lahir dari
rahimKristiani. Meskipun berbeda latar belakang agama dan keilmuan, kelima orang tersebut
berkiprah di Indonesia demi kemajuan bangsa dan negara Indonesia. Maka tak mengherankan jika
kelimanya sangat dekat di hati bangsa ini.
Di antara cendikiawan muslim yang disebut di atas, Cak Nur merupakan tokoh yang
seringkali disebut sebagai penarik gerbong perubahan cara pandang keislaman. Hal ini bisa
difahami karena memang secara historis Cak Nur adalah orang Islam pertama yang secara terbuka
membuka jalan bagi tumbuh kembangnya pembaharuan pemikiran dalam dunia Islam Indonesia
melalui artikel-artikelnya yang tersebar luas pada tahun 60-an sampai 70-an. Hal itu ia lakukan
pada saat masih menjadi aktivis mahasiswa. Berawal dari sana, karya-karya intelektual Cak Nur
terus berkembang sampai ia wafat. Keluhuran budi, keluasan pengetahuannya, serta
kepeduliannya akan nasib bangsa ini pada gilirannya menggiring bangsa Indonesia untuk
menjuluki Cak Nur sebagai Guru Bangsa.
Apa yang dilakukan oleh caknur dalam rangka membumikan visi islam yang berdimensi
kemanusiaan,karena tujuan dari agama adalah menuntun manusia mencapai kebahagiaan. 3 Dalam
hal ini meminjam istilah yang dipakai oleh Solahudin jurrsy apa yang dilakukan oleh caknur
adalah membumikan islam yang progresif.
Dalam islam progresif program yang paling penting adalah upaya kaderisasi yang bertujuan
merekayasa anak pradaban menjadi kader yang kreatif. Program ini dilakukan dengan perumusan
ulang konsep manusia,identitas keislaman,kebangsaan. Juga dengan methode interaksi yang
berbeda terhadap teks-teks keagamaan.4 Apa yang dilakukan oleh caknur tidak lepas dari gerakan
kaderisasi kader umat dan bangsa terlebih beliau adalah mantan ketua umum organisasi
mahasiswa islam tertua dan terbesar di Indonesia yaitu HMI tentunya beliau senantiasa
mentransferkan ilmu-ilmunya kepada kader muda calon cendekiawan muslim. Dalam
pendekatannya Cak Nur adalah seorang “teolog” yang selalu merenungkan cara-cara baru
menafsirkan agama, dalam konteks tantangan zaman ini. Dalam soal keagamaan, ia tidak

3
Lihat dalam kata pengantar dari nurcholis Madjid dalam bukunya islam doktrin peradaban, cetakan V 2005 Yang
diterbitkan oleh paramadina halaman xv
4
Lihat sholahuddin jursi membumikan islam progresif halaman xxvi
doktriner, justru karena ia “... mempertanyakan doktrin-doktrin yang baku ... atas dasar wahyu
sendiri.”5
Melihat karakteristik dan perjuangan Caknur maka sangatlah tepat jika beliau disebut
sebagai cendekiawan muslim yang sangat istiqomah dan paripurna membumikan islam yang
progresif,islam yang universal serta islam yang sangat menjungjung tinggi martabat manusia.
Islam progresif sebagai pilihan strategis gerakan nasional yang menentang moderenisasi
yang mengarah pada depedensi dan penjajahan.6 Dalam gerakannya islam progresif masuk ke
sistem pemerintahan guna merubah arah gerak kebijakan dan program pemerintah. Hal ini senada
dengan pendapat Muhammad Hata “Kaum intelegensia tidak bisa bersikap fasip. Menyerahkan
segala-galanya pada mereka yang kebetulan menjabat didalam negara dan masyarakat. Kaum
intelegensia adalah bagian dari rakyat,warga negara yang sama-sama memiliki kewajiban. Dalam
indonesia yang berdemokrasi ia ikut serta bertanggung jawab tentang perbaikan nasib bangsa dan
negara. Dan sebagai warga negara yang terpelajar yang tahu menimbang baik dan buruk,menguji
benar dan salah dengan pendapat yang beralasan,tanggungjawabnya seperti yang saya katakan tadi
tanggungjawab intelektuil dan moril.(Hatta).7
Meski caknur tidak masuk terlalu jauh kedunia politik tapi beliau adalah tokoh yang fatwa-
fatwanya selalu dinanti oleh para tokoh bangsa ini tidak terkecuali para pejabat negeri ini terlbih
oleh rekan-rekan beliau sesama alumni HMI yang bernaung dibawah naungan KAHMI. Sampai
sebelum beliau meninggal,beliau diminta oleh banyak tokoh untuk mencalonkan diri maju dalam
pemilihan umum presiden RI.8

5
Lihat Prof. Dr. Franz Magnis-Suseno, “Islam Agama Kemanusiaan: Pemikiran Keislaman Nurcholish Madjid”,
makalah dalam seminar sehari “Kritik dan Apresiasi atas Pemikiran Dr. Nurcholish Madjid”, pada 3 Juli 1997,
juga yang disampaikan dalam Simposium Pemikiran Nurcholish Madjid di Universitas Paramadina, 17-19
Maret 2005. Menurut Romo Magnis, dalam makalah itu, “Teologi adalah ilmu kritis. Ia tidak menerima begitu
saja sebuah interpretasi religius. Ia menghadapkannya pada kitab suci. Dengan kembali ke sumber-sumber yang
sebenarnya, teologi bukannya ilmu yang melihat ke belakang, melainkan kenyataan kebalikannya. Ia mampu
menangani tantangan-tantangan baru, mendengarkan pertanyaan yang memang nyata-nyata ditanyakan
oleh manusia dewasa ini. Sebaliknya, doktrin cenderung menanyakan hal-hal yang seribu tahun lalu sudah di-
tanyakan, dan yang tidak ditanyakan sama sekali lagi oleh orang biasa di luar konteks doktrin itu.” Persis
seperti yang dikatakan Romo Magnis ini, Cak Nur dengan cara teologis dalam arti tersebut, berusaha agar
Islam tetap relevan dan up to date dengan kebutuhan-kebutuhan zaman ini, demi iman dan umat.
6
Shalahuddin jursyi, 2001. Membumikan islam progresif. Jakarta. Paramadina halaman XXVI
7
Lihat Muhammad Hatta dalam Kebebasan Cendekiawan;refleksi kaum muda, terbitan bentang budaya tahun
1996.
8
Lihat buku BEGAWAN JADI CAPRES;CAK NUR MENUJU ISTANA yang ditulis oleh Kuntowijoyo Dkk,penerbit KPP,
tahun 2003
B. Islam Doktrin Dan Peradaban; Sebuah telaah kritis tentang masalah
keimanan,kemanusiaan dan koemoderenan

Dalam buku Islam Doktrin dan Peradaban ada empat grand tema yang dibahas oleh caknur .
keempat grand tema tersebut sangatlah menarik dan harus difahami oleh semua umat islam jika
menginginkan peradaban umat islam mencapai puncak kejayaan. Sebagaimana dipaparkan oleh
Hafidz Hasim “salah satu penyebab fundamental ketertinggalan umat islam dalam bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi adalah kurangnya perhatian dan apresiasi intelektual muslim terhadap
permasalahan epistemologi.9 Selain dari itu permasalahan metodelogi yang dikemukakan oleh
ilmuwan dunia keislaman tampaknya sedikit sekali yang memadai untuk menjawab tantangan
dunia ilmuwan kontemporer. Kebanyakan cendekiawan muslim tampanya cenderung merasa cuku
dengan upaya menguyah kembali hasil tipikal ilmu konvensional seperti piqh,ilmu tafsir,ilmu
hadis dan lain-lain. Oleh sebab itu, sanagtlah beralasan jika sebuah kajian epistemologi dikalangan
umat islam sebagai sebuah ajakan atau bahkan bisa juga disebut sebagai “provokasi” untuk
membangkitkan kembali semangat ilmiah yang tidak terpaku pada kajian-kajian konvensional
seperti yang sudah disebutkan sebelumnya.
Senapas dengan itu buku islam doktrin dan peradaban ditulis oleh caknur sebagai penawaran
gagasan dan telaah tentang wacana-wacana keagamaan dan fenomena sosial kemayarakatan yang
bersipat empiris dan bisa diverifikasi.
Dalam buku ini empat grand tema yang dibahas caknur tersebut adalah : Tauhid dan
Emansipasi Harkat Manusia, Disiplin Ilmu Keislaman Tradisional, Membangun Masyarakat
Etika, dan Universalisme Islam dan Kemoderenan..

Bagian ke satu : Tauhid dan Emansipasi Harkat Manusia


Islam sebagai agama tauhid dan mengajarkan ketauhidan kepada semua pemeluknya
memandang semua manusia memiliki hak yang setara,drajat yang setara pula. Oleh karena itu
keadlan dalam konsepsi islam tidak dimaknai dengan “kesamaan/samness” melainkan adil dalam
konsepsi islam dimaknai dengan “kesetaraan/equality”. Sebagaimana dituliskan oleh Mahmud
Muhammad Thaha kesetaraan dalam islam melingkupi kesetaraan ekonomi dalam arti
sosialisme,kesetaraan dalam politik dalam arti demokrasi dan kesetaraan sosial menghapus kelas

9
Lihat Hafidz Usman Dalam Bukunya Watak Peradaban Ibnu Khaldun Terbitan Pustaka Pelajar 2002 halaman 3-5
dan perbedaan diantara manusia. Atau dalam bahasa kaum marxis disebut sebagai “masyarakat
tanpa kelas.”10
Ketauhidan dalam islam mengandung konsekuensi logis bahwa islam hadir untuk
mempertinggi harkat dan martabat manusia sebagai puncak kreasi Tuhan di semesta. Sebagaimana
dituliskan caknur dalam NDP HMI bahwa, “Manusia adalah puncak ciptaan dan mahluk-Nya
yang tertinggi. Sebagai mahluk tertinggi manusia dijadikan "Khalifah" atau wakil Tuhan di bumi.
Manusia ditumbuhkan dari bumi dan diserahi untuk memakmurkannya. Maka urusan di dunia
telah diserahkan Tuhan kepada manusia. Manusia sepenuhnya bertanggungjawab atas segala
perbuatannya di dunia. Perbuatan manusia ini membentuk rentetan peristiwa yang disebut
"sejarah". Dunia adalah wadah bagi sejarah, dimana manusia menjadi pemilik atau ‘rajanya’.” Hal
ini menunjukkan bahwa manusia mempunyai harkat dan matabat kemanusiaan yang sangat luar
biasa “laqod kholaqnal insana fi ahsani taqwim”. Namun demikian, manusia juga memiliki
potensi untuk terdegradasi menjadi sangat rendah. “summa rodadnahu asfalas safilin”. Manusia
bisa mencapai derajat yang paling mulia diantara semua makhluk yang diciptakan Tuhan namun
pada saat yang sama manusia bisa menjadi makhluk yang paling rendah martabatnya diantara
makhluk ciptaan Tuhan di semesta raya. oleh sebab itu manusia haruslah memperjuangkan dan
mempertahankan keluhuran martabat yang sudah dikaruniakan oleh Allah dengan cara senantiasa
beriman dan beramal shaleh “ilalladzina amanu waamilusholihah”.11
Menurut pendapat Cak Nur , “Dalam kenyataan historis, perjuangan memperoleh dan
mempertahankan harkat dan martabat kemanusiaan merupakan ciri dominan manusia sebagai
makhluk sosial. Sebab dalam kenyataannya, manusia lebih banyak mengalami kehilangan fitrah
dan kebahagiaan daripada sebaliknya. Di sinilah fungsi diutusnya para rasul untuk membimbing
manusia melawan kejatuhannya sendiri dan mengemansipasi harkat dan matabatnya dari
kejatuhannya itu .”12
Rosul diutus kedunia ini dalam rangka membawa misi kenabian untuk menyempurnakan
akhlaq manusia “innamal bu’istu liutammima makarimal akhlaq” melalui risalah islam. Menurut
Abdul Munir Mulkhan “Islam mengandung ajaran mengenai bagaimana manusia menjalani
kehidupan yang tersusun sebagai rangkaian fungsional antara duniawi dan ukhrowi. Islam yang
demikian kemudian disebut sebagai agama “al dien” sehingga agama meliputi seluruh dimensi
kehidupan”.13 Saya teringat definisi islam menurut sang guru ayahanda Said Aqil Siraj dalam

10
Lihat mahmud Muhammad Thaha dalam bukunya Arus Balik Syariah halaman 183-201
11
Lihat QS. At-Tin (95) ayat 4-6
12
Islam doktrin peradaban halaman 93
13
Lihat Abdul Munir Mulkhan dalam bukunya Teologi kebudayaan dan Demokrasi Moderenitas terbitan Pustaka
Pelajar tahun 1995 halaman 1
ceramahnya tentang islam dan peradaban bahwa islam adalah “Laisal islam dinul fiqh,dinul
aqidah wa syari'ah faqot, walakinal islam dinul ilmi wa tsaqofah,dinul tamaddun wal adabiah".
Islam bukanlah agama yg mengatur aqidah,fiqh dan syariah saja,melainkan islam adalah agama
ilmu pengetahuan dan peradaban,agama beradab dan berkebudayaan.
Islam yang dibawa oleh nabi Muhammad SAW dalam rangka menempatkan manusia sesuai
dengan fitrahnya.14 Mengembangkan kehidupan keagamaan tak lain merupakan bagian integral
pemahaman kemanusiaan,sehingga keberagamaan atau religiusitas merupakan aktivitas
kebudayaan yang diorientasikan sebagai penghampiran nilai dan dimensi ilahi sebagaimana yang
dimaksud universal ajaran agama seperti islam.
Senada dalam hal ini. Cak nur menuliskan dalam NDP HMI Bab 1 tentang dasar-dasar
kepercayaan pada paragrap pertama “Manusia memerlukan suatu bentuk kepercayaan.
Kepercayaan itu akan melahirkan tata nilai guna menopang hidup dan budayanya. Sikap tanpa
percaya atau ragu yang sempurna tidak mungkin dapat terjadi. Tetapi selain kepercayaan itu dianut
karena kebutuhan dalam waktu yang sama juga harus merupakan kebenaran. Demikian pula cara
berkepercayaan harus pula benar. Menganut kepercayaan yang salah bukan saja tidak dikehendaki
akan tetapi bahkan berbahaya.”
Dalam pandangan cak Nur, problem utama manusia adalah syirk. Karenasyirk (politeisme)
baik yang kuno maupun modern selalu bermuara pada pemenjaraan harkat dan martabat manusia
dan kemerosotannya. Tentu yang demikian ini bertentangan dengan fitrah manusia sebagai
makhluk tertinggi dan dimuliakan Tuhan. Mengapa ?, karena akan berakibat pada pengangkatan
makhluk selain Tuhan menjadi sama dengan Tuhan sehingga hal ini akan berakibat pada lebih
tingginya nilai tuhan palsu itu dibandingkan dengan mansuia itu sendiri. Hal inilah yang
menyebabkan kenapa syirik dikategorikan dosa terbesar manusia.15
Sebagaimana telah dipaparkan caknur dalam NDP HMI “Sikap memper-Tuhan-kan atau
mensucikan (sakralisasi) haruslah ditujukan kepada Tuhan sendiri. Tuhan Allah Yang Maha Esa.
Ini disebut "Tauhid" dan lawannya disebut "syirik" artinya mengadakan tandingan terhadap Tuhan,
baik seluruhnya atau sebagian maka jelasnya bahwa syirik menghalangi perkembangan dan
kemajuan peradaban, kemanusiaan menuju kebenaran.”16
Prilaku syirik adalah wujud pengkhianatan terhada sahadat ilahiyah yang pernah diucapakan
oleh seorang muslim. Syahadat bukan hanya diucapkan melainkan yang terpenting haruslah

14
Kata fitrah dalam kajian tafsir pendidikan (tafsir tarbawi) tidak hanya diartikan “suci” tetapi juga dimaknai
sebagai potensi. Dalam artian ini islam adalah agama yang menunjang keseluruhan potensi yang dimiliki manusia
dalam mengemban misi kekhalifahannya dimuka bumi.
15
Islam doktrin peradaban halaman 96
16
Caknur dalam NDP HMI BAB 1 tentang dasar-dasar kepercayaan
dimaknai. Jika seorang muslim hanya bisa mengucapkan dua kalimat syahadat maka sesungguhnya
dia gak pantas disebut manusia karena jika syahadat hanya di ucapkan maka seekor burung beo
pun diberikan kemampuan untuk mengucapkan. Jika syahadat seorang mukallaf hanya diucapkan
seorang bayi yang baru belajara berbicarapun bisa mengucapkan itu. Oleh sebab itu pemaknaan
dua kalimat syahadat menjadi syarat mutlak muslim untuk menjadi muslim yang kaffah.
Oleh sebab itu pada kesempatan kali ini saya akan mencoba membahas kalimat syahadat
sesuai dengan kemampun yang saya miliki. Adapun kalimat syahadat pertama sebagai syahadat
ilahiyah yang menjadi sebuah ikrar serta perjanjian antara makhluk dengan sang khaliq adalah :
‫اشهد ان الاله االهللا‬
Kalimat syahadat pertama diawali dengan lafadz “asyhadu” yang dalam kajian bahasa arab
asyhadu itu dhamir atau subjeknya adalah “ana/aku” yaitu muttakalim wahdah dalam bahasa
Indonesia biasa diartikan “aku bersaksi” subjek aku sebagai orang yang melakukan persaksian
adalah keseluruhan dimensi serta realitas yang dimiliki oleh si “aku”. Aku bukanlah mulut
saja,bukan mata saja,bukan telinga saja melainkan semua yang ia miliki. Oleh sebab itu ketika
seseorang mengucapkan lafadz “asyhadu” maka itu berarti keseluruhan realitas yang ada dalam
dirinya itu dipersaksikan. Oleh sebab itu maka sahadat itu bukan “MENGAKU” melainkan
“MENG-AKU” dalam artian ketika seseorang mengucapkan lafadz “asyhadu”dalm dua kalimat
syahadat maka dia sudah mempasrahkan keseluruhan realitas yang ia miliki untuk dipersaksikan
kepada Allah sebagai tuhannya dan Muhammad sebagai nabinya.17
Kemudian lafadz kedua dalam kalimat syahadat adalah “AN” dalam bahasa sunda ulama
salaf mengartikannya “kalawan kalakuan sareung tingkah” dalam artinya dengan keseluruhan
kinerja serta gerak langkah dalm hidupnya. Oleh sebab itu orang yang membaca kalimat ini
mengikrarkan apapun yang ia lakukan dan ia kerjakan dipersaksikan serta diperuntukan hanya
untuk dzat yang maha benar. Ia melakukan kebaikan bukan untuk harta jabatan ataupun pujian
melainkan hanya semata-mata hanya untuk Allah tuhan semesta alam.
Kemudian kalimat “lailahaillallah” kalimat lailahaillallahdi awali dengan huruf “LA” yang
dalam kajian bahasa arab huruf “la” dalam kalimat ini adalah la naïf artinya la yang mentiadakan
atau dalam kajian bahasa Indonesia disebut sebagai kalimat negasi. Selanjutnya lafadz “ILAHA”
yang dalam bahasa Indonesia biasanya diartikan “TUHAN” hal itu bisa dilihat pada terjemah al-
quran Surat An-nas ayat kedua. Lafadz ilaha adalah realitas yang dipertuhankan oleh manusia.
Selanjutnya disambung denga huruf “ILa” yang dalam tata bahasa arab adalah huruf istisnya atau
afirmasi dalam tata bahasa Indonesia yang arti dan gunanya “mengecualikan” selanjutnya lafadz

17
Untuk pembahasan lengkap mngenai sahadat ilahiyah ini bisa dilihat di
http://faizalzawahir.blogspot.co.id/2014/07/dari-sahadat-ke-revolusi-bangsa-dan.html
“ALLAH” sebagai wujud realitas yang benar-benar dipertuhankan oleh manusia tidak ada dzat lain
yang dipertuhankan dengan seutuhnya dan sebenar-benarnya kecuali Allah.
Oleh sebab itu jika kita tarik benang merah makna dari lafadz syahadat ilahiyah ini ketika
manusia mengucapkan "asyhaduanlailahailaAllah"‫اشهد ان الاله االهللا‬
Maka sesungguhnya dia sudah mengirarakan bahwa sesunguhnya aku bersaksi dengan
demua yang ada pada diriku dan apapun yang akan aku lakukan dan kerjakan bahwa tidak ada
tuhan yang aku sembah melainkan Allah. Maka orang tersebut apapun yang ia lakukan bukan
menginginkan harta,pujian ataupun jabatan melainkan semata-mata hanya untuk Allah. Sehingga
jika semua umat islam sudah faham akan makna syahadat maka pemaknaan itu haruslah tercermin
dalam setiap tingkah laku yang ia lakukan,jika itu belum tercermin maka syahadat ilahiyahnya
belumlah pantas disebut sebagai syahadat.
Untuk itu, agar tetap terjaga harkat dan martabat kemanusiaannya, manusia harus
menyelamatkan imannya dengan tetap menghambakan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. Berarti,
dengan hanya menghambakan diri kepada Tuhan, manusia akan mendapatkan kepribadiannya yang
utuh dan integral.
Semua manusia sama dihadapan Tuhan,manusia yang mencapai derajat yang tinggi
dihadapan Tuhan adalah manusia yang bertakwa “inna akromakum indalohi atqokum”. dalam
hadis yang lain (innaloha layandzuru ilasuwarikum,wala ilaazsamikum wala ila
malikum;walakinaloha yandzuru ila qulubikum wa’malukum.” hadis ini menerangkan
bahwasanya Allah SWT tidak pernah melihat manusia dari sisi bentuk
fisiknya,hartanya,jabatannya dan status sosialnya (material) ;melainkan Allah SWT hanya menilai
dari qalbu dan juga apa yang manusia kerjakan (amal sholeh/kerja sosial). Hadis ini mengandung
makna bahwasanya yang menentukan derajat manusia di sisi Tuhan bukanlah hal-hal yang bersifat
material,melainkan yang menentukan manusia disisi Allah adalah sisi non material,dalam artian
karya,kinerja,rasa dan fikiran manusia tersebut. dari kedua keterangan naqliyah diatas maka bisa
disimpulkan sebagai berikut :
Tesis : Manusia mulya menurut Allah adalah manusia yang bertaqwa
Antitesis : Allah hanya akan menilai manusia dari sisi qalbu dan amalnya (wujud non
material dalam artian karya,kinerja,rasa dan fikiran manusia)
Sintesis :manusia yang paling mulia disisi Allah adalah manusia yang berkarya
Sejalan dengan pandangan saya ini Abdul Munir Mulkhan berpendapat bahwa “ ketaqwaan
seorang muslim haruslah berwujud menjadi kewibawaan sosial dan keshalehan moderenitas
sebagai kerangka paradigmatik keshalehan kemanusiaan dan kemasyarakatan kebangsaan.” 18

dalam pemahaman ini tidaklah syah dan diakui ketakwaan seseorang jika dia tidak
menginterpretasikan ketaqwaannya dalam wujud kerja sosial atau amal shaleh. Sebagaimana
menurut caknur dalam NDP HMI “Nilai- nilai tidak dapat dikatakan hidup dan berarti sebelum
menyatakan diri dalam kegiatan-kegiatan amaliah yang kongkrit. Nilai hidup manusia tergantung
kepada nilai kerjanya.”19
Caknur berpendapat dalam buku islam doktrin dan peradaban “maka taqwa sendiri dalam
maknanya meliputi dan bulat,hanya dapat difahami sebagai “kesadaran ketuhanan” God
consciososness,yaitu kesadaran Tuhan yang maha hadir omni presesnt dalam hidup kita. Taqwa
dalam pengertian demikian sejajar dengan pengertian rabbaniyah “semangat Ketuhanan”. Kata
kata rabbaniyah difahami sebagai upaya manusia untuk memahami Tuhan dan mentaatiNya.
Dengan mengutip Muhammad Asad, seorang pemikir Muslim yang menulis sebuah tafsir Al-
Quran terkenal, The Message of the AlQuran—Cak Nur menerjemahkan kata taqwâ tersebut
sebagai Godconsiousness, atau “kesadaran ketuhanan” (kesadaran rabbâniyah). Dalam Al-Quran,
pencapaian kesadaran ini, diisyaratkan sebagai tujuan diutusnya para nabi dan rasul, yaitu
lengkapnya: untuk mencapai kesadaran Ketuhanan yang Selalu Mahahadir—Ketuhanan yang
omnipresent—dengan sekaligus sikap dan kesediaan menyesuaikan diri di bawah cahaya
kesadaran Ketuhanan tersebut.20 Cak Nur mengatakan, “Pertama-tama, kita beriman kepada
Allah—Tuhan Yang Maha Esa itu. Iman itulah yang akan melahirkan tata nilai berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa (tata nilai rabbâniyah), yaitu tata nilai yang dijiwai oleh kesadaran
bahwa hidup ini berasal dari Tuhan— Tuhan adalah sangkan paran (asal dan tujuan) hidup (hurip),
bahkan seluruh makhluk (dumadi).”21
Dalam hal ini ...Taqwâ, [walaupun] menyangkut hubungan manusia dan Tuhan. Tetapi
implikasi taqwâ bersifat kemanusiaan. Apabila orang ber-taqwâ kepada Tuhan, maka implikasinya
adalah bersikap adil ... terhadap sesama manusia. Sikap taqwâ akan menyelamatkan seseorang dari
kekerdilan jiwa. Nabi Musa diperintahkan untuk menjaga dirinya, ... dengan taqwâ itu Tuhan
menjaganya dari rencana buruk yang dibuat oleh Fir’aun. Taqwâ adalah dasar dari hubungan
antara laki-laki dan wanita dalam membentuk keluarga, seperti yang tecermin dalam (Q., 4: 1).

18
Abdul Munir Mulkhan Teologi Kebudayaan halaman 17-28
19
Nurchlis Madjid dalam NDP HMI bab ke II
20
. Istilah “Kesadaran Ketuhanan” ini oleh Cak Nur diambil dari tafsir Muhammad Asad, The Message of the
Qur’an (London: E.J. Brill, 1980), h. 3.
21
(Q., s.2: 156) yang dikutip Nurcholish Madjid dalam “Iman dan Tata Nilai Rabbaniyah” dalam IDP, h. 1.
Dalam ayat ini, taqwâ dipakai sebagai dasar persamaan hak antara laki-laki dan wanita dalam
hubungan keluarga, karena lelaki dan wanita itu diciptakan dari jiwa yang sama.
Taqwâ di satu pihak mencakup pengertian îmân kepada Allah, hari akhir, para malaikat,
kitab-kitab dan para nabi terdahulu, di lain pihak disinonimkan dengan nilai ..., atau kebajikan
seperti memberikan hartanya karena cinta kepada Allah, yang diwujudkan dengan kasih kepada
sanak-keluarga, anak yatim, orang-orang miskin, musafir, orang-orang yang membutuhkan
pertolongan, dan untuk memerdekakan budak; juga diwujudkan dalam menegakkan shalat dan
membayar zakat; dicerminkan dalam perilaku yang menepati janji tatkala sudah mengikat janji,
dan sabar pada waktu mendapat kesulitan atau mengalami kesengsaraan di waktu perang. Orang-
orang dengan sikap dan perilaku itu disebut orang-orang yang lurus (shâdiqûn). Dan itu pulalah
yang disebut orang-orang yang ber-taqwâ.
Taqwâ adalah sebuah dasar kemanusiaan. Taqwâ menyatakan seluruh kemanusiaan. Hal ini
hanya bisa dilihat lebih jelas secara historis. Dalam sejarah umpamanya, bangsa Yahudi pernah
mengklaim sebagai bangsa kinasih Tuhan. Sekarang masih ada saja bangsa-bangsa yang merasa
dirinya lebih tinggi atau terunggul di atas bangsa-bangsa yang lain, hanya karena warna kulit, ras,
atau keturunan. Klaim seperti itu ditiadakan oleh Al-Quran seperti dinyatakan dalam Al-Quran:
“Kami menciptakan kamu dari pria dan wanita, dan membuat kamu bersuku-suku dan berbangsa-
bangsa, agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di sisi Allah itu adalah
yang paling bertaqwâ di antara kamu” (Q., 49: 13). Di sini Al-Quran meletakkan kriteria bagi
kemuliaan, yaitu taqwâ-nya. Inilah kriteria yang paling objektif yang menjadi dasar hubungan
antar-bangsa, ras, suku, individu, suatu kriteria yang menjadikan hidup lebih dinamis, karena di
sini orang berlomba-lomba dalam kebaikan.22
Sebagaimana Mariasusai Davamoni berpendapat dalam bukunya fenomenologi agama, “
Jalan umum keselamatan bagi seorang muslim dalah mengikuti perintah Allah dan teladan
rasul,serta mentaati hukum dan menjauhi apa yang dilarang Allah danrasulnya. Gagasan dosa
dalam qur’an adalah perlawanan terhadap perintah dan keputusan ilahi. Dosa memasuki
kehidupan manusia ketika manusia melupakan kebaikan Tuhan dan berbuat salah kepada dirinya
sendiri.”23 Secara singkatnya jalan ketakwaan bagi seorang muslim adalah dengan Taqwa.

22
M. Dawam Rahardjo, Ensiklopedi Al-Quran: Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-Konsep Kunci (Jakarta:
Paramadina, 1996), hh. 165-167.
23
Mariasusai Dhavamony dalam buku Fenomenologi agama halaman 313-314
Pesan ketakwaan seperti yang diuraikan di atas, menurut Cak Nur, pada prinsipnya sama
untuk semua umat manusia. Sehingga pesan kepada takwa ini, dalam pandangan agama Islam,
bersifat universal.24
Di sinilah, dalam argumen keuniversalan pesan keagamaan tersebut, muncullah arti
kesamaan hakikat semua pesan Tuhan, yang disampaikan melalui agama-agama samâwî—
“Kesamaan agama” di sini bukan kesamaan dalam arti formal dalam aturan-aturan positif yang
sering diacu sebagai istilah agama Islam syarî‘ah, bahkan tidak juga dalam pokok-pokok
keyakinan tertentu. Sebabnya seperti dikatakan Cak Nur Islam par excellence memiliki segi-segi
perbedaan dengan, misalnya, agama Yahudi dan Kristiani, dua agama yang secara “genealogis”
paling dekat karena sama-sama berasal dari millah Ibrahim.25 Pengertian “kesamaan” di sini adalah
kesamaan dalam hal yang di atas disebut “pesan dasar”. Al-Quran menyebutnya dengan kata
“washîyah”, yaitu seperti diistilahkan Cak Nur“ajakan untuk menemukan dasar-dasar keper-
cayaan” yaitu sikap hidup yang hanîf yang dalam bahasa teologi Islam justru termuat dalam paham
tawhîd.
Kesediaan untuk menyesuaikan diri dalam kesadaran kehadiran Tuhan inilah, menurut Cak
Nur, yang akan memberikan pada seorang yang beriman itu, efek hidup dalam standar moral yang
tinggi, berupa camal shâlih, yang oleh Cak Nur diterjemahkan dalam bahasa kontemporer sebagai
“tindakan-tindakan bermoral atau berperikemanusiaan”. Dalam salah satu entri dalam ensiklopedi
ini, Cak Nur mengemukakan:
Apa yang kita bawa menghadap Allah adalah amal. Dan kalau kita sudah meninggalkan
dunia ini menghadap Allah, maka amal itu terwujud di dunia dalam bentuk reputasi. Seperti
dikatakan dalam bahasa Melayu, bahasa Indonesia, “Harimau mati meninggalkan belang, gajah
mati meninggalkan gading, manusia mati meninggalkan amal.” Amal yang menjadi reputasi. Yaitu
ketika orang mengenang seseorang yang sudah meninggal itu apakah baik atau buruk. Dan umur
reputasi itu jauh lebih panjang daripada umur pribadi manusia tersebut. Sampai sekarang kita
masih bisa menyebut dengan penuh penghargaan kepada Archimides, kepada Aristoteles, apalagi
kepada Nabi. Tapi kita juga bisa menyebut dengan penuh kutukan dalam hati, orang-orang seperti

24
Dengan mengikuti Abdullah Yusuf Ali, Cak Nur mendefinisikan pesan ketakwan itu sebagai: (1) keimanan kita
yang sejati dan murni; (2) kesiapan kita untuk memancarkan iman ke luar, dalam bentuk tindakantindakan
kemanusiaan kepada sesama; (3) menjadi warga negara yang baik, yang mendukung sendi-sendi kehidupan
kemasyarakatan; dan (4) keteguhan jiwa pribadi dalam setiap keadaan. Menarik, menurut Cak Nur, Al-
Quran begitu kuat menegaskan bahwa bentuk-bentuk lahiriah—yang biasa disebutnya “kesalehan formal”
itu— tidaklah mencukupi persyaratan arti takwa itu. Lihat, Nurcholish Madjid, “Simpul-Simpul Keagamaan
Pribadi: Takwa, Tawakal, dan Ikhlas,” dalam IDP, hh. 44-45.
25
Bandingkan Olaf Schuman, “Abraham Bapak Orang Beriman”. Lihat juga makalah Cak Nur tentang ini,
“Ibrahim, Bapak para Nabi dan Panutan Ajaran Kehanifan”. Keduanya dalam Seri KKA Nomor 124/Tahun
XII/1997
Nero, seperti Fir‘aun, dan lain-lain. Maka dari itu, agar reputasi kita ini nanti baik, yang berarti
mencerminkan apa yang kita alami di akhirat, maka hendaknya kita berusaha betul-betul
menyadari Allah itu hadir. “Dia itu beserta kamu di mana pun kamu berada, dan Allah itu
mengetahui segala sesuatu yang kamu kerjakan” (Q., 57: 4).
Dan menurut Cak Nur, “Dorongan kepada perbuatan baik itu sudah merupakan ‘bakat
primordial’ manusia, bersumber dari hati nurani yang dalam bahasa Arabnya, nûrânî, bersifat nûr
atau terang karena adanya fitrah pada manusia.”26Cak Nur menekankan bahwa dalam semangat
kesadaran taqwâ tersebut, hidup bermoral bukanlah merupakan masalah kesediaan, tapi keharusan
bahkan menurutnya adalah sesuatu yang menandai adanya taqwâ itu dalam batin seorang Muslim
dan seorang beragama pada umumnya.
Kalau ketakwaan adalah kelanjutan wajar dari fitrah manusia, maka pentinglah
memperhatikan apa pemikiran Cak Nur mengenai fitrah tersebut. Dan menurutnya, kefitrahan itu
pada dasarnya berkaitan dengan makna hidup yang akan kita bicarakan nanti. Agama adalah fitrah
yang diturunkan dari langit (al-fithrah al-munazzalah) yang menguatkan fitrah bawaan dari lahir
(al-fithrah almajbûlah).27
“Fitrah, yang artinya murni, adalah sesuatu yang sesuai dengan asal kejadian alam dan
manusia, ketika mula pertama diciptakan Tuhan. Manusia adalah makhluk yang terikat dengan
perjanjian primordialnya, sebagai makhluk yang sadar kedudukannya sebagai ciptaan Tuhan.
Agama Islam yang diturunkan sesuai dengan tingkat-tingkat perkembangan masyarakat, termasuk
perkembangan pemikirannya, adalah agama yang sesuai dengan fitrah manusia dan selalu meng-
ingatkan manusia kepada fitrahnya sebagai khalifah yang mengemban amanah di bumi, yang diberi
potensi akal untuk mengelola alam sekelilingnya, dan dirinya, menuju kepada kesempurnaan
hidup.”28
Rosululoh Muhammad diutus untuk membawa risalah keagamaan islam yang akan
menghantarkan manusia menuju manusia yang seutuhnya,manusia yang sesuai dengan fitrahnya.
Manusia yang sempurna insan kamil. Sebagaimana abdul munir mulkhan berpendapat “
Mengembangkan kehidupan keagamaan tidak lain merupakan bagian integral pemahaman
kemanusiaan,sehingga keberagamaan atau religiusitas merupakan pengalaman kemanusiaan oleh

26
Nurcholish Madjid, “Amal Salih dan Kesehatan Jiwa” dalam Pintu-Pintu Menuju Tuhan (Selanjutnya PMT)
(Jakarta: Paramadina, 1994), h. 186
27
Nurcholish Madjid, “Makna Hidup bagi Manusia Modern,” Kata Pengantar buku Hanna Djumhana Bastaman,
Meraih Makna Hidup Bermakna: Kisah Pribadi dengan Pengalaman Tragis (Jakarta: Paramadina, 1996), hh. xv-
xxvii.
28
M. Dawam Rahardjo, Ensiklopedi Al-Quran, h. 59
sebab itu,hal itu sarat dengan nilai kebudayaan yang diorientasikan sebagai penghampiran nilai dan
dimensi ilahi sebagaimana maksud keuniversalan ajaran agama islam.”29

Bagian kedua: Disiplin Ilmu Keislaman Tradisional

Manusia adalah hewan yang berfikir alinsanu huwa alhaywanu natiq”, Berfikir adalah
watak alami manusia dari manusia. Sebagaimana ibnu khaldun berpendapat “perbedaan manusia
dengan binatang terdapat pada pemikirannya dunia binatang memiliki rasa dan pengertian tapi
tidak memiliki pemikiran dan perenungan.”30 Yang membedakan manusia sehingga manusia
pantas disebut sebagai puncak kreasi Tuhan salah satunya adalah adanya potensi keilmuan dalam
diri manusia. Maka untuk memaksimalkan peran dan fungsinya sebagai khalifah di muka bumi
manusia haruslah memaksimalkan potensi keilmuan yang ada dalam dirinya.
Dalam memahami agama bahkan Tuhan sekalipun manusia haruslah menggunakan akalnya.
Saya teringat pada apa yang dikatakan oleh orang muda yang begitu teguh dan kritis Ahmad wahib
dalam catatan hariannya bahwa “seorang yang ber-Tuhan tetapi tidak memakai akal sama halnya
dengan menghina eksistensi Tuhanya”31. Wahib menuturkan bahwa Tuhan tidak hanya membeci
prilaku yang munafik tapi juga fikiran yang munafik. Dalam hal ini kita bisa memahami bahwa
pemaksimalan potensi fikiran kita dalam memahami agama adalah sebuah keharusan.
Guna pengoftimalan Fungsi masa depan islam kita haruslah menggunakan daya fikir dan
nalar kita dalam memahaminya Sebagaimana Abdul Munir Mulkhan berpendapat. “Suatu ajaran
agama akan memainkan peran masa depan bersedia memberikan peluang partisifasi seluruh
manusia dalam penafsiran ajaran agama sesuai kafasitas intelektual yang tumbuh dan berkembang
dalam wadah sejarah dan budaya”32 tidak ada pemegang otoritas tafsir al-qur’an,siapa orang yang
paling berhak menafsirkan kalam ilahi dan mengatasnamakan Tuhan dimuka bumi. Hal itu ditandai
dengan Rasululloh SAW tidak membuat tafsir al-quran karena jika rasululloh membuat tafsir al-
quran maka sudah bisa dipastikan tidak akan ada tafsir yang lainnya,karena beliau adalah
penyambung “lidah” Tuhan di semesta. Jangkan rasululoh para sahabatpun tidak ada yang
membuat tafsir al-quran secara utuh.
Hal ini merupakan rangsangan umat islam agara senantiasa menggali makna yang
tersembunyi yang terkandung dalam al-quran. Dengan menggunakan daya intelektual sebagai satu-
satunya perangkat kebudayaan yang memiliki kebebasan ruang waktu dan sejarah dengan ini
29
Lihat Abdul Munir Mulkhan Dalam Bukunya Teologi Kebudayaan Dan Demokrasi Moderenitas Halaman xiii
30
Lihat dalam buku Watak Peradaban Ibnu Khaldun yang ditulis oleh Hafidz Usman halaman 123
31
Catatan harian Ahmad Wahib
32
Lihat Abdul Munir Muklkhan______ halaman 83
manusia mampu menemukan makna lahir dari ayat-ayat simnbolik dan menemukan makna yang
melampaui beberapa zaman kedepan. Tentunya dalam proses penafsiran menggunakan daya nnalar
intelektual kita diharuskan menggunakan potensi keilmuan yang kita kuasai.
Senada dengan hal tersebut Caknur berpendapat dalam NDP HMI “Ilmu pengetahuan adalah
alat manusia untuk mencari dan menemukan kebenaran-kebenaran dalam hidupnya, sekalipun
relatif namun kebenaran-kebenaran merupakan tonggak sejarah yang mesti dilalui dalam
perjalanan sejarah menuju kebenaran mutlak. Dan keyakinan adalah kebenaran mutlak itu sendiri
pada suatu saat dapat dicapai oleh manusia, yaitu ketika mereka telah memahami benar seluruh
alam dan sejarahnya sendiri”33.
Dalam bagian kedua caknur membahas tiga disiplin keilmuan tradisional islam yaitu ilmu
kalam,fiqih dan tasawuf.34 Ilmu kalam,ilmu fiqh dan ilmu tasawuf adalah tiga dari empat disiplin
keilmuan yang telah tumbuh dan menjadi bagian dari tradisi kajian agama islam,ditambah satu lagi
yaitu falsafah.35 Hal ini menandakan jika kita ingin memahami islam dengan paripurna kita
diharuskan mempelajari dan menguasai keempat disiplin ilmu ini,keempatnya tidak boleh
terpisahkan karena merupakan piranti mutlak memahami dan hidup beragama islam.
Dimana ilmu fiqh membidangi segi-segi formal peribadahan dimana orientasinya sangat
eksoteristik. Ilmu tasawuf membidangi segi-segi penghayatan,hal-hal bathiniah dimana
orientasinya sangat esoteristik. Kemudian ilmu falsafah membidangi hal-hal yang bersifat
perenungan sfekulatif tentang hidup ini dan lingkungannya. Maka ilmu kalam36 mengarahkan
pembahasannya kepada segi-segi mengenai tuhan dan berbagai derivasinya,oleh sebab itu ilmu
kalam identik dengan kata teologia.
Dalam bagian kedua caknur menuliskan ada lima tema yang dibahas. Salah satu judul yang
terbahas dalam tema pada bagian ini adalah “Kekuatan Dan Kelemahan Paham Asy’ari Sebagai
Doktrin ‘Aqidah Islamiyah”. Dalam bagian ini diungkapkan bahwa, paham asy’ariyah di
samping memiliki kelebihan atau kekuatan juga memiliki kelemahan atau kekurangan. Kenapa
paham asy’ariyah ? karena Islam di Indonesia bermadzhab Syafi’i. Kaum Syafi’I kebanyakan
menganut aqidah Asy’ari.
Dalam dunia kalam dikenal argument argumen logis dan dialektis. Kaum Asy’ari juga
banyak menggunakannya, meskipun metode takwil yang menjadi salah satu akibat penggunaan itu

33
Lihat NDP HMI BAB VII Tentang kemajuan dan ilmu pengetahuan
34
Lihat Nurcholis Madjid Islam Doktrin Dan Peradaban Halaman membahas tentang ilmu kalam halaman 201,
ilmu fiqh 235 dan ilmu tasawuf 252
35
Ibid_________201
36
Ilmu kalam dalam studi klasik pemikiran isalm disebut juga dengan ilmu Aqa’id (ilmu akidah), ilmu tauhid (ilmu
tentang keesaan Tuhan) dan ilmu ushuluddin (ilmu tentang pokok-pokok agama)
hanya menduduki tempat sekunder. Kemampuan Abu al-Hasan al-Asy’ari menggunakan argumen-
argumen logis dan dialektis diperoleh dari latihan dan pendidikannya sendiri sebagai seorang
Mu’tazulah sebelum ia akhirnya keluar dari paham Mu’tazilah.
Letak keunggulan sistem, Asy’ari atas lainnya terletak pada segi metodologinya yang
37
merupakan jalan tengah antara berbagai ekstrimitas. Dalam penggunaan metodelogi mantiq,
Asy’ari tidak menggunakannya sebagai kerangka kebenaran an sich, melainkan sekedar alat untu
membuat kejelasan-kejelasan dan itupun hanya dalam urutan sekunder. Metodenya menghasilkan
jalan tengah antara metode harfi kaum Hambali dan metode ta’wili kaum Mu’tazili.
Sedangkan posisi kelemahannya terletak pada kegagalannya menjelaskan teorinya tentang
usaha manusia. Asy’ari ingin berbeda dengan kaum Jabari yang fatalis dan kaum Qadari yang
menganggap manusia mempunyai kemerdekaan berbuat. Teori Asy’ari disebut kasb. Teorinya
ingin mengabungkan dua teori yang kontradiktif di atas. Namun, misinya justru sulit dipahami. Ia
menjelaskan bahwa “manusia tidaklah dipaksa dan juga tidak bebas merdeka dalam melakukan
usaha”. Selanjutnya, “bila Allah memberi pahala makasemata karena kemurahan-Nya dan bila
Allah menyiksa maka itu karena keadilan-Nya”.38 Kedua rumusan tersebut bukan sebagai akibat
dari perbuatan manusia.

Bagian ketiga ; Membangun Masyarakat Etika


Kemudian dalam bagian ketiga caknur menuliskan konsepsi berbagai bidang keilmuan dalam
islam khususnya dalam al-quran. Diantara konsep-konsep yang dibahas oleh caknur adalah konsep
kosmologis,konsep anthropologis dan konsep hukum dalam al-quran. Selain dari itu caknur juga
membahas berkenaan dengan makna perseorangan (individu) dan masyarakat dalam keyakinan
agama.39
Dalam permasalahan perorangan dan kemasyarakatan cak Nur menjelaskan makna
perorangan diawalinya dengan menjelaskan makna salam, kedamaian dan keselarasan. Salam
adalah makna perorangan sikap keagamaan yang tulus. Ia juga merupakan kelanjutan sikap rela
kepada Allah atas segala keputusan-Nya. Keadaan jiwa yang rela itu dicapai karena adanya
ketenangan batin akibat rasa dekat kepada Allah. Inilah derajat manusia yang telah mencapai al-
nafs al-mutmainnah. Seseorang yang rela serta bertawakal kepada Allah tentulah seorang yang
selalu dzikir kepada-Nya. Dzikir atau ingat kepada Allah secara konsisten merupakan segi

37
Lihat Nurcholis Madjid Islam Doktrin Dan Peradaban Halaman 273.
38
Ibid_____halaman .283.
39
Dalam buku islam doktrin peradaban Caknur membahas permasalahan kosmologi dalam alqur’an dihalaman
286-299,konsep anthropologis halama 300-311,konsep hukum dihalaman 312 -327 dan individu dan masyarakat
dihalaman 345-357
40
keimanan yang sangat penting sekaligus menjadi sumber kebijakan yang tertinggi. Dan karena
sikap itu merupakan keharusan sikap rela dan tawakkal kepada-Nya, maka ingat kepada Allah juga
menjadi sumber ketenangan jiwa dan ketentramannya Orang yang beriman yaitu dia yang
merasakan ketentraman jiwa karena ingat kepada Allah.
Dalam permasalahan individu islam sangat mengakui peran dan tanggung jawab setiap
individu sebagaimana pertanggung jawaban amal di akhirat nanti bersipat individual. Sebagaimana
pendapat Ali A Alawi seorang guru besar islam dari National University of Singapore, “Dalam
doktrin klasik islam masalah tentang hakikat individu/perorangan sebagai suatu entitas otonom
yang dianugrahi kehendak bebas yang serta merta keluar dari konteks ketergantungan manusia
terhadap Tuhan.”41
Mengenai makna kemasyarakatan cak Nur menjelaskan bahwa baik dan jahat dalam
kehidupan nyata seorang manusiadi dunia akhirnya didefinisikan sebagai kualitas sikap, tingkah
laku dan perbuatannya dalam hubungannya dengan sesama manusia.Dalam arti yang seluas-
luasnya, amal saleh ialah setiap tingkah laku pribadi yang menunjang usaha mewujudkan tatanan
hidup sosial yangteratur dan berkesopanan. Maka salah satu yang diharapkan dari adanya iman
dalam dada adalah wjud nyata dalam tindakan yang berdimensi sosial.42
Manusia adalah makhluk multi dimensional, dia sebagai makhluk invidu yang memiliki
entoitas otonom yang mutlak sebagai makhluk yang merdeka,disaat yang sama manusia adalah
makhluk sosial yang tidak mungkin memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri. Senada dalam hal ini
caknur menuliskan dalam NDP HMI “Telah diterangkan dimuka, bahwa pusat kemanusiaan adalah
masing-masing pribadinya dan bahwa kemerdekaan pribadi adalah hak asasinya yang pertama.
Tidak sesuatu yang lebih berharga daripada kemerdekaan itu. Juga telah dikemukakan bahwa
manusia hidup dalam suatu bentuk hubungan tertentu dengan dunia sekitarnya, sebagai mahkluk
sosial, manusia tidak mungkin memenuhi kebutuhan kemanusiaannya dengan baik tanpa berada
ditengah sesamanya dalam bentuk-bentuk hubungan tertentu. Maka dalam masyarakat itulah
kemerdekaan asasi diwujudkan. Justru karena adanya kemerdekaan pribadi itu maka timbul
perbedaan-perbedaan antara suatu pribadi dengan lainnya. Sebenarnya perbedaan-perbedaan itu
adalah untuk kebaikannya sendiri : sebab kenyataan yang penting dan prinsipil, ialah bahwa
kehidupan ekonomi, sosial, dan kultural menghendaki pembagian kerja yang berbeda-beda.”43
Sebuah nilai yang diyakini oleh manusia haruslah diwujudkan dalam amal shaleh yang dia
perbuat,Sebagaimana yang dituliskan caknur dalam NDP HMI “ Kehidupan dinyatakan dalam
40
Lihat Nurcholis Madjid Islam Doktrin Dan Peradaban Halaman 349
41
Lihat Ali A Alawi dalam bukunya Krisis Peradaban Islam halaman 38
42
Lihat Nurcholis Madjid Islam Doktrin Dan Peradaban Halaman 350
43
Caknur dalam NDP HMI BAB V tentang individu dan masyarakat
kerja atau amal perbuatanya. Nilai- nilai tidak dapat dikatakan hidup dan berarti sebelum
menyatakan diri dalam kegiatan-kegiatan amaliah yang kongkrit. Nilai hidup manusia tergantung
kepada nilai kerjanya.”44 Apa yang kita bawa menghadap Allah adalah amal. Dan kalau kita sudah
meninggalkan dunia ini menghadap Allah, maka amal itu terwujud di dunia dalam bentuk reputasi.
Seperti dikatakan dalam bahasa Melayu, bahasa Indonesia, “Harimau mati meninggalkan belang,
gajah mati meninggalkan gading, manusia mati meninggalkan amal.” Amal yang menjadi reputasi.
Yaitu ketika orang mengenang seseorang yang sudah meninggal itu apakah baik atau buruk. Dan
umur reputasi itu jauh lebih panjang daripada umur pribadi manusia tersebut. Sampai sekarang kita
masih bisa menyebut dengan penuh penghargaan kepada Archimides, kepada Aristoteles, apalagi
kepada Nabi. Tapi kita juga bisa menyebut dengan penuh kutukan dalam hati, orang-orang seperti
Nero, seperti Fir‘aun, dan lain-lain. Maka dari itu, agar reputasi kita ini nanti baik, yang berarti
mencerminkan apa yang kita alami di akhirat, maka hendaknya kita berusaha betul-betul
menyadari Allah itu hadir. “Dia itu beserta kamu di mana pun kamu berada, dan Allah itu
mengetahui segala sesuatu yang kamu kerjakan” (Q., 57: 4).
Dan menurut Cak Nur, “Dorongan kepada perbuatan baik itu sudah merupakan ‘bakat
primordial’ manusia, bersumber dari hati nurani yang dalam bahasa Arabnya, nûrânî, bersifat nûr
atau terang karena adanya fitrah pada manusia.”45Cak Nur menekankan bahwa dalam semangat
kesadaran taqwâ tersebut, hidup bermoral bukanlah merupakan masalah kesediaan, tapi
keharusan—bahkan menurutnya adalah sesuatu yang menandai adanya taqwâ itu dalam batin
seorang Muslim—dan seorang beragama pada umumnya.
Dimensi sosial keimanan juga dinyatakan dalam bentuk kata ishlah al-ardl, reformasi dunia.
Para Nabi yang diutus selalu melakukan reformasi dunia, yaitu perjuangan melawan kezaliman dan
menegakkan keadilan. Maka komitmen kepada usaha menciptakan masyarakat yang memenuhi
rasa keadilan merupakan makna sosial keyakinan aama yang harus ditumbuhkan dalam setiap
pribadi yang beriman. Dengan kata lain, rasa keadilan merupakan manifestasi rasa kemanusiaan,
sehingga, dari sudut pandangan ini, makna kemasyarakatan keyakinan agama atau iman adalah
rasa kemanusiaan itu, yang dalam bahasa al-Qur’an disebut dengan hablun min al-nas sebagai
kelanjutan dari hablun min Allah.
Hablun min al-nas dan hablun min Allah di simbolkan melalui shalat. Ketika
melakukan takbirat al-ikhram melambangkan manusia sedang melakukan hubungan dengan Allah.
Dan ketika melakukan salam dengan menoleh ke kanan dan ke kiri melambangkan bahwa manusia

44
Nurcholis Madjid dalam NDP HMI BAB 2 Tentang pengertian-pengertiandasar tentang kemanusiaan.
45
Nurcholish Madjid, “Amal Salih dan Kesehatan Jiwa” dalam Pintu-Pintu Menuju Tuhan (Jakarta: Paramadina,
1994), h. 186
itu harus menoleh kepada keadaan di sekitarnya. Hal ini mencerminkan bahwa orang yang beriman
seharusnya memiliki kesadaran diri akan dimensi social.46
Keislaman seseorang haruslah menjadi pijakan dalam berprilaku dan bersosialisasi.
Sebagaimana bahasa simbolik dalam sholat kala mengucapkan salam sebagai rukun terakhir sholat
orang muslim disyariatkan untuk melirik ke sisi kiri dan kanan. Hal ini mengandung makna bahwa
sesudah kita melakukan hubungan dengan Tuhan kita harus menginterpretasikan keimanan dan
sholat kita pada kerja sosial di masyarakat sekeliling kita. Karena manusia berbuat baik untuk
dirinya sendiri dan manusia berbuat baik bukan untuk Tuhan karena Tuhan tidak membutuhkan
amal baik manusia,yang membutuhkannya adalah semua makhluk disemesta. Sejalan dengan ini
Taufik Abdullah berpendapat “Islam sebagai dasar keprihatinan moral dan ikatan solidaritas sosial
dalam kehidupan ditengah masyarakat.”47

Bagian ke empat : Universalisme Islam dan Kemoderenan


Pada bagian keempat ini Caknur mencoba merumuskan keuniversalan islam dalam bingkai
kemoderenan. Pada pembahasan ini caknur membuktikan bahwa nilai-nilai ajaran islam sudah
moderen jauh sebelum wacana kemoderenan digaungkan oleh para pemikir dataran tanah amerika
dan eropa. Pada bab ini caknur membuktikan hadis nabi “al islamu shalihun likulli zaman wal
makan” sesungguhnya islam akan senantiasa selaras dengan semua dimensi ruang dan waktu
dengan argumentasi yang ilmiah dan rasional.
Moderenisme dalam satu sisi sebagaimana dikatakan oleh Russel ditandai dengan runtuhnya
kekuasaan gereja dan bangkitnya otoritas sains.48 Hal ini dikarenakan sains bersifat intelektual
bukan govermental (memerintah) yang menjadikannya mudah diterima dan sesuai dengan kondisi
masyarakat eropa yang tengah mengalami puncak dari era renaisance yang mengedepankan pola
fikir ilmiah daripada menelan mentah sebuah dogma. Sisi intelektualitas sains yang tentunya
berbeda dengan agama yang mengedepankan sisi perintah dan ancaman ketimbang adanya proses
rasionalisasi.49
Jika priodesasi eropa ditandai dengan runtuhnya otoritas agama digantikan sains,lunturnya
pola fikir dogmatik menjadi pola fikir rasional. Maka hal ini sangat berbeda dengan islam,islam
sudah moderen dan bersifat intelektual sejak risalah islam dibawa oleh nabi Muhammad yang
46
Lihat Nurcholis Madjid Islam Doktrin Dan Peradaban Halaman 354
47
Lihat Taufik Abdulah dalam bukunya ISLAM DAN MASYARAKAT halaman 5
48
Lihat Betrand Russel dalam pengantar bukunya Bertuhan Tanpa agama halaman 15
49
Lihat Prof.Bayraktar Bayrakli dalam bukunya EKSISTENSI MANUSIA halaman 1
ditandai proses turunnya wahyu. Hal itu ditandai dengan esensi dari wahyu yang pertama turun
qs.Al-alaq ayat 1-5 yang dimulai dengan kalimat amar (perintah) IQRA yang berarti “bacalah!!!”.
selain dari itu islam adalah agama yang rasional dan menjung-jung tinggi proses berfikir ilmiah.
Sebagaimana dalam salah satu sabda nabi “ad dinu huwal aqlu ladinu liman la aqlu lahu” yang
mengandung makna bahwa agama adalah akal,agama adalah rasional,agama adalah berfikir dan
agama adalah proses pengaflikasian nalar dan tidak ada agama bagi orang yang tidak
menggunakan akalnya. Maka dalam hal ini dalam islam tidak ada orang yang shaleh dan bertaqwa
yang tidak berilmu.
Pada pembuka bab ini Caknur membukanya dengan sebuah kalimat yang
jelas,empirik,rasional dan tidak terbantahkan kebenarannya. Yaitu “mengatakan bahwa islam
adalah agama yang universal sama dengan mengatakan bahwa bumi itu bulat.”50 Pernyataan ini
adalah bentuk penegasan bawhwa keuniversalan ajaran islam adalah hal yang tidak terbantahkan
lagi. Meskipun pada kenyataannya tidak banyak orang yang beragama islam menyadari,memahami
dan bersikap sesuai dengan doktrin islam yang universal;sama halnya tidak banyak manusia yang
memahami kenapa bumi itu bulat dan apa hakikat dan pengaruh dari kebulatan bumi.
Islam satu-satunya agama universal dan memiliki kesempurnaan di segala aspek yang dapat
diaplikasikan oleh manusia dalam kehidupannya. Islam satu-satunya pandangan hidup yang dapat
menuntun manusia untuk mencari kesempurnaan yang menjadi idamannya. Walaupun agama
Islam merupakan agama terakhir tetapi di sinilah letak keutamaan dan kesempurnaan agama ini
dibandingkan dengan agama-agama lainnya, baik itu agama samawi yang turun dari Allah maupun
agama atau jalan hidup yang lahir dari ide dan pengalaman spiritual seseorang.
Islam datang sebagai penyempurna bagi agama-agama yang telah datang sebelumnya. Dan
Rasulullah sebagai pembawa dan pengemban risalah Ilahi merupakan nabi terakhir yang
setelahnya tidak akan ada lagi Nabi dan Rasul. Allah berfirman dalam surat al-Maidah yang
masyhur sebagai ayat yang terakhir turun: “Hari ini telah aku sempurnankanbagi kamu agamamu
(Islam) dan telah aku sempurnakan segala nikmatku kepadamu dan akupun ridha Islam sebagai
agamamu. ” (Qs. al-Maidah 5:3)
Ayat ini menyiratkan bahwa sejak hari itu, setelah segala perintah dan hukum-hukum Allah
kurang lebih selama 23 tahun lamanya secara sempurna sampai kepada Rasulullah maka tugas dan
risalah Rasulullah pun berakhir. Artinya era kenabian atau nubuwah telah berakhir dan era baru
telah dimulai yaitu era wilayah yang berfungsi sebagai penjaga dan penafsir syariat Rasulullah.

50
Ibid________ halaman 425
Pandangan ini beranjak pemikiran caknur “bahwa agama yahudi pada dasarnya mengajarkan
islam sebagaimana ditegaskan dalam penuturan al-quran mengenai fungsi kitab suci Taurat
diturunkan kepada nabi musa untuk anak turun Isra’il : sesungguhnya kami (Tuhan) didalamnya
ada petunjuk dan cahaya. Dan dengan kitab suci itu para nabi yang pasrah (aslamu_”berIslam”)
serta para pendeta (rabbi) dan para sarjana agama (al-ahbar) menjalankan hukum untuk mereka
yang menganut agama yahudi berdasarkan kitab Allah yang mereka diwajibkan memeliharanya
dan mereka itu semua menjadi saksi (Qs.Almaidah :44)”.51
AL-Islam sebagai ajaran nabi musa yang kemudian disebut agama yahudi. Begitupula
dengan ajaran nabi isa atau yesus alias Al-masih kristus putra maryam beliau datang dengan
membawa ajaran pasrah kepada Tuhan sebagaimana tergambar dengan jelas pada pemaparan
tentang nabi isa dan para pengikutnya dalam Al-quran.52
Pada intinya dari semua agama,khusunya agama dari millah ibrahim adalah adanya sikap
tunduk dan patuh pada ajaran kebenaran dan senantiasa taat dan berserah diri pada Tuhan maka hal
ini adalah konsepsi keuniversalan islam dalam kehidupan manusia. Sebagaimana caknur
menegaskan “ inti semua agama adalah al-islam atau pasrah kepada Tuhan, yang merupakan
pangkal adanya hidayah ilahi kepada seseorang. Maka al-islam menjadi landasan universal
kehidupan manusia. Berlaku untuk semua orang,disetiap waktu dan disemua tempat.”53
keuniversalan dan kekekalan Islam terletak pada doktrin dan ajarannya yang sesuai dan
sejalan dengan fitrah manusia, sehingga tidak terjadi kebimbangan dan keraguan bagi orang yang
telah percaya dan meyakini agama tesebut, lain halnya dengan agama-agama yang lainnya,
misalnya agama Kristen, dimana doktrin dan ajaran serta keyakinan yang terdapat di dalamnya,
antara satu dengan yang lainnya terdapat pertentangan sehingga tidak membuat pemeluknya tenang
dan mantap, malah sebaliknya membuat mereka bimbang dan ragu dengan apa yang mereka
yakini. Pun dengan ajaran agama yang lain baik agama samawi ataupun agama ardy selain dari
islam pada saat ini memiliki ilat atau kejanggalan ajaran yang tidak sesuai dengan fitrah manusia.
Salah satu hal penting yang mendapat perhatian cak Nur dalam “Universalisme Islam dan
Kemoderenan” adalah “ajaran nilai etis dalam kitab suci”. Nilai etis yang dimaksudkan cak Nur
adalah dalam pengertian yang sangat mendasar, yaitu konsep dan ajaran yang serba meliputi,
yang menjadi pangkal pandangan hidup tentang baik dan buruk, benar dan salah. Namun demikian,
yang hendak dibicarakan cak Nur adalah yang terbatas pada hal-hal yang dianggap pokok saja,
yang relevan dengan problem sekarang.

51
Lihat caknur dalam islam doktrin peradaban halaman 434
52
Lihat QS Al-maidah ayat 111
53
Lihat caknur dalam islam doktrin peradaban halaman 435
Dalam buku “Islam, Doktrin dan Peradaban” ini ingin ditegaskan kembali mengenai watak
Agama Islam berkenaan dengan kerja. Tampilnya Islam berarti menyambung kembali tradisi Nabi
Ibrahim dan Nabi Musa yang mengajarkan tentang beriman kepada Allah da pendekatan kepada-
Nya melalui amal perbuatan baik suatu monoteisme etis.
Karena seluruh aktifitas dapat bernilai sebagai usaha pendekatan kepada Tuhan, maka
seluruh hidup manusia mempunyai makna transendental, yanga sehari-hari dinyatakan dalam
ungkapan “demi ridla Allah”. Dan adanya keinsyafan akan makna hidup itulah yang membuat
manusia berbeda dari jenis hewan yang lain, serta di situlah letak harkatny.54
Selanjutnya dalam bagian keemapt caknur mengemukakan konsepsi hubungan antara iman
dengan moderenitas. Dalam hal ini caknur berpendapat bahwasanya “Iman tidak akan hilang oleh
moderenitas,malah iman yang benar,bebas dan murni dari setiap bentuk representasi seperti
dicerminkan dalam ikonolistik-anti gambar refresentasi objek-objek suci seperti Tuhan,malaikat
dan nabi dalam agama yahudi dan islam akan lebih mendapat dukungan dari manusia moderen.”55
Hal ini disebabkan jika seorang manusia entah kapanpun dia hidup dan dimanapun dia
tinggal jika dia memiliki iman yang murni hal itu akan cukup menjadi pegangan hidup dan
bersamaan dengan itu sekaligus membebaskan itu iman yang dia miliki akan membebaskan dirinya
dari belenggu takhayul,kejumudan berfikir dan supertisi.
Keimanan yang murni yang dimiliki oleh seorang mu’min akan tergambar dari prilakunya
yang adil. Adil dalam artian “wad’u sai’in fi mahalihi” menempatkan sesuatu pada tempatnya.
Adil dalam artian ini manusia bisa memposisikan dirinya dalam melaksanakan kewajiban dan
menuntut hak yang dia miliki. Oleh sebab itu maka bida diartikan ciri-ciri masyarakat moderen
dalam islam ialah dia yang proporsional dan profesional.
Hal ini sejalan dengan deskripsi adil menurut caknur bahwasanya terdapat empat pengertian
pokok dari keadilan. Pertama, keadilan mengandung arti perimbangan atau keadaan yang
seimbang (mawzun,balance). Kedua, menurut Al-Muthahari keadilan mengandung makna
persamaan (musawah,egalite). Ketiga, pengertian tentang keadilan tidak utuh jika kita tidak
memperhatikan maknanya sebagai pemberian hak pribadi dan hak kepada orang yang berhak.
Keempat, keadilan keempat menurut Al-Muthahari adalah keadilan Tuhan (al-ad’l al ilahi) berupa
kemurahanNya memberikan rahmat kepada seseorang setingkat dengan kesediaannya untuk
menerima eksistensi dirinya sendiri dan pertumbuhannya kepada kesempurnaan. 56 Dari deskripsi

54
Caknur islam doktrin dan peradaban halaman 476
55
Ibid______halaman 462
56
Ibid______ halaman 512-516
keadilan ini maka kita bisa merumuskan bahwasanya pendzaliman adalah proses perampasan hak
dari orang yang berhak,dan perampasan hak oleh orang yang tidak berhak.
Sejatinya manusia yang adil adalah manusia yang sesuai dengan fitrahnya,manusia yang
manusiawi dan manusia yang qur’ani. Dalam pemahaman ini manusia yang beriman untuk
mencapai derajat keadilan haruslah senantiasa mempelajari al-qur’an dan berprilaku qur’ani.
Keadilan adalah tugas suci para nabi dan keadilan merupakan hal yang begitu mendapat perhatian
dengan dibahas dalam Al-qur’an. Sejalan dengan hal ini sebagaimana Fazlur Rahman berpendapat
bahwa “Al-quran dan komunitas umat islam muncul dalam sejarah berhadapan dengan latar
belakang sosio historis dimana al-quran adalah respon terhadap situasi sosial yang kongkret dan
terjadinya perbudakan dan pendzaliman.”57
Selanjutnya dalam upaya menyuguhkan argumentasi teoritis keuniversalan ajaran islam
caknur membahas tentang Islam dan budaya lokal. Islam sangat menjungjung tinggi kebudayaan
lokal sebagaimana dalam salah satu kaidah ushul fiqh “adat itu bisa dihukumkan” (al-adah
almuhakamah” artinya bahwa adat atau kebiasaan suatu masyarakat dalam islam merupakan salah
satu sumber hukum dalam islam.58 Hal ini membuktikan bahwa islam sangat ramah terhadap
budaya lokal sebagaimana sifat dari islam “shalihun likulli zaman wal makan” ,islam itu akan
selaras dengan semua dimensi ruang dan waktu.
Akan tetapi dalam kaidah hukum islam jika ada pertentangan antara hukum adat dengan
hukum syara’ atau syariat dari Alquran dan As-sunah maka hukum syara’ yang lebih diutamakan.
Contohnya di masyarakat adat papua ada tradisi bakar batu yaitu memasak aneka macam daging
dan ubi-ubian yang secara adat daging yang gemar dimasak adalah daging babi. Tentunya dalam
hal ini memasak babi tidak menjadi halal dikarenakan adat karena pengaharam babi untuk dimakan
ada dalam risalah syara’.
Diberbagai tempat agama islam sering dikontraskan dengan budaya sehingga sering terjadi
ketegangan-ketegangan antara pemeluk agama islam yang setia pada doktrin-doktrin theologis
agamanya dengan masyarakat yang memegang teguh budayanya. Thoha Hamim berpendapat hal
ini disebabkan oleh “Akibat sikap yang sangat tekstual yang akhirnya menjadi kaum-kaum
tekstualis kehilangan momentum untuk mengembangkan budaya keberagamaan yang sudah dibina
sejak masa silam,mereka sangat sensitif terhadap hal-hal sepele yang padahal tidak berkaitan
dengan dimensi keislaman yang sangat prinsifil.”59

57
Lihat Fazlur Rahman dalam bukunya ISLAM DAN MODERENITAS halaman 6
58
Caknur dalam islam doktrin dan peradaban halaman 550
59
Thoha Hamim, “Faham ahli sunnah wal jamaah;doktrin dan tantangan aswaja” . Aula no 03 1997 Halaman 58
Sebagaimana pendapat dari Muzamil Qamar “untuk menyelsaikan ketegangan antara agama
dan budaya diperlukan adanya proses rekonsiliasi untuk saling menerima dan tidak saling
bermusuhan,supaya agama dan masyarakat yang beragama mampu akrab dengan kultur indonesia
dan mempunyai dasar yang kuat dalam tradisi islam.”60
Senada dengan hal ini saya teringat pada salah satu ucapan almarhum gusdur bahwasanya
“islam datang bukan untuk mengubah budaya leluhur kita menjadi budaya arab,bukan untuk aku
menjadi ‘ana’,bukan untuk ‘sampean” menjadi ‘antum’, ‘sedulur’ menjadi ‘akhi’. Kita pertahankan
milik kita. Kita serap ajarannya bukan budayanya.” Gagasan gusdur antara islam dan kebudayaan
lokal ini dikenal dengan konsep “pribumisasi”61. Hal ini mengandung makna bahwa islam bukan
menghancurkan budaya lokal tapi mengarahkan kebudayaan dan peradaban manusia agar lebih
bernuansa manusiawi. Islam hadir untuk menjadikan peradaban manusia sesuai dengan fitrah
kemanusiaan. Islam menjadi pijakan moralitas,pijakan ideologis dan pijakan doktrin dalam
membangun peradaban umat manusia.
Kemudian pada bagian keempat ini Caknur membahas masalah kaum muslimin dan
partisipasi sosial politik. Menurut pendapat caknur “partisipasi sosial politik bagi kaum muslimin
berakar dalam ajaran agamanya dan bersangkutan dengan prinsif-prinsif tentang hak dan
kewajiban masing-masing orang dalam masyarakat itu. Partisipasi itu juga merupakan perintah
Allah untuk ta’muruna bil ma’ruf watanhauna anil munkar.”62
Misi utama dalam setiap kegiatan kerasulan dan umat islam adalah dakwah,begitu juga
dalam kegiatan bersosial berpolitik. Samuel P. Hutington berpendapat “penyebaran kebudayaan
dan keagamaan di dunia merefleksikan penyebaran kekuasaan. Dalam sejarah perluasan kekuatan
suatu peradaban biasanya terjadi secara simultan dengan berkembangnya kebudayaan ,dan untuk
menyebarkan nilai-nilai,praktik-praktik dan institusi kepada masyarakat lain.”63 Dengan pendapat
hutington ini menjadi bukti bahwasanya proses berpolitik umat islam adalah sebagai upaya dakwah
dan penyebaran islam itu sendiri.

60
Muzamil Qamar, NU Liberal” halaman 94
616161
Istilah Pribumisasi Islam Gusdur dan Islamisasi Caknur kedua istilah ini digunakan ahmad Baso dalam buku NU
STUDIS untuk membandingkan pemikiran Caknur dan gusdur dalam wilayah islam dan kebudayaan lokal
62
Caknur dalam Islam Doktrin Dan Peradaban halaman 569
63
Lihat Samuel P.Hutington dalam bukunya Benturan Antar Peradaban THE CLASH OF CIVILIZATION halaman 141.
Bagian akhir
Dengan membaca buku ini, akan membawa keoptimisan kepada pembacanya. Optimis untuk
lebih mempelajari Islam. Karena dalam buku ini Caknur menyuguhkan konsepsi yang logis dan
ilmiah tentang kontruksi peradaban umat manusia berdasarkan wahyu. Kitab suci Al-Quran itu
bukanlah kumpulan dongeng acak dan penuh misteri. Dengan membaca buku ini dapatlah
diketemukan konsepsi Islam sebagai agama yang rahmatan alamin dalam wujud pembangunan
manusia yang membangun peradaban yang manusiawi.
Hal yang menjadi misi utama buku ini adalah mengajak kepada kaum muslimin untuk
menegakkan paham kemajemukan atau pluralisme. Berkaitan dengan hal tersebut maka Islam
semakin diharapkan tampil dengan tawaran-tawaran kultural yang produktif dan konstruktif, serta
mampu menyatakan diri sebagai pembawa kebaikan untuk semua, tanpa ekslusifisme komunal.
Pluralisme menurut caknur harus menjadi keinsafan umum dalam suatu masyarakat
moderen. Diinternal umat islam sendiri semakin hari semakin tampak kemajemukannuya. Kaum
muslimin harus secara otentik mengembangkan paham kemajemukan masyarakat (pluralisme
sosial). Kaum muslimin juga dituntut akan kesanggupan mengembangkan sikap-sikap saling
menghagai antara sesama anggota masyarakat, dengan menghormati apa yang diangap penting
pada masing-masing orang atau kelompok.
Sejalan dengan pendapat caknur ini, Rumadi berpendapat “keragaman (pluralisme) sebagai
realitas sosial merupakan sunnatuloh yang tidak mungkin dapat ditolak oleh siapapun.” 64 Hal ini
mengandung arti menolak kenyataan plural sama artinya dengan menolak sunnatuloh, maka
dengan kenyataan ini bisa dikatakan bahwa pluralisme sengaja didesain Tuhan untuk dinamika
kehidupan manusia sebagai perwujudan konsep fastabiqul khairat berlomba-lomba dalam
kebaikan. Jika semua manusia ditaqdirkan sama maka apa yang akan dinilai dan dilombakan.
Justru dikarenakan realitas plural terjadinya iklim perlombaan yang alamiah dan naluriah.
Dalam proses berinteraksi dalam masyarakat yang plural haruslah berprilaku sesuai dengan
norma-norma yang berlaku di masyarakat agae terwujud kehidupan yang dinamis dan damai.
Sejalan dengan hal ini Rodney Stark berpendapat “agar tercapainya masyarakat yang memiliki
keseimbangan pluralistik maka semua orang haruslah berprilaku berdasarkan norma-norma
peradaban.norma-norma peradaban yang dimaksud adalah prilaku publik yang dikendalikan oleh
sikap saling menghormati diantara masyarakat yang berbeda-beda. Inilah moderasi publik
partikularisme.”65 Sebuah keseimbangan pluralistik terwujud ketika ada sebuah kekuatan yang

64
Lihat Rumadi, dalam bukunya Masyarkat Post Theologi halaman 104
65
Rodney Stark. One True GOD;Resiko Sejarah Bertuhan Satu, Yogyakarta, Penerbit Qalam.2003. halaman. 324-325
memadai menyatukan elemen-elemen atau sekte-sekte yang bersaing. Karena pada dasarnya tidak
ada satu orangpun yang menginginka konflik.
Kekuatan yang bisa mewujudkan keseimbangan pluralistik yang dimaksud adalah adanya
kekuatan yang menyatukan semuanya. Dalam hal ini sebagaimana pendapat ibnu khaldun ditengah
masyarakat yang majemuk dibutuhkan nilai yang bisa menyatukan semuanya. Barangkali untuk
kehidupan di indonesia nilai tersebut adalah PANCASILA. Pancasila menjadi nilai yang
mengkohesikan semua elemen bangsa ini. Selain dari nilai yang menyatukan dibutuhkan kekuatan
yang diwujudkan dalam kepemimpinan politik yang mengayomi semua anggota masyarakat yang
majemuk tanpa memandang dia beragama apa,bermadzahab apa,apa sukunya. Yang paling penting
adalah apa yang dia lakukan sesuai atau tidak dengan norma yang berlaku dimasyarakat.
Perlu disadari bahwa pemahaman terhadap islam dan al-quran sebagai sumber utama
ajarannya merupakan suatu refleksi pergumulan keberagamaan dengan realitas sosilogis yang terus
berkembang. Oleh sebab itu umat islam haruslah senantiasa mengembangkan kehidupan
keberagamaan sesuai dengan dimensi ruang dan waktu. Islam sudah sejak lama moderen secara
doktrin namun kejumudan dalam beragama menjadikan umat islam hanya disibukan oleh hal-hal
yang bersifat fiqhiyah sehingga lupa akan peradaban yang menjadi misi utama risalah islam dibawa
oleh nabi Muhammad Saw.
Selain dari itu dalam buku ini caknur mengajak umat islam untuk senantiasa berfikir
“moderen” karena islam sudah moderen. Sisi komederan islam bisa ditemukan dalam konspesi
theologis,sosiologis,anthropologi dan semua dimensi ilmu yang dibahas dalam al-quran dan as-
sunah. Maka caknur menekankan pentingnya bekal ilmiah dalam berislam karena seseorang bisa
mencapai derajat manusia bertakwa sebagai manusia yang paling mulia adalah manusia yang
berilmu dan mengamalkan ilmunya. Amal yang dimiliki manusia akan menjadi saksi dihadapan
Tuhan dan abadi dalam bentuk apresiasi dan reputasi sebagaimana pepatah menyebutkan gajah
mati meninggalkan gading,harimau mati meninggalkan amal dan manusia mati meninggalkan
amal.
Daftar Pustaka
 Abdul Munir Mulkhan, Teologi Kebudayaan dan Demokrasi Moderenitas, Yogyakarta,
Pustaka Pelajar, 1995.
 Ahmad Baso, NU Studies; Pergolakan Pemikiran Antara Fundamentalisme Islam Dan
Fundamentalisme Neo Liberal, Jakarta, Penerbit Erlangga, 2006.
 Ali A Allawi, Krisis Peradaban Islam;Antara Kebangkitan atau Keruntuhan Total¸
Bandung, Mizan, 2015.
 Bayraktar bayrakli, Prof.Dr, Eksistensi Manusia, Jakarta PT abadi, 2000.
 Betrand Russel , Bertuhan Tanpa Agama, Yogyakarta, Resist Book,2013
 Fazlur Rahman, Islam dan Moderenitas;Tentang Transformasi
Intelektual,Bandung,Penerbit Pustaka,1995.
 Hafidz Hasim, Watak Peradaban Dalam Epistemologi Ibnu Khaldun, Yogyakarta,Pustaka
Pelajar, 2012.
 Mahmud Muhammad Thaha, Arus Balik Syariah, Yogyakarta, Lkis, 2003
 Mariasusai Dhavamony, Fenomenologi Agama, Yogyakarta, Kanisius, 1995.
 M. Dawam Rahardjo, Ensiklopedi Al-Quran: Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-Konsep
Kunci Jakarta, Paramadina, 1996.
 Mujamil Qamar, NU Liberal; Dari Tradisionalisme Ahli Sunah Ke Universalisme Islam.
Bandung, Mizan, 2002.
 Muhammad Hatta. Dalam buku kumpulan tulisan Kebebasan Cendekiawan;Refleksi
Kaum Muda. Yogyakarta.Bentang Budaya,1996
 Nurcholish Madjid, Pintu-Pintu Menuju Tuhan , Jakarta: Paramadina, 1994.
 _______________, Islam Doktrin Peradaban , Jakarta , Paramadina cetakan ke V 2005
 Rodney Stark. One True GOD;Resiko Sejarah Bertuhan Satu, Yogyakarta, Penerbit Qalam.2003
 Rumadi , Masyarakat Post Teologi;Wajah Baru Agama Dan Demokrasi Di Indonesia,
Bekasi, Gugus Press 2002
 Samuel P.Hutington, Benturan Antar Peradaban dan Masa Depan Politik Dunia, Jakarta,
Penerbit Qalam, 2012.
 Shalahudin Jursyi, Membumikan Islam Progresif . Jakarta, Paramadina, 2001.
 Taufik Abdullah, Islam Dan Masyarakat;Sebuah Pantulan Sejarah Indonesia, Jakarta,
PT. Pustakan LP3ES, 1987.
 http://faizalzawahir.blogspot.co.id/2014/07/dari-sahadat-ke-revolusi-bangsa-dan.html

Anda mungkin juga menyukai